laporan farmako

112
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem pernafasan berperan penting dalam pertukaran oksigen (O2) dengan karbondioksida (O2). Secara fungsional sistem pernafasan terdiri dari trakea, bronkus, bronkiolus, alveolus, dan paru-paru. Alveolus dikelilingi oleh pipa-pipa kapiler, baik alveolus maupun kapiler tersusun oleh satu lapis sel yang memungkinkan terjadinya pertukaran antara O2 dengan CO2. Oksigen dari udara masuk melalui bronkus, bronkiolus, alveolus dan terjadi inspirasi lalu masuk ke sirulasi sistematik (darah) dan secara bersamaan CO2 didifusikan keluar dari pipa-pipa kapiler masuk ke alveolus yang selanjutnya dikeluarkan dari tubuh melalui pernapasan. Secara umum fungsi sistem pernapasan untuk tujuan menyediakan oksigen bagi semua sel tubuh, membuang CO2 dari seluruh tubuh, membantu

Upload: miftachul-hidayah

Post on 29-Sep-2015

87 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

farmako blok respirasi unsoed ankatan 2013

TRANSCRIPT

74

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar BelakangSistem pernafasan berperan penting dalam pertukaran oksigen (O2) dengan karbondioksida (O2). Secara fungsional sistem pernafasan terdiri dari trakea, bronkus, bronkiolus, alveolus, dan paru-paru. Alveolus dikelilingi oleh pipa-pipa kapiler, baik alveolus maupun kapiler tersusun oleh satu lapis sel yang memungkinkan terjadinya pertukaran antara O2 dengan CO2. Oksigen dari udara masuk melalui bronkus, bronkiolus, alveolus dan terjadi inspirasi lalu masuk ke sirulasi sistematik (darah) dan secara bersamaan CO2 didifusikan keluar dari pipa-pipa kapiler masuk ke alveolus yang selanjutnya dikeluarkan dari tubuh melalui pernapasan.Secara umum fungsi sistem pernapasan untuk tujuan menyediakan oksigen bagi semua sel tubuh, membuang CO2 dari seluruh tubuh, membantu pertahankan tubuh melawan senyawa asing, dan menghasilkan suara untuk berbicara. Banyak sekali golongan dan jenis obat yang bekerja di saluran pernapasan untuk menjaga fungsinya.B. Tujuan1. Mahasiswa mengetahui jenis-jenis obat anti tuberculosis, obat antiasma serta beberapa obat saluran pernafasan lain.2. Mahasiswa mengetahui dan memahami contoh-contoh obat anti tuberculosis, obat antiasma serta beberapa obat saluran pernafasan lain.3. Mahasiswa mengetahui dan memahami cara kerja dan efek samping obat anti tuberculosis, obat antiasma serta beberapa obat saluran pernafasan lain. 4. Mahasiswa mengetahui dan memahami farmakodinamik dan farmakokinetik obat anti tuberculosis, obat antiasma serta beberapa obat saluran pernafasan lain.5. Mahasiswa mengetahui dan memahami cara peresepan obat anti tuberculosis, obat antiasma serta beberapa obat saluran pernafasan lain.

C. Manfaat1. Mahasiswa mengetahui seuk-beluk obat anti tuberculosis, obat antiasma serta beberapa obat saluran pernafasan lain.2. Mahasiswa mampu memilih obat anti tuberculosis, obat antiasma serta beberapa obat saluran pernafasan lain yang tepat untuk setiap kasus dengan karakteristik pasien yang berbeda.

BAB II TINJAUAN PUSTAKAA. Asma1. Definisi AsmaKata asma berasal dari bahasa Yunani yang berarti terengah-engah atau sukar bernapas. Dalam ilmu kedokteran dikenal dua istilah mengenai asma yaitu asma bronkial yang sesak napasnya diakibatkan oleh penyempitan saluran napas secara menyeluruh dan asma kardial yang sesak napasnya berkaitan dengan kegagalan jantung yang menyebabkan sembab paru (Alsagaff, 2009). Asma bronkial merupakan penyakit obstruksi saluran napas yang terjadi karena inflamasi (Ward, 2008). Asma bronkial memiliki beberapa karakteristik (Sundaru, 2009) :a. Obstruksi saluran napas yang reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan.b. Inflamasi saluran napas ditandai dengan peningkatan sel inflamasi (eosinofil, sel mast, neutrofil, limfosit T) dalam bronkus.c. Peningkatan respons saluran napas terhadap berbagai rangsangan (hiperaktivitas)Definisi asma bronkial secara lengkap adalah peningkatan responsivitas bronkus terhadap berbagai stimulus, bermanifestasi sebagai penyempitan jalan napas yang meluas yang keparahannya berubah secara spontan maupun sebagai akibat pengobatan. Pada asma bronkial terjadi hipersekresi mukus, pembengkakan mukosa yang disebabkan oleh kebocoran vaskular akibat inflamasi dan edema yang semuanya membatasi aliran udara masuk. Selain itu ditemukan juga kerusakan epitel bronkus yang disebabkan oleh sel eosinofil. (Ward, 2008).2. Mekanisme AsmaSampai saat ini patogenesis dan etiologi asma belum diketahui dengan pasti, namun dasar gejala asma adalah inflamasi dan respon saluran napas yang berlebihan (Sundaru, 2009). Inflamasi saluran napas, baik yang dirangsang oleh mekanisme imunologi maupun non-imunologi, merupakan proses penting untuk menerangkan perkembangan pengertian asma pada umumnya (Alsagaff, 2009).Mekanisme asma dapat melewati dua jalur yaitu :a. Jalur imunologisPada jalur imunologis mekanisme asma serupa dengan reaksi hipersensitivitas tipe I. Tahap pertama adalah sensitisasi yaitu pengenalan antigen yang terpapar pertama kali oleh sel APC (Antigen Presenting Cell) kepada limfosit T. Limfosit T yang telah dikenalkan oleh sel APC kemudian mengeluarkan sitokin-sitokin yang mengode perintah untuk limfosit B agar memproduksi antibodi IgE sesuai dengan antigen yang dikenalkan (Sundaru, 2009). Pada paparan antigen kedua terjadi degranulasi sel mast yang diinduksi oleh IgE. Degranulasi sel mast menyebabkan terjadinya pelepasan mediator-mediator inflamasi seperti histamin, prostaglandin D2 (PgD2) dan leukotrien C4 dan D4 (LTC4, LTD4). Mediator-mediator inflamasi ini yang menyebabkan bronkokonstriksi, peningkatan produksi mukus, dan kebocoran vaskular yang menyebabkan oedema. Pada fase lambat, mediator dari sel mast dan limfosit T teraktivasi menyebabkan infiltrasi neutrofil dan eosinofil. Eusinofil terdapat dalam jumlah besar pada asma bronkial dan melepaskan leukotrien, faktor pengaktivasi trombosit (platelet activating factor, PAF), protein kationik eosinofil (eusinophil cationic protein, ECP) dan protein dasar utama (major basic protein, MBP). ECP dan MBP berberan pada kerusakan sel epitel yang menyebabkan alergen mudah masuk (Ward, 2008).b. Jalur saraf otonomPada jalur saraf otonom penyebabnya dapat berupa alergik maupun non alergik. Penyebab alergik dan non alergik ini dapat merangsang sistem saraf otonom yang mengakibatkan peningkatannya kerja saraf parasimpatis. Hasil akhir dari peningkatan saraf parasimpatis berupa inflamasi dan HSN (Sundaru, 2009). Obat-obat antagonis beta andrenergik juga dapat berperan dalam asma melalui jalur saraf otonom yaitu dengan cara memblokade 2 adrenoseptor yang berfungsi sebagai bronkodilator. Penghambatan ini menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi pada penderuta asma (Ward, 2008).3. Klasifikasi AsmaAsma diklasifikasikan berdasarkan saat tanpa serangan dan saat terjadi serangan (akut). Asma berdasarkan saat tanpa serangan dinilai berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang dewasa. Sedangkan asma berdasarkan saat terjadi serangan(akut) dinilai berdasarkan berat ringan serangan (Depkes RI, 2009).a. Asma saat tanpa seranganAsma saat tanpa serangan digolongkan dalam beberapa derajat yaitu intermitent, persisten ringan, persisten sedang, dan persisten berat dengan melihat gambaran klinis secara umum pada orang dewasa (Depkes RI, 2009).Tabel 2.1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang dewasa.

b. Asma saat seranganKlasifikasi asma berdasarkan serangan dinilai berdasarkan berat ringannya serangan asma. Menurut Global Initiative for Asma (GINA), pembagian derajat asma dilihat dari gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaaan laboratorium. Derajat terapi yang diterapkan yaitu asma serangan ringan, serangan sedang, dan serangan berat (GINA,2006).Tabel 2.2 Klasifikasi asma menurut derajat serangan (GINA,2006).

4. Algoritma Terapi AsmaPenatalaksanaan asma memiliki perbedaan antara penatalaksanaan serangan asma dirumah, penatalaksanaan serangan asma dirumah sakit dan alur penatalaksanaan asma pada anak. Hal ini digambarkan pada bagan 1, bagan 2 dan bagan 3 (Depkes RI, 2009).Bagan 2.1. Algoritma Penatalaksanaan Serangan Asma di Rumah

Bagan 2.2 Alogaritma Penatalaksanaan Asma di Rumah Sakit

Bagan 2.3. Alur Tatalaksana Serangan Asma pada Anak

B. Farmakologi obat asma1. Antimuskarinika. Mekanisme kerjaMenghambat efek asetilkolin pada reseptor-reseptor muskarinik secara kompetitif menghambat kontraksi otot polos saluran nafas dan memblokade peningkatan sekresi mucus (Syarif, 2013).b. FarmakokinetikAlkaloid belladona mudah diserap dari semua tempat, kecuali dari kulit. Pemberian atropin sebagai obat tetes mata, terutama pada anak dapat menyebabkan absorpsi dalam jumlah yang cukup besar lewat mukosa nasal, sehingga menimbulkan efek sistemik dan bahkan keracunan. Dari sirkulasi darah, atropin cepat memasuki jaringan dan kebanyakan mengalami hidrolisis enzimatik oleh hepar, Sebagian diekskresi melalui ginjal dalam bentuk asal. Absorpsi pirenzepin tidak lengkap (20-30%) dan dipengaruhi adanya makanan dalam lambung. Masa paruh eliminasinya sekitar 11 jam. Sebagian besar pirenzepin diekskresi melalui urin dan feses dalam bentuk senyawa asalya.Pada pasien gagal ginjal, kadar obat meningkat 30-40%, namun belUm menyebabkan efek toksik. Hemodialisis tidak banyak bermanlaat untuk mempercepat ekskresi obat pada keracunan pirenzepin (Syarif, 2013).c. FarmakodinamikAtropin sebagai prototip antimuskarinik akan dibicarakan sebagai contoh dan antimuskarinik lain akan disebut bila ada perbedaan. Hambatan oleh atropin bersifat reversibel dan dapat diatasi dengan pemberian asetilkolin dalam jumlah berlebihan atau pemberian antikolinesterase, Atropin memblok asetilkolin endogen maupun eksogen, tetapi hambatannya jauh lebih kuat terhadap yang eksogen. Skopolamin memiliki efek depresi sentral yang lebih besar daripada atropin, sedangkan efek perifer terhadap jantung, usus dan otot bronkus lebih kuat dipengaruhi oleh atropine (Syarif, 2013).Terhdap saluran napas, alkaloid belladona mengurangi sekret hidung, mulut, laring dan bronkus. Pemakaiannya ialah pada medikasi preanestetik untuk mengurangi sekresi lendir pada jalan napas. Sebagai bronkodilator, atropin tidak berguna dan jauh lebih lemah daripada epinefrin atau aminofilin. Ipratropiurn bromida merupakan antimuskarinik yang memperlihatkan bronkodilatasi berarti secara khusus (Syarif, 2013).d. Efek samping obatEfek samping antimuskarinik hampir semuanya merupakhn efek farmakodinamik obat. Pada orang muda efek samping mulut kering, gangguan miksi, meteorisme sering terjadi, tetapi tidak membahayakan. Pada orang tua efek sentral terutama sindrom demensia, dapat terjadi. Memburuknya retensi urin pada pasien dengan hipertrofi prostat dan penglihatan pada pasien glaukoma, menyebabkan obat ini kurang diterima. Elek samping sentral kurang pada pemberian antimuskarinik yang bersifat amonium kuaterner. Walaupun demikian selektivitas hanya berlaku pada dosis rendah dan pada dosis toksik semuanya dapat terjadi (Syarif, 2013).Muka merah selelah pemberian atropin bukan alergi melainkan efek samping sehubungan vasodilatasi pembuluh darah di wajah. Alergi terhadap atropin tidak sering ditemukan. Atropin dan skopolamin kadang-kadang menyebabkan keracunan, terutama pada anak, karena kesalahan dalam menghitung dosis, atau sewaktu meracik obat kombinasi, karena itu atropin tidak dianjurkan diberikan pada anak di bawah 4 tahun (Syarif, 2013).Telah dijelaskan di atas bahwa kadang-kadang obat tetes matapun dapat menyebabkan keracunan bila tidak dilakukan tindakan untuk mengurangi absorpsinya. Keracunan terjadi akibat makan buah dari tanaman yang mengandung alkaloid belladonna, misalnya kecubung. Walaupun gejala keracunan obat ini sangat mengeiutkan, kematian iarang terjadi (Syarif, 2013).e. Bentuk sediaan obat

Gambar 2.1 Bentuk sediaan obat antikolinergikBanyak sekali me-too drugs dalam golongan ini yang semuanya tidak memberi keuntungan yang mencolok dari segi efektlvitasnya, toksisitas dan harga. Daftar antikolinergik dapat dilihat dalam TabelInteraksi obat antasid natrium bikarbonat dan kombinasi magnesium trisilikat + aluminium hidroksid meningkatkan absorpsi pirenzepin sekitar 14-20%. Pirenzepin tidak diindikasikan untuk penderita sindrom Zollinger- Ellison, namun bila dikombinaskan dengan AH2 (misalnya simetidin alau ranitidin) dapat menghambat produksi asam lambung secara lebih efektil sehingga mencapai keadaan aklorhidria (Syarif, 2013).2. Kromolin dan nedokromilKromolin adalah obat yang dapat menghambat penglepasan histamin dari sel rnast paru-paru dan tempat-tempat tertentu, yang diinduksi oleh antigen. Walaupun penggunaan kromolin terbatas, obat ini berharga untuk prolilaksis asma bronchial dan kasus atopik tertentu.a. FarmakodinamikKromolin tidak merelaksasi bronkus atau otot polos lain. Kromolin juga tidak menghambat respons otot tersebut terhadap berbagai obat yang bersifat spasmogenik. Tetapi kromolin menghambat penglepasan histamin dan autakoid lain termasuk leukotrien dari paru-paru manusia pada proses alergi yang diperantai lgE. Karena itu kromolin mengurangi bronkospasme. Hambatan penglepasan leukotrien terutama penting pada penderita asma bronkial, karena leukotrien merupakan penyebab utama bronkokonstriksi (Syarif, 2013).Kromolin bekerja pada sel mast paru-paru, yaitu sasaran primer dalam reaksi hipersensitivitas tipe cepat. Kromolin tidak menghambat ikatan lgE dengan sel mast atau interaksi antara kompleks sel IgE dengan antigen spesifik, tetapi menekan responssekresi akibat reaksi tersebut (Syarif, 2013).b. FarmakokinetikKromolin diabsorpsi amat buruk setelah pemberian oral, karena itu perlu diberikan secara inhalasi pada penderita asma bronkial. Dengan turbo inhaler 10% bubuk halus kromolin dapat mencapai paru-paru bagian dalam, kemudian kromolin diabsorpsi masuk peredaran darah, dengan waktu paruh kira-kira 80 menit. Kromolin tidak dibiotransformasi, dan diekskresi dalam bentuk asal 50% bersama urin dan 50% dalam empedu (Syarif, 2013).c. Bentuk sediaan obatNatrium kromolin untuk inhalasi tersedia dalam bentuk kapsul yang mengandung 20 mg kromolin bubuk halus dicampur dengan laktosa. Obat ini diberikan dengan turbo inhaler 4 kali sehari. Larutan kromolin dapat diberikan secara inhalasi dengan menggunakan nebulizer. Larutan kromolin 4% mengandung 5,2 mg kromolin setiap kali sernprot. Dosis yang dianjurkan sekali semprot 3-6 kali sehari. Juga tersedia pula larutan kromolin 4% untuk tetes mata dengan dosis 4-6 kali 1-2 tetes/hari (Syarif, 2013).3. AntileukotrienPenghambat leukotriene adalah obat profilaksis yang efektif untuk asma ringan, namun peran mereka dalam terapi asma belum bisa didefinisikan secara jelas. Obat ini diberikan secara oral. Zafirlukast diserap dengan cepat, dengan bioavaibilitas lebih dari 90%. Pada plasma obat ini terikat lebih dari 99% dengan protein. Zafirlukast dimetabolisme oleh CYP2C9 di hati (Syarif, 2013).a. Bentuk sediaan obat1) Zafirlukast Oral: 10, 20 mg tablets 2) Zileuton Oral: 600 mg tablets 3) Montelukast(Singulair)Oral: 4,5 mg chewable tablets; 10 mg tablets, 4 mg granulesb. Mekanisme kerja obat1) Antagonis Reseptor LeukotrinCysteinyl Leukotriene (CYS-LT) merupakan konstriktor dari otot polos bronkial. Zafirlukast dan montelukast merupakan antagonis kompetitif dengan selektivitas dan afinitas yang kuat untuk reseptor CYS-LT1. Dengan menghambat reseptor resebut maka bronkokontriksi tidak akan terjadi. Efek dari CYS-LT yang terkait dengan asma bronkial dapat meningkatkan kebocoran mikrovaskular, meningkatkan produksi lendir, dan meningkatkan eosinofil dan basofil masuk ke dalam saluran nafas (Syarif, 2013).2) Inhibitor Sintesis LeukotrieneZileuton adalah inhibitor poten dan selektif untuk aktivitas5-lipoxygenase, sedangkan pembentukan leukotrien bergantung pada lipoksigenisasi asam arakidonatoleh5-lipoxygenase (Syarif, 2013).4. Simpatomimetika. Mekanisme KerjaAgonis adrenoreseptor merupakan salah satu contoh dari obat simpatomimetik. Obat-obat golongan ini memiliki efek melemaskan otot polos saluran napas dan menghambat pengeluaran berbagai mediator bronkokonstriksi dari sel mast. Golongan obat ini juga dapat menghambat kebocoran mikrovaskular dengan meningkatkan transport mukosilia dengan memperbesar aktivitas silia (Katzung, 2014). Cara kerja obat ini dalam melemaskan otot polos adalah dengan mengaktivasi adenilat siklase untuk meningkatkan adenosine monofosfat siklik (cyclic adenosine monophosphate, cAMP). Ketika kadar cAMP meningkat maka akan memberikan efek relaksasi pada otot polos (Ward, 2008).b. FarmakokinetikObat simpatomimetik terutama agonis adrenoreseptor paling baik diberikan melalui inhalasi. Hal ini disebabkan karena dapat menghasilkan efek lokal yang paling besar pada otot polos saluran napas dengan toksisitas sistemik paling kecil (Katzung, 2014). Untuk onset dan masa kerja dari obat agonis adrenoreseptor berbeda-beda. Pada tabel 3 dapat dilihat perbandingan efek farmakologi dan sifat farmakokinetik berbagai obat simpatomimetik yang digunakan pada terapi asma (Depkes RI, 2007).Tabel 2.3. Efek farmakologi dan sifat farmakokinetik

c. FarmakodinamikPemakaian obat simpatomimetik melalui inhalasi memiliki kemungkinan dapat menyebabkan aritmia jantung dan hipoksemia secara akut dan tafilaksis atau toleransi jika diberikan berulang. Efek dilatasi pemberian agonis 2 dapat meningkatkan perfusi bagian-bagian paru yang kurang mendapat ventilasi dan secara transien menurunkan tegangan oksigen arteri (PaO2). Namun, efek ini biasanya kecil dan dapat terjaddi pada pemberian setiap obat bronkodilator, makna efek ini bergantung pada PaO2 awal pasien (Katzung, 2014). Pada pasien dengan gangguan fungsi jantung harus hati-hati menggunakan obat golongan ini karena agonis beta adrenergik dapat menyebabkan efek kardiovaskular yang bermakna seperti meningkatkan ritme jantung, tekanan darah dan terjadi perubahan EKG. (Depkes RI, 2007).d. Bentuk Sediaan ObatSecara umum pemakaian obat simpatomimetik adalah melalui inhalasi (Katzung, 2014). Untuk dosis dan cara penggunaan setiap obat golongan agonis beta adrenergik bisa dilihat pada tabel 4.Tabel 2.4. Dosis dan cara penggunaan obat simpatomimetik

e. Efek Samping ObatAda bukti bahwa pemberian agonis beta adrenergic dalam kerja lama jangka panjang berisiko menimbulkan efek samping meskipun agonis beta adrenergic adalah bronkodilator yang tampaknya aman dan efektif jika digunakan sesuai kebutuhan untuk menghilangkan gejala (Katzung, 2014). Efek samping dari masing-masing obat telah dirangkum dalam tabel 5 (Depkes RI, 2007).

Tabel 2.5. Efek samping obat agonis beta adrenergic

5. Metil xantinAda 3 obat golongan metilxantin yang terpenting yaitu; teofilin, teobromin dan kafein. a. JenisBronkodilatorb. Mekanisme KerjaMetilxantin (teofilin, garamnya yang mudah larut dan turunannya) akan merelaksasi secara langsung otot polos bronki dan pembuluh darah pulmonal, merangsang SSP, menginduksi diuresis, meningkatkan sekresi asam lambung, menurunkan tekanan sfinkter esofageal bawah dan menghambat kontraksi uterus. Teofilin juga merupakan stimulan pusat pernafasan. Aminofilin mempunyai efek kuat pada kontraktilitas diafragma pada orang sehat dan dengan demikian mampu menurunkan kelelahan serta memperbaiki kontraktilitas pada pasien dengan penyakit obstruksi saluran pernapasan kronik.Efek farmakologi teofilin dengan menginhibisi aktivitas fosfodiesterase yang dihasilkan oleh peningkatan kadar cAMP dalam otot polos saluran nafas, tapi hal ini berlaku pada dosis besar dibandingkan dosis terapi. Teofilin dapat menunjukkan efek bronkodilatasi dengan memblok receptor adenosin, selain itu teofilin juga telah dibuktikan dapat menghambat degranulasi sel mastosit, mengurangi kebocoran mikrovaskular, dan meningkatkan bersihan mikrosiliar (Staff farmakologi UNSRI, 2004).Efek Farmakodinamik, teofilin dimetabolisme oleh sitokrom P-450 dan kecepatan metabolisme bervariasi luas diantara subjek subjek. Karena teofilin mempunyai kisaran terapi yang sempit (10-20mg/l), perlu dilakukan pemantauan kadar teofilin dalam darah. Teofilin di eliminasi dalam hati dan diekskresikan dalam urin (Staff farmakologi UNSRI, 2004). Obat-obat golongan metilxantin berpengaruh pada beberapa organ tubuh yaitu :1) Pada susunan saraf pusat (SSP)b) Meningkatkan kesiagaan c) Mengurangi kelelahand) Kecemasan dan insomnia (kafein)e) Pada dosis tinggi menyebabkan kejangf) Tremor (aminofili)2) Kardiovaskulera) Kronotropik dan inotropik (+)b) Meningkatkan aliran darah perifer disebabkan viskositas darah menurunc) Di ginjal, diuretik lemahd) GIT, merangasang sekresi getah saluran pencernaane) Otot polos, bronkodilatasic. SediaanInjeksi: 1mg/ml, 2mg/ml, 5mg/mlTablet, 100mg, 200mgLarutan oral, 105mg/5mlSupositoria rectal, 250mg, 500mg d. Dosis1) Pemuatan:IV, 5-6 mg/kg (berikan dalam 20-30 menit) Atau PO/rectal, 6mg/kgSetiap 0,5 mg/kg teofilin (0,6mg/kg aminofilin) akan menigkatkan konsentrasi teofilin 1g/ml.2) Pemeliharaan:Infus IV, 0,5-1mg/kg/jamPO, 2-4mg/kg setiap 6-12 jam e. Efek samping1) Kardiovaskular: Palpitasi, takikardia sinus, aritmia ventrikuler2) Pulmoner: Takipneu3) SSP: Kejang, Sakitkepala, iritabilitas4) GI: Mual, muntah, nyeriepigastrik5) Lain: Hiperglikemia, sindrom hormone antidiuretik yang taksemestinya (SIADH) f. Indikasi dan Kontraindikasi1) Indikasi: Bronkodilator pada obstruksi jalan napas reversible akibat asma atau PPOM. Penggunaan tidak resmi: Stimulan pernapasan dan miokardial pada apnea bayi2) Kontraindikasi: Aritmia yang tidak terkendali, Hipertiroidisme.6. Anti IgEOmalizumab dan kromolin merupakanobat yang agen biologis yang dipercaya dalam mengatasi asma Merupakan antibodi monoklonal rekombinan. Antibodi Monoklonal Anti-IgE (Immunoglobulin E) pendekatan pada pengobatan asma yang mengeksploitasi perkembangan biologi molekuler untuk target antibodi IgE. Antibodi Monoklonal Anti-IgE menghambat terjadinya ikatan IgE pada sel mast tetapi tidak mengaktifkan IgE yang telah terikat pada sel-sel tersebut dan karenanya tidak memicu terjadinya degranulasi sel mast.

a. FarmakodinamikMekanisme kerja : IgE yg terikat omalizumab tidak dapat berikatan dg reseptor IgE pada mast cell dan basofil sehingga tidak terjadi reaksi alergi.b. FarmakokinetikAbsorbsi untuk obat golongan anti IgE ini sangat buruk dengan pemberian cara apapun kerjanya bersifat local. Sejumlah kecil dapat mencapai sirkulasi sistemik setelah inhalasi. Distribusi, karena hanya sejumlah kecil yang diabsorbsi, maka distribusinya tidak diketahui. Untuk metabolisme dan ekskresi, sejumlah kecil yang diabsorbsi diekskresikan dalam empedu dan urin tanpa mengalami perubahan.c. SediaanTablet, 100mg, 200mgCaps, 20 mgd. DosisDewasa : 200 mg 4x sehariAnak anak 2-12 th: 100 mg 4x sehariAnak< 2 th : 20 mg/kg/haridalam 4 dosisterbagiInhalasi (dewasadananak> 5 th): 20 mg kapsul inhalere. Efek sampingi. SSP: sakitkepala, irritabilitas dan sulit tidurii. Mata danTHT : Iritasi hidung, bersin, rasa terbakar pada okuler, rasa tersengat dan rasa tidak enak.iii. GI: diare, nyeri abdomen (peningkatan asam urat, nyeri sendi, edema)iv. Respirasi :iritasi tenggorokan dan trakea dan batukv. Derm: ruam, eritemurtikariaf. KontraindikasiDikontraindikasikan pada hipersensitivitas, serangan astma akut, kehamilan dan menyusui.7. Kortikosteroida. Mekanisme KerjaObat-obat ini merupakan steroid adrenokortikal steroid sintetik dengan cara kerja dan efek yang sama dengan glukokortikoid. Glukokortikoid dapat menurunkan jumlah dan aktivitas dari sel yang terinflamasi dan meningkatkan efek obat beta adrenergik dengan memproduksi AMP siklik, inhibisi mekanisme bronkokonstriktor, atau merelaksasi otot polos secara langsung. Penggunaan inhaler akan menghasilkan efek lokal steroid secara efektif dengan efek sistemik minimal (Kemenkes, 2007).b. Indikasi dan KontraindikasiTerapi pemeliharaan dan propilaksis asma, termasuk pasien yang memerlukan kortikosteoid sistemik, pasien yang mendapatkan keuntungan dari penggunaan dosis sistemik, terapi pemeliharaan asma dan terapi profilaksis pada anak usia 12 bulan sampai 8 tahun. Obat ini tidak diindikasikan untuk pasien asma yang dapat diterapi dengan bronkodilator dan obat non steroid lain, pasien yang kadang-kadang menggunakan kortikosteroid sistemik atau terapi bronkhitis non asma.Bronkospasma akut yang membaik, terapi utama pada status asmatikus atau episode asma akut lain yang memerlukan tindakan intensif, hipersensitif terhadap beberapa komponen, infeksi jamur sistemik, kultur sputum menunjukkan hasil positif untuk Candida albicans (Kemenkes, 2007).c. Dosis dan Sediaani. Prednisone 1. Sediaan : Tablet 1. DosisDewasa : 5 60 mg dalam 2 4 dosis terbagiAnak anak : 0,14 2 mg/kg berat badan setiap hari dalam 4 dosis terbagi

ii. Triamsinolon1. Sediaan : Aerosol oral 1. Dosis Dewasa : 2 inhalasi (kira-kira 200 mcg), 3 sampai 4 kali sehari atau 4 inhalasi (400 mcg) dua kali sehari. Dosis harian maksimum adalah 16 inhalasi (1600 mcg). Anak-anak 6 12 tahun : Dosis umum adalah 1-2 inhalasi (100-200 mcg), 3 sampai 4 kali sehari atau 2-4 inhalasi (200-400 mcg) dua kali sehari. Dosis harian maksimum adalah 12 inhalasi (1200 mcg). iii. Flutikason1. Sediaan : Aerosol1. Dosis :Usia>12 tahun Pasien yang sebelumnya menjalani terapi asma dengan bronkodilator saja : 88 mcg dua kali sehari. Pasien yang sebelumnya menjalani terapi asma dengan kortikosteroid inhalasi : 88 220 mcg sehari. Pasien yang sebelumnya menjalani terapi asma dengan kortikosteroid oral, dosis maksimum 880 mcg dua kali sehari (Kemenkes, 2007).1. Efek Samping -Iritasi tenggorokan-Suara serak, batuk, mulut kering-Ruam -Pernafasan berbunyi-Edema wajah (Kemenkes, 2007).

C. Pengobatan Tuberculosis Pada AnakTatalaksana medikamentosa TB anak terdiri dari terapi dan profilaksis (pencegahan). Terapi Tb diberikan pada anak yang sakit TB, sedangkan profilaksis TB diberikan pada anak yang kontak TB (profilaksis primer) atau anak yang terinfeksi TB tanpa sajut TB (profilaksis sekunder).Beberapa hal penting dalam tatalaksana TB anak adalah : 1. Obat Tb diberikan dalam panduan obat tidak boleh diberikan sebagai mono terapi.2. Pemberian gizi yang adekuat.3. Mencari penyakit penyerta, jika ada ditatalaksana secara bersamaan.

Berikut ini adalah panduan OAT (Obat Anti Tuberculosis) pada anak:1. OAT diberikan dalam bentuk kombinasi minimal 3 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman intraseluler dan ekstraseluler.2. Waktu pengobatan TB pada anak 6-12 bulan. Pemberian obat jangka penjang selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan kekambuhan.3. Pengobatan TB pada anak dibagi dalam 2 tahap :a. Tahap intensif selama 2 bulan pertama. Pada tahap intensif, diberikan minimal 3 macam obat, tergantung hasil pemeriksaan bakteriologis dan berat ringannya penyakit.b. Tahap lanjutan selam 4-10 bulan selanjutnya, tergantung pemeriksaan bakteriologis dan berat ringannya penyakit.Selama tahap intensif dan lanjutan, OAT pada anak diberikan setiap hari untuk mengurangi ketidakteraturan minum obat yang sering terjadi jika obat tidak diminum setiap hari.4. Pada TB anak dengan gejala klinis yang berat baik pulmonal maupun ekstrapulmonal seperti TB milier, meningitis TB, TB tulang, dan lain-lain dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan.5. Pada kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB, meningitis TB, dan peritonitis TB, diberikan kortikosteroid (prednison) dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 3 dosis. Dosis maksimal prednisone adalah 60mg/hari. Lama pemberian kortikosteroid adalah 2-4 minggu dengan dosis penuh dilanjutkan dengan Tappering off dalam jangka waktu yang sama. Tujuan pemberian kortikosteroid ini untuk mengurangi proses inflamasi dan mencegah terjadi perlekatan jaringan.6. Panduan OAT untuk anak yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah :a. Kategori anak dengan 3 macam obat : 2HRZ/4HRb. Kategori anak dengan 4 macam obat : 2HRZE(S)/4-10HR7. Panduan OAT kategori anak diberikan dalam bentuk paket berupa Obat Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 3 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Panduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.8. OAT untuk anak juga harus disediakan dalam bentuk OAT kombipak untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.

Tabel 2.6 Skema panduan OAT anak

Catatan :Mengacu pada upaya Program Nasional Pengendalian TB setelah pemberian pengobatan selama 6 bulan, dapat dilaporkan sebagai pasien dengan hasil akhir : pengobatan lengkap.

Tabel 2.7 Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang bisa dipakai dan dosisnya.

Panduan OAT Kategori Anak dan peruntukannya secara lebih lengkap sesuai dengan tabel-tabel berikut ini :Tabel 2.8 Panduan OAT kategori anak

Untuk mempermudah pemberian OAT sehingga meningkatkan keteraturan minum obat, panduan OAT disediakan dalam bentuk paket KDT (Kombinasi Dosis Tetap) /FDC (Fixed Dose Combination). Satu paket dibuat untuk satu pasien untuk satu mas pengobatan. Paket KDT untuk anak berisi obat fase intensif, yaitu Rifampisi (R) 75mg, Isoniazid (H) 50mg, dan Pirazinamid (Z) 150mg, serta obat fase lanjutan yaitu R 75mg dan H 50mg dalam satu paket. Dosis yang dianjurkan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.9 Dosis Kombinasi pada TB Anak

BB > 30 kg diberikan 4 tablet atau menggunakan KDT dewwasa.Keterangan :R = Rifampisin; H = Isoniazid; Z = Pirazinamid1. Bayi dibawah 5 kg pemberian AOT secara terpisah, tidak dalam bentuk kombinasi dosis tetap, dan sebaiknya dirujuk ke RS rujukan.2. Apabila ada kenaikan BB maka dosis/jumlah tablet yang diberikan, menyesuaikan berat badan saat itu.3. Untuk anak obesitas,dosis KDT menggunakan Berat Badan ideal (sesuai umur). 4. OAT KDT harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah dan tidak boleh digerus).5. Obat dapat debarikan dengan cara ditelan utuh, dikunyah atau dikulum (chewable), atau dimasukkan air dalam sendok (dispersable).6. Obat diberikan pada saat perut kosong, atau paling cepat 1 jam setelah makan.7. Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka semua obat tidak boleh digerus bersama dan dicampur dalam satu puyer.

D. Evaluasi Pengobatan dan Farmakologi Obat Tuberculosis1. Evaluasi Pengobatan TBEvaluasi penderita meliputi evaluasi klinik, bakteriologik, radiologik, dan efek samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat (PDPI, 2006).a. Evaluasi klinik1) Penderita dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan2) Evaluasi: respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya komplikasi penyakit.3) Evaluasi klinik meliputi keluhan, berat badan, pemeriksaan fisik.b. Evaluasi bakteriologik (0 2 6 /9)Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak.1) Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopika) Sebelum pengobatan dimulai.b) Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif).c) Pada akhir pengobatan.2) Bila ada fasilitas biakan : pemeriksaan biakan (0 2 6/9)

c. Evaluasi radiologik (0 2 6/9)Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:1) Sebelum pengobatan.2) Setelah 2 bulan pengobatan.3) Pada akhir pengobatand. Evaluasi efek samping secara klinikBila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan darah lengkap.1) Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin.2) Fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan gula darah, asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek samping pengobatan.3) Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid.4) Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol.5) Penderita yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan dan audiometri.6) Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal tersebut. Yang paling penting adalah evaluasi klinik kemungkinan terjadi efek samping obat. Bila pada evaluasi klinik dicurigai terdapat efek samping, maka dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya dan penanganan efek samping obat sesuai pedoman.

e. Evalusi keteraturan berobatYang tidak kalah pentingnya selain dari paduan obat yang digunakan adalah keteraturan berobat. Diminum/tidaknya obat tersebut. Dalam hal ini maka sangat penting penyuluhan atau pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan berobat yang diberikan kepada penderita, keluarga dan lingkungan. Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah resistensi (PDPI, 2006).f. Evaluasi penderita yang telah sembuhPenderita TB yang telah dinyatakan sembuh tetap dievaluasi minimal dalam 2 tahun pertama setelah sembuh untuk mengetahui terjadinya kekambuhan. Yang dievaluasi adalah mikroskopik BTA dahak dan foto toraks. Mikroskopik BTA dahak 3,6,12 dan 24 bulan setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks 6, 12, 24 bulan setelah dinyatakan sembuh (PDPI, 2006). 2. Farmakologi Obat TBBerikut dijelaskan mengenai OAT atau Obat Anti Tuberkulosis (Depkes, 2005). a. Isoniazid (H)1) Identitas Sediaan dasarnya adalah tablet dengan nama generik isoniazid 100 mg dan 300 mg/ tablet. Nama lain dari isoniazid adalah asam nicotinathidrazida, isonikotinilhidrazida, ataupun INH. 2) Dosis Untuk pencegahan, dewasa 300 mg satu kali sehari, anak anak 10 mg per berat badan sampai 300 mg, satu kali sehari. Untuk pengobatan TB bagi orang dewasa sesuai dengan petunjuk dokter/ petugas kesehatan lainnya. Umumnya dipakai bersama dengan obat anti tuberkulosis lainnya. Dalam kombinasi biasa dipakai 300 mg satu kali sehari, atau 15 mgper kg berat badan sampai dengan 900 mg, kadang-kadang 2 kali atau 3 kali seminggu. Untuk anak dengan dosis 10 20 mg per kg berat badan. Atau 20 40 mg per kg berat badan sampai 900 mg, 2 atau 3 kali seminggu. 3) IndikasiObat ini diindikasikan untuk terapi semua bentuk tuberkulosis aktif, disebabkan kuman yang peka dan untuk profilaksis orang berisiko tinggi mendapatkan infeksi. Dapat digunakan tunggal atau bersama-sama dengan antituberkulosis lain.4) Kontraindikasi. Kontra indikasinya adalah riwayat hipersensistifitas atau reaksi adversus, termasuk demam, artritis, cedera hati, kerusakan hati akut, tiap etiologi: kehamilan(kecuali risiko terjamin). 5) Kerja Obat. Bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Mekanisme kerja berdasarkan terganggunya sintesis mycolic acid, yang diperlukan untuk membangun dinding bakteri. 6) Dinamika/Kinetika Obat. Pada saat dipakai isoniazid akan mencapai kadar plasma puncak dalam 1 2 jam sesudah pemberian peroral dan lebih cepat sesudah suntikan im; kadar berkurang menjadi 50 % atau kurang dalam 6 jam. Mudah difusi ke dalam jaringan tubuh, organ, atau cairan tubuh. Juga terdapat dalam liur, sekresi bronkus dan cairan pleura, serobrosfina, dan cairan asitik. Metabolisme di hati, terutama oleh karena asetilasi dan dehidrazinasi (kecepatan asetilasi umumnya lebih dominan). Waktu paruh plasma 2-4 jam diperlama pada insufiensi hati, dan pada inaktivator lambat. Lebih kurang 75-95 % dosis diekskresikan di kemih dalam 24 jam sebagai metabolit, sebagian kecil diekskresikan di liur dan tinja. Melintasi plasenta dan masuk kedalam ASI. 7) Interaksi. Isoniazid adalah inhibitor kuat untuk cytochrome P-450 isoenzymes, tetapi mempunyai efek minimal pada CYP3A. Pemakaian isoniazid bersamaan dengan obat-obat tertentu, mengakibatkan meningkatnya konsentrasi obat tersebut dan dapat menimbulkan risiko toksik. Antikonvulsan seperti fenitoin dan karbamazepin adalah yang sangat terpengaruh oleh isoniazid. Isofluran, parasetamol dan karbamazepin menyebabkan hepatotoksisitas, antasida dan adsorben menurunkan absopsi, sikloserin meningkatkan toksisitas pada SSP, menghambat metabolisme karbamazepin, etosuksimid, diazepam, menaikkan kadar plasma teofilin. Efek rifampisin lebih besar dibanding efek isoniazid, sehingga efek keseluruhan dari kombinasi isoniazid dan rifampisin adalah berkurangnya konsentrasi dari obat-obatan tersebut, seperti fenitoin dan karbamazepin8) Efek SampingEfek samping isoniazid, diantaranya: a) Dalam hal neurologi, diantaranya parestesia, neuritis perifer, gangguan penglihatan, neuritis optik, atropfi optik, tinitus, vertigo, ataksia, somnolensi, mimpi berlebihan, insomnia, amnesia, euforia, psikosis toksis, perubahan tingkah laku, depresi, ingatan tak sempurna, hiperrefleksia, otot melintir, konvulsi.b) Hipersensitifitas, demam, menggigil, eropsi kulit (bentuk morbili, mapulo papulo, purpura, urtikaria), limfadenitis, vaskulitis, keratitis. c) Efek hepatotoksik diantaranya SGOT dan SGPT meningkat, bilirubinemia, sakit kuning, hepatitis fatal. d) Efek metabolisme dan endrokrin, diantaranya defisiensi Vitamin B6, pelagra, kenekomastia, hiperglikemia, glukosuria, asetonuria, asidosismetabolik, proteinurea. e) Pada hemotologi, yaitu agranulositosis, anemia aplastik, atau hemolisis, anemia, trambositopenia, eusinofilia, methemoglobinemia. f) Pada saluran cerna, yaitu mual, muntah, sakit ulu hati, sembelit. g) Intoksikasi lain, seperti sakit kepala, takikardia, dispenia, mulut kering, retensi kemih (pria), hipotensi postura, sindrom seperti lupus, eritemamtosus, dan rematik. 9) Peringatan/Perhatian Diperingatkan hati-hati jika menggunakan isoniazid pada sakit hati kronik, disfungsi ginjal, riwayat gangguan konvulsi. Perlu dilakukan monitoring bagi peminum alkohol karena menyebabkan hepatitis, penderita yang mengalami penyakit hati kronis aktif dan gagal ginjal, penderita berusia lebih dari 35 tahun, kehamilan, pemakaian obat injeksi dan penderita dengan seropositif HIV. Disarankan menggunakan piridoksin 10-20 mg untuk mencegah reaksi adversus 10) Overdosis. Gejala yang timbul 30 menit sampai 3 jam setelah pemakaian berupa mual, muntah, kesulitan berbicara, gangguan penglihatan atau halusinasi, tekanan pernafasan dan SSP, kadang kadang asidosis, asetonurea, dan hiperglikemia pada pemeriksaan laboratorium. Penanganan penderita asimpatomimetik dilakukan dengan cara memberikan karbon aktif, mengosongkan lambung, dan berikan suntikan IV piridoksin sama banyak dengan isoniazid yang diminum, atau jika tidak diketahui, berikan 5 gram suntikan piridoksin selama 30-60 menit untuk dewasa, dan 80 mg/kg berat badan untuk anak-anak. Sedangkan penanganan penderita simpatomimetik, ditangani dengan memastikan pernafasan yang cukup, dan berikan dukungan terhadap kerja jantung. Jika jumlah isoniazid diketahui, berikan infus IV piridoksin dengan lambat 3 5 menit, dengan jumlah yang seimbang dengan jumlah isoniazid. Jika tidak diketahui jumlah isoniazid, berikan infus IV 5 gram piridoksin untuk dewasa dan 80 mg/kg berat badan untuk anak-anak. 11) Informasi untuk Penderita Sebelum menggunakan obat ini penderita perlu ditanyakan tentang alergi yang pernah dialami dan penggunaan obat lain bila menggunakan isoniazid.Penderita perlu diberikan informasi tentang cara penggunaan yang baik dari obat ini dan kemungkinan reaksi yang akan dirasakan. a) Jika obat dalam bentuk cair seperti sirup, agar menggunakan takaran yang tepat sesuai petunjuk dalam kemasan obat. b) Obat ini harus diminum sampai selesai sesuai dengan kategori penyakit atau petunjuk dokter/petugas kesehatan lainnya, dan diupayakan agar tidak lupa. Bila lupa satu hari, jangan meminum dua kali pada hari berikutnya. c) Dapat dianjurkan menggunakan Vitamin B6 untuk mengurangi pengaruh efek samping. d) Harus disesuaikan dengan berat badan, sehingga perlu diberitahukan berat badan kepada petugas, e) Harus dipakai setiap hari atau sesuai dengan dosis, namun jika lupa segera minum obat jika waktunya dekat ke waktu minum obat seharusnya. Tetapi jika kalau lewat waktu sudah jauh, dan dekat ke waktu berikutnya, maka minum obat sesuai dengan waktu/dosis berikutnya. f) Minum sesuai jadwal yang diberitahukan oleh dokter atau petugas kesehatan lain misalnya pada pagi hari. g) Jangan makan keju, ikan tuna dan sarden karena mungkin menimbulkan reaksi. h) Sampaikan kepada dokter / petugas kesehatan lain jika mengalami kulit gatal, merasakan panas, sakit kepala yang tidak tertahankan, atau kesulitan melihat cahaya, kurang nafsu makan, mual, muntah, merasa terbakar, pada tangan dan kaki. i) Menghindari meminum alokhol j) Bagi penderita diabetes, agar diberitahu, sebab dapat mempengaruhi pemeriksaan kadar gula dalam air seni yakni hasil palsu. Obat ini harus disimpan jauh dari jangkauan anak anak. dihindari dari panas dan cahaya langsung, simpan ditempat kering dan tidak lembab, serta untuk sediaan cairan seperti sirup agar tidak disimpan didalam kulkas. b. Rifampisin1) Identitas. Sediaan dasar yang ada adalah tablet dan kapsul 300 mg, 450 mg, 600 mg.2) Dosis Untuk dewasa dan anak yang beranjak dewasa 600 mg satu kali sehari, atau 600 mg 2 3 kali seminggu. Rifampisin harus diberikan bersama dengan obat anti tuberkulosis lain. Bayi dan anak-anak, dosis diberikan dokter/tenaga kesehatan lain berdasarkan atas berat badan yang diberikan satu kali sehari maupun 2-3 kali seminggu. Biasanya diberikan 7,5 15 mg per kg berat badan. Anjuran Ikatan Dokter Anak Indonesia adalah 75 mg untuk anak < 10 kg, 150 mg untuk 10 20 kg, dan 300 mg untuk 20 -33 kg. 3) IndikasiDiindikasikan untuk obat antituberkulosis yang dikombinasikan dengan antituberkulosis lain untuk terapi awal maupun ulang. 4) Kerja Obat Bersifat bakterisida, dapat membunuh kuman semi-dormant yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid.Rifampicin menghambat enzim RNA polymerase. 5) Mekanisme kerjaBerdasarkan perintangan spesifik dari suatu enzim bakteri Ribose Nucleotida Acid (RNA)-polimerase sehingga sintesis RNA terganggu.6) Dinamika/ Kinetika Obat Obat ini akan mencapai kadar plasma puncak (berbeda-beda dalam kadar) setelah 2- 4 jam sesudah dosis 600 mg, masih terdeteksi selama 24 jam. Tersebar merata dalam jaringan dan cairan tubuh, termasuk cairan serebrosfinal, dengan kadar paling tinggi dalam hati, dinding kandung empedu, dan ginjal. Waktu paruh plasma lebih kurang 1,5 - 5 jam (lebih tinggi dan lebih lama pada disfungsi hati, dan dapat lebih rendah pada penderita terapi INH). Cepat diasetilkan dalam hati menjadi metaboltit aktif dan tak aktif, masuk empedu melalui sirkulasi enterohepar. Hingga 30% dosis diekskresikan dalam kemih, lebih kurang setengahnya sebagai obat bebas. Meransang enzim mikrosom, sehingga dapat menginaktifkan obat tertentu. Melintasi plasenta dan mendifusikan obat tertentu ke dalam hati.7) Interaksi Interaksi obat ini adalah mempercepat metabolisme metadon, absorpsi dikurangi oleh antasida, mempercepat metabolisme, menurunkan kadar plasma dari dizopiramid, meksiletin, propanon dan kinidin.Rifampisin adalah suatu enzyme inducer yang kuat untuk cytochrome P-450 isoenzymes, mengakibatkan turunnya konsentrasi serum obat-obatan yang dimetabolisme oleh isoenzim tersebut. Obat obat tersebut mungkin perlu ditingkatkan selama pengobatan TB, dan diturunkan kembali 2 minggu setelah rifampisin dihentikan. 8) Efek Sampinga) Efek samping pada saluran cerna, yaitu rasa panas pada perut, sakit epigastrik, mual, muntah, anoreksia, kembung, kejang perut, diare. b) Pada SSP, diantaranya letih rasa kantuk, sakit kepala, ataksia, bingung, pening, tak mampu berfikir, baal umum, nyeri pada anggota, otot kendor, gangguan penglihatan, ketulian frekuensi rendah sementara (jarang). c) Hipersensitifitas, dengan gejala demam, pruritis, urtikaria, erupsi kulit, sariawan mulut dan lidah, eosinofilia, hemolisis, hemoglobinuria, hematuria, insufiensi ginjal, gagal ginjal akut (reversibel). d) Pada hematologi diantranya trombositopenia, leukopenia transien, anemia, termasuk anemia hemolisis.e) Intoksikasi lain, seperti hemoptisis, proteinurea rantai rendah, gangguan menstruasi, sindrom hematoreal. 9) Peringatan/Perhatian Keamanan penggunaan selama kehamilan, dan pada anak anak usia kurang 5 tahun belum ditetapkan. Hati-hati penggunaan pada penyakit hati, riwayat alkoholisme, penggunaan bersamaan dengan obat hepatotoksik lain.10) Overdosis Gejala yang kadang kadang timbul adalah mual, muntah, sakit perut, pruritus, sakit kepala, peningkatan bilirubin, cokelat merah pada air seni, kulit, air liur, air mata, buang air besar, hipotensi, aritmia ventrikular. Pemberian dosis yang berlebih pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan pada kelahiran berhubungan dengan masalah tulang belakang (spina bifida). Penanganan mual dan muntah dengan memberikan karbon aktif, dan pemberian antiemetik. Pengurangan obat dengan cepat dari tubuh diberikan diuresis dan kalau perlu hemodialisis. 11) Informasi untuk Penderita Sebelum menggunakan obat ini penderita perlu ditanyakan tentang :a) Alergi yang pernah dialami.b) Penggunaan obat lain bila menggunakan rifampisin. Penderita perlu diberikan informasi tentang cara penggunaan yang baik dari obat ini dan kemungkinan reaksi yang akan dirasakan, yakni: a) Obat ini harus diminum sampai selesai sesuai dengan kategori penyakit atau petunjuk dokter/petugas kesehatan lainnya, dan diupayakan agar tidak lupa. Bila lupa satu hari, jangan meminum dua kali pada hari berikutnya. b) Harus disesuaikan dengan berat badan, sehingga perlu diberitahukan berat badan kepada petugas. c) Harus dipakai setiap hari atau sesuai dengan dosis, namun jika lupa segera minum obat jika waktunya dekat ke waktu minum obat seharusnya. Tetapi jika kalau lewat waktu sudah jauh, dan dekat ke waktu berikutnya, maka minum obat sesuai dengan waktu / dosis berikutnya. d) Minum sesuai jadwalyang diberitahukan oleh dokter atau petugas kesehatan lain misalnya pada pagi hari. e) Beritahukan kepada dokter/petugas kala sedang hamil, karena penggunaan pada minggu terakhir kehamilan dapat menyebabkan pendarahan pada bayi dan ibu.f) Beritahukan kepada dokter / petugas kesehatan lain kalau sedang meminum obat lain karena ada kemungkinan interaksi. g) Obat ini dapat menyebabkan kencing, air ludah, dahak, dan air mata akan menjadi coklat merah. h) Bagi yang menggunakan lensa kontak (soft lens), disarankan untuk melepasnya, karena akan bereaksi atau berubah warna. i) Bagi peminum alkohol atau pernah/sedang berpenyakit hati agar menyampaikan juga kepada dokter/tenaga kesehatan lain karena dapat meningkatkan efek samping. j) Sampaikan kepada dokter/petugas kesehatan lain jika mengalami efek samping berat. k) Jika akan melakukan pemeriksaan diagnostik kencing dan darah, beritahukan bahwa sedang meminum rifampisin kepada petugas laboratorium atau dokter dan tenaga kesehatan lain karena kadang-kadang akan mempengaruhi hasil pemeriksaan. 12) Penyimpanan Obat Yang Benar Obat ini harus disimpan : a) Jauh dari jangkauan anakanak. b) Dihindari dari panas dan cahaya langsung. c) Simpan ditempat kering dan tidak lembab.d) Jangan disimpan obatyang berlebih atau obat yang dibatalkan penggunaannya. c. Pirazinamid1) Identitas. Sediaan dasar pirazinamid adalah tablet 500 mg/tablet. 2) Dosis Dewasa dan anak sebanyak 15 30 mg per kg berat badan, satu kali sehari. Atau 50 70 mg per kg berat badan 2 3 kali seminggu. Obat ini dipakai bersamaan dengan obat anti tuberkulosis lainnya.3) IndikasiDigunakan untuk terapi tuberkulosis dalam kombinasi dengan anti tuberkulosis lain. 4) KontraindikasiTerhadap gangguan fungsi hati parah, porfiria, hipersensitivitas.5) Kerja Obat Bersifat bakterisida, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Mekanisme kerja, berdasarkan pengubahannya menjadi asam pyrazinamidase yang berasal dari basil tuberkulosa. 6) Dinamika/Kinetika Obat Pirazinamid cepat terserap dari saluran cerna. Kadar plasma puncak dalam darah lebih kurang 2 jam, kemudian menurun. Waktu paruh kira-kira 9 jam. Dimetabolisme di hati. Diekskresikan lambat dalam kemih, 30% dikeluarkan sebagai metabolit dan 4% tak berubah dalam 24 jam. 7) Interaksi Bereaksi dengan reagen acetes dan ketostix yang akan memberikan warna ungu muda sampai coklat. 8) Efek SampingEfek samping hepatotoksisitas, termasuk demam anoreksia, hepatomegali, ikterus; gagal hati, mual, muntah, artralgia, anemia sideroblastik, urtikaria. 9) Keamanan penggunaan Pada anak-anak belum ditetapkan. Hati-hati penggunaan pada penderita dengan encok atau riwayat encok keluarga atau diabetes melitus, dan penderita dengan fungsi ginjal tak sempurna, juga pada penderita dengan riwayat tukak peptik. 10) Peringatan/PerhatianHanya dipakai pada terapi kombinasi anti tuberkulosis dengan pirazinamid, namun dapat dipakai secara tunggal mengobati penderita yang telah resisten terhadap obat kombinasi. Obat ini dapat menghambat ekskresi asam urat dari ginjal sehingga menimbulkan hiperuremia. Jadi penderita yang diobati pirazinamid harus dimonitor asam uratnya. 11) OverdosisData mengenai overdosis terbatas, namun pernah dilaporkan adanya fungsi abnormal dari hati, walaupun akan hilang jika obat dihentikan. 12) Informasi Untuk Penderita Sebelum menggunakan obat ini penderita perlu ditanyakan tentang alergi yang pernah dialami, penggunaan obat lain bila menggunakan pirazinamid. Penderita perlu diberikan informasi tentang cara penggunaan yang baik dari obat ini dan kemungkinan reaksi yang akan dirasakan, yakni: a) Obat ini harus diminum sampai selesai sesuai dengan kategori penyakit atau petunjuk dokter/ petugas kesehatan lainnya, dan diupayakan agar tidak lupa. Bila lupa satu hari, jangan meminum dua kali pada hari berikutnya.b) Harus disesuaikan dengan berat badan, sehingga perlu diberitahukan berat badan kepada petugas. c) Harus dipakai setiap hari atau sesuai dengan dosis, namun jika lupa segera minum obat jika waktunya dekat ke waktu minum obat seharusnya. Tetapi jika lewat waktu sudah jauh, dan dekat ke waktu berikutnya, maka minum obat sesuai dengan waktu/dosis berikutnya. d) Minum sesuai jadwal yang diberitahukan oleh dokter atau petugas kesehatan lain, misalnya pada pagi hari. e) Bagi penderita diabetes, agar diberitahu, sebab dapat mempengaruhi pemeriksaan kadar keton dalam air seni yakni hasil palsu. f) Sampaikan kepada dokter/petugas kesehatan lain jika merasakan sakit pada sendi, kehilangan nafsu makan, atau mata menjadi kuning. 13) Penyimpanan Obat Yang Benar Obat ini harus disimpan : a) Jauh dari jangkauan anak anak. b) Dihindari dari panas dan cahaya langsung. c) Simpan ditempat kering dan tidak lembab. d) Untuk sediaan cairan seperti sirup agar tidak disimpan didalam kulkas. d. Etambutol1) IdentitasSediaan dasarnya adalah tablet dengan nama generik Etambutol-HCl 250 mg, 500 mg/tablet.2) Dosis Untuk dewasa dan anak berumur diatas 13 tahun, 15-25 mg mg per kg berat badan, satu kali sehari. Untuk pengobatan awal diberikan 15 mg/kg berat badan, dan pengobatan lanjutan 25 mg per kg berat badan. Kadang kadang dokter juga memberikan 50 mg per kg berat badan sampai total 2,5 gram dua kali seminggu. Obat ini harus diberikan bersama dengan obat anti tuberkulosis lainnya. Tidak diberikan untuk anak dibawah 13 tahun dan bayi. 3) IndikasiEtambutol digunakan sebagai terapi kombinasi tuberkulosis dengan obat lain, sesuai regimen pengobatan jika diduga ada resistensi. Jika risiko resistensi rendah, obat ini dapat ditinggalkan. Obat ini tidak dianjurkan untuk anak-anak usia kurang 6 tahun, neuritis optik, gangguan visual. 4) KontraindikasiHipersensitivitas terhadap etambutol seperti neuritis optik. 5) Kerja ObatBersifat bakteriostatik, dengan menekan pertumbuhan kuman TB yang telah resisten terhadap isoniazid dan streptomisin. Mekanisme kerja, berdasarkan penghambatan sintesis RNA pada kuman yang sedang membelah, juga menghindarkan terbentuknya mycolic acid pada dinding sel. 6) Dinamika/Kinetika Obat Obat ini diserap dari saluran cerna. Kadar plasma puncak 2 - 4 jam dengan bioavaliabilitas 77+ 8%. Lebih kurang 40% terikat protein plasma. Diekskresikan terutama dalam kemih. Hanya 10% berubah menjadi metabolit tak aktif. Klirens 8,6% + 0,8 % ml/menit/kg BB dan waktu paru eliminasi 3.1 + 0,4 jam. Tidak penetrasi meninges secara utuh, tetapi dapat dideteksi dalam cairan serebrospina pada penderita dengan meningetis tuberkulosa7) Interaksi Garam aluminium seperti dalam obat maag, dapat menunda dan mengurangi absorpsi etambutol. Jika diperlukan garam alumunium agar diberikan dengan jarak beberapa jam. 8) Efek SampingEfek samping yang muncul antara lain gangguan penglihatan dengan penurunan visual, buta warna dan penyempitan lapangan pandang. Gangguan awal penglihatan bersifat subjektif, bila hal ini terjadi maka etambutol harus segera dihentikan. Bila segera dihentikan, biasanya fungsi penglihatan akan pulih. Reaksi adversus berupa sakit kepala, disorientasi, mual, muntah dan sakit perut. 9) Peringatan/Perhatian Jika etambutol dipakai, maka diperlukan pemeriksaan fungsi mata sebelum pengobatan. Turunkan dosis pada gangguan fungsi ginjal, usia lanjut, kehamilan, ingatkan penderita untuk melaporkan gangguan penglihatan. Etambutol tidak diberikan kepada penderita anak berumur dibawah umur 6 tahun, karena tidak dapat menyampaikan reaksi yang mungkin timbul seperti gangguan penglihatan. 10) Informasi untuk Penderita Sebelum menggunakan obat ini penderita perlu ditanyakan tentang:a) Alergi yang pernah dialami karena etambutol.b) Penggunaan obat lain bila menggunakan etambutol. Penderita perlu diberikan informasi tentang cara penggunaan yang baik dari obat ini dan kemungkinan reaksi yang akan dirasakan, yakni: a) Obat ini diminum dengan makanan atau pada saat perut isi. b) Harus disesuaikan dengan berat badan, sehingga perlu diberitahukan perubahan berat badan kepada petugas.c) Harus dipakai setiap hari atau sesuaidengan dosis, namun jika lupa segera minum obat jika waktunya dekat ke waktu minum obat seharusnya. Tetapi jika kalau lewat waktu sudah jauh, dan dekat ke waktu berikutnya, maka minum obat sesuai dengan waktu/dosis berikutnya. d) Minum sesuai jadwal yang diberitahukan oleh dokter atau petugas kesehatan lain misalnya pada pagi hari. e) Sampaikan kepada dokter/petugas kesehatan lain jika mengalami rasa sakit pada sendi, sakit pada mata, gangguan penglihatan, demam, merasa terbakar. Khusus untuk gangguan mata dapat menghubungi dokter mata.11) Penyimpanan Obat Yang Benar Obat ini harus disimpan : a) Jauh dari jangkauan anak anak. b) Dihindari dari panas dan cahaya langsung. c) Simpan ditempat kering dan lembab e. Streptomisin1) Identitas Sediaan dasar serbuk Streptomisin sulfat untuk injeksi 1,5 gram/vial berupa serbuk untuk injeksi yang disediakan bersama dengan Aqua Pro Injeksi dan spuit. 2) DosisObat ini hanya digunakan melalui suntikan intra muskular, setelah dilakukan uji sensitifitas. Dosis yang direkomendasikan untuk dewasa adalah 15 mg per kg berat badan maksimum 1 gram setiap hari, atau 25 30 mg per kg berat badan, maksimum 1,5 gram 2 3 kali seminggu. Untuk anak 20 40 mg per kg berat badan maksimum 1 gram satu kali sehari, atau 25 30 mg per kg berat badan 2 3 kali seminggu. Jumlah total pengobatan tidak lebih dari 120 gram. 3) Indikasi Sebagai kombinasi pada pengobatan TB bersama isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid, atau untuk penderita yang dikontraindikasi dengan 2 atau lebih obat kombinasi tersebut. 4) KontraindikasiHipersensitifitas terhadap streptomisin sulfat atau aminoglikosida lainnya. 5) Kerja Obat Bersifat bakterisida, dapat membunuh kuman yang sedang membelah. Mekanisme kerja berdasarkan penghambatan sintesis protein kuman dengan jalan pengikatan pada RNA ribosomal. 6) Dinamika/ Kinetika Obat Absorpsi dan nasib streptomisin adalah kadar plasma dicapai sesudah suntikan IM 1 2 jam, sebanyak 5 20 mcg/ml pada dosis tunggal 500 mg, dan 25 50 mcg/ml pada dosis 1. Didistribusikan ke dalam jaringan tubuh dan cairan otak, dan akan dieliminasi dengan waktu paruh 2 3 jam kalau ginjal normal, namun 110 jam jika ada gangguan ginjal. 7) Interaksi Interaksi dari streptomisin adalah dengan kolistin, siklosporin, sisplatin menaikkan risiko nefrotoksisitas, kapreomisin, dan vankomisin menaikkan ototoksisitas dan nefrotoksisitas, bifosfonat meningkatkan risiko hipokalsemia, toksin botulinum meningkatkan hambatan neuromuskuler, diuretika kuat meningkatkan risiko ototoksisitas, meningkatkan efek relaksan otot yang non depolarising, melawan efek parasimpatomimetik dari neostigmen dan piridostigmin. 8) Efek SampingEfek samping akan meningkat setelah dosis kumulatif 100g, yang hanya boleh dilampaui dalam keadaan yang sangat khusus. 9) Peringatan/Perhatian Peringatan untuk penggunaan streptomisin, hati hati pada penderita gangguan ginjal, lakukan pemeriksaan bakteri tahan asam, hentikan obat jika sudah negatif setelah beberapa bulan. Penggunaan intramuskuler agar diawasi kadar obat dalam plasma terutama untuk penderita dengan gangguan fungsi ginjal.10) Informasi untuk Penderita Sebelum menggunakan obat ini penderita perlu ditanyakan tentang:a) Alergi yang pernah dialami.b) Apakah dalam keadaan hamil atau tidak, karena ada risiko gangguan pendengaran dan gangguan ginjal untuk bayi.c) Perhatian untuk anak ada kemungkinan mengalami gangguan pendengaran dan ginjal. d) Orang tua ada kemungkinan mengalami gangguan pendengaran dan ginjal. e) Penggunaan obat lain bila menggunakan streptomisin. Penderita perlu diberikan informasi tenang cara penggunaan yang baik dari obat ini, yakni: a) Harus disesuaikan dengan berat badan, sehingga perlu diberitahukan berat badan kepada petugas.b) Harus dipakai setiap hari ( atau berdasarkan petunjuk dokter) diupayakan datang ke petugas untuk di suntik pada jam yang sama. 11) Penyimpanan Obat Yang Benar Obat ini harus disimpan : a) Dihindari dari panas dan cahaya langsung b) Jangan disimpan obat yang berlebih, obat yang sudah dilarutkan dalam air untuk injeksi atau obat yang dibatalkan penggunaannya.

E. Farmakologi Obat Pernafasan Lain1. AntihistaminAntihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor histamin (penghambatan saingan). Pada awalnya hanya dikenal satu tipe antihistaminikum, tetapi setelah ditemukannya jenis reseptor khusus pada tahun 1972, yang disebut reseptor-H2, maka secara farmakologi reseptor histamin dapat dibagi dalam dua tipe , yaitu reseptor-H1 da reseptor-H2. Berdasarkan penemuan ini, antihistamin juga dapat dibagi dalam dua kelompok, yakni antagonis reseptor-H1 (sH1-blockers atau antihistaminika) dan antagonis reseptor H2 ( H2-blockers atau zat penghambat-asam).Pada garis besarnya antihistamin dibagi dalam 2 golongan besar (Andra,2006):a. Menghambat reseptor H1H1-blockers (antihistaminika klasik) Mengantagonis histamin dengan jalan memblok reseptor-H1 di otot licin dari dinding pembuluh,bronchi dan saluran cerna,kandung kemih dan rahim. Begitu pula melawan efek histamine di kapiler dan ujung saraf (gatal, flare reaction). Efeknya adalah simtomatis, antihistmin tidak dapat menghindarkan timbulnya reaksi alergi Dahulu antihistamin dibagi secara kimiawi dalam 7-8 kelompok, tetapi kini digunakan penggolongan dalam 2 kelompok atas dasar kerjanya terhadap SSP, yakni zat-zat generasi ke-1 dan ke-2.b. Menghambat reseptor H2H2-blockers (Penghambat asma) obat-obat ini menghambat secara efektif sekresi asam lambung yang meningkat akibat histamine, dengan jalan persaingan terhadap reseptor-H2 di lambung. Efeknya adalah berkurangnya hipersekresi asam klorida, juga mengurangi vasodilatasi dan tekanan darah menurun. Senyawa ini banyak digunakan pada terapi tukak lambug usus guna mengurangi sekresi HCl dan pepsin, juga sebagai zat pelindung tambahan pada terapi dengan kortikosteroida. Lagi pula sering kali bersama suatu zat stimulator motilitas lambung (cisaprida) pada penderita reflux. Penghambat asam yang dewasa ini banyak digunakan adalah simetidin, ranitidine, famotidin, nizatidin dan roksatidin yang merupakan senyawa-senyawa heterosiklis dari histamin.Antihistamin adalah antagonis reseptor histamin H1 (AH1). Semua kelas antihistamin H1 struktur kimianya menyerupai histamin.a. FarmakologiSebagai inverse agonist, antihistamin H1 beraksi dengan bergabung bersama dan menstabilkan reseptor H1 yang belum aktif, sehingga berada pada status yang tidak aktif. Penghambatan reseptor histamin H1 ini bisa mengurangi permeabilitas vaskular, pengurangan pruritus, dan relaksasi otot polos saluran cerna serta napas. Secara klinis, antihistamin H1 generasi pertama ditemukan sangat efektif berbagai gejala rhinitis alergi reaksi fase awal, seperti rhinorrhea, pruritus, dan sneezing. Tapi, obat ini kurang efektif untuk mengontrol nasal congestion yang terkait dengan reaksi fase akhir (Dripa, 2005).Sementara itu antihistamin generasi kedua dan ketiga memiliki profil farmakologi yang lebih baik. Keduanya lebih selektif pada reseptor perifer dan juga bisa menurunkan lipofilisitas, sehingga efek samping pada SSP lebih minimal. Di samping itu, obat ini juga memiliki kemampuan anti alergi tambahan, yakni sebagai antagonis histamin. Antihistamin generasi baru ini mempengaruhi pelepasan mediator dari sel mast dengan menghambat influks ion kalsium melintasi sel mast atau membaran basofil plasma, atau menghambat pelepasan ion kalsium intraseluler dalam sel. Obat ini menghambat reaksi alergi dengan bekerja pada leukotriene dan prostaglandin, atau dengan menghasilkan efek anti-platelet activating factor.Antihistamin H1 diduga juga memiliki efek anti inflamasi. Hal ini terlihat dari studi in vitro desloratadine, suatu antihistamin H1 generasi ketiga. Studi menunjukkan, desloratadine memiliki efek langsung pada mediator inflamatori, seperti menghambat pelepasan intracellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) oleh sel epitel nasal, sehingga memperlihatkan aktivitas anti-inflamatori dan imunomodulatori. Kemampuan tambahan inilah yang mungkin menjelaskan kenapa desloratadine secara signifikan bisa memperbaiki nasal congestion pada beberapa double-blind, placebo-controlled studies. Efek ini tak ditemukan pada generasi sebelumnya, generasi pertama dan kedua. Sehingga perlu dilakukan studi lebih lanjut untuk menguak misteri dari efek tambahan ini.Selain itu efek yang dihasilkan dari antihistamin H1 antara lain (Dripa, 2005):1) Efek sedasiAntihistamin H1 generasi pertama memiliki efek sedasi yang cukup besar sehingga berguna sebagai bantuan tidur dan tidak sesuai untuk penggunaan pada siang hari. Pada anak anak (dan jarang terjadi pada dewasa) menimbulkan eksitasi daripada sedasi. Pada dosis toksik yang tinggi dapat menyebabkan agitasi, kejang, dan koma. Sedangkan Antihistamin H1 generasi kedua hanya mempunyai sedikit atau bahkan tidak mempunyai kerja sedatif atau stimulasi. Obat antihistamin H1 generasi kedua (atau metabolitnya) juga mempunyai efek autonomik yang lebih sedikit dari antihistamin H1 generasi pertama.2) Efek anti mual dan anti muntahBeberapa antihistamin H1 generasi pertama mempunyai aktivitas bermakna dalam mencegah terjadinya motion sickness (mabuk kendaraan), tetapi kurang efektif jika sudah terjadi mabuk.3) Efek anti parkinsonismeDiduga karena efek antikolinergik, beberapa antihistamin H1 mempunyai efek supresi akut yang bermakna pada gejala gejala parkinsonisme yang dikaitkan dengan penggunaan obat parkinsonisme tersebut.4) Kerja antikolinoseptorBanyak agen dari generasi pertama, khususnya subgrup ethanolamine dan ethylendiamine, mempunyai efek menyerupai atropin yang bermakna pada reseptor muskarinik perifer.5) Kerja penyekat adrenoseptorEfek penyekat reseptor alfa dapat dibuktikan untuk beberapa antihistamin H1, khususnya di dalam subgrup phenothiazine, misalnya promethazine. Kerja tersebut dapat mengakibatkan hipotensi ortostatik pada orang-orang yang rentan. Penyekatan terhadap reseptor beta tidak terjadi.6) Kerja penyekat serotoninEfek penyekatan yang kuat terhadap reseptor serotonin telah dibuktikan pada beberapa generasi pertama antihistamin H1, terutama cyproheptadine. Obat tersebut digunakan sebagai antiserotonin, tetapi obat tersebut mempunyai struktur kimia yang menyerupai antihistamin phenothiazine dan merupakan suatu obat penyekat H1 yang kuat.7) Anestesi lokal8) Antihistamin H1 generasi pertama merupakan anestesi lokal yang efektif karena menyekat kanal kalsium di membran yang eksitabel. Diphenhidramine dan promethazine kadang digunakan sebagai anestesi lokal pada pasien alergi terhadap obat-obat anestetik lokal yang konvensional.b. FarmakokinetikSetelah pemberian oral atau parenteral, antihistamin H1 diabsorpsi secara baik. Pemberian antihistamin H1 secara oral efeknya timbul 15-30 menit dan maksimal setelah 1-2 jam, mencapai konsentrasi puncak plasma rata-rata dalam 2 jam. Ikatan dengan protein plasma berkisar antara 78-99%. Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot, dan kulit kadarnya lebih rendah. Sebagian besar antihistamin H1 dimetabolisme melalui hepatic microsomal mixed-function oxygenase system, tetapi dapat juga melalui paru-paru dan ginjal. Konsentrasi plasma yang relatif rendah setelah pemberian dosis tunggal menunjukkan kemungkinan terjadi efek lintas pertama oleh hati. Antihistamin H1 dieksresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.Waktu paruh antihistamin H1 sangat bervariasi. Klorfeniramin memiliki waktu paruh cukup panjang sekitar 24 jam, sedang akrivastin hanya 2 jam. Waktu paruh metabolit aktif juga sangat berbeda jauh dengan obat induknya, sepertiastemizole 1,1 hari sementara metabolit aktifnya, N-desmethylastemizole, memiliki waktu paruh 9,5 hari. Hal inilah yang mungkin menjelaskan kenapa efek antihistamin H1 rata-rata masih eksis meski kadarnya dalam darah sudah tidak terdeteksi lagi. Waktu paruh beberapa antihistamin H1 menjadi lebih pendek pada anak dan jadi lebih panjang pada orang tua, pasien disfungsi hati, dan pasien yang menerima ketokonazol, eritromisin, atau penghambat microsomal oxygenase lainnya (Deglin, 2005).c. Mekanisme kerja 1) Antihistamin bekerja dengan cara kompetisi dengan histamin untuk suatu reseptor yang spesifik pada permukaan sel. Hampir semua AH1 mempunyai kemampuan yang sama dalam memblok histamin. Pemilihan antihistamin terutama adalah berkenaan dengan efek sampingnya. Antihistamin juga lebih baik sebagai pengobatan profilaksis daripada untuk mengatasi serangan.2) Mula kerja AH1 nonsedatif relatif lebih lambat; afinitas terhadap reseptor AH1 lebih kuat dan masa kerjanya lebih lama. Astemizol, loratadin dan setirizin merupakan preparat dengan masa kerja lama sehingga cukup diberi 1 kali sehari.3) Beberapa jenis AH1 golongan baru dan ketotifen dapat menstabilkan sel mast sehingga dapat mencegah pelepasan histamin dan mediator kimia lainnya; juga ada yang menunjukkan penghambatan terhadap ekspresi molekul adhesi (ICAM-1) dan penghambatan adhesi antara eosinofil dan neutrofil pada sel endotel. Oleh karena dapat mencegah pelepasan mediator kimia dari sel mast, maka ketotifen dan beberapa jenis AH1 generasi baru dapat digunakan sebagai terapi profilaksis yang lebih kuat untuk reaksi alergi yang bersifat kronik.

2. DekongestanDekongestan nasal adalah alfa agonis yang banyak digunakan pada pasien rinitis alergikaatau rinitis vasomotor dan pada pasien ISPA dengan rinitis akut. Obat ini menyebabkanvenokonstriksi dalam mukosa hidung melalui reseptor alfa 1 sehingga mengurangi volume mukosadan dengan demikian mengurangi penyumbatan hidung.Obat golongan ini disebut obat adrenergik atau obat simptomimetik, karena obat inimerangsang saraf simpatis. Kerja obat ini digolongkan 7 jenis (Andra,2006) :a. Perangsangan organ perifer : otot polos pembuluh darah kulit dan mukosa, misal :vasokontriksi mukosa hidung sehingga menghilangkan pembengkakan mukosa pada konka.b. Penghambatan organ perifer : otot polos usus dan bronkus, misal : bronkodilatasi.c. Perangsangan jantung : peningkatan denyut jantung dan kekuatan kontraksi.d. Perangsangan Sistem Saraf Pusat : perangsangan pernapasan dan aktivitas psikomotor.e. Efek metabolik : peningkatan glikogenolisis dan lipolisis.f. Efek endokrin : modulasi sekresi insulin, renin, dan hormon hipofisis.g. Efek prasipnatik : peningkatan pelepasan neurotransmiter.Berikut ini adalah contoh dekongestan:a. Obat Dekongestan OralEfedrin adalah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan efedra. Efektif pada pemberian oral,masa kerja panjang, efek sentralnya kuat. Bekerja pada reseptor alfa, beta 1 danbeta 2.Efek kardiovaskular : tekanan sistolik dan diastolik meningkat, tekanan nadi membesar. Terjadi peningkatan tekanan darah karena vasokontriksi dan stimulasijantung. Terjadi bronkorelaksasi yang relatif lama.Efek sentral : insomnia, sering terjadi pada pengobatan kronik yang dapat diatasi dengan pemberian sedatif.Dosis obat ini untuk Dewasa : 60 mg/4-6 jam, Anak-anak 6-12 tahun : 30 mg/4-6 jamAnak-anak 2-5 tahun : 15 mg/4-6 jam2.b. Dekongestan nasalFenil propanolamin Dekongestan nasal yang efektif pada pemberian oral. Selain menimbulkan konstriksi pembuluh darah mukosa hidung, juga menimbulkan konstriksi pembuluh darah lain sehingga dapat meningkatkan tekanan darah dan menimbulkan stimulasi jantung.Efek farmakodinamiknya menyerupai efedrin tapi kurang menimbulkan efek SSP.Harus digunakan sangat hati-hati pada pasien hipertensi dan pada pria dengan hipertrofi prostat.Kombinasi obat ini dengan penghambat MAO adalah kontraindikasi. Obat ini jikadigunakan dalam dosis besar (>75 mg/hari) pada orang yang obesitas akanmeningkatkan kejadian stroke, sehingga hanya boleh digunakan dalam dosismaksimal 75 mg/hari sebagai dekongesta.Dosis obat ini adalah Dewasa : 25 mg/4 jam Anak-anak 6-12 tahun : 12,5 mg/4 jamAnak-anak 2-5 tahun : 6,25 mg/4 jamFenilefrin Adalah agonis selektif reseptor alfa 1 dan hanya sedikit mempengaruhi reseptorbeta. Hanya sedikit mempengaruhi jantung secara langsung dan tidak merelaksasi bronkus. Menyebabkan konstriksi pembuluh darah kulit dan daerah splanknikus sehingga menaikkan tekanan darah.c. Obat Dekongestan TopikalDerivat imidazolin (nafazolin, tetrahidrozolin, oksimetazolin, dan xilometazolin). Dalam bentuk spray atau inhalan. Terutama untuk rinitis akut, karena tempat kerjanya lebihselektif. Tapi jika digunakan secara berlebihan akan menimbulkan penyumbatan berlebihandisebut rebound congestion. Bila terlalu banyak terabsorpsi dapat menimbulkan depresiSistem Saraf Pusat dengan akibatkoma dan penurunan suhu tubuh yang hebat, terutamapada bayi. Maka tidak boleh diberikan pada bayi dan anak kecil.a. Mekanisme Kerja dekongestan agonis banyak digunakan sebagai dekongestan nasal pada penderita rhinitis alergika ataurhinitis vasomotor dan pada penderita infeksi saluran napas atas dengan rhinitis akut. Obat-obat ini menyebabkan venokontriksi dalam mukosa hidung melalui reseptor 1 sehingga mengurangi volume mukosa dan dengan demikian mengurangi penyumbatan hidung. Reseptor 2 terdapat pada arteriol yang membawa suplai makanan bagi mukosa hidung.Vasokontriksi arteriol ini oleh 2 agonis dapat menyebabkan kerusakan struktural padamukosa tersebut. Pengobatan dengan dekongestan nasal sering kali menimbulkan hilangnyaefektivitas pada pemberian kronik,serta rebound hyperemia dan memburuknya gejala bilaobat dihentikan. Mekanismenya belum jelas,tetapi mungkin melibatkan desensitisasi reseptordan kerusakan mukosa.1 agonis yang selektif lebih kecil kemungkinannya untukmenimbulkan kerusakan mukosa (Vallerant,2005).3. AntitusifObat-obatan antitusif digolongkan menjadi obat antitusif kerja perifer dan sentral. Dimana obat-obatan sentral dibagi lagi menjadi derivat opioid dan non-opioid. Antitusif kerja sentral melakukan depresi terhadap pusat batuk di medulla, sementara antitusif kerja perifer melakukan anestesi terhadap reseptor pada saluran nafas. Biasanya obat jenis ini digunakan untuk batuk kering (Roach, 2007).a. FarmakokinetikKebanyakan obat antitusif tersedia dalam bentuk sirup atau cairan, kapsul yang tidak dikunyah, dan pelega tenggorok. Nama dagangnya mencakup Robitusin DM, Romillar, PediacareI, FormulaContact Cold, Formula batuk Sucrets, dan banyak lainnya. Obat ini diabsorbsi dengan cepat. Presentase ikatan protein dan waktu paruhnya tidak diketahui, dekstrometofan dimetabolisasi oleh hati (Pradana, 2012).b. FarmakodinamikOnset kerja derivat opioid relatif cepat dan lama kerjanya 3-6 jam biasanya obat yang mengandung dekstrometrofandapat dipakai beberapa kali sehari. Antitusif sendiri biasanya digunakan bersamaan dengan obat jenis lain namun tidak dengan ekspektoran (Pradana, 2012).4. Mukolitika. FamakodinamikAgen mukolitik biasanya juga menunjukkan efek sebagai antagonis terhadap formasi in loco dan radikal-radikal bebas dan sangat berbeda dengan kerja enzim elastase (Alonim, 2011).b. FarmakodinamikKebanyakan agen mukolitik dengan cepat diabsorbsi setelah pemberian oral, setelah dosis oral tunggal, Tmax-nya adalah 1.2 jam. Beberapa jenis agen mukolitik, seperti erdostein, dengan cepat dimetabolisme menjadi 3 metabolit aktif yang mengandung gugus-gugus thiol bebas, yaituN-thiodiglycolyl-homocysteine(metabolit I),N-acetyl-homocysteine(Metabolit II) , dan homocysteine(metabolit III). Waktu paruh eliminasi erdostein rata-rata 1.4 jam. Metabolit I dan II masing-masing 1.2 dan 2.7 jam. Pemberian berulang dan usia lanjut biasanya tidak mengubah farmakokinetik maupun hasil metabolit agen mukolitik (Alonim, 2011).5. Ekspektorana. Mekanisme KerjaObat golongan ekspektoran meningkatkan produksi sekresi respiratorik sehingga menyebabkan viskositas sekret berkurang. Hal ini memudahkan ekspulsi sekret keluar dari jalan nafas melalui batuk (Roach, 2007). Dapat juga dikatakan bahwa ekspektoran membantu peningkatan volume sekret respiratorik. Dengan demikian efisiensi batuk dapat meningkat untuk memfasilitasi keluarnya secret. Beberapa contoh obat ekspektoran yaitu guaifenesin (gliseril guaiakolat), terpin hydrate, iodide, creosote, antimoni pentasulfida, dan guaiakolsulfonat (Gutierrez, 2007),b. FarmakokinetikObat ini akan dikonsumsi peroral kemudian diabsorpsi melalui mukosa gastrointestinalis. Setelah itu obat akan berdifusi dan didistribusikan ke seluruh tubuh terutama di area respiratori oleh peredaran darah. Obat akan dimetabolisme di liver (hepar) untuk kemudian diekskresikan secara primer melalui renal (Gutierrez, 2007).c. FarmakodinamikMemblokade transmisi impuls saraf pada level saraf internuncial di area subcortex otak, batang otak, dan medulla spinalis. Obat ini (misalnya guaifenesin) merelaksasi otot laring dan faring sehingga memudahkan intubasi. Guaifenesin juga memiliki efek analgesik dan sedatif ringan (Roach, 2007).

BAB III KESIMPULAN

1. Obat anti tuberculosis terbagi menjadi dua jenis yaitu lini I dan lini II. Yang termasuk lini 1 adalah rifampisin, isoniazid, pirazinamid, etambutol, dan streptomisin.2. Obat anti tuberculosis dapat dibagi menjadi tiga kategori. Kategori 1 diberikan obat dengan aturan 2RHZE/ 4(RH)3, kategori 2 2RHZES/ 1RHZE/ 5(RHE)3, kategori 3 yaitu 2RHZ/4(RH)3.3. Obat asma dibagi menjadi dua golongan, yaitu obat reliever dan controller. 4. Contoh obat reliever adalah kortikosteroid sistemik, agonis 2 kerja singkat, antikolinergik, metilxantin, adrenalin. Sedangkan controller adalah kortikosteroid, sodium kromoglikat, nedocromil sodium, metilxantin, agonis 2 kerja lama, leukotrien modifiers, antihistamin generasi kedua.5. Contoh efek samping dari obat TB paling toksik adalah pirazinamid yang sangat hepatotoksik.

DAFTAR PUSTAKA

Ward, Jane. 2008. At a Glance Sistem Respirasi. Jakarta : Penerbit ErlanggaSundaru, Heru. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid I. Jakarta : Interna PublishingSyarif, amir; Sunaryo. 2013. Autokoid dan Antagonis Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbitan FKUIAlsagaff, Hood. 2009. Dasar Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga Universiti PressJuknis TB Anak Program Nasional pemberantasan TBAndra. 2006. Optimalisasi terapi Antihistamin dalam Majalah Farmacia, Volume 6, Jakarta, 2006, p.64. Sjabana,Dripa. 2005. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika Deglin, Vallerand. 2005. Pedoman Obat Untuk Perawat. Jakarta: EGCBennet S, Hoffman N, Monga M. 2004. Ephedrine and guaifenesin induced nephrolithiasis. J Altern Complement Med 10 (6) : 967-9.Gutierrez, K. 2007. Pharmacotherapeutics: Clinical Reasoning in Primary Care. Philadelphia: W.B. Saunders Co.Roach SS, Beggs S, Cosgarea M, Hatfield MT et al. 2007. Introductory Clinical Pharmacology. 7th edition. New York: Lippincott William and Wilkins.Pradana, Kristian Adi. 2012. Farmakologi: Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA). Surabaya.Alonim. 2011 . Erdostein (Mukolitik). Diakses melalui: http://www.old.health.gov.il/units/pharmacy/trufot/alonim/ERDOTIN_dr_1322978767512.pdfSyarif, amir; Sunaryo. 2013. Autokoid dan Antagonis Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI.Depkes RI.2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.Depkes RI.2007. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Asma. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.Katzung, Bertram. 2014. Farmakologi Dasar & Klinik. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.Global Initiative for Asthma (GINA). 2006. Pocket Guide for Asthma Management and Prevension in Children. Available at: www.Ginaasthma.org. Diakses pada 9 Maret 2015.Staff Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2004. Kumpulan Kuliah Farmakologi. .EGC: Jakarta