laporan pendahuluan sistem neurobahavior

24
LAPORAN PENDAHULUAN SISTEM NEUROBAHAVIOR PADA PASIEN DENGAN EPILEPSI Disusun Oleh: Kelas 3B Lelik Agustrianti 11.0700.S Rizky Metiyas Tuti 11.0739.S STIKES MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN 2013/2014

Upload: rifqi-ari-fajar

Post on 29-Dec-2015

20 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Pendahuluan Sistem Neurobahavior

LAPORAN PENDAHULUAN SISTEM NEUROBAHAVIOR

PADA PASIEN DENGAN EPILEPSI

Disusun Oleh:

Kelas 3B

Lelik Agustrianti 11.0700.S

Rizky Metiyas Tuti 11.0739.S

STIKES MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

2013/2014

Page 2: Laporan Pendahuluan Sistem Neurobahavior

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologis yang utama. Pada dasarnya

epilepsi merupakan suatu penyakit Susunan Saraf Pusat (SSP) yang timbul akibat

adanya ketidak seimbangan polarisasi listrik di otak. Ketidak seimbangan polarisasi

listrik tersebut terjadi akibat adanya fokus-fokus iritatif pada neuron sehingga

menimbulkan letupan muatan listrik spontan yang berlebihan dari sebagian atau

seluruh daerah yang ada di dalam otak. Epilepsi sering dihubungkan dengan

disabilitas fisik, disabilitas mental, dan konsekuensi psikososial yang berat bagi

penyandangnya (pendidikan yang rendah, pengangguran yang tinggi, stigma sosial,

rasa rendah diri, kecenderungan tidak menikah bagi penyandangnya).

Penyandang epilepsi pada masa anak dan remaja dihadapkan pada masalah

keterbatasan interaksi sosial dan kesulitan dalam mengikuti pendidikan formal.

Mereka memiliki risiko lebih besar terhadap terjadinya kecelakaan dan kematian yang

berhubungan dengan epilepsi.

Penanganan terhadap penyakit ini bukan saja menyangkut penanganan

medikamentosa dan perawatan belaka, namun yang lebih penting adalah bagaimana

meminimalisasikan dampak yang muncul akibat penyakit ini bagi penderita dan

keluarga maupun merubah stigma masyarakat tentang penderita epilepsi.

Page 3: Laporan Pendahuluan Sistem Neurobahavior

B. Tujuan Umum

Tujuan penulisan makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah.

Tujuan Khusus

Dengan disusunnya makalah ini penulis mengharapkan  pembaca dapat :

1. Mahasiswa megetahui definisi Epilepsi.

2. Mahasiswa mengetahui etiologi Epilepsi.

3. Mahasiswa megetahui patofisiologi Epilepsi.

4. Mahasiswa megetahui pathway Epilepsi.

5. Mahasiswa mengetahui klasifikasi kejang pada Epilepsi.

6. Mahasiswa megetahui manifestasi klinis dan perilaku pada Epilepsi.

7. Mahasiswa mengetahui pemeriksaan diagnostic pada Epilepsi.

8. Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan pada Epilepsi.

9. Mahasiswa megetahui pencegahan pada Epilepsi.

10. Mahasiswa mengetahui pengobatan pada Epilepsi.

11. Mahasiswa mengetahui komplikasi pada Epilepsi.

Page 4: Laporan Pendahuluan Sistem Neurobahavior

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Epilepsy adalah kompleks gejala dari beberapa kelainan fungsi otak yang

ditandai dengan terjadinya kejang secara berulang. Dapat berkaitan dengan

kehilangan kesadaran, gerakan yang berlebihan, atau kehilangan tonus atau gerakan

otot, dan gangguan prilaku suasana hati, sensasi dan persepsi (Brunner dan suddarth,

2000).

Kejang adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang

mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang besifat

sementara. Istilah epilepsy biasanya merupakan suatu kelaianan yang bersifat kronik

yang timbul sebagai suatu bentuk kejang berulang (Hudak dan Gallo, 1996).

Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala

yang datang dalam serangan – serangan,berulang-ulang yang disebabkan lepas

muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak yang bersifat reversible dengan berbagai

etiologi.Serangan adalah suatau gejala yang timbulnya tiba-tiba dan menghilang

secara tiba-tiba pula.

B. Klasifikasi.

1. Epilepsi Umum.

a) Grand mal.

Epilepsi grand mal ditandai dengan timbulnya lepas muatan listrik

yang berlebihan dari neuron diseluruh area otak-di korteks, di bagian

dalam serebrum, dan bahkan di batang otak dan talamus. Kejang grand

mal berlangsung selama 3 atau 4 menit.

b) Petit mal.

Page 5: Laporan Pendahuluan Sistem Neurobahavior

Epilepsi ini biasanya ditandai dengan timbulnya keadaan tidak sadar

atau penurunan kesadaran selama 3 sampai 30 detik, di mana selama

waktu serangan ini penderita merasakan beberapa kontraksi otot seperti

sentakan (twitch- like),biasanya di daerah kepala, terutama pengedipan

mata.

c) Epilepsi Jenis Focal / Parsial.

Epilepsi fokal dapat melibatkan hampir setiap bagian otak, baik regio

setempat pada korteks serebri atau struktur-struktur yang lebih dalam

pada serebrum dan batang otak. Epilepsi fokal disebabkan oleh resi

organik setempat atau adanya kelainan fungsional.

2. Epilepsi Primer (Idiopatik)

Epilepsi primer hingga kini tidak ditemukan penyebabnya, tidak

ditemukan kelainan pada jaringan otak diduga bahwa terdapat kelainan atau

gangguan keseimbangan zat kimiawi dan sel-sel saraf pada area jaringan otak

yang abnormal. Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui

(Idiopatik). Sering terjadi pada:

- Trauma lahir, Asphyxia neonatorum

- Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf

- Keracunan CO, intoksikasi obat/alcohol

- Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia,

hiponatremia)

- Tumor Otak

- Kelainan pembuluh darah

(Tarwoto, 2007)

Page 6: Laporan Pendahuluan Sistem Neurobahavior

3. Epilepsi Sekunder (Simtomatik)

Epilepsi yang diketahui penyebabnya atau akibat adanya kelainan pada

jaringan otak. Kelainan ini dapat disebabkan karena dibawa sejak lahir atau

adanya jaringan parut sebagai akibat kerusakan otak pada waktu lahir atau

pada masa perkembangan anak, cedera kepala (termasuk cedera selama atau

sebelum kelahiran), gangguan metabolisme dan nutrisi (misalnya hipoglikemi,

fenilketonuria (PKU), defisiensi vitamin B6), faktor-faktor toksik (putus

alkohol, uremia), ensefalitis, anoksia, gangguan sirkulasi, dan neoplasma.

Penyebab step / childhood epilepsi / epilepsi anak-anak:

- fever / panas

- genetic causes / faktor genetik

- head injury / luka di kepala.

- infections of the brain and its coverings / Radang atau infeksi

pada otak dan selaput otak

- lack of oxygen to the brain/ kekurangan oksigen, terutama saat

proses kelahiran.

- hydrocephalus/pembesaran ukuran kepala (excess water in the

brain cavities)

- disorders of brain development / gangguan perkembangan otak.

C. Klasifikasi Kejang

a. Kejang Mioklonik

Pada kejang mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat

kuat atau lemah sebagian otot atau semua otot, seringkali atau berulang-ulang.

Bangkitan ini dapat dijumpai pada semua umur.

Page 7: Laporan Pendahuluan Sistem Neurobahavior

b. Kejang Klonik

Pada kejang ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif, tajam,

lambat, dan tunggal multiple di lengan, tungkai atau torso. Dijumpai terutama

sekali pada anak.

c. Kejang Tonik

Pada kejang ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi kaku

pada wajah dan bagian tubuh bagian atas, flaksi lengan dan ekstensi tungkai.

kejang ini juga terjadi pada anak.

d. Kejang Tonik-Klonik

kejang ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang terkenal dengan nama

grand mal. Serangan dapat diawali dengan aura, yaitu tanda-tanda yang

mendahului suatu kejang. Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh

badan kaku. Kejang kaku berlangsung kira-kira ¼ – ½ menit diikutti kejang

kejang kelojot seluruh tubuh. Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan

napas menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila pembentukan ludah ketika

kejang meningkat, mulut menjadi berbusa karena hembusan napas. Mungkin

pula pasien kencing ketika mendapat serangan. Setelah kejang berhenti pasien

tidur beberapa lamanya, dapat pula bangun dengan kesadaran yang masih

rendah, atau langsung menjadi sadar dengan keluhan badan pegal-pegal, lelah,

nyeri kepala.

e. Kejang atonik.

Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga

pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar. Sawan ini

terutama sekali dijumpai pada anak.

Page 8: Laporan Pendahuluan Sistem Neurobahavior

D. Etiologi.

a. Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu

menelan obat-obat tertentu yang dapat merusak otak janin, mengalami infeksi,

minum alcohol, atau mengalami cidera.

b. Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang

mengalir ke otak (hipoksia), kerusakan karena tindakan.

c. Cidera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak

d. Tumor otak merupakan penyebab epilepsi yang tidak umum terutama pada

anak-anak.

e. Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak

f. Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak

g. Penyakit keturunan seperti fenilketonuria (fku), sclerosis tuberose dan

neurofibromatosis dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulang.

h. Kecendrungan timbulnya epilepsi yang diturunkan. Hal ini disebabkan karena

ambang rangsang serangan yang lebih rendah dari normal diturunkan pada

anak

E. Patofisiologi

Secara umum, epilepsi terjadi karena menurunnya potensial membran sel saraf

akibat proses patologik dalam otak, gaya mekanik atau tosik, yang selanjutnya

menyebabkan terlepasnya muatan listrik dari sel saraf tersebut. Penimbunan

acetilkolin setempat harus mencapai konsentrasi tertentu untuk dapat merendahkan

potensial membran sehingga lepas muatan listrik dapat terjadi.

Pada epilepsi (diopatik, tipe grand mal, secara primer muatan listrik

dilepaskan oleh nuklea intralaminares talami. Input dari vortex selebri melalui

Page 9: Laporan Pendahuluan Sistem Neurobahavior

lintasan aferen aspesifik itu menentukan dengan kesadaran bila mana sama sekali

tidak ada input maka timbulah koma.

Pada grand mal, oleh karena sebab yang belum dapat dipastikan, terjadilah

lepas muatan listrik dari inti-inti intralaminan talamik secara berlebihan.

Perangsanagn talamortikalyang berlebihan ini menghasilkan kejang seluruh tubuh dan

sekaligus menghalangi sel-sel saraf yang memelihara kesadaran menerima imfulse

aferen dari dunia luar sehingga kesadaran hilang

F. Gejala Epilepsi

1) Gejala kejang berdasarkan sisi otak yang terkena

Sisi otak yg terkena Gejala

Lobus frontalis Kedutan pada otot tertentu

Lobus oksipitalis Halusinasi kilauan cahaya

Lobus parietalis Mati rasa atau kesemutan di bagian tubuh tertentu

Lobus temporalis

Halusinasi gambaran dan perilaku repetitif yang

kompleks

misalnya berjalan berputar-putar

Lobus temporalis anterior Gerakan mengunyah, gerakan bibir mencium

Lobus temporalis anterior

sebelah dalam

Halusinasi bau, baik yg menyenangkan maupun yg

tidak menyenangkan

Page 10: Laporan Pendahuluan Sistem Neurobahavior

2) Gejala umum :

- Tonik : kontraksi otot, tungkai dan siku fleksi, leher dan punggung

melengkung, jeritan epilepsi (aura).20 – 60 detik.

- Klonik : spasmus flexi berseling relaksasi, hypertensi, midriasis,

takikardi, hyperhidrosis, hypersalivasi.40 detik.

- Pasca Serangan : aktivitas otot terhenti, klien sadar kembali, lesu, nyeri

otot dan sakit kepala, klien tertidur 1-2 jam.

- Sederhana : tidak terdapat gangguan kesadaran.

- Komplex : gangguan kesadaran.

G. Pathways

H. Manifestasi klinis

Epilepsy (ILAE) tahun 1981, klasifikasi epilepsi sebagai bnerikut :

- Sawan Parsial (Fokal, lokal)

Sawan Parsial Sederhana, sawan parsial dengan kesadaran tetap

normal

Page 11: Laporan Pendahuluan Sistem Neurobahavior

Dengan gejala motorik

Fokal motorik tidak menjalar ; sawan terbatas pada satu

bagian tubuh.

Fokal motorik menjalar : sawan dimulai dari bagian tubuh

dan menjalar meluas kedaerah lain.

Dengan gejala somatosensoris : sawan disertai halusinasi

sederhana yang mengenai kelima panca indera dan bangkitan

yang disertai vertigi.

Somatosensoris : timbul rasa kesemutan atau seperti

ditusuk-tusuk jarum.

Visual : terlihat cahaya

Diserti Vertigo

Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (Sensasi

efigastrium, pucat, berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi

pupil)

Dengan gejala psikis

Disfasia    : gangguan bicara misalnya mengulang

suku      kata, kata atau bagian klimat.

Disemnesia ; gangguan proses ingatan misalnya

seperti sudah mengalkami, mendengar, melihat atau

sebaliknya tidak pernah mengalami

Kognitif : gangguan orientasi waktu, meras diri

berubnah

Apektif : merasa sangat senang, susah, marah, takut

Page 12: Laporan Pendahuluan Sistem Neurobahavior

Ilusi : perubahan persepsi benda yang dilihat tampak

lebih kecil atau lebih besar

Halusinasi : mendengar ada yang bicara, musik,

melihat suatu penomena tertentu dan lain-lain

- Sawan Parsial Kompleks (disertai gangguan kesadaran)

Serangan Parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran : keasadaran

mula-mula baik kemudian menurun

Dengan gejala parsial sederhana

Dengan automatisme, yaitu gerakan-gerakan, prilaku yang

timbul dengan sendirinya

Dengan penurunan kesadaran sejak serangan, kesadaran menurun sejak

permulaan serangan.

Hanya dengan penurunan kesadaran

Dengan automatisme

- Sawan Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (Tonik klonik,

tonik, klonik)

1. Sawan parsial sederhana yang berkembang menjasdi bangkitan umum

2. Sawan parsial kompleks yang berkembang menjadi nbangkitan umum

3. Sawan parsial sedrhan yang menjadi bangkitan parsial kompleks lalu

berkembang menjadi bangkitan umum.

4. Sawan Umum (Konvulsif atau nonkonvulsif)

II. Sawan Umum

A. Sawan Lena (Absance)

Page 13: Laporan Pendahuluan Sistem Neurobahavior

    Pada sawan ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka tampak

membengong, bola mata dapat memutar keatas, tidak ada reaksi bila diajak

bicara.

1. Lena Tak Khas

    Dapat disertai,

a. Gangguan tonus yang lebih jelas

b. Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak

I. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pungsi Lumbar

Pungsi lumbar adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang

ada di otak dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis.

Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang demam pertama pada bayi.

Pada anak dengan usia > 18 bulan, pungsi lumbar dilakukan jika

tampak tanda peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan

kecurigaan infeksi sistem saraf pusat. Pada anak dengan kejang demam yang

telah menerima terapi antibiotik sebelumnya, gejala meningitis dapat tertutupi,

karena itu pada kasus seperti itu pungsi lumbar sangat dianjurkan untuk

dilakukan.

b. EEG (elektroensefalogram)

merupakan pemeriksaan yang mengukur aktivitas listrik di dalam

otak.Pemeriksaan ini tidak menimbulkan rasa sakit dan tidak memiliki resiko.

Elektroda ditempelkan pada kulit kepala untuk mengukur impuls listrik di

dalam otak.

c. EKG (elektrokardiogram)

Page 14: Laporan Pendahuluan Sistem Neurobahavior

dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan irama jantung sebagai

akibat dari tidak adekuatnya aliran darah ke otak, yang bisa menyebabkan

seseorang mengalami pingsan.

d. Pemeriksaan CT scan dan MRI

dilakukan untuk menilai adanya tumor atau kanker otak, stroke,

jaringan parut dan kerusakan karena cedera kepala.

e. Pemeriksaan laboratorium :

Pemeriksaan darah rutin, darah tepi dan lainnya sesuai indikasi

misalnya kadar gula darah, elektrolit. Pemeriksaan cairan serebrospinalis (bila

perlu) untuk mengetahui tekanan, warna, kejernihan, perdarahan, jumlah sel,

hitung jenis sel, kadar protein, gula NaCl dan pemeriksaan lain atas indikasi.

f. Pemeriksaan radiologis :

Foto tengkorak untuk mengetahui kelainan tulang tengkorak, destruksi tulang,

kalsifikasi intrakranium yang abnormal, tanda peninggian TIK seperti

pelebaran sutura, erosi sela tursika dan sebagainya.

g. Arteriografi

untuk mengetahui pembuluh darah di otak : anomali pembuluh darah otak,

penyumbatan, neoplasma / hematome/ abses.

J. Penatalaksanaan

Penatalaksaan epilepsy direncanakan sesuai dengan program jangka panjang dan

dibuat untuk memenuhi kebutuhan khusus masing-masing klien.Tujuan dari

pengobatan adalah untuk menghentikan kejang sesegera mungkin, untuk menjamin

oksigenasi serebral yang adekuat, dan untuk mempertahankan klien dalam status

bebas kejang.

Page 15: Laporan Pendahuluan Sistem Neurobahavior

K. Pencegahan pada Epilepsi

Upaya sosial luas yang menggabungkan tindakan luas harus ditingkatkan untuk

pencegahan epilepsi. Resiko epilepsi muncul pada bayi dari ibu yang menggunakan

obat antikonvulsi yang digunakan sepanjang kehamilan. Cedera kepala merupakan

salah satu penyebab utama yang dapat dicegah. Melalui program yang memberi

keamanan yang tinggi dan tindakan pencegahan yang aman, yaitu tidak hanya dapat

hidup aman, tetapi juga mengembangkan pencegahan epilepsi akibat cedera kepala.

Ibu-ibu yang mempunyai resiko tinggi (tenaga kerja, wanita dengan latar belakang

sukar melahirkan, pengguna obat-obatan, diabetes, atau hipertensi) harus di

identifikasi dan dipantau ketat selama hamil karena lesi pada otak atau cedera

akhirnya menyebabkan kejang yang sering terjadi pada janin selama kehamilan dan

persalinan.

Program skrining untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang pada usia dini, dan

program pencegahan kejang dilakukan dengan penggunaan obat-obat anti konvulsan

secara bijaksana dan memodifikasi gaya hidup merupakan bagian dari rencana

pencegahan ini.

L. Pengobatan

Pengobatan epilepsi adalah pengobatan jangka panjang. Penderita akan diberikan obat

antikonvulsan untuk mengatasi kejang sesuai dengan jenis serangan. Penggunaan obat

dalam waktu yang lama biasanya akan menyebabkan masalah dalam kepatuhan

minum obat (compliance) seta beberapa efek samping yang mungkin timbul seperti

pertumbuhan gusi, mengantuk, hiperaktif, sakit kepala, dll.

Penyembuhan akan terjadi pada 30-40% anak dengan epilepsi. Lama pengobatan

tergantung jenis epilepsi dan etiologinya. Pada serangan ringan selama 2-3th sudah

cukup, sedang yang berat pengobatan bisa lebih dari 5th. Penghentian pengobatan

Page 16: Laporan Pendahuluan Sistem Neurobahavior

selalu harus dilakukan secara bertahap. Tindakan pembedahan sering

dipertimbangkan bila pengobatan tidak memberikan efek sama sekali.

Penanganan terhadap anak kejang akan berpengaruh terhadap kecerdasannya. Jika

terlambat mengatasi kejang pada anak, ada kemungkinan penyakit epilepsi, atau

bahkan keterbalakangan mental. Keterbelakangan mental di kemudian hari. Kondisi

yang menyedihkan ini bisa berlangsung seumur hidupnya.

M. Komplikasi

Kerusakan otak akibat hipeksia dan retardasi mental dapat timbul akibat

kejang yang berulang.

Dapat timbul depresi dan keadaan cemas

( Elizabeth, 2001 : 174 )