302601022 laporan praktikum farmako
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGI KLINIK KEDOKTERAN
BLOK BASIC SCIENCE OF CONTINUITY AND LIFE CYCLE
LAPORAN ANALISIS SPERMA
Oleh :
Handra Chairunisa Anugerahani G1A015085
Hasna Hanief Nabilah G1A015086
Dicky Prasetyo G1A015087
Muhammad Iqbal Syifaurrahman G1A015088
Muhammad Zulfikar Rizki Aditya G1A015089
Revania Radina Thirza G1A015090
Dosen Pembimbing :
dr. Tri Lestari
KEMENTRIAN RISET DAN TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2016
LEMBAR PENGESAHAN
Analisis Sperma
Oleh :
Handra Chairunisa Anugerahani G1A015085
Hasna Hanief Nabilah G1A015086
Dicky Prasetyo G1A015087
Muhammad Iqbal Syifaurrahman G1A015088
Muhammad Zulfikar Rizki Aditya G1A015089
Revania Radina Thirza G1A015090
Disusun untuk memenuhi persyaratan mengikuti ujian praktikum Patologi Klinik
Kedokteran blok Basic Science of Continuity and Life Cycle pada Jurusan
Kedokteran Umum Fakultas Kedokteran, Universitas Jenderal Soedirman,
Purwokerto
Diketahui dan disahkan Purwokerto, Mei 2016
Dosen Pembimbing
dr. Tri Lestari
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pemeriksaan Makroskopis Sperma
1. Warna
Sperma umumnya berwarna putih keabuan. Jika air mani berwarna
kemerahan, maka diperlukan pemeriksaan lanjutan oleh dokter untuk
menentukan penyebab dari warna kemerahan tersebut. Salah satu penyebab
warna kemerahan dari sperma adalah adanya darah pada sperma, yang dapat
disebabkan oleh sumbatan saluran kencing atau infeksi. Sedangkan jika warna
sperma menjadi kuning, bisa jadi disebabkan oleh infeksi di saluran kencing
(Lidyana et al, 2013).
2. Bau
Cairan sperma yang normal berbau seperti daun akasia. Jika sperma
Anda menjadi berbau amis, maka perlu diwaspadai adanya infeksi pada
saluran kencing, prostat atau struktur lain sepanjang saluran kencing (Lidyana
et al, 2013).
3. Likuefaksi
Likuefaksi dicek 20 menit setelah ejakulasi (setelah dikeluarkan). Bila
setelah 20 menit belum homogen berarti kelenjar prostat ada gangguan
(semininnya jelek). Bila sperma yang baru diterima langsung encer mungkin :
Tak mempunyai coagulum oleh karena saluran pada kelenjar vesica seminalis
buntu ataumemang tak mempunyai vesika seminalis (Wein et al, 2012).
4. Volume
Menurut WHO, volume standar normal (2-5 mL). Apabila dibawah 2ml
disebabkan pendonor sperma saat melakukan ejakulasi dalam kondisi tegang,
sehingga menyebabkan semen yang dikeluarkan dalam jumlah sedikit. Cairan
sperma yang baik adalah sperma yang kental dan tidak cair. Jika sperma yang
keluar kurang dari 1,5 cc maka volume sperma sedikit dan membuat ejakulasi
menjadi kering (Lidyana et al, 2013).
5. Konsistensi
Kekentalan atau viskositas (konsistensi) sperma dapat diukur setelah
likuifaksi sperma sempurna.Pemeriksaan viskositas ini dapat dilakukan
dengan menyentuh permukaan sperma dengan pipet atau batang pengaduk,
kemudian ditarik maka akan terbentuk benang yang panjangnya 3-5 cm.
Makin panjang benang yang terjadi makin tinggi viskositasnya.Semakin
kental sperma tersebut semakin besar vikositasnya (Wein et al, 2012).
Hal ini mungkin disebabkan karena (Wein et al, 2012):
a. Spermatozoa terlalu banyak
b. Cairannya sedikit
c. Gangguan liquefaction
d. Perubahan komposisi plasma sperma
e. Pengaruh obat-obatan tertentu.
6. pH
Untuk mengukur pH cukup dengan menggunakan kertas pH kecuali
dalam satu penelitiandapat digunakan pH meter. Sperma yang normal pH
menunjukan sifat yang agak basa yaitu 7,2–7,8 (Wein et al, 2012).
Pengukuran sperma harus segera dilakukan segera setelah sperma
mencair karena akanmempengaruhi pH sperma.Juga bisa karena sperma
terlalu lama disimpan dan tidak segera diperiksa sehingga tidakdihasilkan
amoniak ( terinfeksi oleh kuman gram (-), mungkin juga karena kelenjar
prostatkecil, buntu, dan sebagainya. pH yang rendah terjadi karena
keradangan yang kronis dari kelenjar prostat, Epididimis,vesika seminalis atau
kelenjar vesika seminalis kecil, buntu dan rusak (Wein et al, 2012).
B. Pemeriksaan Mikroskopis Sperma
1. Pemeriksaan estimasi jumlah sperma
Hanya sebagian kecil cairan sperma yang terdiri dari sel sperma, namun
sekitar 95% dari cairan sperma adalah cairan yang dikeluarkan oleh prostat
atau vesikula seminalis. Untuk mengetahui kesehatan sel sperma, diperlukan
analisis cairan sperma. Analisis sperma dilakukan dengan mengamati cairan
sperma dibawah mikroskop. Sperma yang sehat haruslah cukup banyak, yaitu
dalam 1 ml mengandung berkisar 20 juta sel sperma, berbentuk normal dan
bergerak cepat ke depan. Karena terdapat sel selain sperma maka harus di
tentukan estimasi jumlah agar nanti saat pengenceran tidak keliru dalam
mengambil sampel dan larutannya (Lidyana et al, 2013).
2. Motilitas sperma
Motilitas dikenali sebagai prediktor yang terpenting dalam aspek
fungsional spermatozoa. Motilitas sperma merupakan refleksi perkembangan
normal dan kematangan spermatozoa dalam epididimis. Menurut WHO tahun
2010, motilitas spermatozoa dikelompokkan menjadi sebagai berikut (WHO,
2010) :
Progressive motility (PR): Spermatozoa bergerak bebas, baik lurus
maupun lingkaran besar, dalam kecepatan apapun.
Non-progressive motility (NP): semua jenis spermatozoa yang tidak
memiliki kriteria progresif, seperti berenang dalam lingakran kecil, ekor/
flagel yang sulit menggerakkan kepala, atau hanya ekor saja yang
bergerak.
Immotility (IM): tidak bergerak sama sekali
Yang dikatakan memiliki nilai motilitas normal yaitu Progressive
motility (PR)≥ 32% atau PR + NP ≥ 40%. Disebut asthenospermia (motilitas
yang tidak sesuai dengan kriteria WHO) dapat disebabkan oleh antibodi
antisperma (15%), periode abstinensi yang panjang, infeksi traktus genitalia
obstruksi duktus parsial, dan varikokel. Hal ini dapat menurunkan motilitas
sperma dalam penetrasi ke mukosa servikal (WHO, 2010).
3. Morfologi sperma
Sel sperma manusia adalah sel sistem reproduksi utama dari laki-
laki. Sel sperma memiliki jenis kelamin laki-laki atau perempuan. Sel sperma
manusia terdiri atas kepala yang berukuran 5 µm x 3 µm dan ekor sepanjang
50 µm. Sel sperma pertama kali diteliti oleh seorang murid dari Antonie van
Leeuwenhoek tahun 1677 (Schill et al, 2006).
Sperma berbentuk seperti kecebong, dan terbagi menjadi 3 bagian yaitu:
kepala, leher dan ekor. Kepala berbentuk lonjong agak gepeng berisi inti
(nucleus). Bagian leher menghubungkan kepala dengan bagian tengah.
Sedangkan ekor berfungsi untuk bergerak maju, panjang ekor sekitar 10 kali
bagian kepala (Schill et al, 2006).
Urutan pertumbuhan sperma (spermatogenesis) adalah sebagai berikut:
spermatogonium (membelah 2), spermatosit pertama (membelah 2),
spermatosit kedua (membelah 2), spermatid dan tumbuh menjadi spermatozoa
(sperma).Pada pria dewasa normal, proses spermatogenesis terus berlangsung
sepanjang hidup, walaupun kualitas dan kuantitasnya makin menurun dengan
bertambahnya usia (Schill et al, 2006).
Gambar 1.1 Morfologi Sperma (Schill et al, 2006)
Batasan normal adalah > 30 % (WHO) bila kurang dari itu
disebut teratozoospermia, atau dgn ”strict criteria” > 15 % (Kruger). Selain
kuantitas (% yang normal) juga perlu diperhatikan kualitas (bentuk-bentuk
kelainan yang ada) (Schill et al, 2006).
Variasi parameter dasar analisa sperma manusia dari yang paling
bervariatif adalah (Schill et al, 2006) :
Konsentrasi
Motilitas
Morfologi.
Adapun faktor yang mempengaruhi daripada perubahan morfologi
adalah fungsi testis, makin banyak kepala normal berarti fungsi tesis baik.
Penelitian Wibisono (1997) mendapatkan korelasi antara bentuk-bentuk
kepala mikro, makro, taper, kelainan bentuk akrosom dan atau gabungannya
berkaitan dengan adanya varikokel (salah satu penyebab infertilitas pada pria
yang terbesar dan dapat dideteksi dan yg dapat diperbaiki).Pria dengan
konsentrasi sperma > 20 juta/ml, tetapi abnormal pada motilitas dan atau
morfologi disebabkan oleh penyebab yang diketahui seperti : varikokel,
infeksi kelenjar aksesori atau kogenital akan mempunyai kemungkinan
kehamilan alami pada pasangan 40 % lebih rendah daripada penyebab yang
tidak diketahui (idiopatik asteno- dan atau teratozoospermia) (Schill et al,
2006).
4. Pemeriksaan elemen bukan sperma
Kehadiran sel non-sperma pada semen dapat mengindikasikan
kerusakan testis (sel germ belum matang), patologi dari duktus eferen (jumbai
silia) atau peradangan pada kelenjar aksesori (leukosit). Jumlah sel non-
sperma pada semen (sel epitel, "round cells" (germ sel dan leukosit) atau
kepala dan ekor sperma terisolasi) dapat diperkirakan fixed wet preparations
dengan menggunakan hemositometer pada cara yang sama seperti untuk
spermatozoa. Namun, semen yang telah diencerkan secara memadai untuk
menghitung spermatozoa biasanya akan terlalu encer untuk estimasi akurat
dari sel non-sperma, kecuali dengan adanya konsentrasi yang tinggi.
Prevalensi round cells relatif terhadap spermatozoa dapat dinilainya dari slide.
Atau, konsentrasinya dapat dinilai selama estimasi sel peroksidase-positif.
Jumlah sel bundar ejakulasi dapat mencerminkan beratnya kondisi inflamasi
atau spermatogenik. Ini diperoleh dengan mengalikan konsentrasi sel bulat
oleh volume seluruh ejakulasi (WHO, 2010).
Konsentrasi round cells dihitung relatif terhadap spermatozoa dengan
menilai semen tetap dan apusan bernoda terbuat dari semen murni. Jika N
adalah jumlah round cells dihitung dalam jumlah yang sama dari medan 400
spermatozoa, dan S adalah konsentrasi spermatozoa (106 per ml), maka
konsentrasi (C) dari sel-sel bundar (106 per ml) dapat dihitung dari rumus C =
S × (N / 400) (WHO, 2010).
Jika ada round cells lebih sedikit dibandingkan spermatozoa dalam
sampel (yaitu <400), kesalahan sampling akan melebihi 5%. Dalam hal ini,
aporkan kesalahan sampling untuk jumlah sel dihitung. Jika kurang dari 25
round cells terhitung, laporkan jumlah sel bundar diamati dengan catatan
"Terlalu sedikit untuk penentuan akurat konsentrasi" (WHO, 2010).
5. Pemeriksan hitung jumlah sperma
Pemeriksaan Jumlah Spermatozoa Menghitung jumlah spermatozoa
dapat dilakukan dengan metode hemocytometer biasa menggunakan pipet
Thoma atau dengan modifikasi hemocytometer dengan pengenceran dalam
tabung menggunakan Clinipette (Wibisono,2006).
Larutan yang biasa yang dipergunakan ialah larutan pengencer 5%
Natrium bikarbonat dalam aquadest ditambah dengan formaldehide 1 ml.
Larutan pengencer ini juga bertindak sebagai zat spermisida yang mematikan
spermatozoa, serta merupakan garam fisiologis. Dengan demikian
spermatozoa yang terdapat didalam kamar hitung dapat lebih cermat dihitung.
Jumlah spermatozoa dihitung menurut beberapa cara (Wibisono,2006):
a. Jumlah Spermatozoa per ml ejakulat.
b. Jumlah Spermatozoa per volume ejakulat.
Namun yang umum dipakai adalah spermatozoa per ml ejakulat.
Bilamana menghendaki perhitungan untuk seluruh ejakulat, tinggal
mengalikan dengan volume ejakulat (Wibisono,2006).
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan jumlah sperma
(Wibisono,2006) :
a. Biasanya didapat 70 juta atau lebih banyak spermatozoa per ml
b. Jika jumlah kurang dari 20 juta per ml , ada kemungkinan mati itu
kurang memadai dalam hal fertilitas.
Tetapi kita harus berhati – hati dalam mengambil kesimpulan seperti itu.
Tidak jarang dilihat bahwa hasil pemeriksaan mani berikutnya atau yang
mendahuluinya berbeda jauh. Dapat juga dilakukan pada pemeriksaan
motilitas hanya sedikit sekali spermatozoa kelihatan bergerak aktif
(Wibisono,2006).
C. Vitalitas Sperma
Vitalitas sperma, diestimasikan dengan menilai integritas membran sel, dapat
ditentukan secara rutin pada semua sampel, terutama untuk sampel dengan
spermatozoa progresif motil kurang dari sekitar 40% . Tes ini dapat memberikan
centang pada evaluasi motilitas, karena persentase sel-sel mati (dalam sampling
error) tidak boleh melebihi persentase spermatozoa imotil. Persentase sel yang
normal biasanya melebihi dari sel motil (WHO, 2010).
Persentase spermatozoa hidup dinilai dengan mengidentifikasi orang-orang
yang memiliki membran sel utuh, dengan metode dye exclusion ataupun
hypotonic swelling. Metode dye exclusion didasarkan pada prinsip bahwa
membran plasma, seperti yang ditemukan di sel non-vital (mati), memungkinkan
masuknya membrane-impermeant stains. Tes pembengkakan hipoosmotik
menduga bahwa hanya sel-sel dengan membran utuh (sel hidup) akan
membengkak dalam solusi hipotonik (WHO, 2010).
Gambar 1.2 Perubahan Morfologi Sperma (WHO, 2010)
Vitalitas sperma harus dinilai sesegera mungkin setelah pencairan sampel
semen, sebaiknya dalam 30 menit, tapi pada beberapa kasus dalam waktu 1 jam
dari ejakulasi, untuk mencegah pengamatan efek merusak dari dehidrasi atau
perubahan suhu pada vitalitas. (WHO, 2010)
Metode dye exclusion menggunakan eosin
Metode ini sederhana dan cepat, tapi persiapan basah tidak dapat disimpan
untuk tujuan kontrol kualitas. (WHO, 2010)
Mempersiapkan reagen
1. NaCl, 0,9% (w/v): melarutkan 0,9 g NaCl dalam 100 ml air yang
dimurnikan.
2. Eosin Y, 0,5% (w/v): melarutkan 0,5 g Eosin Y (warna indeks 45.380) dalam
100 ml NaCl 0,9% (WHO, 2010).
Langkah Kerja
1. Campur sampel semen.
2. Keluarkan aliquot dari 5? L dari semen campur dengan 5? L larutan eosin
pada slide mikroskop. Campur dengan ujung pipet, putar-putar sampel pada
slide.
3. Tutup dengan 22 mm x 22 mm coverslip dan biarkan selama 30 detik.
4. Campurkan lagi sampel semen, hapus replikasi aliquot, campur dengan eosin
dan lakukan seperti pada langkah 2 dan 3.
5. Periksa setiap slide, sebaiknya dengan optik negatif-fase kontras (positif-fase
kontras membuat kepala merah muda samar sulit untuk membedakan) di
perbesaran 200x atau 400x.
6. Hitung jumlah sel bernoda (mati) dan tak bernoda (hidup) dengan bantuan
counter laboratorium.
7. Evaluasi 200 spermatozoa di setiap ulangan, untuk mencapai kesalahan
pengambilan sampel rendah yang dapat diterima.
8. Hitung rata-rata dan perbedaan dari dua persentase sel penting dari persiapan
ulangan.
9. Tentukan perbedaan yang seminimal mungkin. (Perbedaan yang minimal
bisa dikarenakan kesalahan sampling)
10. Jika perbedaan antara persentase diterima, laporkan persentase vitalitas rata.
Jika perbedaan terlalu tinggi, buat persiapan kedua dari dua aliquot baru dari
semen dan ulangi penilaian.
11. Laporan rata-rata persentase spermatozoa penting untuk seluruh terdekat
jumlah (WHO, 2010).
Penilaian
1. Spermatozoa hidup memiliki kepala putih atau merah mudah cerah dan
spermatozoa mati memiliki kepala yang berwarna merah atau merah muda
gelap.
Gambar 1.3 Sperma setelah Pewarnaan (WHO, 2010)
2. Jika noda terbatas hanya bagian dari daerah leher, dan sisanya dari daerah
kepala yang ternoda, ini dianggap sebagai "membran leher bocor", bukan
pertanda kematian sel dan disintegrasi membran total. Sel-sel ini harus dinilai
sebagai hidup.
3. Jika sulit untuk membedakan kepala merah muda pucat bernoda, gunakan
nigrosin untuk meningkatkan kontras dari latar belakang. (WHO, 2010)
Batas referensi rendah bagi vitalitas (spermatozoa membran utuh) adalah
58% (5 sentil, 95% CI 55-63) (WHO, 2010).
BAB II
CARA KERJA
A. Pemeriksaan Makroskopis
1. Warna
Normal : berwarna putih kelabu homogen, kadangkala didapatkan butiran
seperti jeli yang tidak mencair.
Abnormal : Jernih menandakan jumlah sperma sangat sedikit
Merah kecoklatan adanya sel darah merah
Kuning pada penderita ikterus atau minum vitamin
2. Bau
Normal : bau khas seperti bunga akasia
Abnoramal : bau busuk infeksi
3. Likuefaksi (mencairnya semen)
Sediaan diamati pada suhu kamar dan dicatat waktu pencairan
Normal : mencair dalam 60 menit, rata-rata ± 15 menit
4. Volume
Diukur dengan tabung/gelas ukur dari kaca
Normal : > 1.5 ml
5. Konsistensi
Cara :
a. Sampel diambil dengan pipet atau ujung jarum, kemudian biarkan menetes
b. Amati benang yang terbentuk dan sisa ampel di ujung pipet/jarum
Normal : benang yang terbentuk < 2 cm atau sisa sampel di ujung
pipet/jarum hanya sedikit
6. pH
Cara :
a. Teteskan sampel pada kertas pH meter
b. Bacalah hasilnya setelah 30 detik dengan membandingkan dengan kertas
standar
Normal : pH 7,2 – 7,8
Abnormal : pH > 7,8 infeksi
pH < 7 pada semen azoospermia, perlu dipikirkan
kemungkinan disgenesis vas deferens, vesika seminal, atau
epididimis.
B. Pemeriksaan Mikroskopis
1. Pemeriksaan estimasi jumlah sperma
Tabel pengenceran berdasarkan estimasi jumlah sperma
Umlah sperma/lapang pandang (juta) Pengenceran
<15 1:5
15-40 1:10
40-200 1:20
>200 1:50
Teteskan 1 tetes sperma ke object glass + cover glass
Amati dibawah mikroskop perbesaran 400x cahaya redup
Hitung jumlah sperma pada 3 lapang pandang
Ambil rata-rata jumlah sperma, kalikan 106
Tentukan pengenceran
2. Motilitas sperma
%Motilitas sperma= PR+NPPR+NP+ℑ
x100 %
Keterangan : PR = sperma progresif
NP = sperma non-progresif
IM = Sperma immotil
3. Morfologi sperma
Teteskan 1 tetes sperma ke object glass + cover glass
Amati dibawah mikroskop perbesaran 400x cahaya redup
Amati pergerakan sperma pada 4-6 lapang pandang
Tentukan presentase motilitas sperma
Teteskan 1 tetes sperma ke object glass
Buat apusan sperma, keringkan
Fiksasi dengan etanol 95% : eter (1:1), keringkan
Cat dengan Giemsa (30 menit), bilas dengan air bersih
Amati dibawah mikroskop perbesaran 400X, cahaya redup
4. Pemeriksaan elemen bukan sperma
C=N x S100
Keterangan : C = Jumlah sel lain dalam juta/mL
N = Jumlah sel lain yang dihitung dalam 10 sperma
S = Jumlah sel sperma (bukan estimasi jumlah sperma)
5. Pemeriksaan hitung jumlah sperma
Amati morfologi sperma (kepala, leher, dan ekor)
Teteskan 1 tetes sperma ke object glass + cover glass
Amati dibawah mikroskop perbesaran 400x cahaya redup
Hitung jumlah sel lain dalam 100 sperma
Masukan ke rumus
Hisap sperma sampai ke angka 0,5 menggunakan pipet leukosit
Hisap larutan Turk sampai angka 11
Kocok campuran
Letakan bilik hitung dibawah mikroskop
Jumlah kotak sedang yang harus dihitung berdasar jumlah sperma yang
ditemukan :
jumlah sperma dalam 1 kotak sedang < 10 → hitung 25 kotak
jumlah sperma dalam 1 kotak sedang 10-40 → hitung 10 kotak
jumlah sperma dalam 1 kotak sedang > 40 → hitung 5 kotak
Tabel faktor koreksi
PengenceranJumlah kotak sedang yang dihitung
25 10 5
Faktor koreksi
1:10 10 4 2
1:20 5 2 1
1:50 2 0,8 0,4
Jumlah sperma= Rata−rata sperma dalam 1kotakfaktor resiko
x 106
Cari kotak sedang yang biasa digunakan untuk pemeriksaan eritrosit
Tutup dengan cover glass, teteskan larutan ke bilik hitung
Hitung jumlah sperma dalam kotak sedang
Tentukan faktor koreksi, masukan kedalam rumus
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Identitas Probandus
Nama : Muhammad Zulfikar
Umur : 19 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Waktu pengambilan : 9.52 WIB
Abstinensia : 4 hari
2. Pemeriksaan Makroskopis
a. Warna : Putih keabuan
b. Bau : Normal seperti bunga akasia
c. Likuefaksi : 20 menit
d. Volume : 2,4 ml
e. Konsistensi : < 2cm
f. pH : 7,4
B. Pemeriksaan Mikroskopis
1. Estimasi jumlah sperma
Lapang Pandang Jumlah Sperma
1 42
2 39
3 44
Rata-rata 41,33
Estimasi jumlah sperma : 41,33 juta, maka didapat pengenceran 1 : 20
2. Motilitas Sperma
Motilitas Jumlah Sperma Rata-rata Rata-rata (%)
Progressive Lp1 : 42, Lp2 : 39,
Lp3 : 48, Lp4 : 44
40,5 49,24 %
Nonprogressive Lp1: 20, Lp2 : 46 , 29 32,35 %
Lp3: 20, Lp4 : 40
Immotil Lp1: 10, Lp2 : 15,
Lp3: 14, Lp4 : 12
12,75 15,50 %
Lp = lapang pandang
Rata-rata total : Rata-rata P + NP + I = 40,5 + 29 + 12,75 = 82,25
Rumus rata-rata dalam % = Jumlah rata−rataRata−rata total x 100 %
3. Morfologi Sperma
Sperma ke- NormalAbnormal
Kepala Leher Ekor
1-27 Normal
28 Bervakuola
29 Bervakuola
30 Piriformis
31 Tebal
32 Tidak ada
33 Tidak ada
34 Bervakuola
35 Tidak ada
36 Tidak ada
37 Bervakuola
38 Piriformis
39 Bervakuola
40 Bervakuola
41 Piriformis
42 Tidak ada
43 Bervakuola
44 Tidak ada
45 Tidak ada
46 Tidak ada
47 Tidak ada
48 Bervakuola
49 Tidak ada
50 Tidak ada
Total Sperma normal : 27 sperma abnormal : 23 Total sperma : 50
Jumlah sperma normal = JumlahnormalTotalsperma x 100 %
= 2750 x 100 %
= 54 %
4. Hitung jumlah sperma
Jumlah sperma dalam 1 kotak < 10, sehingga jumlah kotak sedang yang
dihitung adalah 25 kotak
Nomor
KotakJumlah sperma/kotak sedang
Nomo
r kotakJumlah sperma/kotak sedang
1 14
2 15
3 16
4 17
5 18
6 19
7 20
8 21
9 22
10 23
11 24
12 25
13 Jumlah 176
Total jumlah sperma dalam 25 kotak = 176
Rata-rata jumlah sperma dalam 25 kotak = 17625 = 7,04
Pengenceran ( didapat dari estimasi jumlah sperma ) = 1 : 20
Faktor resiko = 5
Hasil jumlah sperma = 7,04
5 x 106 = 1,4 juta/ml
5. Elemen bukan sperma
Terdapat elemen lain bukan sperma 27 sperma dalam 100 sperma.
C = N x S100
= 27 x1,4
100
= 3,78 jt/ml
C. Pembahasan
Hasil pemeriksaan makroskopis memberikan hasil yang sesuai dan berada
dalam batas normal makroskopis sperma. Peeriksaan estimasi jumlah sperma
diperlukan untuk perkiraan jumlah sperma dalam menentukan tingkat
pengenceran. Hasil pemeriksaan motilitas dan morfologi menunjukan sperma
berada pada batas normal. Namun, pada hasil pemeriksaan jumlah sperma
menunjukan bahwa sperma berada di bawah normal < 5 juta.
Pemeriksaan jumlah sperma yang hanya mencapai 1,4 juta seharusnya
memiliki angka yang berada di kisaran angka estimasi/ perkiraaan jumlah sperma,
yaitu 41,33 juta Hal ini dapat terjadi karena kesalahan praktikan dalam
memasukkan larutan Turk yang melebihi batas maupun kelalaian penghitungan
jumlah total sperma yang tidak memperhitungkan jumlah sperma mati. Sehingga,
dapat disimpulkan bahwa hasil analisis sperma dengan interpretasi Ekstrim
Oligozoospermia.
BAB IV
APLIKASI KLINIS
A. Teratozoospermia
Teratozoospermia (terato = monster) adalah bentuk sperma yang tidak
normal. Analisa sperma Teratozoospermia, artinya morfologi (bentuk) sperma
banyak yang abnormal. Pada penderita teratozoospermia bentuk sperma yang
abnormal lebih dari 30 persen. Sementara sperma masih dianggap normal bila
yang abnormal hanya 30 persen. Bentuk sperma yang normal memiliki kepala dan
ekor, sedangkan yang abnormal memiliki dua kepala atau dua ekor.
Dikategorikan dalam 3 kelompok yaitu yang ringan sekitar 15% sperma masih
normal, 10-15 % sperma masih N : sedang, serta kurang dari 10% Normal
dikategorikan : berat. Secara normal, sperma yang baik harus memiliki kepala
yang berbentuk oval, dengan penghubung pada bagian tengahnya serta ekor yang
panjang (Egashira et al, 2009).
Penyebab Teratozoospermia pada umumnya infeksi pada testis (buah zakar)
atau pada saluran reproduksi. Sebaiknya Anda konsultasi dengan Dokter spesialis
bedah urologi atau Dokter spesialis andrologi, yang akan memberikan antibiotika
untuk jangka panjang bila penyebabnya infeksi. Salah satu faktor untuk
mendapatkan keturunan adalah sperma yang harus sehat. Laki-laki yang sehat
akan memproduksi 70-150 juta sperma per hari. Sperma ini terdapat dalam air
mani yang mana rata-rata volume air mani normal yang dihasilkan pada ejakulasi
adalah 2-5 ml (setengah sampai 1 sendok makan ukuran Inggris). Dari jumlah
sperma yang hidup tadi, maka 25 persennya harus bisa berenang dengan cepat
menuju sel telur. Dan 30 persennya harus berbentuk normal alias sempurna
(Egashira et al, 2009).
Berbagai pengobatan yang dilakukan terbukti tidak ada yang efektif seperti
klomifen, HMG dan suntikan HCG, testosteron, vitamin E, vitamin C, anti-
oksidan, diet tinggi protein, hoemeopati , dan bahkan pembedahan (varikokel).
Tindakan pembedahan ini hanya memperbaiki bentuk sperma sekitar 30 % saja
(Egashira et al, 2009).
Jika ditemukan kondisi ini sebaiknya dilakukan cara yang lebih efektif
seperti bayi tabung. Sedangkan tindakan IUI (inseminasi) juga ternyata tidak
banyak membantu. ICSI = Intra cytoplasmic Sperm injection (tindakan
menyuntikkan sperma ke dalam sel telur) pada proses bayi tabung, telah
memberikan pendekatan yang revolusioner pada laki-laki yang tidak subur, dan
menjanjikan kemungkinan bagi setiap orang untuk punya bayi, tidak peduli
bagaimana abnormal sperma-nya (Egashira et al, 2009).
B. Pengruh Merokok terhadap Kualitas Sperma
Penelitian terakhir menunujukan bahwa rokok dapat menyebabkan infertilitas
pada pria dan wanita. Merokok dapat mengurangi jumlah sperma dalam ejakulasi
dan kerusakan DNA dalam mengembangkan sel sperma. Perokok yang
menghabiskan lebih dari 10 batang rokok perhari dapat mengalami pengurangan
sperma 13-17 % jika dibandingkan orang bukan perokok. Kerusakan DNA
sperma yang disebabkan oleh perilaku merokok dapat dapat diteruskan kepada
embrio dan anak berikutnya (Amaruddin, 2012).
Hasil penelitian menunjukkan pria perokok 10 – 20 batang perhari memiliki
odds untuk menderita kualitas sperma abnormal 8,6 kali lebih besar dari
responden yang tidak merokok dan memiliki odds 7,7 kali untuk menderita
motilitas sperma abnormal setelah di kontrol stres dan alkohol, memiliki odds
21,4 untuk menderita konsentrasi abnormal setelah dikontrol stres dan narkoba
dan memiliki odds 27,4 kali menderita morfologi abnormal setelah dikontrol
stres, alkohol dan narkoba. Dan odds meningkat pada pria perokok 21 - 40 batang
perhari, yaitu memiliki odds untuk menderita kualitas sperma abnormal 39,4 kali
lebih besar dari responden yang tidak merokok dan memiliki odds 30,1 untuk
menderita motilitas sperma abnormal setelah dikontrol oleh stres dan alkohol,
memiliki odds 47,9 kali menderita konsentrasi sperma abnormal setelah dikontrol
stres dan narkoba, memiliki odds 171,7 kali menderita morfologi abnormal
setelah dikontrol stres, alkohol dan narkoba (Amaruddin, 2012)
Kelebihan produksi radikal bebas atau oksigen yang reaktif (ROS, reactive
oxygen species) telah diketahui sebagai salah satu penyebab infertilitas. Diketahui
juga bahwa anion superoksida, radikal hidroksil dan hidrogen peroksida
merupakan beberapa ROS utama yang terdapat pada plasma semen. Radikal
bebas secara fisiologis terdapat pada sperma manusia dan timbulnya radikal
bebas dalam tubuh diimbangi dengan mekanisme pertahanan endogen, dengan
memproduksi zat yang mempunyai pengaruh sebagai anti radikal bebas yang
disebut antioksidan. Akan tetapi, pada saat level ROS meningkat melebihi dari
sistem pertahanan antioksidan tubuh, terjadilah stress oksidatif (Amaruddin,
2012).
Stress oksidatif merupakan kondisi dimana terjadi peningkatan ROS yang
akan menyebabkan kerusakan sel, jaringan atau organ. Pada kondisi stres
oksidatif, radikal bebas akan menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid membran
sel dan merusak organisasi membran sel. Membran sel ini sangat penting bagi
fungsi reseptor dan fungsi enzim, sehingga terjadinya peroksidasi lipid membran
sel oleh radikal bebas dapat mengakibatkan hilangnya fungsi seluler secara total.
Stres oksidatif menyebabkan infertilitas melalui efek negatifnya ke spermatozoa
seperti peningkatan hilangnya motilitas, peningkatan kerusakan membran,
penurunan morfologi, viabilitas dan kemampuan spermatozoa. Sebuah studi
menyatakan bahwa merokok meningkatkan ROS dan menurunkan antioksidan di
cairan semen sehingga seorang perokok lebih rentan mengalami infertilitas
karena meningkatnya produksi radikal bebas di dalam sperma, menyebabkan
kerusakan DNA dan apoptosis sel sperma. Radikal bebas yang berasal dari
partikel gas rokok juga menyebabkan terjadinya aglutinasi sperma sehingga
berakibat terhadap menurunnya motilitas sperma. Akan tetapi, perokok yang telah
berhenti selama 5 sampai 15 bulan setelah mereka berhenti merokok melaporkan
bahwa jumlah sperma meningkat sampai sedikitnya 50%, yang menunjukkan
bahwa segala pengurangan pada jumlah sperma berpotensi untuk disembuhkan
(Amaruddin, 2012).
C. Azoospermia
Azoospermia adalah kelainan dimana tidak ada spermatozoa dalam ejakulasi
(diberikan sebagai batas kuantifikasi untuk metode penilaian yang digunakan).
Meskipun sederhana dan superfisial, diagnosis azoospermia dapat dibaurkan oleh
banyak faktor, termasuk kesalahan besar yang terkait dengan perhitungan
beberapa spermatozoa, jumlah besar lapang pandang mikroskopis untuk dianalisa
dan kesulitan dalam memeriksa butiran sperma bermuatan debris. Perbahan yang
direkomendasikan termasuk pemeriksaan tetap, sampel uncentrifuged dan
mengindikasikan sensitivitas metode penghitungan yang digunakan. Namun,
metode sentrifugasi juga diperlukan untuk mengumpulkan jumlah sel yang cukup
untuk prosedur terapi, dan metode untuk deteksi spermatozoa motil dalam sampel
tidak tetap untuk penilaian semen pasca vasektomi. (WHO, 2010)
Baik pada pria dan wanita, kesuburan mungkin akan berkurang setelah
kemoterapi. Misalnya, pengobatan limfoma Hodgkin canggih dengan rejimen
ganda obat dapat mengakibatkan azoospermia pada pria dan menurunnya
pematangan folikel dengan kehancuran dan fibrosis ovarium pada wanita
(Cunningham F.G et al, 2005)
(Keith E, 2007)
DAFTAR PUSTAKA
Agur, Anne & Moore, Keith. 2007. Essential Clinic Anatomy, 3rd ed., Lippincott
William & Wilkins. Hal : 568-573
Amaruddin. 2012. Tesis Pengaruh Merokok Terhadap Kualitas Sperma Pada Pria
Dengan Masalah Infertilitas Studi Kasus Kontrol Di Jakarta Tahun 2011.
Depok.
Cunning F.G., Leveno K.J., Bloom S.L., Hauth J.C., Wenstrom K.D., Gilstrap L.C..
2005. William Obstetrics. 22nd edition. USA: McGraw-Hill Companies, Inc
Edmond D.K.. 2007. Dewhurts's Textbook of Obstetrics and Gynaekology. 7 th
edition. Oxfod : Blackwell Publishing
Egashira .A., Murakami .M., Haigo .K., Horiuchi .T., Kuramoto .T. 2009. A
successful pregnancy and live birth after intracytoplasmic sperm injection with
globozoospermic sperm and electrical oocyte activation. Fertil Steril. Vol.
92 (6): 2037.
Lidyana, Fina, et al. 2013. Laporan Analisis Semen. 2013. Jurnal Universitas Negeri Jakarta. Vol. 3 (1) : 5-9.Schill, wolf-bernhard et al., 2006. Andrology for the Clinician. Springer. Hlm 41
Wein et al., eds. 2012. Campbel-Walsh Urology. Tenth Edition. USA: Elsevier
Saunders, hh. 1287-1323.
WHO. 2010. WHO Laboratory Manual For the Examination and Processing of
Human Semen. 5th ed. Switzerland : WHO.
Wibisono, Herman., 2006. Evaluasi Infertilitas Pria Menuju Program FIV dalam
Fertilisasi In Vitro dalam Praktek Klinik. Puspa Swara. Hal. 42.