pemeriksaan rutin untuk plasenta akreta pada usia kehamilan 11

11
PEMERIKSAAN RUTIN UNTUK PLASENTA AKRETA PADA USIA KEHAMILAN 11-14 MINGGU Objektif : Mencari tahu gambaran nilai potensial dari pemeriksaan rutin kehamilan 11-14 minggu untuk plasenta akreta (PA) Rancangan penelitian : Pasien dengan riwayat SC segmen bawah rahim dengan umur kehamilan antara 11-13+6 minggu selama periode 1,5 tahun. 258 orang pertama diajukan skrining standar, dan diikuti 105 berikutnya menjalani skrining untuk plasenta akreta. Dianggap wanita dengan risiko tinggi apabila trofoblast tumpang tindih dengan bekas luka (scar) yang tampak pada USG transvaginal dan risiko rendah jika tidak memberikan gambaran tersebut. Hasil : Kelompok skrining untuk plasenta akreta tidak berbeda dengan kelompok non skrining secara karakteristik demografi. Secara keseluruhan, 6 dari 105 (5,8%) wanita dianggap risiko tinggi. Pada kelompok non skrining, ditemukan satu kasus plasenta akreta yang terjadi pada SC elektif berulang. Pada kelompok skrining satu kasus plasenta akreta ditemukan pada wanita dengan risiko tinggi yang mengikuti penanganan konservatif yang terencana pada usia kehamilan 35 minggu.

Upload: luthfita-rahmawati

Post on 15-Dec-2015

7 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

obgyn

TRANSCRIPT

Page 1: Pemeriksaan Rutin Untuk Plasenta Akreta Pada Usia Kehamilan 11

PEMERIKSAAN RUTIN UNTUK PLASENTA AKRETA PADA USIA KEHAMILAN 11-14 MINGGU

Objektif : Mencari tahu gambaran nilai potensial dari pemeriksaan rutin kehamilan

11-14 minggu untuk plasenta akreta (PA)

Rancangan penelitian : Pasien dengan riwayat SC segmen bawah rahim dengan umur

kehamilan antara 11-13+6 minggu selama periode 1,5 tahun. 258 orang pertama diajukan

skrining standar, dan diikuti 105 berikutnya menjalani skrining untuk plasenta akreta. Dianggap

wanita dengan risiko tinggi apabila trofoblast tumpang tindih dengan bekas luka (scar) yang

tampak pada USG transvaginal dan risiko rendah jika tidak memberikan gambaran tersebut.

Hasil : Kelompok skrining untuk plasenta akreta tidak berbeda dengan

kelompok non skrining secara karakteristik demografi. Secara keseluruhan, 6 dari 105 (5,8%)

wanita dianggap risiko tinggi. Pada kelompok non skrining, ditemukan satu kasus plasenta akreta

yang terjadi pada SC elektif berulang. Pada kelompok skrining satu kasus plasenta akreta

ditemukan pada wanita dengan risiko tinggi yang mengikuti penanganan konservatif yang

terencana pada usia kehamilan 35 minggu.

Kesimpulan : pada umur kehamilan 11-14 minggu, USG dapat membantu menentukan

tingkat risiko terhadap plasenta akreta. Deteksi dini pada pasien dengan risiko dapat memberikan

dampak pada kondisi perinatal dari plasenta akreta.

Kata kunci : cesarean, first trimester, placenta accreta, screening, ultrasound

Page 2: Pemeriksaan Rutin Untuk Plasenta Akreta Pada Usia Kehamilan 11

Plasenta Akreta merupakan kondisi obstetri yang mengancam jiwa dimana terjadi defek

pada desidua basalis yang menyebabkan villi korialis berhubungan langsung dengan

miometrium. Akibatnya, sebagian plasenta tidak dapat terlepas setelah proses persalinan dan

akan menyebabkan perdarahan obstetri yang berat. Hal ini dapat menjadi indikasi dilakukannya

histerektomi postpartum maupun yang berhubungan dengan pembedahan. Insiden terjadinya PA

mengalami peningkatan empat kali lipat dari tahun 1994 hingga tahun 2002, mengikuti

meningkatnya angka persalinan dengan SC pada periode yang sama.

PA banyak terjadi sebagai plasenta praevia pada trimester ketiga dengan insiden sebesar

9,3% pada grup ini dan 0,005% pada plasenta yang melekat normal. Di antara wanita dengan

plasenta praevia, usia maternal (ibu hamil) 35 tahun, dan riwayat persalinan SC sebelumnya

meupakan faktor risiko independen, dengan insiden sebesar 2% untuk wanita usia 35 tahun dan

tidak pernah SC, dan mencapai 38% pada wanita usia 35 tahun dan dua kali riwayat sc.

Penting untuk menegakkan diagnosis PA sebelum persalinan, untuk dapat merencanakan

penanganan yang optimal dan mencegah mortalitas dan morbiditas. Diagnosis PA dengan

menggunakan USG dan MRI pada trimester kedua dan ketiga kehamilan sebagian besar masih

spekulatif, bahkan dalam kohort prevalensi tinggi, dan kebanyakan kasus terdiagnosis pada saat

persalinan dengan perdarahan prepartum atau postpartum. Saat terjadinya defek implantasi

trofoblast yang mengarah pada PA dapat didentifikasi menggunakan USG pada usia kehamilan

11-14 minggu.

Tanda-tanda PA ditemukan pada awal trimester pertama pernah dilaporkan pada

beberapa kasus. Namun, temuan ini belum pernah didapati pada strategi skrining dini. Tujuan

utama dari penelitian kami adalah untuk menggambarkan potensi pemeriksaan rutin (skrining)

PA pada usia kehamilan 11-14 minggu untuk wanita dengan riwayat persalinan SC segmen

bawah rahim.

BAHAN DAN METODE

Prosedur skrining untuk PA yang dilakukan pada pasien dengan riwayat SC segmen bawah

adalah sebagai berikut: transvaginal midsagittal plane, termasuk kanalis cervical, kandung

kemih, dan bagian terbawah kantung kehamilan. Scar (bekas luka) pada uterus dan lokasi

trofoblast yang tampak. Adanya hubungan antara scar pada uterus dan sel trofoblast dimasukkan

Page 3: Pemeriksaan Rutin Untuk Plasenta Akreta Pada Usia Kehamilan 11

dalam kelompok risiko tinggi. Pasien dinilai memiliki risiko tinggi jika scar tampak di dalam

rongga uterus di atas bagian terbawah kantung gestasional, yang meliputi servix dan bagian

segmen inferior bersamaan dengan plasenta letak rendah (gambar 1), seorang pasien dengan

risiko rendah jika skar pada uterus terlindung di dalam kanal cervicoisthmic (gambar 2A) atau

jika trofoblast tidak menutupi os internal (gambar 2B).

Populasi yang dipertimbangkan untuk penelitian ini terdiri dari semua kasus berturut-turut dari

pasien dengan riwayat scar pada segmen bawah rahim selama periode 1,5 tahun (September

2008 sampai dengan Maret 2010) yang datang ke unit kami sejak trimester pertama, dan

dilakukan skrining pada usia kehamilan 11-13+6 minggu dengan crown-rump length (CRL/

pengukuran panjang embrio manusia dan janin dari bagian paling atas dari kepala sampai bagian

terbawah bokong) antara 45-84 mm. Selama periode pertama, pasien tidak dikhususkan untuk

pemeriksaan plasenta dan lokasi scar (jaringan parut). Pada periode kedua, dilakukan skrining

untuk PA dengan USG transvaginal. Seluruh pemeriksaan USG yang dilakukan menggunakan

General Electric Voluson E8 atau 730 Expert (GE Medical System Europe, Buc.France) dengan

gelombang 3,5-5 MHz atau 6-8MHz transvaginal. Data demografi maupun penanganan obsterti

dan perinatal dan dampaknya secara prospektif direkam dalam database elektronik kami. Pasien

dengan risiko tinggi ditindaklanjuti secara prospektif dengan USG rutin yang difokuskan pada

tanda-tanda adanya invasi plasenta hingga proses persalinan nanti di unit kami. Analisa statistik

dilakukan menggunakan R. Variabel-variabel kuantitatif diringkas dengan rata-rata median dan

interkuartil (25-75 sentil) dan variabel-variabel kualitatif digambarkan dengan N (%).

Perbandingan karakter demografi antara populasi skrining dan non skrining ditunjukkan

menggunakan tes Mann-Whitney U untuk variabel-variabel kuantitatif dan test Fisher exact

untuk variabel-variabel kialitatif. Sejak USG transvaginal dilakukan rutin pada skrining trimester

pertama dalam praktek kami, penelitian ini tidak membutuhkan tinjauan dari institusi, melainkan

hanya informed consent yang diperoleh dari seluruh wanita

Page 4: Pemeriksaan Rutin Untuk Plasenta Akreta Pada Usia Kehamilan 11

HASIL

Selama periode penelitan, sebanyak 363 wanita dengan riwayat SC segmen bawah rahim datang

ke unit kami pada trimester pertama, skrining pada kehamilan 11-13+6 minggu. Di antaranya,

258 wanita pertama hanya diperiksa untuk aneuploidy (abnormalitas jumlah kromosom) dan

cacat janin, sedangkan 102 berikutnya diskrining prospektif untuk PA. Tidak ada perbedaan

signifikan karakter demografik yang ditemukan antara populasi krining da non skrining (table

1.). Khususnya, mengingat faktor-faktor risiko PA, usia maternal (P=12), paritas (P=46), jumlah

jaringan parut (P=28), dan tingkat operasi darurat Caesar (P=06) adalah sama. Dari keseluruhan,

angka yang tidak ditindak lanjuti adalah 38/363 (10,5%) dan sama pada kedua kelompok (9/105

[8,6%] dan 29/258 [11,2%], P=57). Metode persalinan tidak diketahui pada 5 kasus. Penanganan

obstetric dan perinatal populasi penelitian ditunjukkan pada gambar 3. Dua pasien menjalani

terminasi kehamilan dam tiga pasien mengalami abortus usia 24 minggu. Bersamaan dengan

kasus kematian janin intrauterine dengan persalinan normal. Seluruh kehamilan yang lahir hidup

dengan setidaknya dua bekas luka uterus pada persalinan dengan Caesar elektif, sedangkan

pasien-pasien dengan satu bekas luka dicoba dengan persalinan normal dengan tingkat

kesuksesan 162/262 (61,8%) dengan 105/262 (64,8%). Komplikasi perinatal yang berkaitan

dengan riwayat Caesar sebelumnya termasuk dua kasus (0,6%) PA, 16 kasus (5%) dengan

perdarahan berat postpartum yang membutuhkan sulprostone atau operasi, dua kasus (0,6%)

plasenta praevia, dan dua kasus (0,6%) rupture uterus komplit. Terjadinya PA di dalam populasi

penelitian dirangkum dalam gambar 4 sehubungan dengan hasil skrining.

Dalam populasi non skrining, satu kasus plasenta perkreta ditemukan pada kelahiran

Caesar elektif usia kehamilan 39+5 minggu pada wanita usia 39 tahun, paritas 4 kali dengan

riwayat SC 2 kali. Pasien ini difollow up hingga melahirkan. Setelah peritoneum dibuka,

plasenta menggembung melalui dinding uterus anterior dan membutuhkan sayatan fundus.

Dilakukan penanganan konservatif untuk memisahkan plasenta dan uterus. Dilakukan embolisasi

pada arteri uterine dan iliaka internal. Kontrol episode perdarahan tanpa adanya

tanda infeksi, dengan pemeriksaan MRI menunjukkan hasil involusi plasenta

setelah 8 bulan operasi secaria.

Page 5: Pemeriksaan Rutin Untuk Plasenta Akreta Pada Usia Kehamilan 11

Pada populasi tertentu, 1 luka tidak terlihat, 6 dari 104 (5,8%) pasien

termasuk dalam kategori risiko tinggi berdasarkan tumpang tindihnya bekas

luka dengan trofoblas, dan 98 dari 104 termasuk risiko rendah. Ditemukan

satu kasus pasien risiko tinggi. Pasien ini telah difollow up dengan serial USG

16_1. 18_1, 22_1, 25_1, dan 29_1 minggu dapat dipastikan dari hasil PA pada

ultrasound dan MRI plasenta letak rendah. Prosedur operasi secaria dapat

dilakukan pada kehamilan 35 minggu, dengan anestesi epidural, setelah

pemberian betamethasone untuk tujuan pematangan paru janin.

Histerektomi dilakukan dengan cara insisi vertical fundus, untuk menghindari

terpotongnya plasenta. Plasenta masih di dalam uterus selama 3 bulan dan

berkembang menjadi endometritis ketika dilakukan histerektomi tanpa

penyulit. Pasien dipulangkan setelah 54 hari perawatan. Hasil PA

menunjukkan plasenta inkreta. Ada 5 pasien yang lain yang termasuk risiko

tinggi dari pemeriksaan ultrasound pada saat kehamilan 11-14 minggu,

follow up yang jarang (table 2), persalinan pervaginam (n=2) atau operasi

secaria (n=3) pada kehamilan 38-40 minggu.

Komentar

PA termasuk kondisi gawat darurat dalam bidang obstetri yang

mengancam nyawa. Insidennya meningkat seiring meningkatnya persalinan

operasi secaria dan tetap menjadi penyebab utama mortalitas dan

morbiditas ibu hamil, dan merupakan indikasi dilakukannya histerektomi

postpartum dengan kehilangan darah yang banyak, perawatan di ICU, dan

cedera intraoperatif hingga ke kandung kemih dan usus.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk memperbaiki diagnosis PA

dengan USG di trimester kedua dan ketiga, yang ditandai adanya lacuna

plasenta ( pembuluh darah yang tidak teratur dengan aliran turbulen pada

warna Doppler), hilangnya ruang retroplasenta, penipisan miometrium yang

melapisi plasenta dan terhalangnya garis kandung kemih denga penonjolan

plasenta ke dalam kandung kemih, atau bukti adanya hipervaskularisasi oleh

Page 6: Pemeriksaan Rutin Untuk Plasenta Akreta Pada Usia Kehamilan 11

Doppler. Adanya pemeriksaan USG pada populasi risiko tinggi dalam

penelitian ini, dengan prevalensi PA antara 9-44%. Dalam penelitian ini,

sensitivitas USG dengan -1 tanda-tanda kontemporer , bervariasi mulai 77-

93% dan prediksi nilai positif 65-93%. Meskipun MRI dapat membantu

diagnosis USG, secara keseluruhan sensitivitasnya tetap tidak jelas. Namun

sebagian besar kasus PA tetap tidak terdiagnosis sampai saat persalinan.

Bagaimanapun, plasenta akreta dapat berkembang pada saat invasi

trofoblast pada trimester pertama. Penelitian mengenai lokasi trofoblast

pada trimester pertama layak dijadikan sebagai pemeriksaan rutin pada

kehamilan 11-13+6 minggu. Mustafa et al pada tahun 2002 mengemukakan

adanya kemungkinan hubungan plasenta praevia dengan jarak/ tumpang

tindih dengan batas terbawah plasenta sehubungan dengan os cervical.

Bekas luka Caesar telah diteliti dan dijelaskan pada wanita yang tidak hamil

sebagai bagian dari pembahasan hubungan antara cacat bekas luka dan

bercak post menstrual, dismenore, dan nyeri panggul. Diagnosis USG pada

trimester pertama telah dilaporkan pada beberapa kasus, terutama pada

kantung kehamilan letak rendah pada awal trimester pertama, yang

mengarah pada implantasi langsung trofoblast pada bekas luka. Namun

pada kasus ini sulit membedakannya dari kehamilan ektopik yang

berkembang di bekas luka SC segmen bawah rahim. Kasus-kasus PA yang

terdeteksi pada awal kehamilan menunjukkan temuan sonografi yang sangat

spesifik. Bagaimanapun temuan ini tidak tidak semestinya menjadi kebijakan

untuk dilakukannya skrining pada kehamilan 11-14 minggu, karena

prevalensi PA pada kehamilan normal belum secara resmi dipelajari. Kami

percaya bahwa temuan-temuan sonografi ini dapat digunakan menjadi lini

kedua diagnostik dalam pemeriksaan rutin pasien.

Pemeriksaan USG saat ini rutin dilakukan pada seluruh wanita hamil pada usia 11-14 minggu

pada banyak Negara berkembang. Untuk saat ini, pemeriksaan ini terutama ditujukan untuk

mengkonfirmasi kelayakan dan usia kehamilan, menentukan dan mendiagnosis korionitas

kehamilan kembar, serta skrining untuk aneuploidi dan untuk beberapa malformasi berat.

Page 7: Pemeriksaan Rutin Untuk Plasenta Akreta Pada Usia Kehamilan 11

Pemeriksaan ini dapat menjadi upaya untuk memprediksi kondisi obstetri yang berat yang

berlangsung pada trimester kedua dan ketiga., seperti preeclampsia dengan pemeriksaan USG

dan Doppler pada usia 12 minggu. Kami percaya bahwa skrining untuk PA pada kelompok risiko

tinggi dengan riwayat SC sebelumnya mengingat parahnya kondisi ini pada saat persalinan.

Deteksi dini terhadap kemungkinan PA berhubungan dengan menurunnya angka morbiditas ibu.

SC elektif dengan pendekatan konservatif untuk megeluarkan plasenta menunjukkan

berpengaruh terhadap prognosis ibu. Dalam populasi kami, kasus plasenta perkreta terdiagnosis

pada kelompok non skrining saat proses persalinan, sedangkan deteksi dini PA pada kelompok

risiko tinggi mendapatkan perencanaan penanganan yang optimal. Hal ini menunjukkan bahwa

alasan untuk dilakukannya skrining pada usia kehamilan 11-14 minggu adalah agar dapat

membantu merencanakan penanganan dan tindak lanjut yang optimal sehingga dapat

menghindari temuan peripartum yang tak terduga PA, serta untuk meyakinkan pasien yang

dinyatakan berisiko berdasarkan karakteristik demografi. Meskipun demikian, kemungkinan

bahwa tumpang tindihnya trofoblast dengan bekas luka bukan satu-satunya faktor yang

menentukan terjadinya PA. seperti halnya yang dikemukakan oleh Miller et all, PA dapat

berkembang pada bekas luka sebanyak 3,7% dan 9,1% pada pasien usia 35 tahun, dan dan usia

35 tahun dengan satu riwayat sc sebelumnya. Oleh karena itu, meskipun skrining dapat

membantu mengidentifikasi kebanyakan kasus, namun dapat juga mengalami kegagalan.

Evaluasi sistemik terhadap bvekas luka dan lokasi plasenta diuji dalam penelitian prospektif

menggunakan USG saat usia kehamilan 11-14 minggu pada wanita dengan bekas luka di rahim.

Data kami menunjukkan bahwa 5,8% wanita dengan riwayat satu kali SC segmen bawah rahim

sebelumnya dianggap berisiko tinggi PA dengan bekas luka yg ditutupi oleh penyisipan

trofoblast pada usia 12 minggu. Sebaliknya, bekas luka yang terdapat pada kanal serviks atau

yang tertutup oleh isthmus bebas dari risiko meskipun dengan plasenta letak rendah pada os

internal. Berdasarkan usia ibu dan riwayat sebelumnya dapat diperhitungkan risiko PA sedini

mungkin pada usia 12 minggu dan membantu mengoptimalkan perawatan ibu, termasuk

khususnya pemeriksaan pencitraan khusus seperti USG usia 16-18 mimggu atau MRI bersamaan

dengan rencana persalinan yang tepat di unit obstetri.