laporan praktikum farmako c1 fix
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKO KEDOKTERANBLOK DMS
ANESTESI LOKAL
Asisten : Rikawanto Prima PNIM : G1A008077
Oleh :
Kelompok C 1
Tyasa Budiman G1A010005
Sofia Kusamadewi G1A010006
Dandy Dharma G1A010016
Angkat Prasetya A N G1A010038
Risma Pramudya W G1A010045
Iman Hendrianto G1A010048
Elisabeth Serafiyani G1A010079
KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU – ILMU KESEHATANJURUSAN PENDIDIKAN DOKTER
PURWOKERTO
2011
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh :
Kelompok C1
Tyasa Budiman G1A010005
Sofia Kusamadewi G1A010006
Dandy Dharma G1A010016
Angkat Prasetya A N G1A010038
Risma Pramudya W G1A010045
Iman Hendrianto G1A010048
Elisabeth Serafiyani G1A010079
Disusun untuk memenuhi persyaratan mengikuti
Ujian praktikum farmakologi Kedokteran Blok DMS
Pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jurusan Kedokteran
Universitas Jendral Soedirman
Purwokerto
Diterima dan disahkan
Purwokerto, Desember 2011
Asisten
Rikawanto Prima Putra
G1A008077
BAB I
PENDAHULUAN
A. Judul Praktikum
Praktikum Anestesi Lokal
B. Tanggal
Jumat, 25 November 2011
C. Tujuan Percobaan
1. Umum
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa dapat memahami prinsip
kerja dan melatih melakukan teknik anestesi edic sederhana.
2. Khusus
Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa mampu:
a. Melakukan tindakan anestesi permukaan pada manusia.
b. Melakukan tindakan anestesi infltrasi pada manusia.
c. Melakukan tindakan anestesi blok pada n.ischiadicus katak, sebagai
dasar pemahaman dalam melakukan anestesi blok pada saraf
tertentu manusia.
d. Melakukan anestesi spinal pada katak dan menjelaskan kegunaan
anestesi spinal pada manusia.
D. Dasar Teori
Anestesi adalah suatu tindakan yang bertujuan untuk menghilangkan
sensasi sensoris, terutama bertujuan untuk menghilangkan kepekaan terhadap
rasa nyeri yang disebabkan oleh pemberian suatu obat atau oleh intervensi
edic lainnya (Dorland, 2002). Anestesia berdasarkan sifatnya dibagi menjadi:
1. Anestesi Lokal
Anastesi lokal yaitu obat yang bila diberikan secara lokal (topikal atau
suntikan) dalam kadar yang cukup dapat menghambat hantaran impuls
pada syaraf yang dikenai oleh obat tersebut. Obat-obat ini dapat
menghilangkan rasa atau sensasi nyeri terbatas pada daerah tubuh yang
dikenai tanpa menghilangkan kesadaran (Staf Pengajar Departemen
Famakologi (Ismar, 2006)
a. Awal bekerja bergantung beberapa faktor, yaitu:
1. pKa mendekati pH fisiologis sehingga konsentrasi bagian tak
terionisasi meningkat dan dapat menembus membrane sel saraf
sehingga menghasilkan mula kerja cepat
2. Alkalinisasi anestetika lokal membuat awal kerja cepat
3. Konsentrasi obat anestetika local
b. Lama kerja dipengaruhi oleh:
1. Ikatan dengan protein plasma karena reseptor anestetika lokal
adalah protein
2. Dipengaruhi oleh kecepatan absorpsi
3. Dipengaruhi oleh banyaknya pembuluh darah perifer di daerah
pemberian
c. Efek samping terhadap sistem tubuh :
1. Sistem Kardiovaskular
a. Depresi automatisasi miokard
b. Depresi kontraktilitas miokard
c. Dilatasi arteriolar
d. Dosis besar dapat menyebabkan disritmia
2. Sistem Pernafasan
a. Relaksasi otot polos bronkus
b. Depresi kontraktilitas miokard
c. Dilatasi arteriolar
d. Dosis besar dapat menyebabkan disritmia
3. Sistem saraf pusat
a. Parestesia lidah
b. Pusing
c. Tinnitus
d. Pandangan kabur
e. Agitasi
f. Depresi pernafasan
g. Tidak sadar
h. Konvulsi
i. Koma
4. Imunologi
Reaksi alergi
5. Sistem musculoskeletal :
Miotoksik (bupivakain > lidokain > prokain)
d. Komplikasi obat anestesi lokal
Obat anestesi lokal, melewati dosis tertentu merupakan zat toksik,
sehingga untuk tiap jenis obat anestesi lokal dicantumkan dosis
maksimalnya. Komplikasi dapat bersifat lokal atau sistemik (ismar,
2006)
1. Komplikasi lokal
a. Terjadi ditempat suntikan berupa edema, abses, nekrosis dan
gangrene.
b. Komplikasi infeksi hampir selalu disebabkan kelainan tindakan
asepsis dan antisepsis.
c. Iskemia jaringan dan nekrosis karena penambahan
vasokonstriktor yang disuntikkan pada daerah dengan arteri
buntu.
2. Komplikasi sistemik
a. Manifestasi klinis umumnya berupa reaksi neurologis dan
kardiovaskuler.
b. Pengaruh pada korteks serebri dan pusat yang lebih tinggi
adalah berupa perangsangan sedangkan pengaruh pada pons
dan batang otak berupa depresi.
c. Pengaruh kardiovaskuler adalah berupa penurunan tekanan
darah dan depresi miokardium serta gangguan hantaran listrik
jantung.
e. Jenis- Jenis Anestesi Lokal
1. Infiltrasi Lokal
Penyuntikan larutan analgetik lokal langsung diarahkan sekitar
tempat lesi
2. Blok Lapangan (Field Block)
Infiltrasi sekitar lapangan operasi (contoh, untuk ekstirpasi
tumor kecil)
3. Analgesia Permukaan (Topikal)
Obat analgetika lokal dioles atau disemprot di atas selaput
mukosa
4. Analgesia Regional Intravena
Penyuntikan larutan analgetik lokal intravena.
Ekstremitas dieksanguinasi (pengurangan darah) dan
diisolasi bagian proksimalnya dengan torniket dari sirkulasi
sistemik. Sebagian besar obar anestesi lokal adalah suatu ester
atau amida dari derivat benzen sederhana. Secara kimia obat-
bat anestesi lokal terdiri dari golongan senyawa kimia yang
mirip dengan senyawa yang memblok kanal Na pada membran
sel saraf yang mudah dirangsang. Anestesi lokal yang
mempunyai ikatan ester umumnya kurang stabil dan mudah
dimetabolisme karena pada degradasi dan inaktivasi di dalam
badan gugus tersebut akan dihidrolisis. Semkain kecil dan
semakin lipofilik suatu obat anestesi lokal maka kerjanya akan
semakin cepat dan semakin kuat potensinya. Yang termasuk
anestesi lokal golongan ester adalah tetrakain, benzokain,
kokain dan prokain. Sedangkan obat anestesi lokal yang
termasuk golongan amida adalah lidokain, dibukain,
mepivakain, bupivakain, etidokain dan prilokain. Karakteristik
dari setiap obat adalah sebagai berikut :
a. Lidokain
Lidokain dapt digunakan saat anestesi topikal, injeksi
lokal untuk anestesi lokal. Namun lidokain memiliki efek
samping yaitu sedasi, amnesia dan konvulsi (Staf Pengajar
Departemen Famakologi FK UNSRI, 2004).
b. Bupivakain
Bupivakain memeliki sifat farmakologi yaitu memiliki
masa kerja yang panjang. Indikasi penggunan bupivakain
yaitu saat anestesi infiltrasi, untuk blokade saraf dan saat
anestesi spinal. Namun penggunan bupivikain memiliki
efek samping yaitu sedasi, amnesia dan konvulsi (ismar,
2006).
Obat anestesi lokal harus memiliki sifat yang ideal di
antaranya tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan
saraf secara tetap, batas keamanan harus lebar karena obat
anestetik lokal diarbsorbsi melalui suntikan, masa kerja
harus cukup lama, masa pemulihan jangan terlalu lama,
harus larut dalam air, stabil dalam larutan serta dapat
disentuh tanpa harus mengalami perubahan (ismar, 2006).
2. Anestesi Regional
A. Definisi
Anestesi regional dapat menyebabkan hilangnya sensasi secara
sementara pada bagian tubuh tertentu akibat dari pemberian anestesi
lokal. Anestetik lokal mencegah konduksi impuls saraf. Pemberian
anestetik regional diberikan pada pasien yang tidak bisa memakai
anestetik secara umum karena dikontraindikasika. Ada empat macam
anestesi secara regional yaitu (Baradero, 2005).
B. Pembagian Anestesi/Analgesia Regional
1. Blok sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal,
epidural, dan kaudal. Tindakan ini sering dikerjakan.
2. Blok perifer (blok saraf), misalnya anestesi topikal, infiltrasi
lokal, blok lapangan, dan analgesia regional intravena.
C. Keuntungan Anestesia Regional
1. Alat minim dan teknik relatif sederhana, sehingga biaya relatif
lebih murah.
2. Relatif aman untuk pasien yang tidak puasa (operasi emergency,
lambung penuh) karena penderita sadar.
3. Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi.
4. Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi.
5. Perawatan post operasi lebih ringan.
D. Kerugian Anestesia Regional
1. Tidak semua penderita mau dilakukan anestesi secara regional.
2. Membutuhkan kerjasama pasien yang kooperatif.
3. Sulit diterapkan pada anak-anak.
4. Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional.
5. Terdapat kemungkinan kegagalan pada teknik anestesi regional
E. Persiapan Anestesi Regional
Persiapan anestesi regional sama dengan persiapan anestesi
umum karena untuk mengantisipasi terjadinya toksik sistemik reaction
yang bisa berakibat fatal, perlu persiapan resusitasi. Misalnya: obat
anestesi spinal/epidural masuk ke pembuluh darah → kolaps
kardiovaskular sampai cardiac arrest. Juga untuk mengantisipasi
terjadinya kegagalan, sehingga operasi bisa dilanjutkan dengan
anestesi umum (ismar, 2006).
3. Pembahasan Blok Sentral
Neuroaksial blok (spinal dan epidural anestesi) akan menyebabkan blo
k simpatis, analgesia sensoris dan blok motoris (tergantung dari dosis,
konsentrasi dan volume obat anestesi lokal).
a. Anastesi Spinal
Anestesi spinal ialah pemberian obat anestetik lokal ke dalam
ruang subarackhnoid. Anestesi spinal diperoleh dengan cara
menyuntikkan anestetik lokal ke dalam ruang subarachnoid. Anestesi
spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal intradural
atau blok intratekal. Untuk mencapai cairan serebrospinal, maka jarum
suntik akan menembus kutis → subkutis → Lig. Supraspinosum →
Lig. Interspinosum → Lig. Flavum → ruang epidural → durameter →
ruang subarachnoid.
Medulla spinalis berada di dalam kanalis spinalis dikelilingi oleh
cairan serebrospinal, dibungkus oleh meningens (duramater, lemak
dan pleksus venosus). Pada dewasa berakhir setinggi L1, pada anak
L2 dan pada bayi L3. Oleh karena itu, anestesi / analgesi spinal
dilakukan di ruang sub arachnoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau
L3-L4 atau L4-L5.
1. Indikasi:
a. Bedah ekstremitas bawah
b. Bedah panggul
c. Tindakan sekitar rektum perineum
d. Bedah obstetrik-ginekologi
e. Bedah urologi
f. Bedah abdomen bawah
g. Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya
dikombinasikan vdengan anesthesia umum ringan
2. Kontra indikasi absolut:
a. Pasien menolak
b. Infeksi pada tempat suntikan
c. Hipovolemia berat, syok
d. Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan
e. Tekanan intrakranial meningkat
f. Fasilitas resusitasi minim
g. Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi.
3. Kontra indikasi relatif
a. Infeksi sistemik
b. Infeksi sekitar tempat suntikan
c. Kelainan neurologis
d. Kelainan psikis
e. Bedah lama
f. Penyakit jantung
g. Hipovolemia ringan
h. Nyeri punggung kronik
4. Persiapan analgesia spinal
Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persia
pan pada anastesia umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti
apakah akan menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan
anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tak
teraba tonjolan prosesus spinosus.
5. Peralatan analgesia Spinal
a. Peralatan monitor: tekanan darah, nadi, saturasi oksigen, dll.
b. Peralatan resusitasi
c. Jarum spinal
Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu
runcing/quinckebacock) atau jarum spinal dengan ujung
pinsil (pencil point whitecare)
6. Anastetik lokal untuk analgesia spinal
Berat jenis cairan cerebrospinalis pada 37 derajat celcius
adalah 1.003-1.008. Anastetik lokal dengan berat jenis sama
dengan CSS disebut isobarik. Anastetik lokal dengan berat jenis
lebih besar dari css disebut hiperbarik. Anastetik lokal
dengan berat jenis lebih kecil dari css disebut hipobarik. Anastetik
lokal yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik diperoleh
dengan mencampur anastetik local dengan dextrose. Untuk jenis
hipobarik biasanya digunakan tetrakain diperoleh dengan
mencampur dengan air injeksi. Anestetik lokal yang paling
sering digunakan:
a. Lidokaine (xylobain,lignokain) 2% berat jenis 1.006, sifat
isobarik, dosis 20-100mg (2-5ml)
b. Lidokaine(xylobain,lignokaine) 5% dalam dextrose 7.5%:
berat jenis 1.033, sifat hyperbarik, dosis 20-50 mg (1-2ml)
c. Bupivakaine(markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat
isobarik, dosis 5-20 mg (1-4ml)
d. Bupivakaine (markaine) 0.5 % dlm dextrose 8.25%
berat jenis 1.027, sifat hiperbarik, dosis 5-15mg (1-3ml)
7. Teknik analgesia spinal
Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan
tusukan pada garis tengah ialah posisi yang paling sering
dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa
dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi
pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit
pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.
a. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi
lateral dekubitus. Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien
juga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk
maximal agar processus spinosus mudah teraba. Posisi lain
adalah duduk.
b. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis
krista iliaka, misal L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-
L2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap medulla spinalis.
c. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.
d. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan
lidokain 1-2% 2-3ml
e. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal
besar 22G, 23G,25G dapat langsung digunakan. Sedangkan
untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan menggunakan
penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc.
Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit
kearah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut
mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan
jarum tajam (Quincke Babcock) irisan jarum (bevel) harus
sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring
bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk menghindari
kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri
kepala pasca spinal. Setelah resistensi menghilang, mandarin
jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi
obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik)
diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi
jarum tetap baik. Kalau anda yakin ujung jarum spinal pada
posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum
90º biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu
dapat dimasukan kateter.
f. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal,
misalnya bedah hemoroid (wasir) dengan anestetik
hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa ±6cm.
8. Penyebaran anastetik lokal tergantung:
a. Faktor utama:
1. Berat jenis anestetik lokal (barisitas)
2. Posisi pasien
3. Dosis dan volume anestetik lokal
b. Faktor tambahan
1. Ketinggian suntikan
2. Kecepatan suntikan/barbotase
3. Ukuran jarum
4. Keadaan fisik pasien
5. Tekanan intra abdominal
9. Lama kerja anestetik lokal tergantung:
a. Jenis anestetia lokal
b. Besarnya dosis
c. Ada tidaknya vasokonstriktor
d. Besarnya penyebaran anestetik lokal
10. Komplikasi tindakan anestesi spinal :
a. Hipotensi berat
Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa
dicegah dengan memberikan infuse cairan elektrolit 1000 ml
atau koloid 500 ml sebelum tindakan.
b. Bradikardia
Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi
akibat blok sampai T-2.
c. Hipoventilasi
Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali
nafas.
d. Trauma pembuluh saraf
e. Trauma saraf
f. Mual-muntah
g. Gangguan pendengaran
h. Blok spinal tinggi atau spinal total
11. Komplikasi pasca tindakan
a. Nyeri tempat suntikan
b. Nyeri punggung
c. Nyeri kepala karena kebocoran likuor
d. Retensio urine
e. Meningitis
b. Anestesia Epidural
Anestesia atau analgesia epidural adalah blockade saraf dengan
menempatkan obat di ruang epidural. Ruang ini berada diantara
ligamentum flavum dan duramater. Kedalaman ruang ini rata-rata
5mm dan dibagian posterior kedalaman maksimal pada daerah lumbal.
Obat anestetik di lokal diruang epidural bekerja langsung pada akar
saraf spinal yang terletak dilateral. Awal kerja anestesi epidural lebih
lambat dibanding anestesi spinal, sedangkan kualitas blokade
sensorik-motorik juga lebih lemah.
1. Keuntungan epidural dibandingkan spinal :
a. Bisa segmental
b. Tidak terjadi headache post op
c. Hypotensi lambat terjadi
2. Kerugian epidural dibandingkan spinal :
a. Teknik lebih sulit
b. Jumlah obat anestesi lokal lebih besar
c. Reaksi sistemis ↑
3. Komplikasi anestesi / analgesi epidural :
a. Blok tidak merata
b. Depresi kardiovaskular (hipotensi)
c. Hipoventilasi (hati-hati keracunan obat)
d. Mual – muntah
4. Teknik anestesia epidural :
Pengenalan ruang epidural lebih sulit dibanding dengan ruang
subarakhnoid. Posisi pasien saat tusukan seperti pada analgesia
spinal. Tusukan jarum epidural biasanya dilakukan
pada ketinggian L3-4. Jarum yang digunakan ada 2 macam, yaitu:
a. Jarum ujung tajam (Crawford)
b. Jarum ujung khusus (Touhy)
Untuk mengenal ruang epidural digunakan banyak teknik.
Namun yang paling populer adalah teknik hilangnya resistensi
dan teknik tetes tergantung.
a. Teknik hilangnya resistensi
Teknik ini menggunakan semprit kaca atau semprit
plastik rendah resistensi yang diisi oleh udara atau NaCl
sebanyak ± 3ml. Setelah diberikan anestetik lokal pada
tempat suntikan, jarum epidural ditusuk sedalam 1-2 cm.
Kemudian udara atau NaCl disuntikkan perlahan dan
terputus-putus. Sembari mendorong jarum epidural sampai
terasa menembus jaringan keras (ligamentum flavum) yang
disusul hilangnya resistensi. Setelah yakin ujung jarum
berada dalam ruang epidural, lakukan uji dosis.
b. Teknik tetes tergantung
Teknik ini menggunakan jarum epidural yang diisi NaCl
sampai terlihat ada tetes NaCl yang menggantung. Dengan
mendorong jarum epidural perlahan secara lembut sampai
terasa menembus jaringan keras yang kemudian disusul oleh
tersedotnya tetes NaCl ke ruang epidural. Setelah yakin,
lakukan uji dosis.
5. Uji dosis
Uji dosis anestetik lokal untuk epidural dosis tunggal
dilakukan setelah ujung jarum diyakini berada dalam ruang
epidural dan untuk dosis berulang (kontinyu) melalui kateter.
Masukkan anestetik lokal 3 ml yang sudah bercampur adrenalin
1:200.000.
a. Tak ada efek setelah beberapa menit, kemungkinan besar
letak jarum sudah benar
b. Terjadi blokade spinal, menunjukkan obat sudah masuk ke ru
ANgsubarakhnoid karena terlalu dalam.
c. Terjadi peningkatan laju nadi sampai 20-30%, kemungkinan
obat masuk venaepidural
Cara penyuntikan: setelah yakin posisi jarum atau kateter
benar, suntikkan anestetik lokal secara bertahap setiap 3-5 menit
sampai tercapai dosis total.
c. Anestesia Kaudal
Anestesi kaudal sebenarnya sama dengan anestesi epidural,
karena kanalis kaudalis adalah kepanjangan dari ruang epidural dan
obat ditempatkan di ruang kaudal melalui hiatus sakralis. Hiatus
sakralis ditutup oleh ligamentum sakrokoksigeal tanpa tulang yang
analog dengan gabungan antara ligamentum supraspinosum,
ligamentum interspinosum, dan ligamentum flavum. Ruang
kaudal berisi saraf sakral, pleksus venosus, felum terminale dan
kantong dura.
1. Indikasi : Bedah daerah sekitar perineum, anorektal misalnya hem
oroid, fistula paraanal.
2. Teknik
a. Posisi pasien terlungkup dengan simfisis diganjal (tungkai da
n kepala lebih rendah dari bokong) atau dekubitus lateral,
terutama wanita hamil.
b. Dapat menggunakan jarum suntik biasa atau jarum dengan
kateter vena ukuran 20-22 pada pasien dewasa.
c. Untuk dewasa biasa digunakan volum 12-15 ml (1-2 ml/
segmen)
d. Identifikasi hiatus sakralis dengan menemukan kornu sakralis
kanan dan kiri dan spina iliaka superior posterior. Dengan
menghubungkan ketiga tonjolan tersebut diperoleh hiatus
sakralis.
e. Setelah dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada daerah
hiatus sakralis, tusukkan jarum mula-mula 90 derajat
terhadap kulit. Setelah diyakini masuk kanalis sakralis, ubah
jarum menjadi 45 derajat-60 derajat dan jarum didorong
sedalam 1-2 cm. Kemudian suntikan NaCl sebanyak 5 ml
secara agak cepat sambil meraba apakah ada pembengkakan
dikulit untuk menguji apakah cairan masuk dengan benar di
kanalis kaudalis
3. Efek Fisiologis Neuroaxial Block
a. Efek Kardiovaskuler:
1. Akibat dari blok simpatis , akan terjadi penurunan tekanan
darah (hipotensi). Efek simpatektomi tergantung dari
tinggi blok. Pada spinal , 2-6 dermatom diatas level blok
sensoris, sedangkan pada epidural, terjadi block pada level
yang sama. Hipotensi dapat dicegah dengan pemberian
cairan (pre-loading) untuk mengurangi hipovolemia relatif
akibat vasodilatasi sebelum dilakukan spinal/epidural
anestesi,dan apabila telah terjadi hipotensi, dapat diterapi
dengan pemberian cairan dan vasopressor seperti efedrin.
2. Bila terjadi spinal tinggi atau high spinal (blok pada
cardioaccelerator fiber di T1-T4), dapat menyebabkan
bardikardi sampai cardiac arrest.
b. Efek Respirasi:
1. Bila terjadi spinal tinggi atau high spinal (blok lebih dari
dermatom T5) mengakibatkan hipoperfusi dari pusat nafas
di batang otak dan menyebabkanterjadinya respiratory
arrest.
2. Bisa juga terjadi blok pada nervus phrenicus sehingga
menmyebabkan gangguangerakan diafragma dan otot
perut yg dibutuhkan untuk inspirasi dan ekspirasi.
c. Efek Gastrointestinal:
Mual muntah akibat blok neuroaksial sebesar 20%,
sehingga menyebabkan hiperperistaltik gastrointestinal
akibat aktivitas parasimpatis dikarenakan oleh simpatis yg
terblok. Hal ini menguntungkan pada operasi abdomen karena
kontraksi usus dapat menyebabkan kondisi operasi maksimal.
4. Anestesi Umum
Adalah ketidaksadaran yang reversible yang disebabkan oelh zat
anestesi disertai oleh hilangnya sensasi sakit pada seluruh tubuh. Obat
obat yang digunakan pada anestesi umum antara lain :
a. Berdasarkan lama induksi: VIMA (Volatile Induction &
Maintenance Anaesthesia), TIVA (Total Intra Venous
Anaesthesia) dan induksi I.V dengan maintenance oleh anestesi
inhalasi.
b. Berdasarkan teori Balance Anesthesia :
1. Hipnotik : Penthotal, Propofol ----- IV
2. Analgetik : Pethidine, morphine, fentanyl, sulfentanyl
3. Relaksasi : Succinil Choline, Atracurium, Pancuronium
c. Berdasarkan cara pemberian : IV, IM, Inhalasi, Per Oral, Per
Rektal
E. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Pipet
b. Beakerglass
c. Pinset bedah
d. Gunting lurus
e. Alat perusak otak katak
f. Alat penggantung katak(standar)
g. Spuit tuberkulin(1cc)
2. Bahan
a. Kapas
b. Alkohol 70%
c. Larutan ringer
d. Larutan HCL 1N
e. Larutan prokain steril 0,5% dan 1%
f. Larutan lidokain steril 0,5%
g. Prokain HCL 1 & dalam 1:75.000 epineprin klorida
h. Etil klorida 100gr dalam botol sprayer
3. Binatang percobaan
Katak
4. Orang percobaan
Octi Guchiani
F. Cara Kerja
1. Anestesi permukaan
a. Teteskan satu tetes larutan prokain HCL 1% pada salah satu sisi
lidah orang percobaan yang telah dikeringkan dengan kapas.
Catatlah perubahan-perubahan yang terjadi selama beberapa menit
(perubahan rasa raba, rasa nyeri di daerah sekitar penetesan obat),
dengan interval waktu 2 menit. Kemudian teteskan satu tetes larutan
1% lidokain pada sisi lain lidah, bandingkanlah hasil perubahan-
perubahan rasa yang timbul dengan penetesan prokain HCL 1%.
b. Ambillah klor etil (etil klorida) spray, semprotkan hingga
membasahi suatu tempat tertentu pada tangan. Bila sudah terbentuk
salju putih, segera cobakan sensasi-sensasi seperti no.1 diatas secara
serentak. Waktu pengukuran harus cepat mengingat efek etil klorida
yang cepat sekali hilang.
2. Anestesi spinal
a. Seekor katak telah dirusak otaknya dengan cara menusuk melalui
foramen oksipitalis magnum, kepalanya pada batas mandibula
dipotong
b. Gantungkan katak tersebut pada standar dengan cara menyangkutkan
mandibula
c. Salah satu kaki katak direndamkan ke dalam larutan HCl, akan
terlihat kaki katak tertarik ke atas secara reflek. Tetapkan waktu
penarikan kaki ini
d. Segera setelah kaki katak tertarik, cucilah kaki tersebut dengan air
agar kaki katak jangan sampai rusak terbakar. Ulangi pada kaku
katak yang berlawanan
e. Setelah itu suntikkan larutan prokain HCl 1% sebanyak 0,1cc ke
dalam salah satu sisi medulla spinalis
f. Setelah terjadi keadaan anestesi, celupkanlah pula kaki yang sebelah
lagi pada larutan HCl tersebut dan catat hasilnya.
3. Anestesi blokade
a. Seekor katak yang telah dirusak otaknya kemudian dibersihkan salah
satu n. ischiadicus dan letakkan saraf tersebut diatas segumpal kapas,
serta basahilah saraf tersebut dengan meneteskan larutan ringer
secukupnya.
b. Gantungkanlah katak pada standar.
c. Rendamlah kaki katak pada larutan HCl dan catat waktu reflex
penarikan kaki.
d. Ulangi percobaan ini dan setiap kali kaki katak harus dicuci dengan
air.
e. Setelah itu diatas n.ischiadicus teteskan 1 tetes larutan prokain HCl 1
% tetapkan lagi waktu reflex sampai terjadi anestesi.
f. Bandingkan dengan kaki sebelah dimana n.ischiadicus masih utuh.
BAB II
HASIL dan PEMBAHASAN
A. Hasil Percobaan
Jenis Anastesi 15 s 35 s 45 s 50 s 1 m 20 s
Anastesi permukaan :
Lidah - - -
Tangan -
Anastesi Spinal - - -
Anastesi Blok - - - -
B. Pembahasan
1. Pembahasan Hasil Praktikum
Dari hasil percobaan anestesi permukaan pada lidah dengan
obat anestetik lidokain didapatkan mula kerja pada detik ke 35.
Menurut literatur, lidokain memiliki potensi cepat dan lama kerja
cepat (Marwoto, 2000). Lidokain (Xilokain) adalah anestetik lokal
yang kuat yang digunakan secara luas dengan pemberian topical dan
suntikan. Anestesi terjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih lama dan lebih
ekstensif daripada yang ditimbulkan oleh prokain. Lidokain dapat
menghambat sinyal nyeri sel saraf dengan mengeblok kanal natrium
dalam sel sehingga dapat menginaktivasi sel saraf
(Mutschler,E.1991).
Pada percobaan anestesi permukaan pada tangan dengan obat
anestesi etil klorida spray didapatkan mula kerja pada detik ke 50.
Dermal analgesia yang cukup untuk memulai jalur intravena
membutuhkan waktu kontak minimal 1 jam di bawah dressing
oklusif. Kedalaman penetrasi (biasanya 3-5 mm), durasi tindakan
(biasanya 1-2 h), dan jumlah obat yang diserap tergantung pada waktu
aplikasi, aliran darah dermal, ketebalan keratin, dan dosis total
diberikan. Distribusinya juga bergantung pada koefisien partisi
jaringan, perfusi jaringan, dan masa jaringan (Morgan, G.
Edward,2006).
Anestesi spinal yang dikerjakan pada katak dengan
menggunakan lidokain mula kerjanya didapatkan pada detik ke 50.
Sebagaimana dijelaskan diatas lidokain memiliki potensi cepat dan
lama kerja cepat (Marwoto, 2000).
Untuk percobaan yang terakhir, yaitu anestesi blok pada
nervus ischiadicus katak didapati mula kerjanya setelah 1 menit 20
detik dengan menggunakan obat prokain HCl. Pada prokain HCl
absorbsi berlangsung cepat pada tempat suntikan, hidrolisis juga cepat
oleh enzim plasma (prokain esterase) (Said, 2007).
2. Farmakokinetik dan Farmakodinamik Obat Anastesi Lokal
a. Farmakokinetik obat anastesi lokal
1. Sifat Umum Anastesi Lokal
Anestetik lokal ialah obat yang menghambat hantaran saraf
bila dikenakan secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar
cukup. Obat ini bekerja pada tiap bagian susunan saraf.
Sebagai contoh, bila anestetik lokal dikenakan pada korteks
motoris, impuls yang dialirkan dari daerah tersebut terhenti,
dan bila disuntikkan ke dalam kulit maka transmisi impuls
sensorik dihambat. Pemberian anestetik lokal pada batang
saraf menyebabkan paralisis sensorik dan motorik di daerah
yang dipersarafinya (Gunawan, 2009).
2. Absorbsi
Anastesi lokal lebih cepat diabsorbsi jika dimasukkan secara
intravena ketimbang obat-obatan oral. Efek ke sistemik
dipengaruhi oeh :
a) Dosis
b) Lokasi injeksi
Kecepatan absorpi sistemik sebanding dengan ramainya
vaskularisasi tempat suntikan : absorbsi intravena >
trakeal > interkostal > kaudal > para-servikal > epidural
> pleksus brakila > skiatik > subkutan.
c) Ikatan antara obat dan jaringan
d) Vasokonstriktor
Adrenalin 5 µg/mL atau 1:200.000 membuat
vasokonstriksi pembuluh darah pada tempat suntikan,
sehingga dapat memperlambat absorpsi sampai 50%
e) Struktur fisikokimia obat
Obat anestetik lokal terikat kuat pada jaringan sehingga
dapat diabsorpsi secara lambat
3. Distribusi
Golongan amida terdistribusi luas dibandingkan dengan
golongan ester. Dikarenakan golongan ester memiliki waktu
paruh yang sangat pendek akibat hambatan dari enzim butiril
kolinesterase. Selain itu, distribusi juga tergantung pada
perfusi jaringan, jika vaskularisasi daerah tersebut banyak,
maka distribusi akan lebih cepat.
4. Metabolisme dan Ekskresi
Golongan amida dimetabolisme oleh enzim mikrosomal hati
sedangkan golongan ester dimetabolisme oleh enzim
kolinesterase dalam plasma. Obat – obatan anastesi lokal
biasanya bersifat lipofilik sehingga sulit larut dalam cairan
tubuh akibatmya sulit dieliminasi oleh tubuh. Oleh karena
itu hati memiliki peranan penting dalam mengubah obat –
obatan ini dari larut lemak menjadi larut air sehingga bisa
diekskresikan lewat urin.
b. Farmakodinamik obat anastesi lokal
1. Lidokain
Termasuk golongan amida. Merupakan anestesi lokal kuat,
cepat, lama dan lebih ekstensif daripada prokain pada
konsentrasi yang sama. Lidokain menimbulkan kantuk. Dapat
diberikan secara topikal maupun injeksi.
2. Prokain
Potensinya rendah, mula kerja lambat, dan masa kerjanya
pendek. Oleh karena itu prokain sekarang lebih sering dipakai
anestesi infiltrasi dan kadang-kadang untuk anestesi blok saraf.
3. Dibukain
Anestetik lokal yang paling kuat, paling toksik, dan
mempunyai masa kerja yang panjang.
4. Prilokain HCl
Efek farmakologiknya mirip lidokain tetapi mula kerja dan
masa kerja lebih lama dibanding lidokain, sehingga tidak
memerlukan vasokonstriktor.
3. Indikasi dan Kontraindikasi Obat Anastesi Lokal
a. Indikasi
1. Jika nyawa penderita dalam bahaya karena kehilangan
kesadarannya, sebagai contoh sumbatan pernapasan atau
infeksi paru.
2. Kedaruratan karena tidak ada waktu untuk mengurangi bahaya
anestesi umum. Hal ini dapat terjadi pada beberapa kasus,
seperti “lambung penuh”, dan partus obstetrik operatif, dan
pada kasus-kasus diabetes, miastenia gravis, penyakit sel bulan
sabit, usia yang sangat lanjut, atau debil, serta pembedahan
yang lama pada reimplantasi jari-jari yang cedera.
3. Menghindari bahaya pemberian obat anestesi umum. Sebagai
contoh pada porfiria intermitten akut, anestesi dengan halotan
berulang, miotonia, dan gagal ginjal atau hepar.
4. Prosedur yang memerlukan kerja sama dengan penderita,
seperti pada perbaikan tendo, pembedahan mata, lesi kulit,
serta pemeriksaan gerakan faring.
5. Lesi superfisialis minor dan permukaan tubuh, seperti ekstraksi
gigi tanpa penyulit, lesi kulit, laserasi minor, dan revisi jaringan
parut.
6. Pemberian analgesik pascabedah. Contoh utama adalah
sirkumsisi, toraktomi, herniorafi, tempat donor cangkok kulit
serta pembedahan abdomen .
7. Menimbulkan hambatan simpatik, seperti pada free-flap atau
pembedahan reimplantasi, atau iskemia ekstremitas.
8. Jika penderita atau ahli bedah atau ahli anestesi lebih
menyukai anestesi lokal serta dapat meyakinkan para pihak
lainnya bahwa anestesi lokal saja sudah cukup.
9. Anestesi topikal pada membran mukosa digunakan untuk
meningkatkan kenyamanan pasien selam injeksi anestetik
lokal.
10. Anestesi lokal dengan memblok saraf atau anestesi infiltrasi
sebaiknya diberikan lebih dahulu sebelum prosedur operatif
dilakukan dimana rasa sakit akan muncul.
11. Anestesi topikal pada membran mukosa dapat digunakan untuk
pertolongan sementara lesi pada permukaan mulut .
b. Kontra Indikasi
Obat anestesi lokal harus digunakan hati-hati pada:
1. Alergi atau hipersensitivitas terhadap obat anastesi lokal.
Sebagian besar hal ini disebabkan oleh suntikan intravaskular
dan kelebihan dosis.
2. Blok jantung atau gangguan hataran jantung
3. Hipovolemik dan bentuk syok yang lain
4. Bradikardia maternal
5. Porfiria
6. Epilepsi
7. Gangguan respirasi
8. Penyakit hati atau ginjal
9. Hipertiroidisme
10. Riwayat hipertermia malignan pada keluarga
11. Miastenia gravis
12. Kehamilan dan Laktasi
13. Anak dibawah usia 2 tahun
14. Infeksi pada tempat penyuntikan. Asidosi lokal dapat
mengurangi pengaruh agen anestesi lokal.
Lidokain
Indikasi
Lidokain sering digunakan secara suntikan untuk anesthesia
infiltrasi, blockade saraf, anesthesia epidural ataupun anesthesia
selaput lender. Pada anesthesia infitrasi biasanya digunakan larutan
0,25% – 0,50% dengan atau tanpa adrenalin. Tanpa adrenalin dosis
total tidak boleh melebihi 200mg dalam waktu 24 jam, dan dengan
adrenalin tidak boleh melebihi 500 mg untuk jangka waktu yang
sama. Dalam bidang kedokteran gigi, biasanya digunakan larutan 1 –
2 % dengan adrenalin; untuk anesthesia infiltrasi dengan mula kerja 5
menit dan masa kerja kira-kira satu jam dibutuhkan dosis 0,5 – 1,0 ml.
untuk blockade saraf digunakan 1 – 2 ml (Gunawan, 2009).
Lidokain dapat pula digunakan untuk anesthesia permukaan.
Untuk anesthesia rongga mulut, kerongkongan dan saluran cerna
bagian atas digunakan larutan 1-4% dengan dosis maksimal 1 gram
sehari dibagi dalam beberapa dosis. Pruritus di daerah anogenital atau
rasa sakit yang menyertai wasir dapat dihilangkan dengan supositoria
atau bentuk salep dan krem 5 %. Untuk anesthesia sebelum dilakukan
tindakan sistoskopi atau kateterisasi uretra digunakan lidokain gel 2 %
dan selum dilakukan bronkoskopi atau pemasangan pipa endotrakeal
biasanya digunakan semprotan dengan kadar 2-4%. Lidokain juga
dapat menurunkan iritabilitas jantung, karena itu juga digunakan
sebagai antiaritmia (Gunawan, 2009).
Kontra indikasi
Peradangan lokal dan atau sepsis (reaksi umum disertai demam
karena kegiatan bakteri, zat-zat yang dihasilkan bakteri, atau kedua-
duanya), septikemia (keracunan darah oleh bakteri patogenik dan atau
zat-zat yang dihasilkan oleh bakteri tersebut), tirotoksikosis, area
dengan suplai darah kompromisa, ujung suatu alat atau anggota tubuh.
Prokain
Indikasi
Diberikan intarvena untuk pengobatan aritmia selama anestesi umum,
bedah jantung, atau induced hypothermia.
Kontra indikasi
Pemberian intarvena merupakan kontraindikasi untuk penderita
miastemia gravis karena prokain menghasilkan derajat blok
neuromuskuler. Dan prokain juga tidak boleh diberikan bersama-sama
dengan sulfonamide.
Ethyl Cloride Spray
Indikasi
Ethyl Chloride digunakan pada kulit secara topical untuk
mengkontrol rasa sakit yang disebabkan oleh injeksi, seperti IV,
operasi kecil, dan juga untuk menghilangkan sakit sementara dari
cedera kecil karena olahraga.
Kontra indikasi
Pada pasien dengan penurunan detak jantung dan terjadinya aritmia
jantung.
4. Contoh Obat dan Sediaan
1. Permukaan/Topikal
a. Lidokain 0, 5 % (larutan).
b. Prokain 0, 5% (larutan).
c. Krim EMLA (campuran lidokain 2,5 % dan prilokain 2,5
%).
d. Benzokain dalam salep, supositoria, dan bedak.
e. Etil klorida (sprayer).
f. Krim Dibukain 0,5 % dan salep 1 %.
g. Larutan tetrakain 0,5 % dan 2 %.
2. Parenteral (infiltrasi dan blok sediaan ampul).
a. Lidokain 0,5 % (infiltrasi), 1-2% (blok).
b. Prokain 0,5%.
c. Mepivakain 1,5-2 %.
d. Tetrakain
e. Prilokain 1, 2, dan 3 %.
5. Efek Samping Obat Anastesi Lokal
Pemberian obat anestesi lokal mempunyai efek samping yang
potensial sama tergantung pada cara pemberiannya. Efek samping
obat anestesi lokal berhubungan dengan kerjanya, khususnya
kemampuannya untuk menghambat hantaran impuls dalam jaringan
yang dapat tereksitasi. Obat-obat anestesi lokal akan memblok saluran
cepat ion natrium pada semua jaringan penghantar impuls, yaitu:
1. Sistem saraf pusat (SSP)
Pada SSP, saluran ion natrium dalam neuron penghambat
(inhibitorik) lebih mudah diblok daripada saluran ion natrium
dalam neuron pemicu (eksitatorik). Karena itu, respon SSP
terhadap obat anestesi lokal akan melewati beberapa tahap:
a. penglihatan kabur
b. keadaan gelisah, euforia, dan gemetar
c. mual
d. tremor
e. konvulsi
f. depresi pernapasan
g. koma dan kematian
2. Sistem saraf simpatik
Efek yang bekerja pada saraf simpatik:
a. penurunan tekanan darah
b. kegagalan termoregulasi
3. Jantung dan sistem kardiovaskuler
Pengaruh utama anastetik lokal pada miokard adalah
menyebabkan penurunan eksitabilitas,kecepatan konduksi dan
kekuatan kontraksi. Anestetik local juga menyebabkan
vasodilatasi arteriol. Walaupun jarang, pada pemakaian anestetik
lokal dosis kecil untuk anestesi infiltrasi dapat terjadi kolaps
kardiovaskuler dan kematian.
Selain itu juga bisa menyebabkan :
1. Depresi automatisasi miokard.
2. Depresi kontraktilitas miokard.
3. Dilatasi arteriolar.
4. Dosis besar dapat menyebabkan disritmia / kolaps sirkulasi
4. Sistem Pernapasan
Relaksi otot polos bronkus. Henti napas akibat pralise saraf
frenikus, paralise interkostal atau depresi langsung pusat
pengaturan napas.
5. Sistem Muskuloskeletal
Bersifat miotoksik (bupivakain > lidokain > prokain) Tambahan
adrenalin beresiko kerusakaan saraf. Regenerasi dalam waktu 3-4
minggu.
Otot polos (uterus, kandung kemih, usus)
Kontraksi uterus, usus, dan kandung kemih akan tertekan oleh
kerja obat-obat anestesi lokal. Inhibisi kandung kemih biasanya
menimbulkan retensi urin, tetapi sebaliknya inkontinensia urin
dan feses mungkin saja terjadi.
6. Reaksi hipersensitivitas
Kadang-kadang ada orang yang sensitif terhadap obat-obat
anestesi lokal atau bahkan bahan pengawetnya dan bisa terdapat
beberapa sensitivitas silang.
C. Aplikasi Klinis
1. Ekstraksi Gigi
Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket
dari tulang alveolar. Ekstraksi gigi dapat dilakukan dengan dua teknik
yaitu teknik sederhana dan teknik pembedahan. (Harahap, 2010)
Teknik sederhana dilakukan dengan melepaskan gigi dari
perlekatan jaringan lunak menggunakan elevator kemudian
menggoyangkan dan mengeluarkan gigi di dalam soket dari tulang
alveolar menggunakan tang ekstraksi. Teknik pembedahan dilakukan
dengan pembuatan flep, pembuangan tulang disekeliling gigi,
menggoyangkan dan mengeluarkan gigi di dalam soket dari tulang
alveolar kemudian mengembalikan flep ke tempat semula dengan
penjahitan. Ekstraksi gigi dengan teknik pembedahan dilakukan
apabila gigi tidak dapat diekstraksi dengan menggunakan teknik
sederhana, misalnya gigi ankilosis. (Harahap, 2010)
2. Sirkumsisi
Sunat atau khitan atau sirkumsisi (Inggris: circumcision) adalah
tindakan memotong atau menghilangkan sebagian atau seluruh kulit
penutup depan penis atau preputium. Sirkumsisi bertujuan untuk
membersihkan dari berbagai kotoran penyebab penyakit yang
mungkin melekat pada ujung penis yang masih ada preputiumnya.
Sirkumsisi dapat dilakukan dengan cara tradisional dan medis.
Menurut dr Partini P. Trihono, Sp.AK, Divisi Nefrologi, Departemen
Ilmu Kesehatan Anak, FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta,
di dalam dunia kedokteran, ada beberapa langkah yang dilakukan
ketika melakukan sunat yaitu pertama-tama mengiris kulit di bagian
punggung penis (dorsumsisi). Ini dilakukan untuk mengeluarkan
ujung bagian dalam penis. Kedua, mengiris kulit kulup yang
mengelilingi penis (sirkumsisi). Dengan begitu, penis jadi terbuka.
Setelah itu baru dokter akan menjahit luka irisan tersebut agar
penyembuhannya berlangsung cepat dan tidak timbul komplikasi.
3. Insisi Abses
Abses adalah suatu kumpulan nanah yang terkubur di dalam
jaringan, organ, atau rongga yang tertutup. Biasanya ditandai dengan
rasa sakit, radang, dan pembengkakan. Sel-sel darah putih yang
merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke
dalam rongga tersebut dan setelah menelan bakteri, sel darah putih
akan mati. Sel darah putih yang mati inilah yang membentuk nanah,
yang mengisi rongga tersebut.
Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan
terdorong. Jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan
menjadi dinding pembatas abses. Untuk menghilangkan rasa nyeri
pada abses, dilakukan suatu tindakan sayatan untuk mengeluarkan
nanah yang ada di dalam. Tindakan ini dinamakan insisi abses,
termasuk ke dalam bedah minor. Biasanya dengan menggunakan
lidokain 1% atau lidokain dengan epinefrin atau bupivakain.
D. Evaluasi
1. Jelaskan mengapa otak katak harus dirusak?
Untuk mempermudah dalam melakukan percobaan dengan mengurangi
kesadaran katak dan tanpa membunuh katak dengan tanpa
menghilangkan reflek motorik dari katak
2. Buatlah skema aplikasi/cara pemberian obat-obat anastesi tersebut!
a. Anestesi Permukaan
pada daerah yang superficial pada kulit diusapkan atau
menyemprotkan obat untuk memberi efek topikal. Contohnya adalah
kulit dan mukosa.
b. Anestesi Infiltrasi
Menyuntikkan obat pada daerah intradermal/subkutan dengan
sasaran ujung syaraf untuk memblokade impuls saraf dengan hasil
memberi efek anestesi.
c. Anestesi Blok
Obat di suntikan pada syaraf tunggal pada hewan percobaan.
Contohnya flexus brachialis/celliacus untuk memblokade impuls
hingga persyarafan distal teranestesi (Anastesi Spinal masuk sampai
sub arachnoid dan menembus duramater sedangkan Anastesi
Epidural tidak sampai menembus duramater)
3. Jelaskan mekanisme kerja seluler obat-obat anastesi lokal!
suatu proses mencegah transmisi impuls saraf dengan cara
menghambat jalan ion natrium pada saluran natrium di membran saraf
disebut anestesi lokal. Saluran natrium sendiri memiliki reseptor spesifik
dari molekul anestetik lokal, yang menghasilkan inhibisi ringan sampai
total pada permeabilitas saluran natrium. permeabilitas saluran natrium
mengalami kegagalan dan meningkat perlahan dari depolarisasi rata-rata
hal ini akan menyebabkan potensial aksi tidak meluas dan tidak
menyebar. (Latief et al, 2001)
dikondisi istirahat, melalui potensi elektrik yang menjaga agar
bagian dalam sel negatif terhadap bagian luar akan mempertahankan
konsentrasi ion kalium di dalam sel dapat. Konsentrasi ion kalium di
dalam sel biasanya 30 x lebih besar daripada di luar. pompa natrium akan
mendorong Ion natrium keluar dari dalam sel dan natrium intraseluler
akan tetap rendah. Konsentrasi ion natrium di luar sel biasanya 10 x lebih
besar dari pada konsentrasi di dalam sel. Membran sel saraf umumnya
permeabel terhadap ion kalium namun relatif tidak permeabel terhadap
ion natrium., stimulasi saraf dapat dianggap sebagai gelombang aktivitas
elektrik yang berjalan sepanjang serabut saraf sebagai akibat dari
pertukaran kation (natrium dan kalium) yang terjadi Pada saraf sensoris
dan motoris melalui membrane permukaan sel saraf. (Latief et al, 2001)
stabilnya saluran natrium dan mencegah terjadinya depolarisasi
terjadi pada Molekul anestetik lokal dan reseptor spesifik dengan ikatan
selektif pada subunit alfa (internal gate/H gate). Keadaan ini yang
menyebabkan konduksi saraf tidak menyebar dan mempertahankan
saluran natrium pada keadaan inaktif atau saluran natrium menutup.
(Ririe et al, 2000)
4. Apa perbedaan antara anastesi spinal dan anestesi epidural?
Anastesi blok terdiri dari berbagai macam cara.cara tersebut antara
lain Anastesi spinal dan epidural, anastesi epidural dan spinal sama-sama
anstesi blok yang luas. Pada anestesi spinal teknik anastesinya dengan
cara menyuntikan ke dalam ruang subaraknoid diantara konus
mandibularis dan bagian akhir dari ruang subaraknoid untuk menghindari
kerusakan medulla spinalis. pada orang dewasa, obat anastetik local
biasanya disuntikan ke dalam ruang subaraknoidantara L2 dan L3 atau
bisa juga L3 dan L4.sedangkan pada anastesi epidural teknik anastesinya
dengan cara menyuntikan obat anstetik tersebut dibawah L2. Anastesia
epidural memberikan sebagian besar keuntungan dari yang dimiliki oleh
anastesia spinal walaupun banyak juga kerugiannya.keuntungan
utamanya adalah obat tidak masuk ke ruang subaraknoid maka timbulnya
sakit kepala dan gejala neurologik lainya dapat terhindar.dan kesulitan
teknis merupakan kerugian utama pada anastesi epidural kemudian
karena diperlukannya obat dalam jumlah besar.
5. Buatlah penggolongan obat anastesi lokal
pada jenis ikatan antara gugus antara dengan gugus aromatic Obat-
obatan anestetik digolongkan menjadi golongan ester dan golongan amid.
Jika jenis ikatan antaranya adalah ikatan ester, maka obat digolongkan
pada jenis golongan ester. Sedangkan jika ikatan antaranya adalah ikatan
amid, maka obat digolongkan pada jenis golongan amid.
Tabel 1. Perbedaan Golongan Obat Anestetik Lokal
No. 1 2 3
Pembeda Jenis Ikatan Obat Sifat
Golongan
EsterIkatan Ester
Tetrakain,
prokain,
benzokain,
kokain
Kurang stabil dan
mudah mengalami
metabolisme
Golongan
AmidIkatan Amid
Dibukain,
prilokain,
lidokain,
bupivakain,
mepivakain
Lebih stabil
Tabel 2. Penggunaan Beberapa Obat Anestetik Lokal
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Nama
Obat
Koka
in
Prok
ain
Lido
kain
Bupiva
kain
Dibu
kain
Mepiv
akain
HCl
Tetra
kain
Prilo
kain
HCl
Benz
okain
Teknik
Pengg
Intra
vena
Infilt
rasi,
Infilt
rasi,
Infiltra
si,
Spin
al
Infiltra
si,
Topi
kal,
Blok
saraf
Topik
al
unaan blok
saraf,
spina
l,
epid
ural,
dan
kaud
al
blok
saraf,
topik
al,
spina
l
suntika
n
paraver
tebral
blok
saraf,
spinal
blok
saraf
(jara
ng),
spina
l
regio
nal,
BAB III
KESIMPULAN
1. Anestesi adalah suatu tindakan yang bertujuan untuk menghilangkan sensasi
sensoris, terutama bertujuan untuk menghilangkan kepekaan terhadap rasa
nyeri yang disebabkan oleh pemberian suatu obat atau oleh intervensi medik
2. Berdasarkan sifatnya anestesi dibagi menjadi anestesi lokal, anestesi regional
dan anestesi umum
3. lidokain memiliki potensi cepat dan lama kerja cepat
4. Lidokain (Xilokain) adalah anestetik lokal yang kuat yang digunakan secara
luas dengan pemberian topical dan suntikan, Anestesi terjadi lebih cepat,
lebih kuat, lebih lama dan lebih ekstensif daripada yang ditimbulkan oleh
prokain
5. Pada prokain HCl absorbsi berlangsung cepat pada tempat suntikan, hidrolisis
juga cepat oleh enzim plasma (prokain esterase)
6. Aplikasi Klinis terdapat eksktrasi gigi, sirkumsisi dan insisi abses
DAFTAR PUSTAKA
Baradero, Mary. 2005. Prinsip dan Praktik Keperawatan Perioperatif. Jakarta:
EGC.
Hardiyanto, Ismar Tri. 2006. Anestesi regional. Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro Semarang
Harahap, N. 2010. Ekstraksi Gigi. Available at : http://repository.usu.ac.id
/bitstream/123456789/16848/4/Chapter%20II.pdf. Diakses pada tanggal 26
November 2011
SK, Howard; DM, Gaba ; KJ, Fish, et all. Anesthesia crisis resource management
training: teaching anesthesiologists to handle critical incidents. Department of
Anesthesia, Stanford University School of Medicine. CA
Morgan, G. Edward, Jr., Maged S. Mikhail, Michael J. Murray, Clinical
Anesthesiology, 4th Edition, Prentice-Hall Int.Inc. ,London, 2006;193.
Marwoto. 2000. Perbandingan Mula dan Lama Kerja Antara Lidokain-
Buvivakain dan Buvivakain pada Block Epidural.
http://www.mediamedika.net/archives/105. Diakses 28 November 2011
Mutschler, E. 1991. Dinamika Obat edisi V. Bandung : ITB
Staf Pengajar Departemen Famakologi FK UNSRI. 2004. Kumpulan Kuliah
Farmakologi. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Said, Latief A, dkk. 2007. Anestesi Lokal. Petunjuk Praktis Anestesiologi, Edisi 2.
Jakarta : Penerbit Bagian Anestesiolgi dan Terapi Intensif Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.