i. pendahuluan -...
TRANSCRIPT
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penggunaan herbal untuk penanganan penyakit ikan sudah menjadi tradisi
masyarakat pembudidaya ikan di beberapa Daerah Istimewa Yogyakarta. Berbagai
penggunaan herbal dipercaya mampu menanggulangi penyakit ikan. Pembudidaya ikan
di daerah Cangkringan mengenal penggunaan daun ketapang, batang pisang, klorosede,
rondolenguk, dan sambiloto untuk penanggulangan penyakit ikan (Rosyid, komunikasi
personal September 2013). Pembudidaya ikan di daerah Minggir mengenal penggunaan
daun ketapang, daun johar, daun sembung, rondonoleh, dan batang pisang untuk
penanggulangan penyakit ikan (Sukijo, komunikasi personal Oktober 2013).
Pembudidaya ikan di daerah Sewon mengenal penanggulangan penyakit ikan
menggunakan batang pisang (Sulis, komunikasi personal Oktober 2013). Pembudidaya
ikan di daerah Wates mengenal penanggulangan penyakit ikan menggunakan batang
pisang dan jantung pisang (Wagiran, komunikasi personal Oktober 2013).
Berbagai herbal yang digunakan masyarakat dalam penanganan penyakit ikan
seperti daun sembung, daun ketapang, dan batang pisang dilaporkan memiliki
kandungan senyawa aktif seperti tannin, flavonoid, dan saponin. Beberapa herbal
tersebut juga dilaporkan memiliki kemampuan antibakteri terhadap Staphylococcus
aureus, Escherischia coli, Pseudomonas aeruginosa, Bacillus subtilis, B. cereus, dan
Candida albicans. Herbal tersebutjuga digunakan sebagai obat tradisional untuk
berbagai penyakit manusia seperti epilepsi, disentri, diarrhea, lepra, sakit mata, scabies,
pusing, batuk, dan obat luka (Dalimartha, 2008; Chen et al., 2009; Jawla et al., 2012;
Rakholiyaet al., 2012; Karuppiyahet al., 2013).
Herbal yang digunakan masyarakat untuk menanggulangi penyakit ikan masih
perlu diteliti secara ilmiah dan diuji aktivitas antibakterinya secara spesifik terhadap
bakteri patogen ikan. Penelitian perlu dilakukan untuk membuktikan dan mengetahui
kemampuan antibakteri terhadap bakteri patogen ikan dari herbal yang dipercayai dan
masih digunakan masyarakat. Penelitian terhadap bahan herbal ini berpeluang
memunculkan dan mengembangkan alternatif baru untukmenanggulangi penyakit ikan.
2
Beberapa bakteri patogen ikan seperti Aeromonas hydrophila, Streptococcus sp. dan
Vibrio sp. dapat menjadi bakteri uji dalam penelitian karena menurut Irianto (2005)
ketiga bakteri ini banyak menyerang berbagai jenis ikan.
B. Tujuan
1. Mengetahui aktivitas antibakteri daun ketapang, batang pisang, dan daun sembung
terhadap tiga bakteri patogen ikan yakni Aeromonas hydrophila, Streptococcus sp. dan
Vibrio sp.
2. Mengetahui ekstrak herbal yang memiliki aktivitas antibakteri terbaik
3. Mengetahui golongan senyawa yang aktif menghambat bakteri
C. Manfaat
1. Memberikan gambaran tentang aktivitas antibakteri daun ketapang, batang pisang, dan
daun sembung terhadap tiga bakteri patogen ikan yakni Aeromonas hydrophila,
Streptococcus sp. dan Vibrio sp.
2. Memberikan informasi mengenai ekstrak herbal yang memiliki aktivitas antibakteri
terbaik
3. Memberikan informasi mengenai golongan senyawa yang aktif menghambat bakteri
D. WaktudanTempat
Survei sederhana mengenai berbagai herbal yang digunakan masyarakat untuk
menanggulangi penyakit ikan dilakukan pada bulan September-Oktober 2013 di
Kabupaten Sleman, Bantul, dan Kulonprogo. Uji kadar air, ekstraksi bahan herbal, uji
aktivitas antibakteri, uji MIC dan MBC, uji bioautografi, dan identifikasi golongan
senyawa yang menghambat bakteri dilakukan pada bulan Maret-September 2014 di
Laboratorium Hidrobiologi, Laboratorium Nutrisi dan Pakan Alami, Laboratorium
Hama dan Penyakit Ikan, dan Laboratorium Teknologi Ikan Jurusan Perikanan UGM.
3
II. TINJAUAN RUJUKAN
A. Bakteri Patogen Ikan
Menurut Afrianto dan Liviawaty (1992) beberapa bakteri patogen ikan di
antaranya adalah Aeromonas sp., Pseudomonas sp., Flexibacter sp., dan Vibrio sp.
yang termasuk bakteri golongan Gram negatif. Selain itu ada juga bakteri golongan
Gram positif yang patogen atau dapat menginfeksi ikan, salah satunya adalah
Streptococcus sp.
A.1. Aeromonas hydrophila
Bakteri Aeromonas termasuk ke dalam famili Pseudomonadaceae dan terdiri
dari tiga species utama, yaitu A. hydrophila, A. punctata, dan A. liuiefacieus. Bakteri
ini hidup di air tawar, terutama yang mengandung bahan organik tinggi, dengan suhu
15-30oC dan pH 5,5-9. Morfologinya berbentuk batang dengan ukuran 1-4,4x0,4-1
mikron, termasuk golongan Gram negatif, fakultatif aerobik, tidak berspora, dan
bersifat motil karena memiliki satu flagel (Afrianto dan Liviawaty, 1992).
Bakteri Aeromonas dapat menyerang semua jenis ikan air tawar dan jenis
penyakitnya disebut Motil Aeromonas Septicemia (MAS) atau sering juga disebut
Hemorrhage septicemia. Serangan bakteri ini bersifat berkepanjangan sehingga baru
dapat dijumpai apabila ketahanan tubuh ikan menurun akibat stres yang disebabkan
penurunan kualitas air, kekurangan pakan, atau penanganan yang kurang cermat.
Penularan penyakit MAS dapat berlangsung melalui air, kontak badan, kontak
peralatan, atau pemindahan ikan yang terinfeksi bakteri Aeromonas ke tempat lain.
Gejala yang akan timbul berupa warna tubuh yang berubah menjadi gelap, kulit
menjadi kasat, dan timbul pendarahan yang akan menjadi hemorrhage, kemampuan
berenang menurun dan sering megap-megap di permukaan air karena insang rusak,
sering terjadi pendarahan pada organ dalam, perut terlihat kembung, seluruh siripnya
rusak, insang menjadi keputih-putihan, serta mata rusak dan agak menonjol (Afrianto
dan Liviawaty, 1992).
A.2. Streptococcus sp.
Salah satu bakteri yang dapat menyerang ikan adalah Streptococcus sp.
sehingga penyakitnya disebut Streptococciasis. Penyakit ini menyerang beberapa ikan
4
budidaya air tawar maupun laut di beberapa negara dan cukup berbahaya karena
menyebabkan kematian ikan. Penyakit ini dapat menyerang ikan nila, stripped bass,
rabbitfish, rainbow trout, dan barramundi (Evans et al., 2000). Bakteri Streptococcus
sp. termasuk ke dalam famili Streptococcaceae. Bakteri ini termasuk golongan Gram
positif, berbentuk bulat hingga lonjong, diameter ≤ 2 µm, dan dapat melakukan
pembelahan sel (Kuntaman, 2007).
A.3. Vibrio sp.
Bakteri Vibrio sp. merupakan penyebab penyakit Vibriosis pada ikan. Ikan yang
terinfeksi akan menunjukkan gejala berupa kehilangan nafsu makan, kulit menjadi
gelap, insang pucat, sering muncul bisul yang mengeluarkan cairan bewarna kuning
kemerahan, dan terjadi pendarahan pada dinding perut serta permukaan jantung. Jika
dilakukan pembedahan maka akan terlihat pembengkakan dan kerusakan pada hati,
ginjal, dan limpa (Ghufron dan Kordi, 2013).
B. Kemampuan Antibakteri Daun Ketapang
Ketapang memiliki nama ilmiah Terminalia catappa L. Ketapang dalam bahasa
Inggris disebut Indian almond atau Singapore almond. Ketapang berasal dari Asia
Tenggara dan sudah dikenal secara umum di Indonesia. Ketapang ditanam di Australia
Utara, Polinesia, Pakistan, India, Afrika Timur dan Barat, Madagaskar, serta dataran
rendah Amerika Selatan dan Tengah. Ketapang tumbuh alami pada pantai berpasir atau
berbatu. Pohon ketapang berukuran moderat, mudah gugur, bentuk seperti pagoda,
terutama bila pohon masih muda. Batang sering berbanir pada pangkal, pepagan coklat
abu-abu tua, merekah, sementara cabang tersusun dalam deretan bertingkat dan
melintang. Daun berseling, bertangkai pendek, mengumpul pada ujung cabang,
biasanya membundar telur sungsang, kadang-kadang agak menjorong, mengertas
sampai menjangat tipis, dan mengkilap. Bunga berbulir tumbuh pada ketiak daun,
sebagian besar adalah bunga jantan, bunga biseksual terdapat ke arah pangkal, sangat
sedikit, warna putih-kehijauan dengan cakram berjanggut. Buah pelok membulat telur
atau menjorong, agak pipih, hijau-kekuningan dan berwarna merah saat matang. Buah
batu dikelilingi lapisan daging berair setebal 3-6 mm. Jenis ini dapat dikenali langsung
5
dari cabangnya yang kaku dan daun-daun besarnya yang tersusun dalam roset (Prohati,
2013).
Daun ketapang digunakan secara luas sebagai obat tradisional di Asia Tenggara
untuk dermatosis dan hepatitis. Banyak studi farmakologi melaporkan bahwa ekstrak
daun dan buah ketapang memiliki kemampuan antikanker, antioksidan, anti-HIV-
reserve-transcriptase, anti-inflammantory, anti-diabetic dan memiliki aktivitas
hepatoprotektif (Jing et al., 2004). Ketapang juga dikenal sebagai obat tradisional
dalam mencegah hepatitis dan hepatoma di Taiwan (Chen et al., 2000). Ketapang juga
digunakan sebagai obat tradisional untuk mengatasi demam dan disentri di wilayah
hutan Amazon (Watson, 2008).
Uji antibakteri dari ekstrak metanol daun ketapang yang dilakukan oleh
Rakholiya dan Chanda (2012) menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap Micrococcus
Flavus, Bacillus megaterium, Staphylococcus aureus, S. epidermidis, Proteus
morganii, P. vulgaris, P. mirabilis, Klebsiella pneumoniae, dan Enterobacter aeorgenes
dengan zona hambat antara 9-15 mm. Uji aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol daun
ketapang yang dilakukan oleh Kloucek et al., (2005) menunjukkan aktivitas antibakteri
terhadap Bacillus cereus, B. subtilis, Bacteroides fragilis, Enterococcus faecalis,
Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, S. epidermidis,
dan Streptococcus pyogenes dengan minimum inhibitory concentration (MIC) antara
0,25 mg/ml hingga 16 mg/ml.
Uji aktivitas antimikrobia dari ekstrak N,N-dihylformamide, acetone, dan
metanol Terminalia catappa sudah diuji melawan 91 strain mikrobia yang penting
secara klinis yang terdiri dari 20 bakteri Gram positif, 55 strain bakteri Gram negatif
dan 16 strain fungi, termasuk 19 strain dari spesies bakteri Pseudomonas. Hasil uji
tersebut menunjukkan ketiga ekstrak Terminalia catappa aktif melawan 70% dari
semua bakteri Gram positif, 63% dari semua bakteri Gram negatif, dan 25% dari
semua strain fungi yang diuji (Chanda, 2011). Kemampuan antibakteri daun ketapang
terhadap Escherichia coli, Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus
Enterobacteraerogenes juga diujikan oleh Neelavathi (2012) dengan hasil yang sangat
efektif dibandingkan dengan antibiotik Ciprofloxacin.
6
Hasil analisis fitokimia kualitatif dari daun ketapang yang dilakukan Neelavathi
(2012) menjelaskan bahwa daun ketapang mengandung senyawa alkaloid, flavonoid,
tannin, saponin, senyawa fenol, triterpenoid, fitosterol, protein, karbohidrat dan
glikosida, resin, lemak dan fixed oil.Kandungan senyawa flavonoid pada ketapang
sudah diisolasi dan diuji aktivitas antibakterinya oleh Ariyanti dkk. (2013) dengan zona
hambat yang dihasilkan terhadap Staphylococcus epidermidis berkisar antara 11 mm
hingga 23 mm dan terhadap Pseudomonas aeroginosa berkisar antara 10 mm hingga
29 mm.
C. Kemampuan Antibakteri Batang Pisang
Buah, daun, kulit, akar, dan batang pisang (Musa sp.) sudah digunakan sebagai
obat untuk penyakit diarrhea dan disentri, intestinal colitis, antilithic, inflamasi, luka
dan gigitan ular, protein abolic disorder, antimikrobia, antiulcerogenic, antihelmintic,
hypoglycemic, dan antioksidan (Jawla et al., 2012).Berdasarkan uji fitokimia yang
dilakukan oleh Suarsa (2011) ekstrak etanol, aseton, dan n-heksana dari batang pisang
kepok dan pisang susu mengandung tannin dan flavonoid. Kandungan dari pisang yang
diperkirakan memiliki kemampuan antibakteri adalah alkaloid, tannin, flavonoid,
saponin, dan steroid (Zafar, 2011).
Penelitian yang dilakukan oleh Hastari (2012) menyimpulkan bahwa ekstrak
batang dan pelepah pisang (Musa acuminata) memiliki aktivitas antibakteri terhadap
bakteri Staphylococcus aureus. Penambahan ekstrak batang dan pelepah pisang
dengan konsentrasi 6,25 %, 12,5 %, dan 25 % menunjukkan adanya pengaruh
penurunan koloni bakteri S. aureus. Rerata jumlah koloni bakteri pada kontrol tanpa
ekstrak berjumlah 537,33 koloni, sedangkan rerata jumlah koloni pada ekstrak batang
pisang dengankonsentrasi 6,25 % berjumlah 69,33 koloni, konsentrasi 12,5 %
berjumlah 6,67 koloni, dan konsentrasi 25 % berjumlah 5 koloni. Rerata jumlah koloni
pada ekstrak pelepah pisang dengan konsentrasi 6,25 % berjumlah 17,67 koloni,
konsentrasi 12,5 % berjumlah 13,33 koloni, dan konsentrasi 25 % berjumlah 2,6
koloni. Bhattacharjee dkk. (2013) melakukan uji antibakteri terhadap ekstrak aseton,
etanol, dan akuades dari batang pisang dengan konsentrasi 2 mg/ml terhadap bakteri
patogen seperti Aeromonas hydrophila, Bacillus licheniformis, B. mycoides, B. niacini,
7
B. subtilis, Escherichia coli, Geobacillus thermodenitrificans, Klebsiella pneumoniae,
Paenibacillus koreensis, P. larvae larvae, Proteus vulgaris, Pseudomonas aeruginosa,
P. flourescens, P. putida danStaphylocccus aureus. Hasilnya ekstrak aseton terlihat
memiliki aktifitas antibakteri terhadap semua bakteri kecuali Aeromonas hydrophila,
Bacillus niacini, dan Geobacillus thermodenitrificans dengan rerata diameter zona
hambat 9,67 ± 6,24 mm, ekstrak akuades terlihat memiliki aktifitas antibakteri terhadap
semua bakteri kecuali Aeromonas hydrophila, Bacillus mycoides, B. niacini, dan
Geobacillus thermodenitrificans dengan rerata diameter zona hambat 9 ± 5,29 mm, dan
ekstrak etanol terlihat memiliki aktifitas antibakteri terhadap semua bakteri kecuali
Aeromonas hydrophila dan Bacillus niacini dengan rerata diameter zona hambat 10,46
± 7,07 mm.Hasil ujiminimum inhibitory concentration (MIC) dari ekstrak etanol
batang pisang terhadap Aeromonas hydrophila, Bacillus licheniformis, B. mycoides, B.
niacini, B. subtilis, Escherichia coli, Geobacillus thermodenitrificans, Klebsiella
pneumoniae, Paenibacillus koreensis, P. larvae, Proteus vulgaris, Pseudomonas
aeruginosa, P. flourescens, P. putida, dan Staphylococcus aureus berkisar antara 10
mg/ml dan 30 mg/ml.
D. Kemampuan Antibakteri Daun Sembung
Sembung atau Blumea balsamifera berasal dari Nepal. Tumbuhan ini hidup di
tempat terbuka hingga agak terlindung di tepi sungai dan lahan pertanian. Sembung
dapat tumbuh di tanah berpasir atau tanah yang agak basah pada ketinggian hingga
2.200 m dpl. Sembung merupakan jenis perdu, tumbuh tegak, tinggi mencapai 4 m,
memiliki percabangan pada ujungnya, berambut halus, dan berbau kamfer jika bagian
tumbuhannya diremas. Sembung memiliki daun tunggal, di bagian bawah bertangkai,
bagian atas merupakan daun duduk, letak berseling, dan terdapat 2-3 daun tambahan
pada tangkai daunnya. Helaian daun sembung berbentuk bundar telur hingga lonjong,
pangkal dan ujung runcing, tepi bergerigi atau bergigi, permukaan atas berambut agak
kasar, permukaan bawah berambut rapat dan halus seperti beludru, pertulangan
menyirip, panjang 8-40 cm, dan lebar 2-20 cm. Perbungaan majemuk berbentuk malai,
keluar di ujung tangkai, dan berwarna kuning. Buah kotak berbentuk silindris, beriga
8-10, panjang 1 mm, dan berambut. Perbanyakan tumbuhan menggunakan biji atau
8
pemisahan tunas akar. Sembung bersifat pedas, sedikit pahit, hangat, dan baunya
seperti rempah (Dalimartha, 2008).
Daun sembung (Blumea balsamifera) digunakan dalam pengobatan tradisional
Thailand dan China untuk luka dan infeksi (Sakeeet al., 2011). Sembung berkhasiat
sebagai antibakteri, melancarkan peredaran darah, menghilangkan bekuan darah dan
pembengkakan, peluruh kentut, peluruh keringat, peluruh dahak, astrigen, tonikum,
serta obat batuk. Sembung mengandung minyak atsiri, getah, borneol, sineol, limone,
asam palmitin dan myristin, alkohol sesquiterpent, khlorasetofenon, tannin,
pirokatechin, dan glikosida (Dalimartha, 2008). Sembung juga mengandung flavonoid,
monoterpent, sesquiterpent, acetylenic thiophenes, tripernoid, xanthenes, diterpenes,
dan minyak esensial (Chen et al., 2009).
Uji aktivitas antibakteri daun sembung sudah dilakukan oleh Sakeeet al. (2011)
terhadap beberapa jenis bakteri. Hasilnya ekstrak heksan daun sembung mampu
menghambat Staphylococcus aureus dan Enterobacter cloacae, ekstrak
dichloromethane mampu menghambat S. aureus, ekstrak minyak esensial mampu
menghambat Bacillus cereus dan S. aureus dengan zona hambat terbesar 19 mm.
Minimum inhibitory concentration (MIC) dan Minimum bactericidal concentration
(MBC) terbaik dari daun sembung didapati pada ekstrak minyak esensial dengan
konsentrasi 0,15 mg/ml terhadap Bacillus cereus dan 1,2 mg/ml terhadap
Staphylococcus aureus.
E. Dosis Herbal yang Digunakan oleh Pembudidaya Ikan
Penggunaan daun ketapang dalam treatment tradisional penyakit ikan adalah
dengan cara daun ditebarkan ke dalam kolam. Dosis daun ketapang yang diberikan
adalah 36,7 g/m2dan diberikan setiap 2 bulan sekali. Dosis batang pisang dalam
treatment tradisional penyakit ikan adalah 71,4 g/m2 dan diberikan sebulan sekali.
Metode pemberiannya adalah batang pisang dipotong-potong kemudian direndam ke
dalam kolam. Daun sembung diberikan ke dalam kolam beserta batangnya. Dosis daun
sembung yang digunakan adalah 17,8 g/m2dan diberikan sebulan sekali (Sukijo,
komunikasi personal Oktober 2013).
9
III. METODE
A. Alat dan Bahan
A.1. Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung kaca, erlenmeyer
(Pyrex), blender (Phipips HR 2071), gelas ukur (Pyrex), botol falcon (BD), blender,
timbangan analitik (Denver AA200), timbangan digital (Shimadzu BX 320 D), pipet
ukur (Iwaki), cawan porselin, vacuum rotary evaporator(Heidolph Laborota 4000),
oven (Eyela WFO-601SD), desikator, vortex (Thermolyne Maxi Mix II37600),
autoklaf (Yxqgoi), yellow tip, blue tip, micropipet(Rainin), petridisc, tabung reaksi
(Iwaki),plat KLT (Merck), bunsen,paperdisc,microplate(Brandt), UVLamp 254 nm
(Merck), pendingin (LG), stir plate (Nuova), spektrofotometer (Apel AP-101),
inkubator (Memmeri), kuvet, masker, hand glove, alumunium foil (Total Wrap), plastik
wrap, kertas tisu, kertas label, dan ballpoint.
A.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun ketapang(Terminalia
catappa) berwarna hijau yang dipetik dari pohon ketapang di Jurusan Perikanan UGM,
batang pisang Ambon (Musa acuminata) dengangenotip AAA dari Pusat Plasma
Nutfah Pisang Giwangan, daun sembung(Blumea balsamifera) dipetik dari Merapi
FarmPakem, heksan, etil asetat, etanol 96% (Mediss), akuades, DMSO 99,5%
(Merck), reagen MTT, medium TSA (Oxoid CM0131), medium TSB (Pronadisa
Cat.1224.00), medium agar (Oxoid LP0011), antibiotikCiprofloxacin (Bernofarm),
spirtus, serta bakteri Aeromonas hydrophila, Streptococcus sp. dan Vibrio sp. dari
Laboratorium Hama dan Penyakit Ikan Jurusan Perikanan UGM.
B. Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan rancangan eksplorasi dengan tiga bahan herbal
yang dieksplorasi kemampuan antibakterinya, yaitu daun ketapang (Terminalia
catappa), batang pisang (Musa acuminata), dan daun sembung (Blumea balsamifera).
Ketiga bahan tersebut diekstrak menggunakan tiga pelarut yaitu etil asetat, etanol dan
akuades secara berturut-turut. Hasil ekstrak ketiga bahan ini diuji aktivitas
antibakterinya menggunakan paperdisc di dalam petridisc terhadap Aeromonas
10
hydrophila, Streptococcus sp. dan Vibrio sp. dengan kontrol negatif yaitu paperdisc
yang ditetesi DMSO sebagai pelarut, serta kontrol positif yaitu paperdisc yang ditetesi
Ciprofloxacin. Bahan yang memiliki aktivitas antibakteri terbaik kemudian dilakukan
uji Minimum Inhibitory Concentration(MIC)danMinimum Bactericidal
Concentration(MBC) untuk mendapatkan ekstrak yang memiliki kemampuan
antibakteri terbaik. Ekstrak yang memiliki nilai MIC dan MBC terendah kemudian
diuji bioautografi untuk mengetahui spot senyawa yang aktif menghambat bakteri.Spot
senyawa yang aktif kemudian diidentifikasi golongan senyawanya menggunakan
reagen pendeteksi senyawa pada plat KLT (Kromatografi Lapis Tipis).
C. Tata Laksana
C.1. Pengumpulan Bahan
Daun ketapang (Terminalia catappa) berwarna hijau dipetik dari dari pohon
ketapang di Jurusan Perikanan UGM. Batang pisang Ambon (Musa acuminata) dengan
genotip AAA diambil dari Pusat Plasma Nutfah Pisang Giwangan. Pohon pisang
ditebang dan batangnya dicacah menjadi bagian yang kecil-kecil. Daun sembung
(Blumea balsamifera) dipetik dari Merapi Farm. Semua bahan dikumpulkan dan
disimpan dalam ruangan.
C.2. Persiapan Bahan
Pengeringan daun ketapang, batang pisang, dan daun sembung dilakukan di
dalam ruangan tanpa terkena sinar matahari langsung. Daun ketapang, batang pisang,
dan daun sembung yang telah kering dihaluskan dengan blender sampai halus merata.
C.3. Ekstraksi Bahan
Daun ketapang, batang pisang, dan daun sembung yang telah halus dan kering
sebanyak 50 g masing-masing dimasukkan ke dalam tabung kaca kemudian
ditambahkan pelarut etil asetat sebanyak 400 ml dan didiamkan selama 24 jam. Bahan
herbal dan pelarut kemudian digojog 30 kali atau hingga warna pelarut berubah
menjadi pekat, kemudian larutan etil asetat dikeluarkan, disaring menggunakan kertas
saring dan ditampung. Pelarut etil asetat baru sebanyak 400 ml dimasukkan lagi ke
dalam toples kaca lalu digojog 30 kali atau hingga warna pelarut berubah menjadi
pekat. Larutan etil asetat dikeluarkan dan ditampung. Langkah ekstraksi dengan etil
11
asetat diulangi kembali hingga 3 kali pemasukan, penggojogan, pengeluaran,
penyaringan dan penampungan pelarut etil asetat. Setelah tiga kali ekstraksi dengan
pelarut etil asetat, pelarut etanol 400 ml dimasukkan ke dalam tabung kaca dan
dilakukan ekstraksi etanol sebanyak tiga kali yang memiliki langkah serupa dengan
ekstraksi etil asetat. Setelah tiga kali ekstraksi dengan pelarut etanol selesai, kemudian
dimasukkan akuades sebanyak 400 ml dimasukkan ke dalam tabung kaca dan
dilakukan langkah ekstraksi akuades sebanyak tiga kali yang memiliki langkah serupa
dengan ekstraksi etil asetat dan etanol.Hasil ekstraksi berupa larutan ekstrak bahan
herbal ditampung dalam erlenmeyer dan disimpan dalam kulkas.
C.4. EvaporasiEkstrak dan Perhitungan Rendemen
Bagian water bathdari vacuum rotary evaporatordiisi dengan air. Air dan es
batu dimasukkan ke dalam bak air pendingin, kabel poweruntuk pompa air, pompa
vakum dan pemanas ditancapkan ke sumber listrik. Kondensor ditunggu hingga dingin
atau berembun. Flask sampel ditimbang untuk mengetahui berat kosongnya. Larutan
ekstrak dimasukkan ke dalam flask sampel. Flask sampel dipasang pada tempatnya
kemudian diturunkan hingga sebagian tenggelam di water bath. Receiving flask
dipasang. Saluran udara keluar kondensor ditutup rapat. Tombol power pemanas dan
rotationdisplay water bath ditekan. Suhu diatur ke angka maksimal 400C untuk larutan
ekstrak etil asetat dan etanol, dan diatur ke angka 600C untuk larutan ekstrak akuades.
Putaran flask diatur ke angka 40 rpm dengan memutar tombol rotation. Alat evaporasi
terus diawasi agar larutan ekstrak tidak meluap. Proses evaporasi ditunggu hingga
pelarut cair sudah tidak tampak lagi. Bila telah selesai, tombol power saluran udara
keluar kondensor dibuka, pompa vakum dimatikan, tombol pemanas dan suhu
dimatikan, pengatur suhu dan putaran diputar ke posisi nol, dan labu dinaikkan ke
posisi atas. Flask sampel dilepas, kabel power dicabut.
Flask yang berisi sampel ekstrak semi basah ditimbang beratnya.Selisih antara
berat flask berisi ekstrak semi basah dan berat flask kosong dicatat sebagai nilai berat
ekstrak semi basah yang didapatkan. Ekstrak semi basah kemudian diuji kadar airnya
untuk mengetahui berat kering ekstrak. Nilai rendemen didapat dari total berat ekstrak
kering yang didapatkan dibagi total berat bahan yang diekstrak dikali 100%.
12
C.5. Pengujian Kadar Air Ekstrak
Cawan porselen dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C selama minimal 1
jam. Cawan diletakkan ke dalam desikator kurang lebih 15 menit kemudian ditimbang
menggunakan timbangan analitik. Sebanyak 10 miligram sampel dimasukkan ke dalam
cawan, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 600C selama 4 jam lalu suhu
1050C selama 20 jam. Setelah selesai pengeringan dengan oven kemudian cawan
dikeluarkan dan diletakkan pada desikator kurang lebih 15 menit lalu ditimbang
kembali beratnya menggunakan timbangan analitik.
Perhitungan kadar air :
Keterangan:
A = Berat cawan kosong (g)
B = Berat cawan yang diisi dengan sampel (g)
C = Berat cawan dengan sampel yang sudah dikeringkan (g)
C.6. Pembuatan Sediaan Ekstrak dalam Pelarut DMSO
Dosis ekstrak yang digunakan untuk uji antibakteri adalah 20 mg berat kering
ekstrak dalam 1 ml pelarut DMSO. Nilai berat kering sampel yang sudah diketahui
melalui uji kadar air digunakan untuk mendapatkan berat setiap ekstrak semi basah
(hasil evaporasi) yang dibutuhkan dalam mencapai takaran dosis 20mg/ml berat kering.
Sampel ekstrak semi basah dimasukkan ke dalam botol Falcon sesuai hasil perhitungan
hingga setara dengan 20 mg berat kering ekstrak. Selanjutnya pelarut ditambahkan ke
dalam botol Falcon hingga mencapai 1 ml. Dosis ekstrak dapat dikonversikan ke
perbandingan yang lebih besar yaitu 40 mg dalam 2 ml DMSO untuk memperbanyak
jumlah sediaan ekstrak.
C.7. Uji Aktivitas Antibakteri
Medium TSA cair bersuhu ± 500
Cdituangkan secara aseptis ke petridisc
sebanyak 15-20 ml dan ditunggu hingga memadat. Medium soft agarcair bersuhu ± 400
C dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 10-15 ml. Bakteri dalam kultur TSB
yang berumur 18-24 jam di-vortex hingga homogen lalu diambil menggunakan
13
mikropipet sebanyak 100µL kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi soft
agar. Medium soft agar dalam tabung reaksi kemudian di-vortexdan dituangkan ke
atas TSA padat di dalam petridisc. Medium soft agar ditunggu sampai memadat.
Paperdisc diletakkan ke atas medium soft agar yang sudah memadat secara
aseptis. Ekstrak bahan herbal dengan konsentrasi 20 mg/ml diteteskan ke atas
paperdisc dengan volume 50 µl. Kontrol negatif yaitu larutan DMSO sebanyak 50 µl
dan kontrol positif yaitu Ciprofloxacin dengan konsentrasi 2 mg/ml sebanyak 50
µlmasing-masing diteteskan ke atas paperdisc.Petridisc kemudian dibungkus dan
diinkubasi pada suhu 300
C. Zona hambat dari paperdisc diamati dan diukur
diameternya setelah inkubasi 18-24 jam.
C.8. Uji Minimum Inhibitory Concentration (MIC) dan Minimum Bactericidal
Concentration (MBC)
Sediaan ekstrak hasil evaporasi diambil setara 40 mg berat kering dan
dimasukkan ke dalam microtube. TSBdimasukkan ke microtube hingga mencapai
takaran 800 µldi dalam microtube. TSB dan ekstrak dihomogenkan menggunakan
vortex. Sediaan ekstrak yang sulit larut homogen dapat diberikan pelarut DMSO
sebanyak 100-200 µl terlebih dahulu sebelum dimasukkan TSB.
Ekstrak herbal yang sudah larut dengan TSB di dalam microtube diambil
sebanyak 80 µl untuk dimasukkan ke dalam sumuran pertama dan kedua pada
microplate. Pada sumuranurutanketiga hingga keenam dimasukkan TSB masing-
masing sebanyak 80 µl. Ekstrak pada sumurankedua dihomogenkan dengan pipetting
lalu diambil sebanyak 80 µl dan dipindahkan ke sumuranketiga. Pengenceran dengan
cara yang sama dilakukan pada sumuranberikutnya hingga masing-masing ekstrak
memiliki 6 tingkat konsentrasi ekstrak. Kemudian masing-masing wellplate diinokulasi
dengan 20 µl TSB berisi bakteri dengan konsentrasi 4-5 x 108cfu/ml sesuai standar 0,5
McFarland dan dihomogenkan dengan pipetting. Ulangan untuk masing-masing
ekstrak terhadap satu bakteri dilakukan sebanyak tiga kali. Konsentrasi akhir ekstrak
dalam 6 sumuran yang sejajar yaitu 40 mg/ml, 20 mg/ml, 10 mg/ml, 5 mg/ml, 2,5
mg/ml, dan 1,25 mg/ml.Kontrol negatif yang digunakan adalah sumuranberisi 80 µl
14
TSB dan 20 µl bakteri tanpa ekstrak. Kontrol positif yang digunakan adalah 100 µl
TSB tanpa ekstrak dan tanpa bakteri.
Inkubasi microplate dilakukan pada suhu 300
C selama 24 jam. Pengamatan
MIC setelah inkubasi 24 jam dilakukan dengan melihat pertumbuhan bakteri pada
sumuran. Sumuran yang ditumbuhi bakteri akan berubah keruh atau terlihat adanya
endapan bakteri yang banyak. Reagen MTT 10-20 µl dapat diteteskan untuk
memastikan pertumbuhan bakteri. Sumuran yang ditumbuhi bakteri akan berwarna biru
dan yang tidak ditumbuhi bakteri tidak terjadi perubahan warna atau berwarna
kekuningan. Konsentrasi ekstrak minimum pada sumuranyang dapat menghambat
bakteri dicatat sebagai nilai MIC.
Setelah inkubasi selama 48 jam, ekstrak di dalam sumuran diinokulasi dengan
jarum ose pada medium TSA dalam petridisc. Medium TSA kemudian diinkubasikan
selama 24 jam lalu diamati pertumbuhan bakteri pada bekas inokulasi. Konsentrasi
ekstrak minimum yang tidak menghasilkan pertumbuhan bakteri pada bekas inokulasi
di TSA dicatat sebagai nilai MBC.
C.9. Uji Bioautografi
Plat KLT dipotong sesuai ukuran. Garis dasar (base line) dibuat di bagian
bawah, sekitar 1 cm dari ujung bawah plat dan garis akhir di bagian atas sekitar 0,5 cm
dari ujung atas plat. Sampel cairan yang telah disiapkan sejajar ditotolkan
menggunakan pipa kapiler, tepat di atas base line. Jika sampel padat, dilarutkan pada
pelarut tertentu terlebih dahulu. Totolan dikeringkan. Masing-masing eluen
dimasukkan ke dalam chamber dan dicampurkan. Plat ditempatkan pada chamber
berisi eluen. Base line jangan sampai tercelup oleh eluen. Chamber ditutup. Eluen
ditunggu hingga mengelusi sampel sampai mencapai garis akhir, pada tahap ini
pemisahan akan terlihat. Setelah mencapai garis akhir, plat diangkat dengan pinset,
dikeringkan, dan diukur jarak spot. Jika spot tidak kelihatan, plat diamati pada lampu
UV. Jika masih tak terlihat, plat disemprot dengan pewarna tertentu seperti kalium
kromat atau ninhidrin.
Bakteri dikultur dalam 10 medium TSB dalam tabung reaksi selama 24 jam.
Kemudian kepadatan bakteri dihitung menggunakan spektrofotometer. Pengenceran
15
dilakukan menggunakan medium TSB sehingga didapati kepadatan bakteri 107 cfu/ml
sesuai standar 0,5 McFarland. Kemudian bakteri TSB sebanyak 500 µl diinokulasikan
ke dalam tabung reaksi berisi 9,5 mlsoft agar cair dan dihomogenkan menggunakan
alat vortex.Soft agar berisi bakteri dituangkan ke dalam petridisc. Plat KLT yang sudah
memperlihatkan pemisahan golongan senyawa kemudian dicelupkan ke dalam soft
agar berisi bakteri. Plat KLT kemudian disimpan ke dalam petri disc dan
diinkubasikan selama 24 jam. Pengamatan dilakukan setelah 24 jam dengan plat KLT
disemprot menggunakan reagen MTT. Bagian plat KLT yang berwarna biru
merupakan zona tumbuh bakteri dan bagian plat KLT yang tetap bening merupakan
zona hambat bakteri. Spot pemisahan pada plat KLT yang menjadi zona hambat bakteri
ditandai, dihitung nilai Rf, dan didokumentasikan.
C.10. Identifikasi Golongan Senyawa yang Menghambat Bakteri
Identifikasi golongan senyawa yang menghambat bakteri dilakukan dengan
menggunakan plat KLT dan reagen pendeteksi golgongan senyawa.Ekstrak kental
diteteskan pada plat KLT kemudian dikembangkan dengan fase gerak heksan : etil
asetat 7:3. Setelah itu spot yang pada uji bioautografi sudah diketahui aktif
menghambat bakteri dilingkari dengan pensil.Plat KLT dicelupkanke dalam reagen
pendeteksi golongan senyawa dan kemudian dipanaskan pada hot plate sampai terjadi
perubahan warna. Reagen pendeteksi golongan senyawa yang digunakan antara lain
asam sulfat, anisaldehid-asam sulfat, vanilin-asam sulfat, ninhidrin, dan FeCl3.
Identifikasi golongan senyawa dengan reagen vanilin-asam sulfat berbeda dengan
reagen yang lain, penggunaan reagen ini tidak perlu pemanasan plat KLT padahot
plate. Reagen pendeteksi golongan senyawa dan kegunaannya disajikan pada tabel 3.1.
16
Tabel 3.1. Reagen pendeteksi golongan senyawa dan kegunaannya.
Reagen asam sulfat Reagen ini merupakan reagen umum. Perubahan warna
menjadi merah menunjukkan adanya kandungan terpenoid.
Reagen anisaldehid-
asam sulfat
Reagen yang sering digunakan untuk mendeteksi triterpen.
Warna merah hingga ungu menunjukkan adanya triterpen
(Oleszek et al., 2008).
Reagen vanillin-
asam sulfat
Reagen yang dapat digunakan untuk mendeteksi triterpen.
Triterpen akan berwarna biru, biru violet, dan kekuningan
(Waksmundzka-Hajnos, 2008)
Reagen ninhidrin Reagen ini khususnya digunakan pada asam amino dan
protein. Asam amino dan protein akan memunculkan warna
violet (Mamta dan Jyoti, 2012).
Reagen FeCl3 Reagen ini digunakan untuk mendeteksi adanya fenol.
Perubahanwarna menjadi hijau menunjukkanadanya
senyawa fenol (Mamta dan Jyoti, 2012).
C.11. Analisis Data
Data mengenaihasil uji aktivitas antibakteri dari daun ketapang, batang pisang,
dan daun sembung hingga uji MIC, MBC, bioautografi dan identifikasi golongan
senyawa dianalisis secara deskriptif untuk mendapatkan kesimpulan penelitian.
D. AlurPenelitian
Alur penelitian yang dilakukandisajikan pada Gambar 3.1.
17
Gambar 3.1. Alur penelitian yang dilakukan
Pengeringan sampel daun ketapang, daun sembung, dan batang pisang dalam ruangan
Ekstraksi dengan
Etil Asetat 3x Ekstraksi dengan
Akuades 3x
Aeromonas
hydrophila
Streptococcus sp.
Vibrio sp.
Uji MIC dan MBC dari
bahan yang aktivitas
antibakterinya tertinggi
Analisis hasil
Uji aktivitas antibakteri
Uji bioautografi dari
ekstrak yang memiliki
nilai MIC dan MBC
terendah
Ekstraksi dengan
Etanol 3x
Uji kadarair ekstrak daun
ketapang, daun sembung,
dan batang pisang
Pembuatan sediaan ekstrak
20mg/mL dalam DMSO
Penghalusan sampel dengan blender
Evaporasi larutan ekstrak
Identifikasi Golongan
Senyawayang
Menghambat Bakteri
Pengumpulan bahan herbal
18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Rendemen Ekstraksi
Ekstraksi batang pisang, daun ketapang, dan daun sembung dilakukan dengan
menggunakan tiga pelarut secara berturut-turut, yaitu etil asetat, etanol, dan akuades.
Setelah evaporasi dilakukan uji kadar air untuk mengetahui berat ekstrak kering. Nilai
rendemen didapat dari berat ekstrak kering dibagi berat bahan herbal yang digunakan.
Adapun nilai rendemen yang didapat dari kesemua ekstrak dijelaskan dalam Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Nilai Rendemen Ekstrak Bahan Herbal
No. Ekstrak Berat
Bahan (g)
Berat Ekstrak
Semi Basah (g)
Kadar
Air (%)
Berat Ekstrak
Kering (g)
Rendemen
(%)
1 DEA 50 1,272 22 0,992 2
2 DE 50 2,939 25 2,205 4
3 DA 50 7,488 27 5,466 11
4 KEA 50 18,936 6 17,800 36
5 KE 50 12,204 19 9,885 20
6 KA 50 15,804 16 13,275 27
7 SEA 25 3,251 38 2,016 8
8 SE 25 1,338 25 1,004 4
9 SA 25 1,883 11 1,676 7
Keterangan:
DEA : Ekstrak etil asetat batang
pisang
DE : Ekstrak etanol batang pisang
DA : Ekstrak akuades batang pisang
KEA : Ekstrak etil asetat daun
ketapang
KE : Ekstrak etanol daun ketapang
KA :Ekstrak akuades daun ketapang
SEA :Ekstrak etil asetat daun sembung
SE :Ekstrak etanol daun sembung
SA : Ekstrak akuades daun sembung
Nilai rendemen tertinggi didapat pada ekstrak etil asetat daun ketapang yaitu
36%, sedangkan nilai rendemen terendah didapati pada ekstrak etil asetat batang pisang
yaitu 2%. Adapun nilai rendemen ekstrak yang lain yaitu ekstrak etanol daun ketapang
adalah 20 %, ekstrak akuades daun ketapang 27%, ekstrak etanol batang pisang 4 %,
ekstrak akuades batang pisang 11 %, ekstrak etil asetat daun sembung 8%, ekstrak etanol
daun sembung 4 %, dan ekstrak akuades daun sembung 7 %.
Nilai rendemen tertinggi dari bahan batang pisang didapati pada ekstrak dengan
pelarut akuades. Hal ini menunjukkan bahwa pelarut akuades adalah pelarut yang lebih
efektif untuk mengekstrak batang pisang dibandingkan dengan pelarut etanol dan etil
19
asetat. Nilai rendemen tertinggi dari bahan daun ketapang didapati pada ekstrak dengan
pelarut etil asetat. Hal ini menunjukkan etil asetat adalah pelarut yang lebih efektif untuk
mengekstrak daun ketapang dibandingkan pelarut etanol dan akuades. Nilai rendemen
tertinggi dari bahan daun sembung didapati pada ekstrak dengan pelarut etil asetat. Hal
ini menunjukkan etil asetat adalah pelarut yang lebih efektif untuk mengekstrak daun
sembung dibandingkan pelarut etanol dan akuades. Kecocokan antara tingkat polaritas
pelarut dengan tingkat polaritas kandungan bahan herbal yang diekstrak diperkirakan
menjadi faktor utama yang menentukan efektivitas pelarut dalam mengekstrak bahan.
B. Uji Aktivitas Antibakteri
Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan disc diffusion method di atas medium
soft agar petri. Konsentrasi ekstrak yang diteteskan ke atas paperdisc adalah 20 mg/ml
atau 1 mg/paperdisc dan konsentrasi antibiotik Ciprofloxacin yang diteteskan adalah 2
mg/ml atau 0,1 mg/paperdisc. Hasil dari uji antibakteri ditampilkan dalam Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Diameter zona hambat ekstrak beberapa herbal terhadap beberapa bakteri
patogen ikan (mm).
Ekstrak Bakteri
Aeromonas hydrophila Streptococcus sp. Vibrio sp.
DEA 11,3 ± 0,6 8,7 ±7,5 -
DE - - -
DA - - -
KEA 19 ±1,7 19 ±2,6 19,7 ± 0,6
KE 19 ±1,0 19,3 ±0,6 20,7 ± 0,6
KA 16,7 ± 0,6 16,3 ±2,1 17,3 ± 0,6
SEA 13,7 ±3,1 14 ±1,7 -
SE 9,7 ±8,7 8,7 ± 7,6 -
SA - 3,7 ±6,4 -
DM - - -
AB 38 ±1,7 39,7 ± 1,5 12,3 ±2,1
Keterangan:
DEA : Ekstrak etil asetat batang pisang
DE : Ekstrak etanol batang pisang
DA : Ekstrak akuades batang pisang
KEA : Ekstrak etil asetat daun ketapang
KE : Ekstrak etanol daun ketapang
DM : Larutan DMSO (kontrol negatif)
- : Tidak tampak adanya zona
Hambat
KA : Ekstrak akuades daun
ketapang
SEA : Ekstrak etil asetat daun
sembung
SE : Ekstrak etanol daun sembung
SA : Ekstrak akuades daun sembung
AB : Antibiotik Ciprofloxacin
(kontrol positif)
20
Daun ketapang aktif menghambat ketiga bakteri pada ekstrak etil asetat, etanol,
dan akuades. Batang pisang aktif menghambat Aeromonas hydrophila dan
Streptococcus sp. pada ekstrak etil asetat. Daun sembung aktif menghambat
Aeromonas hydrophila dan Streptococcus sp. pada ekstrak etil asetat dan etanol.
Ekstrak yang tidak terlihat memiliki aktivitas antibakteri adalah ekstrak etanol dan
akuades batang pisang terhadapketiga bakteri yang diuji, ektrak etil asetat batang
pisang terhadap Vibrio sp., ekstrak akuades daun sembung pada bakteri A. hydrophila,
dan ketiga ekstrak daun sembung terhadap bakteri Vibrio sp. Ekstrak bahan herbal
yang memiliki rerata aktivitas antibakteri tertinggi adalah ekstrak dari daun ketapang
yaitu sebesar 18,6 ±1,5 mm, sedangkan ekstrak bahan herbal yang memiliki rerata
aktivitas antibakteri terendah adalah ekstrak dari batang pisang yaitu sebesar 3,6 ±4,2
mm. Bahan herbal yang memiliki rerata aktivitas antibakteri tertinggi yaitu daun
ketapang selanjutnya diuji MIC dan MBC.
Hasil uji antibakteri menunjukkan bakteri uji yang paling resisten terhadap
ekstrak batang pisang dan daun sembung adalah bakteri Vibrio sp., sedangkan bakteri
yang paling sensitif terhadap ekstrak batang pisang dan daun sembung adalah
Streptococcus sp. Ketiga bakteri terlihat lebih sensitif terhadap ekstrak daun ketapang.
Bakteri A. hydrophila dan Streptococcus sp. terlihat cukup sensitif terhadap antibiotik
Ciprofloxacin, sedangkan bakteri yang terlihat resisten terhadap antibiotik
Ciprofloxacin adalah Vibrio sp. Zona hambat yang terlihat jernih pada uji ini
menunjukkan kemampuan bactericidal bahan sedangkan zona hambat yang terlihat
tipis namun tidak jernih memperlihatkan kemampuan bacteriostatic dari ekstrak.
Diameter zona hambat dari uji aktivitas antibakteri ekstrak batang pisang
memiliki nilai yang berbeda dari penelitian yang dilakukan oleh Babu et al.(2013).
Penelitian itu menggunakan ekstrak metanol batang pisangdengan konsentrasi 1
mg/paperdisc terhadap beberapa bakteri dengan agar well diffusion method. Hasilnya
ekstrak metanol batang pisang mampu menghambat bakteri Bacillus subtilis dan
Escherichia coli dengan diameter zona hambat >10 mm, namun tidak terlihat zona
hambat yang berarti pada bakteri Mycobacterium smegmatis dan Staphylococcus
aureus.
21
Diameter zona hambat dari uji aktivitas antibakteri ekstrak daun ketapang
menunjukkan nilaiyang berbeda dibandingkan penelitian yang dilakukan Neelavathi
(2012). Penelitian itu menguji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun ketapang
terhadap beberapa bakteri dengan metode disc diffusion method. Diameter zona hambat
yang dihasilkan ektrak akuades daun ketapang dengan konsentrasi 300 µg/ml terhadap
bakteri E.coli adalah 13 mm, B.subtilis adalah 14 mm, S. aureus adalah 17 mm, dan E.
aerogenes adalah 10 mm.
Diameter zona hambat dari uji aktivitas antibakteri ekstrak daun sembung
berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Sakeeet al. (2011) terhadap beberapa
jenis bakteri. Penelitian tersebut mendapati hasil ekstrak heksan daun sembung dengan
konsentrasi 384 µg/paperdisc mampu menghambat Staphylococcus aureus dengan
rerata diameter 7,25 mmdan Enterobacter cloacae dengan diameter zona hambat 6,75
mm, namun tidak aktif menghambat bakteri B. cereus, E. coli, Klebsiella pneumoniae,
Pseudomonas aeruginosa, Salmonella enterica. Ekstrak dichloromethane daun
sembung dengan konsentrasi 384 µg/paperdisc mampu menghambat Staphylococcus
aureus dengan rerata zona hambat 7,5 mm, namun tidak aktif menghambat B. cereus,
S. aureus, E.coli, Klebsiella pneumoniae, P. aeruginosa, dan S. enterica. Ekstrak
minyak esensial daun sembung dengan konsentrasi 384 µg/paperdisc mampu
menghambat B. cereus dengan zona hambat 12 mm dan S. aureus dengan zona hambat
terbesar 19 mm, namun tidak aktif menghambat Enterobacter cloacae, E. coli,K.
pneumoniae, P. aeruginosa, dan Salmonella enterica.
Hal-hal seperti perbedaan pelarut dalam ekstraksi, perbedaan proses ekstraksi,
perbedaan konsentrasi ekstrak,perbedaan bakteri, dan resistensi bakteri diduga menjadi
faktor yang membedakan antara hasil uji aktivitas antibakteri ini dengan hasil
penelitian lainnya. Hasil uji antibakteri ini mengkonfirmasi bahwa daun ketapang
memiliki kemampuan antibakteri terhadap A. hydrophila, Streptococcus sp., dan Vibrio
sp., sedangkan daun sembung dan batang pisang memiliki kemampuan antibakteri
terhadap A. hydrophila dan Streptococcus sp.
Senyawa dari daun sembung yang diduga aktif sebagai antibakteri adalah
flavonoid dan sesquiterpent (Sakeeet al., 2012). Kandungan dari pisang yang
22
diperkirakan memiliki kemampuan antibakteri adalah alkaloid, tannin, flavonoid,
saponin, dan steroid (Zafar, 2011). Kemampuan antibakteri ekstrak daun ketapang
dapat disebabkan oleh senyawa fenol, triterpenoid, dan tanin yang berdasarkan analisis
fitokimia terbukti terkandung dalam daun ketapang (Sumetriani, 2010).
C. Uji MIC dan MBC
Uji MIC (Minimum Inhibtory Concentration) dan MBC (Minimum Bactericidal
Concentration) dilakukan terhadap ekstrak bahan yang memiliki aktivitas antibakteri
tinggi yaitu daun ketapang. Uji MIC menggunakan metode agar well diffusion method
dalam mikroplate dengan tiga ulangan. Konsentrasi bakteri yang digunakan adalah 4-5
x 108
cfu/mlsesuai standar 0,5 McFarland. Konsentrasi ekstrak yang digunakan dalam
uji ini adalah 40 mg/ml, 20 mg/ml, 10 mg/ml, 5 mg/ml, 2,5 mg/ml, dan 1,25 mg/ml,
sedangkan konsentrasi antibiotik Ciprofloxacin yang digunakan adalah 2 mg/ml, 1
mg/ml, 0,5 mg/ml, 0,25 mg/ml, 0,125 mg/ml, dan 0,0625 mg/ml. Kontrol positif yang
digunakan adalah TSB tanpa bakteri dan tanpa ekstrak yang memiliki hasil bening
tidak ditumbuhi bakteri, sedangkan kontrol negatifnya adalah TSB dengan bakteri
tanpa ekstrak dengan hasil keruh ditumbuhi bakteri. Hasil uji MIC dijelaskan dalam
Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Hasil uji MIC (Minimum Inhibtory Concentration) beberapa ekstrak daun
ketapang terhadap beberapa bakteri patogen ikan (mg/ml).
Ekstrak Bakteri
A. hydrophila Streptococcus sp. Vibrio sp.
KEA 5 2,5 ≤1,25
KE 10 10 5
KA 10 10 5
Ciprofloxacin ≤0,0625 ≤0,0625 ≤0,0625
Keterangan:
KEA: Ekstrak etil asetat daun ketapang
KE: Ekstrak etanol daun ketapang
KA: Ekstrak akuades daun ketapang
Nilai MIC terendah didapati ekstrak etil asetat daun ketapang terhadap bakteri
Vibrio sp., sedangkan nilai MIC tertinggi terdapat pada ekstrak etanol dan akuades daun
ketapang terhadap bakteri Aeromonas hydrophila dan Streptococcus sp. Bakteri yang
23
paling resisten terhadap ekstrak daun ketapang adalah bakteri A. hydrophila, sedangkan
bakteri yang paling sensitif terhadap ekstrak daun ketapang adalah bakteri Vibrio sp.
Bahan pembanding yaitu antibiotik Ciprofloxacin memiliki nilai MIC yang rendah
terhadap ketiga bakteri yaitu sebesar ≤0,0625 mg/ml. Semakin rendah nilai MIC suatu
bahan berarti semakin kecil konsentrasi yang dibutuhkan ekstrak untuk menghambat
bakteri yang artinya semakin baik kemampuan bahan tersebut dalam menghambat
pertumbuhan bakteri.
Nilai MIC berdasarkan standar Coyle (2005)yang termasuk susceptible atau
sensitif adalah ≤2 µg/ml, intermediate adalah 4 µg/ml, dan resisten adalah ≥ 8 µg/ml.
Berdasarkan standar tersebut maka bakteri A. hydrophila termasuk resisten terhadap
ketiga ekstrak daun ketapang, bakteri Streptococcus sp. termasuk resisten terhadap
ketiga ekstrak daun ketapang, dan bakteri Vibrio sp. termasuk resisten terhadap ekstrak
etanol dan akuades daun ketapang. Nilai MIC ekstrak daun ketapang yang tergolong
resisten tersebut menunjukkan bahwa ekstrak daun ketapang belum cukup efektif dan
kuat dalam menghambat bakteri uji. Nilai MIC ekstak etil asetat daun ketapang yang
belum diketahui pasti konsentrasinya yaitu ≤1,25 mg/ml belum dapat diinterpretasikan
secara kualitatif.
Uji MIC terhadap A. hydrophilamenggunakan madu dan ekstrak tumbuhan obat
seperti Carissa edulis, Erythrina lysistemon, Momordica balsamina, Psidium guajava
and Ficus syscomorusdilakukan oleh Ramalivhanaet al. (2014) memiliki rerata hasil
1,25 ± 0,513 mg/ml.Nilai MIC tersebut lebih rendah dibandingkan nilai MIC ketiga
ekstrak daun ketapang pada penelitian ini. Uji MIC terhadap bakteri Streptococcus iniae
dilakukan oleh Tukmechi et al. (2010) menggunakan ekstrak etanol propolis memiliki
hasil 0,193 mg/ml. Nilai MIC tersebut lebih rendah dibandingkan nilai MIC ketiga
ekstrak daun ketapang pada penelitian ini. Uji MIC terhadap bakteri Vibrio alginolyticus
dilakukan oleh Marzouk et al. (2011) menggunakan ekstrak akuades biji dan buah
Citrullus colocynthis memiliki rerata hasil 0,367 ± 0,289 mg/ml. Nilai MIC tersebut
lebih rendah dibandingkan nilai MIC ekstrak etanol dan akuades daun ketapang pada
penelitian ini.
24
Uji MBC (Minimum Bactericidal Concentration) dilakukan dengan
menginokulasikan sampel dari dalam sumuran ke medium TSA petri setelah 48 jam
inkubasi dengan dua ulangan. Kontrol positif yang digunakan adalah TSB tanpa bakteri
dan tanpa ekstrak yang memiliki hasil bening tidak ditumbuhi bakteri pada bekas
inokulasi jarum ose di medium TSA petri, sedangkan kontrol negatifnya adalah TSB
dengan bakteri tanpa ekstrak dengan hasil koloni bakteri tumbuh tebal pada bekas
inokulasi jarum ose di medium TSA petri. Pengamatan dilakukan setelah 24 jam
inkubasi. Hasil Uji MBC dipaparkan dalam Tabel 4.4.
Tabel 4.4. Hasil uji MBC (Minimum Bactericidal Concentration)beberapa ekstrak
daun ketapang terhadap beberapa bakteri patogen ikan(mg/ml).
Bahan Bakteri
A. hydrophila Streptococcus sp. Vibrio sp.
KEA 40 40 ≤1,25
KE >40 10 10
KA >40 >40 20
Ciprofloxacin 0,25 2 0,25
Keterangan:
KEA : Ekstrak etil asetat daun ketapang
KE : Ekstrak etanol daun ketapang
KA : Ekstrak akuades daun ketapang
Nilai MBC yang terendah didapati pada ekstrak etil asetat daun ketapang
terhadap Vibrio sp. yaitu ≤1,25 ± mg/ml. Nilai MBC tertinggi yaitu sebesar >40 mg/ml
didapati pada ekstrak akuades daun ketapang terhadap bakteri A. hydrophiladan
Streptococcus sp, serta ekstrak etanol daun ketapang terhadap A. hydrophila. Bakteri
yang terlihat sensitif terhadap ekstrak daun ketapang adalah bakteri Vibrio sp.,
sedangkan bakteri yang terlihat resisten terhadap ekstrak daun ketapang adalah bakteri
A. hydrophila.
Penelitian yang dilakukan oleh Akharaiyiet al. (2011) mengungkapkan bahwa
ekstrak akuades daun ketapang muda memiliki nilai MBC 100 mg/ml terhadap Bacillus
cereus, 115 mg/ml terhadap Staphylococcus aureus, 145 mg/ml terhadap Pseudomonas
aeruginosa, 100 mg/ml terhadap Salmonella typhi, 145 mg/ml terhadap Proteus
mirabilis, 100 mg/ml terhadap Shigella dysenteriae, dan100 mg/ml terhadap Escherichia
coli. Rerata nilai MBC yang didapat dari penelitian tersebut adalah 115 mg/ml. Hasil uji
25
MBC ekstrak daun ketapang pada penelitian ini yang memiliki nilai lebih rendah
daripada rerata nilai MBC penelitian Akharaiyi et al. (2011) adalah etil asetat ekstrak
daun ketapang pada bakteri A. hydrophila, Streptococcus sp. dan Vibrio sp., ekstrak
etanol daun ketapang pada bakteri Streptococcus sp. dan Vibrio sp., dan ekstrak akuades
daun ketapang pada bakteri Vibrio sp.
Hasil uji MIC dan MBC ini menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat daun
ketapang memiliki kemampuan bacteriostatic dan baktericidal terhadap ketiga bakteri
uji, ekstrak etanol daun ketapang memiliki kemampuan bacteriostatic terhadap ketiga
bakteri uji dan baktericidal terhadap bakteri Streptococcus sp. dan Vibrio sp., dan
ekstrak akuades daun ketapang memiliki kemampuan bacteriostatic terhadap ketiga
bakteri uji dan baktericidal terhadap bakteri Vibrio sp.
Semakin rendah nilai MBC suatu bahan berarti semakin kecil konsentrasi yang
dibutuhkan ekstrak untuk membunuh bakteri yang artinya semakin baik kemampuan
bahan tersebut dalam membunuh pertumbuhan bakteri. Ekstrak etil asetat daun ketapang
terhadap bakteri Vibrio sp. merupakan hasil terbaik pada uji MIC dan MBC ini. Hasil
terbaik pada uji MIC dan MBC kemudian diuji bioautografi dan diidentifikasigolongan
senyawa yang menghambat bakteri.
D. Uji Bioautografi
Uji bioautografi dilakukan terhadap hasil terbaik dari uji MIC dan MBC yaitu
ekstrak etil asetat daun ketapang terhadap bakteri Vibrio sp. Uji bioautografi
menggunakan plat KLT yang dicelupkan dengan bakteri Vibrio sp. dalam medium soft
agar. Pengamatan dilakukan setelah 24 jam untuk mengetahui spot ekstrak yang aktif
menghambat bakteri Vibrio sp. Bakteri Vibrio sp. yang digunakan dalam uji bioautografi
adalah bakteri Vibrio sp. dengan kepadatan 1,1 x 108
cfu/ml dan 5 x 106cfu/ml sesuai
standar 0,5 McFarland. Hasil pengamatan uji bioautografi disajikan pada Gambar 4.1.
26
1 2 3
Gambar 4.1. Hasil uji bioautografi. 1. Pemisahan ekstrak etil asetat pada plat KLT
dalam sinar UV 254. 2. Ekstrak etil asetat daun ketapang dengan bakteri Vibrio sp.
1,1 x 108
cfu/ml. 3. Ekstrak etil asetat daun ketapang dengan bakteri Vibrio sp. 5 x
106cfu/ml.
Pemisahan senyawa ekstrak etil asetat daun ketapang pada plat KLT yang
disinari sinar UV 254 menunjukkan 8spot senyawa yang berbeda berdasarkan warna
yang terlihat. Spot senyawa pertama dari pengembangan terjauh berwarna kuning, kedua
berwarna ungu, ketiga berwarna coklat kehitaman, keempat berwarna abu-abu, kelima
berwarna hijau, keenam berwarna hijau gelap, ketujuh berwarna hijau keunguan, dan
senyawa kedepalan berwarna hijau. Hasil uji bioautografi menunjukkan bahwa spot
senyawa ekstrak etil asetatdaun ketapang yang aktif menghambat bakteri Vibrio sp.
adalah spot senyawa urutan ketiga dari pengembangan terjauh yang berwarna coklat
kehitaman dan memiliki nilai rerata Rf 0,515. Rerata diameter zona hambat dari spot
yang aktif menghambat bakteri tersebut adalah 0,65 cm.
E. IdentifikasiGolongan Senyawa yang Menghambat Bakteri
Identifikasi golongan senyawa dilakukan terhadap spot senyawa yang diketahui
aktif menghambat bakteri Vibrio sp. pada uji bioautografi. Identifikasi ini menggunakan
lima reagen berbeda, yaitu reagen asam sulfat, reagen anisaldehid-asam sulfat, reagen
vanilin-asam sulfat, reagen ninhidrin, dan reagen FeCl3. Hasil identifikasi golongan
senyawa disajikan pada Gambar 4.2.
27
1 2 3 4 5
Gambar 4.2. Hasil identifikasi golongan senyawa yang menghambat Bakteri. 1.
Reagen asam sulfat. 2. Reagen anisaldehid-asam sulfat. 3. Reagen vanilin-asam
sulfat. 4. Reagen ninhidrin. 5. Reagen FeCl3.
Spot yang dilingkari pada gambar plat KLT merupakan spot aktifmenghambat
bakteri Vibrio sp.pada uji bioautografi. Identifikasi dengan reagen asam sulfat
menunjukkan hasil negatif yang ditandai dengan spot di dalam lingkaran tidak berubah
merah yang berarti spot tersebut bukan merupakan senyawa terpenoid. Identifikasi
dengan reagen anisaldehid-asam sulfat menunjukkan hasil negatif yang ditandai dengan
spot di dalam lingkaran tidak berubah menjadi merah hingga ungu yang berarti spot
tersebut bukan merupakan senyawatriterpen. Identifikasi dengan reagen vanilin-asam
sulfat menunjukkan hasil yang negatif dengan ditandai spot di dalam lingkaran tidak
berubah menjadi biru, biru violet, atau kekuningan yang berarti spot tersebut bukan
merupakan golongan senyawa triterpen. Identifikasi dengan reagen ninhidrin
menunjukkan hasil yang negatif yang ditandai dengan spot di dalam lingkaran tidak
berubah menjadi violet yang berarti spot tersebut bukan merupakan golongan asam
amino dan protein. Identifikasi dengan reagen FeCl3menunjukkan hasil positif yang
ditandai dengan spot di dalam lingkaran berubah menjadi kehijauan yang berarti spot
aktif penghambat bakteri Vibrio sp. dalam lingkaran tersebut termasuk golongan
senyawa fenol. Hasil yang serupa juga diungkapkan oleh penelitian Ramdhani (2008)
yang menunjukkan bahwa golongan senyawa yang bertanggung jawab dalam aktivitas
antibakteri terhadap Staphylococcus aerus pada ekstrak ketapang metanol adalah
golongan senyawa fenol.
Golongan senyawa fenol merupakan salah satu metabolit sekunder tumbuhan.
28
Metabolit sekunder tumbuhan diklasifikasikan menjadi tiga golongan utama, yaitu
golongan senyawa terpen, fenol, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Metabolit
sekunder tumbuhan adalah senyawa kimia yang diproduksi tumbuhan yang tidak
memiliki fungsi pertumbuhan, fotosintesis, reproduksi dan fungsi primer lainnya.
Banyak metabolit sekunder yang memiliki efek negatif dan menjadi racun bagi
herbivora dan mikrobia sebagai mekanisme pertahanan diri dari tumbuhan. Senyawa
yang termasuk golongan fenol adalah asam fenolik, coumarins, lignans, flavonoid,
tannin, dan lignin(Schultz, 2014).
Fenol atau benzenol adalah senyawa yang mempunyai gugus hidroksil yang
terikat langsung dengan cincin benzena atau benzenoid. Struktur fenol yang paling
sederhana adalah C6H5OH. Adanya grup –OH membuat fenol mampu berikatan dengan
hidrogen. Fenol memiliki tingkat keasaman yang lebih tinggi dibanding alkohol dan
lebih rendah dibanding asam karboksil. Fenol merupakan senyawa polar yang
polaritasnya di bawah alkohol. Berat molekul fenol adalah 94 g/mol, titik didih 1320
C,
dan tingkat kelarutannya di air pada suhu 250 C adalah 0,05 g/100 ml (Carey, 2000).
Golongan senyawa fenol dari metabolit sekunder tumbuhan yang dikenal
memiliki kemampuan antibakteri diantaranya adalah flavonoid, tannin, asam fenolat,
dan lignan. Flavonoid adalahgolongan senyawa fenol yang mempunyai struktur dasar
flavan nucleus yang terdiri dari 15 atom karbon yang tersusun dalam tiga cincin (C6-C3-
C6) yang disebut sebagai cincin A, B, dan C (Pietta, 2000). Flavonoid secara luas
terdapat di berbagai jenis tumbuhan. Flavonoid ditemukan di buah, sayur, kacang, biji,
batang, bunga, dan daun.Ekstrak dan preparat fitokimia dari berbagai spesies tumbuhan
yang kaya kandungan flavonoid dilaporkan memiliki kemampuan antibakteri. Riset yang
lebih jauh mengindentifikasi berbagai jenis flavonoid seperti apigenin, galangin,
quercetin, isoflavon, flavanon, dan chalcones memiliki aktivitas antibakteri. Mekanisme
antibakteri dari berbagai macam flavonoid di antaranya adalah dengan menghambat
sintesis asam nukleat pada sintesis DNA dan RNA bakteri, menghambat fungsi
membran sitoplasma seperti mengurangi kecairan (fluidity) membran sel, merusak
membran sel bakteri, serta menghambat motilitas bakteri, dan menghambat metabolisme
energi bakteri seperti menghambat konsumsi oksigen, menghambat NADH-cytochrome
29
c reductase,serta menghambat sintesis makromolekul bakteri (Cushnie, 2005).
Tannin menurut Hagerman (2002) adalah golongan senyawa fenol yang mampu
mempresipitasi protein. Berdasarkan struktur tannin, Khanbabaee dan Ree (2001)
mendefinisikan tannin adalah metabolit sekunder tumbuhan tingkat tinggi dari golongan
polifenol yang merupakan ester dari galloyl dan derivatif galloyl, yang galloyl atau
derivatif galloyl-nya tersambung ke berbagai polyol-, catechin-, dan inti triterpenoid
(gallotannins, ellagitannins, dan complex tannins), atau merupakan oligomer dan
polimer proanthocyanidins yang dapat menunjukkan pemasangan interflavanyl dan
bentuk subtitusi yang berbeda (condensed tannins). Berbagai uji biologi terhadap tannin
sudah dilakukan secara luas dan menunjukkan bahwa tannin memilikikemampuan
antibakteri. Penelitian yang dilakukan oleh Funatogawa et al. (2003) mengungkapkan
salah satu mekanisme antibakteri yang dimiliki tannin adalah dengan merusak membran
sel bakteri. ekanisme antimikrobia yang dimiliki tannin
diperkirakan berhubungan dengan kemampuan tannin dalam menonaktifkan adhesin
mikrobia, enzim, dan protein transport, karena properti tannin yang dikenal sebagai
astringency.
Lignan merupakan grup dimeric phenylpropanoid yang memiliki dua C6-C3 yang
berikatan dengan karbon tengah (C8). Lignan sudah diuji memiliki kemampuan
antibakteri terhadap Mycobacteria dan patogen pada mulut manusia (Cunha, 2012).
Asam fenolat dari tumbuhan diketahui memiliki kemampuan antibakteri. Merkl et al
(2010) sudah menguji antibakteri asam fenolatterhadap Bacillus cereus, Listeria
monocytogenes dengan hasil yang menyatakan bahwa asam fenolat memiliki
kemampuan antibakteri. Beberapa derivatif asam fenolat yang berhasil diisolasi dalam
penelitian itu adalah protocatechuic acid, gentisic acid, vanilic acid, ferulic acid, dan
caffeic acid.
Penelitian lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui lebih spesifiksenyawa
golongan fenol pada ekstrak etil asetat daun ketapang yang aktif menghambat bakteri
Vibrio sp. Flavonoid dapat dideteksi dengan penambahan serbuk magnesium 0,1 mg, 0,4
ml amil alkohol, dan 4 ml alkohol kemudian campuran dikocok. Reaksi positif
ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil
30
alcohol (Putranti, 2013).Keberadaan tannin dapat diketahui dengan terbentuknya
endapan setelah penambahan garam gelatin dalam ekstrak etanol bahan uji. Pereaksi lain
yang sering digunakan untuk identifikasi tannin adalah FeCl3, garam fast blue, dan
prusian blue. Tannin dengan pereaksi FeCl3 akan membentuk kompleks yang berwarna
biru sampai hitam, tannin dengan garam fast blue akan berwarna merah karena
terbentuknya senyawa diazo, dan tannin akan berwarna biru dengan prusian blue karena
terjadi oksidasi dengan adanya garam feri (Mulyani dan Laksana, 2011).
Lignan kasar (crude lignan)dapat diisolasi dengan mengekstrak sampel
menggunakan larutan diaxam:etil alkohol dengan rasio 1:8 selama 24 jam. Selanjutnya
suspensi disaring dan ekstrak dievaporasi dengan suhu 400
C dalam tekanan rendah (Al-
Jumaily et al., 2012). Asam fenolat dapat diisolasi dengan melarutkan ekstrak pekat
dalam air panas dan disaring lalufraksi air diambil dan diasamkan dengan asam sulfat
10% sampai pH 3. Larutan asam diekstrak dengan eter, lalu fraksi eter dicuci dengan air
suling dan diekstraksi dengan natrium karbonat 20%. Fraksi basa diambil dan diasamkan
dengan asam sulfat 10% sampai pH 3 dan diekstraksi dengan eter. Fraksi eter diambil
lalu ditambahkan natrium sulfat anhidrat dan disaring. Fraksi eter diambil dan diuapkan
hingga kering (Wijono, 2004).