bab i pendahuluan -...

39
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi (Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Perkotaan). Terdapat dua aspek utama pembentuk kota, antara lain aspek non fisik dan aspek fisik. Aspek non fisik merupakan aspek pembentuk kota yang dilihat secara sosial, diantaranya hubungan sosial atau aktivitas ekonomi yang terjadi di dalam perkotaan. Aspek fisik kota merupakan aspek pembentuk kota yang dilihat secara fisik, diantaranya fasilitas perkotaan dan tata ruang perkotaan. Dimana kota secara fisik merupakan suatu daerah dengan berbagai macam bangunan teknis yang berfungsi sebagai sarana dan prasarana kehidupan masyarakat kota, seperti gedung, perumahan, jalur transportasi dan komunikasi, industri dan tempat rekreasi (Suharyadi, 2009). Seiring dengan meningkatnya pembangunan fisik kota yang meliputi kegiatan perkotaan di sektor permukiman, transportasi, komersial, industri, pengelolaan limbah padat, dan sektor penunjang lainnya, menjadikan kualitas udara perkotaan menurun. Penurunan kualitas udara umumnya disebabkan oleh pencemaran udara, yaitu masuknya zat pencemar (berbentuk gas-gas dan partikel kecil/aerosol) ke dalam udara (Soedomo, 2001). Keadaan tersebut jika tidak segera ditangani dapat membahayakan kesehatan manusia yang tinggal di lingkungan tersebut. Sektor transportasi memegang peranan paling besar dalam menyumbang polusi udara di perkotaan dibandingkan dengan sektor lainnya. Di kota-kota besar, kontribusi gas buang kendaraan bermotor sebagai sumber polusi udara berperan sangat dominan dibanding kontribusi gas buang dari cerobong asap industri yang lebih kecil dan sumber pembakaran lain, misalnya dari rumah tangga, pembakaran sampah, kebakaran hutan, dan lain-lain. 1

Upload: doanxuyen

Post on 03-Mar-2019

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69788/potongan/S1-2014... · BAB I . PENDAHULUAN . 1.1 Latar Belakang . Kawasan perkotaan adalah

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan

pertanian, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan,

pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan

kegiatan ekonomi (Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2009 Tentang Pedoman

Pengelolaan Kawasan Perkotaan). Terdapat dua aspek utama pembentuk kota,

antara lain aspek non fisik dan aspek fisik. Aspek non fisik merupakan aspek

pembentuk kota yang dilihat secara sosial, diantaranya hubungan sosial atau

aktivitas ekonomi yang terjadi di dalam perkotaan. Aspek fisik kota merupakan

aspek pembentuk kota yang dilihat secara fisik, diantaranya fasilitas perkotaan

dan tata ruang perkotaan. Dimana kota secara fisik merupakan suatu daerah

dengan berbagai macam bangunan teknis yang berfungsi sebagai sarana dan

prasarana kehidupan masyarakat kota, seperti gedung, perumahan, jalur

transportasi dan komunikasi, industri dan tempat rekreasi (Suharyadi, 2009).

Seiring dengan meningkatnya pembangunan fisik kota yang meliputi kegiatan

perkotaan di sektor permukiman, transportasi, komersial, industri, pengelolaan

limbah padat, dan sektor penunjang lainnya, menjadikan kualitas udara perkotaan

menurun. Penurunan kualitas udara umumnya disebabkan oleh pencemaran udara,

yaitu masuknya zat pencemar (berbentuk gas-gas dan partikel kecil/aerosol) ke

dalam udara (Soedomo, 2001). Keadaan tersebut jika tidak segera ditangani dapat

membahayakan kesehatan manusia yang tinggal di lingkungan tersebut.

Sektor transportasi memegang peranan paling besar dalam menyumbang

polusi udara di perkotaan dibandingkan dengan sektor lainnya. Di kota-kota besar,

kontribusi gas buang kendaraan bermotor sebagai sumber polusi udara berperan

sangat dominan dibanding kontribusi gas buang dari cerobong asap industri yang

lebih kecil dan sumber pembakaran lain, misalnya dari rumah tangga, pembakaran

sampah, kebakaran hutan, dan lain-lain.

1

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69788/potongan/S1-2014... · BAB I . PENDAHULUAN . 1.1 Latar Belakang . Kawasan perkotaan adalah

Ada berbagai faktor yang menyebabkan sektor transportasi menjadi yang

paling dominan dalam menyumbang pencemaran udara di perkotaan, antara lain

pertambahan jumlah kendaraan bermotor yang sangat cepat dengan tidak

didukung pertambahan prasarana transportasi, seperti pertambahan panjang jalan.

Kegiatan perekonomian dan perkantoran yang berada di pusat kota menyebabkan

pola lalulintas perkotaan menjadi memusat, sehingga semua pergerakan akan

menuju ke satu titik. Kesamaan jam masuk dan pulang kerja (kesamaan waktu

aliran lalulintas) menyebabkan kemacetan di jalan-jalan tertentu. Tuntutan

pekerjaan yang memiliki mobilitas tinggi sebagai penduduk kota, menyebabkan

banyak yang beralih ke kendaraan pribadi yang lebih cepat dan efisien daripada

menggunakan kendaraan umum, menyebabkan pertambahan kendaraan bermotor

menjadi sangat cepat. Faktor lain yaitu tidak dapat dikontrolnya jenis, umur dan

karakteristik kendaraan bermotor yang boleh digunakan, perawatan kendaraan,

jenis bahan bakar, jenis permukaan jalan dan terakhir adalah pola mengemudi

seseorang yang berbeda-beda. Semua hal tersebut yang mendasarkan bahwa

sektor transportasi memegang peranan sangat penting dalam menyumbang

pencemaran udara di daerah perkotaan.

Kendaraan bermotor merupakan sumber pencemaran udara yaitu dengan

dihasilkan gas CO, NOX, hidrokarbon, SO2 dan tetraethyl lead yang merupakan

bahan logam timah yang ditambahkan ke dalam bensin berkualitas rendah untuk

meningkatkan nilai oktan guna mencegah terjadinya letupan pada mesin.

Parameter-parameter penting akibat aktivitas ini adalah CO, partikulat, NOX, HC,

Pb dan SOX (Soedomo, 2001). Udara yang tercemar dengan partikel dan gas

tersebut dapat menyebabkan gangguan kesehatan terutama terjadi pada fungsi

organ tubuh seperti paru-paru dan pembuluh darah, atau menyebabkan iritasi pada

mata dan kulit (Soedomo, 2001).

Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Soedomo dihasilkan bahwa di 5

kota besar Indonesia, yaitu Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang dan Medan,

dari sektor transportasi, komposisi pencemar udara yang menempati urutan

pertama adalah gas CO, urutan kedua hingga kelima bervariasi antara NOX, SOX,

hidrokarbon dan partikulat. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa gas CO

2

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69788/potongan/S1-2014... · BAB I . PENDAHULUAN . 1.1 Latar Belakang . Kawasan perkotaan adalah

merupakan gas pencemar udara utama terutama di sektor transportasi. Dampak

yang paling terasa dengan konsentrasi CO tinggi di jalan raya dan sekitarnya

adalah pada pejalan kaki. Karena mereka berada ditempat yang paling dekat

dengan sumber gas pencemar, maka potensi terpapar langsung oleh asap

kendaraan bermotor yang ditiupkan oleh angin sangat besar. Keracunan gas CO

pada manusia akan menyebabkan peredaran oksigen ke seluruhtubuh terganggu,

berkurangnya persediaan oksigen ke seluruh tubuh ini akan membuat sesak napas

dan dapat menyebabkan kematian, apabila tidak segera mendapat udara segar

kembali (Soedomo, 2001).

Karbon monoksida atau CO adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan

tidak berasa. Sehingga diperlukan suatu pemodelan spasial untuk dapat

mengetahui pola persebaran gas CO. Bentuk pemodelan spasial yang akan

dilakukan adalah dalam bentuk peta. Peta adalah bentuk pemodelan spasial secara

dua dimensi yang menggambarkan suatu fenomena tertentu, sehingga

kenampakan-kenampakan yang disajikan di dalamnya dipilih dari permukaan

bumi. Peta dipandang mampu dalam menyajikan suatu fenomena di permukaan

bumi dengan baik untuk dianalisis secara keruangan, bila peta tersebut disajikan

sesuai dengan kaidah kartografis yanga ada. Dengan penyajian data dalam bentuk

peta, diharapkan pola persebaran gas CO dapat terlihat secara keruangan serta

dapat dianalisis dengan lebih mudah, sehingga tujuan pemetaan dapat tercapai.

Pemetaan ini menarik dilakukan karena saat ini masih sedikit penelitian yang

melakukan pemetakan konsentrasi gas CO. Terlebih lagi belum tersedianya peta

konsentrasi gas CO di daerah kajian yaitu di Kawasan Malioboro, Daerah

Istimewa Yogyakarta. Daerah penelitian tidak mencakup seluruh Kawasan

Malioboro, hanya dikhususkan daerah yang berada di sepanjang Jl. Malioboro dan

Jl. A. Yani. Karena daerah kajian tidak terlalu luas, maka peta yang akan dibuat

direncanakan dengan skala besar yaitu skala 1:4.500.

Daerah penelitian dipilih di sebagian Kawasan Malioboro karena Malioboro

merupakan pusat perekonomian dan pusat tujuan wisata belanja terbesar di Kota

Yogyakarta, yang tentunya tidak akan pernah sepi dari pengunjung dan lalulintas

kendaraan bermotor, didukung dengan lebar jalan yang cukup sempit tentunya

3

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69788/potongan/S1-2014... · BAB I . PENDAHULUAN . 1.1 Latar Belakang . Kawasan perkotaan adalah

akan berdampak pada kepadatan lalulintas yang tinggi dan penumpukan gas CO di

daerah tersebut. Serta karakteristik sebagian besar jalan di Kawasan Malioboro

merupakan jalan satu arah dan jarang sekali terdapat lampu merah yang akan

menghambat pergerakan kendaraan bermotor, sangat sesuai dengan kriteria dalam

penghitungan konsentrasi gas CO dengan metode yang akan digunakan, yaitu

metode AEOLIUS.

Keberadaan bangunan yang mengapit jalan-jalan di Kawasan Malioboro

harus sangat diperhitungkan karena dengan ketinggian bangunan yang sangat

bervariasi dan jarak bangunan terhadap jalan yang sempit, akan menyebabkan

banyak gas CO terjebak diantaranya dan sulit keluar. Permasalahan baru yang

timbul adalah persebaran bangunan dan ketinggian bangunan di kawasan tersebut

perlu diketahui karena sangat erat kaitannya dengan pola persebaran gas CO di

lapangan. Untuk itu perlu adanya pemetaan ketinggian bangunan di Kawasan

Malioboro dengan bantuan teknologi data penginderaan jauh, agar nantinya pola

persebaran gas CO dapat dianalisis secara keruangan dengan lebih baik. Data

penginderaan jauh, dalam hal ini pemanfaatan data LiDAR, akan sangat

membantu dalam pengumpulan data ketinggian bangunan yang sangat banyak

secara cepat dan akurat, serta dengan citra orthofoto yang memiliki resolusi sangat

tinggi dapat diketahui bentuk dan persebaran bangunan-bangunan di kawasan

penelitian dengan sangat akurat. Adanya data penginderaan jauh tersebut,

diharapkan mampu membangun model atau Peta Ketinggian Bangunan dengan

baik. Diharapkan nantinya terdapat gambaran yang jelas tentang kondisi jalan dan

bangunan di sekitarnya yang menyebabkan perbedaan konsentrasi gas CO.

1.2 Permasalahan

Karbon monoksida (CO) adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan

tidak berasa. Dimana di daerah perkotaan banyak bersumber dari asap kendaraan

bermotor yang berada di jalan raya. Masyarakat yang pertama kali dirugikan

adalah pejalan kaki dan orang-orang yang hidup dan bekerja di dekat jalan raya.

Setiap hari mereka akan terpapar oleh gas CO yang tidak bisa mereka hindari

karena ruang gerak mereka berada sangat dekat dengan sumber gas CO. Oleh

4

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69788/potongan/S1-2014... · BAB I . PENDAHULUAN . 1.1 Latar Belakang . Kawasan perkotaan adalah

karena itu, perlu adanya informasi lokasi-lokasi yang memiliki potensi gas CO

besar, sehingga masyarakat dan pemerintah dapat mengambil langkah untuk

paling tidak mereduksi jumlah gas CO yang ada di sekitar mereka.

Bentuk informasi yang mampu menggambarkan pola penyebaran potensi gas

CO adalah berupa pemodelan spasial. Bentuk penyajian pemodelan spasial yang

dianggap sesuai adalah dengan menggunakan peta. Dipilih disajikan dalam bentuk

peta karena peta dipandang mampu menyajikan suatu fenomena di permukaan

bumi secara keruangan dengan baik dan pengguna akan lebih mudah

menginterpretasinya.Terlebih lagi di daerah penelitian belum terdapat peta yang

menyajikan potensi konsentrasi gas CO sebelumnya.

Penelitian ini menggunakan beberapa sumber data untuk penentuan potensi

konsentrasi gas CO di suatu titik. Misalnya untuk variabel jalan (panjang dan

lebar jalan) dan bangunan (tinggi dan bentuk alas bangunan/ footprint) dapat

diperoleh dari data penginderaan jauh, serta data meteolorologi (angin dan

konsentrasi CO lapangan) untuk menghitung gas CO diperoleh dari data lapangan.

Salah satu data penginderaan jauh yang akan digunakan untuk membantu

dalam menentukan ketinggian bangunan adalah menggunakan data LiDAR dan

orthofoto. LiDAR (Light Detection and Ranging) digunakan untuk

mengumpulkan nilai-nilai ketinggian yang sangat padat dan akurat (Schmid dkk,

2008). LiDAR menggunakan teknologi penginderaan jauh aktif mirip dengan

radar tetapi menggunakan pulsa cahaya dan bukan gelombang radio.

Pengumpulan data ketinggian dengan menggunakan LiDAR memiliki beberapa

keunggulan, antara lain resolusi yang tinggi dengan akurasi hingga sentimeter,

sehingga cocok untuk digunakan di daerah perkotaan. Data LiDAR mampu

menampilkan model elevasi digital resolusi tinggi hingga menampilkan

ketinggian-ketinggian bangunan secara akurat. Diharapkan pemanfaatan data

LiDAR dapat dilakukan secara optimal terutama untuk membangun model

ketinggian bangunan karena model tersebut akan menjadi dasar dalam analisis

selanjutnya. Pembangunan model ketinggian bangunan dapat dioptimalkan

dengan bantuan citra orthofoto yang memiliki resolusi tinggi, sehingga bentuk

alas (footprint) bangunan dapat diinterpretasi dengan sangat jelas.

5

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69788/potongan/S1-2014... · BAB I . PENDAHULUAN . 1.1 Latar Belakang . Kawasan perkotaan adalah

Pemodelan dalam penelitian ini menggunakan metode AEOLIUS yang

diimplementasikan dari metode Operational Street Pollution Model (OSPM)

digunakan untuk memodelkan polusi udara pada tingkat jalan. Metode ini

menghitung konsentrasi gas buang menggunakan kombinasi antara kontribusi

langsung dan sirkulasi polutan itu sendiri. Asumsi yang digunakan dalam metode

tersebut adalah bahwa kepadatan lalulintas dan emisinya terdistribusi secara

merata ke seluruh jalan dan bangunan yang mengapitnya. Terkait dengan hal

tersebut maka diambil pertanyaan penilitian, sebagai berikut:

1. Bagaimana memperoleh data ketinggian bangunan dengan

memanfaatkan DEM data LiDAR di sebagian Kawasan Malioboro?

2. Bagaimana memetakan ketinggian bangunan di sebagian Kawasan

Malioboro?

3. Bagaimana memetakan konsentrasi gas CO di sebagian Kawasan

Malioboro?

1.3 Tujuan

1. Memperoleh data ketinggian bangunan dengan memanfaatkan DEM data

LiDAR di sebagian Kawasan Malioboro.

2. Memetakan ketinggian bangunan di sebagian Kawasan Malioboro.

3. Memetakan potensi konsentrasi gas CO di sebagian Kawasan Malioboro.

1.4 Sasaran Penelitian

1. Data ketinggian bangunan hasil pemanfaatan DEM data LiDAR di

sebagian Kawasan Malioboro.

2. Peta Klasifikasi Ketinggian Bangunan di Sebagian Kawasan Malioboro.

3. Peta Potensi Konsentrasi Gas CO di Sebagian Kawasan Malioboro.

1.5 Kegunaan Penelitian

1. Memberikan gambaran tentang pemetaan potesi konsentrasi gas CO di

perkotaan yang dihubungkan dengan bangunan sebagai penghalang

tersebarnya gas CO tersebut.

6

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69788/potongan/S1-2014... · BAB I . PENDAHULUAN . 1.1 Latar Belakang . Kawasan perkotaan adalah

2. Dapat digunakan sebagai salah satu acuan dalam mengambil kebijakan

pengelolaan lingkungan terhadap polusi udara di daerah yang dikaji.

1.6 Telaah Pustaka

1.6.1 Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem Informasi Geografis adalah suatu sistem untuk pengelolaan,

penyimpanan, pemrosesan atau manipulasi, analisis dan penayangan data, yang

mana data tersebut secara spasial (keruangan) terkait dengan muka bumi

(Aronoff, 1989). Secara garis besar, SIG dibagi menjadi empat subsistem yang

saling terkait, yaitu masukan (input) data, pengolahan atau manajemen data,

manipulasi dan analisis, serta keluaran (output) data.

a. Masukan (input) data

Masukan data dalam SIG biasanya berupa data grafis atau data spasial dan

data atribut atau tabular. Kumpulan dari data tersebut disebut basis data

(database). Masukan data harus diubah dulu ke dalam bentuk digital agar

dapat dianalisis menggunakan SIG. Proses pengubahan data ke dalam

bentuk digital ini dinamakan encoding. Proses encoding itu sendiri terdiri

dari dua macam yaitu secara manual menggunakan digitizer serta secara

otomatis dengan penyiaman (scanning).

b. Pengolahan atau manajemen data

Manajemen data meliputi semua operasi penyimpanan, pengaktifan,

pemanggilan kembali, dan pencetakan semua data yang diperoleh dari

masukan data. Struktur data spasial dalam SIG terdiri dari dua macam, yaitu

struktur data vektor, yang kenampakan keruangannya akan disajikan dalam

bentuk titik dan garis yang membentuk kenampakan tertentu, serta struktur

data raster, yang kenampakan keruangannya disajikan dalam bentuk

konfigurasi sel-sel yang membentuk gambar. (Aronoff 1989).

c. Manipulasi dan analisis data

Manipulasi dan analisis data merupakan salah satu kemampuan SIG untuk

menghasilkan informasi baru sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

d. Keluaran (output) data

7

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69788/potongan/S1-2014... · BAB I . PENDAHULUAN . 1.1 Latar Belakang . Kawasan perkotaan adalah

Keluaran adalah seperangkat prosedur yang digunakan untuk menampilkan

informasi dari SIG dalam bentuk yang disesuaikan dengan pengguna.

Output data berupa data digital yang ditayangkan monitor maupun dalam

cetak kertas. Kedua output tersebut diperoleh dari konversi data analog

maupun hasil pemrosesan (seperti overlay, klasifikasi, maupun pemodelan).

1.6.2 Pemodelan Spasial Menggunakan SIG

Kemajuan pengembangan teknologi SIG (Sistem Informasi Geografis) saat

ini, pemanfaatan SIG sangat berkembang luas. SIG dibutuhkan oleh semua

cabang ilmu yang membutuhkan analisis geospasial untuk mendukung tugas

dan menyelesaikan permasalahannya (Kraak dan Ormeling, 2002). Termasuk

di dalamnya, pemanfaatan SIG digunakan dalam membangun suatu model

yang menggunakan data spasial.

Pengertian model itu sendiri adalah suatu bentuk idealisasi dan

penyederhanaan presentasi dari suatu realita. Pembuatan suatu model

memerlukan suatu proses yang dinamakan pemodelan. Dari uraian di atas

dapat disimpulkan bahwa, pemodelan spasial adalah suatu proses dalam

memanipulasi dan menganalisis data yang bersifat keruangan (data spasial)

untuk menghasilkan informasi yang bermanfaat untuk memecahkan masalah-

masalah yang kompleks (Herimurti, 2009).

Pemodelan spasial sangat membantu dalam menemukan hubungan antara

kenampakan-kenampakan geografis, sehingga dapat mengetahui dan

memahami berbagai macam masalah yang ada di dunia nyata. Ada beberapa

alasan mengapa pemodelan spasial perlu dilakukan, antara lain adalah untuk

menentukan suatu masalah secara lebih jelas dan logis, membentuk suatu

kerangka kerja untuk memahami proses-proses yang terjadi di dunia nyata, dan

simulasi untuk menghasilkan suatu data yang terlalu mahal atau sulit diperoleh

(Herimurti, 2009). Dalam pemodelan spasial, ada beberapa tahap yang harus

dikerjakan, antara lain:

a. Identifikasi masalah,

b. Penyederhanaan masalah,

8

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69788/potongan/S1-2014... · BAB I . PENDAHULUAN . 1.1 Latar Belakang . Kawasan perkotaan adalah

c. Menentukan data yang diperlukan untuk memecahkan masalah,

d. Membangun suatu kerangka kerja yang jelas dan logis menggunakan teknik

atau metode yang mapan, dan

e. Menjalankan model tersebut serta memperbaikinya bila perlu.

1.6.3 Peta

Peta sangat berperan penting bagi pengguna untuk mendapatkan informasi

suatu daerah secara spasial sesuai dengan fenomena yang disajikan. Tanpa

peta, seseorang akan sulit untuk mendapatkan jawaban tentang fenomena-

fenomena geografis yang terjadi di suatu daerah dan sulit untuk menganalisa

hubungan secara geospasial suatu fenomena di suatu daerah. Definisi peta

menurut ICA (International Cartographic Assosiation) pada tahun 1973, peta

adalah suatu representasi/ gambaran unsur-unsur atau kenampakan-

kenampakan abstrak, yang dipilih dari permukaan bumi, atau yang ada

kaitannya dengan permukaan bumi atau benda-benda angkasa, dan umumnya

digambarkan pada suatu bidang datar dan diperkecil/ diskalakan (Sukwardjono

dan Sukoco, 1997). Peta harus dibuat dengan prinsip kartografi, yaitu seni,

ilmu pengetahuan dan teknologi tentang pembuatan peta-peta, sekaligus

mencakup studinya sebagai dokumen-dokumen ilmiah dan hasil karya seni

(ICA, 1973 dalam Sukwardjono dan Sukoco, 1997). Tujuan peta disajikan

secara kartografis adalah agar peta mudah dibaca, dianalisis dan mudah

diinterpretasi oleh pembaca peta.

Sukwardjono dan Sukoco (1997) menyebutkan bahwa berdasarkan isinya,

peta dibedakan menjadi 3 macam, antara lain peta topografi, chart dan peta

jalan, serta peta tematik. Peta topografi adalah peta yang memberikan

gambaran umum mengenai terain atau permukaan bumi. Chart dan peta jalan

disusun dengan tujuan sebagai alat bantu dalam navigasi darat, laut maupun

udara. Peta tematik adalah suatu peta yang menggambarkan informasi kualitatif

ataupun kuantitatif tentang kenampakan-kenampakan atau konsep yang

spesifik yang ada hubungannya dengan detail topografi tertentu (Bos, 1977

dalam Sukwardjono dan Sukoco, 1997).

9

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69788/potongan/S1-2014... · BAB I . PENDAHULUAN . 1.1 Latar Belakang . Kawasan perkotaan adalah

Tahap permulaan dalam pembuatan peta, terutama untuk peta tematik

adalah pengumpulan data. Data yang dikumpulkan harus dapat dipercaya,

lengkap, akurat, memiliki lokasi dan distribusi geografis yang jelas, serta

sedapat mungkin merupakan data terbaru (Sukwardjono, 2009). Ada beberapa

hal yang perlu diperhatikan dalam pengumpulan data yang disebutkan dalam

Sukwardjono (2009), antara lain sumber data, macam data, cara memperoleh

data, evaluasi dan analisis data. Sumber data dapat merupakan data sekunder

dari instansi resmi baik pemerintah atau swasta yang berwenang dalam

bidangnya. Macam data dikumpulkan berdasar tujuan pemetaannya dan dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu data pokok dan data bantu. Data pokok yaitu data

yang menjadi tujuan utama pemetaannya, sedangkan data bantu adalah data

pendukung yang mungkin dapat digunakan dalam analisis pada peta

selanjutnya. Data dapat diperoleh dengan dua macam cara, antara lain langsung

pengukuran di lapangan baik dengan cara sampling atau sensus disebut dengan

data primer, serta pengumpulan data dari instansi terkait disebut data sekunder.

Tahap analisis data diakhir pengumpulan data perlu dilakukan untuk evaluasi

baik kelengkapan data, dapat dipercaya atau tidak dan ketelitian datanya.

Tiga tahapan dalam pembuatan desain peta, antara lain desain peta dasar,

desain isi peta dan desain layout peta (Sukwardjono, 2009). Desain peta dasar

merupakan kerangka untuk menempatkan unsur-unsur atau obyek yang

dipetakan. Unsur geografi dalam peta dasar antara lain grid dan gratikul, pola

aliran, relief, jalan, administrasi dan nama-nama geografi. Tidak semua unsur

tersebut ditampilkan di setiap peta dasar, hanya dipilih dan disesuaikan dengan

tema yang ditentukan, sehingga peta dasar benar-benar fungsional dan dapat

mendukung isi temanya. Desain unsur geografi yang ditampilkan pada peta

dasar juga harus diperhatikan, terutama tentang konsep dasar keruangnnya,

antara lain titik, garis dan area. Kenampakan titik yang hanya memiliki unsur

posisi, misalnya gedung sekolah, kota, kabupaten, dan sebagainya.

Kenampakan linier merupakan kenampakan satu dimensi yang memiliki unsur

panjang atau jarak, misalnya jalan, sungai, dan sebagainya. Kenampakan area

10

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69788/potongan/S1-2014... · BAB I . PENDAHULUAN . 1.1 Latar Belakang . Kawasan perkotaan adalah

merupakan kenampakan dua dimensi yang memiliki unsur luasan (panjang dan

lebar), misalnya daerah administrasi, danau, dan sebagainya.

Desain isi peta dalam kaitannya tentang desain simbol peta tematik, harus

memperhatikan tiga hal, antara lain sifat dan ukuran data, bentuk, sifat dan cara

penggambaran simbol, serta variabel visual dan persepsi visual peta yang

diharapkan (Sukwardjono, 2009). Sifat data dibedakan menjadi data kualitatif

dan kuantitatif. Sedangkan ukuran data dibedakan menjadi data nominal,

ordinal, interval dan rasio. Ukuran data nominal biasanya memiliki sifat data

kualitatif yang hanya menyebutkan nama dan jenis datanya, sehingga data ini

tidak memiliki tingkatan atau dengan kata lain nilainya sama. Misalnya

terdapat beberapa macam data jenis tanah, antara lain grumusol, regosol,

mediterania, latosol, litosol, dan sebagainya. Data ordinal memiliki sifat

kualitatif dengan membedakan data atas dasar tingkatan tanpa menyebutkan

nilai kuantitatifnya. Misalnya data dikelompokkan atas dasar kualitasnya

menjadi tingkatan rendah, sedang dan tinggi. Data interval dan rasio

merupakan data yang tidak hanya memiliki sifat kualitatif, tetapi sudah dapat

menunjukkan nilai kuantitatifnya yang dapat dibagi menjadi kelas-kelas dan

rangking dengan mencantumkan angka kuantitatifnya. Misal data ketinggian

bangunan dibagi dalam tiga rangking dan kelas, antara lain I (≤ 5 meter), II (5

– 15 meter) dan III (≥ 15 meter). Untuk disajikan dalam peta, data tersebut

harus direpresentasikan dalam bentuk simbol.

Simbol dalam peta menurut bentuknya terdiri dari simbol titik, garis dan

area, sedangkan simbol peta menurut wujudnya berupa simbol abstrak, huruf,

pictorial (nyata) dan geometrik. Dalam mendesain suatu simbol harus

memperhatikan dua kepentingan, yaitu antara pembuat peta dan pengguna peta.

Simbol yang dibuat sebaiknya sederhana, mudah digambar dan cukup teliti

untuk mencerminkan data, sehingga pembuat peta tidak akan terlalu kesulitan

dalam mendesain simbol. Sedangkan dari sisi pengguna peta simbol harus

jelas, mudah dibaca dan menarik, sehingga pengguna peta tidak kesulitan

dalam menginterpretasikan arti dan nilai dari simbol tersebut.

11

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69788/potongan/S1-2014... · BAB I . PENDAHULUAN . 1.1 Latar Belakang . Kawasan perkotaan adalah

Desain simbol dalam pemetaan, baik simbol titik, garis atau area harus

memperhatikan variabel visual dan persepsi visual peta yang diharapkan.

Terdapat tujuh variabel grafis yang secara visual dapat digunakan menjadi

dasar untuk menciptakan beberapa simbol titil, garis dan area, antara lain

posisi, bentuk, ukuran, orientasi, nilai, kepadatan (tekstur) dan warna

(Sukwardjono, 2009). Ketujuh variabel visual tersebut digunakan untuk

mencerminkan data dengan mempertimbangkan sifat dan ukuran data yang

akan dipetakan. Diharapkan dengan pemilihan variabel visual yang tepat, maka

kesan yang ditimbulkan pada simbol peta dapat sesuai dengan sifat dan ukuran

datanya. Dalam analisis data, diharapkan simbol yang ditampilkan dapat

ditangkap kesannya dengan cepat atau secara sekilas oleh pengguna. Perbedaan

kesan yang ditampilkan dalam peta dan secara sekilas dapat ditangkap oleh

pandangan pengguna disebut persepsi visual. Persepsi visual ini timbul dari

desain simbol dengan pemilihan variabel visual yang tepat. Ada empat

tingkatan persepsi visual, antara lain asosiatif, selektif, bertingkat (ordered)

dan kuantitatif. Asosiatif apabila persepsinya tidak ada kepentingan yang lebih

untuk masing-masing data (tidak ada yang ditonjolkan). Selektif apabila

terdapat kesan pengelompokan data. Bertingkat apabila terdapat suatu

tingkatan didalamnya. Kuantitatif biasanya menyajikan tentang sesuatu tentang

jumlah (memperlihatkan jumlah data). Hubungan antara ukuran data, persepsi

visual dan variabel visual dapat lebih jelas dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Hubungan Ukuran Data, Persepsi Visual dan Variabel Visual

Ukuran Data

Persepsi Visual

Variabel Visual Posisi Bentuk Arah Warna Tekstur Nilai Ukuran

Nominal Asosiatif + + + + - - - Selektif - - o ++ + + +

Ordinal Bertingkat - - - - o + + Interval

Kuantitatif - - - - - - ++ Rasio

Sumber: Sukwardjono, 2009

Keterangan: ++ : Sangat baik

+ : Baik

o : Sedang (lebih baik tidak digunakan)

- : Jelek

12

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69788/potongan/S1-2014... · BAB I . PENDAHULUAN . 1.1 Latar Belakang . Kawasan perkotaan adalah

Desain layout peta pada umumnya menyangkut tentang komposisi peta

atau elemen-elemen yang ada dalam peta. Peta sendiri terdiri dari dua bagian

pokok, antara lain muka peta dan informasi tepi peta. Muka peta adalah

cakupan wilayah yang digambarkan di dalam peta tersebut, berisi tentang

simbol-simbol peta yang dibuat untuk menggambarkan unsur-unsur

kenampakan muka bumi. Informasi tepi peta adalah informasi pendukung

muka peta yang diletakkan di sekitar muka peta. Beberapa contoh informasi

tepi peta yang harus ada di dalam sebuah peta, antara lain judul peta, skala

peta, legenda, grid atau gratikul, inset peta, sumber data dan informasi lain

yang dianggap penting untuk ditampilkan. Pada peta tematik, tidak ada aturan

pasti dalam tata letak informasi tepi peta. Tapi dalam penempatannya harus

memperhitungkan asas keseimbangan dan estetika agar peta dapat jelas dan

menarik untuk dibaca.

Kelebihan penyajian data dalam bentuk peta dibandingkan dengan

penyajian data dalam bentuk lainnya, misal tabel atau deskripsi, yaitu data

yang disajikan dalam bentuk peta dapat dianalisis secara keruangan.

1.6.4 Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh dalam pengertian yang lebih luas adalah pengukuran

atau pemerolehan informasi dari beberapa sifat obyek atau fenomena dengan

menggunakan alat perekam yang secara fisik tidak terjadi kontak langsung atau

bersinggungan dengan obyek atau fenomena yang dikaji (Howard, 1996).

Beberapa komponen sistem penginderaan jauh, yaitu sumber tenaga, atmosfer,

sensor, interaksi antara tenaga dan obyek, perolehan data dan pengguna data.

Sumber tenaga dalam penginderaan jauh dapat berupa tenaga yang

mengenai obyek di permukaan bumi kemudian dipantulkan lagi ke sensor

ataupun berupa tenaga dari obyek yang dipancarkan ke sensor. Tenaga tersebut

sebelum ditangkap oleh sensor akan melalui atmosfer terlebih dahulu dimana

pengaruh atmosfer disini adalah menyeleksi tenaga yang dapat mencapai

permukaan bumi. Tiap obyek mempunyai karakteristik tertentu dalam

memantulkan atau memancarkan tenaga ke sensor. Jika pada suatu luasan

13

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69788/potongan/S1-2014... · BAB I . PENDAHULUAN . 1.1 Latar Belakang . Kawasan perkotaan adalah

tertentu terdapat beberapa jenis benda, maka masing-masing benda akan

memberikan pantulan dan atau memancarkan gelombang elektromagnetik yang

dapat diterima oleh sensor sehingga keberadaan benda tersebut dapat dideteksi

berdasarkan pantulan atau pancaran gelombang elektromagnetik.

Hasil rekaman dari proses tersebut disebut sebagai data penginderaan jauh.

Data penginderaan jauh dapat berupa foto udara, citra satelit dan citra radar.

Untuk memperoleh informasi data tersebut dapat diolah baik secara manual

dengan interpretasi secara visual maupun secara digital dengan menggunakan

komputer dan software tertentu. Hasil interpretasi kemudian akan digunakan

oleh pengguna data untuk berbagai keperluan diantaranya untuk bidang

kehutanan, perkotaan, pertanian, kajian cuaca dan juga dibidang kesehatan.

1.6.5 LiDAR

LiDAR atau Light Detection and Ranging adalah suatu metode

pengumpulan nilai ketinggian yang padat dan akurat (Schmid dkk, 2008).

LiDAR termasuk dalam sistem penginderaan jauh aktif dengan mengirimkan

pulsa cahaya yang dihasilkan dari sensor ke obyek dan kembali ke sensor untuk

pengukuran dan perolehan data ketinggian. Media perekaman LiDAR ada

berbagai macam, dapat menggunakan pesawat atau mobil. Dalam Airborne

LiDAR media terbangnya menggunakan pesawat (Gambar 1.1). LiDAR dapat

mengumpulkan data titik ketinggian dengan sangat cepat (lebih dari 70.000

titik per detik) pada cakupan area yang luas (Schmid dkk, 2008).

Mengumpulkan data ketinggian menggunakan LiDAR memiliki beberapa

keunggulan, antara lain memiliki resolusi dan akurasi yang sangat tinggi.

Data ketinggian obyek yang diperoleh dari sistem LiDAR ini diukur dari

perbedaan waktu perjalanan sinar yang ditembakkan dari sensor ke obyek dan

kembali ke sensor lagi. Lokasi dan ketinggian dari permukaan pantulan

diperoleh dari (1) perbedaan waktu pulsa laser saat dipancarkan hingga

kembali, (2) sudut dari pulsa dipancarkan, dan (3) lokasi dan ketinggian

pesawat dalam hal ini lokasi sensornya (Schmid dkk, 2008). Perekaman data

menggunakan sistem LiDAR ini dapat dilakukan pada malam hari, ketika

14

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69788/potongan/S1-2014... · BAB I . PENDAHULUAN . 1.1 Latar Belakang . Kawasan perkotaan adalah

udara lebih bersih dari polusi dari kendaraan bermotor yang tidak sebanyak di

siang hari. LiDAR tidak dapat merekam menembus awan, hujan atau kabut.

Gambar 1.1 Skematik Dasar Pengumpulan Data Lidar (Sumber: Jie Shan,

dalam Schmid dkk, 2008)

Instrumen LIDAR dapat mengukur permukaan bumi dengan cepat,

contohnya lebih dari 150 kilohertz yaitu 150.000 pulsa per detik (Schmid dkk,

2008). Hasil perekaman LiDAR berupa data titik ketinggian yang telah

tergeoreferensi dengan akurasi yang tinggi atau disebut dengan point cloud.

LiDAR mampu disimpan dalam berbagai format data elevasi digital. Memang

data asli LiDAR adalah berupa data titik (point clouds) yang dapat diproses

menjadi data elevasi digital. Umumnya data titik tersebut diubah menjadi DEM

atau TIN untuk mempermudah analisis atau digunakan membuat kontur.

1.6.5.1 Terminologi Dasar pada LIDAR

Secara lebih detail Schmid (2008) menyebutkan beberapa istilah dalam

terminology dasar LIDAR, antara lain:

a. RMSE (Root Mean Square Error)

Merupakan ukuran dari akurasi data yang mirip dengan ukuran standar

deviasi jika tidak ada data yang bias.

b. Akurasi, Fundamental Vertical Accuracy (FVA)

15

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69788/potongan/S1-2014... · BAB I . PENDAHULUAN . 1.1 Latar Belakang . Kawasan perkotaan adalah

Level akurasi yang tinggi dari data pada area terbuka dengan akurasi

(95%), dihitung dari RMSE menggunakan rumus RMSE x 1,96 = FVA.

c. Klasifikasi

Data yang diproses untuk mendefinisikan atau mendapatkan tipe obyek

dengan pantulan pulsa yang berbeda-beda, untuk bangunan dan vegetasi

yang tinggi bisa tidak dilakukan klasifikasi.

d. Return Number (Pantulan balik pertama/ terakhir)

Beberapa sistem LiDAR mampu menangkap pantulan balik pertama,

kedua, ketiga dan yang paling utama pantulan balik terakhir dari pulsa

laser tunggal. Return number diperlukan untuk membantu menentukan

dari mana pantulan pulsa berasal (misal tanah dan pohon).

e. Jarak antar titik

Seberapa dekat jarak antar titik yang dihasilkan, dianalogikan sebagai

ukuran piksel pada foto udara, disebut juga dengan posting density.

f. Kecepatan pulsa

Salah satu ciri dari tembakan laser point per detik pada instrument LiDAR

adalah berbentuk seperti pohon cemara, yang berasal dari satu titik di

ujungnya dan menyebar ketika ditembakkan dan mendekati tanah. Sistem

yang biasa digunakan di tahun 2008 mampu hingga 100.000 hingga

150.000 pulsa per detik. Ada juga pengambilan data dikerjakan rata-rata

hanya 50.000 hingga 70.000 pulsa per detik.

g. Intensitas data

Ketika pantulan balik dari laser terekam, kekuatan pantulan balik tersebut

juga akan terekam. Nilai tersebut merepresentasikan seberapa baik obyek

dipantulkan oleh panjang gelombang dari cahaya yang digunakan oleh

sistem laser. Data yang dihasilkan menyerupai foto hitam putih tapi tidak

dapat diinterpretasi dengan cara yang sama.

h. RTK GPS (Real Time Kinematic GPS)

Satelit navigasi yang digunakan sebagai pengirim atau carries phase

(waveform) untuk mengirimkan sinyal GPS di dalam sinyal GPS itu

sendiri. Sinyal GPS aktual memiliki frekuensi 1 megahertz dan gelombang

16

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69788/potongan/S1-2014... · BAB I . PENDAHULUAN . 1.1 Latar Belakang . Kawasan perkotaan adalah

pengirim (carries) memiliki frekuensi 1500 megahertz. Walaupun sulit

untuk digunakan dan mahal, tetapi ketika dapat diselesaikan menggunakan

frekuensi tinggi akan menghasilkan posisi yang lebih akurat hubungannya.

i. DEM (Digital Elevation Model)

Surface atau kenampakan permukaan bumi dihasilkan dari data titik

ketinggian yang digunakan untuk merepresentasikan topografi. DEM lebih

mudah digunakan dalam sistem informasi geografis (GIS) daripada data

mentah (raw data) yang hanya berupa titik ketinggian.

1.6.5.2 Akurasi

Alasan utama data LiDAR ini digunakan adalah karena akurasinya yang

sangat tinggi, dan metode yang sangat efektif dalam mengumpulkan data

ketinggian pada area yang luas. Ada beberapa akurasi dalam data LiDAR,

diantaranya akurasi vertikal, horisontal dan temporal.

a. Akurasi Vertikal

Akurasi vertikal sangat penting untuk perbaikan data. Setiap dataset dari

data LiDAR memiliki nilai RMSE kurang dari 20 cm. LiDAR mampu

mengukur ketinggian pada daerah yang belum dikenal atau daerah yang

sulit dijangkau, hal tersebut juga menjadi salah satu alasan bahwa akurasi

LiDAR sangat lebih baik daripada teknik pengumpulan data sebelumnya.

b. Resolusi Horisontal

Resolusi horisontal data LiDAR selalu diasosiasikan dengan resolusi

vertikalnya. Misalnya, variasi kenampakan obyek di permukaan bumi,

contohnya kemiringan lereng. Tingginya variasi kemiringan lereng pada

suatu daerah dapat mengurangi akurasi LiDAR, karena jarak antar titik

yang lebar. Data LiDAR biasanya memiliki jarak antar titik (resolusi

horisontal) antara 1 sampai 4 meter. Tingginya kepadatan titik pada

LiDAR per meter2, yang dapat memiliki lebih dari 8 titik per meternya.

Sehingga akan memiliki resolusi horisontal sebesar kurang dari 30 cm.

c. Resolusi Temporal

Data hasil pengukuran yang selalu diperbaharui, terutama di daerah-daerah

yang dinamika/ perubahannya besar (misal zona transisi pantai dan

17

Page 18: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69788/potongan/S1-2014... · BAB I . PENDAHULUAN . 1.1 Latar Belakang . Kawasan perkotaan adalah

kenampakan hasil antropologi) sangat penting untuk updating data.

Resolusi temporal penting untuk tide-controled pengumpulan data LiDAR.

Pengumpulan data LiDAR yang cepat menjadikan perencanaannya jauh

lebih mudah dilakukan daripada menggunakan sistem forogrametri.

1.6.6 Orthofoto

Orthofoto adalah citra fotografi yang dibangun dari foto udara vertikal atau

foto udara miring dengan menghilangkan efek perpindahan relief medan (relief

displacement) dan kemiringan pesawat (Falker dan Morgan, 2002). Orthofoto

dapat memiliki akurasi posisi yang konstan di seluruh permukaan foto bila

proses yang dilakukan benar, sehingga menghasilkan data yang benar.

Pembuatan orthofoto umumnya didesain dengan parameter yang terkait

dengan akurasi akhir yang diharapkan. Orthofoto dan ground control yang

sesuai merupakan data dasar yang sangat menentukan akurasi orthofoto

tersebut, yang meliputi akurasi jarak dan akurasi area. Kedua akurasi tersebut

didasarkan pada ukuran piksel dari DEM yang digunakan dalam proses

rektifikasi. Namun akurasi orthofoto yang dihasilkan tidak bisa lebih presisi

daripada DEM itu sendiri (Falker dan Morgan, 2002).

Ground control dalam pengkoreksian orthofoto digunakan untuk

menggeoreferensi orthofoto ke posisi geografis yang benar di permukaan bumi.

Proses georeferensi dalam orthofoto dikenal sebagai rektifikasi deferensial.

Rektifikasi deferensial adalah prosedur bertahap yang menggunakan beberapa

ground control point dengan nilai XYZ untuk georeferensi foto udara ke

permukaan bumi, sehingga menghasilkan orthofoto yang benar-benar

orthogonal yang dapat dilakukan pengukuran yang akurat di seluruh

permukaan orthofoto (Falker dan Morgan, 2002). Lokasi dan jumlah ground

control point didasarkan pada skala dan akurasi foto udara yang diinginkan.

Proses yang dilakukan untuk menghilangkan pengaruh perpindahan relief

medan dan kemiringan pesawat adalah diperbaiki dengan DEM yang sesuai

pada area yang sama. DEM yang cocok harus diperoleh untuk memberikan

datum vertikal yang sesuai untuk orthofotonya. Penghilangan pengaruh relief

18

Page 19: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69788/potongan/S1-2014... · BAB I . PENDAHULUAN . 1.1 Latar Belakang . Kawasan perkotaan adalah

medan dan kemiringan pesawat pada orthofoto adalah dengan

menggabungkannya dengan DEM dan meluruskan orthofoto secara orthogonal.

Karena orthofoto dan data LiDAR yang digunakan dalam penelitian ini

direkam secara bersamaan pada tahun 2012, dapat digunakan DEM hasil

pengolahan data LiDAR tersebut.

Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pembuatan orthofoto

yang sesuai, antara lain:

1. Skala orthofoto

2. Jenis citra/ orthofoto yang diperlukan (BW, RGB dan IR)

3. Kejelasan citra (tutupan awan atau tutupan vegetasi)

4. Waktu perekaman

5. Format data/ orthofoto yang digunakan

Data orthofoto yang digunakan dalam penelitian ini direkam bersamaan

dengan pengambilan data LiDAR. Foto udara yang digunakan untuk menyusun

orthofoto ini adalah foto udara medium format. Orthofoto yang dihasilkan

memiliki resolusi spasial sebesar 15 cm yang termasuk dalam resolusi spasial

yang besar.

1.6.7 Pencemaran Udara

Lingkungan udara yang bersih dapat mengalami perubahan yang

disebabkan oleh pencemaran udara, yaitu masuknya zat pencemar (berbentuk

gas-gas dan partikel kecil/aerosol) ke dalam udara (Soedomo, 2001).

Masuknya zat pencemar ke dalam udara dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu

secara alami dan oleh kegiatan manusia. Contoh masuknya zat pencemar ke

udara secara alami, antara lain asap kebakaran hutan, abu vulkanik gunung

berapi dan fenomena lainnya. Tapi pencemaran udara terbesar justru berasal

dari kegiatan manusia, misalnya dari transportasi, industri, sampah, serta hasil

kegiatan rumah tangga lainnya.

Seiring dengan meningkatnya pembangunan fisik kota yang meliputi

kegiatan perkotaan di sektor permukiman, komersial dan industri yang disertai

dengan melonjaknya produksi dan konsumsi kendaraan bermotor pada sektor

19

Page 20: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69788/potongan/S1-2014... · BAB I . PENDAHULUAN . 1.1 Latar Belakang . Kawasan perkotaan adalah

transportasi, menyebabkan peningkatan kepadatan lalulintas yang berakibat

kepada produksi gas buang yang juga meningkat. Gas buang dari kendaraan

bermotor inilah yang menjadi sumber utama pencemaran udara di perkotaan.

Kendaraan bermotor merupakan sumber pencemaran udara yaitu dengan

dihasilkan gas CO, NOX, hidrokarbon, SO2 dan tetraethyl lead yang

merupakan bahan logam timah yang ditambahkan ke dalam bensin berkualitas

rendah untuk meningkatkan nilai oktan guna mencegah terjadinya letupan pada

mesin, dan parameter-parameter penting akibat aktivitas ini adalah CO,

partikulat, NOX, HC, Pb dan SOX (Soedomo, 2001). Diantara semua gas

pencemar udara tersebut, gas CO merupakan gas yang paling banyak

dikeluarkan oleh kendaraan bermotor.

1.6.8 CO (Karbon Monoksida)

Gas CO (Karbon Monoksida) adalah gas yang tidak berwarna, tidak

berbau dan tidak berasa, dan bersumber utama dari pembakaran tidak

sempurna dari kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar fosil, misal

solar, bensin, pertamax dan yang lainnya. Gas CO merupakan bahan pencemar

utama, karena mencapai hampir setengah dari seluruh bahan polutan udara

yang berasal dari transportasi, terutama dari kendaraan bermotor yang

menggunakan bahan bakar bensin (Ferdiaz, 1992 dalam Lamarolla, 2009).

Sifat-sifat fisik gas CO (Karbon Monoksida) dapat dilihat pada Tabel 1.2.

Secara sederhana, pembakaran karbon dalam minyak bakar terjadi melalui

beberapa tahap sebagai berikut (Ferdiaz, 1992 dalam Lamarolla 2009):

2C (g) + O2 (g) 2CO (g) ………………….. (1)

2CO (g) + O2 (g) 2CO (g) ………………….. (2)

Reaksi (1) berlangsung sepuluh kali lebih cepat dibanding reaksi (2). Karena

itu, CO merupakan intermediet pada pembakaran tersebut dan merupakan

produk akhir jika jumlah O2 tidak cukup untuk melangsungkan reaksi (2).

Beberapa proses terbentuknya gas CO hasil emisi kendaraan bermotor

yang ada di udara, antara lain (Wardhana, 2001):

20

Page 21: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69788/potongan/S1-2014... · BAB I . PENDAHULUAN . 1.1 Latar Belakang . Kawasan perkotaan adalah

a. Pembakaran tidak sempurna terhadap karbon atau komponen yang

mengandung karbon.

b. Reaksi antara CO2 dengan komponen yang mengandung karbon pada suhu

tinggi misalnya pada mesin yang terlalu panas.

Tabel 1.2 Sifat-sifat fisik gas CO (Karbon Monoksida)

1 Massa molekul aktif 28,1 2 Titik kritis -140,20C pada 34,5 atm 3 Titik cair -205,10C 4 Titik didih -191,50C 5

Kepadatan pada 00C, 1 atm Kepadatan pada 250C, 1 atm

1,250 g/L 1,145 g/L

6 Berat relatif terhadap udara 0,967 7 Kelarutan dalam air pada

00C, 1 atm 250C, 1 atm 370C, 1 atm

3,54 ml/100mL 2,14 ml/100mL 1,83 ml/100mL

8 Faktor konversi pada 00C, 1 atm

1 mg/m3 = 0,800 ppm 1 ppm = 1,250 mg/m3

250C, 1 atm 1 mg/m3 = 0,873 ppm 1 ppm = 1,145 mg/m3

Sumber: WHO, 1979 dalam Lamarolla, 2009

Gas CO bersumber utama dari emisi kendaraan bermotor, maka daerah

perkotaan yang berpenduduk padat dengan lalulintas yang tidak pernah sepi

menjadikan konsentrasi yang tinggi di daerah tersebut. Di jalan raya, padatnya

lalulintas hingga kemacetan oleh kendaraan bermotor menyebabkan

terakumulasinya gas CO di sepajang jalan. Gas CO yang dikeluarkan saat

kendaraan dalam keadaan diam dan berjalan ternyata memiliki konsentrasi

yang berbeda. Gas CO yang dikeluarkan kendaraan bermotor dalam kondisi

idle (diam) lebih besar 4-6% dibanding dengan kendaraan bermotor yang

berjalan normal sebesar 1-4% (Sidjabat dkk, 2000 dalam Widayani, 2004).

Selain dari faktor sumber pencemar, konsentrasi dan penyebaran gas CO

di udara tergantung pada lingkungannya, yaitu pengaruh arah dan kecepatan

21

Page 22: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69788/potongan/S1-2014... · BAB I . PENDAHULUAN . 1.1 Latar Belakang . Kawasan perkotaan adalah

angin, serta keadaan topografi daerah tersebut. Kecepatan angin berpengaruh

pada kecepatan dispersi gas CO di udara, sedangkan arah angin berpengaruh

pada kecenderungan arah dari penyebaran gas CO di udara. Keadaan topografi

daerah sekitar, misal gedung-gedung di daerah perkotaan menjadi suatu

penghalang gas CO tersebar bebas di udara.

1.6.9 Kendaraan Bermotor

Di daerah perkotaan, kendaraan bermotor adalah sumber polusi udara

utama. Berbagai jenis kendaraan bermotor secara bersamaan berada dalam

suatu ruas jalan, dengan tingkat emisi atau polutan yang dikeluarkan berbeda-

beda. Misalnya sepeda motor dengan mobil akan mengeluarkan emisi dalam

jumlah yeng berbeda. Selain itu, pada umumnya kendaraan bermotor yang

melaju di jalan raya adalah kendaraan bermotor lama yang akan mengeluarkan

emisi berbeda dan tentunya lebih banyak dari kendaraan bermotor baru. Untuk

menyetarakan besarnya emisi yang dikeluarkan kendaraan bermotor dari

berbagai jenis dan berbagai tahun digunakan faktor emisi kendaraan bermotor

di jalan. Faktor emisi kendaraan bermotor yang digunakan merupakan faktor

emisi kendaraan bermotor tahun 1996 dengan bahan bakar bensin. Faktor emisi

kendaraan bermotor yang digunakan bukan merupakan faktor emisi kendaraan

yang terbaru, karena dianggap kendaraan bermotor yang berada di jalan

merupakan kendaraan bermotor lama.

Tabel 1.3 Faktor Emisi Kendaraan Bermotor di Jalan (g.km-1 per unit

kendaraan) Tahun 1996

Kategori CO Sepeda motor 16,53 Kendaraan ringan 14,86 Kendaraan berat 18,73

Sumber: Buckland dan Middleton (1999)

Jika konsentrasi gas CO dihitung dengan menggunakan faktor emisi

kendaraan bermotor tahun 1996, berbeda halnya dengan menghitung kepadatan

lalulintas kendaraan bermotor. Kepadatan kendaraan bermotor dihitungan

dengan menggunakan Satuan Mobil Penumpang (SMP), yaitu satuan arus

22

Page 23: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69788/potongan/S1-2014... · BAB I . PENDAHULUAN . 1.1 Latar Belakang . Kawasan perkotaan adalah

lalulintas, dimana arus dari berbagai tipe kendaraan telah diubah menjadi

kendaraan ringan (termasuk mobil penumpang) dengan menggunakan emp

(Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997). Penggunaan satuan ini diperlukan

karena setiap jenis kendaraan memiliki besaran pengaruh yang berbeda

terhadap kepadatan lalulintas. Pengkoversian satuan mobil penumpang ini

menggunakan nilai ekivalensi mobil penumpang (emp), yaitu faktor konversi

berbagai jenis kendaraan dibandingkan dengan mobil penumpang atau

kendaraan ringan lainnya sehubungan dengan dampaknya pada perilaku

lalulintas, untuk mobil penumpang dan kendaraan ringan lainnya emp = 1,0

(Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997).

Tabel 1.4 Nilai emp setiap jenis kendaraan

Jenis kendaraan Emp Kendaraan ringan 1,0 Kendaraan berat 1,3 Sepeda motor 0,2

Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997)

Tipe kendaraan menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI)

Indonesia (1997) sesuai klasifikasi Bina Marga, disebutkan:

• Kendaraan ringan meliputi mobil penumpang, oplet, mikrobis, pick-up dan

truk kecil,

• Kendaraan berat meliputi bis, truk 2 as, truk 3 as dan truk kombinasi,

• Sepeda motor meliputi sepeda motor dan kendaraan roda 3.

1.6.10 Jalan Raya

Jalan raya digunakan sebagai jalur utama dimana polutan dari kendaraan

bermotor berasal. Faktor penting yang dilihat dari variabel jalan adalah

geometri jalannya. Geometri jalan di sini maksudnya adalah suatu bangun jalan

raya yang menggambarkan tentang bentuk/ ukurannya baik menyangkut

penampang melintang, memanjang ataupun aspek lain yang terkait dengan

bentuk fisik jalan (Suraji, 2008).

Penampang melintang jalan secara umum yang sesuai dengan karakteristik

jalan pada penelitian ini adalah jalan yang pada kedua sisinya diapit oleh

23

Page 24: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69788/potongan/S1-2014... · BAB I . PENDAHULUAN . 1.1 Latar Belakang . Kawasan perkotaan adalah

bangunan yang cukup rapat sehingga memungkinkan terjadinya pusaran angin

di antara bangunan-bangunan tersebut (Gambar 1.4). Besar pusaran angin ini

akan sangat ditentukan oleh tinggi bangunan dan lebar jalan. Besar pusaran

angin ini akan mempengaruhi penyebaran konsentrasi polutan yang

dikeluarkan oleh kendaraan bermotor dan tersebar di seluruh bagian jalan.

Gambar 1.2 Penampang melintang jalan dan pusaran angin yang terjadi di

dalamnya (Sumber: Berkowicz dkk, 1997)

1.6.11 Bangunan

Perkembangan kota yang semakin hari semakin padat, menyebabkan

pertumbuhan gedung sulit dikendalikan. Utamanya di dekat jalan raya,

pertumbuhan gedung terjadi sangat cepat. Pertumbuhan gedung di sekitar jalan

akan mempengaruhi geometri jalan, dimana pada akhirnya di daerah perkotaan,

jalan akan diapit oleh bangunan pada kedua sisinya. Dimana jalan yang berada

di antara bangunan tersebut tidak pernah sepi dari kendaraan bermotor yang

mengeluarkan polutan hasil pembakaran bahan bakar yang tidak sempurna.

Bangunan pada penelitian ini berperan sebagai variasi topografi atau

ketinggian di daerah perkotaan yang pada umumnya memiliki kemiringan

lereng yang datar. Keberadaan bangunan di kiri kanan jalan akan membentuk

seolah seperti ngarai atau dinding yang membatasi jalan, yang akan menjebak

polutan dari kendaraan bermotor berada di dalamnya. Sehingga polutan sulit

keluar menembus dinding-dinding bangunan, pada akhirnya polutan akan

mencari jalan keluar hingga ke luar sampai atap bangunan dengan bantuan

angin. Istilah ngarai pada jalan ini menjadikan seolah-olah jalan dan bangunan

di antaranya seolah-olah sebagai mangkok besar yang berisi polutan, dimana

bila ada pergerakan angin, polutan di dalamnya juga akan ikut bergerak dan

akan terkonsentrasi pada satu sudut tertentu. Ketinggian bangunan yang

24

Page 25: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69788/potongan/S1-2014... · BAB I . PENDAHULUAN . 1.1 Latar Belakang . Kawasan perkotaan adalah

berbeda di kedua sisi jalan akan memberikan pengaruh yang berbeda pada pola

penyebaran polutan.

1.6.12 Angin

Angin adalah udara yang bergerak karena adanya perbedaan tekanan di

bumi (Habibie dkk, 2011). Angin selalu bergerak dari daerah yang bertekanan

udara tinggi ke daerah yang tekanannya rendah. Pergerakan angin inilah yang

menjadi faktor penting dalam menggerakkan polutan ke berbagai arah di

sepanjang jalan.

Variabel yang selalu berkaitan dengan angin adalah kecepatan angin dan

arah angin. Kecepatan angin berpengaruh pada seberapa cepat polutan bergerak

ke berbagai sudut di ruang antara bangunan kemudian dapat melompat ke atas

atap bangunan. Arah angin berpengaruh pada kecenderungan arah/ kemana

polutan akan tersebar di sepanjang jalan.

1.6.13 Operational Street Pollution Model (OSPM)

Operational Street Pollution Model (OSPM) adalah metode untuk

memodelkan polusi di ngarai jalan. Ngarai jalan adalah konfigurasi jalan

dimana di kedua sisinya terdapat bangunan yang rapat, sehingga bila dilihat

secara melintang akan terlihat seperti huruf U. Bangunan-bangunan yang

mengapit jalan itulah yang digunakan dasar pemodelan, bahwa polutan/ emisi

dari kendaraan bermotor akan terperangkap di dalam ngarai jalan.

Model dispersi yang didasarkan pada model OSPM hanya digunakan

untuk memprediksi konsentrasi tertinggi dengan mengabaikan kondisi

meteorologi aktual (Berkowicz dkk, 1997). Konsentrasi polutan dihitung

menggunakan kombinasi dua model, plume model untuk kontribusi langsung

dan box model untuk sirkulasi polutan di sepanjang jalan (Gambar 1.3).

Kontribusi langsung pada model OSPM dihitung dengan mengasumsikan

bahwa kepadatan lalulintas dan emisi terdistribusi secara merata ke seluruh

ngarai jalan. Bidang emisi dianggap sebagai sumber garis yang kecil dan

tegaklurus dengan arah angin di tingkat jalan dan dengan ketebalan tertentu.

25

Page 26: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69788/potongan/S1-2014... · BAB I . PENDAHULUAN . 1.1 Latar Belakang . Kawasan perkotaan adalah

Asumsi yang digunakan dalam model ini adalah arah angin ditingkat jalan

diasumsikan sebagai cermin yang memantulkan angin ditingkat atap.

Gambar 1.3 Ilustrasi skema prinsip dasar model dalam OSPM. Konsentrasi

dihitung sebagai jumlah aliran kontribusi langsung dan sirkulasi

polusi. (Sumber: National Environmental Research Institute,

Denmark 2007)

Angin ditingkat atap yang masuk ke dalam ngarai jalan akan meyebabkan

terjadi pusaran angin di dalam ngarai, atau dapat disebut sebagai resirkulasi

udara. Zona resirkulasi dihitung disepanjang arah angin, yaitu dua kali

ketinggian bangunan yang melawan arah angin. Dengan demikian, dapat

diketahui bahwa ketinggian bangunan sangat mempengaruhi lebar zona

resirkulasi di dalam ngarai jalan.

Reseptor pada leeward side atau pada sisi bangunan yang melawan arah

angin akan menerima kontribusi emisi kendaraan bermotor dari dalam zona

resirkulasi, dari sirkulasi polusi itu sendiri dan sebagian emisi dari luar daerah

pusaran.Sedangkan windward side hanya menerima dari sirkulasi polusi itu

sendiri dan emisi dari luar zona resirkulasi saja. Dengan semikian reseptor pada

leeward side akan menerima emisi/ polusi dari kendaraan bermotor lebih

banyak daripada windward side. Tetapi bila kecepatan angin pada tingkat jalan

mendekati nol atau sejajar dengan jalan, akan menjadikan konsentrasi polusi di

kedua sisi jalan menjadi sama.

26

Page 27: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69788/potongan/S1-2014... · BAB I . PENDAHULUAN . 1.1 Latar Belakang . Kawasan perkotaan adalah

Kontribusi resirkulasi dihitung dengan menggunakan asumsi bahwa zona

resirkulasi memiliki bentuk trapesium yang mengerucut ke arah windward side,

dengan panjang tepi atas trapesium maksimal adalah setengah dari panjang

pusaran. Konsentrasi di zona sirkulasi dihitung dengan asumsi bahwa tingkat

masuknya polutan ke dalam zona sirkulasi sama dengan tingkat keluarnya dan

bahwa polutan tersebar dengan baik di dalam zona tersebut (National

Environmental Research Institute, Denmark 2007).

Metode OSPM ini sangat fleksibel untuk digunakan dalam berbagai

macam geometri jalan. Penghitungan konsentrasi polusi pada jalan dengan

konfigurasi bangunan yang tidak teratur atau bahkan bangunan pada satu sisi

jalan saja dapat dilakukan dengan metode ini. Tapi metode ini memang paling

cocok digunakan pada jalan dengan konfigurasi bangunan yang rapat berada di

kedua sisinya. Model yang dikembangkan dengan metode OSPM tidak terlalu

cocok digunakan untuk persimpangan dan lokasi yang jauh dari jalur lalulintas.

Gambar 1.4 Struktur Model dalam OSPM (Sumber: National Environmental

Research Institute, Denmark 2007)

Model OSPM dikembangkan di kota-kota di Eropa dimana memiliki

bentuk, tinggi dan susunan bangunan yang hampir sama dengan jarak

bangunan yang sangat rapat, sehingga membentuk konfigurasi jalan yang

memang ideal untuk model ini. Keadaan kota di Eropa berbeda dengan

keadaan kota di Indonesia, dimana bentuk bangunan yang sangat berbeda-

27

Page 28: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69788/potongan/S1-2014... · BAB I . PENDAHULUAN . 1.1 Latar Belakang . Kawasan perkotaan adalah

beda, susunan bangunan yang tidak terlalu teratur, tinggi bangunan dan jarak

antar bangunan yang sangat bervariasi. Keadaan di Indonesia ini sama sekali

bukan keadaan ideal dalam model OSPM. Untuk itu agar dapat diaplikasikan

dalam model OSPM, keadaan tersebut dianggap sebagai keadaan ideal,

sehingga tinggi bangunan yang sangat bervariasi, susunan bangunan dan jarak

antar bangunan yang tidak sama akan diabaikan.

1.6.14 AEOLIUS

AEOLIUS adalah model dispersi atmosfer, yang digunakan untuk

memperhitungkan penyebaran polutan oleh angin yang bertiup di bagian atas

ngarai jalan (Harris, 2004). Model AEOLIUS ini didasarkan pada konsep yang

digunakan dalam model OSPM (Operational Street Pollution Model). Sama

dengan model OSPM, model AEOLIUS juga memodelkan polusi di ngarai

jalan, dengan konfigurasi jalan yang ideal adalah bila jalan di kedua sisinya

diapit oleh bangunan-bangunan yang tinggi dan rapat, sehingga banyak polusi

yang terperangkap di dalamnya.

Keadaan di lapangan dan keadaan ideal yang diharapkan oleh model dalam

hal bangunan yang membentuk konfigurasi jalan memang tidak selalu sama.

Keadaan bangunan-bangunan yang mengapit jalan di Indonesia sangat berbeda

dengan yang diharapkan oleh model, dimana banyak bangunan memiliki

ketinggi yang sangat bervariasi dan banyak diantaranya yang tidak terlalu

tinggi, misal hanya satu lantai saja. Jarak antar bangunan juga sangat

bervariasi, mulai dari sangat rapat hingga renggang, lebar jalan yang

memisahkan bangunan yang membentuk ngarai jalan juga bervariasi besarnya.

Keadaan tersebut akan menyebabkan banyak polusi yang dapat melompat

keluar dari jalan utama yang menjebaknya. Keadaan-keadaan di lapangan

tersebut diasumsikan sebagai keadaan ideal agar metode ini dapat dikerjakan.

AEOLIUS dan OSPM merupakan model yang menghitung konsentrasi

emisi dari kendaraan bermotor pada dua sisi ngarai jalan, yaitu leeward dan

windward side. Karena sisi leeward posisinya melawan arah angin dari tingkat

atap yang akan masuk kedalam ngarai jalan maka sisi leeward akan menerima

28

Page 29: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69788/potongan/S1-2014... · BAB I . PENDAHULUAN . 1.1 Latar Belakang . Kawasan perkotaan adalah

kontribusi polusi kendaraan bermotor lebih banyak daripada sisi windward

yang posisinya sejajar dengan arah angin.

Ada tiga prinsip kontribusi yang digunakan, yaitu kontribusi langsung,

kontribusi resirkulasi dan kontribusi urban background. Kontribusi langsung

adalah polutan yang dihasilkan langsung dari sumber/ kendaraan bermotor

yang secara langsung juga diterima oleh receptor. Kontribusi resirkulasi adalah

pengaruh angin ditingkat atap yang menghasilkan pusaran angin di dalam

ngarai jalan yang menyebabkan polutan mengalir ke bagian atas ngarai.

Pada prinsipnya, metode AEOLIUS adalah model dengan konsep yang

diimplementasikan dari metode OSPM. Perbedaannya yaitu, AEOLIUS

mencoba untuk membuat model yang user friendly sehingga lebih mudah

untuk diikuti, terutama dalam persamaan-persamaan yang ada di dalamnya

untuk menghitung konsentrasi polusi di ngarai jalan.

1.7 Penelitian Sebelumnya

Penelitian yang hampir sama dilakukan oleh Wang, Bosch dan Kuffer (2008)

dengan judul “Modelling Urban Traffic Air Pollution Dispersion” (Tabel 1.5 No.

1). Penelitian ini bertujuan untuk mendukung pengambilan keputusan terkait

dengan analisis dampak kualitas udara. Penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan pemodelan spasial dispersi polusi udara akibat kepadatan lalulintas

di daerah perkotaan pada tingkat jalan. Penelitian ini menggunakan tiga sistem

sebagai dasar, yaitu basis data model perkotaan, model dispersi dengan database

spasial dan 3D GIS untuk visualisasi. Model dispersi yang digunakan adalah

menggunakan OSPM yang memang ditujukan untuk menentukan tingkat

pencemaran berdasarkan kepadatan lalulintas, meteorologi dan konfigurasi data.

Penelitian ini dilakukan di tempat-tempat yang representatif untuk konfigurasi

jalan di Den Haag, Belanda. Jenis polutan yang dipilih untuk dimodelkan adalah

NO2 dan PM10. Parameter yang dipertimbangkan adalah lebar dan panjang jalan,

ketinggian bangunan, kecepatan dan arah angin, suhu udara, background polusi,

volume lalulintas, jenis dan kecepatan kendaraan. Hasil ditampilkan dalam

tampilan planar dan non-planar dengan bangunan yang diwakili oleh volum kubik.

29

Page 30: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69788/potongan/S1-2014... · BAB I . PENDAHULUAN . 1.1 Latar Belakang . Kawasan perkotaan adalah

Visualisasi hasil juga memasukkan dimensi vertikal daerah yang terpengaruh

polusi tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh Berkowicz (2000) yang berjudul “OSPM – A

Parameterised Street Pollution Model” bertujuan untuk menguji kinerja metode

OSPM dalam memprediksi dan memodelkan polusi akibat kendaraan bermotor di

jalan raya (Tabel 1.5 No. 2). OSPM adalah model parametris, dengan parameter

aliran dan kondisi dispersi pada ngarai jalan dapat ditentukan dari eksperimen dan

analisi data secara ekstensif, serta pengujian terhadap model. Penelitian ini

mengkaji gas NO2 sebagai salah satu polutan dari emisi kendaraan bermotor.

Lokasi penelitian dipilih pada dua jalan yang berbeda negara, yaitu Jalan

Albanigade di Odense, Denmark dan Schildhorstrasse di Berlin, Jerman. Hasil

dari penelitian ini adalah perbandingan konsentrasi NO2 di kedua daerah tersebut,

dengan tidak memvisualisasikan hasil ke dalam model spasial. Kesimpulan dari

penelitian ini menyebutkan bahwa perbandingan perhitungan dan pengukuran

konsentrasi polusi dengan menggunakan model parameter sederhana seperti

OSPM dengan baik dapat memprediksi polusi dari kepadatan lalulintas di jalan.

Penelitian serupa yang pernah dilakukan di Yogyakarta, tepatnya di Jalan

Malioboro adalah penelitian yang dilakukan oleh Lamarolla (2009) dengan judul

“Estimasi Konsentrasi Maksimum CO Menggunakan Model AEOLIUS Di

Sepanjang Jalan Malioboro” (Tabel 1.5 No. 3). Penelitian ini bertujuan untuk

mengestimasi konsentrasi maksimum gas karbon monoksida menggunakan model

AEOLIUS. Hasil dari penelitian ini adalah perbandingan konsentrasi CO hasil

pengukuran di lapangan dengan hasil model AEOLIUS.

Penelitian berjudul “Pemetaan Potensi Konsentrasi Gas CO Di Sebagian

Kawasan Malioboro Menggunakan Metode AEOLIUS” berbeda dengan ketiga

penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk

memetakan potensi konsentrasi gas CO di sebagian Kawasan Malioboro

menggunakan metode AEOLIUS untuk menghitung potensi konsentrasi gas CO

(Tabel 1.5 No. 4). Dibantu dengan menggunakan DEM data LiDAR untuk

membantu memodelkan ketinggian bangunan di kawasan tersebut yang akan

mempengaruhi pola persebaran gas CO.

30

Page 31: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69788/potongan/S1-2014... · BAB I . PENDAHULUAN . 1.1 Latar Belakang . Kawasan perkotaan adalah

Tabel 1.5 Perbandingan Penelitian

No Nama Judul Lokasi Tahun Tujuan Polutan Metode Hasil 1 G Wang,

FHM van den Bosch, M Kuffer

Modelling Urban Traffic Air Pollution Dispersion

Den Haag, Belanda

2008 Mendukung pengambilan keputusan terkait dengan analisis dampak kualitas udara dan penilaian terhadap kesehatan manusia melalui pemodelan spasial dispersi polusi udara akibat kepadatan lalulintas di daerah perkotaan pada tingkat jalan.

NO2 dan PM10

Model dispersi udara menggunakan metode OSPM (Operational Street Pollution Model) yang diaplikasikan dalam pemodelan spasial.

Model 3D konsentrasi polusi tingkat jalan pada tampilan planar dan non planar.

2 Ruwim Berkowicz

OSPM – A Parameterised Street Pollution Model

Jalan Albanigade di Odense, Denmark dan Schildhorstrasse di Berlin, Jerman

2000 Menguji kinerja OSPM sebagai model parametris dalam memprediksi polusi kendaraan bermotor di jalan raya.

NO2 OSPM (Operational Street Pollution Model)

Perbandingan konsentrasi NO2 di Albanigade, Odense dan Schildhorstrasse, Berlin.

3 Anugrah M. Lamarolla

Estimasi Konsentrasi Maksimum CO Menggunakan Model AEOLIUS Di Sepanjang Jalan Malioboro

Jalan Malioboro, Yogyakarta

2009 Estimasi konsentrasi maksimum CO menggunakan model AEOLIUS.

CO Purposive sampling dan menggunakan model AEOLIUS.

Perbandingan konsentrasi CO hasil pengukuran dengan CO model AEOLIUS.

31

Page 32: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69788/potongan/S1-2014... · BAB I . PENDAHULUAN . 1.1 Latar Belakang . Kawasan perkotaan adalah

4 Devita Remala Sari (Penelitian saat ini)

Pemetaan Potensi Konsentrasi Gas CO Di Kawasan Malioboro Menggunakan Metode AEOLIUS

Jalan Malioboro, Yogyakarta

2012 1. Mengetahui tingkat akurasi DEM data LiDAR dalam mengekstraksi data ketinggian bangunan.

2. Memetakan klasifikasi ketinggian bangunan di Kawasan Malioboro.

3. Memetakankan potensi konsentrasi gas CO di Kawasan Malioboro.

CO 1. Ekstraksi data LIDAR untuk ketinggian bangunan

2. Metode AEOLIUS diimplementasikan dari metode OSPM untuk menghitung konsentrasi gas CO

Peta Potensi Konsentrasi Gas CO Di Kawasan Malioboro dan Peta Klasifikasi Ketinggian Bangunan

32

Page 33: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69788/potongan/S1-2014... · BAB I . PENDAHULUAN . 1.1 Latar Belakang . Kawasan perkotaan adalah

1.8 Kerangka Pemikiran Penelitian

1.8.1 Kerangka Pemikiran

Daerah perkotaan sangat erat kaitannya dengan pembangunan fisik kota

yang sangat cepat, baik sarana maupun prasarana pendukung kegiatan

perkotaan. Di dalamnya termasuk sektor transportasi, di satu sisi memiliki

peran utama dalam mendukung mobilitas penduduk kota yang sangat dinamis.

Di sisi lain, sektor transportasi juga berperan besar dalam penurunan kualitas

udara di daerah perkotaan. Penurunan kualitas udara pada umumnya

disebabkan oleh pencemaran udara.

Sumber pencemaran udara dari sektor transportasi utamanya berasal dari

emisi atau gas buang kendaraan bermotor dengan bahan bakar minyak bumi,

yang menghasilkan gas CO, NOx, SO2, Pb dan beberapa gas buang lainnya.

Jenis emisi yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah gas CO (karbon

monoksida) karena komposisi emisi tertinggi yang dikeluarkan kendaraan

bermotor adalah gas CO.

Penelitian ini dilakukan di Kawasan Malioboro yang merupakan daerah

pusat perekonomian di Kota Yogyakarta, sehingga tidak dipungkiri bahwa

kepadatan lalulintas di Kawasan Malioboro selalu ramai terutama dihari libur.

Kepadatan lalulintas di Kawasan Malioboro akan berdampak pada

penumpukan gas CO. Terlebih lagi dengan keadaan topografi di sekitar jalan-

jalan yang terdapat di Kawasan Malioboro yang diapit oleh bangunan dikedua

sisinya, disebut sebagai street canyon atau ngarai jalan, menjadikan gas CO

yang dikeluarkan kendaraan bermotor di Kawasan Malioboro terjebak diantara

bangunan-bangunan tersebut. Keadaan tersebut akan menjadikan pola

persebaran CO yang berbeda dan dengan faktor meteorologi, seperti resirkulasi

angin di dalam ngarai jalan akan membuat konsentrasi CO yang berbeda-beda

di sepanjang jalan tersebut.

Pemodelan spasial yang akan dilakukan adalah pemodelan dengan

mengintegrasikan teknologi SIG (Sistem Informasi Geografis) dengan

teknologi penginderaan jauh. Data penginderaan jauh yang digunakan adalah

data LiDAR (Light Detection and Ranging), yang merupakan teknologi

33

Page 34: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69788/potongan/S1-2014... · BAB I . PENDAHULUAN . 1.1 Latar Belakang . Kawasan perkotaan adalah

penginderaan jauh yang menggunakan pulsa cahaya untuk mendapatkan

informasi ketinggian yang padat dan akurat. Data LiDAR mampu diolah

menghasilkan model elevasi digital dengan resolusi tinggi, sehingga dapat

menampilkan ketinggian-ketinggian bangunan secara akurat. Model elevasi

digital dari data LiDAR tersebut akan digunakan dalam membantu

pengklasifikasian topografi bangunan di Kawasan Malioboro agar lebih efisien.

Data penginderaan jauh yang juga digunakan dalam penelitian ini adalah

citra orthofoto. Informasi yang disadap atau diinterpretasi dari orthofoto adalah

informasi yang berupa penggunaan lahan, berupa obyek bangunan, non

bangunan dan jalan. Pada obyek bangunan, akan sekaligus dapat melihat

footprint bangunannya. Pada obyek jalan, lebar dan panjang jalan juga dapat

ditentukan. Klasifikasi Peta Penggunaan Lahan yang hanya terdiri dari tiga

kelas ini didasarkan pada keperluan analisis penelitian yang tidak

membutuhkan klasifikasi yang terlalu kompleks.

Data yang diperoleh dari data penginderaan jauh dan data meteorologi

yang berupa angin dan kadar CO di lapangan nantinya akan digunakan untuk

masukan data dalam pemodelan konsentrasi gas CO yang dilakukan dengan

menggunakan metode AEOLIUS. Metode AEOLIUS ini diimplementasikan

dari metode OSPM (Operational Street Pollution Model), yaitu suatu metode

untuk memodelkan polusi udara pada street level, sehingga cocok digunakan

dalam penelitian berskala besar. Metode ini mengasumsikan bahwa kepadatan

lalulintas dan emisi yang dikeluarkannya terdistribusi secara merata di seluruh

ngarai jalan.

34

Page 35: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69788/potongan/S1-2014... · BAB I . PENDAHULUAN . 1.1 Latar Belakang . Kawasan perkotaan adalah

1.8.2 Diagram Alir Kerangka Pemikiran Penelitian

Gambar 1.5 Diagram alir kerangka pemikiran penelitian

Per

tany

aan

Pen

elit

ian

Pem

odel

an d

an A

nalis

is

Analisis data LIDAR • Tinggi

bangunan

Analisis data kendaraan • Tipe

kendaraan •Kecepatan

kendaraan •Kepadatan

lalulintas

Analisis data Meteorologi •Kecepatan

angin

•Arah angin •Kadar CO di

Lapangan

Analisis data Orthofoto • Penggunaan

Lahan • Footprint

bangunan

• Lebar jalan • Panjang jalan

Lat

ar B

elak

ang

Gas CO menjadi menumpuk dan terjebak di ngarai jalan

Kepadatan lalulintas di Kawasan Malioboro

Keberadaan bangunan di kiri kanan jalan sebagai ngarai jalan

•Bagaimana cara memanfaatkan DEM data LiDAR sebagai sumber data

untuk memperoleh data ketinggian bangunan di Kawasan Malioboro?

•Bagaimana cara memetakan klasifikasi ketinggian bangunan di Kawasan

Malioboro?

•Bagaimana cara memetakan konsentrasi polusi gas CO di Kawasan

Malioboro?

Analisa Peta Potensi Konsentrasi Gas CO dengan Peta Klasifikasi Ketinggian Bangunan di Kawasan Malioboro

Peta klasifikasi ketinggian Bangunan di Kawasan Malioboro

Peta potensi konsentrasi gas CO di Kawasan Malioboro

Menghitung konsentrasi gas CO dengan menggunakan metode AEOLIUS/ OSPM

Mengklasifikasikan ketinggian bangunan

35

Page 36: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69788/potongan/S1-2014... · BAB I . PENDAHULUAN . 1.1 Latar Belakang . Kawasan perkotaan adalah

1.9 Batasan Penelitian

AEOLIUS adalah model dispersi atmosfer, yang digunakan untk

memperhitungkan penyebaran polutan oleh angin yang bertiup di atas bangunan/

ngarai jalan (Harris, 2004).

Angin adalah suatu gerakan massa udara yang bergerak di atas permukaan

bumi (Asdak, 1995).

Bangunan adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu

dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/ atau

air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kediatannya, baik untuk

hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial,

budaya, maupun kegiatan khusus (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28

Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung). Dalam penelitian ini bangunan diartikan

sebagai suatu variasi topografi atau ketinggian di daerah perkotaan yang

membentuk suatu dinding yang membatasi jalan, dan akan menjebak polutan dari

kendaraan bermotor yang melewati jalan.

Citra adalah gambaran rekaman suatu objek (biasanya berupa gambaran pada

foto) yang dibuahkan secara optik, elektro optik, optik mekanik, atau elektronik.

(Sutanto, 1999)

CO (Karbon Monoksida) adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan

tidak berasa, dan bersumber utama dari pembakaran tidak sempurna dari

kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar fosil, misl solar, bensin,

pertamax dan yang lainnya (Ferdiaz, 1992 dalam Lamarolla, 2009).

DEM (Digital Elevation Model) adalah representasi ketinggian kartografis

digital dari medan pada spasi interval regular arah x dan y, menggunakan nilai z

direferensikan pada datum vertikal (Istarno, 2011 dalam Neritarani 2013).

DSM (Digital Surface Model) adalah representasi ketinggian kartografis

digital dari medan pada posisi arah x,y dengan nilai tinggi (z) merupakan nilai

tinggi dari permukaan puncak pentulan bangunan, pohon, dan fitur objek

ketinggian di atas permukaan bumi (Istarno, 2011 dalam Neritarani 2013).

DTM (Digital Terrain Model) adalah produk data digital yang

merepresentasikan ketinggian permukaan bumi (medan) dan dapat digabungkan

36

Page 37: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69788/potongan/S1-2014... · BAB I . PENDAHULUAN . 1.1 Latar Belakang . Kawasan perkotaan adalah

dengan informasi tambahan, misal breaklines, untuk dapat lebih mewakili

permukaan (Schmid dkk, 2008).

Ekivalensi Mobil Penumpang (emp) adalah faktor konversi berbagai jenis

kendaraan dibandingkan dengan mobil penumpang atau kendaraan ringan lainnya

sehubungan denngan dampaknya pada perilaku lalulintas, untuk mobil

penumpang dan kendaraan ringan lainnya, emp=1 (Manual Kapasitas Jalan

Indonesia/ MKJI, 1997).

Jalan adalah tempat untuk lalulintas orang, kendaraan dan sebagainya

(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008). Jalan dalam penelitian ini diartikan

sebagai tempat untuk lalulintas kendaraan bermotor yang merupakan sumber

polusi udara.

Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya

(Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana

Tata Ruang Wilayah Nasional). Kawasan dalam penelitian ini diartikan sebagai

suatu wilayah yang memiliki fungsi tertentu.

Kawasan Malioboro adalah kawasan perdagangan dengan deretan bangunan

bersejarah dan memiliki sentuhan cultural tertenu yang menghiasi kawasan

perdangangan tersebut (Risdanti, 2009 dalam Neritarani 2013).

Kendaraan berat adalah kendaraan bermotor dengan lebih dari 4 roda,

meliputi bis, truk 2 as, tru 3 as dan ruk kombinasi sesuai sistem klasifikasi Bina

Marga (Manual Kapasitas Jalan Indonesia/ MKJI, 1997).

Kendaraan bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh peralatan

teknik yang berada pada kendaraan itu (Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999

Tentang Pengendalian Pencemaran Udara). Dalam penelitian ini, kendaraan

bermotor diartikan sebagai sumber bergerak emisi yang turut menyumbang polusi

udara, utamanya emisi gas CO.

Kendaraan ringan adalah kendaraan bermotor ber as 2 dengan 4 roda dan

dengan jarak as 2 – 3 m, meliputi mobil penumpang, oplet, mikrobis, pick-up dan

truk kecil sesuai sisem klasifikasi Bina Marga (Manual Kapasitas Jalan Indonesia/

MKJI, 1997).

37

Page 38: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69788/potongan/S1-2014... · BAB I . PENDAHULUAN . 1.1 Latar Belakang . Kawasan perkotaan adalah

Leeward side adalah sisi bangunan pada ngarai jalan yang melawan arah

angin di atas bangunan (Berkowicz dkk, 1997).

LiDAR (Light Detection and Ranging) adalah suatu metode pengumpulan

nilai ketinggian yang padat dan akurat (Schmid dkk, 2008).

Model adalah suatu bentuk idealisasi dan penyederhanaan presentasi dari

realita (Herimurti, 2009).

Ngarai jalan adalah konfigurasi jalan dimana terdapat bangunan yang rapat

di kedua sisinya (Berkowicz dkk, 1997).

Orthofoto adalah citra fotografi yang dibangun dari foto udara vertikal atau

foto udara miring dengan menghilangkan efek perpindahan relief medan (relief

displacement) dan kemiringan pesawat (Falker dan Morgan, 2002).

OSPM (Operational Street Pollution Model) adalah metode untuk

memodelkan polusi udara di ngarai jalan, yang hanya digunakan untuk

memprediksi konsentrasi tertinggi dengan mengabaikan kondisi meteorologi

akual (Berkowicz dkk, 1997).

Pemetaan dalam penelitian ini adalah proses pembuatan peta dengan

mengikuti kaidah kartografis.

Pemodelan adalah proses yang diperlukan dalam pembuatan suatu model

(Herimurti, 2009).

Pemodelan Spasial adalah suatu proses dalam memanipulasi dan

menganalisis data yang bersifat keruangan (data spasial) untuk menghasilkan

informasi yang bermanfaat untuk memecahkan masalah-masalah yang kompleks

(Herimurti, 2009).

Peta adalah suatu representasi / gambaran unsur-unsur atau kenampakan-

kenampakan abstrak, yang dipilh dari permukaan bumi, atau yang ada kaitannya

dengan permukaan bumi atau benda-benda angkasa, dan umumnya digambarkan

pada suatu bidang datar dan diperkecil/ diskalakan (International Carographic

Assosiation/ ICA, 1973 dalam Sukwardjono dan Sukoco, 1997).

Potensi adalah kemampuan yang mempunyai kemungkinan untuk

dikembangkan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008). Dalam penelitian ini

potensi diartikan sebagai suatu keadaan yang mungkin ada di suatu tempat.

38

Page 39: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69788/potongan/S1-2014... · BAB I . PENDAHULUAN . 1.1 Latar Belakang . Kawasan perkotaan adalah

Satuan Mobil Penumpang (smp) adalah satuan arus lalulintas, dimana arus

dari berbagai tipe kendaraan telah diubah menjadi kendaraan ringan (termasuk

mobil penumpang) dengan menggunakan emp (Manual Kapasitas Jalan Indonesia/

MKJI, 1997).

Sepeda motor adalah kendaraan bermotor dengan 2 atau 3 roda, meliputi

sepeda motor dan kendaraan roda 3 sesuai sistem klasifikasi Bina Marga (Manual

Kapasitas Jalan Indonesia/ MKJI, 1997).

Windward side adalah adalah sisi bangunan pada ngarai jalan yang sejajar

arah angin di atas bangunan (Berkowicz dkk, 1997).

39