meningitis anak

40
BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 DEFINISI Peradangan atau inflamasi pada selaput otak (meninges) termasuk dura, arachnoid dan pia mater yang melapisi otak dan medulla spinalis yang dapat diidentifikasi oleh peningkatan kadar leukosit dalam likuor cerebrospinal (LCS). 1 1.2 ANATOMI 2 1.2.1 LAPISAN SELAPUT OTAK/ MENINGES Otak dibungkus oleh selubung mesodermal, meninges. Lapisan luarnya adalah pachymeninx atau duramater dan lapisan dalamnya, leptomeninx, dibagi menjadi arachnoidea dan piamater. 1.2.2 LIQUOR CEREBROSPINALIS (LCS) 1. Fungsi Cairan ini mengontrol eksitabilitas otak dengan mengatur komposisi ion, membawa keluar metabolit- metabolit (otak tidak mempunyai pumbuluh limfe), dan memberikan beberapa perlindungan terhadap perubahan- perubahan tekanan (volume venosus volume cairan cerebrospinal). 2. Komposisi dan Volume Cairan cerebrospinal jernih, tidak berwarna dan tidak berbau. Nilai normal rata-ratanya yang lebih penting diperlihatkan pada tabel. Case Report 1

Upload: muhammad-ridho-aditya

Post on 12-Aug-2015

223 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

refrat tentang meningitis pada anak

TRANSCRIPT

Page 1: Meningitis Anak

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 DEFINISI

Peradangan atau inflamasi pada selaput otak (meninges) termasuk dura, arachnoid dan pia

mater yang melapisi otak dan medulla spinalis yang dapat diidentifikasi oleh peningkatan

kadar leukosit dalam likuor cerebrospinal (LCS).1

1.2 ANATOMI 2

1.2.1 LAPISAN SELAPUT OTAK/ MENINGES

Otak dibungkus oleh selubung mesodermal, meninges. Lapisan luarnya adalah

pachymeninx atau duramater dan lapisan dalamnya, leptomeninx, dibagi menjadi

arachnoidea dan piamater.

1.2.2 LIQUOR CEREBROSPINALIS (LCS)

1. Fungsi

Cairan ini mengontrol eksitabilitas otak dengan mengatur komposisi ion,

membawa keluar metabolit-metabolit (otak tidak mempunyai pumbuluh limfe), dan

memberikan beberapa perlindungan terhadap perubahan-perubahan tekanan (volume

venosus volume cairan cerebrospinal).

2. Komposisi dan Volume

Cairan cerebrospinal jernih, tidak berwarna dan tidak berbau. Nilai normal

rata-ratanya yang lebih penting diperlihatkan pada tabel.

Tabel 1. Nilai Normal Cairan Cerebrospinal

Case Report 1

Page 2: Meningitis Anak

1.3 EPIDEMIOLOGI

Faktor resiko utama untuk meningitis adalah respons imunologi terhadap patogen spesifik

yang lemah terkait dengan umur muda. Resiko terbesar pada bayi (1 – 12 bulan); 95 % terjadi

antara 1 bulan dan 5 tahun, tetapi meningitis dapat terjadi pada setiap umur. Resiko tambahan

adalah kolonisasi baru dengan bakteri patogen, kontak erat dengan individu yang menderita

penyakit invasif, perumahan padat penduduk, kemiskinan, ras kulit hitam, jenis kelamin laki-

laki dan pada bayi yang tidak diberikan ASI pada umur 2 – 5 bulan. Cara penyebaran

mungkin dari kontak orang ke orang melalui sekret atau tetesan saluran pernafasan.3

Meningitis Bakterial

Angka kejadian meningitis bakterial secara keseluruhan belum diketahui dengan pasti.

Insiden meningitis bakterial lebih banyak dijumpai pada laki – laki dari pada perempuan

dengan perbandingan 3 : 1. Sekitar 80 % dari seluruh kasus meningitis bakterial tearjadi pada

anak – anak dan 70 % dari jumlahb tersebut terjadi pada anak berusia 1 – 5 bulan.1

Meningitis Tuberkulosis

Di seluruh dunia, tuberkulosis merupakan penyebab utama dari morbiditas dan kematian pada

anak. Di Amerika Serikat, insidens tuberkulosis kurang dari 5% dari seluruh kasus meningitis

bakterial pada anak, namun penyakit ini mempunyai frekuensi yang lebih tinggi pada daerah

dengan sanitasi yang buruk. Meningitis tuberkulosis masih banyak ditemukan di Indonesia

karena morbiditas tuberkulosis anak masih tinggi. Angka kejadian jarang dibawah usia 3

bulan dan mulai meningkat dalam usia 5 tahun pertama, tertinggi pada usia 6 bulan sampai 2

tahun. Angka kematian berkisar antara 10-20%.4,5

1.4 ETIOLOGI

Penyebab tersering dari meningitis adalah mikroorganisme seperti bakteri.

Mikroorganisme ini menginfeksi darah dan likuor serebrospinal

Mikroorganisme yang sering menyebabkan meningitis berdasarkan usia :

a. 0 – 3 bulan :

Bakteri penyebab yang tersering seperti Streptococcus grup B, E.Coli, Listeria,

bakteri usus selain E.Coli ( Klebsiella, Serratia spesies, Enterobacter), streptococcus

lain, jamur, nontypeable H.influenza, dan bakteri anaerob

b.3 bulan – 5 tahun

Bakteri penyebab tersering meningitis pada grup usia ini belakangan seperti

N.meningitidis dam S.Pneumoniae. Meningitis oleh karena Mycobacterium

Tuberculosis jarang, namun harus dipertimbangkan pada daerah dengan prevalensi

Case Report 2

Page 3: Meningitis Anak

tuberculosis yang tinggi dan jika didapatkan anamnesis, gejala klinis, LCS dan

laboratorium yang mendukung diagnosis Tuberkulosis

c. 5 tahun – dewasa

Bakteri yang tersering menyebabkan meningitis pada grup usia ini seperti

N.meningitidis dan S.pneumoniae. Mycoplasma pneumonia juga dapat menyebabkan

meningitis yang berat dan meningoencephalitis pada grup usia ini.

2.5 PATOGENESIS

Meningitis Bakterial 1

Infeksi dapat mencapai selaput otak melalui :

1. Alian darah (hematogen) oleh karena infeksi di tempat lain seperti faringitis,

tonsillitis, endokarditis, pneumonia, infeksi gigi. Pada keadaan ini sering didapatkan

biakan kuman yang positif pada darah, yang sesuai dengan kuman yang ada dalam

cairan otak.

2. Perluasan langsung dari infeksi (perkontinuitatum) yang disebabkan oleh infeksi dari

sinus paranasalis, mastoid, abses otak, sinus cavernosus.

3. Implantasi langsung : trauma kepala terbuka, tindakan bedah otak, pungsi lumbal dan

mielokel.

4. Meningitis pada neonates dapat terjadi oleh karena:

Aspirasi cairan amnion yang terjadi pada saat bayi melalui jalan lahir atau oleh

kuman-kuman yang normal ada pada jalan lahir

Infeksi bakteri secara transplacental terutama Listeria.

Sebagian besar infeksi susunan saraf pusat terjadi akibat penyebaran hematogen.

Saluran napas merupakan port of entry utama bagi banyak penyebab meningitis

purulenta. Proses terjadinya meningitis bakterial melalui jalur hematogen mempunyai

tahap-tahap sebagai berikut :

1. Bakteri melekat pada sel epitel mukosa nasofaring (kolonisasi)

2. Bakteri menembus rintangan mukosa

3. Bakteri memperbanyak diri dalam aliran darah (menghindar dari sel fagosit dan

aktivitas bakteriolitik) dan menimbulkan bakteriemia.

4. Bakteri masuk ke dalam cairan serebrospinal

5. Bakteri memperbanyak diri dalam cairan serebrospinal

6. Bakteri menimbulkan peradangan pada selaput otak (meningen) dan otak.

Case Report 3

Page 4: Meningitis Anak

Bakteri yang menimbulkan meningitis adalah bakteri yang mampu melampaui semua

tahap dan masing-masing bakteri mempunyai mekanisme virulensi yang berbeda-beda,

dan masing-masing mekanisme mempunyai peranan yang khusus pada satu atau lebih

dari tahap-tahap tersebut. Terjadinya meningitis bacterial dipengaruhi oleh interaksi

beberapa faktor, yaitu host yang rentan, bakteri penyebab dan lingkungan yang

menunjang.

Faktor Host

Beberapa faktor host yang mempermudah terjadinya meningitis:

1. Telah dibuktikan bahwa laki-laki lebih sering menderita meningitis dibandingkan

dengan wanita. Pada neonates sepsis menyebabkan meningitis, laki-laki dan wanita

berbanding 1,7 : 1

2. Bayi dengan berat badan lahir rendah dan premature lebih mudah menderita

meningitis disbanding bayi cukup bulan

3. Ketuban pecah dini, partus lama, manipulasi yang berlebihan selama kehamilan,

adanya infeksi ibu pada akhir kehamilan mempermudah terjadinya sepsis dan

meningitis

4. Pada bayi adanya kekurangan maupun aktivitas bakterisidal dari leukosit, defisiensi

beberapa komplemen serum, seperti C1, C3. C5, rendahnya properdin serum,

rendahnya konsentrasi IgM dan IgA ( IgG dapat di transfer melalui plasenta pada

bayi, tetapi IgA dan IgM sedikit atau sama sekali tidak di transfer melalui plasenta),

akan mempermudah terjadinya infeksi atau meningitis pada neonates. Rendahnya IgM

dan IgA berakibat kurangnya kemampuan bakterisidal terhadap bakteri gram negatif.

5. Defisiensi kongenital dari ketiga immunoglobulin ( gamma globulinemia atau

dysgammaglobulinemia), kekurangan jaringan timus kongenital, kekurangan sel B

dan T, asplenia kongenital mempermudah terjadinya meningitis

6. Keganasan seperti system RES, leukemia, multiple mieloma, penyakit Hodgkin

menyebabkan penurunan produksi immunoglobulin sehingga mempermudah

terjadinya infeksi.

7. Pemberian antibiotik, radiasi dan imunosupresan juga mempermudah terjadinya

infeksi

8. Malnutrisi

Faktor Mikroorganisme

Penyebab meningitis bakterial terdiri dari bermacam-macam bakteri. Mikroorganisme

penyebab berhubungan erat dengan umur pasien. Pada periode neonatal bakteri penyebab

Case Report 4

Page 5: Meningitis Anak

utama adalah golongan enterobacter terutama Escherichia Coli disusul oleh bakteri

lainnya seperti Streptococcus grup B, Streptococcus pneumonia, Staphylococuc sp dan

Salmonella sp. Sedangkan pada bayi umur 2 bulan sampai 4 tahun yang terbanyak adalah

Haemophillus influenza type B disusul oleh Streptococcus pneumonia dan Neisseria

meningitides. Pada anak lebih besar dari 4 tahun yang terbanyak adalah Streptococcus

pneumonia, Neisseria meningitides. Bakteri lain yang dapat menyebabkan meningitis

bakterial adalah kuman batang gram negative seperti Proteus, Aerobacter, Enterobacter,

Klebsiella Sp dan Seprata Sp.

Faktor Lingkungan

Kepadatan penduduk, kebersihan yang kurang, pendidikan rendah dan sosial ekonomi

rendah memgang peranan penting untuk mempermudah terjadinya infeksi. Pada tempat

penitipan bayi apabila terjadi infeksi lebih mudah terjadi penularan. Adanya vektor

binatang seperti anjing, tikus, memungkinkan suatu predisposisi, untuk terjadinya

leptospirosis.

Meningitis Tuberkulosis 4

Meningitis tuberkulosis terjadi sebagai akibat komplikasi penyebaran tuberkulosis

primer, biasanya dari paru. Terjadinya meningitis bukanlah karena terinfeksinya selaput otak

langsung oleh penyebaran hematogen, melainkan biasanya sekunder melalui pembentukan

tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah

ke dalam rongga arachnoid (rich dan McCordeck). Kadang-kadang dapat juga terjadi per-

kontinuitatum dari mastoiditis atau spondilitis.

Pada pemeriksaan histologis, meningitis tuberkulosa ternyata merupakan meningo-

ensefalitis. Peradangan ditemukan sebagian besar pada dasar otak, terutama batang otak

(brain stem) tempat terdapat eksudat dan tuberkel. Eksudat yang serofibrinosa dan gelatinosa

dapat menimbulkan obstruksi pada sisterna basalis dan mengakibatkan hidrocephalus serta

kelainan saraf pusat. Tampak juga kelainan pembuluh darah seperti Arteritis dan Phlebitis

yang menimbulkan penyumbatan. Akibat penyumbatan ini terjadi infark otak yang kemudian

mengakibatkan perlunakan otak.

2.6 PATOFISIOLOGI

Meningitis Bakterial 1

Akhir – akhir ini ditemukan konsep baru mengenai patofisiologi meningitis bakterial,

yaitu suatu proses yang kompleks, komponen – komponen bakteri dan mediator inflamasi

berperan menimbulkan respons peradangan pada selaput otak (meningen) serta menyebabkan

Case Report 5

Page 6: Meningitis Anak

perubahan fisiologis dalam otak berupa peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan

aliran darah otak, yang dapat mengakibatkan tinbulnya gejala sisa.

Gambar 5. Patofisiologi Molekuler Meningitis Bakterial 1

Meningitis Tuberkulosis 1

Meningitis tuberculosis pada umumnya sebagai penyebaran tuberculosis primer,

dengan focus infeksi di tempat lain. Biasanya fokus infeksi primer di paru, namun Blockloch

menemukan 22,8% dengan focus infeksi primer di abdomen, 2,1% di kelenja limfe leher dan

1,2% tidak ditemukan adanya fokus infeksi primer. Dari focus infeksi primer, basil masuk ke

sirkulasi darah melalui duktus torasikus dan kelenjar limfe regional, dan dapat menimbulkan

infeksi berat berupa tuberculosis milier atau hanya menimbulkan beberapa focus metastase

yang biasanya tenang.

Pendapat yang sekarang dapat diterima dikemukakan oleh Rich pada tahun 1951,

yakni bahwa terjadinya meningitis tuberculosis adalah mula-mula terbentuk tuberkel di otak,

selaupt otak atau medulla spinalis, akibat penyebaran basil secara hematogen selama infeksi

primer atau selama perjalanan tuberculosis kronik (walaupun jarang). Kemudian timbul

Case Report 6

Page 7: Meningitis Anak

meningitis akibat terlepasnya basil dan antigennya dari tuberkel yang pecah karena

rangsangan mungkin berupa trauma atau factor imunologis. Basil kemudia langsung masuk

ke ruang subarachnoid atau ventrikel. Meningitis basalis yang terjadi akan menimbulkan

komplikasi neurologis, berupa paralisis saraf kranialis, infark karena penyumbatan arteria dan

vena, serta hidrosefalus karena tersumbatnya aliran cairan cerebrospinal.. perlengketan yang

sama dalam kanalis sentralis medulla spinalis akan menyebabkan spinal block dan paraplegia.

2.7 MANIFESTASI KLINIS

Meningitis Bakterial 1

Tidak ada satupun gambaran klinis yang patognomonik untuk meningitis bakterial. Tanda

dan manifestasi klinis meningitis bakterial begitu luas sehingga sering didapatkan pada anak-

anak baik yang terkena meningitis ataupun tidak. Tanda dan gambaran klinis sangat

bervariasi tergantung umur pasien, lama sakit di rumah sebelum diagnosis dan respon tubuh

terhadap infeksi.

Meningitis pada bayi baru lahir dan prematur sangat sulit didiagnosis, gambaran klinis

sangat kabur dan tidak khas. Demam pada meningitis bayi baru lahir hanya terjadi pada ½

dari jumlah kasus. Biasanya pasien tampak lemas dan malas, tidak mau makan, muntah-

muntah, kesadaran menurun, ubun-ubun besar tegang dan membonjol, leher lemas, respirasi

tidak teratur, kadang-kadang disertai ikterus kalau sepsis. Secara umum apabila didapatkan

sepsis pada bayi baru lahir kita harus mencurigai adanya meningitis.

Bayi berumur 3 bulan – 2 tahun jarang memberi gambaran klasik meningitis.

Biasanya manifestasi yang timbul hanya berupa demam, muntah, gelisah, kejang berulang,

kadang-kadang didapatkan pula high pitch cry (pada bayi). Tanda fisik yang tampak jelas

adalah ubun-ubun tegang dan membonjol, sedangkan tanda Kernig dan Brudzinsky sulit di

evaluasi. Oleh karena insidens meningitis pada umur ini sangat tinggi, maka adanya infeksi

susuan saraf pusat perlu dicurigai pada anak dengan demam terus menerus yang tidak dapat

diterangkan penyebabnya.

Pada anak besar dan dewasa meningitis kadang-kadang memberikan gambaran klasik.

Gejala biasanya dimulai dengan demam, menggigil, muntah dan nyeri kepala. Kadang-

kadang gejala pertama adalah kejang, gelisah, gangguan tingkah laku. Penurunan kesadaran

seperti delirium, stupor, koma dapat juga terjadi. Tanda klinis yang biasa didapatkan adalah

kaku kuduk, tanda Brudzinski dan Kernig. Nyeri kepala timbul akibat inflamasi pembuluh

darah meningen, sering disertai fotofobia dan hiperestesi, kaku kuduk disertai rigiditas spinal

disebabkan karena iritasi meningen serta radiks spinalis.

Case Report 7

Page 8: Meningitis Anak

Kelainan saraf otak disebabkan oleh inflamasi lokal pada perineurium, juga karena

terganggunya suplai vaskular ke saraf. Saraf – saraf kranial VI, VII, dan IV adalah yang

paling sering terkena. Tanda serebri fokal biasanya sekunder karena nekrosis kortikal atau

vaskulitis oklusif, paling sering karena trombosis vena kortikal. Vaskulitis serebral

menyebabkan kejang dan hemiparesis.1

Manifestasi Klinis yang dapat timbul adalah:4

1. Gejala infeksi akut.

a. Lethargy.

b. Irritabilitas.

c. Demam ringan.

d. Muntah.

e. Anoreksia.

f. Sakit kepala (pada anak yang lebih besar).

g. Petechia dan Herpes Labialis (untuk infeksi Pneumococcus).

2. Gejala tekanan intrakranial yang meninggi.

a. Muntah.

b. Nyeri kepala (pada anak yang lebih besar).

c. Moaning cry /Tangisan merintih (pada neonatus)

d. Penurunan kesadaran, dari apatis sampai koma.

e. Kejang, dapat terjadi secara umum, fokal atau twitching.

f. Bulging fontanel /ubun-ubun besar yang menonjol dan tegang.

g. Gejala kelainan serebral yang lain, mis. Hemiparesis, Paralisis, Strabismus.

h. Crack pot sign.

i. Pernafasan Cheyne Stokes.

j. Hipertensi dan Choked disc papila N. optikus (pada anak yang lebih besar).

3. Gejala ransangan meningeal.

a. Kaku kuduk positif.

b. Kernig, Brudzinsky I dan II positif. Pada anak besar sebelum gejala di atas

terjadi, sering terdapat keluhan sakit di daerah leher dan punggung.

Meningitis Tuberkulosis 4,5

Secara klinis kadang-kadang belum terdapat gejala meningitis nyata walaupun selaput

otak sudah terkena. Hal demikian terdapat apda tuberlukosis miliaris sehingga pada

penyebaran miliar sebaiknya dilakukan pungsi lumbal walaupun gejala meningitis belum

tampak.

Case Report 8

Page 9: Meningitis Anak

1. Stadium prodromal

Gejala biasanya didahului oleh stadium prodromal berupa iritasi selaput otal.

Meningitis biasanya mulai perlahan-lahan tanpa panas atau hanya terdapat kenaikan suhu

ringan, jarang terjadi akut dengan panas tinggi. Sering di jumpai anak mudah terangsang

(iritabel) atau anak menjadi apatis dan tidurnya sering terganggu. Anak besar dapat

mengeluh nyeri kepala. Malaise, snoreksia, obstipasi, mual dan muntah juga sering

ditemukan. Belum tampak manifestasi kelainan neurologis.

2. Stadium transisi

Stadium prodromal disusul dengan stadium transisi dengan adanya kejang. Gejala

diatas menjadi lebih berat dan muncul gejala meningeal, kaku kuduk dimana seluruh

tubuh mulai menjadi kaku dan opistotonus. Refleks tendon menjadi lebih tinggi, ubun-

ubun menonjol dan umumnya juga terdapat kelumpuhan urat saraf mata sehingga timbul

gejala strabismus dan nistagmus. Sering tuberkel terdapat di koroid. Suhu tubuh menjadi

lebih tinggi dan kesadaran lebih menurun hingga timbul stupor. Kejang, defisit neurologis

fokal, paresis nervus kranial dan gerakan involunter (tremor, koreoatetosis,

hemibalismus).

3. Stadium terminal

Stadium terminal berupa kelumpuhan kelumpuhan, koma menjadi lebih dalam, pupil

melebar dan tidak bereaksi sama sekali. Nadi dan pernafasan menjadi tidak teratur,

kadang-kadang menjadi pernafasan Cheyne-Stokes (cepat dan dalam). Hiperpireksia

timbul dan anak meninggal tanpa kesadarannya pulih kembali

Tiga stadium diatas biasanya tidak mempunyai batas yang jelas antara satu dengan

yang lainnya, namun jika tidak diobati umumnya berlangsung 3 minggu sebelum anak

meninggal.

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Meningitis bakterial 5

- Darah perifer lengkap dan kultur darah. Pemeriksaan gula darah dan elektrolit jika ada

indikasi.

- Pungsi lumbal sangat penting untuk menegakkan diagnosis dan menentukan etiologi :

Didapatkan cairan keruh atau opalesens dengan Nonne (-)/(+) dan Pandy (+)/(++).

Jumlah sel 100-10.000/m3 dengan hitung jenis predominan polimorfonuklear,

protein 200-500 mg/dl, glukosa <40 mg/dl. Pada stadium dini jumlah sel dapat

normal dengan predominan limfosit.

Case Report 9

Page 10: Meningitis Anak

Apabila telah mendapat antibiotik sebelumnya, gambaran LCS dapat tidak

spesifik.

- Pada kasus berat, pungsi lumbal sebaiknya ditunda dan tetap diberikan pemberian

antibiotik empirik (penundaan 2-3 hari tidak mengubah nilai diagnostik kecuali

identifikasi kuman, itupun jika antibiotiknya senstitif)

- Jika memang kuat dugaan kearah meningitis, meskipun terdapat tanda-tanda

peningkatan tekanan intracranial, pungsi lumbal masih dapat dilakukan asalkan

berhati-hati. Pemakaian jarum spinal dapat meminimalkan komplikasi terjadinya

herniasi.

- Kontraindikasi mutlak pungsi lumbal hanya jika ditemukan tanda dan gejala

peningkatan tekanan intracranial oleh karena lesi desak ruang.

- Pemeriksaan CT-Scan dengan kontras atau MRI kepala (pada kasus berat atau curiga

ada komplikasi seperti empiema subdural, hidrosefalus dan abses otak)

- Pada pemeriksaan elektroensefalografi dapat ditemukan perlambatan umum.

Meningitis Tuberkulosis 5

- Pemeriksaan meliputi darah perifer lengkap, laju endap darah, dan gula darah.

Leukosit darah tepi sering meningkat (10.000-20.000 sel/mm3). Sering ditemukan

hiponatremia dan hipokloremia karena sekresi antidiuretik hormon yang tidak

adekuat.

- Pungsi lumbal :

Liquor serebrospinal (LCS) jernih, cloudy atau xantokrom

Jumalh sel meningkat antara 10-250 sel/mm3 dan jarang melebihi 500 sel/mm3.

Hitung jenis predominan sel limfosit walaupun pada stadium awal dapat dominan

polimorfonuklear.

Protein meningkat di atas 100 mg/dl sedangkan glukosa menurun dibawah 35

mg/dl, rasio glukosa LCS dan darah dibawah normal

Pemeriksaan BTA (basil tahan asam) dan kultur M.Tbc tetap dilakukan.

Jika hasil pemeriksaan LCS yang pertama meragukan, pungsi lumbal ulangan

dapat memperkuat diagnosis dengan interval 2 minggu.

- Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR), enzyme-linked immunosorbent assay

(ELISA) dan Latex particle agglutination dapat mendeteksi kuman Mycobacterium di

cairan serebrospinal (bila memungkinkan).

Case Report 10

Page 11: Meningitis Anak

- Pemeriksaan pencitraan CT-Scan atau MRI kepala dengan kontras dapat

menunjukkan lesi parenkim pada daerah basal otak, infark, tuberkuloma, maupun

hidrosefalus.

- Foto rontgen dada dapat menunjukkan gambaran penyakit Tuberkulosis.

- Uji Tuberkulin dapat mendukung diagnosis

- Elektroensefalografi (EEG) dikerjakan jika memungkinkan dapat menunjukkan

perlambatan gelombang irama dasar.9

2.9 DIAGNOSIS

Meningitis Bakterial

Diagnosis meningitis bakterial tidak dapat dibuat hanya dengan melihat gejala dan

tanda saja. Manifestasi klinis seperti demam, sakit kepala, muntah, kaku kuduk dan adanya

tanda rangsang meningeal kemungkinan dapat pula terjadi pada meningismus, meningitis

TBC dan meningitis aseptic. Hampir semua penulis mengatakan bahwa diagnosis pasti

meningitis hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan cairan serebrospinalis melalui pungsi

lumbal. Oleh Karena itu setiap pasien dengan kecurigaan meningitis harus dilakukan pungsi

lumbal.1

Umumnya cairan serebrospinal berwarna opalesen sampai keruh, tetapi pada stadium

dini dapat diperoleh cairan yang jernih. Reaksi Nonne dan Pandy umumnya didapatkan

positif kuat. Jumlah sel umumnya ribuan per milimeter kubik cairan yang sebagian besar

terdiri dari sel polimorphonuclear (PMN). Pada stadium dini didapatkan jumlah sel hanya

ratusan permilimeter kubik dengan hitung jenis lebih banyak limfosit daripada segmen. Oleh

karena itu pada keadaan sedemikian, pungsi lumbal perlu diulangi keesokan harinya untuk

menegakkan diagnosis yang pasti. Keadaan seperti ini juga ditemukan pada stadium

penyembuhan meningitis purulenta. Kadar protein dalam CSS meninggi. Kadar gula menurun

tetapi tidak serendah pada meningitis tuberkulosa. Kadar klorida kadang-kadang merendah.4

Meningitis Tuberkulosis

Diagnosis dapat ditentukan atas dasar gambaran klinis serta yang terpenting ialah

gambaran CSS. Diagnosis pasti hanya dapat dibuat bila ditemukan kuman tuberkulosis dalam

CSS. Uji tuberkulin yang positif, kelainan radiologis yang tampak pada foto roentgen thorak

dan terdapatnya sumber infeksi dalam keluarga hanya dapat menyokong diagnosis. Uji

tuberkulin pada Meningitis tuberkulosis sering negatif karena reaksi anergi (false-negative),

terutama dalam stadium terminalis.4

2.10 DIAGNOSIS BANDING 1

Case Report 11

Page 12: Meningitis Anak

Abses otak

Encephalitis

2.11 KOMPLIKASI 1

Komplikasi dini :

Syok septik, termasuk DIC

Koma

Kejang (30-40% pada anak)

Edema serebri

Septic arthritis

Efusi pericardial

Anemia hemolitik

Komplikasi lanjut :

Gangguan pendengaran samapi tuli

Disfungsi saraf kranial

Kejang multipel

Paralisis fokal

Efusi subdural

Hidrocephalus

Defisit intelektual

Ataksia

Buta

Waterhouse-Friderichsen syndrome

Gangren periferal

2.12 TATA LAKSANA

Meningitis bakterial

Pemberian terapi dilakukan secepatnya saat diagnosis mengarah ke meningitis.

Idealnya kultur darah dan likuor cerebrospinal (LCS) harus diperoleh sebelum antibiotik yang

diberikan. 6

Peningkatan tekanan intrakranial sekunder akibat edema serebral jarang pada

bayi. Monitor kadar gas darah dengan ketat untuk memastikan oksigenasi yang memadai dan

stabilitas metabolisme.6

Pada bayi dan anak-anak, Manajemen meningitis bakteri mencakup terapi antibiotik

dan terapi suportif. Terapi cairan dan elektrolit dilakukan dengan memantau pasien dengan

memeriksa tanda-tanda vital dan status neurologis dan balans cairan, menetapkan jenis yang

Case Report 12

Page 13: Meningitis Anak

dan volume cairan, risiko edema otak dapat diminimalkan. Anak harus menerima cairan

cukup untuk menjaga tekanan darah sistolik pada sekitar 80 mm Hg, output urin 500

mL/m2/hari, dan perfusi jaringan yang memadai. 

Bila anak dalam status konvulsivus diberikan diazepam 0,2-0,5 mg/kgBB secara

intravena perlahan-lahan, apabila kejang belum berhenti pemberian diazepam dapat diulang

dengan dosis dan cara yang sama. Apabila kejang berhenti dilanjutkan dengan pemberian

fenobarbital dengan dosis awal 10-20mg/kgBB IM, 24 jam kemudian diberikan dosis

rumatan 4-5mg/kgBB/hari. Apabila dengan diazepam intravena 2 kali berturut-turut kejang

belum berhenti dapat diberikan fenitoin dengan dosis 10-20mg/kgBB secara intravena

perlahan-lahan dengan kecepatan dalam 1 menit jangan melebihi 50 mg atau

1mg/kgBB/menit. Dosis selanjutnya 5mg/kgBB/hari diberikan 12-24 jam kemudian. Bila

tidak tersedia diazepam, dapat digunakan langsung phenobarbital dengan dosis awal dan

selanjutnya dosis maintenance.1

Terapi antibiotik 1

Penggunaan antibiotik terdiri dari 2 fase, yaitu fase pertama sebelum hasil biakan dan uji

sensitivitas. Pada fase ini pemberian antibiotic secara empirik yaitu :

Ampisilin 200 – 300 mg /kgBB/hari dibagi dalam 6 dosis dan kloramfenikol 100

mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis pda neonatus 50 mg/kgBB/hari. Pada bayi dan anak

pengobatan dilakukan selama 10 – 14 hari, dan neonatus selama 21 hari.

Pemberian antibiotik menurut IDSA 2004 guidelines for management of bacterial meningitis

adalah sebagai berikut :6

N meningitidis : penisilin, kloramfenikol, seftriakson selama 7 hari

H influenzae : ampisilin, kloramfenikol, seftriakson, sefotaksim selama 7 hari

S pneumoniae : penisilin, kloramfenikol, seftriakson, vankomisin selama 10-14 hari

Bacil aerob Gram negatif : sefotaksim, septazidim, seftriakson selam 21 hari

Terapi Deksametason 1

Studi eksperimen mendapatkan bahwa pada hewan dengan meningitis bakterial yang

menggunakan deksametason menunjukkan perbaikan proses inflamasi, penurunan edema

serebral dan tekanan intrakranial dan lebih sedikit didapatkan kerusakan otak.8

Dexametason diberikan dengan dosis 0,6 mg/kgBB/hari selama 4 hari.

Meningitis Tuberkulosis 4

Case Report 13

Page 14: Meningitis Anak

Berdasarkan rekomendasi American Academic of Pediatrics 1994 diberikan 4 macam

obat selama 2 bulan dilanjutkan dengan pemberian INH dan Rifampisin selama 10 bulan.

Dasar pengobatan meningitis tuberkulosis adalah pemberian kombinasi obat anti-

tuberkulosa ditambah dengan kortikosteroid, pengobatan simptomatik bila terdapat kejang,

koreksi dehidrasi akibat masukan makanan yang kurang atau muntah-muntah dan fisioterapi.

Dosis obat anti-tuberkulosis (OAT) adalah sebagai berikut:

1. Isoniazid (INH) 5-10 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 300 mg/hari.

2. Rifampisin 10-20 mg/kgBB/hari dengan maksimum dosis 600 mg/hari.

3. Pirazinamid 20-40 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 2000 mg/hari.

4. Etambutol 15-25 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 2500 mg/hari.

5. Prednison 1-2 mg/kgBB/hari selama 2-3 minggu dilanjutkan dengan tappering off

untuk menghindari terjadinya rebound phenomenon.

2.13 PENCEGAHAN 7

Meningitis Bakterial

Melakukan imunisasi yang direkomendasikan tepat waktu dan sesuai jadwal

merupakan pencegahan terbaik. Menjalani kebiasaan hidup sehat, seperti istirahat yang

cukup, tidak kontak langsung dengan penderita lain juga dapat membantu.

Meningitis Tuberkulosis

Vaksiniasi BCG memberikan efek proteksi (hampir 64%) terhadap meningitis TB.

Peningkatan berat badan dibandingkan umur berhubungan dengan penurunan resiko dari

penyakit ini.

2.14 PROGNOSIS

Meningitis bakterial 1

Prognosis pasien meningitis bakterial tergantung dari banyak faktor, antara lain:

1. Umur pasien

2. Jenis mikroorganisme

3. Berat ringannya infeksi

4. Lamanya sakit sebelum mendapat pengobatan

5. Kepekaan bakteri terhadap antibiotic yang diberikan

Makin muda umur pasien makin jelek prognosisnya; pada bayi baru lahir yang

menderita meningitis angka kematian masih tinggi. Infeksi yang disebabkan bakteri yang

resisten terhadap antibiotik bersifat fatal.

Dengan deteksi bakteri penyebab yang baik pengobatan antibiotik yang adekuat dan

pengobatan suportif yang baik angka kematian dan kecacatan dapat diturunkan. Walaupun

Case Report 14

Page 15: Meningitis Anak

kematian dan kecacatan yang disebabkan oleh bakteri gram negatif masih sulit diturunkan,

tetapi meningitis yang disebabkan oleh bakteri-bakteri seperti H.influenzae, pneumokok dan

meningokok angka kematian dapat diturunkan dari 50-60% menjadi 20-25%. Insidens

sequele Meningitis bakterialis 9-38%, karena itu pemeriksaan uji pendengaran harus segera

dikerjakan setelah pulang, selain pemeriksaan klinis neurologis. Pemeriksaan penunjang lain

disesuaikan dengan temuan klinis pada saat itu.1,9

Meningitis Tuberkulosis 4

Sebelum ditemukannya obat-obat anti-tuberkulosis, mortalitas meningitis tuberkulosis

hampir 100%. Dengan obat-obat anti-tuberkulosis, mortalitas dapat diturunkan walaupun

masih tinggi yaitu berkisar antara 10-20% kasus. Penyembuhan sempurna dapat juga terlihat.

Gejala sisa masih tinggi pada anak yang selamat dari penyakit ini, terutama bila datang

berobat dalam stadium lanjut. Gejala sisa yang sering didapati adalah gangguan fungsi mata

dan pendengaran. Dapat pula dijumpai hemiparesis, retardasi mental dan kejang. Keterlibatan

hipothalamus dan sisterna basalis dapat menyebabkan gejala endokrin. Saat permulaan

pengobatan umumnya menentukan hasil pengobatan.

DAFTAR PUSTAKA

Case Report 15

Page 16: Meningitis Anak

1. Saharso D, dkk. Infeksi Susunan Saraf Pusat. Dalam : Soetomenggolo TS, Ismael S,

penyunting. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta: BP IDAI; 1999. h. 40-6, 339-71

2. Sitorus MS. Sistem Ventrikel dan Liquor Cerebrospinal. Available from :

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3546/1/anatomi-mega2.pdf. Diakses

20 Januari 2013

3. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2. Jakarta:

Bagian Kesehatan Anak FKUI; 1985. h.558-65, 628-9.

4. Pudjiadi AH,dkk. Ed. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jilid

1. Jakarta : Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010. h. 189-96.

5. Pusponegoro HD, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi ke-1. Jakarta:

Badan Penerbit IDAI; 2004 : 200 – 208.

6. Muller ML, dkk. Pediatric Bacterial Meningitis. May 11th, 2011. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/961497-overview. Diakses 20 Januari 2013.

7. Anonymous. Meningitis. Centers for Disease Control and Prevention.

Updated: August 6th, 2009 Available from : http://www.cdc.gov/meningitis/about/

prevention.html. Diakses 20 Januari 2013

BAB II

LAPORAN KASUS

Case Report 16

Page 17: Meningitis Anak

Identitas Pasien

Nama : A.A

Umur : 8 tahun 5 bulan

Jenis kelamin : Perempuan

Suku : Mentawai

Alamat : Desa Beri Ulo Mentawai

ANAMNESIS :

Telah dirawat pasien perempuan usia 8 tahun 5 bulan masuk ke bangsal HCU Anak

RSUP Dr. M. Djamil Padang tanggal 20 Januari 2013 dengan :

Keluhan Utama : Penurunan kesadaran sejak 3 hari yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang :

• Penurunan kesadaran sejak 3 hari yang lalu

• Demam sejak 2 minggu sejak yang lalu, tinggi, hilang timbul, tidak menggigil, tidak

berkeringat

• Nyeri kepala sejak 2 minggu yang lalu

• Kejang berulang sejak 10 hari yang lalu, frekuensi ± 5 – 6 x/sehari, lama ± 30 menit

sampai 1 jam, interval antara kejang ± 4 – 5 jam, kejang seluruh tubuh, mata melihat

ke atas, anak sadar setelah kejang, anak hanya bisa tidur dan miring sejak kejang

pertama dan masih bisa makan dan minum. Ini merupakan kejang yang pertama,

kejang terakhir 1 hari yang lalu

• Anak tidak bisa membuka mulut sejak 3 hari yang lalu, tidak bisa makan dan minum

• Batuk pilek tidak ada, sesak nafas tidak ada, muntah tidak ada.

• Riwayat kontak dengan penderita batuk – batuk lama tidak ada

• Riwayat trauma kepala tidak ada

• Riwayat telinga berair tidak ada

• Riwayat sakit gigi tidak jelas

• Riwayat luka pada anggota badan tidak ada

• Buang air kecil jumlah dan warna biasa

• Buang air besar belum ada sejak 10 hari yang lalu

• Anak telah dibawa berobat ke Pustu 6 hari yang lalu, dirawat selama 2 hari, diberi

obat malaria dan antibiotic, kemudian dirujuk ke RSUD Mentawai dan dirawat selama

1 hari, mendapat terapi:

Case Report 17

Page 18: Meningitis Anak

O2 1 liter/menit, NGT terpasang, kateter terpasang

Dexametason 3 x 3.5 mg iv

Cefotaxime 3 x 1 gram iv

Phenitoin 2 x 50 mg po

Paracetamol cth II po

Piracetam 4 x 250 mg iv

Dilakukan pemeriksaan labor didapatkan Hb : 10.7, leukosit : 17.000/mm3 , trombosit :

260.000/mm3 , kemudian dirujuk ke RSUP dr. M djamil Padang dengan keterangan

tetraparese spastic, meningitis akut, prolonged fever suspek demam tifoid DD/ ISK

Riwayat Penyakit Dahulu :

• Tidak pernah menderita kejang dengan atau tanpa deman sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga :

• Tidak ada anggota keluarga yang menderita kejang dengan atau tanpa demam

Riwayat Kehamilan :

• Ibu rutin kontrol kehamilan ke bidan, penyakit selama kehamilan tidak ada, cukup

bulan

Riwayat Kelahiran :

• Anak ke 3 dari 4 bersaudara, lahir spontan, ditolong bidan, cukup bulan, BBL 4000

gr, PBL lupa, anak langsung menangis

Riwayat Imunisasi :

• BCG : 1 bulan scar ada

• DPT : 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan

• Polio : 0 bulan, 2 bulan, 4 bulan . 6 bulan

• Campak : 9 bulan

• Hepatitis B : baru lahir, 1 bulan , 3 bulan

Kesan : Imunisasi dasar lengkap

Riwayat Tumbuh Kembang :

• Pertumbuhan dan perkembangan normal

Riwayat Makanan :

• ASI : 0-2 tahun Susu formula : 1 tahun – 3 tahun

• Bubur susu : 4 bulan – 8 bulan 2x sehari

• Nasi Tim : 8 bulan – 12 bulan

• Nasi biasa : 12 bulan – sekarang, Daging 1x/minggu, Ikan 3x/minggu, Telur

2x/minggu, Sayur mayur 2x/minggu

Case Report 18

Page 19: Meningitis Anak

Kesan makan dan minum : kualitas dan kuantitas kurang

Riwayat Sosial Ekonomi :

• Anak ke 3 dari 4 bersaudara, Ayah bekerja sebagai nelayan, ibu sebagai ibu rumah

tangga. Tinggal di rumah panggung, sumber air dari sungai, jamban di luar rumah,

sampah dibuang di tempat sampah, dan pekarangan sempit

Kesan : Higine dan sanitasi lingkungan kurang

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : sakit berat

Kesadaran : GCS E2M2V1 = 5

Tekanan Darah : 90/60 mmHg

Frekuensi Nadi : 112 x/menit

Frekuensi Nafas : 26 x/menit

Suhu : 37,4ºC

Berat Badan : 16 kg

Tinggi Badan : 118 cm

BB/U : 59, 2 %

TB/U : 90,8 %

BB/TB : 72, 7 %

Kesan : gizi kurang

Kulit : teraba hangat, pucat tidak ada, sianosis tidak ada, ikterus tidak ada

KGB : Tidak teraba pembesaran KGB

Kepala : bentuk bulat,simetris

Rambut : rambut hitam, tidak mudah dicabut.

Mata : sklera tidak ikterik, konjungtiva anemis, pupil isokor 2 mm, reflek

cahaya +/+

Telinga : tidak ditemukan kelainan.

Hidung : bentuk normal, secret tidak ada, deviasi septum tidak ada, nafas cuping

hidung tidak ada, tidak ditemukan kelainan.

Tenggorokan : sulit dinilai.

Mulut : Trismus.

Leher : JVP 5-2 cmH2O

Thorak

Case Report 19

Page 20: Meningitis Anak

Paru :

Inspeksi : normochest, simetris

Palpasi : fremitus kiri dan kanan sama

Perkusi : sonor

Auskkultasi : suara nafas vesikuler, ronchi dan wheezing tidak ada.

Jantung :

Inspeksi : iktus kordis terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba di 1 jari medial LMCS RIC V.

Perkusi : Batas jantung atas : RIC II, batas kanan : linea sternalis dextra,

batas kiri : 1 jari medial LMCS RIC V.

Auskultasi : irama jantung teratur, bising tidak ada.

Abdomen :

Inspeksi : tampak membuncit.

Palpasi : hepar teraba ¼ - ¼ pinggir tajam, permukaan rata, konsistensi kenyal dan

lien tidak teraba

Perkusi :thympani, shifting dullness (+)

Auskultasi : bising usus (+) normal.

Alat kelamin : tidak ditemukan kelainan, status pubertas A1M1P1

Anus : colok dubur tidak dilakukan

Ekstremitas : akral hangat, refilling kapiler baik

Status Neurologikus:

• Tanda perangsangan selaput otak

Kaku kuduk : + Kernig : -

Brudzinsky I : - Brudzinsky II : -

Laseque : -

• Tanda peningkatan TIK

Muntah proyektil : -

Sakit kepala progresif : -

• Nervi Kranialis : Trismus positif

• Koordinasi :Tidak bisa dinilai

• Motorik : spastik +/+ , kekuatan otot tidak bisa dinilai

• Sensorik : respon negatif terhadap rangsangan nyeri

• Fungsi Otonom : Sekresi keringat ada

• Reflek fisiologis

Case Report 20

Page 21: Meningitis Anak

KPR : +++/+++ APR : +++/+++

• Reflek patologis

Babinsky group:-/- Chadok : -/-

Oppenheim : -/- Gordon : -/-

Schaefer : -/- Hoffman : -/-

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Tanggal 20 Januari 2013 :

Darah :

- Hb : 13,1 g/dl

- Leukosit : 19.300/mm3

- Hitung jenis : 0/1/1/67/27/4

- Trombosit : 613.000/mm3

Urin :

- Warna kuning jernih

- Protein : negatif

- Reduksi : negatif

- Sedimen : negatif

Feses :

- Warna kecoklatan

- Darah tidak ada

- Lendir tidak ada

DIAGNOSIS KERJA

• Suspek meningitis polenta

• Gizi kurang

DIAGNOSIS BANDING

• Meningitis tuberkulosa

• Meningoensefalitis

RENCANA PEMERIKSAAN

• Daraf perifer lengkap

• Elektrolit darah dan GDR

• Kultur darah

• Lumbal pungsi

• Brain CT Scan

• Ro Thorax

Case Report 21

Page 22: Meningitis Anak

• BTA lambung

• Konsul mata

TERAPI

• MC 8 x 40 cc / NGT

• O2 1 liter/ menit (nasal)

• IVFD KaEN1B 14 tetes/ menit (makro)

• Luminal 75 mg dan dilanjutkan luminal 2 x 60 mg (p.o)

• Dexametason bolus 8 mg dilanjutkan 3 x 2.5 mg (iv)

• Ampisilin 6 x 800 mg (iv)

• Kloramfenikol 4 x 400 mg (iv)

Hasil Konsul Mata : Saat ini tidak ditemukan tanda- tanda peningkatan tekanan intra kranial

Hasil bacaan Brain CT Scan : Brain Atropi

Hasil pemeriksaan Elektrolit dan GDR

• Na : 131 mg/dl

• K : 4,7 mg/dl

• Ca : 10,1 mg/dl

• GDR : 161 mg/dl

Kesan : Hiponatremia

Terapi : Kekurangan Natrium dapat terpenuhi dengan IVFD KaEN1B

Hasil Pemeriksaan Lumbal Pungsi :

• Makroskopis : Mengalir jernih

• Nonne : Negatif

• Pandy : Negatif

• Jumlah sel : 36/ mm3, PMN 60%, MN 40%

• Glukosa : 97 mg/dl

• Protein : tidak dapat dilakukan karena reagen tidak ada

Kesan : Sesuai Meningitis

Follow Up Harian

Follow up Tanggal 21 Januari 2013

Subjek :

Case Report 22

Page 23: Meningitis Anak

• Demam tidak ada

• Kejang tidak ada

• Muntah tidak ada

• Sesak nafas tidak ada

• Intake melalui NGT, toleransi baik

• BAK ada

Objek :

• Sakit berat, GCS E2M2V1 = 5,TD 90/60 mmHg, nadi 116x/menit, nafas 26x/menit,

suhu 37,2 0C

• Mata : Konjugtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

• Thorax :

Cor : Irama teratur, bising tidak ada

Pulmo : Bronkovesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

• Abdomen : Distensi tidak ada, bising usus + normal

• Ekstremitas : Akral hangat, perfusi baik

Kesan : Belum ada perbaikan

Konsultasi dengan dokter spesialis anak, dan diberi advice :

• Penambahan terapi meningitis tubekulosa karena menintis tuberkulosa belum bisa

disingkirkan

• Lengkapi pemeriksaan TB

Terapi :

• MC 8 x 40 cc / NGT

• O2 1 liter/ menit (nasal)

• IVFD KaEN1B 14 tetes/ menit (makro)

• Luminal 2 x 60 mg (p.o)

• Dexametason 3 x 2.5 mg (iv)

• Ampisilin 6 x 800 mg (iv)

• Kloramfenikol 4 x 400 mg (iv)

• INH 1 x 150 mg (po)

• Rifampisin 1 x 250 mg (po)

• Pirazinamid 1 x 400 mg (po)

• Etambutol 1 x 350 mg (po)

• Vitamin B6 1 x 20 mg (po)

Case Report 23

Page 24: Meningitis Anak

Rencana :

• Ro Thorax

• BTA lambung

• Mantoux test

Follow up tanggal 22 Januari 2013

Subjek :

• Demam tidak ada

• Kejang tidak ada

• Muntah tidak ada

• Sesak nafas tidak ada

• Intake melalui NGT, toleransi baik

• BAK ada

Objek :

• Sakit berat, GCS E2M2V1 = 5,TD 90/60 mmHg, nadi 118x/menit, nafas 24x/menit,

suhu 37,4 oC

• Mata : Konjugtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

• Thorax :

Cor : Irama teratur, bising tidak ada

Pulmo : Bronkovesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

• Abdomen : Distensi tidak ada, bising usus + normal

• Ekstremitas : Akral hangat, perfusi baik

Kesan : Belum ada perbaikan

Terapi :

• MC 8 x 40 cc / NGT

• O2 1 liter/ menit (nasal)

• IVFD KaEN1B 14 tetes/ menit (makro)

• Luminal 2 x 60 mg (p.o)

• Dexametason 3 x 2.5 mg (iv)

• Ampisilin 6 x 800 mg (iv)

• Kloramfenikol 4 x 400 mg (iv)

• INH 1 x 150 mg (po)

• Rifampisin 1 x 250 mg (po)

• Pirazinamid 1 x 400 mg (po)

• Etambutol 1 x 350 mg (po)

Case Report 24

Page 25: Meningitis Anak

• Vitamin B6 1 x 20 mg (po)

Rencana :

• Ro Thorax

• BTA lambung

• Mantoux test

Follow up tanggal 23 Januari 2013

Subjek :

• Demam tidak ada

• Kejang tidak ada

• Muntah tidak ada

• Sesak nafas tidak ada

• Intake melalui NGT, toleransi baik

• BAK ada

Objek :

• Sakit berat, GCS E3M3V1 =7 ,TD 90/60 mmHg, nadi 114x/menit, nafas 25x/menit,

suhu 37,5 oC

• Mata : Konjugtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

• Thorax :

Cor : Irama teratur, bising tidak ada

Pulmo : Bronkovesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

• Abdomen : Distensi tidak ada, bising usus + normal

• Ekstremitas : Akral hangat, perfusi baik

Kesan : Perbaikan GCS

Hasil Ro Thorax : Tampak gambaran proses perkijuan di kedua lapangan paru

Terapi :

• MC 8 x 40 cc / NGT

• O2 1 liter/ menit (nasal)

• IVFD KaEN1B 14 tetes/ menit (makro)

• Luminal 2 x 60 mg (p.o)

• Dexametason 3 x 2.5 mg (iv)

• Ampisilin 6 x 800 mg (iv)

• Kloramfenikol 4 x 400 mg (iv)

• INH 1 x 150 mg (po)

Case Report 25

Page 26: Meningitis Anak

• Rifampisin 1 x 250 mg (po)

• Pirazinamid 1 x 400 mg (po)

• Etambutol 1 x 350 mg (po)

• Vitamin B6 1 x 20 mg (po)

Rencana :

• BTA lambung

DISKUSI

Case Report 26

Page 27: Meningitis Anak

Meningitis adalah infeksi yang terjadi di meningens yang banyak disebabkan oleh

bakteri. Pasien meningitis umumnya datang dengan keluhan utama deman, nyeri kepala,

kejang, penurunan kesadaran hingga koma. Pada pasien ini ditemukan keluhan utama

penurunan kesadaran. Selain itu, pasien ini juga mengalami demam dan kejang. Pasien yang

datang dengan keluhan ini kita bisa berpikir dan mengarahkan berbagai diangnosis yang

mungkin seperti meningitis, ensefalitis, abses otak,dan berbagai kemungkinan yang lain.

Untuk membantu kita menegakkan diagnosis, diperlukan pemeriksaan fisik dan penunjang

lainya.

Pemeriksaan fisik pada pasien ini ditemukan dalam keadaan koma. Pasien ini juga

ditemukan adanya kaku kuduk. Kaku kuduk adalah salah satu gejala ada nya rangsangan pada

meningens yang bisa salah satunya disebabkan oleh infeksi. Adanya trismus dan spasme juga

bisa membantu kita dalam mementukan diagnosis pada pasien ini.

Pemeriksaan penunjang yang sangat penting pada pasien yang kita curigai meningitis

adalah pemeriksaan LCS dengan lumbal pungsi. Pada pasien ini ditemukan LCS yang

menunjukan gambaran meningitis.

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat ditegakkan

diagnosis sementara meningitis purulenta dan kita diagnosis banding dengan meningitis

tuberkulosa. Untuk lebih memastikan langi diagnosis, kita dapat melakukan pemeriksaan TB

lengkap seperti Rontagen thorax, BTA, dan mantoux test.

Terapi yang diberikan pada pasien meningitis adalah terapi antibiotok dan terapi

suportif. Terapi antibiotik yang diberikan adalah terapi empirik sampai hasil kultur san uji

sentivitas ada. Antibiotik yang digunakan berupa kombinasi ampisilin dan kloramfenikol.

Pada pasien ini telah diberikan ampisilin 6 x 800 mg dan kloramfenikol 4 x 400 mg. pada

pasien ini juga tambahkan terapi TB sampai kita dapat memastikan adanya infeksi TB.

Prognosis pasien meningitis bakterial tergantung dari banyak faktor, antara lainu mur

pasien, jenis mikroorganisme, berat ringannya infeksi, lamanya sakit sebelum mendapat

pengobatan, dan kepekaan bakteri terhadap antibiotik yang diberikan.

Case Report 27