meningitis anchan

42
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT MENINGITIS OLEH KELOMPOK I 1. ROSA DARMA PADMI (08.321.0206) 2. NITA NUR ELYANI (08.321.0101) 3. DEWA AYU PUTU SONYAWATI (08.321.0074) 4. NI KOMANG WIDYANTARI (08.321.0243) 5. AYU KARTIKA SARI (08.321.0120) 6. ANDRI WIJAYANTI (08.321.0152) 7. DWIJA SADGUNA (08.321.0228) 8. ANDI SUTRISNA (08.321.0086) 9. SANG AYU MADE SUMARINA (08.321.0266) PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

Upload: yunnie-wijayanti-nlg

Post on 14-Jul-2016

232 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

yyyy

TRANSCRIPT

Page 1: Meningitis Anchan

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PENYAKIT MENINGITIS

OLEH

KELOMPOK I

1. ROSA DARMA PADMI (08.321.0206)

2. NITA NUR ELYANI (08.321.0101)

3. DEWA AYU PUTU SONYAWATI (08.321.0074)

4. NI KOMANG WIDYANTARI (08.321.0243)

5. AYU KARTIKA SARI (08.321.0120)

6. ANDRI WIJAYANTI (08.321.0152)

7. DWIJA SADGUNA (08.321.0228)

8. ANDI SUTRISNA (08.321.0086)

9. SANG AYU MADE SUMARINA (08.321.0266)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA

PPNI BALI

2010

Page 2: Meningitis Anchan

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Definisi

Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang melapisi otak

dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri, atau organ-organ

jamur (Smeltzer, 2001).

Meningitis merupakan infeksi akut dari meningens, biasanya ditimbulkan

oleh salah satu dari mikroorganisme Pneumokokus, Meningokokus,

Stafilokokus, Streptokokus, Hemophilus influenza, dan bahan aseptis

(virus) (Long, 1996).

Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan

serebrospinal, dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada

sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).

Meningitis merupakan inflamasi yang terjadi pada lapisan arahnoid dan

piamater di otak serta spinal cord. Inflamasi ini lebih sering disebabkan

oleh bakteri dan virus meskipun penyebab lainnya seperti jamur dan

protozoa juga terjadi. (Donna D.,1999).

Meningitis merupakan inflamasi pada selaput otak yang mengenai lapisan

piamater dan ruang subarachnoid maupun arachnoid, dan termasuk cairan

serebrospinal (CCS) (Hickey, 1997).

Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meningen, yaitu membran

atau selaput yang melapisi otak dan medulla spinalis, dapat disebabkan

berbagai organisme seperti virus, bakteri ataupun jamur yang menyebar

masuk kedalam darah dan berpindah kedalam cairan otak (Black & Hawk,

2005).

2. Epidemiologi/Insiden Kasus

Meningitis merupakan salah satu penyakit infeksi SSP yang akut dan

memiliki angka kematian dan kecacatan yang tinggi. Diagnosis meningitis

sering mengalami kelambatan karena gejala dan tanda klinis meningitis tidak

spesifik terutama pada bayi. Dalam penelitian retrospektif observasional pada

Page 3: Meningitis Anchan

penderita meningitis bakteri sejak bulan Januari 1989 hingga Desember 2000

di bangsal anak RS Dr. Sutomo, diperoleh 840 kasus meningitis terdiri 479

laki-laki dan 361 perempuan. Usia terbanyak pada 1-4 tahun.

Lebih dari setengah kasus meningococcus terjadi pada umur antara 1

dan 10 tahun. Penyakit ini relatif jarang didapatkan pada bayi usia ≤ 3 bulan.

Kurang dari 10% terjadi pada pasien usia lebih dari 45 tahun. Di AS dan

Finland, hampir 55% kasus pada usia dibawah 3 tahun selama keadaan

nonepidemik, sedangkan di Zaria, Negeria insiden tertinggi terjadi pada pasien

usia 5 sampai 9 tahun.

3. Penyebab/Faktor Predisposisi

a. Bakteri:

Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae (pneumokokus),

Neisseria meningitis (meningokokus), Streptococus haemolyticuss,

Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli,

Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa. Penyebab lainnya lues,

Virus, Toxoplasma gondhii, dan Ricketsia.

b. Faktor predisposisi : jenis kelamin laki-laki lebih sering dibandingkan

dengan wanita.

c. Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu

terakhir kehamilan.

d. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin.

e. Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan

dengan sistem persarafan.

4. Patologi/Patofisiologi Terjadinya Penyakit

Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari orofaring dan diikuti

dengan septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis

bagian atas. Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas,

otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur

bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang

melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid

menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini

penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.

Page 4: Meningitis Anchan

Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi

radang di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan

trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami

gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi.

Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis.

Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral.

Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis

intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah

pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan peningkatan TIK.

Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum

terjadi meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal,

kolaps sirkulasi, dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada sindrom

Waterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan

nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus.

Page 5: Meningitis Anchan

Pathway:

terdapat ruam dan

lesi purpura

Sesak nafas

Kejang

tonus otot menurun

hambatan mobilitas fisik

Tekanan pada pusat reflex muntah di

medulla meningkat reflex muntah di

Sakit kepala

Gangguan perfusi

jaringan serebral

O2 ke otak tdk adekuat

Mual, muntah

Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan Gangguan rasa nyaman : nyeri

Penurunan aliran darah ke serebral

Menekan saraf-saraf di cranial

Kerusakan integritas kulit

menyebar keseluruh S. cranial dan spinal

menghambat absorbsi CSS

kerusakan neurologis

yang mensarafi otot

edema serebral

tek. intakranial meningkat

risiko cedera

Ketidakseimbangan potensial

membran

Hipertermi

Terjadi katup ledak/PA yang

berlebihan

mikrooganisme

(bakteri, virus, jamur, Protozoa)

Masuk melalui darah (hematogen), trauma, pasca bedah atau ruptur serebri

Masuk ke Sistem Saraf Pusat

inflamasi pada piamater, arachroid, CSS

eksudat

Meningitis

PK infeksi

Pola Nafas tidak efektif

Page 6: Meningitis Anchan

5. Klasifikasi

Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi

pada cairan otak, yaitu:

1) Meningitis serosa

Adalah radang selaput otak arachnoid dan piamater yang disertai cairan

otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium

tuberculosa. Penyebab lainnya adalah lues, Virus, Toxoplasma gondhii,

dan Ricketsia.

2) Meningitis purulenta

Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan

medula spinalis. Penyebabnya antara lain: Diplococcus pneumonia

(pneumokokus), Neisseria meningitis (meningokokus), Streptococus

haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae,

Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.

Meningitis berdasarkan mikroorganisme penyebab :

1) Meningitis bakterial

Meningitis bakterial merupakan karakteristik inflamasi pada seluruh

meningen, dimana organisme masuk kedalam ruang arachnoid dan

subarachnoid. Meningitis bakterial merupakan kondisi emergensi

neurologi dengan angka kematian sekitar 25% (Ignatavicius & Wrokman,

2006). Meningitis bakterial jika cepat dideteksi dan mendapatkan

penanganan yang tepat akan mendapatkan hasil yang baik. Meningitis

bakterial sering disebut juga sebagai meningitis purulen atau meningitis

septik. Bakteri yang dapat mengakibatkan serangan meningitis adalah;

Streptococcus pneuemonia (pneumococcus), Neisseria meningitides,

Haemophilus influenza, (meningococcus), Staphylococcus aureus dan

Mycobakterium tuberculosis (Ginsberg, 2008).

2) Meningitis Virus

Meningitis virus biasanya disebut meningitis aseptik. Sering terjadi akibat

lanjutan dari bermacam-macam penyakit akibat virus, meliputi; measles,

mumps, herpes simplek, dan herpes zoster (Wilkinson, 1999). Virus

penyebab meningitis dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu virus RNA

(ribonuclear acid) dan virus DNA (deoxyribo nucleid acid). Contoh virus

RNA adalah enterovirus (polio), arbovirus (rubella), flavivirus (dengue),

Page 7: Meningitis Anchan

mixovirus (influenza, parotitis, morbili). Sedangkan contoh virus DNA

antaa lain virus herpes, dan retrovirus (AIDS) (PERDOSSI, 2005).

Meningitis virus biasanya dapat sembuh sendiri dan kembali seperti

semula (penyembuhan secara komplit) (Ignatavicius & Wrokman, 2006).

Pada kasus infeksi virus akut, gambaran klinik seperti meningitis akut,

meningo-ensepalitis akut atau ensepalitis akut. Derajat ringan akut

meningo-ensepalitis mungkin terjadi pada banyak infeksi virus akut,

biasanya terjadi pada anak-anak, sedangkan pada pasien dewasa tidak

teridentifikasi.

3) Meningitis Jamur

Infeksi jamur dan parasit pada susunan saraf pusat merupakan penyakit

oportunistik yang pada beberapa keadaan tidak terdiagnosa sehingga

penanganannya juga sulit. Manifestasi infeksi jamur dan parasit pada

susunan saraf pusat dapat berupa meningitis (paling sering) dan proses

desak ruang (abses atau kista).

Angka kematian akibat penyakit ini cukup tinggi yaitu 30%-40% dan

insidensinya meningkat seiring dengan pemakaian obat imunosupresif dan

penurunan daya tahan tubuh (Martz, 1990 dalam Depkes RI, 1998).

Meningitis kriptokokus neoformans biasa disebut meningitis jamur,

disebabkan oleh infeksi jamur pada sistem saraf pusat yang sering terjadi

pada pasien acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) (Ignatavicius &

Wrokman, 2006; Wilkinson, 1999). Jamur cenderung menimbulkan

meningitis kronis atau abses otak.

6. Gejala Klinis

Walaupun banyak jenis organisme penyebab meningitis, secara umum

tanda dan gejalanya hampir sama semua, antara lain:

Secara umum gejala meningitis adalah sakit kepala, demam, mual,

muntah, photopobia, adanya tanda rangsang meningeal/iritasi meningen

seperti; kaku kuduk positif, tanda Kernig positif, dan tanda Brudzinski

positif, perubahan tingkat kesadaraan, kejang, peningkatan tekanan

intrakranial, disfungsi saraf kranial, dan penurunan status mental

(Ignatavicius & Wrokman, 2006; Hickey, 1997).

Page 8: Meningitis Anchan

Salah satu komplikasi lanjut dari meningitis adalah koma, hal ini

merupakan prognosis yang buruk, dan dapat terjadi pada 5%-10% pasien

meningitis bakterial.

Tanda dan gejala lain yang tidak khas pada pasien meningitis adalah;

terjadi hipersensitivitas kulit, hiperanalgesia, dan hipotonus otot, walaupun

fungsi motorik masih dapat dipertahankan. Efek toksin pada otak atau

trombus pada suplai vaskular ke area serebral menyebabkan

ketidakmampuan permanen fungsi serebral, jika terjadi perubahan

patologi, maka dapat terjadi hemiparesis, demensia, dan paralisis (Hickey,

1997). Obstruksi jalan napas atau disritmia jantung dapat terjadi.

Gejala meningitis yang diakibatkan dari infeksi dan peningkatan tekanan

intracranial (TIK):

- Sakit kepala dan demam

Sakit kepala dan demam adalah gejala awal meningitis. Sakit

kepala dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan

sebagai akibat iritasi meningen. Demam umumnya ada dan tetap

tinggi selama perjalanan penyakit.

- Perubahan pada tingkat kesadaran

Perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan meningitis

bakteri. Disorientasi dan gangguan memori biasanya merupakan

awal adanya penyakit. Perubahan yang terjadi bergantung pada

beratnya penyakit, demikian pula respons individu terhadap proses

fisiologi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak

responsif, dan koma.

- Iritasi meningen

Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah

dikenali, yang umumnya terlihat pada semua tipe meningitis.

1) Rigiditas nukal (kaku leher)

Rigiditas nukal merupakan tanda awal dan rigiditas nukal

adalah upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena

adanya spasme otot-otot leher. Fleksi paksaan menyebabkan

nyeri berat.

Page 9: Meningitis Anchan

2) Tanda Kernig positif

Ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadaan fleksi

ke arah abdomen, kaki tidak dapat diekstensikan sempurna.

3) Tanda Brudzinski

Bila leher pasien difleksikan maka hasilnya adalah fleksi lutut

dan pinggul; bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah

di salah satu sisi, maka gerakan yang sama terlihat pada sisi

ekstremitas yang berlawanan.

4) Fotofobia

Pada beberapa pasien, tanpa alasan yang diketahui pasien

meningitis mengalami fotofobia atau sensitive yang berlebihan

terhadap cahaya.

- Kejang dan peningkatan TIK

Kejang terjadi sekunder akibat area fokal kortikal yang peka.

Tanda-tanda peningkatan TIK sekunder akibat eksudat purulen dan

edema serebral.

- Adanya ruam

Ruam merupakan salah satu cirri yang mencolok pada meningitis

meningokokal (Neisseria meningitis). Sekitar setengah dari semua

pasien meningitis, terdapat ruam petekie dengan lesi purpura

sampai ekimosis pada daerah yang luas.

- Infeksi fulminating

Terjadi pada sekitar 10 % penderita meningitis meningokokus,

dengan tanda-tanda septicemia : demam tinggi yang tiba-tiba

muncul, lesi purpura yang menyebar (sekitar wajah dan

ekstremitas), syok, dan tanda-tanda kuagulopati intravascular

diseminata (KID).

Manifestasi klinis pada anak:

- Sakitnya tiba-tiba, adanya demam, sakit kepala, panas dingin, muntah,

kejang-kejang.

Page 10: Meningitis Anchan

- Anak menjadi irritable dan agitasi dan dapat berkembang photopobia,

delirium, halusinasi, tingkah laku yang agresif atau mengantuk stupor

dan koma

- Gejala pada respiratory atau gastrointestinal

- Adanya tahanan pada kepala jika difleksikan

- Kekakuan pada leher (Nuchal Rigidity)

- Tanda kernig dan brudzinki (+)

- Kulit dingin dan sianosis

- Peteki/adannya purpura pada kulit infeksi meningococcus (meningo

cocsemia)

- Keluarnya cairan dari telinga meningitis peneumococal

- Congenital dermal sinus infeksi E. Colli

- Manifestasi klinisnya biasanya tampak pada anak umur 3 bulan sampai

2 tahun

- Nafsu makan menurun dan menangis meraung-raung.

- Fontanel menonjol

- Nuchal Rigidity tanda-tanda brudzinki dan kernig dapat terjadi

namun lambat

Pada Neonatus:

- Sukar untuk diketahui manifestasinya tidak jelas dan tidak spesifik

ada kemiripan dengan anak yang lebih tua, seperti:

Menolak untuk makan

Kemampuan menelan buruk

Muntah

Tonus otot lemah, pergerakan melemah dan kekuatan menangis

melemah

Hypothermia/demam, joundice, iritabel, mengantuk, kejang-kejang

RR yang tidak teratur/apnoe, sianosis dan kehilangan BB.

Ketegangan , fontanel menonjol mungkin ada atau tidak

Leher fleksibel

Kolaps kardiovaskuler, kejang-kejang dan apnoe terjadi bila tidak

diobati/ditangani

Page 11: Meningitis Anchan

7. Pemeriksaan Fisik

1. Kepala: edema serebral, pada anak bisa terjadi pembesaran kepala,

pembuluh darah kepala terlihat jelas, fontanela tegang, keras dan sedikit

tinggi dari permukaan tengkorak.

Leher : kaku leher, spasme otot-otot leher, kesulitan menelan, mual,

muntah.

Mata: fotophobia, perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer, tidak

bisa melihat keatas, stabismus, nystaqmus, atropi optic.

Telinga : pendengaran terganggu.

Hidung : halusinasi penciuman.

2. Dada

Cor: tekanan darah meningkat, nadi meningkat, tekanan nadi berat,

taikardi, disritmia.

Pulmo: suara napas vesikuler -/-, riwayat infeksi pada sinus atau paru,

peningkatan kerja pernapasan.

3. Integumen : turgor kulit menurun dan membran mukosa kering.

4. Ekstremitas: tonus otot menurun, rasa pegal pada otot, ataksia,

kelumpuhan, gerakan involunter.

5. Neurologis: ptosis, tanda brudzinki positif dan atau kernig positif, rigiditas

nukal, babinski positif, reflek abdominal menurun, dan reflek kremastetik

hilang pada laki-laki.

8. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

1) Analisis CSS dari fungsi lumbal.

Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jenis sel dan

protein cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya

peningkatan TIK.

a) Meningitis bakterial: tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut,

jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa meningkat,

kultur positif terhadap beberapa jenis bakteri.

b) Meningitis virus: tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih,

sel darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal,

Page 12: Meningitis Anchan

kultur biasanya negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur

khusus.

2) Glukosa serum: meningkat

3) LDH serum: meningkat (meningitis bakteri)

4) Sel darah putih: sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil

(infeksi bakteri)

5) Elektrolit darah: dinilai untuk mengidentifikasi adanya

ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremi.

6) Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak.

Normalnya kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum

glukosa dan pada pasien meningitis kadar glukosa cairan otaknya

menurun dari nilai normal.

7) ESR/LED: meningkat pada meningitis

8) Kultur darah/hidung/tenggorokan/urine: dapat mengindikasikan daerah

pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi.

9) Uji tuberkulin positif dari kurasan lambung untuk meningitis

tuberkulosis.

b. Radiologi

1) MRI/CT scan: CT-Scan dilakukan untuk menentukan adanya edema

cerebral atau penyakit saraf lainnya. Hasilnya biasanya normal, kecuali

pada penyakit yang sudah sangat parah. CT scan dapat membantu

dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak ventrikel, hematom

daerah serebral, hemoragik atau tumor.

2) Rontgen dada/kepala/sinus: mengindikasikan adanya infeksi

intrakranial.

3) Elektroensefalografi (EEG), akan menunjukkan perlambatan yang

menyeluruh di kedua hemisfer dan derajatnya sebanding dengan

radang.

9. Diagnosis/Kriteria Diagnosis

Untuk menentukan diagnosis meningitis dilakukan tes laboratorium.

Tes ini memakai darah atau cairan sumsum tulang belakang. Cairan sumsum

tulang belakang diambil dengan proses yang disebut pungsi lumbal (lumbar

puncture atau spinal tap). Sebuah jarum ditusukkan pada pertengahan tulang

Page 13: Meningitis Anchan

belakang, tepat di atas pinggul. Jarum menyedot contoh cairan sumsum tulang

belakang. Tekanan cairan sumsum tulang belakang juga dapat diukur. Bila

tekanan terlalu tinggi, sebagian cairan tersebut dapat disedot. Tes ini aman dan

biasanya tidak terlalu menyakitkan. Namun setelah pungsi lumbal beberapa

orang mengalami sakit kepala, yang dapat berlangsung beberapa hari (Ellenby,

Miles., Tegtmeyer, Ken, et al., 2006). Diagnosis meningitis lebih spesifik

berdasarkan penyebabnya sebagai berikut :

a. Diagnosis meningitis bakteri akut:

Pemeriksaan CSS menunjukkan tekanan meningkat dengan warna keruh

sampai purulen, dan peningkatan jumlah lekosit (500 - 35000/cmm) yang

terutama terdiri sel PMN (stadium awal). Kadar protein meningkat dan

kadar glukosa menurun. Hendaknya dilakukan pengecatan CSS (Gram)

disamping pembiakkan kuman. Pemeriksaan lain seperti X-foto tengkorak,

sinus paranasalis mastoid, toraks, dan EEG.

b. Diagnosis meningitis tuberkulosis:

1. Adanya gejala rangsangan selaput otak seperti kaku tengkuk, tanda

Kernig, dan Brudzinski.

2. Pemeriksaan CSS menunjukkan :

Peningkatan sel darah putih terutama limfosit

Peningkatan kadar protein

Penurunan kadar glukosa

3. Ditambah 2 atau 3 dari kriteria dibawah ini :

Ditemukannya kuman tuberkulosis pada pengecatan dan

pembiakan CSS

Kelainan foto toraks yang sesuai dengan tuberculosis

Pada anamnesis kontak dengan penderita tuberkulosis aktif

10. Terapi/Tindakan Penanganan

Terapi bertujuan memberantas penyebab infeksi disertai perawatan intensif

suportif untuk membantu pasien melaluimasa kritis :

1) Penderita dirawat di rumah sakit.

2) Pemberian cairan intravena.

3) Bila gelisah berikan sedatif/penenang.

4) Jika panas berikan kompres hangat, kolaborasi antipiretik.

Page 14: Meningitis Anchan

5) Sementara menunggu hasil pemeriksaan terhadap kausa diberikan:

a. Kombinasi amphisilin 12-18 gram, klorampenikol 4 gram, intravena 4x

sehari.

b. Dapat dicampurkan trimetropan 80 mg, sulfa 400 mg.

c. Dapat pula ditambahkan ceftriaxon 4-6 gram intra vena.

6) Pada waktu kejang:

a. Melonggarkan pakaian.

b. Menghisap lendir.

c. Puasa untuk menghindari aspirasi dan muntah.

d. Menghindarkan pasien jatuh.

7) Jika penderita tidak sadar lama:

a. Diit TKTP melalui sonde.

b. Mencegah dekubitus dan pneumonia ostostatikdengna merubah posisi

setiap dua jam.

c. Mencegah kekeringan kornea dengan borwater atau salep antibiotic.

8) Jika terjadi inkontinensia, pasang kateter.

9) Pemantauan ketat terhadap tanda-tanda vital.

10) Kolaborasi fisioterapi dan terapi bicara.

11) Konsultasi THT (jika ada kelainan telinga, seperti tuli).

12) Konsultasi mata (kalau ada kelainan mata, seperti buta).

13) Konsultasi bedah (jika ada hidrosefalus).

Terapi Farmakologis

a. Obat anti inflamasi :

1) Meningitis tuberkulosa :

Isoniazid 10 – 20 mg/kg/24 jam oral, 2 kali sehari maksimal 500 gr

selama 1 ½ tahun.

Rifamfisin 10 – 15 mg/kg/ 24 jam oral, 1 kali sehari selama 1

tahun.

Streptomisin sulfat 20 – 40 mg/kg/24 jam sampai 1 minggu, 1 – 2

kali sehari, selama 3 bulan.

2) Meningitis bacterial, umur < 2 bulan :

Sefalosporin generasi ke 3

Ampisilin 150 – 200 mg (400 gr)/kg/24 jam IV, 4 – 6 kali sehari.

Page 15: Meningitis Anchan

Koloramfenikol 50 mg/kg/24 jam IV 4 kali sehari.

3) Meningitis bacterial, umur > 2 bulan :

Ampisilin 150-200 mg (400 mg)/kg/24 jam IV 4-6 kali sehari.

Sefalosforin generasi ke 3.

b. Pengobatan simtomatis :

Diazepam IV : 0.2 – 0.5 mg/kg/dosis, atau rectal 0.4 –

0.6/mg/kg/dosis kemudian klien dilanjutkan dengan.

Fenitoin 5 mg/kg/24 jam, 3 kali sehari.

Penurun panas :

Antipiretika : parasetamol atau salisilat 10 mg/kg/dosis.

Page 16: Meningitis Anchan

Kompres air PAM atau es.

c. Pengobatan suportif :

Cairan intravena.

Zat asam, usahakan agar konsitrasi O2 berkisar antara 30 – 50%.

11. Komplikasi

1. Hidrosefalus obstruktif

2. Meningococcus Septicemia ( mengingocemia )

3. Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC, perdarahan adrenal bilateral)

4. SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone )

5. Efusi subdural

6. Kejang

7. Edema dan herniasi serebral

8. Cerebral palsy

9. Gangguan mental

10. Gangguan belajar

11. Attention deficit disorder

12. Ketidaksesuaian sekresi ADH

13. Pengumpulan cairan subdural

14. Lesi lokal intrakranial dapat mengakibatkan kelumpuhan sebagian badan

15. Retardasi mental, tuli, kebutaan karena atrofi nervus II ( optikus )

16. Pada meningitis dengan septikemia menyebabkan suam kulit atau luka di mulut,

konjungtivitis.

17. Epilepsi

18. Pneumonia karena aspirasi

19. Emfisema subdural

20. Keterlambatan bicara

21. Kelumpuhan otot yang disarafi nervus III (okulomotor), nervus IV (toklearis ),

nervus VI (abdusen). Ketiga saraf tersebut mengatur gerakan bola mata.

A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

Page 17: Meningitis Anchan

1. Pengkajian

Data Biopsikososial-spiritual

a. Oksigen

Data Subjektif: klien mengeluh sesak.

Data Obyektif: wheezing +/+, napas cepat dan dangkal.

b. Nutrisi

Data Subjektif: klien mengeluh mual muntah, ibu klien mengatakan klien

tidak mau makan.

Data Obyektif: klien tampak lemas.

c. Eliminasi

Data Subjektif: ibu klien mengatakan bahwa klien banyak mengeluarkan

keringat.

Data Obyektif: klien tampak banyak berkeringat.

d. Gerak dan aktifitas

Data Subjektif: ibu klien mengatakan bahwa klien kejang-kejang.

Data Obyektif: klien kaku kuduk, tonus otot melemah, pergerakan

melemah, kekuatan menangis melemah, bila leher klien difleksikan maka

hasilnya adalah fleksi lutut dan pinggul, bila dilakukan fleksi pasif pada

ekstremitas bawah di salah satu sisi, maka gerakan yang sama terlihat pada

sisi ekstremitas yang berlawanan.

e. Istirahat dan tidur

Data Subjektif: ibu klien mengatakan bahwa klien sering terbangun saat

tidur apabila sesak, kejang, dan merasa nyeri.

Data Obyektif: klien tampak lemas

f. Pengaturan suhu tubuh.

Data Subjektif: ibu klien mengatakan bahwa klien mengalami demam

Data Obyektif: suhu tubuh klien >37,5°C

g. Rasa nyaman

Data Subjektif: klien mengeluh nyeri sendi, sakit kepala, mual, muntah,

klien mengeluh mudah lelah.

Data Obyektif: klien tampak meringis kesakitan, skala nyeri > 0, klien

tampak lemas.

h. Rasa aman

Data Subjektif: ibu klien mengatakan bahwa klien banyak sering kejang.

Page 18: Meningitis Anchan

Data Obyektif: klien tampak gelisah

i. Sosialisasi

Tidak dikaji

j. Melaksanakan ibadah

Tidak dikaji

k. Rekreasi

Tidak dikaji

l. Prestasi

Data Subjektif: ibu klien mengatakan bahwa prestasi belajar klien

menurun

Data Obyektif: -

m. Belajar

Tidak dikaji

Pemeriksaan Fisik

1. Kepala: edema serebral, pada anak bisa terjadi pembesaran kepala, pembuluh

darah kepala terlihat jelas, fontanela tegang, keras dan sedikit tinggi dari

permukaan tengkorak.

Leher : kaku leher, spasme otot-otot leher, kesulitan menelan, mual, muntah.

Mata: fotophobia, perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer, tidak bisa

melihat keatas, stabismus, nystaqmus, atropi optic.

Telinga : pendengaran terganggu.

Hidung : halusinasi penciuman.

2. Dada

Cor: tekanan darah meningkat, nadi meningkat, tekanan nadi berat, taikardi,

disritmia.

Pulmo: suara napas vesikuler -/-, riwayat infeksi pada sinus atau paru,

peningkatan kerja pernapasan.

3. Integumen : turgor kulit menurun dan membran mukosa kering.

4. Ekstremitas: tonus otot menurun, rasa pegal pada otot, ataksia, kelumpuhan,

gerakan involunter.

5. Neurologis: ptosis, tanda brudzinki positif dan atau kernig positif, rigiditas nukal,

babinski positif, reflek abdominal menurun, dan reflek kremastetik hilang pada

laki-laki.

Page 19: Meningitis Anchan

Pemeriksaan diagnostik

a. Pemeriksaan Laboratorium

1) Analisis CSS dari fungsi lumbal.

Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jenis sel dan protein

cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan TIK.

a) Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah

sel darah putih dan protein meningkat, glukosa meningkat, kultur positif

terhadap beberapa jenis bakteri.

b) Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah

putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya

negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus.

2) Glukosa serum : meningkat

3) LDH serum : meningkat (meningitis bakteri)

4) Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi

bakteri)

5) Elektrolit darah: dinilai untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan

elektrolit terutama hiponatremi.

6) Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak.

Normalnya kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan

pada pasien meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari nilai

normal.

7) ESR/LED : meningkat pada meningitis.

8) Kultur darah/hidung/tenggorokan/urine: dapat mengindikasikan daerah pusat

infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi.

9) Uji tuberkulin positif dari kurasan lambung untuk meningitis tuberkulosis.

c. Radiologi

1) MRI/CT scan: CT-Scan dilakukan untuk menentukan adanya edema cerebral

atau penyakit saraf lainnya. Hasilnya biasanya normal, kecuali pada penyakit

yang sudah sangat parah. CT scan dapat membantu dalam melokalisasi lesi,

melihat ukuran/letak ventrikel, hematom daerah serebral, hemoragik atau

tumor.

2) Rontgen dada/kepala/sinus: mengindikasikan adanya infeksi intrakranial.

Page 20: Meningitis Anchan

3) Elektroensefalografi (EEG), akan menunjukkan perlambatan yang menyeluruh

di kedua hemisfer dan derajatnya sebanding dengan radang.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan TIK

ditandai dengan penurunan kesadaran, sakit kepala, kaku kuduk, kejang, TD

meningkat, gelisah.

b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran darah ke

serebral ditandai dengan sesak nafas

c. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan peningkatan TIK ditandai

dngan sakit kepala, nyeri sendi, RR meningkat, TD meningkat, nadi

meningkat, wajah meringis kesakitan, skala nyeri >0.

d. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan suhu tubuh

> 37,5°C, sakit kepala, kelemahan

e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan

peningkatan TIK ditandai dengan mual, muntah, nafsu makan menurun.

f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan TIK ditandai

dengan adanya ruam dan lesi

g. Risiko cedera berhubungan dengan perubahan fungsi serebral sekunder akibat

meningitis.

h. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan dan tahanan sekunder

akibat gangguan neuromuskular ditandai dengan tonus otot menurun, kekuatan

menangis melemah.

i. PK infeksi

3. Intervensi Keperawatan

a. Penyusunan prioritas

a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan TIK.

b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran darah ke

serebral ditandai dengan sesak nafas

c. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan peningkatan TIK

ditandai dngan sakit kepala, nyeri sendi, RR meningkat, TD meningkat,

nadi meningkat, wajah meringis kesakitan, skala nyeri >0.

Page 21: Meningitis Anchan

d. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan suhu

tubuh > 37,5°C, sakit kepala, kelemahan

e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan

peningkatan TIK ditandai dengan mual, muntah, nafsu makan menurun.

f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan TIK ditandai

dengan adanya ruam dan lesi

g. Risiko cedera berhubungan dengan perubahan fungsi serebral sekunder

akibat meningitis.

h. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan dan tahanan

sekunder akibat gangguan neuromuskular ditandai dengan tonus otot

menurun, kekuatan menangis melemah.

i. PK infeksi

b. Intervensi

a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan TIK

Tujuan : perfusi jaringan serebral adekuat

Kriteria hasil : - Tingkat kesadaran membaik (GCS: E4 M6 V5).

- Klien tidak sakit kepala.

- Klien tidak kaku kuduk.

- Tidak terjadi kejang

- TD dalam batas normal (bayi 85/54 mmHg, toddler 95/65

mmHg, sekolah 105-165 mmHg, remaja 110/65 mmHg).

- Klien tidak gelisah.

Intervensi :

1. Pertahankan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau tanda vital sesuai

indikasi setelah dlakukan pungsi lumbal.

R / Perubahan tekanan CSS mungkin merupakan potensi adanya risiko herniasi

batang otak yang memerlukan tindakan medis segera.

2. Pantau/catat status neurologis, seperti GCS.

R / Pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran dan potensial

peningkatan TIK adalah sangat berguna dalam menentukan lokasi,

penyebaran/luasnya dan perkembangan dari kerusakan serebral.

Page 22: Meningitis Anchan

3. Pantau tanda vital, seperti tekanan darah.

R / Normalnya autoregulasi mampu mempertahankan aliran darah serebral

dengan konstan sebagai dampak adanya fluktuasi pada tekanan darah sistemik.

4. Pantau pernapasan, catat pola dan irama pernapasan.

R / Tipe dari pola pernapasan merupakan tanda yang berat dari adanya

peningkatan TIK/daerah serebral yang terkena.

5. Berikan waktu istiahat antara aktivitas perawatan dan batasi lamanya tindakan

tersebut.

R / Mencegah kelelahan berlebihan. Aktivitas yang dilakukan secara terus

menerus dapat meningkatkan TIK

6. Tinggikan kepala tempat tidur sekitar 15-45 derajat sesuai indikasi. Jaga kepala

pasien tetap berada pada posisi netral.

R / Peningkatan aliran vena dari kepala akan menurunkan TIK.

7. Pantau GDA. Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan.

R / Terjadinya asidosis dapat menghambat masuknya oksigen pada tingkat sel

yang memperburuk iskemia serebral.

b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran darah ke serebral

ditandai dengan sesak nafas

Tujuan : Tujuan : Pola pernapasan efektive

Kriteria hasil :

- Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.

- Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.

- Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.

Intervensi: :

1). Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke

sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.

Page 23: Meningitis Anchan

R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada sisi

yang tidak sakit.

2). Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan

tanda-tanda vital.

R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat stress

fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.

3). Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.

R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan

kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.

4). Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak.

R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap

rencana teraupetik.

5). Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan

pernapasan lebih lambat dan dalam.

R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai

ketakutan/ansietas.

c. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan peningkatan TIK ditandai dngan

sakit kepala, nyeri sendi, RR meningkat, TD meningkat, nadi meningkat, wajah

meringis kesakitan, skala nyeri >0

Tujuan : nyeri teratasi

Kriteria hasil :

- Klien tidak sakit kepala

- Nadi, RR, dan TD dalam batas normal

- Wajah tidak meringis kesakitan

- Skala nyeri 0

Page 24: Meningitis Anchan

Intervensi :

1. Pantau TTV terutama Nadi, RR, dan TD

R / Peningkatan TTV mengindikasikan nyeri

2. Beri posisi yang nyaman

R / Posisi yang nyaman membantu mengurangi nyeri

3. Tingkatkan tirah baring, bantu kebutuhan perawatan diri yang penting.

R / Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri

4. Berikan latihan rentang gerak secara tepat dan masase otot.

R / Dapat membantu merelaksasikan ketegangan otot yang meningkatkan reduksi

nyeri atau rasa tidak nyaman tersebut

5. Ajarkan teknik manajemen nyeri (distraksi).

R / Membantu mengurangi nyeri.

6. Berikan analgetik sesuai indikasi

R / Membantu mengurangi nyeri.

d. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan suhu tubuh >

37,5°C, sakit kepala, kelemahan

Tujuan : suhu tubuh kembali normal

Kriteria hasil : Suhu tubuh 36-37,5°C

Klien tidak sakit kepala

Klien merasa lebih bertenaga

Intervensi :

1. Monitor temperatur anak setiap 1 sampai 2 jam bila terjadi peningkatan secara

tiba-tiba.

R/ Peningkatan temperatur secara tiba-tiba akan mengakibatkan kejang-kejang.

2. Berikan kompres hangat.

Page 25: Meningitis Anchan

R/ Kompres air efektif menyebabkan tubuh menjadi dingin melalui peristiwa

konduksi.

3. Pantau asupan dan haluaran cairan.

R/ Haluaran cairan yang berlebihan akibat penguapan dapat menyebabkan dehidrasi

4. Anjurkan orang tua untuk memberikan anak banyak minum.

R/ Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga

perlu diimbangi dengan asupan cairan.

5. Berikan obat penurun panas sesuai indikasi.

R/ Membantu menurunkan suhu tubuh.

6. Berikan antibiotik, jika disarankan.

R/ Antibiotik sesuai dengan petunjuk guna mengobati organisme penyebab.

e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan peningkatan

TIK ditandai dengan mual, muntah, nafsu makan menurun.

Tujuan : berat badan yang stabilKriteria hasil :

- Asupan nutrisi adekuat- Berat badan normal- Nilai laboratorium dalam batas normal :

Albumin : 4 – 5,8 g/dLHb : 13,5-17,5 g/dl (pria)11,5-15,5g/dl (wanita)Ht : 31 – 43 %Trombosit : 150.000 – 400.000 µLEritrosit : 3,8 – 5,5 x 1012

Intervensi : 1. Observasi dan catat masukan makanan pasien

R/ mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan.2. Berikan makanan sedikit dan frekuensi sering

R/ makan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan asupan nutrisi.3. Observasi mual / muntah, flatus.

R/ gajala GI menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.4. Bantu pasien melakukan oral higiene, gunakan sikat gigi yang halus dan lakukan

penyikatan yang lembut sebelum atau sesudah makan.R/ meningkatkan napsu makan dan pemasukan oral. Menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi. Teknik perawatan mulut diperlukan bila jaringan rapuh/luak/perdarahan.

Page 26: Meningitis Anchan

5. Observasi pemeriksaan laboratorium : Hb, Ht, Eritrosit, Trombosit, Albumin.R/ mengetahui efektivitas program pengobatan, mengetahui sumber diet nutrisi yang dibutuhkan.

6. Berikan diet halus rendah serat, hindari makanan pedas atau terlalu asam sesuai indikasi.R/ bila ada lesi oral, nyeri membatasi tipe makanan yang dapat ditoleransi anak.

7. Berikan suplemen nutrisi mis : ensure, IsocalR/ meningkatkan masukan protein dan kalori.

f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan TIK ditandai dengan

adanya ruam dan lesi

Tujuan : tidak terjadi kerusakan integritas kulit

Kriteria hasil :

- Menunjukkan penyembuhan luka sesuai waktu tanpa komplikasi.

- Menunjukkan teknik meningkatkan penyembuhan atau pencegahan komplikasi.

Intervensi :

1. Obeservasi atau catat ukuran, warnadan keadaan kulit di ara sekitar luka

R/ Mengetahui perkembangan luka pasien dan kulit di sekitarnya

2. Ubah posisi dengan sering

R/ Memperbaiki sirkulasi darah

3. Beri perawatan kulit sering agar tidak terjadi kering atau lembab

R/ Terjadi kering / lembab dapat merusak kulit dan mempercepat kerusakan

4. Berikan kasur busa atau udara sesuai indikasi

R/menurunkan tekanan kulit dan meningkatkan sirkulasi

5. Kolaborasi pemberian antibiotik oral,topikal, dan IV sesuai indikasi

R/ mencegah atau mengontrol infeksi.

g. Risiko cedera berhubungan dengan perubahan fungsi serebral sekunder akibat

meningitis.

Tujuan : tidak terjadi cedera.

Kriteria hasil :

- Menyatakan pemahaman factor yang terlibat dalam kemungkinan cedera

Page 27: Meningitis Anchan

- Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.

-

Intervensi :

1. Gunakan tempat tidur yang rendah, dengan pagar tempat tidur terpasang.

R/ Untuk menghindari cedera saat jatuh dari tempat tidur.

2. Longgarkan pakaian bila ketat

R/ Untuk menghindari sesak saat kejang

3. Gunakan matras pada lantai.

R/ Penggunaan matras pada lantai dapat meminimalisasi cedera bila terjatuh,

misalnya dari tempat tidur.

4.Diskusikan dengan orang tua perlunya pemantauan konstan terhadap anak kecil.

R/ Pemantauan yang konstan dibutuhkan untuk menghindari anak dari kecelakaan

yang dapat menyebabkan anak cedera.

5. Berikan terapi antikonvulsan.

R/ Untuk mengatasi kejang.

h. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan dan tahanan sekunder akibat

gangguan neuromuskular ditandai dengan tonus otot menurun, kekuatan menangis

melemah.

Tujuan : dapat melakukan mobilitas secara mandiri

Kriteria hasil :

- Tonus otot meningkat

555 555

555 555

- Kekuatan menangis meningkat

Intervensi :

1. Hindari berbaring atau duduk dalam posisi yang sama dalam waktu lama

Page 28: Meningitis Anchan

R/ Berbaring atau duduk dalam posisi yang sama dalam waktu lama dapat

meningkatkan kekakuan otot dan menimbulkan risiko dekubitus.

2. Ajarkan latihan rentang gerak aktif pada anggota gerak yang sehat sedikitnya 4x

sehari.

R/ Untuk merelaksasikan otot agar imobilitas fisik perlahan-lahan dapat teratasi

3. Anjurkan untuk ambulasi, dengan atau tanpa alat bantu.

R/ Untuk melatih otot agar terbiasa untuk mobilisasi

4. Lakukan mandi air hangat.

R/Mandi air hangat dapat mengurangi kekakuan tubuh pada pagi hari dan

memperbaiki mobilitas

5. Berikan posisi pasien yang menimbulkan rasa nyaman

R/ menurunkan kelelahan meningkatkan relaksasi dan menurunkan resiko terjadinya

kerusakan pada kulit.

i. PK infeksi

6. Evaluasi

a. Gangguan perfusi jaringan serebral teratasi

b. Pola nafas tidak efektif teratasi

c. Gangguan rasa nyaman (nyeri) teratasi

d. Hipertermi teratasi

e. Ketidakseimbangan nutrisi teratasi

f. Kerusakan integritas kulit teratasi

g. Risiko cedera teratasi

h. Hambatan mobilitas fisik

Page 29: Meningitis Anchan

Daftar Pustaka

Awaludin, Aziz. 2008. Askep Anak dengan Meningitis.

http://www.perfspot.com/docs/doc.asp?id=18603 [12 September 2009]

Brunner & Suddarth. 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

Carpenito, L.J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

Erathenurse. 2007. Askep pada Meningitis.

http://erathenurse.blogspot.com/2007/12/askep-pada-meningitis.html [12 September

2009]

Hidayat. 2009. Askep Meningitis. http://hidayat2.wordpress.com/2009/03/24/askep-

meningitis/ [12 September 2009]

Potter & Perry. 1999. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.