bab i pendahuluan -...

28
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia untuk berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain, oleh karena itu transportasi akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan manusia. Sektor transportasi merupakan sektor penting yang dapat menunjang perkembangan suatu daerah. Perkembangan sektor-sektor lain seperti ekonomi, sosial, dan politik sangat dipengaruhi oleh transportasi. Di kota-kota besar di Indonesia, masalah transportasi merupakan salah satu masalah yang paling banyak terjadi. Pada dasarnya, permasalahan transportasi di perkotaan terjadi karena peningkatan jumlah kendaraan bermotor yang tidak diimbangi dengan peningkatan panjang ruas jalan. Semarang sebagai ibu kota Provinsi Jawa Tengah dan merupakan salah satu kota besar di Indonesia. Jumlah penduduk Kota Semarang berdasarkan data Semarang Dalam Angka tahun 2011 mencapai 1.544.358 jiwa, dan jumlah ini akan terus bertambah. Peningkatan jumlah penduduk di Kota Semarang berbanding lurus dengan peningkatan jumlah kendaran bermotor, berdasarkan data dari Polwiltabes Semarang jumlah kendaraan bermotor di Kota Semarang pada tahun 2011 mencapai 190.107 unit, yang terdiri atas 184.809 kendaraan pribadi dan 5298 kendaraan umum. Jumlah tersebut terus bertambah dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu 167.159 unit kendaraan. Di lain pihak, pertambahan panjang ruas jalan kota hanya dari tahun 2009 hingga tahun 2011 hanya sekitar 7,99 Km (Semarang dalam angka, 2011). Ketidakseimbangan antara pertambahan jumlah kendaraan dengan panjang ruas jalan menjadikan volume lalulintas kendaraan di Kota Semarang meningkat sehingga menimbulkan masalah seperti kemacetan lalulintas dan kecelakaan lalulintas. Menurut UU RI No.22 tahun 2009 tentang lalu lintas, kecelakaan lalulintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/ atau kerugian harta benda. Kecelakaan lalulintas dapat terjadi karena

Upload: ngohanh

Post on 03-Mar-2019

234 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73025/potongan/S1-2014... · seperti kemacetan lalulintas dan kecelakaan lalulintas. Menurut UU RI

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Transportasi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia untuk

berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain, oleh karena itu transportasi akan

selalu berkembang seiring dengan perkembangan manusia. Sektor transportasi

merupakan sektor penting yang dapat menunjang perkembangan suatu daerah.

Perkembangan sektor-sektor lain seperti ekonomi, sosial, dan politik sangat

dipengaruhi oleh transportasi. Di kota-kota besar di Indonesia, masalah

transportasi merupakan salah satu masalah yang paling banyak terjadi. Pada

dasarnya, permasalahan transportasi di perkotaan terjadi karena peningkatan

jumlah kendaraan bermotor yang tidak diimbangi dengan peningkatan panjang

ruas jalan.

Semarang sebagai ibu kota Provinsi Jawa Tengah dan merupakan salah satu

kota besar di Indonesia. Jumlah penduduk Kota Semarang berdasarkan data

Semarang Dalam Angka tahun 2011 mencapai 1.544.358 jiwa, dan jumlah ini

akan terus bertambah. Peningkatan jumlah penduduk di Kota Semarang

berbanding lurus dengan peningkatan jumlah kendaran bermotor, berdasarkan

data dari Polwiltabes Semarang jumlah kendaraan bermotor di Kota Semarang

pada tahun 2011 mencapai 190.107 unit, yang terdiri atas 184.809 kendaraan

pribadi dan 5298 kendaraan umum. Jumlah tersebut terus bertambah

dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu 167.159 unit kendaraan. Di lain pihak,

pertambahan panjang ruas jalan kota hanya dari tahun 2009 hingga tahun 2011

hanya sekitar 7,99 Km (Semarang dalam angka, 2011). Ketidakseimbangan antara

pertambahan jumlah kendaraan dengan panjang ruas jalan menjadikan volume

lalulintas kendaraan di Kota Semarang meningkat sehingga menimbulkan masalah

seperti kemacetan lalulintas dan kecelakaan lalulintas.

Menurut UU RI No.22 tahun 2009 tentang lalu lintas, kecelakaan lalulintas

adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan

kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban

manusia dan/ atau kerugian harta benda. Kecelakaan lalulintas dapat terjadi karena

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73025/potongan/S1-2014... · seperti kemacetan lalulintas dan kecelakaan lalulintas. Menurut UU RI

2

beberapa faktor antara lain dari faktor lingkungan, kondisi jalan, kondisi

kendaraan, dan faktor perilaku pengemudi kendaraan (Hobbs,1995). Berdasarkan

data dari Polwiltabes Semarang, angka kecelakaan lalulintas di Kota Semarang

masih cukup tinggi. Sepanjang tahun 2011 tercatat ada ada 721 kejadian

kecelakaan lalulintas yang mengakibatkan 65 orang meninggal dunia, 56 orang

luka berat, dan 901 orang lainnya luka ringan dengan jumlah kerugian

diperkirakan sekitar Rp.600.000.000,-. Jumlah ini meningkat pada tahun 2012

menjadi 1049 kasus kecelakaan dengan jumlah korban meninggal dunia sebanyak

176 orang, korban luka berat sebanyak 56 orang, dan korban luka ringan sebanyak

901 orang. Tabel 1.1 berikut menyajikan data jumlah kejadian kecelakaan di Kota

Semarang tahun 2010-2012.

Tabel 1.1. Data kecelakaan lalu lintas di Kota Semarang tahun 2010-2012

Tahun Jumlah

kecelakaan

Meninggal Luka

berat

Luka

ringan

2010 1708 249 313 1827

2011 721 65 56 901

2012 1049 176 92 1252

Sumber: Polda Jateng 2012

Beberapa contoh kasus kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Kota Semarang

anatara lain kecelakaan di Jalan Arteri Soekarno Hatta pada tanggal 7 April 2012.

Kecelakaan ini merupakan kecelakaan tunggal akibat pengendara sepeda motor

Suzuki Satria D 6244 HJ kurang hati-hati dan berkendara dengan kecepatan tinggi

saat jalan menikung sehingga hilang kendali dan menabrak marka/ jalur pembatas

jalan dan selanjutnya menabrak tiang lampu penyebrang jalan akibat kecelakaan

ini 1 orang mengalami luka berat. Kecelakaan lalu lintas yang lain juga terjadi di

Kota Semarang pada tanggal 12 April 2012 di Jalan Kaligarang tepatnya di depan

Klenteng Sam Poo Kong. Kecelakaan ini terjadi karena pengendara sepeda motor

Tiger H 3894 JP kurang hati-hati dan berkendara dalam kecepatan tinggi serta

kurang memperhatikan situasi jalan menikung tajam sehingga hilang kendali

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73025/potongan/S1-2014... · seperti kemacetan lalulintas dan kecelakaan lalulintas. Menurut UU RI

3

memasuki jalur kanan dan terjadi tabrakan dengan sepeda motor Yamaha Vega R

3349 VZ. Akibat kecelakaan ini 3 orang mengalami luka ringan (Polwiltabes Kota

Semarang, 2012).

Besarnya kerugian akibat kecelakaan lalu lintas menyebabkan Polwiltabes

Semarang bertekat untuk menurunkan angka kecelakaan. Hal ini dapat dicapai

melalui suatu kegiatan menejemen lalu lintas. Menurut UU no 43 tahun 1993

tentang lalu lintas, menejemen lalu lintas meliputi beberapa kegiatan yaitu

perencanaan, pengaturan, pengawasan, dan pengendalian lalu lintas. Sebagai

langkah awal untuk melakukan upaya menekan bertambahnya jumlah kejadian

kecelakaan lalu lintas dapat dilakukan dengan mengidentifikasi daerah rawan

kecelakaan. Selama ini data mengenai daerah rawan kecelakaan yang ada hanya

berupa data tertulis saja sehingga diperlu dibuat suatu basis data yang dapat

membantu untuk memudahkan pengolahan dan pencarian data mengenai

kecelakaan. Tersedianya basis data dan penyajian data mengenai kecelakaan

dalam bentuk peta daerah rawan kecelakaan, diharapkan dapat menjadi salah satu

masukan untuk kegiatan menejemen lalu lintas bagi pemerintah atau lembaga

yang paling bertanggung jawab.

Transportasi di Indonesia merupakan gabungan dari beberapa kelembagaan

membentuk suatu sistem transportasi makro untuk itu perlu diketahui masing-

masing tugas dan tanggung jawab dari lembaga tersebut. Lembaga yang terkait

dengan transportasi di Indonesia yaitu meliputi: kelembagaan sistem aktivitas,

kelembagaan sistem transportasi, dan kelembagaan sistem pergerakan.

Kelembagaan pada sistem aktivitas terdiri dari Bappenas, Bappeda, serta Pemda

tingkat I dan II. Sistem aktivitas ini bertugas untuk mengendalikan permintaan

transportasi dengan berbagai kebijakan misalnya menata penyebaran penduduk

(urbanisasi), menata dan memanfaatkan lahan, serta mengembangkan wilayah

pinggiran dan wilayah pusat kota. Kelembagaan sistem transportasi terdiri dari

Departemen Perhubungan dan Bina Marga. Tanggung jawab utama dari

kelembagaan ini adalah untuk menyediakan jasa transportasi sekaligus menjaga

keterhandalannya (availability) meliputi membangun jalan-jalan raya, rel,

terminal, stasiun, pelabuhan, serta infrastruktur lainnya beserta kelengkapannya,

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73025/potongan/S1-2014... · seperti kemacetan lalulintas dan kecelakaan lalulintas. Menurut UU RI

4

selain itu juga bertanggung jawab untuk menyediakan alat angkut kendaraan

sebagai sarana utuk bergerak. Kelembagaan sistem pergerakan terdiri dari DLLAJ

dan Polantas. Tugas dari kelembagaan ini adalah untuk mengatur pergerakan arus

lalu lintas agar dapat memaksimalkan kapasitas dan meminimalakan

keterlambatan misalnya dengan penataan rute tempuh dan jaringan trayek,

pengaturan volume dan menjaga keseimbangan lalu lintas dengan teknik-teknik

rekayasa lalu lintas, dan pengelolaan perparkiran (Miro,1997).

Geografi adalah salah satu ilmu yang memperlajari interaksi dan keterkaitan

antara obyek dalam suatu wilayah, karenanya permasalahan lalu lintas termasuk

masalah kecelakaan lalu lintas dapat dikaji dari prespektif geografi. Kecelakaan

lalu lintas yang dalam penelitian ini akan di fokuskan pada kecelakaan lalu lintas

yang disebabkan oleh faktor ekternal yaitu dari faktor jalan dan faktor lingkungan.

Karena kecelakaan yang disebabkan oleh faktor diluar faktor eksternal akan sulit

dikaji melalui prespektif geografi dan penginderaan jauh

Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu basis data yang dapat

memberikan informasi persebaran serta dapat menganalisis pola hubungan antar

berbagai fenomena yang terjadi di permukaan bumi secara keruangan. SIG juga

dapat digunakan untuk melakukan suatu permodelan sehingga dapat diketahui

karakteristik daerah yang rawan kecelakaan berdasarkan faktor-faktor penyebab

terjadinya kecelakaan. Input untuk melakukan identifikasi daerah rawan

kecelakaan berasal dari data citra penginderaan jauh.

Semakin berkembangnya teknologi penginderaan jauh saat ini

memungkinkan tersedianya berbagai jenis data penginderaan jauh dengan

berbagai variasi resolusi baik resolusi spektral, spasial, temporal, maupun resolusi

radiometrik. Data penginderaan jauh dapat memberikan informasi yang mutahir

dan dapat memberikan gambaran yang nyata mengenai keadaaan berbagai macam

objek di permukaan bumi, selain itu juga dapat mencakup daerah yang luas

sehingga efektif digunakan untuk melakukan kajian mengenai lalu lintas di

perkotaan yang bersifat dinamis. Porsi kegiatan pengukuran di lapangan dapat

diminimalkan dengan adanya data pengindearaan jauh sehingga dapat lebih

menghemat waktu dan biaya. Beberapa faktor penyebab kecelakaan yang dapat

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73025/potongan/S1-2014... · seperti kemacetan lalulintas dan kecelakaan lalulintas. Menurut UU RI

5

diamati kenampakannya melalui citra penginderaan jauh antara lain faktor

lingkungan dan faktor kondisi jalan. Beberapa parameter lingkungan yang dapat

dikaji dari citra penginderaan jauh misalnya penggunaan lahan, dan pola arus lalu

lintas, sedangkan beberapa faktor kondisi jalan yang dapat dikaji dari citra

penginderaan jauh antara lain radius belokan jalan, kondisi marka jalan, dan

keberadaan perlintasan kereta api yang ada di jalan.

Tabel 1.2. Beberapa bentuk belokan jalan

Gambar Bentuk jalan Penyebab kecelakaan

Jalan lurus Kepatan terlalu tinggi

Jalan lurus kemudian

belok

Kecepatan tinggi,

Pandangan ke depan

terhalang

Jalan melengkung

bertahap

Pandangan ke depan

terhalang, Sulit

mengendalikan kendaraan

Jalan melingkar Pandangan ke depan

terhalang

Jalan naik kemudian

turun

Sulit mengendalikan

kendaraan

Jalan naik turun

berulang

Sulit mengendalikan

kendaraan

Sumber: F.D.Hobbs,1995 dengan modifikasi

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73025/potongan/S1-2014... · seperti kemacetan lalulintas dan kecelakaan lalulintas. Menurut UU RI

6

1.2. Perumusan Masalah

Kota Semarang sebagai salah satu kota besar di Indonesia sekaligus Ibu

Kota Provinsi Jawa tengah yang terletak pada jalur pantai utara Jawa (Pantura)

menjadi salah satu jalur transportasi utama yang menghubungkan berbagai daerah.

Mengingat pentingnya peranan transportasi di Kota Semarang, maka diperlukan

suatu manejemen lalu lintas yang baik agar dapat meningkatkan keamanan dan

keselamatan berlalu lintas. Sebagai salah upaya preventif atau pencegahan yang

dapat dilakukan untuk mengurangi kecelakaan lalu lintas adalah dengan

mengidentifikasi lokasi-lokasi ruas jalan yang rawan kecelakaan sehingga dapat

dilakukan penanganan lebih lanjut di daerah tersebut.

Teknologi penginderaan jauh saat ini telah mengalami perkembangan yang

sangat pesat sehingga tersedia citra dengan berbagai resolusi baik resolusi tinggi

seperti Quickbird dan IKONOS, citra resolusi menengah seperti ASTER dan

LANDSAT, dan citra resolusi rendah seperti NOAA dan MODIS. Hal ini

memungkinkan untuk memperoleh informasi mengenai berbagai fenomena di

permukaan bumi tanpa melakukan kontak secara langsung dengan fenomena

tersebut. Data penginderaan jauh dapat digunakan untuk mengidentifikasi

beberapa faktor penyebab terjadinya kecelakaan terutama dari faktor lingkungan

dan faktor kondisi jalan. Kemampuan citra penginderaan jauh untuk

mengidentifikasi faktor penyebab kecelakaan tergantung pada resolusi spasialnya.

Pemanfaatan data penginderaan jauh yang diintegrasikan dengan Sistem

Informasi Geografis digunakan untuk membuat suatu model spasial yang dapat

menggambarkan lokasi ruas jalan dan tingkat kerawannya kecelakaan lalu lintas.

Parameter daerah rawan kecelakaan diekstraksi dari citra penginderaan jauh

melalui proses interpretasi diikuti dengan proses cek lapangan kemudian

dilakukan pengolahan dan analisis menggunakan Sistem Informasi Geografis.

Dari uraian di atas dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penilitian

sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kemampuan citra Quickbird dalam mengidentifikasi faktor

penyebab kecelakaan lalu lintas terutama dari faktor konsisi jalan dan

lingkungan di ruas jalan utama Kota Semarang?

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73025/potongan/S1-2014... · seperti kemacetan lalulintas dan kecelakaan lalulintas. Menurut UU RI

7

2. Bagaimanakah menspasialkan data tingkat kerawanan kecelakaan lalu lintas

pada ruas-ruas jalan utama Kota Semarang?

3. Bagaimanakah tingkat akurasi model rawan kecelakaan lalu lintas dari hasil

interpretasi citra Quickbird?

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas, maka

dilakukan penelitian untuk mengetahui tingkat akurasi citra Quickbird untuk

mengidentifikasi daerah rawan kecelakaan di Kota Semarang. Dipilihnya Kota

Semarang sebagai lokasi kajian karena tingginya angka kecelakaan di Kota

Semarang. Dengan mengetahui lokasi ruas jalan yang rawan kecelakaan,

diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk mengurangi angka kejadian

kecelakaan di Kota Semarang. Judul untuk penelitian ini adalah: Pemanfaatan

Citra Quickbird dan Sistem Informasi Geografis untuk Identifikasi Daerah Rawan

Kecelakaan di Kota Semarang.

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui kemampuan citra Quickbird untuk mengidentifikasi faktor

penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas terutama faktor kondisi jalan

dan lingkungan di ruas jalan utama Kota Semarang

2. Menghasilkan model spasial tingkat kerawanan kecelakaan lalu lintas di

ruas jalan utama Kota Semarang dalam bentuk peta.

3. Mengetahui tingkat akurasi model spasial daerah rawan kecelakaan lalu

lintas Kota Semarang.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Mengembangkan manfaat teknik penginderaan jauh dan SIG untuk

menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan aspek keruangan.

2. Memberikan informasi mengenai lokasi ruas jalan yang rawan

kecelakaan.

3. Sebagai masukan bagi instansi terkait untuk melakukan perencanaan

menjemen lalu lintas.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73025/potongan/S1-2014... · seperti kemacetan lalulintas dan kecelakaan lalulintas. Menurut UU RI

8

1.5. Tinjauan Pustaka

Studi pustaka diperlukan untuk menambah khasanah dan teori dasar

mengenai obyek kajian termasuk di dalamnya mengenai transportasi,

penginderaan jauh, dan citra Quickbird yang menjadi sumber data dalam

penelitian ini, serta Sistem Informasi Geografis. Tinjauan pustaka juga dilakukan

terhadap hasil-hasil dari penelitian sebelumnya agar dapat mengembangkan

penelitian-penelitian yang sudah ada.

1.5.1. Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh berasal dari dua kata dasar yaitu indera yang berarti

melihat dan jauh berarti dari jarak jauh. Jadi berdasarkan asal katanya

(epistimologi), penginderaan jauh berarti melihat objek dari jarak jauh. Lillesand

dan Kiefer (1999) mendefinisikan penginderaan jauh sebagai ilmu dan seni untuk

memperoleh informasi tentang objek, daerah, atau gejala dengan jalan

menganalisis menggunakan kaidah ilmiah data yang diperoleh dengan

menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap objek, daerah, atau gejala yang

dikaji.

Sistem penginderaan jauh terdiri atas berbagai komponen yang terintegrasi

dalam satu kesatuan. Komponen-komponen tersebut meliputi sumber tenaga,

atmosfer, objek, sensor dengan wahana, pengolahan data,interpretasi/ analisis dan

pengguna (user).

Gambar 1.1. Sistem Penginderaan Jauh (Sutanto, 1994)

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73025/potongan/S1-2014... · seperti kemacetan lalulintas dan kecelakaan lalulintas. Menurut UU RI

9

Dalam penginderaan jauh tenaga yang digunakan merupakan tenaga

elektromagnetik. Sumber tenaga dapat berasal dari tenaga alami seperti tenaga

matahari maupun tenaga buatan manusia seperti sinyal radio. Sistem penginderaan

jauh yang bekerja dengan memanfaatkan tenaga yang dihasilkan oleh matahari

atau objek lain disebut sistem peginderaan jauh pasif, sedangkan sistem

peginderaan jauh yang bekerja dengan cara menghasilkan tenaga sendiri disebut

penginderaan jauh sistem aktif. Tenaga elektromagentik akan berinteraksi dengan

objek-objek di permukaan bumi yang memiliki karakteristik yang berbeda antara

satu objek dengan objek yang lain. Perbedaan karakteristik objek di permukaan

bumi menyebabkan tenaga elektromagnetik mengalami interaksi yang berbeda

dengan objek tersebut. Pada objek yang memiliki daya serap tinggi dan daya

pantul rendah, tenaga elektromagnetik akan lebih banyak diserap sehingga akan

menghasilkan pantulan spektral yang rendah demikian juga sebaliknya. Jadi setiap

objek di permukaan bumi akan memiliki karakteristik spektral yang berbeda-beda.

Kemampuan sistem penginderaan jauh untuk merekam objek di

permukaan bumi dipengaruhi oleh kemampuan sensor untuk menyadap dan

merekam objek. Sensor dipasang pada suatu wahana dan masing-masing sensor

memiliki karakteristik dan kemampuan yang berbeda. Seiring perkembangan

teknologi, saat ini telah berkembang berbagai sensor penginderaan jauh dengan

resolusi spasial dan resolusi spektral yang semakin baik.

1.5.2. Citra Quickbird

Quickbird merupakan satelit sumberdaya kerjasama antara Amerika Serikat dan

Jepang dengan resolusi spasial sagat tinggi yakni mencapai 0,65 meter. Satelit ini

diluncurkan pada tanggal 18 Oktober 2001. Berikut adalah karakteristik dari citra

Quickbird

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73025/potongan/S1-2014... · seperti kemacetan lalulintas dan kecelakaan lalulintas. Menurut UU RI

10

Tabel 1.3 Karakteristik Citra Quickbird

Ketinggian orbit 459 Km

Inklinasi orbit 97,20 Pengulangan perekaman 1-3,5 hari Luas area liputan 16,5 Km x 16,5 Km pada nadir Resolusi spasial Pankromatik: 61 cm (nadir)

72 cm (250 off nadir) Multispektral: 2,44 m (nadir) 2,88 m (250 off nadir)

Panjang gelombang Pankromatik : 450-900 nm Biru : 450-520 nm Hijau : 520-600 nm Merah : 630-690 nm Near IR : 760-900 nm

Sumber: http://www.satimagingcorp.com/satellite-sensors/quickbird.html

(diakses 29 Desember 2012)

Berdasarkan spesifikasi tersebut, citra Quickbird termasuk dalam citra resolusi

tinggi dan sangat cocok digunakan untuk kajian lalu lintas perkotaan dalam

penilitian ini.

1.5.3. Interpretasi Citra

Berbagai kenampakan objek yang ada pada citra penginderaan jauh dapat

diidentifikasi melalui kegiatan interpretasi citra, yaitu perbuatan mengkaji foto

udara atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi objek dan menilai arti

pentingnya objek tersebut (Estes dan Simonett, 1975 dalam Sutanto,1986).

Kegiatan interpretasi ini dapat dilakukan baik secara visual maupun secara digital.

Interpretasi secara digital dilakukan dengan menggunakan bantuan dari perangkat

lunak atau software pengolah citra dan perangkat komputer. Sedangkan

interpretasi visual citra dilakukan dengan memperhatikan berbagai unsur

interpretasi antara lain:

1. Rona dan warna

Rona dan warna merupakan tingkat pantulan spektral dari objek yang

tertangkap oleh sensor. Rona biasa dinyatakan dalam derajat keabuan (grey

scale).

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73025/potongan/S1-2014... · seperti kemacetan lalulintas dan kecelakaan lalulintas. Menurut UU RI

11

2. Bentuk

Unsur bentuk merupakansalah satu unsur yang paling mudah dikenali dari

sebuah objek karen biasaanya tiap objek memiliki bentuk yang khas.

3. Ukuran

Ukuran objek yang terekam pada citra sangat dipengaruhi oleh skala yang

digunakan. Oleh karena itu, penggunaan skala yang tepat sangat penting

diperhatikan untuk mendukung kegiatan interpretasi.

4. Bayangan

Bayangan objek yang terekam pada citra dapat membantu untuk proses

interpretasi dengan adanya bayangan dapat menghasilkan kesan ketinggian

pada objek.

5. Tekstur

Tekstur merupakan kesan kekasana yang tampak pada objek dalam citra

penginderaan jauh. Tekstur biasa dinyatakan dalam wujud kasar, halis, ata

bercak-bercak

6. Pola

Pola merupakan pengulangan bentuk objek. Pola objek pada citra ada yang

teratur maupun tidak teratur, mengelompok maupun menyebar.

7. Situs

Situs merupakan letak suatu objek relatif terhadap objek yang lain. Dengan

mengetahui lokasi relatif objek terhadap objek yang lain dan lingkungan di

sekitarnya, maka suatu objek akan lebih mudah diinterpretasi.

8. Asosiasi.

Unsur ini merupakan salah satu unsur interpretasi yang dilakukan dengan

mengamati keterkaitan satu objek dengan objek lain. Hal ini memerlukan

pengalaman dari interpreter.

1.5.4. Sistem Informasi Geografis

Sistem informasi geografis merupakan suatu sistem informasi yang dapat

diguanakan untuk menyusun, menyimpan, mengolah dan menganalisia data yang

memiliki referensi lokasi atau posisi di permukaan bumi. Sistem informasi

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73025/potongan/S1-2014... · seperti kemacetan lalulintas dan kecelakaan lalulintas. Menurut UU RI

12

geografis merupakan sebuah sistem yang terdiri atas beberapa komponen yang

saling berhubungan satu dengan yang lain. komponen yang terdapat dalam sistem

informasi geografis adalah:

1. Perangkat keras (hardware)

Merupakan peralatan fisik yang berkaitan dengan komputer. Perangkat

keras dapat dibedakan berdasarkan fungsi prosesnya menjadi:

a. Perangkat keras input atau masukan yang berfungsi untuk

memasukan data seperti keyboard, mouse, digitizer, dan lain

sebagainya

b. Perangkat keras pemroses seperti RAM, hardisk, processor, dan lain

sebagainya. Perangkat ini berfungsi untuk memproses data yang

dimasukan melaului perangkat input

c. Perangkat keras output seperti printer dan monitor. Perangkat ini

berfungsi untuk menampilkan hasil dari data yang telah dimasukan

dan diproses sebelumnya.

2. Perangkat lunak (software)

Perangkat lunak dalam SIG merupakan perangkat yang digunakan untuk

menyimpan, menganalisa, dan memvisualkan data.

3. Data

Data dalam SIG dapat berupa data grafis dan data tabular atau data

atribut yang menambah informasi dari data grafis. Data grafis dapat

memilki dimensi berbentuk raster maupun vektor.

4. Manusia

Merupakan komponen yang paling penting dalam SIG. Manusialah yang

bertugas untuk mengoperasikan berbagai komponen lain. orang yang

mengoperasikan SIG haruslah mempunyai kemampuan dan pengetahuan

yang memadai di bidang ini.

5. Metode

Metode merupakan prosedur kerja yang digunakan dalam SIG. Prosedur

ini dapat berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan dan masalah yang ingin

diselesaikan.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73025/potongan/S1-2014... · seperti kemacetan lalulintas dan kecelakaan lalulintas. Menurut UU RI

13

Saat ini sistem informasi geografis telah banyak digunakan untuk beberapa

aplikasi seperti untuk pemilihan lokasi (site location), penentuan jalur tercepat,

atau untuk mengetahui jangkauan pelayanan sebuah fasilitas umum. Sistem

informasi geografis juga dapat melakukan beberapa fungsi antara lain

pengukuran, pemetaan, permodelan, serta monitoring.

Permodelan dalam sistem informasi geogafis dapat dilakukan dengan

menggunakan beberapa metode. Masing-masing metode memiliki kelebihan dan

kekurangan, sehingga penggunaan metode ini harus disesuaikan dengan

kebutuhan dan hasil yang ingin diperoleh. Permodelean dalam sistem informasi

geografis meliputi:

a. Permodelan dua dimensi

Model dua dimensi digunakan untuk membandingkan informasi di suatu

daerah dan tema yang sama pada waktu yang berbeda. Contoh

penggunaaan model dua dimensi ini misalnya untuk memonitor perubahan

penggunaan lahan yang terjadi pada suatu daerah sehingga dapat diketahui

luasan perubahan penggunaan lahan dari waktu ke waktu

b. Permodelan kuantitatif binary

Model ini menggunakan pengharkatan biner yaitu 0 atau 1. Hasil yang

diperoleh dari permodelan biner cenderung bersifat mutlak. Contoh

penggunaan model kuantitatif binary ini misalnya untuk identifikasi

daerah yang sesuai untuk lahan pertanian dengan kriteria kemiringan

lereng kurang dari 30%, curah hujan lebih dari 1500 mm per tahun, dan

bentuk lahan aluvial. Dengan model kuantitatif binary, kritera-kriteria

tersebut bersifat mutlak. Apabila ada salah satu kriteria yang tidak

terpenuhi maka daerah tersebut dianggap tidak sesuai

c. Permodelan kuantitatif berjenjang

Dalam permodelan kuantitatif berjenjang, diasumsikan bahwa model yang

dihasilkan dipengaruhi oleh tema-tema yang ada secara setimbang. Setiap

tema memiliki unsur atau unit dengan harkat yang nilainya berjenjang

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73025/potongan/S1-2014... · seperti kemacetan lalulintas dan kecelakaan lalulintas. Menurut UU RI

14

disesuaikan dengan kontribusi terhadap penentuan hasil modelnya. Contoh

penggunaan model kuantitatif berjenjang misalnya untuk menentukan

daerah rawan bencana banjir dengan faktor-faktor atau tema yang

berpengaruh antara lain: kemiringan lereng, tekstur tanah, dan drainase.

Masing-masing tema memiliki unsur atau unit yang memiliki kontribusi

terhadap hasil yang berjenjang misalnya, kemiringan lereng memiliki

harkat 1 untuk kemiringan lereng lebih dari 45% sampai harkat 5 untuk

kemiringan lereng kurang dari 8,1%. Untuk tekstur tanah memiliki harkat

1 untuk tekstur sangat kasar hingga harkat 5 untuk tekstur sangat halus.

Untuk drainase memiliki harkat 1 untuk drainase sangat cepat hingga

harkat 5 untuk drainase sangat lambat.

d. Permodelan kuantitatif berjenjang tertimbang

Perbedaan model kuantitatif berjenjang tertimbang dengan permodelan

berjenjang adalah selain setiap unit dalam satu tema memiliki harkat, tiap

tema juga akan dianggap memiliki kontrribusi yang berbeda pada hasil

model sehingga harus diberikan bobot sesuai dengan tingkat pengaruhnya

terhadap hasil. Contoh penggunaan model kuantitatif berjenjang

tertimbang misalnya untuk pemetaan daerah lahan kritis dengan faktor-

faktor yang berpengaruh antara lain: produktivitas, kemiringan lereng,

erosi, prosentasi batu-batuan, dan manajemen lahan. Model berjenjang

tertimbang ini akan mengasumsikan bahwa terjadinya lahan kritis adalah

akibat pengaruh dari keempat tema tersebut dimana didalamnya terdapat

unsur atau unit yang memiliki jenjang harkat yang sama 1-5. Akan tetapi

dominasi pengaruh tiap tema dalam menentukan terjadinya lahan kritis

berbeda beda sehingga tiap tema diberikan bobot sesuai dengan

kontibusinya dalam pembentukan lahan kritis.

1.5.5. Faktor penyebab kecelakaan lalulintas

Menurut UU nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas, kecelakaan

lalulintas merupakan suatu peristiwa di jalan yang tidak terduga dan tidak

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73025/potongan/S1-2014... · seperti kemacetan lalulintas dan kecelakaan lalulintas. Menurut UU RI

15

disengaja melibatkan kendaraan atau pengguna jalan yang lain yang

mengakibatkan korban manusia dan /atau kerugian harta benda. Kecelakaan

lalulintas dapat menyebabkan luka-luka hingga kematian pada manusia.

Kecelakaan lalulintas dapat terjadi karena beberap faktor antara lain: pengguna

jalan (manusia), kondisi lingkungan, jalan, dan kendaraan (Harahap, 1995 dalam

Wedasana, 2011).

1. Faktor pengguna jalan (manusia)

Pengguna jalan adalah orang yang menggunakan jalan untuk berlalu lintas.

Penggunan jalan dapat dibedakan menjadi pengemudi dan pejalan kaki.

Pengemudi adalah seseorang yang mengemudikan kendaraan bermotor di

jalan yang telah memiliki surat izin mengemudi, sedangkan pejalan kaki

adalah setiap orang yang berjalan di ruang lalulintas jalan (UU no.22 tahun

2009). Faktor pengguna jalan merupakan salah satu faktor terpenting yang

mempengaruhi terjadinya kecelakaan lalu lintas. Sekitar 89,56%

kecelakaan lalulintas disebabkan karena faktor manusia dan hampir semua

kejadian kecelakaan didahului dengan pelanggaran lalu lintas

(Abubakar,1998). Keadaan fisik serta perilaku pengguna jalan juga akan

mempengaruhi keselamatan dalam berlalu lintas.

2. Faktor kendaraan

Kendaraan merupakan suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas

kendaran bermotor dan kendaraan tak bermotor. Kendaraan bermotor

adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa

mesin selain kendaraan yang berjalan di atas rel. Kendaaraan tak bermotor

adalah setiap kendaraan yang digerakan dengan tenaga manusia dan/atau

hewan (UU no. 22 tahun 2009 tentang lalu lintas). Kondisi kendaraan yang

digunakan akan sangat mempengaruhi keselamat dalam berkendara.

Kendaraan dilengkapi dengan berbagai peralatan pengereman dan penahan

getaran yang dapat melindungi pengendara dari resiko kecelakaan. Adanya

perlengkatan penerangan seperti lampu depan, lampu belakang, dan lampu

rem pada kendaraan juga dapat mengurangi resiko kecelakaan (Wedasana,

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73025/potongan/S1-2014... · seperti kemacetan lalulintas dan kecelakaan lalulintas. Menurut UU RI

16

2011). Kerusakan pada suatu bagian dari kendaraan dapat berpengaruh

terhadap keselamatan berlalu lintas.

3. Faktor kondisi lingkungan

Kondisi lingkungan yang dimaksud disini adalah penggunaan lahan di

sekitar jalan dan kondisi volume lalu lintas. Hal-hal tersebut dapat

mempengaruhi kegiatan berlalu lintas dan dapat mempengaruhi terjadinya

kecelakaan lalu lintas.

3.1. Penggunaan lahan di sekitar jalan

a. Di dalam kota misalnya di sekitar perumahan, perkantoran, atau

pertokoan, dan lain sebagainya

b. Di luar kota misalnya di sekitar perdesaan, pegunungan, dan lain

sebagainya.

c. Di tempat khusus misalnya di daerah rumah sakit, tempat ibadah,

tempat wisata dan sebagainya. (Wedasana, 2011)

3.2. Volume Lalu Lintas

Volume lalu lintas merupakan jumlah gerakan per satuan waktu

pada lokasi tertentu (Hobbs, 1995) atau dengan kata lain volume lalu

lintas merupakan banyaknya kendaraan yang lewat di titik tertentu

dalam periode tertentu. Besarnya volume lalu lintas pada setiap ruas

jalan dapat berbeda-beda. Biasanya masing-masing ruas jalan

memiliki saat-saat tertentu dimana volume lalu lintas mencapai

puncaknya.

Volume lalu lintas sangat erat kaitannya dengan kapasitas jalan.

Kapasitas jalan merupakan kemampuan jalan untuk menampung

kendaraan dalam periode tertentu. Hubungan perbandingan antara

volume lalu lintas dan kapasitas jalan sering disebut dengan V/C rasio.

Umumnya, arus lalu lintas yang padat (ramai) dengan kapasitas jalan

yang kecil lebih beresiko terjadi kecelakaan lalu lintas.

4. Faktor kondisi jalan.

Jalan merupakan prasarana perhubungan dalam bentuk apapun meluputi

seluruh bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapanya

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73025/potongan/S1-2014... · seperti kemacetan lalulintas dan kecelakaan lalulintas. Menurut UU RI

17

yang diperuntukan bagi lalu lintas umum yang berada pada permukaan

tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/ atau air,

serta di atas permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel (UU.no.22

tahun 2009 tentang lalu lintas). Jalan harus direncanakan dengan

memperhatikan kenyamanan dan keamanan bagi penggunanya.

Perencanaan geometrik jalan dilakukan dengan memperhatikan: lalu lintas

yang akan melewati jalur tersebut, kelandaian jalan, alinyemen horizontal

(berkaitan dengan tikungan dan belokan jalan), persilangan dan komponen

pada penampang melintang (Soesantiyo,1985 dalam Wedasana, 2011).

Gambar 1.3. Beberapa jenis persimpangan jalan

1.5.6. Jenis- jenis jalan

Ruas jalan merupakan unit analisis dalam penelitian ini, maka perlu diketahui

jenis-jenis jalan baik berdasarkan struktur maupun fungsinya. Perbedaaan kelas

jalan akan mempengaruhi karakteristik jalan tersebut sehingga kemungkinan akan

memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kejadian kecelakaan lalu lintas.

Secara umum, jaringan jalan berdasarkan struktur jaringannya dapat

dikelompokan menjadi enam (Bambang I.S, 1992 dan UU No.3 Tahun 1965

tentang jalan) yaitu:

1. Jaringan jalan berdasarkan sistem (pelayanan penghubung)

Jaringan jalan berdasarkan pelayanan penghubung terbagi atas:

1. Jaringan jalan primer

Jaringan jalan primer adalah jaringan jalan yang menghubungkan kota/

wilayah di tingkat nasional atau dengan pengertian lainnya merupakan

Persimpangan tiga kaki Persimpangan empat kaki Persimpangan banyak kaki dengan bunderan

Page 18: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73025/potongan/S1-2014... · seperti kemacetan lalulintas dan kecelakaan lalulintas. Menurut UU RI

18

ruas (link-link) yang menghubungkan simpul-simpul jasa distribusi yang

kemudian berwujud kota tingkat nasional.

2. Jaringan jalan sekunder

Jaringan jalan sekunder adalah jaringan jalan yang menghubungkan zone-

zone, kawasan-kawasan (titik simpul) di dalam kota.

Gambar 1.2. Jaringan jalan primer dan sekunder (Sumber: Miro, 1997)

Page 19: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73025/potongan/S1-2014... · seperti kemacetan lalulintas dan kecelakaan lalulintas. Menurut UU RI

19

2. Jaringan jalan berdasarkan peranan (fungsi)

Berdasarkan peranannya, jaringan jalan dapat dibagi menjadi atas:

1. Jalan arteri

Jalan arteri merupakan jalan yang melayani jarak jauh dengan kecepatan

rata-rata tinggidan jumlah jalan masuk (access road) dibatasi secara

efisien.

2. Jalan kolektor

Jalan kolektor merupakan jalan yang melayani angkutan jarak sedang

(angkutan pengumpul/pembagi) dengan kecepatan rata-rata sedang dan

jumlah jalan masuk (access road) masih dibatasi

3. Jalan lokal.

Jalan lokal merupakan jalan yang melayani angutan jarak dekat (angkutan

setempat) dengan kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk

(access road) tidak dibatasi

3. Jaringan jalan berdasarkan peruntukan

Berdasarkan peruntukkannya, jaringan jalan dibedakan menjadi dua yaitu jalan

umum dan jalan khusus. Jalan umum merupakan yang diperuntukan bagi lalu

lintas umum, sedangkan jalan khusus merupakan jalan yang tidak

diperuntukkan bagi lalu lintas umum seperti jalan di komplek-komplek,

perkebunan, jalan pipa, dan lain sebagainya.

4. Jaringan jalan berdasarkan klasifikasi teknis

Pengelompokan jalan berdasarkan klasifikasi teknis merupakan

pengelompokan jalan yang dihubungkan dengan kemampuan teknis jalan

dalam mendukung beban lalu lintas yang lewat diatasnya. Berdasarkan

pembagian ini jalan dapat dikelompokan menjadi:

1. Jalan kelas I

2. Jalan kelas II

3. Jalan kelas III

4. Jalan kelas IV

Page 20: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73025/potongan/S1-2014... · seperti kemacetan lalulintas dan kecelakaan lalulintas. Menurut UU RI

20

5. Jalan kelas V

6. Jalan kelas VI

Pembagian jalan dari kelas I sampai dengan kelas VI biasanya juga terkait

langsung dengan pengelompokan jalan berdasarkan sistem pelayanan dan

pengelompokan jalan berdasarkan fungsinya, misalnya jalan kelas I biasanya

merupakan jalan arteri primer dan sekunder, jalan kelas II merupakan jalan

kolektor primer dan jalan kolektor sekunder, demikian seterusnya.

5. Jaringan jalan berdasarkan status dan wewenang pembinaan

Berdasarkan wewenang pembinaan, jalan dapat dikelompokan menjadi: Jalan

Nasional (Negara), Jalan Provinsi, Jalan Kabupaten, dan Jalan Desa.

Pengelompokan jalan berdasarkan wewnang pembinaan biasanya juga masih

terkait dengan pengelompokan jalan berdasarkan sistem pelayanan dan

pengelompokan jalan menurut fungsinya. Berikut adalah penjelasannya:

1. Jalan Nasional (Negara)

Jalan nasional merupakan jaringan jalan primer, jalan arteri kelas I yang

pembinaannya dilakukan oleh pemerintah pusat (Departemen PU)

2. Jalan Propinsi

Jalan provinsi merupakan jaringan jalan kolektor primer dan kelas I yang

pembinaannya dilakukan oleh Pemda tingkat I

3. Jalan Kabupaten

Jalan kabupaten merupakan jaringan jalan kolektor dan jalan lokal primer,

kelas III yang pembinaannya dilakukan oleh Pemda tingkat II

4. Jalan Desa

Jalan desa merupakan jaringan jalan lokal baik primer maupun sekunder

sebagai akses untuk mencapai pekarangan rumah yang pembinaannya

dilakukan oleh pemerintah desa setempat.

6. Jaringan jalan berdasarkan kualitas permukaan

Berdasarkan kualitas permukaannya, jaringan jalan dapat diberdakan menjadi:

jalan aspal, jalan kerikil, dan jalan tanah. Umumnya, kualitas permukaan jalan

Page 21: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73025/potongan/S1-2014... · seperti kemacetan lalulintas dan kecelakaan lalulintas. Menurut UU RI

21

juga terkait dengan fungsi,status, dan peruntukan jalan. Umumnya jalan

beraspal atau campuran aspal beton merupakan jalan negara, provinsi, dan

jalan kabupaten/ kota dan temasuk dalam Jalan kelas I sampai dengan Jalan

kelas IV,dan seterusnya kebawah.

1.6. Penelitian terdahulu

Penelitian mengenai kecelakaan lalu lintas dan manajemen lalu lintas di

perkotaan sudah banyak dilakukan sebelumnya. Tingginya angka kecelakaan lalu

lintas di perkotaan yang mengakibatkan banyaknya kerugian menjadi latar

belakang dilakukannya penelitian mengenai kecelakaan lalu lintas. Adanya

penelitian tersebut diharapkan dapat menjadi suatu solusi untuk mengurangi

kejadian kecelakaan lalu lintas di perkotaan.

Yusuf Wibisono (2008) melalukan penelitian dengan judul Penggunaan

Foto Ortho untuk Mengkaji Tingkat Pelayanan Jalan di Sebagian Kotamadya

Surakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk menghitung kapasitas dan tingkat

pelayanan jalan. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi interpretasi

ortho foto skala 1:1000, survei lapangan, serta analisis data sekunder. Hasil dari

penelitian ini diketahui bahwa foto udara skala 1:1000 memiliki tingkat ketelitian

bentuk objek 96,45%.

Katon Kurniawan (2008) melakukan penelitian dengan judul Pemanfaatan

Data Digital Quickbird dan Sistem Informasi Geografis untuk Studi Manajemen

Jalan dan Lalu Lintas. Penelitian ini dilakukan Kota Yogyakarta. Tujuan

penelitian ini adalah untuk menguji tingkat ketelitian hasil interpretasi terhadap

unsur penggunaan lahan dan geometrik jalan pada citra Quickbird dan membuat

rekomendasi manajemen jalan dan lalu lintas berdasarkan tingkat pelayanan ruas

jalan. Metode yang digunakan adalah interpretasi citra Quickbird Pansharpened

tahun 2003, cek lapangan, dan melakukan analisis terhadap data sekunder. Hasil

dari penelitian ini diketahui bahwa tingkat ketelitian pemetaan dalam menyadap

parameter kondisi jalan dan lingkungan 97, 87% dan untuk pemanfaatan lahan

88,448%

Page 22: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73025/potongan/S1-2014... · seperti kemacetan lalulintas dan kecelakaan lalulintas. Menurut UU RI

22

Norma Prabawati (2010) melakukan penelitian dengan judul Pemanfaatan

citra Quickbird dan Sistem Informasi Geografis untuk Kajian Kecelakaan Lalu

Lintas (Kasus Sebagian Kota Surakarta). Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui tingkat ketelitian interpretasi citra Quickbird dalam menyadap

parameter kondisi jalan dan lingkungan, membuat permodelan spasial kecelakaan

lalu lintas Kota Surakarta, serta membuat rekomendasi manajemen lalu lintas

untuk menekan tingkat kecelakaan lalu lintas. Metode yang dilakukan pada

penelitian ini meliputi interpretasi visual citra Quickbird, survey lapangan, dan

analisis data sekunder. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diketahui bahwa

tingkat ketelitian interpretasi citra Quickbird dalam menyadap parameter kondisi

jalan dan lingkungan sebesar 87,5%. Hasil validasi permodelan sebesar 62,86%

Penelitian mengenai masalah lalu lintas telah banyak dilakukan oleh

peneliti sebelumnya dengan berbagai metode, sumber data, dan lokasi penelitian

yang berbeda. Sumber data penginderaan jauh yang digunakan dalam penelitian

ini sama dengan beberapa penelitian sebelumnya yaitu menggunakan citra

Quickbird. Parameter yang digunakan dalam penelitian ini akan sedikit berbeda

dengan penelitian sebelumnya karena akan ada beberapa parameter tambahan

untuk mengidentifikasi daerah rawan kecelakaan. Metode yang digunakan

memiliki beberapa persamaan dengan penelitian sebelumnya yaitu menggunakan

metode interpretasi visual untuk melakukan interpretasi citra. Analisis data akan

dilakukan dengan metode analisis deskriptif. Tabel 1.4 berikut menjelaskan

beberapa persamaan dan perbedaan dari penelitian-penelitian sebelumnya.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73025/potongan/S1-2014... · seperti kemacetan lalulintas dan kecelakaan lalulintas. Menurut UU RI

23

Tabel 1.4. Perbandingan penelitian terdahulu

Nama Tahun Lokasi penelitian

Pokok bahasan

Metode Hasil

Yusuf Wibisono 2008 Kota Surakarta Kapasitas jalan

-Interpretasi ortho foto skala 1:1000 -Survey lapangan -Analisis data sekunder

Perhitungan hasil interpretasi citra untuk identifikasi faktor-faktor yang berpengaruh pada tingkat kapasitas jalan

Katon Kurniawan 2008 Kota Yogyakarta

Manajemen lalu lintas

-Interpretasi citra Quickbird pan-sharpened -Cek lapangan -Analisis data sekunder

-Perhitungan tingkat ketelitian interpretasi Citra Quickbird untuk interpretasi kondisi jalan dan lingkungan serta pemanfaatan lahan -Rekomendasi manajemen jalan dan lalu lintas berdasarkan tingkat pelayanan ruas jalan

Norma Prabawati 2010 Kota Surakarta Kecelakaan lalu lintas

-Interpretasi citra Quickbird -Cek lapangan -Analisis data sekunder

-Perhitungan hasil interpretasi Citra Quickbird untuk identifikasi kondisi jalan dan lingkungan -Model tingkat rawan kecelakaan -Perhitungan tingkat akurasi model

Lina Adi Wijayanti 2013 Kota Semarang Kecelakaan lalu lintas

-Interpretasi visual citra Quickbird -Survey lapangan -Analisis deskriptif

-Perhitungan tingkat ketelitian interpretasi citra Quickbird untuk identifikasi kondisi jalan dan lingkungan -Model daerah rawan kecelakaan lalul intas -Perhitungan tingkat akurasi model daerah rawan kcelakaan

Page 24: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73025/potongan/S1-2014... · seperti kemacetan lalulintas dan kecelakaan lalulintas. Menurut UU RI

24

1.7. Kerangka Pemikiran

Geografi merupakan suatu ilmu yang mempelajari keterkaitan keruangan

termasuk interaksi dan hubungan antara obyek-obyek yang ada di dalamnya.

Interaksi dan hubungan keruangan dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu

komplementer atau saling melengkapi permintaan dan penawaran akan kebutuhan

ekonomi maupun sosial antarra wilayah satu dengan lainnya, intervening

opportunity yang dapat menghalangi interaksi antara dua wilayah karena

permintaan akan kebutuhan ekonomi maupun sosial dapat dipenuhi oleh pihak

ketiga, dan trasferabilitas yaitu penggantian atau subtitusi dari suatu permintaan

ke permintaan lainnya karena manfaat yang hampir sama. Interaksi dan hubungan

antara obyek-obyek dalam suatu wilayah salah satunya dapat tercerminkan dari

arus lalu lintas dan karakteristik fasilitas transportasi.

Lalu lintas merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi manusia sehingga

kebutuhan akan sarana dan prasarana transportasi akan terus berkembang seiring

dengan pertumbuhan penduduk. Kota sebagai pusat berbagai kegiatan

perekonomian, perdagangan, dan jasa membawa daya tarik tersendiri bagi

masyarakat untuk tinggal dan beraktivitas di dalamnya. Daya tarik ini membuat

kota semakin padat dan bertambah penduduknya. Meningkatnya jumlah penduduk

di perkotaan memberikan tekanan bagi daya dukung kota tersebut. Meningkatnya

jumlah penduduk ini idealnya harus diikuti dengan peningkatan jumlah fasilitas

pelayanan umum yang mendukung kegiatan penduduk di berbagai bidang seperti

kesehatan, pendidikan, rekreasi, pengolahan sampah dan limbah, termasuk sarana

pendukung transportasi. Masalahnya, di kebanyakan kota-kota besar, keadaan

ideal itu sering kali tidak terpenuhi sehingga banyak terjadi permasalahan yang

terjadi di dalam kota. Salah satu masalah yang paling banyak terjadi di kota-kota

besar adalah masalah yang berkaitan dengan transportasi yaitu tingginya tingkat

kecelakaan lalu lintas. Diperlukan suatu kajian yang menyeluruh dari berbagai

aspek untuk mengatasi permasalahan lalu lintas sehingga dapat menghasilkan

suatu sistem transportasi yang yang lebih baik, aman, nyaman dan selamat.

Tingginya tingkat kecelakaan lalu lintas di kota besar dapat terjadi karena

dipengaruhi oleh beberapa faktor baik faktor kondisi jalan maupun faktor

Page 25: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73025/potongan/S1-2014... · seperti kemacetan lalulintas dan kecelakaan lalulintas. Menurut UU RI

25

lingkungan. Faktor kondisi jalan yang berpengaruh terhadap tingkat kerawanan

kecelakaan lalu lintas yakni radius belokan, kondisi persimpangan jalan, daya

layan jalan, serta penggunaan lahan yang berada di tepi jalan. Sedangkan faktor

kondisi lingkungan yang mempengaruhi tingkat kecelakaan lalulintas antara lain

jarak pandang, keberadaan rambu-rambu lalulintas dan marka jalan, keberadaan

fasilitas penyeberangan seperti zebra cross dan jembatan penyeberangan, serta

kecepatan rata-rata kendaraan.

Beberapa parameter penyebab kecelakaan dapat di identifikasi melalui

kegiatan interpretasi visual menggunakan citra Quickbird. Interpretasi visual ini

dilakukan untuk memperoleh informasi dari parameter kondisi jalan seperti radius

belokan, keberadaan marka jalan, kondisi persimpangan jalan, serta keberadaan

fasilitas penyeberangan seperti jembatan penyeberangan dan zebra cross. Selain

itu interpretasi citra ini juga dilakukan untuk memperoleh informasi dari

penggunaan lahan di sepanjang tepi jalan.

Citra Quickbird dipilih untuk penelitian ini karena memiliki resolusi

spasial yang tinggi. Hal ini mendukung kegiatan penelitian terutama untuk studi

kasus di daerah perkotaan yang penggunaan lahannya cenderung heterogen dan

luasan penggunaan lahannya cenderung sempit sehingga diperlukan citra

penginderaan jauh dengan resolusi tinggi untuk mengidentifikasinya. Perbedaan

tingkat akurasi interpretasi dari suatu citra akan dipengaruhi oleh resolusi

spasialnya. Asumsinya, citra dengan resolusi spasial yang lebih detil akan dapat

menghasilkan tingkat interpretasi yang lebih dapat berpengaruh terhadap akurasi

tinggi, demikian juga sebaliknya. Tingkat akurasi model daerah rawan kecelakaan

juga dipengaruhi oleh hasil interpretasi dari citra karena beberapa parameter

diekstrasi dari citra. Model dapat dikatakan semakin akurat apabila semakin

sesuai dengan keadaan nyata di lapangan.

Kegiatan survey lapangan dimaksudkan untuk melakukan uji akurasi

hasil interpretasi. Informasi yang telah di ekstraksi dari citra penginderaan jauh

akan diuji interpretasi untuk mengetahui tingkat keakuratan hasil interpretasi

dengan kondisi yang ada di lapangan. Selain itu, juga dilakukan pengamatan dan

Page 26: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73025/potongan/S1-2014... · seperti kemacetan lalulintas dan kecelakaan lalulintas. Menurut UU RI

26

pengukuran lapangan untuk mendapatakan informasi lain yang tidak dapat

diekstrasi dari citra.

Beberapa informasi tambahan yang lain juga diperoleh dari data sekunder

dari instansi terkait, misalnya informasi mengenai jumlah kejadian kecelakaan

lalu lintas di Kota Semarang di peroleh dari Satlantas Kota Semarang. Sedangkan

data mengenai jumlah dan kondisi rambu lalu lintas, data daya layan jalan, dan

data kecepatan rata-rata kendaraan diperoleh dari dinas perhubungan Kota

Semarang.

Penyusunan model tingkat kerawanan kecelakaan dilakukan setelah

semua data berhasil dikumpulkan. Model tingkat kerawanan kecelakaan ini dibuat

dengan menggunakan model berjenjang tertimbang dimana setiap parameter

diberi skor. Dari hasil penjumlahan skor dari setiap parameter akan diketahui ruas

jalan yang rawan kecelakaan lalulintas. Hasil model selanjutnya akan diwujudkan

dalam sebuah peta tingkat kerawanan kecelakaan lalulintas.

Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode stratifed

sampling. Sampel diambil dari setiap ruas jalan yang mewakili tingkat kelas jalan

yang berbeda-beda yaitu jalan alteri primer, jalan alteri sekunder, jalan kolektor

primer, dan jalan kolektor sekunder. Pengambilan sampel ini berdasarkan asumsi

pada kelas jalan yang sama akan cenderung memiliki sifat-sifat parameter yang

relatif sama baik dari parameter kondisi jalan maupun dari parameter kondisi

lingkungan. Model yang dihasilkan kemudian dicocokan dengan data sekunder

untuk mengetahui tingkat akurasinya. Gamaber 1.4 berikut menunjukkan skema

diagram alir kerangka berpikir dalam penelitian ini.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73025/potongan/S1-2014... · seperti kemacetan lalulintas dan kecelakaan lalulintas. Menurut UU RI

27

Gambar 1.4 Diagram alir kerangka pemikiran

Interaksi dan hubungan antara objek dalam suatu wilayah

Kebutuhan transportasi sebagai penghubung dalam

suatu wilayah

Ketidakseimbangan permintaan dan penawaran kebutuhan transportasi

Meningkatnya kecelakaan lalu lintas

Identifikasi faktor penyebab kecelakaan dengan citra

penginderaan jauh

Faktor Kondisi geometris Jalan

Faktor Kondisi lingkungan

Analisis spasial dengan menggunakan SIG

Model daerah rawan kecelakaan lalu lintas

Page 28: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73025/potongan/S1-2014... · seperti kemacetan lalulintas dan kecelakaan lalulintas. Menurut UU RI

28

1.8. Batasan Istilah

Penginderaan jauh: Ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang objek,

daerah, atau gejala dengan jalan menganalisis menggunakan kaidah ilmiah

data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung

terhadap objek, daerah, atau gejala yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1999).

Citra: Gambaran visual tenaga yang direkam dengan menggunakan piranti

penginderaan jauh (Ford,1979 dalam Sutanto ,1986)

Sistem Informasi Geografis (SIG): Suatu sistem berbasis komputer yang

memberikan empat kemampuan untuk menangani data bereferensi geografis

yaitu pemasukan, pengolahan atau manajemen data (penyimpanan dan

pengaktifan kembali), manipulasi,dan analisis serta keluaran (Aronoff, 1989

dalam Danoedoro,1996)

Interpretasi citra: Perbuatan mengkaji foto udara dan atau citra dengan maksud

untuk mengidentifikasi objek dan menilai arti pentingnya objek tersebut (Etes

dan Simonett, 1975 dalam Sutanto, 1986)

Kecelakaan lalu lintas: Kecelakaan lalulinatas merupakan suatu peristiwa di

jalan yang tidak terduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan atau

pengguna jalan yang lain yang mengakibatkan korban manusia dan /atau

kerugian harta benda (UU nomor 22 tahun 2009).

Kendaraan: Kendaraan merupakan suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas

kendaran bermotor dan kendaraan tak bermotor (UU nomor 22 tahun 2009).

Jalan: Jalan merupakan prasarana perhubungan dalam bentuk apapun meluputi

seluruh bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapanya yang

diperuntukan bagi lalu lintas umum yang berada pada permukaan tanah, di

atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/ atau air, serta di atas

permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel (UU.no.22 tahun 2009).