pendahuluan 1.1 latar belakang -...

15
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan tepian sungai adalah termasuk kawasan tepian air yang memiliki beberapa kelebihan, terutama berkaitan dengan fungsi dan aksessibilitas yang lebih strategis. Dengan memanfaatkan sungai manusia dapat berpindah-pindah, mendapatkan permukiman baru mereka untuk selanjutnya menetap dan berkembang menjadi permukiman yang lebih ramai, menjadi desa, lalu berkembang menjadi kota. Kondisi geografis negara Indonesia yang memiliki banyak sungai sebagai orientasi kehidupan menjadikan tepian sungai sebagai tempat bermukim dan mendapatkan mata pencaharian. Hal ini terjadi pada kawasan perkotaan maupun perdesaan yang mulai terbentuk sejak manusia mulai dapat memanfaatkan sungai sebagai sarana transportasi dan sumber daya alam yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Gambar 1.1 Kota-Kota Tepian Air di Indonesia Sumber: Heldiyansyah, 2010 1.1.1 Kota Banjarmasin Kota Tepian Sungai Banjarmasin merupakan salah satu ibukota provinsi di Pulau Kalimantan yang memiliki banyak sungai sebagai salah satu sumber daya alamnya. Kota Banjarmasin merupakan sebuah kota delta atau kota kepulauan yang terdiri dari sedikitnya 25 buah pulau kecil dan merupakan bagian-bagian kota yang dipisahkan oleh sungai-sungai. Dilihat secara makro, Kota Banjarmasin merupakan suatu wilayah dengan batas geografi yang menurut keadaan fisiknya banyak memiliki sungai. Kondisi ini memberikan pengaruh terhadap pembentukan karakter kota Banjarmasin secara fisik karena 40% dari wilayahnya terdiri dari sungai-sungai besar maupun kecil yang saling berpotongan.

Upload: vandiep

Post on 07-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kawasan tepian sungai adalah termasuk kawasan tepian air yang memiliki

beberapa kelebihan, terutama berkaitan dengan fungsi dan aksessibilitas yang lebih

strategis. Dengan memanfaatkan sungai manusia dapat berpindah-pindah,

mendapatkan permukiman baru mereka untuk selanjutnya menetap dan

berkembang menjadi permukiman yang lebih ramai, menjadi desa, lalu berkembang

menjadi kota.

Kondisi geografis negara Indonesia yang memiliki banyak sungai sebagai

orientasi kehidupan menjadikan tepian sungai sebagai tempat bermukim dan

mendapatkan mata pencaharian. Hal ini terjadi pada kawasan perkotaan maupun

perdesaan yang mulai terbentuk sejak manusia mulai dapat memanfaatkan sungai

sebagai sarana transportasi dan sumber daya alam yang dibutuhkan dalam

kehidupan sehari-hari.

Gambar 1.1 Kota-Kota Tepian Air di Indonesia Sumber: Heldiyansyah, 2010

1.1.1 Kota Banjarmasin Kota Tepian Sungai

Banjarmasin merupakan salah satu ibukota provinsi di Pulau Kalimantan

yang memiliki banyak sungai sebagai salah satu sumber daya alamnya. Kota

Banjarmasin merupakan sebuah kota delta atau kota kepulauan yang terdiri dari

sedikitnya 25 buah pulau kecil dan merupakan bagian-bagian kota yang dipisahkan

oleh sungai-sungai. Dilihat secara makro, Kota Banjarmasin merupakan suatu

wilayah dengan batas geografi yang menurut keadaan fisiknya banyak memiliki

sungai. Kondisi ini memberikan pengaruh terhadap pembentukan karakter kota

Banjarmasin secara fisik karena 40% dari wilayahnya terdiri dari sungai-sungai

besar maupun kecil yang saling berpotongan.

2

Gambar 1.2 Peta Kota Banjarmasin

Sumber: Pemda Kota Banjarmasin, 2006

Banjarmasin merupakan kota yang berbasis budaya perairan (water

culture), hal ini bisa ditelusuri dari catatan sejarah perkembangan Kota

Banjarmasin. Sungai dan kehidupan budaya disekililingnya merupakan saksi

sejarah terbentuknya Kota Banjarmasin (Gambar 1.3). Diperkirakan muncul pada

perempat kedua abad ke 16, Kota Banjarmasin awalnya dibangun di daerah muara

tepian Sungai Kuin dan Alalak (Subiyakto, 2005). Banyaknya sungai yang mengaliri

kota ini telah ada secara alami, ditambah juga adanya kanal-kanal (saluran air/kali)

dan anak sungai yang banyak dibuat oleh pemerintah Belanda pada jaman

penjajahan.

Gambar 1.3 Tepi Sungai Kota Banjarmasin Masa Lampau Sumber: bumibanjar.blogspot.com

3

Sungai juga menjadi lokasi pusat pemerintahan Kerajaan Banjar di

beberapa titik di sepanjang tepian sungai. Besarnya fungsi sungai dan kayanya

sejarah yang tersimpan disana sehingga bisa dikatakan pertumbuhan dan

perkembangan Kota Banjarmasin dapat ditelusuri dari pertumbuhan dan

perkembangan permukiman tepi sungainya (Gambar 1.4).

Gambar 1.4 Tepi Sungai Kota Banjarmasin Masa Sekarang

Sumber: infomasjidkita.com

Perkembangan kota Banjarmasin sebagai ibukota propinsi Kalimantan

Selatan semakin pesat. Fungsinya sebagai kota perdagangan (industri) dan kota

pelabuhan yang dikenal dengan “Kota Seribu Sungai” tidak didukung dengan

tatanan kota yang baik. Kini tidak kurang 30 sungai kehilangan fungsi karena

banyak yang tersumbat akibat rapatnya bangunan, pengurukan tanah,

pendangkalan, menjadi buangan sampah, pencemaran limbah rumah tangga dan

kegiatan berbagai usaha masyarakat (Dinas Sungai dan Drainase Kota

Banjarmasin, 2009 (Gambar 1.5)). Sedangkan sekitar 80-an tahun lalu, Saat itu

sungai menjadi jalan utama di Banjarmasin sebagai jalur transportasi. Orang-orang

bepergian menggunakan berbagai jenis jukung. Hingga akhir 70-an, kehidupan

masyarakat Banjarmasin masih sangat bergantung pada sungai.

Gambar 1.5 Pergerakan Kawasan Tepian Sungai di Kota Banjarmasin

Sumber: Dinas Sungai dan Drainase, 2007

4

Sungai besar yang ada di Kota Banjarmasin (lebar lebih dari 500 meter),

yaitu Sungai Barito, Sungai Martapura dan Sungai Alalak (Gambar 1.6). Sungai

Barito terletak di sebelah barat Kota Banjarmasin merupakan sungai terbesar

(utama). Sungai Barito mempunyai banyak anak sungai, dan wilayah di sepanjang

aliran sungai ini sejak jaman dulu telah menjadi tempat pemukiman penduduk dan

lokasi kota-kota banyak yang berada di sekitar muara sungai. Disamping itu ada

berpuluh-puluh sungai lain yang berpotongan satu sama lain, semuanya bermuara

ke Sungai Martapura dan ke Sungai Barito.

Gambar 1.6 Sungai-Sungai Besar di Kota Banjarmasin (Observasi, 2013)

Menurut Prayitno (2004) bahwa daerah tepian sungai merupakan salah

satu bentuk pilihan lokasi permukiman yang pada awal pertumbuhannya ditandai

dengan terbentuknya suatu konsentrasi penduduk dengan membentuk kelompok-

kelompok bermukiman disekitar daerah aliran sungai. Namun dalam

perkembangannya, kota-kota air tersebut mengalami kemunduran baik fungsi

maupun citra perkotaannya akibat perkembangan transportasi darat dan pusat-

pusat kegiatan baru di luar kawasan tepian air. Hal ini berdampak jelas pada kondisi

ruang publik perkotaan yang berkesan kumuh dan statis.

SUNGAI ALALAK

SUNGAI BARITO

SUNGAI MARTAPURA

5

1.1.2 Permukiman Tepi Sungai di Banjarmasin

Pada awal perkembangan pola permukiman di Kota Banjarmasin

berbentuk linier mengikuti alur sungai-sungainya. Hal ini dapat dilihat dari rumah-

rumah tradisional yang masih bertahan hingga sekarang. Ketergantungan

masyarakat yang bermukim di sepanjang jalur sungai terhadap sungai ini sangat

besar, karena para pemukim mendekati sumber air untuk kegiatan mereka sehari-

hari serta berkaitan dengan mata pencaharian mereka sebagai pedagang yang

menggunakan sungai sebagai jalur transportasi perdagangan (Gambar 1.7). Pada

kiri kanan sungai yang sejajar dengan jalan didirikan atau dibangun permukiman

dan berbagai bangunan yang diperlukan bagi kelengkapan permukiman penduduk

seperti pabrik, pelabuhan dan kegiatan ekonomi lainnya.

Gambar 1.7 Sejarah Kota Banjarmasin Berbasis Budaya Perairan Sumber: unicborneobali.blogsot.com

Fenomena saat ini permukiman tepi sungai di Kota Banjarmasin semakin

tidak terkendali, sungai yang semakin menyempit, berkurang, dan bahkan mati,

permukiman cenderung kumuh dan tidak tertata, budaya berhuni ditepian sungai

yang semakin pudar, bahkan fungsi sungai sebagai sumber air sudah berada pada

ambang membahayakan (Gambar 1.8).

Gambar 1.8 Permukiman Tepi Anak Sungai Alalak Selatan dan Alalak Tengah

(Dokumentasi Pribadi, 2013)

6

1.1.3 Ragam Keruangan Permukiman Produktif

Kota Banjarmasin sebagai kota tepian sungai menunjukkan adanya

perkembangan kota dengan kegiatan industrinya yang meningkat cukup pesat, hal

ini mengakibatkan kawasan-kawasan di kota Banjarmasin mengalami perubahan

suatu fungsi lahan dari pertanian atau tambak menjadi permukiman dan industri

sehigga terjadi urbanisasi secara cepat seiring dengan perkembangan industrinya.

Keberadaan industri-industri ini membutuhkan banyak tenaga kerja, dimana tenaga

kerja tersebut tidak hanya berasal dari lingkungan permukiman sekitarnya

melainkan banyak yang berasal dari luar kawasan tersebut.

Gambar 1.9 Industri Pengolahan Kayu

Tepi Sungai Kawasan Alalak Tengah dan Alalak Selatan (Dokumentasi Pribadi, 2013)

Seperti tampak pada kawasan Alalak Tengah dan Alalak Selatan dimana

perkembangan industri dan prasarana yang ada dimanfaatkan oleh masyarakat

setempat untuk mendapatkan tambahan penghasilan dengan memanfaatkan

hunian sebagai tempat produksi atau usaha lainnya yang mendukung tanpa

memperhatikan kelayakan hunian yang dapat mengakibatkan merosotnya mutu

lingkungan permukiman dan memunculkan suatu ragam keruangan pada kawasan

tersebut. Industri pengolahan kayu di kawasan Alalak Tengah dan Alalak Selatan

merupakan generator bagi pertumbuhan permukiman baik dari segi kualitas

maupun kuantitasnya, juga memberi dampak lain yang tidak kalah penting yaitu

terjadi pertumbuhan permukiman yang cepat dan tidak terkendali sehingga

mengakibatkan ketidakteraturan dalam pengembangan permukiman, yang salah

satu penyebabnya adalah kurangnya sarana yang mendukung keberadaan industri

yaitu hunian bagi buruh atau pekerja.

7

Secara terminologis, Mulyati dalam Hamzah F. Rachman (2010)

menjelaskan bahwa “keruangan” adalah bagian dari ruang (space) fisik yang

terbentuk pada lingkungan permukiman, rumah tinggal, pola dan bentuk bangunan

yang terjadi karena faktor yang berkembang di lingkungan masyarakat. Keruangan

dalam hal ini merupakan bentuk fisik daerah atau kawasan dalam konteks suatu

kota.

Menurut Catanesse dan Snyder dalam Hamzah F. Rachman (2010) bahwa

terdapat dua dasar kunci dalam pembentukan elemen-elemen keruangan kawasan

yakni dasar fisik suatu kawasan yaitu perwujudan dari kenampakan berupa

bangunan-bangunan, jalur jalan, dan benda-benda lain yang mempengaruhi bentuk

kawasan tersebut dan dasar ekonomi. Hal ini mengindikasikan bahwa dasar fisik

dan dasar ekonomi merupakan elemen keruangan yang ikut berpengaruh terhadap

pertumbuhan suatu kawasan dimana terjadinya interaksi antar kawasan sebagai

bagian dari suatu proses pembentukan karakter kawasan tersebut.

Sama halnya dengan Kawasan Alalak Tengah dan Alalak Selatan yang

menggabungkan fungsi kawasan sebagai kawasan permukiman dengan kegiatan

lain yaitu perdagangan dan jasa (ekonomi) sehingga memunculkan berbagai

macam tipe keruangan yang terbentuk dari elemen fisik dan non fisik (sosial,

budaya dan ekonomi) dalam kawasan penelitian (ragam keruangan).

Pertumbuhan industri yang memanfaatkan hunian tumbuh pesat di

berbagai kawasan permukiman. Hampir setiap permukiman tumbuh kegiatan-

kegiatan yang berbasis pada sektor ekonomi yang berupa kegiatan perdagangan

dan jasa serta kegiatan industri. Namun perlu disadari bahwa pengembangan

ekonomi lokal sering berbenturan selain masalah pembiayaan juga pemanfaatan

permukiman untuk tempat kerja. Hunian sering digunakan masyarakat untuk usaha

industri akibat dari ketiadaan modal untuk menggunakan bangunan atau kawasan

industri, seperti industri pengolahan kayu di kawasan permukiman tepi sungai

Alalak Tengah dan Alalak Selatan. Hunian merupakan merupakan satu-satunya

tempat untuk pengembangan usaha yang paling murah.

8

Dengan demikian dapat dipahami bahwa saat ini kawasan permukiman

berkembang menjadi kawasan hunian campuran. Hal ini yang menjadi konflik dalam

penataan ruang permukiman yang berdampak pada kawasan tersebut. Menurut

Wiwik Widyo W. (2003) bahwa kemampuan berkembangnya komponen ekonomi

permukiman didasarkan atas preservasi dan pengembangan dari:

a. Lingkungan atau sumberdaya alam

b. Masyarakat atau sumberdaya manusia

c. Keuangan atau sumberdaya finansial

d Infrastruktur, fasilitas produktif atau sumberdaya buatan

e. Institusi atau sumberdaya kelembagaan

Adanya aktivitas bermukim di kawasan Alalak Tengah dan Alalak Selatan

memunculkan ragam keruangan (berbagai macam tipe keruangan) tersendiri dan

mengakibatkan kondisi ruang sepanjang tepi sungai di kawasan dalam

perkembangannya terus mengalami perubahan secara fisik berupa:

a. Degradasi Lingkungan

Pendangkalan alur, penyempitan sungai dan penyumbatan aliran air akibat

semakin banyaknya permukiman liar yang di bangun sepanjang bantaran

sungai dan sampah permukiman yang dibuang ke sungai.

b. Permukiman Kumuh

Pertumbuhan massa bangunan yang terus berkembang dan terkonsentrasi

di sepanjang tepian sungai yang menyebabkan padatnya permukiman

penduduk, dimana hampir tidak ada jarak yang memisahkan antar

bangunan dan keberadaan fungsi lain yang berbaur menjadi satu (industri

saw mill/pengolahan kayu).

Gambar 1.10 Permukiman Padat Tepian Sungai Sumber: 500px.com

9

c. Peralihan Oriantasi Akibat Dinamisme Pambangunan

Sungai tidak lagi menjadi „muka depan‟ aktivitas namun justru menjadi

„muka belakang‟, permukiman menghadap ke jalan darat sebagai akses

utama aktivitas (dari menghadap sungai menjadi membelakangi sungai).

d. Modernisasi Dan Perubahan Budaya Serta Pola Hidup Masyarakat

Nilai-nilai budaya lokal yang akrab dengan sungai, kini kian memudar

karena pembangunan permukiman kota lebih berorientasi pada model

pembangunan berbasis lahan (daratan) sehingga rumah panggung tidak

diminati lagi karena dianggap kuno bahkan keberadaan rumah lanting

sudah mulai hilang.

e. Pergeseran Fungsi Dan Paradigma Perlakuan Terhadap Sungai

Perubahan orientasi fungsi secara tidak langsung memberikan andil besar

terhadap perubahan „perlakuan‟ terhadap sungai, contohnya sungai

menjadi lokasi bagi pembuangan sampah rumah tangga serta aktivitas

„belakang‟ lainnya seperti MCK. Hal tersebut mengubah wajah sungai

menjadi tidak teratur, kotor dan bahkan tidak sehat.

Gambar 1.11 Sungai sebagai Area Belakang Permukiman

Sumber: hasanzainuddin.wordpress.com

f. Hilangnya Ruang Terbuka Hijau dan Ruang Terbuka Publik

Hilangnya ruang untuk bersosialisasi di sepanjang tepian sungai seperti

lapangan olahraga, taman bermain ataupun area parkir semakin terbatas,

akibat peran sungai yang cukup penting bagi aspek kehidupan masyarakat

menyebabkan permukiman penduduk yang ada di sepanjang tepian sungai

tersebut menjadi sangat padat dengan aksesibilitas antar bangunan yang

minim.

10

Gambar 1.12 Permukiman Padat Tanpa Adanya Ruang Terbuka Hijau/Publik

Sumber: 500px.com

1.1.4 Permukiman Produktif (Industri Pengolahan Kayu) Sepanjang Tepi

Sungai di Banjarmasin

Seperti halnya di darat, kota yang berlokasi di tepi sungai berupaya untuk

memanfaatkan potensi letaknya, yaitu dalam hal menyediakan ruang dan akses

untuk kegiatan industri dan komersial untuk mendukung keberadaan permukiman di

sekitarnya tepi sungai. Disamping jalur darat, sampai saat ini penggunaan jalur

sungai merupakan jalur penting bagi aktivitas perekonomian untuk transportasi

guna memperlancar perhubungan dan pengangkutan komoditas antar tempat atau

daerah lain, seperti halnya di tepi sungai Kelurahan Alalak Tengah dan Alalak

Selatan. Kawasan permukiman tersebut memanfaatkan tepi sungai untuk

melakukan aktivitas ekonomi berupa industi pengolahan kayu.

Gambar 1.13 Permukiman Produktif Industri Pengolahan Kayu

Kawasan Tepi Sungai Alalak Tengah dan Alalak Selatan (Dokumentasi Pribadi, 2013)

BANSAW (WORKSHOP AREA)

GALANGAN (DISPLAY AREA) GALANGAN (DISPLAY AREA)

BANSAW (WORKSHOP AREA)

11

1.2 Permasalahan

Pergeseran fungsi dan perlakuan terhadap sungai, serta pendangkalan

dan penyempitan sungai yang menghilangkan karakteristik kota Banjarmasin yang

merupakan kota berbasis sebagai kota seribu sungai. Seiring dengan pertumbuhan

penduduk yang semakin tinggi di Kelurahan Alalak Selatan dengan 12.206 jiwa dan

Alalak Tengah dengan yaitu 8.397 jiwa di tahun 2012, menyebabkan permukiman di

kawasan sepanjang tepian sungai Kelurahan Alalak Tengah dan Alalak Selatan

semakin padat serta memunculkan suatu ragam keruangan di kawasan

permukiman produktif itu sendiri (Gambar 1.14).

Gambar 1.14 Permukiman Produktif Industri Pengolahan Kayu

Tepi Sungai KAwasan Alalak Tengah dan Alalak Selatan (Dokumentasi Pribadi, 2013)

1.3 Pertanyaan Penelitian

Sebagai kawasan yang awalnya tumbuh secara alami tanpa adanya

perencanaan hingga kondisi saat ini, dimana kawasan tepian sungai yang ada telah

menjadi sangat padat oleh adanya permukiman yang tidak teratur maka menarik

untuk dilakukan penelitian terhadap kawasan ini. Dari latar belakang dan

permasalahan diatas, maka dapat ditarik beberapa pertanyaan yang terkait dengan

penelitian yaitu:

1. Seperti apa ragam keruangan (tipologi) tepi sungai di kawasan

permukiman produktif (industri olah kayu) di Kelurahan Alalak Tengah dan

Alalak Selatan?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ragam keruangan (tipologi) tepi

sungai di kawasan permukiman produktif (industri olah kayu) di Kelurahan

Alalak Tengah dan Alalak Selatan?

3. Bagaimana konsep (guidelines) penataan keruangan kawasan permukiman

produktif (industri olah kayu) di Kelurahan Alalak Tengah dan Alalak

Selatan sesuai dengan ragam keruangan tepi sungai yang ada?

12

1.4 Tujuan Penelitian

Mengkaji ragam keruangan tepi sungai di kawasan permukiman produktif

sepanjang tepian sungai di Kelurahan Alalak berdasarkan pola massa kawasan dan

tata ruang perkotaan serta aktivitas masyarakat yang ada bertujuan:

1. Mengatahui ragam keruangan (tipologi) tepi sungai di kawasan

permukiman produktif (industri olah kayu) di Kelurahan Alalak Tengah dan

Alalak Selatan.

2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ragam keruangan (tipologi)

tepi sungai di kawasan permukiman produktif (industri olah kayu) di

Kelurahan Alalak Tengah dan Alalak Selatan.

3. Menggambarkan konsep (guidelines atau arahan desain) penataan

keruangan kawasan permukiman produktif (industri olah kayu) di Kelurahan

Alalak Tengah dan Alalak Selatan sesuai dengan ragam keruangan tepi

sungai yang ada.

1.5 Sasaran Penelitian

Berdasarkan hasil guidelines dari penelitian mengenai ragam keruangan

tepi sungai kawasan permukiman produktif Alalak Tengah dan Alalak Selatan ini

sasaran yang ingin dicapai adalah:

1. Meningkatkan karakter fisik kawasan sebagai bagian dari upaya

mewujudkan kota berbasis tepian sungai melalui penataan kembali

kawasan permukiman produktif (industri olah kayu) di Kelurahan Alalak

Tengah dan Alalak Selatan.

2. Menciptakan penataan ruang yang sesuai dengan fungsi kawasan sebagai

permukiman produktif serta mengembalikan peran dan fungsi sungai di

kawasan tepian sungai Kelurahan Alalak Tengah dan Alalak Selatan yang

tetap mempertimbangkan perkembangan kawasan di tinjau dari aspek

urban design dan sosial ekonomi masyarakat bantaran sungai guna

pengembangan dan pelestarian kawasan tepian sungai yang tidak

mengganggu/merusak fungsi dan peran sungai.

3. Meningkatkan perkembangan kawasan dengan memperhatikan ragam

keruangan sungai, nilai sosial dan ekonomi, identitas kawasan sebagai

daerah tepian sungai, serta mendukung pembentukkan citra kota dengan

menghidupkan kembali budaya sungai yang pernah ada di kawasan

tersebut.

13

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk:

1. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah khususnya

Pemerintah Kota Banjarmasin dalam upaya penyempurnaan kebijakan

pengendalian tata guna lahan dan peraturan pembangunan dan

pengembangan permukiman tepian air (tepian sungai).

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak-

pihak lain dalam meningkatkan pemahaman terhadap pentingnya pola

pengembangan permukiman tepian air dalam mendukung struktur tata

ruang kawasan kota, khususnya kawasan tepian sungai.

14

1.7 Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

NO.

PENELITI JUDUL LOKUS FOKUS TEMUAN

1.

Wijanarka,

2001

Dasar-Dasar Konsep Pelestarian

dan Pengembangan Kawasan Tepi

Sungai di Palangkaraya

Kawasan Tepian Sungai Palangkaraya

Mencari dasar-dasar konsep untuk pelestarian dan pengembangan kawasan-kawasan di Palangkaraya

Pengembangan kawasan tepi air dipengaruhi oleh pola perairan, fungsi perairan, kondisi awal dan prospek dan fungsinya sebagai wadah kegiatan manusia

2.

Miftahul Chair,

2002

Karakteristik dan Faktor yang

Mempengaruhi Kondisi

Permukiman di Kawasan Sekitar

Aliran Sungai Martapura

Kawasan Aliran Sungai Martapura

Karakteristik permukiman dan

faktor dominan yang

mempengaruhi kondisi

permukiman

Karakteristik permukiman tepian air terbagi atas karakteristik sosial ekonomi penghuni, fisik bangunan, fisik lingkungan dan perubahan bentuk bangunan.

3.

J.C. Heldiansyah,

2009

Kajian Pola Peningkatan Kualitas

Lingkungan Tata Ruang Kota

Sungai Kota Banjarmasin

Kawasan Tepian Sungai Kuin,

Sungai Martapura (Sabilal

Muhtadin dan Kel. Sungai Jingah)

dan Kawasan Sungai Kelayan

Mengkaji pola peningkatan kualitas

lingkungan tata ruang kawasan

tepian air

Rendahnya kualitas lingkungan tepian sungai dipengaruhi oleh faktor sirkulasi dan jalur penghubung, tata guna lahan dan tata bangunan dihubungkan dengan pola kawasan.

4.

Betty Goenmiandari,

2010

Konsep Penataan Permukiman

Bantaran Sungai di Kota

Banjarmasin Berdasarkan Budaya

Setempat

Kawasan Sungai Jingah

Mengidentifikasi keterkaitan

penghuni permukiman pinggir

sungai dengan sungai dan

penyebab pola perubahan

kehidupan akibat berubahnya

orientasi bermukim

Keterrkaitan penghuni permukiman pinggir sungai dengan sungai dipengaruhi oleh transportasi, faktor ekonomi, aktivitas sosial budaya dan pemenuhan akan air bersih dan air minum.

5.

Annisa Aini A.,

2014

Ragam Keruangan Tepi Sungai di

Kawasan Permukiman Produktif

Alalak, Banjamasin

Kawasan Tepian Sungai Kel.

Alalak Tengan dan Kel. Alalak

Selatan

Mengkaji ragam (tipe-tipe)

keruangan (konfigurasi)

permukiman produktif (industri

pengolahan kayu) di tepian sungai

Tipologi (tipe-tipe) keruangan dihubungkan dengan pola massa bangunan pembentuk kawasan permukiman produktif tepian sungai.

Sumber: Dirangkum dari berbagai tesis, 2013

15

1.8 Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pemahaman mengenai tulisan ini, disusunlah

sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I. PENDAHULUAN

Berisi Latar Belakang, Kota Banjarmasin Kota Seribu Sungai, Permukiman

Tepi Sungai di Banjarmasin, Ragam Keruangan Permukiman Produktif,

Permukiman Produktif (Industri Pengolahan Kayu) Sepanjang Tepi Sungai

di Banjarmasin, Permasalahan dan Pertanyaan Penelitian, Tujuan

Penelitian, Sasaran Penelitian, Manfaat Penelitian, Keaslian Penelitian dan

Sistematika Penulisan.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Membahas tinjauan teoritis mengenai Ragam Keruangan, Tipologi, Tipologi

Permukiman Tepi Air, Tinjauan Kawasan Tepian Air, Elemen Perencanaan

Kawasan Tepian Air, Karakteristik Kawasan Tepian Air, Tinjauan

Permukiman, Pola Permukiman, Pola HUnian di Atas Air, Tinjauan

Permukiman Kawasan Tepian Sungai, Pola Permukiman Kawasan Tepian

Air, Ciri/Bentuk Fisik Permukiman Kawasan Tepian Sungai, Ketentuan-

KetentuanTerkait Kawasan Tepi Sungai, Permukiman Produktif dan

Landasan Teori.

BAB III. METODE PENELITIAN

Membahas Pendekatan Penelitian, Fokus Penelitian, Batasan Penelitian,

Unit Amatan (Parameter, Variabel dan Indikator Penelitian), Lokus

Penelitian, Tahap Persiapan, Tahap Penelitian dan Kerangka Penelitian.

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

Membahas gambaran umum kota Banjarmasin dan wilayah penelitian yang

berada di tepi sungai kawasan Kelurahan Alalak Tengah dan Alalak

Selatan.

BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Memaparkan hasil identifikasi dan temuan-temuan yang ada di lapangan

sesuai dengan metode penelitian yang digunakan. Selanjutnya hasil

penelitian tersebut dianalisa.

BAB VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Membahas hasil kesimpulan dari analisa penelitian. Dari kesimpulan

tersebut dibuat rekomendasi berupa arahan desain (design guidelines).