meningitis bakterialis
TRANSCRIPT
MENINGITIS BAKTERIALIS
A. Definisi
Meningitis bakterial merupakan salah satu jenis penyakit infeksi pada
selaput pembungkus otak atau meningen serta cairan yang mengisi ruang
subarakhnoid. Meningitis bakterial sering disertai dengan peradangan parenkim
otak atau yang disebut dengan meningoensefalitis. Meningitis dapat disebabkan
oleh bakteri, virus, jamur, dan agen lainnya. Meningitis bakterial merupakan
penyakit yang serius atau penyakit kedaruratan medik apabila tidak ditangani
dengan baik dan tepat.4
Meningitis bakterial merupakan karakteristik inflamasi pada seluruh
meningen, dimana organisme masuk kedalam ruang arahnoid dan subarahnoid.
Meningitis bakterial merupakan kondisi emergensi neurologi dengan angka
kematian sekitar 25 %. Meningitis bakterial jika cepat dideteksi dan mendapatkan
penanganan yang tepat akan mendapatkan hasil yang baik. Meningitis bakterial
sering disebut juga sebagai meningitis purulen atau meningitis septik. Bakteri
yang dapat mengakibatkan serangan meningitis adalah; Streptococcus
pneuemonia (pneumococcus), Neisseria meningitides, Haemophilus influenza,
(meningococcus), Staphylococcus aureus, dan Mycobacterium tuberculosis.5
B. Epidemiologi
Meningitis akut bakterial merupakan kegawatan neurologis yang
mengancam nyawa. Kejadian tahunan diperkirakan mencapai 2-5% per 100.000
orang di dunia Barat dan angka itu 10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan
negara kurang berkembang. Meningitis akut bakterial merupakan salah satu dari
10 penyebab infeksi terkait kematian di seluruh dunia dan 30-50% dari pasien
yang selamat memiliki gejala sisa neurologis permanen. Organisme penyebab
meningitis akut bakterial dapat diperkirakan dari usia pasien, faktor predisposisi
yang mendasari penyakit dan proses imunologi. Streptococcus pneumoniae dan
Neisseria meningitidis adalah dua agen etiologi yang paling umum. Meningitis
akut bakterial pada bayi imunokompeten (> 4 minggu) dan anak-anak, serta pada
orang dewasa, yang mencapai hampir 80% dari semua kasus, diikuti oleh Listeria
1
monocytogenes dan staphylococcus. Gram-negatif bacilli (E. coli, Klebsiella,
Enterobacter dan Pseudomonas aeruginosa) memberikan kontribusi <10% dari
kasus.2
Meningitis yang disebabkan oleh capsular Haemophilus influenzae strain b
(Hib) adalah penyebab utama meningitis pada bayi dan anak-anak. Pada pasien
immunocompromised, agen penyebab yang paling umum adalah S. Pneumoniae,
L. monocytogenes dan basil Gram-negatif, termasuk Ps. aeruginosa. Infeksi
bakteri lebih dari satu agen penyebab biasanya 1% dari semua kasus meningitis
akut bakterial dan terlihat pada pasien yang imunosupresif, patah tulang tengkorak
atau eksternal dural fistula, otitis, dan sinusitis.2
Meningitis bakteri nosokomial sering disebabkan oleh staphylococcus
(aureus dan albus, termasuk methicillinresistant strain) dan basil Gram-negatif.
Enterobacteriaceae adalah agen etiologi yang paling umum. Saat ini, S.
pneumoniae telah muncul sebagai penyebab tunggal paling umum dari
community-acquired meningitis bakterial bayi pasca natal di negara maju dan
negara-negara berkembang.
Prevalensi meningitis bakterial sebesar > 2,5 kasus per 100.000 populasi di
Amerika Serikat. Streptococcus pneumoniae merupakan penyebab utama (50%),
diikuti oleh Neisseria meningitidis (25%), Sreptococcus grup B (15%), dan
Listeria monocytogenes (10%).3
Data dari salah satu rumah sakit di Surabaya pada tahun 2000 hingga
pertengahan tahun 2001 menunjukkan jumlah 31 penderita meningitis. Usia
kurang dari satu tahun 22,6%; usia 1-5 tahun 3,2%; usia 5-15 tahun 6,4%; usia 15-
25 tahun 32%; usia 25-45 tahun 16,1%; usia 45-65 tahun 16;1%; usia lebih dari
65 tahun 3,2%. Dari 31 penderita tersebut sebanyak delapan orang (25,8%)
meninggal dunia.1
C. Etiologi
Etiologi atau penyebab dari meningitis sebagian besar disebabkan oleh
bakteri, dan selebihnya disebabkan oleh virus, parasit serta jamur. Dari hasil
laporan kasus, bakteri penyebab meningitis terbanyak disebabkan oleh:
Hemophilus influenzae, Streptococcus pneumoniae dan Neisseria meningitidis.3
Tabel 1. Bakteri Penyebab Meningitis Bakterial Tersering Menurut Usia.3
2
Bakteri patogen < 3
bln
3bln-
<18 thn
18-
50thn
>50
thn
Sreptococcus grup B +
E. coli +
Listeria
monocytogenes
+ +
Neisseria
meningitidis
+ +
Streptococcus
pneumoniae
+ + +
Hemophilus
influenzae
+
Siapa pun bisa terkena meningitis bakterial. Namun ada beberapa
kelompok orang yang berisiko lebih tinggi. Ini termasuk orang-orang yang
memiliki sistem kekebalan tubuh yang rendah dan mereka yang baru menjalani
operasi otak atau sinus paranasalis dengan pengobatan yang buruk atau infeksi
telinga. Hal ini memungkinkan infeksi menyebar lebih mudah. Berbagai jenis
bakteri dapat menyebabkan meningitis bakterial pada bayi, anak-anak, dewasa
muda, dan orang tua.4 Meningitis paling sering menyerang anak-anak usia 1 bulan
- 2 tahun. Wabah meningitis meningokokus bisa terjadi dalam suatu lingkungan,
misalnya perkemahan militer, asrama mahasiswa atau sekumpulan orang yang
berhubungan dekat.1
D. Patogenesis
Streptococcus pneumoniae dan neisseria meningitides mendahului
meningitis dengan kolonisasi di nasofaring. Bakteri-bakteri ini mampu melewati
dinding epitel nasofaring dan memasuki aliran darah melalui mekanisme endo-
eksostitosis atau melakukan invasi langsung yang merusak dinding sel vascular.
Dalam aliran darah bakteri mampu menghindari fagositosis karena memiliki
kapsul polisakarida.6
3
Melalui aliran darah patogen ini mencapai sel-sel plexus choroid yang ada
dalam ventrikel otak dan mencapai cairan otak. Ketika berada dalam cairan otak
(Cerebro spinal fluid/CSF) bakteri mampu bermultiplikasi dengan cepat karena
sel-sel pendukung imunitas jumlahnya tidak memadai dalam CSF. Bakteri yang
mengalami lisis oleh fagositosis akan menyebabkan reaksi imun karena dinding
selnya yang bersifat toksin sehingga terjadi reaksi inflamasi purulenta. Komponen
toksik ini misalnya lippopolisakarida (LPS) dari bakteri gram negatif dan
peptidoglikan dan asam teikhoat dari S. Pneumoniae. Pelepasan komponen ini
diikuti pelepasan sitokin oleh sel microglia, endotel vascular, astrosit, dan
monosit.6
Inokulasi bakteri
↓
Kolonisasi dan penetrasi bakteri pada membran mukosa
↓
Invasi bakteri pada sirkulasi
↓
Invasi pada SSP
↓
Multiplikasi di ruang subarachnoid
↓
Peningkatan permeabilitas sawar darah otak
↓
Pengeluaran sitokin dan prostaglandin
↓
Kebocoran protein plasma
↓
Edema serebri dan peningkatan TIK
Gangguan sirkulasi darah otak
4
Tabel 2
Early events Intermediate
events
Late events
Fase 1 Fase 2 Fase 3
Pelepasan sitokin
pro-inflamasi dari
invasi bakteri dan
konsekuen
peradangan ruang
subaraknoid
Ensefalopati
subpial yang
diinduksi oleh
sitokin dan
mediator kimia
Kerusakan pada
blood brain
barrier, emigrasi
leukosit
transendothelial
dan proses
edema serebral
Gangguan
CBF,
naiknya
tekanan
intracranial
dan
vaskulitis
Cedera focal
neuronal
Demam, sakit
kepala
Meningism,
kebingungan,
kadar glukosa
CSF berkurang
Gangguan
kesadaran,
peningkatan
tekanan CSF,
meningkatnya
protein CSF,
gejala fokal
Obtundation
, kejang,
gejala
neurologis
focal
dan / tanda-
tanda
(misalnya
cranial
nerve
palsies)
Kelumpuhan
, penurunan
nilai
kognitif,
koma,
mungkin
kematian
pada
kasus yang
tidak diobati
Patofisiologi terjadinya meningitis bakterialis, telah diperlihatkan pada
percobaan binatang. Pada awalnya infeksi tersebut terjadi akibat dari masuknya
bakteri patogen yang telah berkoloni di mukosa nasofaring pada selaput
leptomeningeal (jaringan arakhnoid dan ruang subaraknoid) melalui darah.
Bakteri patogen penyebab biasanya memiliki ciri berkapsul. Setelah membentuk
5
koloni di rongga nasofaring, bakteri yang berkapsul itu memasuki lapisan epitel
dan langsung menuju ke aliran darah. Kapsul pada bakteri itulah yang
menghambat proses fagositosis oleh neutrofil dan antibodi yang dibentuk oleh
tubuh. Dari proses penghambatan itulah bakteri patogen meningeal
memperlihatkan kemampuan untuk mempertahankan proses bakteremianya. Pada
tahap akhir, bakteri dalam darah akan mencapai selaput leptomening dan ruang
subarakhnoid yang hingga saat ini belum diketahui secara jelas prosesnya.1
Patologi dari meningitis sebagian besar terjadi akibat peningkatan kadar
sitokin dan kemokin. Sitokin yang berperan antara lain tumor necrotic factor
(TNF) dan interleukin-1 (IL-1) yang bekerja sinergis menyebabkan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah otak sehingga terjadi edema vasogenik. Exudat
yang berada di ruangan subarachnoid dan berbagai secret berisi protein mampu
menyumbat aliran CSF di ventrikel otak menyebabkan hidrosefalus yang
meningkatkan tekanan intrakranial.6
Peningkatan kadar sitokin juga akan meningkatkan kadar selectin yang
menyebabkan penempelan leukosit ke dinding endotel untuk kemudian melewati
dinding endotel menuju CSF. Leukosit yang bermigrasi ke CSF ini diyakini
sebagai komponen imun yang mengeliminasi patogen dari ruang subarachnoid
bukan leukosit yang sebelumnya ada dalam CSF. Degranulasi netrofil yang
semula ditujukan untuk membunuh bakteri menyebabkan cedera sel, edema
sitotoksik, dan kematian sel.6
Pada awal fase meningitis terjadi peningkatan aliran darah ke otak namun
demikian semakin lama pasokan darah ke otak semakin berkurang. Penurunan
pasokan darah ini diduga disebabkan oleh vasokonstriksi arteri-arteri besar akibat
sensitisasi oleh berbagai eksudat dan vaskulitis pada pembuluh darah kecil.
Vaskulitis dapat menyebabkan iskemia dan infark jaringan otak. Selain itu
berbagai gangguan vaskular juga bisa terjadi seperti trombosis yang menyebabkan
obstruksi dan trombophlebitis pada vena-vena otak. Berbagai patologi pada otak
yang terjadi bersamaan inilah yang menyebabkan mortalitas meningitis.6
E. Gejala Klinis
6
Walaupun banyak jenis organisme penyebab meningitis, secara umum
tanda dan gejalanya hampir sama. Tanda dan gejala yang ditimbulkan adalah
akibat iritasi pada meningen. Secara umum gejala meningitis pada pasien dewasa
adalah sakit kepala, demam, mual, muntah, photopobia, adanya tanda rangsang
meningeal/iritasi meningen seperti; kaku kuduk positif, tanda Kernig positif, dan
tanda Brudzinski positif, perubahan tingkat kesadaran, kejang, peningkatan
tekanan intrakranial, disfungsi saraf kranial, dan penurunan status mental. Salah
satu komplikasi lanjut dari meningitis adalah koma, hal ini merupakan prognosis
yang buruk, dan dapat terjadi pada 5%-10% pasien meningitis bakterial.5
Tanda dan gejala lain yang tidak khas pada pasien meningitis adalah
terjadi hipersensitivitas kulit, hiperanalgesia, dan hipotonus otot, walaupun fungsi
motorik masih dapat dipertahankan. Efek toksin pada otak atau thrombus pada
suplai vaskular ke area serebral menyebabkan ketidakmampuan permanen fungsi
serebral, jika terjadi perubahan patologi, maka dapat terjadi hemiparesis,
demensia, dan paralisis.5
Akut, fulminan, dengan tanda-tanda khas “trias klasik” (3 tanda klasik)
yang berupa: demam, kaku kuduk dan penurunan kesadaran. Tanda-tanda kaku
kuduk biasanya sulit ditemukan pada keadaan tertentu seperti pada orang tua,
neutropenia, gangguan imunologi serta pada neonatus.1
Selain tiga tanda diatas mual, muntah, kejang, fotofobia dan pada bayi
sering ditemukan bulging (benjolan) pada fontanela bayi atau neonatus. Apabila
ditemukan dalam keadaan koma, prognosinya akan buruk, dimana hal ini
ditemukan pada 5-10 % kasus yang ada.1
Kecurigaan terhadap adanya meningitis akut bakterial sangat tergantung
pada awal diketahuinya sindrom meningitis. Dalam sebuah penelitian di Belanda
pasien orang dewasa dengan community-acquired meningitis bakterial, maka
sensitivitas dari triad klasik : Kaku kuduk, demam, dan perubahan status mental
menjadi rendah, tapi hampir semua pasien dengan meningitis akut bakterial
memiliki setidaknya dua dari empat gejala sakit kepala, demam, kaku kuduk dan
perubahan status mental. Pada anak-anak, lekas marah, menolak makan, muntah
dan kejang sering merupakan sebagai gejala awal. Tingkat kesadaran pada
7
meningitis akut bakterial adalah variabel dan dapat berkisar dari mengantuk,
kebingungan, pingsan sampai koma.2
F. Diagnosis
Anamnesis
Awitan gejala akut (<24 jam) disertai trias meningitis : demam, nyeri
kepala hebat, dan kaku kuduk. Gejala lain yaitu : mual, muntah, fotofobia, kejang
fokal atau umum, dan gangguan kesadaran. Mungkin dapat ditemukan riwayat
infeksi paru-paru, telinga, sinus, atau katup jantung. Pada bayi dan neonatus,
gejala bersifat nonspesifik seperti demam, iritabilitas, letargi, muntah, dan kejang.
Mungkin dapat ditemukan riwayat infeksi maternal, kelahiran prematur,
persalinan lama, ketuban pecah dini.3
Pemeriksaan fisik dan neurologis
- Kesadaran : bervariasi mulai dari iritable, somnolen, delirium, atau koma
- Suhu tubuh ≥38°C
- Infeksi ekstrakranial : sinusitis, otitis media, mastoiditis, pneumonia
- Tanda rangsang meningeal : kaku kuduk, Kernig, Brudzinski I dan II
- Peningkatan tekanan intrakranial : penurunan kesadaran, edema papil,
refleks cahaya pupil menurun, kelumpuhan n. VI, postur deserebrasi, dan
refleks Cushing (bradikardi, hipertensi, respirasi irreguler)
- Defisit neurologis fokal : hemiparesis, kejang fokal maupun umum,
disfasia atau afasia, paresis saraf kranial : n. III, n. IV, n. VI, n. VII, n.
VIII. 3
Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan biokimia dan sitologi cairan serebrospinalis (CSS)
Keruh atau purulen
Protein
Leukosit (1000-5000 sel/mm3)
Predominasi neutrofil (80-95%)
Glukosa ↓ (< 40 mg/dL)
Rasio glukosa CSS : serum ≤0,4 (sensitivitas 80%, spesifisitas 98% untuk
diagnosis meningitis bakterial pada pasien berusia > 2 bulan)
8
- Pewarnaan gram cairan serebrospinalis
Cepat, murah, hasilnya bergantung pada bakteri penyebab
Sensitivitas 60-90%, spesifisitas ≥ 97%
- Kultur cairan serebrospinalis
Identifikasi kuman
Butuh waktu lama (48 jam)
- PCR
Sensitivitas 100%, spesifisitas 98,2%
Deteksi asam nukleat bakteri pada CSS, tidak dipengaruhi terapi
antimikroba yang telah diberikan
- Kultur darah
Dilakukan segera untuk mengidentifikasi organisme penyebab. 3
Pencitraan
- CT scan kepala
Pada permulaan penyakit, CT scan tampak normal
Adanya eksudat purulen di basal, ventrikel yang mengecil, disertai edema
otak, atau ventrikel yang membesar akibat obstruksi cairan serebrospinalis
Bila penyakit berlanjut, dapat terlihat adanya daerah infark akibat
vaskulitis
Indikasi CT scan sebelum LP : adanya defisit neurologis fokal, kejang
pertama kali, edema papil, penurunan kesadaran dan penekanan status
imun
- MRI kepala
Lebih baik dibandingkan CT scan dalam menunjukkan daerah edema dan
iskemik di otak
Penambahan kontras gadolinium menunjukkan “diffuse meningeal
enhancement”. 3
Pemeriksaan CSS pada pasien dengan meningitis bakteri akut
menunjukkan gambaran pleiositosis neutrophilic (biasanya ratusan hingga
beberapa ribu, dengan> 80% PMN sel). Dalam beberapa kasus meningitis L -
monocytogenes (25-30%), dominasi lymphocytic mungkin terjadi. CSF jumlah
9
WBC yang rendah (<20 sel / uL) menandakan adanya jumlah bakteri yang tinggi
dan prognosis yang buruk. Adapun gambaran CSF pada kasus meningitis
bakterial adalah sebagai berikut : Opening pressure 200-300, dengan WBC count
100-5000/uL (>80% terdiri dari sel-sel PMN), kadar glukosa <40mg/dL, kadar
protein >100mg/dL, ditemukan patogen spesifik 60% pada pewarnaan Gram dan
80% dari hasil kultur. Opening pressure (kisaran antara 80-200 mm H2O)
mungkin meningkat, menunjukkan beberapa bentuk peningkatan ICP dari edema
serebral.3
G. Diagnosis Banding
Diferensial diagnosis meningitis bakteri akut ialah penyakit infektif
lainnya seperti meningitis dan meningoencephalitis (virus, TBC, jamur,
leptospiral dan amuba primer), ensefalitis viral, abses otak abses epidural spinal
(daerah servikal), infeksi parameningeal (osteomyelitis kranial, empiema
subdural), aseptic meningitis (SLE misalnya, Behcet's, sarkoidosis), chemical
meningitis (misalnya setelah terapi human IVIg, perdarahan subaraknoid).6
H. Penatalaksanaan
Pengobatan antibiotik pertama kali yang direkomendasikan pada kasus
meningitis akut bakterial adalah melalui jalur parenteral. Terapi antibiotik empiris
pada kasus dugaan meningitis akut bakterial adalah Ceftriaxone 2 g 12-24 jam
atau Cefotaxime 2 g 6-8 jam. Sebagai terapi alternatif dapat diberikan Meropenem
2 g 8 jam atau Kloramfenikol 1 g 6 jam. Jika dicurigai penisilin atau sefalosporin-
resistant pneumococcus bisa digunakan Ceftriaxone atau Cefotaxime ditambah
Vancomycin 60 mg/kg/24 per jam (disesuaikan dengan kreatinin clearance)
setelah loading dosis 15 mg / kg. Ampisilin / Amoksisilin 2 g 4 jam jika curiga
Listeria.2
Terapi antibiotik untuk bakteri patogen spesifik :
- Penisilin-sensitif Pneumococcal meningitis (dan termasuk spesies
streptococcus lainnya yang sensitif) : Benzil Penisilin 250 000 U / kg / hari
(setara dengan 2,4 g 4 jam) atau Ampisilin / Amoksisilin 2 g 4 jam atau
Ceftriaxone 2 g 12 jam atau Cefotaxime 2 g 6-8 jam.
10
Alternatif terapi : Meropenem 2 g 8 jam atau 60 mg/kg/24 jam atau
Vancomycin secara continuous infusion (disesuaikan dengan klirens
kreatinin)setelah 15 mg / kg dosis loading, dengan target level serum 15-25
mg / l) ditambah Rifampisin 600 mg 12 jam atau, Moksifloksasin 400 mg
per hari.
- Pneumococcus dengan kepekaan yang berkurang terhadap penisilin atau
sefalosporin : Ceftriaxone atau Cefotaxime plus Vancomycin ± Rifampisin.
Alternatif terapi : moksifloksasin, Meropenem atau Linezolid 600 mg
dikombinasikan dengan Rifampisin.
- Menigococcal meningitis : Benzil Penisilin atau Ceftriaxone atau
Cefotaxime.
Alternatif terapi : Meropenem atau Kloramfenikol atau moksifloksasin.
- Haemophilus infuenzae tipe B : Ceftriaxone atau Cefotaxime
Alternatif terapi : Kloramfenikol-Ampisilin / Amoksisilin.
- Listerial meningitis : Ampisilin atau Amoksisilin 2 g 4 jam ± Gentamisin 1-
2 mg 8 jam selama 7 pertama - 10 hari.
Alternatif terapi : trimetoprim-sulfametoksazol 10-20 mg / kg 6-12 jam atau
Meropenem.
- Stafilokokus spesies : Flukloksasilin 2 g 4 jam atau Vankomisin jika alergi
penisilin. Rifampisin juga harus dipertimbangkan dan Linezolid untuk
methicillin-resisten staphylococcal meningitis.
- Gram-negatif Enterobacteriaceae : Ceftriaxone atau Cefotaxime atau
Meropenem.
- Pseudomonal meningitis : Meropenem ± Gentamisin.2
Jangka waktu terapi
Durasi optimal terapi untuk kasus meningitis akut bakterial tidak
diketahui. Durasi yang direkomendasikan adalah sebagai berikut :
- Meningitis bakteri unspesifik 10-14 hari
- Pneumococcal meningitis 10-14 hari
11
- Meningitis meningokokus 5-7 hari
- Hib meningitis 7-14 hari
- Listerial meningitis 21 hari
- Bacillary dan Pseudomonal meningitis Gram-negatif:21-28 hari.2
Monitoring pengobatan
Secara umum, jika kondisi klinis tidak membaik dalam 48 jam setelah
dimulai antibiotik yang tepat dan sesuai (dan ada indikasi penggunaan
deksametason), pertimbangkan hal-hal berikut ini :
- peningkatan tekanan intrakranial dari edema serebral atau
hidrosefalus obstruktif
- komplikasi vaskular (arteritis atau vena sinus trombosis)
- antibiotik yang tidak tepat
- penetrasi antibiotik kurang kuat (vankomisin misalnya jika pasien juga
diterapi dengan dexamethasone)
- salah diagnosis
- epilepsi kejang (misalnya status non-kejang)
- komplikasi metabolik (mis. SIADH)
- Persistensi sumber infeksi primer (pneumonia misalnya, bakteri endokarditis,
mastoiditis atau otitis).2
Terapi Adjunctive pada meningitis akut bakterial
Kortikosteroid
Adjuvant deksametason dianjurkan dengan atau sesaat sebelum dosis
pertama parenteral antibiotik yang sebelumnya memberikan hasil baik dan
orang dewasa yang tidak imunosupresif dengan meningitis pneumokokus
pada dosis 10 mg setiap jam 6 selama 4 hari dan anak-anak dengan dosis
0,15mg/kg setiap 6 jam selama 4 hari untuk Hib dan pneumokokus
meningitis.
Pada semua pasien yang secara klinis dicurigai pneumokokus (atau Hib)
meningitis (tanda-tanda neurologis fokal awal), kami merekomendasikan
deksametason yang diberikan bersama dengan dosis pertama terapi
antibiotik empiris seperti yang telah disebutkan di atas.
12
Pada meningitis akut bakterial karena etiologi bakteri lainnya,
penggunaan rutin deksametason dosis tinggi untuk saat ini tidak
direkomendasikan.
Jika terapi deksametason telah dimulai pada kecurigaan klinis meningitis
akut bakterial, yang kemudian terbukti tidak akurat oleh microbiolgy CSF,
pengobatan harus segera dihentikan.2
Terapi adjunctive dan simptomatik lainnya : sirkulasi shock sebagai bagian
dari sepsis berat atau dalam meningococcemia harus ditangani di neuro ICU.
Pengobatan harus terdiri dari posisi head up 30º, head midline, suction minimal,
deep sedation, normo atau moderate hipotermia, dan menghindari hypercapnia.
Kepala elevasi dan agen hiperosmolar direkomendasikan untuk pengelolaan
edema serebral, tetapi belum pernah dievaluasi secara sistematis dalam konteks
bakteri meningitis. Sebagai agen hiperosmolar manitol 20% dapat diberikan
intravena baik sebagai injeksi bolus 1 g / kg selama 10-15 menit, diulangi pada
interval 4-6 jam, atau dalam dosis kecil tapi sering (0,25 mg / kg setiap 2-3jam),
untuk mempertahankan target osmolalitas serum 315 - 320 mOsm / l.
Kejang sering terjadi pada meningitis akut bakterial dan yang terkait
dengan peradangan berat, lesi struktural otak dan pneumococcal meningitis, dapat
meningkatkan angka kematian dan harus diobati dengan parenteral anticonvulsant,
seperti fenitoin (fosphenytoin).2
Antikoagulasi profilaksis untuk mencegah trombosis vena dalam dapat
dipertimbangkan pada pasien yang tidak memiliki coagulaopathy dan dianggap
berada pada risiko tinggi terjadi deep vein thrombosis (misalnya kegemukan dan
baru menjalani operasi pada regio hip). Heparin dianggap menguntungkan dalam
studi retrospektif, pasien dengan septik dan trombosis sinus kavernosus, namun
pengalaman dengan terapi antikoagulasi untuk trombosis sinus vena pada kasus
meningitis akut bakterial terbatas dan yang terbaik disediakan untuk pasien yang
status neurologisnya memburuk karena trombosis vena sinus dan membutuhkan
pemantauan ketat profil koagulasi dan pencitraan otak.2
I. Komplikasi
Kematian pada meningitis bakteri dapat terjadi dalam 48 jam pertama dan
kadang-kadang bahkan sebelum diagnosis dapat diduga. Dalam review data
13
otopsi, dicatat bahwa kematian karena N. meningitidis sering terjadi dalam waktu
12-24 jam dari gejala pertama. Gejala sisa neurologis mungkin terjadi pada 20-
40% pasien. Komplikasi audiologi telah dilaporkan pada lebih dari sepertiga
anak-anak dengan bakteri meningitis, terutama karena H. influenzae. Disfungsi
kognitif, perubahan perilaku, kejang dan penurunan motorik adalah komplikasi
umum meningitis baik pada orang dewasa dan pada anak-anak. Beberapa pasien
telah mengalami komplikasi berupa penurunan visual permanen, yang disebabkan
oleh atrofi optik dari arachnoiditis opticochiasmatic, hidrosefalus yang persisten
atau sebagai akibat dari kebutaan kortikal yang melibatkan infark arteri lobus
oksipital. Kisaran defisit motorik pasca-meningitis bisa sesisi atau bilateral
hemiparesis, kelemahan gerakan mata, paraparesis, dan kejang dengan sensori
loss sesuai dengan kerusakan saraf tulang belakang.2
Keterbelakangan pertumbuhan dan perkembangan mental yang tertunda
merupakan komplikasi meningitis bakteri yang terjadi pada anak-anak. Kisaran
komplikasi pada pneumokokus meningitis sangat parah. Austria sydrome adalah
kondisi parah pneumokokus invasif yang ditandai dengan meningitis, endokarditis
dan pneumonia yang membawa tingkat kematian yang tinggi. Sebuah studi baru-
baru ini pada orang dewasa telah menarik perhatian untuk masalah seperti
myelitis dan pendarahan subaraknoid dan insiden lesi serebrovaskular lebih tinggi
(22% arteri dan 9% vena stroke)]. Kelelahan kronis, depresi dan gangguan tidur
secara signifikan lebih tinggi di antara yang selamat dari meningitis dan yang
lebih kecil proporsi pasien yang disertai dengan epilepsi di tahun-tahun
kemudian.2
DAFTAR PUSTAKA
1. Heyman,David.2005. Deadly and disease Meningitis. Page 35- 47.
2. Chaudhuri, A. et al.,2008.EFNS guideline on the management of community-
acquired bacterial meningitis: report of an EFNS Task Force on acute bacterial
meningitis in older children and adults. European Journal of Neurology 2008,
15: 649–659
3. Dewanto, G.,2009. Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran.
4. Spencer, D., 2010. Changing treatments for bacterial meningitis. American
14
Academy of Neurology.
5. Shmaefsky,B. R. 2005. Deadly disease and epidemics meningitis (Online).
http://www.gsc.mit.edu/index.php?com_pg=art-897636.htm
6. Van de Beek, Diedrik. 2010. Nosocomial Bacterial Meningitis. NEJM Journal
of Medicine. Department of Neurology.
7. Koedel, Uwe. 2005.Meningitis-Associated Central Nervous System
Complication. Department of Neurology, Klinikum Grosshadern, Munich,
Germany;
15