refka meningitis

42
PENDAHULUAN Pada umumnya, infeksi virus sistem saraf pusat jauh lebih sering daripada infeksi bakteri, yang pada gilirannya lebih sering daripada infeksi jamur dan parasit.Infeksi pada sistem saraf pusat (SSP) dapat dibagi menjadi dua kategori besar: yang utamanya melibatkan meninges (meningitis) dan terbatas pada parenkim (ensefalitis). 1,2,7 Meningitis adalah sindrom klinis yang ditandai dengan peradangan pada meninges atau lapisan otak, 3 lapisan membran yang melapisi otak dan sumsum tulang belakang yang terdiri dari Duramater, Arachnoid dan Piamater. Secara klinis, meningitis bermanifestasi dengan gejala meningeal (misalnya, sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia), serta Leukositosis (peningkatan jumlah sel darah putih) dalam cairan cerebrospinal (CSS). Tergantung pada durasi gejala, meningitis dapat diklasifikasikan sebagai akut atau kronis. Meningitis secara anatomis dibagi menjadi inflamasi dura, kadang- kadang disebut sebagai pachymeningitis (agak jarang)

Upload: agung-ayu-widhyantari

Post on 05-Jan-2016

49 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

refka meningitis

TRANSCRIPT

Page 1: Refka Meningitis

PENDAHULUAN

Pada umumnya, infeksi virus sistem saraf pusat jauh lebih sering daripada

infeksi bakteri, yang pada gilirannya lebih sering daripada infeksi jamur dan

parasit.Infeksi pada sistem saraf pusat (SSP) dapat dibagi menjadi dua kategori

besar: yang utamanya melibatkan meninges (meningitis) dan terbatas pada

parenkim (ensefalitis).1,2,7

Meningitis adalah sindrom klinis yang ditandai dengan peradangan pada

meninges atau lapisan otak, 3 lapisan membran yang melapisi otak dan sumsum

tulang belakang yang terdiri dari Duramater, Arachnoid dan Piamater. Secara

klinis, meningitis bermanifestasi dengan gejala meningeal (misalnya, sakit kepala,

kaku kuduk, fotofobia), serta Leukositosis (peningkatan jumlah sel darah putih)

dalam cairan cerebrospinal (CSS). Tergantung pada durasi gejala, meningitis

dapat diklasifikasikan sebagai akut atau kronis. Meningitis secara anatomis dibagi

menjadi inflamasi dura, kadang-kadang disebut sebagai pachymeningitis (agak

jarang) dan leptomeningitis, yang lebih umum dan didefinisikan sebagai

peradangan pada jaringan arakhnoid dan ruang subaraknoid.2

Penyebab paling umum peradangan pada meningens adalah akibat iritasi

oleh infeksi bakteri atau virus. Organisme biasanya masuk meningens melalui

aliran darah dari bagian lain dari tubuh ataupun dapat secara langsung

(perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan di dekat selaput otak.2

Meningitis piogenik (bakteri) terdiri dari peradangan meningens dan CSS

subarachnoid. Jika tidak diobati, meningitis bakteri dapat mengakibatkan

kelemahan (debility) seumur hidup atau kematian. Penyakit ini fatal sebelum era

Page 2: Refka Meningitis

antimikroba, tapi dengan munculnya terapi antimikroba, tingkat kematian secara

keseluruhan dari meningitis bakteri mengalami penurunan. Meskipun demikian,

tetap sangat tinggi, mencapai sekitar 25%. Munculnya strain bakteri resisten telah

mendorong perubahan dalam protokol antibiotik di beberapa negara, termasuk

Amerika Serikat.

Page 3: Refka Meningitis

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. R Tanggal masuk : 17 desember 2013

Umur : 3 tahun, 1 bulan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama

Demam

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien umur 2 tahun datang dengan keluhan demam ± 2 bulan yang lalu

disertai batuk ± 2 bulan yang lalu. Pasien juga sering mengalami kejang ± 5

kali / hariPi. Kejang seluruh badan dengan posisi mata ke atas dan

ekstremitas atas ekstensi, kejang terjadi < 15 menit

BAB 7 hari (-), BAK lancar

Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak ada

Page 4: Refka Meningitis

Riwayat Penyakit Keluarga

Ibu dari pasien yang serumah dengan pasien juga menderita batuk lama dan

mendapatkan pengobatan 6 bulan dari Puskesmas.

Riwayat Imunisasi

Tidak jelas

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum

Kondisi Umum : Sakit berat BB : 9 kg

Tingkat Kesadaran : Stupor GCS : 6

E : 3

V : 2

M :1

Status Gizi : Buruk

Tanda-Tanda Vital

Tekanan Darah : 100/60 mmHg

Denyut Nadi : 120 x/menit

Suhu : 38,2°C

Pernapasan : 43 x/menit

Page 5: Refka Meningitis

Kepala – Leher

- Normocephali,

- Konjungtiva anemis (-/-),

- Sklera ikterik (-/-),

- Sianosis (-),

- Tonsil T1/T1 hiperemis (-),

- Pembesaran kelenjar getah bening (-/+),

Thoraks

Paru :

- Normothoraks

- Ekspansi dada simetris kiri-kanan

- Retraksi dinding dada (+)

- Nyeri tekan (-/-)

- Bunyi paru : vesikuler

- Bunyi tambahan : ronkhi (+/+),

wheezing (-/-)

Jantung :

- Bunyi jantung I-II murni, regular

- Murmur (-)

- Gallop (-)

Abdomen

- Datar dan supel

- Distensi (-)

- Peristaltik (+) kesan normal

- Nyeri tekan (-)

Page 6: Refka Meningitis

- Organomegali (-)

Genital

- Kelainan kongenital lainnya (-)

Ekstremitas

- Akral hangat (+/+)

Pemeriksaan Neurologi

- Kaku kuduk (+)

- Brudzinski 1 (-)

- Brudzinski 2 (-)

- Brudzinski 3 (-)

- Brudzinski 4 (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Lab. Darah Rutin

WBC = 13.1 x 109/L Hb = 9.5 g/dL

HCT = 33.9 % PLT = 447 x 109/L

  SCORING TB/

Riwayat kontak : 3

Tes Mantoux : tidak dilakukan

Page 7: Refka Meningitis

Gizi buruk : 1

Batuk ≥ 3 minggu : 1

Demam ≥ 2 minggu : 1

Pembesaran KGB : 1

TB tulang/sendi : 1

Rontgen toraks : 0

TOTAL SKOR : 8

V. DIAGNOSIS

Meningitis TB

VI. TERAPI

a. IVFD Dextrose 5 %

b. Inj. Cefotaxime 2x 150 gr IV

c. Inj. Gentamycin 2 x 2 gr

d. Prednison 5 gr 2x2 tab

FOLLOW UP

18 Desember 2013

S : Demam (+), Kejang (+) 1x, BAB 1x cair.

O : Kondisi Umum : Sakit berat BB : 9 kg

Tingkat Kesadaran : Stupor GCS : 6

Page 8: Refka Meningitis

E : 3

V : 2

M :1

Status Gizi : Buruk

Tanda-Tanda Vital

Tekanan Darah : 100/60 mmHg

Denyut Nadi : 120 x/menit

Suhu : 39.4°C

Pernapasan : 43 x/menit

Kepala – Leher

- Normocephali,

- Konjungtiva anemis (-/-),

- Sklera ikterik (-/-),

- Sianosis (-),

- Tonsil T1/T1 hiperemis (-),

- Pembesaran kelenjar getah bening (-/+),

Thoraks

Paru :

- Normothoraks

- Ekspansi dada simetris kiri-kanan

- Retraksi dinding dada (+)

- Nyeri tekan (-/-)

Jantung :

- Bunyi jantung I-II murni, regular

- Murmur (-)

- Gallop (-)

Page 9: Refka Meningitis

- Bunyi paru : vesikuler

- Bunyi tambahan : ronkhi (+/+),

wheezing (-/-)

Abdomen

- Datar dan supel

- Distensi (-)

- Peristaltik (+) kesan normal

- Nyeri tekan (-)

- Organomegali (-)

Genital

- Kelainan kongenital lainnya (-)

Ekstremitas

- Akral hangat (+/+)

A : TB Paru

P :

a. P : IVFD Dextrose 5 %

b. Inj. Cefotaxime 2x 150 gr IV

c. Inj. Gentamycin 2 x 2 gr

d. Prednison 5 gr 2x2 tab

19 desember 2013

S : Demam (+), Kejang (-) 1x, BAB (-). BAK (+) 1x

O : Kondisi Umum : Sakit berat BB : 9 kg

Page 10: Refka Meningitis

Tingkat Kesadaran : Stupor GCS : 5

E : 3

V : 1

M :1

Status Gizi : Buruk

Tanda-Tanda Vital

Tekanan Darah : 90/60 mmHg

Denyut Nadi : 120 x/menit

Suhu : 40.2°C

Pernapasan : 43 x/menit

Kepala – Leher

- Normocephali,

- Konjungtiva anemis (-/-),

- Sklera ikterik (-/-),

- Sianosis (-),

- Tonsil T1/T1 hiperemis (-),

- Pembesaran kelenjar getah bening (-/+),

Thoraks

Paru :

- Normothoraks

- Ekspansi dada simetris kiri-kanan

Jantung :

- Bunyi jantung I-II murni, regular

- Murmur (-)

Page 11: Refka Meningitis

- Retraksi dinding dada (+)

- Nyeri tekan (-/-)

- Bunyi paru : vesikuler

- Bunyi tambahan : ronkhi (+/+),

wheezing (-/-)

- Gallop (-)

Abdomen

- Datar dan supel

- Distensi (-)

- Peristaltik (+) kesan normal

- Nyeri tekan (-)

- Organomegali (-)

Genital

- Kelainan kongenital lainnya (-)

Ekstremitas

- Akral hangat (+/+)

Pemeriksaan Laboratorium

o Lumbal Pungsi

Fisika

a. Volume : 3 ml

b. Warna : tidak berwarna

c. Bekuan : tidak ada bekuan

d. Kekeruhan : jernih

Page 12: Refka Meningitis

Kimia

a. Reaksi Noni : negatif

b. Reaksi pandy : negatif

c. Mononukleus : 68 %

d. Polinukleus : 32 %

e. Glukosa : 32

A : Meningitis TB

P :

e. P : IVFD Dextrose 5 %

f. Inj. Cefotaxime 2x 150 gr IV

g. Inj. Gentamycin 2 x 2 gr

h. Prednison 5 gr 2x2 t

i. Rifampicin 1x200 gr

j. Isoniazid 1 x 150 gr

k. Pyrazinamid 2x 270 gr

l. Ethambutol 1 x 200gr

m. Prednison 5 gr 2x2 tab

20 desember 2013

S : Demam (+), Kejang (+) >1x, BAB (-). BAK (-)

O : Kondisi Umum : Sakit berat BB : 9 kg

Tingkat Kesadaran : Stupor GCS : 4

E : 2

Page 13: Refka Meningitis

V : 1

M :1

Status Gizi : Buruk

Tanda-Tanda Vital

Tekanan Darah : 90/60 mmHg

Denyut Nadi : 120 x/menit

Suhu : 39.4°C

Pernapasan : 67 x/menit

Kepala – Leher

- Normocephali,

- Konjungtiva anemis (-/-),

- Sklera ikterik (-/-),

- Sianosis (-),

- Tonsil T1/T1 hiperemis (-),

- Pembesaran kelenjar getah bening (-/+),

Thoraks

Paru :

- Normothoraks

- Ekspansi dada simetris kiri-kanan

- Retraksi dinding dada (+)

- Nyeri tekan (-/-)

- Bunyi paru : vesikuler

Jantung :

- Bunyi jantung I-II murni, regular

- Murmur (-)

- Gallop (-)

Page 14: Refka Meningitis

- Bunyi tambahan : ronkhi (+/+),

wheezing (-/-)

Abdomen

- Datar dan supel

- Distensi (-)

- Peristaltik (+) kesan normal

- Nyeri tekan (-)

- Organomegali (-)

Genital

- Kelainan kongenital lainnya (-)

Ekstremitas

- Akral hangat (+/+)

A : Meningitis TB

P :

n. P : IVFD Dextrose 5 %

o. Inj. Cefotaxime 2x 150 gr IV

p. Inj. Gentamycin 2 x 2 gr

q. Prednison 5 gr 2x2 t

r. Rifampicin 1x200 gr

s. Isoniazid 1 x 150 gr

t. Pyrazinamid 2x 270 gr

u. Ethambutol 1 x 200gr

Page 15: Refka Meningitis

v. Dexamethasone 3 x 0.5 mg

21 desember 2013 jam 08.05 pasien meninggal dunia

DISKUSI

Meningitis adalah Peradangan atau inflamasi pada selaput otak (meninges)

termasuk dura, arachnoid dan piamater yang melapisi otak dan medulla spinalis

yang dapat disebabkan oleh beberapa etiologi (infeksi dan non infeksi) dan dapat

diidentifikasi oleh peningkatan kadar leukosit dalam likuor cerebrospinal (LCS).3

2.1 ANATOMI 4

2.2.1 LAPISAN SELAPUT OTAK/ MENINGES

Otak dibungkus oleh selubung mesodermal, meninges. Lapisan luarnya adalah

pachymeninx atau duramater dan lapisan dalamnya, leptomeninx, dibagi menjadi

arachnoidea dan piamater.

1. Duramater

Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang kuat dengan

suatu lapisan dalam (meningeal) dan lapisan luar (periostal). Kedua lapisan dural

yang melapisi otak umumnya bersatu, kecuali di tempat di tempat dimana

keduanya berpisah untuk menyediakan ruang bagi sinus venosus (sebagian besar

sinus venosus terletak di antara lapisan-lapisan dural), dan di tempat dimana

Page 16: Refka Meningitis

lapisan dalam membentuk sekat di antara bagian-bagian otak. Duramater lapisan

luar melekat pada permukaan dalam cranium dan juga membentuk periosteum,

dan mengirimkan perluasan pembuluh dan fibrosa ke dalam tulang itu sendiri;

lapisan dalam berlanjut menjadi dura spinalis.Septa kuat yang berasal darinya

membentang jauh ke dalam cavum cranii. Di anatara kedua hemispherium

terdapat invaginasi yang disebut falx cerebri. Ia melekat pada crista galli dan

meluas ke crista frontalis ke belakang sampai ke protuberantia occipitalis

interna, tempat dimana duramater bersatu dengan tentorium cerebelli yang meluas

ke dua sisi. Falx cerebri membagi pars superior cavum cranii sedemikian rupa

sehingga masing-masing hemispherium aman pada ruangnya sendiri. Tentorium

cerebelli terbentang seperti tenda yang menutupi cerebellum dan letaknya di fossa

craniiin posterior. Tentorium melekat di sepanjang sulcus transversus os

occipitalis dan pinggir atas os petrosus dan processus clinoideus. Di sebelah oral

ia meninggalkan

lobus besar yaitu incisura tentorii, tempat lewatnya trunkus cerebri. Saluran-

saluran vena besar, sinus dura mater, terbenam dalam dua lamina dura.

Page 17: Refka Meningitis

Gambar

2. Arachnoidea

Page 18: Refka Meningitis

Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan hanya

terpisah dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium subdural. Struktur

ini menutupi spatium subarachnoideum yang menjadi liquor cerebrospinalis,

cavum subarachnoidalis dan dihubungkan ke piamater oleh trabekulae dan septa-

septa yang membentuk suatu anyaman padat yang menjadi system rongga-rongga

yang saling berhubungan.Dari arachnoidea menonjol ke luar tonjolan-tonjolan

mirip jamur ke dalam sinus-sinus venosus utama yaitu granulationes pacchioni

(granulationes/villi arachnoidea). Sebagian besar villi arachnoidea terdapat di

sekitar sinus sagitalis superior dalam lacunae lateralis. Diduga bahwa liquor

cerebrospinali memasuki circulus venosus melalui villi. Pada orang lanjut usia

villi tersebut menyusup ke dalam tulang (foveolae granulares) dan berinvaginasi

ke dalam vena diploe.

Cavum subaracnoidea adalah rongga di antara arachnoid dan piamater yang

secara relative sempit dan terletak di atas permukaan hemisfer cerebrum, namun

rongga tersebut menjadi jauh bertambah lebar di daerah-daerah pada dasar otak.

Pelebaran rongga ini disebut cisterna arachnoidea, seringkali diberi nama menurut

struktur otak yang berdekatan. Cisterna ini berhubungan secara bebas dengan

cisterna yang berbatasan dengan rongga sub arachnoid umum.

Cisterna magna diakibatkan oleh pelebaran-pelebaran rongga di atas subarachnoid

di antara medulla oblongata dan hemisphere cerebellum; cistena ini bersambung

dengan rongga subarachnoid spinalis. Cisterna pontin yang terletak pada aspek

ventral dari pons mengandung arteri basilaris dan beberapa vena. Di bawah

Page 19: Refka Meningitis

cerebrum terdapat rongga yang lebar di antara ke dua lobus temporalis. Rongga

ini dibagi menjadi cisterna chiasmaticus di ats chiasma opticum, cisterna

supraselaris di atas diafragma sellae, dan cisterna interpeduncularis di antara

peduncle cerebrum. Rongga di antara lobus frontalis, parietalis, dan temporalis

dinamakan cisterna fissure lateralis (cisterna sylvii).

3. Piamater

Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang menutupi

permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus,fissure dan sekitar pembuluh

darah diseluruh otak. Piamater juga membentang ke dalam fissure transversalis di

abwah corpus callosum. Di tempat ini pia membentuk tela choroidea dari

ventrikel tertius dan lateralis, dan bergabung dengan ependim dan pembuluh-

pembuluh darah choroideus untuk membentuk pleksus choroideus dari ventrikel-

ventrikel ini. Pia dan ependyma berjalan di atas atap dari ventrikel keempat dan

membentuk tela choroidea ditempat itu.

LIQUOR CEREBROSPINALIS (LCS)

1. Fungsi

LCS memberikan dukungan mekanik pada otak dan bekerja seperti jaket

pelindung dari air. Cairan ini mengontrol eksitabilitas otak dengan mengatur

komposisi ion, membawa keluar metabolit-metabolit (otak tidak mempunyai

pumbuluh limfe), dan memberikan beberapa perlindungan terhadap perubahan-

perubahan tekanan (volume venosus volume cairan cerebrospinal).

2. Komposisi dan Volume

Page 20: Refka Meningitis

Cairan cerebrospinal jernih, tidak berwarna dan tidak berbau. LCS terdapat dalam

suatu system yang terdiri dari spatium liquor cerebrospinalis internum dan

externum yang saling berhubungan. Hubungan antara keduanya melalui dua

apertura lateral dari ventrikel keempat (foramen Luscka) dan apetura medial dari

ventrikel keempat (foramen Magendie). Pada orang dewasa, volume cairan

cerebrospinal total dalam seluruh rongga secara normal �} 150 ml; bagian internal

(ventricular) dari system menjadi kira-kira setengah jumlah ini. Antara

400-500 ml cairan cerebrospinal diproduksi dan direabsorpsi setiap hari.

3. Tekanan

Tekanan rata-rata cairan cerebrospinal yang normal adalah 70-180 mm air;

perubahan yang berkala terjadi menyertai denyutan jantung dan pernapasan.

Takanan meningkat

bila terdapat peningkatan pada volume intracranial (misalnya, pada tumor),

volume darah (pada perdarahan), atau volume cairan cerebrospinal (pada

hydrocephalus) karena tengkorak dewasa merupakan suatu kotak yang kaku dari

tulang yang tidak dapat menyesuaikan diri terhadap penambahan volume tanpa

kenaikan tekanan.

LCS dihasilkan oleh pleksus choroideus dan mengalir dari ventriculus lateralis ke

dalam ventriculus tertius, dan dari sini melalui aquaductus sylvii masuk ke

ventriculus quartus. Di sana cairan ini memasuki spatium liquor cerebrospinalis

externum melalui foramen lateralis dan medialis dari ventriculus quartus. Cairan

meninggalkan system ventricular melalui apertura garis tengah dan lateral dari

ventrikel keempat dan memasuki rongga subarachnoid. Dari sini cairan mungkin

Page 21: Refka Meningitis

mengalir di atas konveksitas otak ke dalam rongga subarachnoid spinal. Sejumlah

kecil direabsorpsi (melalui difusi) ke dalam pembuluh-pembuluh kecil di piamater

atau dinding ventricular, dan sisanya berjalan melalui jonjot arachnoid ke dalam

vena (dari sinus atau vena-vena) di berbagai daerah – kebanyakan di atas

konveksitas superior.

Tekanan cairan cerebrospinal minimum harus ada untuk mempertahankan

reabsorpsi. Karena itu, terdapat suatu sirkulasi cairan cerebrospinal yang terus

menerus di dalam dan sekitar otak dengan produksi dan reabsorpsi dalam keadaan

yang seimbang.

Proses terjadinya meningitis tuberkulosis adalah 9

Meningitis tuberkulosis terjadi sebagai akibat komplikasi penyebaran tuberkulosis

primer, biasanya dari paru. Terjadinya meningitis bukanlah karena terinfeksinya

selaput otak langsung oleh penyebaran hematogen, melainkan biasanya sekunder

melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang

atau vertebra yang kemudian pecah ke dalam rongga arachnoid (rich dan

McCordeck). Kadang-kadang dapat juga terjadi perkontinuitatum dari mastoiditis

atau spondilitis.11

Pada pemeriksaan histologis, meningitis tuberkulosa ternyata merupakan

meningoensefalitis.Peradangan ditemukan sebagian besar pada dasar otak,

terutama batang otak (brain stem) tempat terdapat eksudat dan tuberkel. Eksudat

yang serofibrinosa dan gelatinosa dapat menimbulkan obstruksi pada sisterna

basalis dan mengakibatkan hidrocephalus serta kelainan saraf pusat. Tampak juga

Page 22: Refka Meningitis

kelainan pembuluh darah seperti Arteritis dan Phlebitis yang menimbulkan

penyumbatan. Akibat penyumbatan ini terjadi infark otak yang kemudian

mengakibatkan perlunakan otak.

- Manifestasi klinis

Secara klinis kadang-kadang belum terdapat gejala meningitis nyata walaupun

selaput otak

sudah terkena. Hal demikian terdapat apda tuberlukosis miliaris sehingga pada

penyebaran

miliar sebaiknya dilakukan pungsi lumbal walaupun gejala meningitis belum

tampak.

1. Stadium prodromal

Gejala biasanya didahului oleh stadium prodromal berupa iritasi selaput otak.

Meningitis biasanya mulai perlahan-lahan tanpa panas atau hanya terdapat

kenaikan suhu ringan, jarang terjadi akut dengan panas tinggi. Sering di jumpai

anak mudah terangsang (iritabel) atau anak menjadi apatis dan tidurnya sering

terganggu. Anak besar dapat mengeluh nyeri kepala. Malaise, snoreksia, obstipasi,

mual dan muntah juga sering ditemukan. Belum tampak manifestasi kelainan

neurologis.

2. Stadium transisi

Stadium prodromal disusul dengan stadium transisi dengan adanya kejang. Gejala

diatas menjadi lebih berat dan muncul gejala meningeal, kaku kuduk dimana

seluruh tubuh mulai menjadi kaku dan opistotonus. Refleks tendon menjadi lebih

Page 23: Refka Meningitis

tinggi, ubun-ubun menonjol dan umumnya juga terdapat kelumpuhan urat saraf

mata sehingga timbul gejala strabismus dan nistagmus. Sering tuberkel terdapat di

koroid. Suhu tubuh menjadi lebih tinggi dan kesadaran lebih menurun hingga

timbul stupor. Kejang, defisit neurologis fokal, paresis nervus kranial dan gerakan

involunter (tremor, koreoatetosis, hemibalismus).

3. Stadium terminal

Stadium terminal berupa kelumpuhan kelumpuhan, koma menjadi lebih dalam,

pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali. Nadi dan pernafasan menjadi tidak

teratur, kadang-kadang menjadi pernafasan Cheyne-Stokes (cepat dan dalam).

Hiperpireksia timbul dan anak meninggal tanpa kesadarannya pulih kembali

Tiga stadium diatas biasanya tidak mempunyai batas yang jelas antara satu dengan

yang lainnya, namun jika tidak diobati umumnya berlangsung 3 minggu sebelum

anak meninggal

Pada pasien terlihat pada awal stadium yaitu prodromal sampai stadium terminal

dan akhirnya meninggal dunia.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Pungsi Lumbal

Page 24: Refka Meningitis

Pungsi lumbal adalah cara memperoleh cairan serebrospimal yang paling sering

dilakukan pada segala umur, dan relatif aman.

Indikasi

1. Kejang atau twitching

2. Paresis atau paralisis termasuk paresis N.VI

3. Koma

4. Ubun-ubun besar membonjol

5. Kaku kuduk dengan kesadaran menurun

6. TBC milier

7. Leukemia

8. Mastoiditis kronik yang dicurigai meningitis

9. Sepsis 1.

Pada pasien ini mempunyai indikasi untuk dilakukanya pungsi lumbal yaitu kaku

kuduk dengan kesadaran menurun.

Pungsi lumbal juga dilakukan pada demam yang tidak diketahui sebabnya dah

pada pasien dengan proses degeneratif. Pungsi lumbal sebagai pengobatan

dilakukan pada meningitis kronis yang disebabkan oleh limfoma dan sarkoidosis.

Cairan serebrospinal dikeluarkan perlahan-lahan untuk mengurangi rasa sakit

kepala dan sakit pinggang. Pungsi lumbal berulang-ulang juga dilakukan pada

tekanan intrakranial meninggi jinak (beningn intracranial hypertension), pungsi

lumbal juga dilakukan untuk memasukkan obat-obat tertentu.

Kontraindikasi

Page 25: Refka Meningitis

Kontraindikasi mutlak pungsi lumbal adalah pada syok, infeksi di daerah sekitar

tempat pungsi, tekanan intrakranial meninggi yang disebabkan oleh adanya proses

desak ruang dalam otak (space occupaying lesion) dan pada kelainan pembekuan

yang belum diobati.

Pada tekanan intrakranial meninggi yang diduga karena infeksi (meningitis)

bukan kontraindikasi tetapi harus dilakukan dnegan hati-hati.

Komplikasi

Sakit kepala, infeksi, iritasi zat kimia terhadap selaput otak, bila penggunaan

jarum pungsi tidak kering, jarum patah, herniasi dan tertusuknya saraf oleh jarum

pungsi karena penusukan tidak tepat yaitu kearah lateral dan menembus saraf di

ruang ekstradural

- Pada pemeriksaan penunjang kali ini Pemeriksaan meliputi darah perifer

lengkap, laju endap darah, dan gula darah.

Leukosit darah tepi sering meningkat (10.000-20.000 sel/mm3). Sering

ditemukan hiponatremia dan hipokloremia karena sekresi antidiuretik hormon

yang tidak adekuat.

- Pungsi lumbal :

· Liquor serebrospinal (LCS) jernih, cloudy atau xantokrom

· Jumalh sel meningkat antara 10-250 sel/mm3 dan jarang melebihi 500 sel/mm3.

Hitung jenis predominan sel limfosit walaupun pada stadium awal dapat dominan

polimorfonuklear.

· Protein meningkat di atas 100 mg/dl sedangkan glukosa menurun dibawah 35

mg/dl, rasio glukosa LCS dan darah dibawah normal

Page 26: Refka Meningitis

· Pemeriksaan BTA (basil tahan asam) dan kultur M.Tbc tetap dilakukan.

· Jika hasil pemeriksaan LCS yang pertama meragukan, pungsi lumbal ulangan

dapat memperkuat diagnosis dengan interval 2 minggu.

- Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR), enzyme-linked

immunosorbent assay (ELISA) dan Latex particle agglutination dapat

mendeteksi kuman Mycobacterium di cairan serebrospinal (bila

memungkinkan).

- Pemeriksaan pencitraan CT-Scan atau MRI kepala dengan kontras dapat

menunjukkan lesi parenkim pada daerah basal otak, infark, tuberkuloma,

maupun hidrosefalus.

- Foto rontgen dada dapat menunjukkan gambaran penyakit Tuberkulosis.

- Uji Tuberkulin dapat mendukung diagnosis

- Elektroensefalografi (EEG) dikerjakan jika memungkinkan dapat

menunjukkan perlambatan gelombang irama dasar.9,10

Diagnosis

Diagnosis dapat ditentukan atas dasar gambaran klinis serta yang terpenting ialah

gambaran CSS. Diagnosis pasti hanya dapat dibuat bila ditemukan kuman

tuberkulosis dalam CSS. Uji tuberkulin yang positif, kelainan radiologis yang

tampak pada foto roentgen thorak dan terdapatnya sumber infeksi dalam keluarga

hanya dapat menyokong diagnosis. Uji tuberkulin pada Meningitis tuberkulosis

sering negatif karena reaksi anergi (false-negative), terutama

Page 27: Refka Meningitis

dalam stadium terminalis.9

Tata Laksana

Berdasarkan rekomendasi American Academic of Pediatrics 1994 diberikan 4

macam obat selama 2 bulan dilanjutkan dengan pemberian INH dan Rifampisin

selama 10 bulan.

Dasar pengobatan meningitis tuberkulosis adalah pemberian kombinasi obat

antituberkulosis ditambah dengan kortikosteroid, pengobatan simptomatik bila

terdapat kejang, koreksi dehidrasi akibat masukan makanan yang kurang atau

muntah-muntah dan fisioterapi.

Dosis obat anti-tuberkulosis (OAT) adalah sebagai berikut:

1. Isoniazid (INH) 5-10 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 300 mg/hari.

2. Rifampisin 10-20 mg/kgBB/hari dengan maksimum dosis 600 mg/hari.

3. Pirazinamid 20-40 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 2000 mg/hari.

4. Etambutol 15-25 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 2500 mg/hari.

5. Prednison 1-2 mg/kgBB/hari selama 2-3 minggu dilanjutkan dengan tappering

off untuk menghindari terjadinya rebound phenomenon.9

Pada kasus ini Pasien diberikan sesuai dasar pengobatan meningitis tuberculosis

sesuai teori namun pada pasien ini di tambahkan terapi antibiotik golongan

cephalosporin generasi ketiga yang diberikan adalah cefotaxime dan golongan

aminoglikosida yaitu gentamycin, menurut Pedoman pelayanan medis IDAI tahun

2010 antibiotik yang diberikan adalah golongan cepalosporin karena sefalosporin

generasi ketiga juga dapat menembus cairan serebrospinal dengan sangat baik

Page 28: Refka Meningitis

dalam kasus ini yang diberikan adalah cefotaxim 200-300 mg/kgBB/hari IV

dibagi dalam 3-4 dosis.

PROGNOSIS

Sebelum ditemukannya obat-obat anti-tuberkulosis, mortalitas meningitis

tuberkulosis hampir 100%. Dengan obat-obat anti-tuberkulosis, mortalitas dapat

diturunkan walaupun masih tinggi yaitu berkisar antara 10-20% kasus.

Penyembuhan sempurna dapat juga terlihat. Gejala sisa masih tinggi pada anak

yang selamat dari penyakit ini, terutama bila datang berobat dalam stadium lanjut.

Gejala sisa yang sering didapati adalah gangguan fungsi mata dan pendengaran.

Dapat pula dijumpai hemiparesis, retardasi mental dan kejang. Keterlibatan

hipothalamus dan sisterna basalis dapat menyebabkan gejala endokrin. Saat

permulaan pengobatan umumnya menentukan hasil pengobatan.9

Pada pasien ini mempunyai prognosis buruk karena pada awal masuk di

rumah sakit sudah terjadi penurunan kesadaran dengan GCS 6 dan pada pasien

hanya bertahan 3 hari dan meninggal dunia.

Page 29: Refka Meningitis

DAFTAR PUSTAKA

1. Saharso D, dkk. Infeksi Susunan Saraf Pusat. Dalam : Soetomenggolo TS,

Ismael S,

penyunting. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta: BP IDAI; 1999. h. 40-6, 339-71

2. Razonable RR, dkk. Meningitis. Updated: Mar 29th, 2011. Available from :

http://emedicine.medscape.com/article/ 232915-overview. Accessed May

29th,2011.

3. Tan TQ. Meningitis. In : Perkin RM, Swift JD, Newton DA, penyunting.

Pediatric

Hospital Medicine, textbook of inpatient management. Philadelphia : Lippincott

Page 30: Refka Meningitis

Williams & Wilkins; 2003. h. 443-6.

4. Sitorus MS. Sistem Ventrikel dan Liquor Cerebrospinal. Available from :

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3546/1/anatomi-mega2.pdf.

Accessed

June 1st, 2011.

5. Anonymous. Meningitis. Centers for Disease Control and Prevention.

Updated: August 6th, 2009 Available from :

http://www.cdc.gov/meningitis/about/causes.html. Accessed May 29th, 2011.

6. Fenichel GM. Clinical Pediatric Neurology. 5th ed. Philadelphia : Elvesier

saunders;

2005. h. 106-13.

7. Prober CG. Central Nervous System Infection. Dalam : Behrman, Kliegman,

Jenson,

penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders;

2004. h. 2038-47.

8. Muller ML, dkk. Pediatric Bacterial Meningitis. May 11th, 2011. Available

from:

http://emedicine.medscape.com/article/961497-overview. Accessed May 29th,

2011.

9. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2.

Jakarta:

Bagian Kesehatan Anak FKUI; 1985. h.558-65, 628-9.

Page 31: Refka Meningitis

10. Pudjiadi AH,dkk. Ed. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak

Indonesia.

11. Kliegman, R.M., Behrman, R.E., Jenson, H.B., Stanton, B.F. (2007). Kliegman: Nelson Textbook of Pediatrics 18th Ed. USA: Elsiever.