laporan farmako 2

25
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI ABSORPSI DAN EKSKRESI Asisten : Rikawanto Prima P (G1A008077) Kelompok : XIII Ayustia Fani F G1A010008 Aji Suandana G1A010009 Dhita Hestilana A G1A010011 Fanny Trestanita B G1A010034 Widya Kusumastuti G1A010040 Atep Lutpia Pahlepi G1A010069 Elisabeth Serafiyani G1A010079 BLOK LIFE CYCLE KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

Upload: atep-lutpia-pahlepi

Post on 08-Apr-2016

864 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN farmako 2

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

ABSORPSI DAN EKSKRESI

Asisten :

Rikawanto Prima P

(G1A008077)

Kelompok : XIII

Ayustia Fani F G1A010008

Aji Suandana G1A010009

Dhita Hestilana A G1A010011

Fanny Trestanita B G1A010034

Widya Kusumastuti G1A010040

Atep Lutpia Pahlepi G1A010069

Elisabeth Serafiyani G1A010079

BLOK LIFE CYCLE

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN PENDIDIKAN DOKTER

PURWOKERTO

2011

Page 2: LAPORAN farmako 2

LEMBAR PENGESAHAN

Oleh :

Kelompok : XIII

Ayustia Fani F G1A010008

Aji Suandana G1A010009

Dhita Hestilana A G1A010011

Fanny Trestanita B G1A010034

Widya Kusumastuti G1A010040

Atep Lutpia Pahlepi G1A010069

Elisabeth Serafiyani G1A010079

Disusun untuk memenuhi persyaratan

mengikuti ujian praktikum Farmakologi Blok Life Cycle

Jurusan Kedokteran

Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan

Universitas Jenderal Soedirman

Purwokerto

Diterima dan disahkan

Purwokerto, Mei 2011

Asisten

Rikawanto Prima P

G1A008007

Page 3: LAPORAN farmako 2

BAB I

PENDAHULUAN

I. Judul Percobaan

Absorpsi dan Ekskresi

II. Hari dan Tanggal Percobaan

Selasa, 10 Mei 2011

III. Tujuan Percobaan

A. Tujuan Instruksional Umum

Setelah menyelesaikan percobaan ini mahasiswa akan dapat

memahami nasib obat setelah masuk tubuh.

B. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah menyelesaikan percobaaan, mahasiswa dapat:

1. Menjelaskan proses absorpsi obat dalam tubuh.

2. Menjelaskan proses distribusi obat dalam tubuh.

3. Menjelaskan proses eliminasi obat dalam tubuh.

4. Menjelaskan hubungan antara waktu dan kadar obat dalam urin

dan saliva.

5. Menganalisis kurva hubungan antara waktu dan kadar obat dalam

urin dan saliva.

IV. Dasar Teori

Farmakokinetik adalah proses mulai dari masuknya obat ke dalam tubuh

sampai dikeluarkan kembali. Yang termasuk farmakokinetik ialah absorpsi,

distribusi, biotransformasi/ metabolisme. Farmakokinetika dapat didefinisikan

sebagai setiap proses yang dilakukan tubuh terhadap obat, yaitu absorpsi,

transpor, biotransformasi (metabolisme), distribusi dan ekskresi. Dalam arti

sempit farmakokinetika khususnya mempelajari perubahan-perubahan konstrasi

dari obat dan metabolitnya di dalam darah dan jaringan sebagai fungsi dari waktu.

(FK UNSRI, 2004)

Page 4: LAPORAN farmako 2

Membran sel terdiri atas 2 lapisan lipid (lipid bilayer dengan bagian-bagian

yang hidrofobik dan hidrofilik. Membran dikatakan berbentuk fluid-mosaic model

ketika terdapat molekul-molekul lipid yang dapat bergerak dan memberikan sifat-

sifat flexibel, tahan elektrik, dan tidak mudah dilewati molekul-molekul polar.

(FK UNSRI, 2004)

1. Absorpsi

Absorpsi obat adalah gerakan suatu obat dari tempat pemberian masuk ke

dalam aliran darah. Absorpsi bergantung pada cara pemberiannya dan tempat

pemberian obat. Obat tertentu harus melewati transpor aktif untuk melewati

membran biologik guna mencapai aliran darah. Terdapat berbagai cara

pemberian obat, yaitu sublingual, per oral, per rectal, topikal, inhalasi dan

suntikan. (FK UNSRI, 2004)

Sublingual : absorpsi obat langsung melalui rongga mulut kadang-kadang

diperlukan bilamana respon yang cepat sangat diperlukan, terutama bila obat

tersebut tidak stabil pada keadaan pH lambung atau di metabolisme hati yang

cepat. Pemberian ini juga harus pada obat yang larut dalam lemak karena

permukaan absorpsi kecil sehingga obat harus melarut dan diabsorpsi dengan

cepat. Per oral: sebagian obat diberiak melalui mulut dan di telan. Beberapa

obat dapat diserap secara cepat dari lambung tetapi sebagia besar dari usus

halus. Permukaan absorpsi yang luas yakni 200 m2 (panjang 280 cm, diameter

4 cm disertai vili dan mikro vili) Per rektal : pemberian obat ini secara rektal

yang dipakai baik untuk mendapatkan sesuatu yang mendapatkan efek lokal

maupun efek sistemikobat yang diabsorpsi di rektal masuk ke sirkulasi sistemik

tanpa melalui hepar. Itu agar tidak menimbulkan iritasi obat pada lambung. Per

kutan; memiliki absorpsi yang sangat kecil melalui kulit yang utuh karena

kelarutan obat tersebut dalam lemak yang rendah. Inhalasi: digunkan untuk

obat anastesi yang mudah menguap dan gas anestesi. Biasanya paru-paru

berfungsi sebagai tempat pemberiandan sekaligus tempat eliminasi obat. (FK

UNSRI, 2004)

Absorpsi sebagaian besar obat secara difusi pasif maka sebagai barier

absorpsi adalah membaran sel epitel saluran cerna yang merupkan lipid bilayer.

Page 5: LAPORAN farmako 2

Zat-zat makanan dan obat-obat yang strukturnya mirip mkanan, tidak dapat/

sukar berdifusi pasif memerlukan transporter membran untuk melewati

membran. Secara garis besar ada 2 jenis transporter untuk obat:

1. transporter untuk efflux atau eksport obat disebut ABC (ATP binding

Cassette) ada 2 jenis:

a. P-glikoprotein (P-gp) untuk kation organik dan zat netral yang

hidrofobik dengan BM 200-1800 Dalton

b. Multi drug Resistance Protein (MRP) untuk anion organik yang

hidrofobik dan koyugat.

2. Transpor untuk uptake obat ada beberapa jenis:

a. OATP ( Organic anion transporting polypeptide) A-C, 8: polispesifik

maka untuk anion organik, kation organik besar dan zat netral yang

hidrofobik, serta konyugat

b. OAT (orgsnik snion transporter) untuk anion organik yang lipofilik.

c. OCT (organic cation transporter) 1-2 untuk kation yang kecil yang

hidrofilik

Transporter membran dapat dalam lipid bilayer dari mambran sel di

berbagai organ yaitu dinding usus, hati, tubulus ginjal, sawar darah otak, sawar

darah dengan LCS, sawar darah uri, sawar darah testes dan membran kanker

(FK UI,2009)

2. Distribusi

Distribusi adalah proses meninggalkan aliran sirkulasi darah dan masuk ke

dalam cairan ekstraseluler dan jaringan-jaringan. Obat akan dibawa ke seluruh

tubuh oleh aliran darh dan kontak dengan jaringan-jaringan tubuh saat

distribusi terjadi. Keceptan distribusi obat masuk ke jaringan sama dengan

kecepatan distribusi obat keluar dari jaringan tersebut. Obat yang berada dalam

sirkulasi darah, akan berada dalam kesimbangan antara bentuk terikat dengan

protein plasma (albumin) dan bentuk obat bebas. Obat yang terikat dengan

protein plasma berada dalam sirkulasi darah tidak akan berefek sedangkan

yang bebes akan menembus membran biologis (FK UNSRI, 2004)

Page 6: LAPORAN farmako 2

Faktor yang mempengaruhi kecepatan distribusi obat adalah aliran darah

ke jaringan/obat tubuh, sifat-sifat fisik dan kimia obat, sifat membran yang

memisahakn jaringa dari dara/ cairan interstisial, dan banyaknya obat yang

terkait pada protein. . (FK UNSRI, 2004)

3. Metabolisme

Metabolisme obat terutama terjadi di hati, yakni di membrane endoplasmic

reticulum (mikrosom) dan di cytosol. Sedangkan, tempat metabolisme yang

lain (ekstra-hepatik) adalah: dinding usus, ginjal, paru, darah, otak, dan kulit,

juga di lumen kolon (oleh flora usus). Tujuan metabolisme obat adalah

mengubah obat yang non-polar (larut lemak) menjadi polar (larut air) agar

dapat diekskresi melalui ginjal atau empedu. (FK UI, 2009)

Metabolisme obat mempunyai dua efek penting. Pertama, obat menjadi

lebih hidrofilik-hal ini mempercepat ekskresinya melalui ginjal karena

metabolit yang kurang larut lemak tidak mudah direabsorpsi dalam tubulus

ginjal. Kedua, metabolit umumnya kurang aktif daripada obat asalnya. (Neal,

2006)

Reaksi metabolisme terdiri dari reaksi fase I dan reaksi fase II. Reaksi fase

I terdiri dari oksidasi, reduksi, dan hidrolisis, yang mengubah obat menjadi

lebih polar, dengan akibat menjadi inaktif, labih aktif atau kurang aktif.

Sedangkan reaksi fase II merupakan reaksi konyugasi dengan substrat

endogen : asam glukuronat, asam sulfat, asam asetat, atau asam amino, dan

hasilnya menjadi sangat polar, dengan demikian hamper selalu tidak aktif. (FK

UI, 2009)

Sistem metabolism obat di dalam tubuh yang paling penting dan paling

banyak diteliti adalah kelompok sitokrom P450 monooksigenase (CYP450).

Enzim-enzim ini terdapat dalam berbagai bentuk berbeda, walaupun semuanya

merupakan oksidasi fungsi campuran yang terikat membran yang terletak pada

reticulum endoplasma halus pada hati. CYP450 bertindak sebagai system

pengangkutan electron yang sangat rumit yang bertanggung jawab pada

metabolisme oksidatif sejumlah besar obat-obatan dan xenobiotik-xenobiotik

Page 7: LAPORAN farmako 2

lainnya. (Cairns, 2009). Ada 50 jenis isoenzim CYP yang aktif pada manusia,

tetapi hanya beberapa yang penting untuk metabolisme obat. Enzim-enzim

tersebut adalah CYP3A4/5, CYP2D6, CYP2C, CYP1A1/2, CYP2E1.

CYP3A4/5 merupakan CYP yang paling banyak di hati maupun di usus halus,

dan memetabolisme sebagian besar obat di dunia. (FK UI, 2009)

4. Ekskresi

Organ terpenting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat diekskresi

melalui ginjal dalam bentuk utuh maupun bentuk metabolitnya. Ekskresi

melalui ginjal melibatkan tiga proses, yakni filtrasi glomerulus, sekresi aktif di

tubulus proximal dan reabsorpsi pasif di sepanjang tubulus. (FK UI, 2009)

Filtrasi glomerulus menghasilkan ultrafiltrat, yakni plasma minus

protein, jadi semua obat bebas akan keluar dalam ultrafiltrat sedangkan yang

terikat protein tetap tinggal dalam darah. Sekresi aktif dari dalam darah ke

lumen tubulus proksimal terjadi melalui transporter membrane P-glikoprotein

(P-gp) dan MRP (multidrug-resistance protein) yang terdapat di membrane sel

epitel dengan selekivitas berbeda, yakni MRP untuk anion organic dan

konyugat. Reabsorpsi pasif terjadi di sepanjang tubukus untuk bentuk nonion

obat yang larut lemak. Oleh karena derajat ionisasi bergantung pada pH

larutan, maka hal ini dimanfaatkan untuk mempercepat ekskresi ginjal pada

keracunan suatu obat asam atau obat basa. (FK UI, 2009)

Jalur lain untuk ekskresi obat selain melalui ginjal adalah melalui ginjal

dan usus (dengan feses), paru-paru (terutama anastetik inhalasi), dan ASI bagi

ibu menyusui. Ekskresi lewat empedu terutama terjadi pada zat-zat yang

memiliki BM>400 atau yang mengalami lewat proses metabolisme. (Schmitz,

2009)

V. Alat dan Bahan

A. Alat

1. Tabung reaksi dan rak tabung

2. Pipet tetes

3. Pipet ukur

Page 8: LAPORAN farmako 2

4. Beker glass

5. Lampu spiritus

6. Klem atau pegangan tabung reaksi

B. Bahan

1. KI 0,3 gram dalam kapsul

2. Larutan KI 1%

3. Larutan NaNO2 10%

4. Larutan H2SO4 dilutus

5. Larutan amilum 1%

C. Probandus

Nama : Atep Lutpia Pahlepi

VI. Rencana Kerja

1. Sesaat sebelum minum obat KI, probandus mengosongkan kandung

kencingnya dan mengumpulkan salivanya. Kemudian diambil urin

sebanyak 5 ml dan saliva sebanyak 2 ml sebagai kontrol.

2. Sesudah itu probandus minum obat (KI 0,3 g) dengan air putih 200

ml. Pada setiap interval waktu tertentu yaitu 15 menit untuk urin dan

10 menit untuk saliva. Diambil sampel urin dan saliva sampai 45

menit sesudah minum obat.

3. Urin dan saliva kontrol maupun sampel yang didapat dari percobaan

ditetapkan kadar yodiumnya secara kalorimetri semi kuantitatif.

4. Reaksi yang dikerjakan:

a.

KI 1% (1 ml) Amilum 1% (1 ml) Amati perubahan warna

Page 9: LAPORAN farmako 2

b.

c.

d.

KI 1%(1ml)

NaNO2 10%( 2-3 tetes)

H2SO4 dilutus

( 2-3 tetes)

Amilum 1%(1 tetes)

Amati perubahan warna yang

terjadi

NaNO2 10%( 2-3 tetes)

H2SO4 dilutus

( 2-3 tetes)

Amilum 1%(1 tetes)

Amati perubahan warna yang

terjadi

Saliva(1ml)

Urin(1ml)

NaNO2 10%( 2-3 tetes)

H2SO4 dilutus

( 2-3 tetes)

Amilum 1%(1 tetes)

Amati perubahan warna yang

terjadi

Adanya I2 ditunjukkan dengan perubahan warna menjadi kebiruan

Page 10: LAPORAN farmako 2

BAB II

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Reaksi a

KI 1% (1 ml) + Amilum 1% (1 ml) berwarna bening

2. Reaksi b

KI

3. Tabel kontrol

No. PemeriksaanWaktu

pengambilanWarna

1. Saliva 12.30 Kuning pucat

2. Urin 12.30 Kuning terang

Waktu minum obat KI : 13.55

NaNO2 10%( 2-3 tetes)

H2SO4 dilutus

( 2-3 tetes)

Amilum 1%(1 tetes)

Coklat tua sedikit berwarna biru

Page 11: LAPORAN farmako 2

4. Tabel saliva

No.Waktu

pengambilanWarna Interpretasi

1. 14.00 Kuning muda -

2. 14.10 Kuning pucat +

3. 14.20 Kuning pucat ++

4. 14.30 Kuning keruh -

5. Grafik saliva

6. Tabel urin

No. Waktu pengambilan Warna Interpretasi

1. 14.10 Kuning muda +

2. 14.30 Jernih kekuningan ++

3. 14.38 Jernih +

7. Grafik urin

Page 12: LAPORAN farmako 2

B. Pembahasan

Farmakokinetika atau nasib obat di dalam tubuh merupakan

serangkaian proses yang meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme, dan

ekskresi. Percobaan kali ini bertujuan untuk mengamati bagaimana proses

absorpsi dan ekskresi suatu obat. Obat kapsul KI ang diberikan secara oral

kepada probandus akan mengalami proses absorpsi pada dinding usus

halus. Pada umumnya kecepatan kerja obat yang diberikan secara oral

akan berlangsung sekitar 30-90 menit. Namun hal ini dapat bervariasi

karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu luas permukaan dan

keadaan dinding usus halus, dosis obat, serta keadaan fisik probandus. (FK

UI, 2009)

Obat yang telah diabsorpsi, kemudian akan mengalami distribusi ke

berbagai jaringan tubuh, kemudian akan dimetabolisme, dan yang terakhir

adalah akan diekskresikan keluar tubuh. Organ terpenting untuk proses

ekskresi adalah ginjal. Obat diekskresikan dalam bentuk utuh maupun

bentuk aktifnya. Ekskresi melalui ginjal mengalami 3 proses, yaitu filtrasi

glomerulus, sekresi aktif di tubulus proksimal dan reabsorpsi pasif di

sepanjang tubulus distal. (FK UI, 2009)

Jalur ekskresi obat yang lainnya adalah melalui saliva. Kadar obat

dalam saliva sama dengan kadar obat bebas dalam plasma, maka saliva

dapat digunakan untuk mengukur kadar obat jika sukar untuk memperoleh

darah. (FK UI, 2009)

Pada percobaan kali ini, kita akan melihat sisa metabolisme obat KI

oleh tubuh probandus yang diekskresikan melalui urin dan saliva.

Perubahan warna urin dan saliva ketika sebelum dan sesudah minum obat

mengindikasikan bahwa obat KI mengalami absorpsi dan ekskresi di

dalam tubuh probandus. (FK UNSRI, 2004)

Saliva diambil sebanyak empat kali dengan interval waktu 10 menit

sekali. Pada 10 menit pertama jika dibandingkan dengan saliva kontrol

akan didapatkan perubahan warna dari bening menjadi kuning muda. Pada

Page 13: LAPORAN farmako 2

10 menit kedua akan berubah menjadi kuning pucat. Pada 10 menit

berikutnya menjadi lebih pucat, dan 10 menit terakhir menjadi keruh. (FK

UNSRI, 2004)

Pengambilan urin dilakukan sebanyak tiga kali dengan interval waktu

15 kali sekali. Pada pengambilan pertama jika dibandingkan dengan urin

kontrol akan didapatkan perubahan warna menjadi kuning muda.

Pengambilan kedua berwarna jernih kekuningan, dan pengambilan yang

ketiga menjadi lebih jernih. (FK UNSRI, 2004)

Interpretasi dari perubahan warna ini adalah obat KI mengalami

absorpsi dan ekskresi pada tubuh probandus. Hal ini ditandai dengan

adanya perubahan warna saliva dan urin. Pada pengambilan urin yang

pertama dan selanjutnya terjadi perubahan warna yang mencolok, hal ini

diakibatkan oleh proses absorpsi KI meningkat hingga mencapai titik

optimal. Setelah kadar KI dalam darah merata maka proses absorpsi tidak

terjadi lagi sehingga tidak ada KI yang diekskresikan. Hal ini ditandai

dengan tidak adanya perubahan warna yang mencolok pada pengambilan

saliva dan urin yang terakhir. (FK UNSRI, 2004)

C. Aplikasi Klinis

1. Penyakit Hati

Hati adalah organ utama untuk metabolisme obat. Pasien yang menderita

ikterik berat atau yang protein serumnya sangat rendah kemungkinan besar

akan mengalami masalah dalam metabolism obat. Pada penyakit hati

lanjut, absorpsi obat juga terganggu akibat kongesti vaskuler portal.

Penurunan kadar protein serum juga mempengaruhi jumnlah obat yang

terikat. Jika hanya sedikit obat yang terikat pada protein, maka akan

banyak obat yang bebas dan siap menghasilkan efek farmakologiknya.

(Deglin, 2005)

2. Pemberian ketoprofen

Pemberian ketoprofen dalam bentuk sediaan tablet salut enterik

memberikan ketersediaan hayati yang tinggi bahkan pada penelitian ini

menghasilkan efisiensi absorpsi yang relatif lebih tinggi (ratarata sekitar

Page 14: LAPORAN farmako 2

130%) dibandingkan dengan sediaan kapsul (Tabel 5). Ketersediaan hayati

ketoprofen yang tinggi dari sediaan tablet sesuai dengan yang dilaporkan

peneliti lain, yaitu bahwa ketersediaan hayati s ediaan tablet ketoprofen

memberikan ketersediaan hayati relatif sebesar 100% dibandingkan

dengan sediaan injeksi intramuskular . Sementara itu sediaan supositoria,

menghasilkan ketersediaan hayati yang relatif lebih rendah dibandingkan

dengan sediaan kapsul dengan nilai efisiensi absorpsi rata-rata sekitar

60%.( Sumirtapura, 2002)

3. Farmakokinetik minosiklin di dalam plasma dengan variasi

pemberian per oral, intravena, intramuskuler dan mengetahui kadar

minosiklin dalam jaringan .farmakokinetik minosiklin dalam plasma

setelah pemberian per oral dosis 100 mg/kg bb, intravena dosis 15

mg/kg bb (yang dikonversi menjadi 100 mg/kg bb) dan intramuskuler

dosis 100 mg/kg bb (Vd, t½ elim, AUC dan Cl) menunjukkan adanya

perbedaan yang signifikan (P<0,05). Akumulasi minosiklin di dalam

jaringan hati sebesar 15 ± 4 µg/g, ginjal 4,84 ± 1,03 µg/g dan otot dada

4,6 ± 0,7 µg/g setelah pemberian 0,32 mg/ekor/hari selama 4 minggu.

( Guntoro,2007)

Page 15: LAPORAN farmako 2

KESIMPULAN

1. Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke

dalam darah bergantung pada cara pemberian.

2. Kecepatan absorpsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

- Stabilitas obat terhadap asam lambung dan enzim-enzim pencernaan.

- Motilitas saluran pencernaan.

- Derajat metabolisme tingkat pertama.

3. Ekskresi merupakan salah satu proses eliminasi. Organ terpenting untuk

ekskresi obat adalah ginjal. Ekskresi melalui ginjal melibatkan 3 proses,

yaitu:

- Filtrasi glomerulus.

- Sekresi aktif di tubulus proksimal.

- Reabsorpsi pasif di sepanjang tubulus.

Page 16: LAPORAN farmako 2

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Famakologi dan Terapeutik. 2009. Farmakologi dan Terapi Edisi ke

5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Cairns, Donald. 2009. Intisari Kimia Farmasi Edisi 2. Jakarta: EGC.

Guntoro, Tri. 2007. Profil Farmakokinetik Minosiklin setelah Pemberian Per

Oral, Intravena dan Intramuskuler pada Ayam Broiler Jantan.

Neal, Michael J. 2006. At a Glance FARMAKOLOGI MEDIS Edisi 5. Jakarta:

Erlangga.

Schmitz, Gery. 2009. Farmakologi dan Toksikologi Edisi 3. Jakarta: EGC.

Sumirtapura, Yeyet C dkk. 2002. Farmakokinetik dan Ketersediaan Hayati Relatif

Sediaan Kapsul, Tablet Salut Enterik dan Supositoria Ketoprofen.

Bandung : Institut Teknologi Bandung.