laporan pendahuluan cedera otak
DESCRIPTION
Laporan Pendahuluan Cedera OtakTRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
CEDERA OTAK BERAT
Untuk Memenuhi Laporan Pendahuluan di Departemen Medikal
Periode: 2-7 Maret 2015
Di Ruang 12 Rumah Sakit Saiful Anwar Malang
Oleh :
SHOFI KHAQUL ILMY
NIM. 105070200131010
JURUSAN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
1. DEFINISI
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai
atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas otak.
Cedera otak melingkupi dari derajat ringan sampai parah. Cedera otak
traumatis (Traumatic Brain Injury) mengakibatkan kerusakan permanen
neurobiologis yang dapat menghasilkan defisit seumur hidup untuk berbagai
derajat. Sedang untuk cedera otak parah biasanya merujuk pada cedera yang
memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Cedera otak sedang didefinisikan sebagai cedera otak yang mengakibatkan
hilangnya kesadaran dari 20 menit sampai 6 jam dan Glasgow Coma Scale 9
sampai 12.
2. Cedera otak parah didefinisikan sebagai cedera otak yang mengakibatkan
hilangnya kesadaran yang lebih besar dari 6 jam dan Glasgow Coma Scale 3
sampai 8.
Cidera otak primer ddalah kelainan patologi otak yang timbul segera akibat
langsung dari trauma. Pada cidera primer dapat terjadi: memar otak, laserasi.
Cidera otak sekunder adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan
biokimia, metabolisme, fisiologi yang timbul setelah trauma.
2. ETIOLOGI
Mekanisme ini adalah penyebab tertinggi cedera otak: Cedera kepala terbuka dan
tertutup, Kimia / Beracun, Hipoksia, Tumor, Infeksi dan Stroke.
a) Cedera kepala terbuka
Hasil dari luka tembak, dll
Penetrasi tengkorak
Efek bisa sama serius cedera otak tertutup
b) Cedera kepala tertutup
Akibat jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor, dan lain-lain
Efek cenderung luas (menyebar)
Tidak ada penetrasi ke tengkorak
c) Kimia / Beracun
Juga dikenal sebagai gangguan metabolism. Hal ini terjadi ketika bahan
kimia berbahaya merusak neuron. Bahan kimia dan racun dapat mencakup
insektisida, pelarut, keracunan karbon monoksida, keracunan timbal, dll
d) Hipoksia (Kekurangan Oksigen)
Jika aliran darah terhambat, otak akan kehabisan oksigen, maka cedera otak
ireversibel dapat terjadi dari anoksia (tidak ada oksigen) atau hipoksia
(oksigen berkurang). Mungkin diperlukan hanya beberapa menit untuk ini
terjadi. Kondisi ini bisa disebabkan oleh serangan jantung, gagal pernapasan,
tekanan darah turun dan lingkungan oksigen rendah. Jenis cedera otak dapat
mengakibatkan defisit kognitif dan memori yang parah.
e) Tumor
Tumor disebabkan oleh kanker dapat tumbuh pada atau di atas otak. Tumor
dapat menyebabkan cedera otak dengan menginvasi ruang otak dan
menyebabkan kerusakan langsung. Kerusakan juga bisa terjadi akibat efek
tekanan di sekitar tumor diperbesar. Prosedur bedah untuk mengangkat
tumor juga dapat menyebabkan cedera otak.
f) Infeksi
Otak dan sekitarnya membran sangat rentan terhadap infeksi jika sistem
pelindung darah-otak khusus dilanggar. Virus dan bakteri dapat
menyebabkan penyakit serius dan mengancam kehidupan otak (ensefalitis)
dan meninges (meningitis).
g) Stroke
Jika aliran darah tersumbat melalui kecelakaan cerebral vascular (stroke),
akan terjadi kematian sel otak di daerah kekurangan darah. Jika ada
pendarahan di otak atau di atas (perdarahan atau hematoma) karena darah
dalam arteri atau vena, hilangnya aliran darah dan cedera pada jaringan otak
oleh darah juga akan mengakibatkan kerusakan otak.
3. PATOFISIOLOGI
Cidera kepala TIK - oedem
- hematom
Respon biologi Hypoxemia
Kelainan metabolisme
Cidera otak primer Cidera otak sekunder
Kontusio
Laserasi Kerusakan cel otak
Gangguan autoregulasi rangsangan simpatis Stress
Aliran darah keotak tahanan vaskuler katekolamin
Sistemik & TD sekresi asam lambung
O2 ggan metabolisme tek. Pemb.darah Mual, muntah
Pulmonal
Asam laktat tek. Hidrostatik Asupan nutrisi kurang
Oedem otak kebocoran cairan kapiler
Ggan perfusi jaringan oedema paru cardiac out put
Cerebral
Difusi O2 terhambat Ggan perfusi jaringan
Gangguan pola napas hipoksemia, hiperkapnea
4. GEJALA
Dampak dari sedang hingga cedera otak parah tergantung pada berikut:
a) Keparahan cedera awal
b) Tingkat / kelengkapan pemulihan fisiologis
c) Fungsi terpengaruh
d) disfungsi individu
e) Sumber daya yang tersedia untuk membantu pemulihan
f) Area fungsi tidak terpengaruh oleh TBI
A. Dampak dari sedang hingga cedera otak parah dapat mencakup:
Defisit kognitif termasuk kesulitan dengan:
a) Perhatian
b) Konsentrasi
c) Distractibility
d) Daya Ingat
e) Pengolahan Kecepatan
f) Kebingungan
g) Perseverasi
h) Impulsif
i) Pengolahan Bahasa
B. Pidato dan Bahasa
a) tidak memahami kata yang diucapkan (aphasia reseptif)
b) kesulitan berbicara dan dipahami (aphasia ekspresif)
c) bicara cadel
d) berbicara sangat cepat atau sangat lambat
e) masalah membaca
f) masalah penulisan
C. Indrawi, kesulitan dengan interpretasi sentuhan, suhu, gerakan, posisi tungkai
dan diskriminasi baik
D. Persepsi, integrasi atau pola tayangan sensorik menjadi data psikologis
bermakna
E. Penglihatan
a) hilangnya sebagian atau total visi
b) kelemahan otot mata dan penglihatan ganda (diplopia)
c) penglihatan kabur
d) masalah menilai jarak
e) gerakan mata yang tak (nystagmus)
f) intoleransi cahaya (photophobia)
F. Pendengaran
a) penurunan atau hilangnya pendengaran
b) dering di telinga (tinnitus)
c) peningkatan kepekaan terhadap suara
G. Bau
a) kehilangan atau rasa berkurang penciuman (anosmia)
b) Cita Rasa
c) kehilangan atau rasa berkurang rasa
H. Kejang
kejang yang berhubungan dengan epilepsi yang bisa beberapa jenis dan dapat
melibatkan gangguan kesadaran, persepsi sensorik, atau gerakan motoric
I. Perubahan fisik
a) Kelumpuhan fisik / kelenturan
b) Sakit kronis
c) Pengendalian usus dan kandung kemih
d) Gangguan tidur
e) Kehilangan stamina
f) Perubahan Appetite
g) Pengaturan suhu tubuh
h) Kesulitan menstruasi
J. Sosial-emosional
a) Perilaku Dependent
b) Kemampuan Emosional
c) Kurangnya motivasi
d) Sifat lekas marah
e) Agresi
f) Depresi
g) Rasa malu
h) Denial / kurangnya kesadaran
5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Computed Tomography-Scanning (CT- scan).
CT Scan merupakan pemeriksaan paling sensitif untuk PIS (perdarahan intra
serebral/ICH) dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. CT-scan
dapat diulang dalam 24 jam untuk menilai stabilitas. Bedah emergensi dengan
mengeluarkan massa darah diindikasikan pada pasien sadar yang mengalami
peningkatan volume perdarahan.
b. Magnetic resonance imaging (MRI).
MRI dapat menunjukkan perdarahan intraserebral dalam beberapa jam
pertama setelah perdarahan. Perubahan gambaran MRI tergantung stadium
disolusi hemoglobinoksihemoglobin-deoksihemogtobin-methemoglobin-ferritin
dan hemosiderin.
c. CT angiografi, CT venografi, contrast-enhanced CT, contrast-enhanced MRI,
magnetic resonance angiography, and magnetic resonance venography dapat
digunakan untuk mengevaluasi lesi struktural yang mendasari, termasuk
malformasi pembuluh darah dan tumor jika terdapat kecurigaan klinis atau
radiologis.
d. X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.
e. Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi)
jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
f. Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrakranial.
6. PEMERIKSAAN FISIK
BREATHING
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung,
sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun
iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi,
stridor, ronkhi, wheezing (kemungkinan karena aspirasi), cenderung terjadi
peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
BLOOD:
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi.
Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan
parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat,
merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung
(bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).
BRAIN
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya
gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia
seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada
ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi
gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :
Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi,
pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan
sebagian lapang pandang, foto fobia.
Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus
menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah
satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
BLADER
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri,
ketidakmampuan menahan miksi.
BOWEL
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin
proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan
(disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.
BONE
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada
kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula
terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi
karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks
pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian adalah merupakan tahap awal dari proses perawatan yaitu suatu
pendekatan yang sistematis dimana sumber data, diperoleh dari klien, keluarga
klien.
1. Anamnesia/Identitas.
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, bangsa/suku,
pendidikan, bahasa yang digunakan dan alamat rumah.
2. Keluhan Utama.
Biasanya pada klien mengeluh sakit kepala, kadang-kadang nyeri, awalnya bisa
pada waktu melakukan kegiatan.
3. Riwayat Penyakit Sekarang.
Klien biasanya datang dengan keluhan pusing yang sangat, parase pada
extrimitis, yang didapat sesudah bangun tidur baik sinistra atau dextra,
gangguan fokal, menurunnya sensasi sensori dan tonus otot biasanya tanpa
disertai kejang, menurunnya kesadaran.
4. Riwayat Penyakit Dahulu.
Pada klien didapat hipertensi, aktivitas dan olahraga yang tidak adekuat, kadang
klien juga cidera kepala di masa mudah dan punya riwayat DM.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga.
Dari pihak keluarga resesif mempunyai riwayat DM dan hipertensi
6. Riwayat Kesehatan Lingkungan.
Resiko tinggi terjadi pada lingkungan yang kurang sehat seperti gizi yang jelek,
aktivitas yang kurang adekuat dan pola hidup yang kurang sehat
7. Riwayat Psikososial.
Riwayat psikososial sangat berpengaruh dalam psikologi klien dengan timbul
gejala-gejala yang dialami dalam proses penerimaan terhadap penerimaan
terhadap penyakitnya.
8. Pola Sehari-hari :
1. Pola Nutrisi dan Metablisme
Biasanya pada klien makanan yang disukai atau tidak disukai oleh klien,
mual – muntah, penurunan nafsu makan sehingga mempengaruhi status
nutrisi
2. Pola Eliminasi.
Kebiasaan dalam BAB didapatkan ,sedangkan kebiasaan BAK akan terjadi
retensi, konsumsi cairan tidak sesuai dengan kebutuhan.
3. Pola aktivitas dan latihan
Biasanya klien tidak bisa melakukan aktivitas, badan terasa lemas dan
terpasang infus.
4. Pola tidur dan istirahat.
Biasanya klien sebelum tidur, lama tidur siang dan malam karena nyeri
kepala yang hebat maka kebiasaan tidur akan terganggu.
5. Pola persepsi dan konsep diri.
Didalam perubahan konsep diri itu bisa berubah bila kecemasan dan
kelemahan tidak mampu dalam mengambil sikap.
6. Pola sensori dan kognitif
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi
pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri.
7. Pola reproduksi sexual
Pada pria reproduksi dan seksual pada klien yang telah/sudah menikah
akan terjadi perubahan
8. Pola hubungan dan peran
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan peran dan
peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan perannya selama
sakit.
9. Pola penanggulangan stress
Stress timbul apabila seorang klien tidak efektif dalam mengatasi masalah
penyakitnya.
11. Pola tata dan kepercayaan.
Timbulnya distress dalam spiritual pada klien, maka klien akan menjadi
cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan
terganggu.
# Pemeriksaan Fisik :
1. Keadaan umum
Biasanya klien mengalami badan lemah, nyeri kepala, penurunan kesadaran,
tensi meningkat, suhu, nadi, pernafasan.
2. Kepala dan leher
Keadaan rambut, kepala simetris atau tidak, ada tidaknya benjolan kepala,
panas atau tidak, maka simetris atau tidak, keadaan sclera, puppi reflek
terhadap cahaya, hidung simetris atau ada tidaknya polrip, epistaksis mulut,
leher simetris serta ada pembesaran kelenjar tiroid
3. Thorax dan abdomen
Biasanya klien tidak terdapat kelainan, bentuk dada simetris.
4. Sistem respirasi
Apa ada pernafasan abnormal, tidak ada suara tambahan dan tidak terdapat
pernafasan cuping hidung
5. Sistem kardio vaskuler
Pada umumnya klien ditemukan tekanan darah normal/meningkat akan tetapi
bisa didapatkan Tachicardi atau Bradicardi
6. Sistem integument
Pada umumnya turgor kulit menurun, kulit bersih, wajah pucat, berkeringat
banyak
7. Sistem eliminasi
Pada sistem eliminasi urine dan alvi biasanya tidak ditemukan kelainan
8. Sistem muskulos keletal
Apakah ada gangguan pada extriminitas atas dan bawah atau tidak ada
gangguan
9. Sistem endoksin
Apakah didalam penderita ada pembesaran kelenjar tiroid dan tonsil
10. Sistem persyarafan
Apakah kesadaran itu penuh atau apatis, somnolen dan koma
Prioritas perawatan:
1. memaksimalkan perfusi/fungsi otak
2. mencegah komplikasi
3. pengaturan fungsi secara optimal/mengembalikan ke fungsi normal.
4. mendukung proses pemulihan koping klien/keluarga
5. pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan,
dan rehabilitasi.
DIAGNOSA KEPERAWATAN:
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran
darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia
(hipovolemia, disritmia jantung)
2. Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau
kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
3. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan transmisi
dan/atau integrasi (trauma atau defisit neurologis).
4. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis; konflik
psikologis.
5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau
kognitif. Penurunan kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan
keamanan, misal: tirah baring, imobilisasi.
6. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak,
prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi.
Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem
tertutup (kebocoran CSS)
7. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien
(penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan untuk
mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.
8. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi dan krisis situasional.
Ketidak pastian tentang hasil/harapan.
6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang pemajanan, tidak mengenal informasi. Kurang
mengingat/keterbatasan kognitif.
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
1) Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran
darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD
sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
Tujuan:
Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi
motorik/sensorik.
Kriteria hasil:
Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
INTERVENSI RASIONAL
Tentukan faktor-faktor yg Penurunan tanda/gejala neurologis atau
menyebabkan koma/penurunan
perfusi jaringan otak dan
potensial peningkatan TIK.
Pantau /catat status neurologis
secara teratur dan bandingkan
dengan nilai standar GCS.
Evaluasi keadaan pupil, ukuran,
kesamaan antara kiri dan kanan,
reaksi terhadap cahaya.
Pantau tanda-tanda vital: TD,
nadi, frekuensi nafas, suhu.
Pantau intake dan out put, turgor
kulit dan membran mukosa.
Turunkan stimulasi eksternal dan
berikan kenyamanan, seperti
lingkungan yang tenang.
Bantu pasien untuk
menghindari /membatasi batuk,
kegagalan dalam pemulihannya setelah
serangan awal, menunjukkan perlunya pasien
dirawat di perawatan intensif.
Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial
peningkatan TIK dan bermanfaat dalam
menentukan lokasi, perluasan dan
perkembangan kerusakan SSP.
Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial
okulomotor (III) berguna untuk menentukan
apakah batang otak masih baik. Ukuran/
kesamaan ditentukan oleh keseimbangan
antara persarafan simpatis dan parasimpatis.
Respon terhadap cahaya mencerminkan
fungsi yang terkombinasi dari saraf kranial
optikus (II) dan okulomotor (III).
Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh
penurunan TD diastolik (nadi yang membesar)
merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK,
jika diikuti oleh penurunan kesadaran.
Hipovolemia/hipertensi dapat mengakibatkan
kerusakan/iskhemia cerebral. Demam dapat
mencerminkan kerusakan pada hipotalamus.
Peningkatan kebutuhan metabolisme dan
konsumsi oksigen terjadi (terutama saat
demam dan menggigil) yang selanjutnya
menyebabkan peningkatan TIK.
Bermanfaat sebagai indikator dari cairan total
tubuh yang terintegrasi dengan perfusi
jaringan. Iskemia/trauma serebral dapat
mengakibatkan diabetes insipidus. Gangguan
ini dapat mengarahkan pada masalah
hipotermia atau pelebaran pembuluh darah
yang akhirnya akan berpengaruh negatif
terhadap tekanan serebral.
Memberikan efek ketenangan, menurunkan
reaksi fisiologis tubuh dan meningkatkan
istirahat untuk mempertahankan atau
menurunkan TIK.
Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan
muntah, mengejan.
Tinggikan kepala pasien 15-45
derajad sesuai indikasi/yang
dapat ditoleransi.
Batasi pemberian cairan sesuai
indikasi.
Berikan oksigen tambahan
sesuai indikasi.
Berikan obat sesuai indikasi,
misal: diuretik, steroid,
antikonvulsan, analgetik, sedatif,
antipiretik.
intrathorak dan intraabdomen yang dapat
meningkatkan TIK.
Meningkatkan aliran balik vena dari kepala
sehingga akan mengurangi kongesti dan
oedema atau resiko terjadinya peningkatan
TIK.
Pembatasan cairan diperlukan untuk
menurunkan edema serebral, meminimalkan
fluktuasi aliran vaskuler TD dan TIK.
Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat
meningkatkan vasodilatasi dan volume darah
serebral yang meningkatkan TIK.
Diuretik digunakan pada fase akut untuk
menurunkan air dari sel otak, menurunkan
edema otak dan TIK,. Steroid menurunkan
inflamasi, yang selanjutnya menurunkan
edema jaringan. Antikonvulsan untuk
mengatasi dan mencegah terjadinya aktifitas
kejang. Analgesik untuk menghilangkan
nyeri . Sedatif digunakan untuk
mengendalikan kegelisahan, agitasi.
Antipiretik menurunkan atau mengendalikan
demam yang mempunyai pengaruh
meningkatkan metabolisme serebral atau
peningkatan kebutuhan terhadap oksigen.
2) Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi
atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
Tujuan:
mempertahankan pola pernapasan efektif.
Kriteria evaluasi:
bebas sianosis, GDA dalam batas normal
INTERVENSI RASIONAL
Pantau frekuensi, irama,
kedalaman pernapasan. Catat
ketidakteraturan pernapasan.
Pantau dan catat kompetensi
reflek gag/menelan dan
Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi
pulmonal atau menandakan lokasi/luasnya
keterlibatan otak. Pernapasan lambat, periode
apnea dapat menandakan perlunya ventilasi
mekanis.
Kemampuan memobilisasi atau membersihkan
kemampuan pasien untuk
melindungi jalan napas
sendiri. Pasang jalan napas
sesuai indikasi.
Angkat kepala tempat tidur
sesuai aturannya, posisi
miirng sesuai indikasi.
Anjurkan pasien untuk
melakukan napas dalam yang
efektif bila pasien sadar.
Lakukan penghisapan dengan
ekstra hati-hati, jangan lebih
dari 10-15 detik. Catat
karakter, warna dan
kekeruhan dari sekret.
Auskultasi suara napas,
perhatikan daerah
hipoventilasi dan adanya
suara tambahan yang tidak
normal misal: ronkhi,
wheezing, krekel.
Pantau analisa gas darah,
tekanan oksimetri
Lakukan ronsen thoraks
ulang.
Berikan oksigen.
Lakukan fisioterapi dada jika
ada indikasi.
sekresi penting untuk pemeliharaan jalan napas.
Kehilangan refleks menelan atau batuk
menandakan perlunaya jalan napas buatan atau
intubasi.
Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru
dan menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh
yang menyumbat jalan napas.
Mencegah/menurunkan atelektasis.
Penghisapan biasanya dibutuhkan jika pasien
koma atau dalam keadaan imobilisasi dan tidak
dapat membersihkan jalan napasnya sendiri.
Penghisapan pada trakhea yang lebih dalam
harus dilakukan dengan ekstra hati-hati karena
hal tersebut dapat menyebabkan atau
meningkatkan hipoksia yang menimbulkan
vasokonstriksi yang pada akhirnya akan
berpengaruh cukup besar pada perfusi jaringan.
Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru
seperti atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan
napas yang membahayakan oksigenasi cerebral
dan/atau menandakan terjadinya infeksi paru.
Menentukan kecukupan pernapasan,
keseimbangan asam basa dan kebutuhan akan
terapi.
Melihat kembali keadaan ventilasi dan tanda-
tandakomplikasi yang berkembang misal:
atelektasi atau bronkopneumoni.
Memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan
membantu dalam pencegahan hipoksia. Jika
pusat pernapasan tertekan, mungkin diperlukan
ventilasi mekanik.
Walaupun merupakan kontraindikasi pada pasien
dengan peningkatan TIK fase akut tetapi tindakan
ini seringkali berguna pada fase akut rehabilitasi
untuk memobilisasi dan membersihkan jalan
napas dan menurunkan resiko
atelektasis/komplikasi paru lainnya.
3) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit
rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh.
Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid).
Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
Tujuan:
Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi.
Kriteria evaluasi:
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.
INTERVENSI RASIONAL
Berikan perawatan aseptik dan
antiseptik, pertahankan tehnik cuci
tangan yang baik.
Observasi daerah kulit yang mengalami
kerusakan, daerah yang terpasang alat
invasi, catat karakteristik dari drainase
dan adanya inflamasi.
Pantau suhu tubuh secara teratur, catat
adanya demam, menggigil, diaforesis
dan perubahan fungsi mental
(penurunan kesadaran).
Anjurkan untuk melakukan napas
dalam, latihan pengeluaran sekret paru
secara terus menerus. Observasi
karakteristik sputum.
Berikan antibiotik sesuai indikasi
Cara pertama untuk menghindari
terjadinya infeksi nosokomial.
Deteksi dini perkembangan infeksi
memungkinkan untuk melakukan
tindakan dengan segera dan
pencegahan terhadap komplikasi
selanjutnya.
Dapat mengindikasikan perkembangan
sepsis yang selanjutnya memerlukan
evaluasi atau tindakan dengan segera.
Peningkatan mobilisasi dan
pembersihan sekresi paru untuk
menurunkan resiko terjadinya
pneumonia, atelektasis.
Terapi profilatik dapat digunakan pada
pasien yang mengalami trauma,
kebocoran CSS atau setelah dilakukan
pembedahan untuk menurunkan resiko
terjadinya infeksi nosokomial.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hafid (1989), Strategi Dasar Penanganan Cidera Otak. PKB Ilmu Bedah XI –
Traumatologi , Surabaya.
Doenges M.E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 . EGC. Jakarta.