7 cedera kepala

21
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN CEDERA KEPALA DI RUANG 13 RSUD. Dr. SAIFUL ANWAR MALANG DISUSUN OLEH: HENDRA PRIYADI 1514314901017

Upload: ester-yunita-puspitasari

Post on 17-Feb-2016

25 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

askep

TRANSCRIPT

Page 1: 7 CEDERA KEPALA

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DENGAN CEDERA KEPALA

DI RUANG 13 RSUD. Dr. SAIFUL ANWAR

MALANG

DISUSUN OLEH:

HENDRA PRIYADI

1514314901017

STIKES MAHARANI MALANG

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

2015

Page 2: 7 CEDERA KEPALA

HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DENGAN CEDERA KEPALA

DI RUANG 13 RSUD. Dr. SAIFUL ANWAR

MALANG

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners

Telah Disahkan Dan Disetujui Pada:

Hari:

Tanggal:

Pembimbing Lahan Pembimbing Institusi

............................................... ................................................

Page 3: 7 CEDERA KEPALA

LAPORAN PENDAHULUAN

KASUS : Cedera Kepala

DEFINISI:

Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala

tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun

tidak langsung pada kepala. Cedera kepala adalah trauma pada otak yang

diakibatkan kekuatan fisik eksternal yang menyebabkan gangguan kesadaran

tanpa terputusnya kontinuitas otak.

Lapisan kulit kepala jika diurut dari luar ke dalam biasa disingkat dengan

SCALP, yang merupakan singkatan dari : Skin atau kulit, Connective Tissue atau

jaringan penyambung, Aponeurosis atau galea aponeurotika, merupakan jaringan

ikat yang berhubungan langsung dengan tulang tengkorak, Loose areolar tissue

atau jaringan penunjang longgar, Merupakan tempat yang biasa terjadinya

perdarahan subgaleal (hematom subgaleal) pada trauma/benturan kepala,

Perikranium, merupakan lapisan yang membungkus dan berhubungan langsung

dengan permukaan luar tulang tengkorak.

ETIOLOGI:

Menurut Corwin, (2001) penyebab dari cedera kepala adalah kecelakaan lalu

lintas, perkelahian, jatuh dan cedera olah raga. Cedera kepala terbuka sering

disebabkan oleh peluru atau pisau.

Kecelakaan; jatuh, kecelakaan kendaraan motor atau sepeda, dan

mobil. Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan, dan dapat

terjadi pada anak yang cedera akibat kekerasan.

KLASIFIKASI:

1. Berdasarkan mekanisme cedera

a. Trauma tumpul

1) Kecepatan tinggi (tabrakan otomobil)

2) Kecepatan rendah (terjatuh, dipukul)

Page 4: 7 CEDERA KEPALA

b. Trauma tembus

Luka tembus peluru dan cedera tembus lainnya

2. Berdasarkan keparahan cedera

a. Cedera kepala ringan

1) Skor skala koma Glasgow (GCS) 14-15

2) Dapat terjadi kehilangan kesadaran, amnesia, tetapi kurang dari 30

menit

3) Tidak ada fraktur tengkorak

4) Tidak ada kontusio serebral.

b. Cedera kepala sedang (kelompok resiko sedang)

1) Skor skala koma Glasgow (GCS) 9-13

2) Kehilangan kesadaran lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam

3) Dapat mengalami fraktur tengkorak

4) Diikuti kontusio serebral, laserasi dan hematoma intrakranial

c. Cedera kepala berat (kelompok resiko berat)

1) Skor skala koma Glasgow (GCS) 3-8

2) Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam

3) Juga meliputi kontusio serebral, laserasi atau hematoma intrakranial

(Nurarif, 2015)

MANIFESTASI KLINIK:

Manifestasi klinis yang muncul pada klien dengan cedera kepala yaitu : gangguan

kesadaran, konfusi, abnormalitas pupil, defisit neurologik, perubahan tanda-tanda

vital, mual dan muntah, vertigo, gangguan pergerakan, mungkin ada gangguan

penglihatan dan pendengaran

Page 5: 7 CEDERA KEPALA

KOMPLIKASI:

a. Kebocoran cairan serebrospinal dapat disebabkan oleh rusaknya

leptomeningen dan terjadi pada 2 – 6% pasien dengan cedera kepala tertutup.

b. Fistel karotis-kavernosus ditandai oleh trias gejala : eksolelamos, kemosis,dan

bruit orbita, dapat timbul segera atau beberapa hari setelah cedera.

c. Diabetes insipidus dapat disebabkan oleh kerusakan traumatik pada tangkai

hipofisis, menyebabkan penghentian sekresi hormon antidiuretik

d. Edema pulmonal, komplikasi paru-paru yang serius pada pasien cedera

kepala adalah edema paru. Ini mungkin terutama berasal dari gangguan

neurologis atau akibat dari sindrom distres pernapasan dewasa.

e. Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam), dan (minggu

pertama) atau lanjut (setelah satu minggu).

EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat, kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan

mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah tersebut, 10% meninggal sebelum tiba di

rumah sakit. Yang sampai di rumah sakit, 80% dikelompokkan sebagai cedera

kepala ringan (CKR), 10% termasuk cedera kepala sedang (CKS), dan 10%

sisanya adalah cedera kepala berat (CKB). Insiden cedera kepala terutama terjadi

pada kelompok usia produktif antara 15-44 tahun. Kecelakaan lalu lintas

merupakan penyebab 48%-53% dari insiden cedera kepala, 20%-28% lainnya

karena jatuh dan 3%-9% lainnya disebabkan tindak kekerasan, kegiatan olahraga

dan rekreasi.

Data epidemiologi di Indonesia belum ada, tetapi data dari salah satu

rumah sakit di Jakarta, RS Cipto Mangunkusumo, untuk penderita rawat inap,

terdapat 60%-70% dengan CKR, 15%-20% CKS, dan sekitar 10% dengan CKB.

Angka kematian tertinggi sekitar 35%-50% akibat CKB, 5%-10% CKS,

sedangkan untuk CKR tidak ada yang meninggal. Tindakan operasi pada

kasus CKB hanya dilakukan pada sebagian kecil pasien (<5%) misalnya pada

hematoma subdural dan hematoma epidural dengan fungsi batang otak yang

masih baik. Lebih dari 2 juta pasien dengan cedera kepala setiap tahunnya di

Page 6: 7 CEDERA KEPALA

ruang gawat darurat AS, dan merupakan 25% dari pasien yang dirawat di rumah

sakit.

Hampir 10% dari seluruh kematian di Amerika Serikat disebabkan oleh

cedera, dan sekitar separuh dari kematian traumatis melibatkan otak. Di Amerika

Serikat, cedera kepala terjadi setiap 7 detik dan kematian setiap 5 menit. Sekitar

200.000 orang tewas atau cacat permanen setiap tahun sebagai akibatnya.Cedera

kepala terjadi pada segala usia, tetapi puncak adalah pada orang dewasa muda

antara usia 15 dan 24. Cedera kepala adalah penyebab utama kematian di antara

orang di bawah usia 24 tahun. Pria tiga atau empat kali lebih sering dibanding

wanita.

Penyebab utama dari cedera otak berbeda di berbagai bagian Amerika

Serikat; di semua daerah, kecelakaan kendaraan bermotor yang menonjol, dan di

daerah metropolitan kekerasan pribadi sering terjadi. Hubungan sebab-akibat

antara mekanisme cedera dan cedera kepala merupakan hal yang rumit  Misalnya,

orang tua yang memiliki kejadian jatuh yang lebih tinggi dibandingkan usia

lainnya. Mungkin faktor efek samping obat, pendengaran dan penglihatan yang

kurang, lambatnya respon terhadap suatu kejadian, keseimbangan dan mobilitas 

menjadi pengaruh terjadinya cedera.

PATHOFISIOLOGI:

Kranium merupakan struktur kuat yang berisi darah,jaringan otak dan

jaringan serebrospinal. Fungsi cerebral tergantung pada adekuatnya nutrisi seperti

oksigen, glukosa. Berat ringannya cedera kepala tergantung pada trauma kranium

atau otak. Cedera yang dialami dapat gegar otak, memar otak atau laserasi, fraktur

dan atau hematoma.

Cedera kepala yang terjadi dapat berupa percepatan (aselerasi) atau

perlambatan (deselerasi). Trauma dapat primer atau sekunder. Trauma primer

adalah trauma yang langsung mengenai kepala saat kejadian. Sedangkan trauma

sekunder merupakan kelanjutan dari trauma primer. Trauma sekunder dapat

terjadi meningkatnya tekanan intrakranial, kerusakan otak, infeksi dan edema

cerebral.

Page 7: 7 CEDERA KEPALA

Epidural hematoma merupakan injury pada kepala dengan adanya

fraktur pada tulang tengkorak dan terdapat lesi antara tulang tengkorak dan dura.

Perdarahan ini dapat meluas hingga menekan cerebral oleh karena adanya tekanan

arteri yang tinggi. Gejalanya akan tampak seperti kebingungan atau kesadaran

delirium, letargi, sukar untuk dibangunkan dan akhirnya bisa koma. Nadi dan

nafas menjadi lambat, pupil dilatasi dan adanya hemiparese.

Subdural hematoma adalah cedera kepala dimana adanya ruptur

pembuluh vena dan perdarahan terjadi antara dura dan serebrum atau antara

duramater dan lapisan arakhnoid. Terdapat dua tipe yaitu subdural hematoma akut

dan kronik. Bila akut dapat dikaitkan dengan kontusio atau laserasi yang

berkembang beberapa menit atau jam. Manifestasi tergantung pada besarnya

kerusakan pada otak dan usia anak, dapat berupa kejang, sakit kepala, muntah,

meningkatnya lingkar kepala, iritabel dan perasaan mengantuk.

Cerebral hematoma adalah merupakan perdarahan yang terjadi akibat

adanya memar dan robekan pada cerebral yang akan berdampak pada perubahan

vaskularisasi, anoxia dan dilatasi dan edema. Kemudian proses tersebut akan

terjadilah herniasi otak yang mendesak ruang disekitarnya dan menyebabkan

meningkatnya tekanan intrakranial. Dalam jangka waktu 24 – 72 jam akan tampak

perubahan status neurologi.

Fraktur yang terjadi pada cedera kepala dapat berupa fraktur linear,

farktur depresi, fraktur basiler, fraktur compound (laserasi kulit dan fraktur

tulang)

PROGNOSIS

Prognosis setelah cedera kepala sering mendapat perhatian besar,

terutama pada pasien dengan cedera berat. Skor GCS waktu masuk rumah sakit

memiliki nilai prognostik yang besar: skor pasien 3-4 memiliki kemungkinan

meninggal 85% atau tetap dalam kondisi vegetatif, sedangkan pada pasien dengan

GCS 12 atau lebih kemungkinan meninggal atau vegetatif hanya 5-10%. Sindrom

pascakonkusi berhubungan dengan sindrom kronis nyeri kepala, keletihan, pusing,

ketidakmampuan berkonsentrasi, iritabilitas, dan perubahan kepribadian yang

Page 8: 7 CEDERA KEPALA

perkembang pada banyak pasien setelah cedera kepala. Sering kali bertumpang-

tindih dengan gejala depresi.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG

a. CT Scan untuk mengetahui adanya massa/sel perdarahan, hematom, letak dan

luasnya kerusakan/perdarahan. NRI dilakukan bila CT scan belum memberi

hasil yang cukup.

b. EEG untuk melihat adanya aktivitas gelombang listrik diotak yang patologis

c. Chest X Ray untuk mengetahui adanya perubahan pada paru

d. Foto tengkorak/scheedel : Untuk mengetahui adanya fraktur pada tulang

tengkorak yang akan meningkatkan TIK

e. Elektrolit darah/kimia darah : Untuk mengetahui ketidakseimbangan yang

berperan dalam meningkatkan / perubahan mental

PENATALAKSANAAN

a. Umum

Airway:

1) Pertahankan kepatenan jalan nafas

2) Atur posisi : posisi kepala flat dan tidak miring ke satu sisi untuk

mencegah penekanan/bendungan pada vena jugularis

3) Cek adanya pengeluaran cairan dari hidung, telinga atau mulut

Breathing:

1) Kaji pola nafas, frekuensi, irama nafas, kedalaman

2) Monitoring ventilasi : pemeriksaan analisa gas darah, saturasi oksigen

Circulation:

1) Kaji keadaan perfusi jaringan perifes (akral, nadi capillary rafill, sianosis

pada kuku, bibir)

2) Monitor tingkat kesadaran, GCS, periksa pupil, ukuran, reflek terhadap

cahaya

3) Monitoring tanda – tanda vital

4) Pemberian cairan dan elektrolit

5) Monitoring intake dan output

b. Khusus

Page 9: 7 CEDERA KEPALA

1) Konservatif : Dengan pemberian manitol/gliserin, furosemid, pemberian

steroid

2) Operatif : Tindakan kraniotomi, pemasangan drain, shuting prosedur

3) Monitoring tekanan intrakranial : yang ditandai dengan sakit kepala

hebat, muntah proyektil dan papil edema

4) Pemberian diet/nutrisi

5) Rehabilitasi, fisioterapi

c. Prioritas Keperawatan

1) Memaksimalkan perfusi/fungsi serebral

2) Mencegah/meminimalkan komplikasi

3) Mengoptimalkan fungsi otak/mengembalikan pada keadaan sebelum

trauma

4) Meningkatkan koping individu dan keluarga

5) Memberikan informasi

Menurut Mansjoer, (2000) penatalaksanaan cedera kepala adalah :

a. Cedera Kepala Ringan

Pasien dengan cedera kepala ini umumnya dapat dipulangkan ke rumah tanpa

perlu dilakukan CT-Scan bila memenuhi kriteria berikut :

1) Hasil pemeriksaan neurologis (terutama status mini mental dan gaya

berjalan) dalam batas normal.

2) Foto servikal jelas normal

3) Adanya orang yang bertanggung jawab untuk mengamati pasien 24 jam

pertama, dengan instruksi untuk segera kembali kebagian gawat darurat

jika timbul gejala yang lebih buruk.

Kriteria perawatan di rumah sakit :

1) Adanya perdarahan intrakranial atau fraktur yang tampak pada CT Scan.

2) Konfusi, agitasi, atau kesadaran menurun

3) Adanya tanda atau gejala neurologis fokal

4) Intoksikasi obat atau alkohol

5) Adanya penyakit medis komorbid yang nyata

Page 10: 7 CEDERA KEPALA

6) Tidak adanya orang yang dapat dipercaya untuk mengamati pasien di

rumah.

b. Cedera Kepala Sedang

Pasien yang menderita konkusi otak (comotio cerebri), dengan skala GCS 15

(sadar penuh, orientasi baik dan mengikuti perintah) dan CT Scan normal,

tidak perlu dirawat. Pasien ini dapat dipulangkan untuk observasi di

rumah,meskipun terdapat nyeri kepala, mual, muntah, pusing atau amnesia.

Resiko timbulnya lesi intrakranial lanjut yang bermakna pada pasien dengan

cedera kepala sedang adalah minimal.

c. Cedera Kepala Berat

Setelah penilaian awal dan stabilitasi tanda vital,keputusan segera pada pasien

ini adalah apakah terdapat indikasi intervensi bedah saraf segera (hematoma

intrakranial yang besar). Jika ada indikasi, harus segera dikonsultasikan ke

bedah saraf untuk tindakan operasi. Penatalaksanaan cedera kepala berat

sebaiknya perawatan dilakukan di unit rawat intensif. Walaupun sedikit sekali

yang dapat dilakukan untuk kerusakan primer akibat cedera kepala, tetapi

sebaiknya dapat mengurangi kerusakan otaksekunder akibat hipoksia,

hipertensi, atau tekanan intrakranial yang meningkat.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA CEDERA KEPALA

1. Pengkajian

a. Aktivitas/ Istirahat

Gejala: Merasa lemah, lelah, kaku, hilang kesimbangan

Tanda: Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadreplegia, ataksia,

cara berjalan tak tegap, masalah dalam kesimbangan, cedera (trauma)

ortopedi, kehilangan tonus otot. Penurunan kekuatan, ketahanan,

keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit. Gangguan massa otot,

perubahan tonus.

b. Sirkulasi

Gejala: Hipotensi (syok), penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas

yang cedera, vaokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit

Page 11: 7 CEDERA KEPALA

putih dan dingin, takikardi (syok/ ansietas/ nyeri). Disritmia (syok)

pembentukan edema jaringan

Tanda : Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan

frekuensi jantung (bradikardi, takikardi yang diselingi dengan

bradikardi, disritmia).

c. Integritas Ego

Gejala: Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis),

masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan.

Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi

dan impulsif. Menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri,

marah.

d. Eliminasi

Gejala : Inkontenensia kandung kemih/ usus atau mengalami gangguan

fungsi

Tanda : Pengeluaran urine menurun atau tak ada selama fase darurat.

Diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam

sirkulasi. Penurunan bising usus/ tak ada

e. Makanan

Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera

Tanda : Gangguan menelan, (batuk, air liur keluar, disfagia), edema

jaringan umum, anoreksia, mual/muntah

f. Neurosensori

Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian,

vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, bingung, baal pada

ekstremitas, perubahan dalam penglihatan seperti ketajamannya yang

diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, fotofobia, gangguan

pengecapan dan penciuman. Kesemutan.

Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma. Perubahan status mental

orientasi kewaspadaan, perhatian, konsentrasi pemecahan masalah,

perubahan pupil (respons terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata,

ketidakmampuan mengikuti kehilangan pengindraan seperti pengecapan,

penciuman dan pendengaran. Wajah tidak simetris. Gangguan lemah

Page 12: 7 CEDERA KEPALA

tidak seimbang, refleks tendon dalam tidak ada atau lemah, apraksia,

hemiparese quadreplegia, postur (dekortikasi desebrasi). Kejang sangat

sensitive terhadap sentuhan dan gerakan kehilangan sensasi sebagai

posisi tubuh. Perubahan orientasi, efek perilaku. Penurunan refleks

tendon dalam pada cedera extremitas.

g. Nyeri/ ketidaknyamanan

Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda biasanya

lama

Tanda :Wajah menyeringai, respons menarik pada rangsangan nyeri yang

hebat, gelisah, tidak bisa beristirahat, merintih.

h. Keamanan

Gejala : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan

Tanda : fraktur/ dislokasi. Gangguan penglihatan. Kulit laserasi, abrasi,

perubahan warna.Tanda battle di sekitar telinga (merupakan tanda adanya

trauma). Adanya aliran cairan (drainase) dari telinga/ hidung

serebrospinal (CSS). Gangguan kognitif. Gangguan rentang gerak, tonus

otot hilang kekuatan secara umum mengalami paralisis. Demam,

gangguan dalam regulasi suhu tubuh.

i. Interaksi Sosial.

Tanda : Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-

ulang, disartia, anomia.

j. Pernapasan

Gejala : Serak, batuk, mengi, partikel karbon dalam sputum,

ketidakmampuan menelan sekresi oral, sianosis, indikasi cedera inhalasi.

Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi

dan impulsif. Menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri,

marah.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan

adanya edema serebri

b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi

sekresi dan sumbatan jalan napas

Page 13: 7 CEDERA KEPALA

3. RENCANA KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan

Tujuan Intervensi

Kerusakan perfusi

jaringan serebral

NOC Outcome :

- Perfusi jaringan

cerebral

- Balance cairan

Client Outcome :

- Vital sign

membaik

- Fungsi motorik

sensorik membaik

NIC : Circulatory care

1. Monitor vital sign

2. Moniror status neurologi

3. Monitor status hemodinamik

4. Posisikan kepala klien head Up

30o

5. Kolaborasi pemberian manitol

sesuai order

Ketidakefektifan

bersihan jalan

napas

NOC Outcome :

- Status respirasi :

pertukaran gas

- Status respirasi :

kepatenan jalan

napas

- Status respirasi :

ventilasi

- Kontrol aspirasi

Client Outcome :

- Jalan napas paten

- Sekret dapat

dikeluarkan

- Suara napas bersih

NIC : Manajemen jalan napas

1.Monitor status respirasi dan

Oksigenasi

2. Bersihkan jalan napas

3. Auskultasi suara pernapasan

4. Berikan Oksigen sesuai

Program

NIC : Suctioning air way

1. Observasi sekret yang keluar

2. Auskultasi seblum dan sesudah

melakukan suction

3. Gunakan pealatan steril pada

saat melakukan suction

4. Informasikan pada klien dan

keluarga tentang tindakan

suction

Page 14: 7 CEDERA KEPALA

4. IMPLEMENTASI

Implementasi pada asuhan keperawatan cedra kepala dilakukan sesuai dengan

intervensi yang telah di buat.

5. EVALUASI

Setelah dilakukan pelaksanaan tindakan keperawatan hasil yang diharapkan

sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil.

DAFTAR PUSTAKA

Bruner and suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah vol. 2, Jakarta: EGC.

Carpenito, LJ. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC

Corwin (2001) . Buku Saku Patofisiologi . Jakarta : EGC.

Doenges E.Marilyn. 2000. Rencana asuhan keperawatan , Jakarta: EGC

Mansjoer. 2000, Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: FKUI.

Nurarif. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan

Nanda Nic-Noc. Jogjakarta: Mediaction.