cedera pelvis

46
REFERAT PENANGANAN GIGITAN ULAR Pembimbing : Dr. Djaja Sutisna, SpB Disusun oleh : Hardiyanti Kumala 1102009129

Upload: clever-imania

Post on 13-Dec-2015

58 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Referat Cedera pelvis

TRANSCRIPT

REFERATPENANGANAN GIGITAN ULAR

Pembimbing :

Dr. Djaja Sutisna, SpB

 

 

Disusun oleh :

Hardiyanti Kumala

1102009129

ANATOMI KULIT Anatomi Kulit manusia terdiri atas tiga lapisan struktur

yaitu lapisan Epidermis,lapisan Dermis dan lapisan hypodermis. 

Lapisan EpidermisLapisan ini adalah struktur anatomi lapisan paling luar dari kulit lapisan ini tidak mempunyai pembuluh darah dan sel saraf. Struktur anatomi Lapisan kulit Epidermis tersusun atas empat lapisan sel, yaitu: 1. Stratum Germinativum 2. Stratum Granulosum3. Stratum Lusdium4. Stratum Korneum

Struktur anatomi Lapisan Dermis (Lapisan Dalam)

Lapisan dermis memiliki ketebalan sekitar 0,25 sampai 2,55 mm.

Struktur lapisan dermis ini juga terdapat kelenjar keringat dan akar rambut.

Akar rambut berhubungan dengan pembuluh darah yang membawakan makanan dan oksigen, selain itu juga berhubungan dengan serabut saraf.

Pada bagian dermis inilah terdapat reseptor-reseptor saraf yang dapat merasakan panas, sakit, sentuhan yaitu Reseptor sentuhan, Reseptor suhu atau termoreseptor, Reseptor tekanan dan Reseptor rasa sakit.

Struktur anatomi lapisan dermis juga mengandung kelenjar-kelenjar yang berfungsi sebagai sistem ekskresi tubuh yaitu terdapat kelenjar keringat dan Kelenjar sebum.

Struktur anatomi Lapisan ketiga yaitu Lapisan Hypodermis

Hypodermis terdiri atas sel lemak, berguna sebagai bantalan yang dapat mengurangi dari benturan keras.

Pada struktur bagian ini juga berfungsi sebagai penyedia cadangan makanan bagi lapisan kulit yang berbeda di atasnya serta di sekitarnya.

Di Bagian ini terdapat susunan kulit, pembuluh darah dan pembuluh saraf.

Definisi Gigitan Ular

Suatu keadaan yang

disebabkan oleh gigitan ular

berbisa.

EPIDEMIOLOGI

Umumnya ular menggigit pada saat aktif, yaitu pada pagi dan sore hari, apabila ia merasa terancam atau diganggu.

Di bagian RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung dalam kurun waktu 1996 – 1998 dilaporkan sejumlah 180 kasus gigitan ular berbisa.

Sementara di RSUD dr. Saiful Anwar Malang dalam kurun waktu satu tahun (2004) dilaporkan sejumlah 36 kasus gigitan ular berbisa.

ETIOLOGI

Secara garis besar ular berbisa dapat dikelompokkan dalam 3 kelompok:

Colubridae (Mangroce cat snake, Boiga dendrophilia, dan lain-lain)

Elapidae (King cobra, Blue coral snake, Sumatran spitting cobra, dan lain-lain)

Viperidae (Borneo green pit viper, Sumatran pit viper, dan lain-lain).

BIOLOGI ULAR:

A. Penampang melintang tubuh membulat dan memanjang

b. Tubuhnya tertutup oleh sisik

c. Ukuran panjang tubuhnya dari 10 mm – 9000 mm

d. Memiliki tulang belakang dan sepasang tulang rusuk pada setiap ruas tulang belakang (sampai cloaca)

e. Suhu tubuhnya poikilotermik, suhu ideal 23,9 – 29,4°C. Namun ular masih dapat bertahan pada suhu yang ekstrem 7.2°C atau 37.8°C, bila lebih dari suhu ini akan berakibat fatal bagi ular.

Mata pada ular tidak memiliki kelopak mata, tapi dilindungi oleh selaput transparan.

Tidak seperti manusia, hidung pada ular hanya berfungsi sebagai alat untuk bernafas, sedangkan alat penciumannya adalah lidahnya dengan dibantu organ Jacobson.

Indera panas, terletak diantara mata dan hidung, berfungsi untuk mendeteksi panas yang dikeluarkan oleh makhluk lain yang berdarah panas (endotermik)

Ular tidak memiliki lubang telinga, tapi memiliki membran tympani yang dapat mendeteksi getaran.

Pewarnaan tubuh ular sangat beragam, menyesuaikan dengan lingkungan dimana dia tinggal. Tidak semua warna menyala menandakan tingkat bisa ular.

Gigi ular berjumlah banyak dan condong ke dalam sehingga ular tidak mengunyah mangsanya melainkan menelan mangsanya.

1. Aglypha : Tidak memiliki taring bisa. Contoh : Ptyas korros (Ular kayu), Python reticulatus (Ular sanca batik). Ular ini tidak berbisa.

2. Ophistoglypha : Memiliki taring bisa pendek dan terletak agak ke belakang pada rahang atas. Contoh : Boiga dendrophila. (ular cincin emas). Ular ini berbisa menengah.

 

3. Proteroglypha : Memiliki taring bisa panjang dan terletak di bagian depan. Contoh : Naja naja sputatrix (ular kobra), Ophiophagus hannah(ular king kobra) Ular ini berbisa tinggi

4. Solenoglypha : Memiliki taring bisa sangat panjang di bagian depan dan dapat dilipat. Contoh : Agkistrodon rhodhostoma (Ular tanah) Ular ini berbisa tinggi.

Ular dapat memangsa mangsanya yang berukuran 10 kali lipat besar kepalanya, karena pada rahang bagian belakang dari mulutnya dihubungkan oleh sendi yang berbentuk segiempat, sehingga mulut ular dapat menganga 180º dan didukung oleh rahang bawah yang hanya dihubungkan oleh ligamen (otot) yang sangat elastis.

MENURUT HABITATNYA, ULAR DAPAT DIBAGI MENJADI 5, YAITU : - Ular Air (Aquatik) Ular air adalah ular yang seluruh hidupnya (melakukan segala

aktifitasnya) di dalam air. Contoh : Ular laut (Laticauda laticauda). Ular air yang sesungguhnya hanyalah ular laut.

- Ular Setengah Perairan (Semi Aquatik) Ular ini terkadang melakukan aktifitasnya di darat dan di air.

Contohnya : Homalopsis buccata (ular Kadut) - Ular Darat (Terresterial) Ular ini hidup di darat, dan melakukan seluruh aktifitasnya di darat.

Contoh : Ptyas mucosus (Ular bandotan macan)dan Elaphe flavolineata (Ular Kopi)

- Ular Pohon (Arboreal) Ular jenis ini melakukan seluruh aktifitasnya di pohon (arboreal).

Biasanya ular pohon ekornya prehensil (dapat untuk berpegangan / bergelantungan) Contoh : Boiga dendrophila (cincin emas) dan Dryophis prasinus (Ular pucuk)

- Ular Gurun Ular jenis ini melakukan seluruh aktifitasnya di gurun. Ular gurun

biasanya menyembunyikan diri di bawah pasir untuk menghindari sengatan matahari. Contoh : Crotalus artox, ular derik, rattle

Bisa sebenarnya merupakan protein yang di produksi oleh kelenjar bisa yang berada di dalam kepala. Pada kelenjar bisa terdapat saluran yang menghubungkan ke taring bisa yang memiliki lubang pada ujung bawahnya. Khusus pada jenis Naja naja (ular Kobra) lubang saluran bisanya berada di ujung bagian depan gigi taring, sehingga ular-ular jenis ini dapat menyemburkan/menyemprotkan bisanya.

Jenis Bisa dibagi berdasarkan lokasi organ tubuh yang menjadi sasaran racun ular :

a. Neurotoxin • Menyerang dan mematikan jaringan syaraf • Terjadi kelumpuhan pada alat pernafasan • Kerusakan pada pusat otak • Efek gigitan yang langsung terasa adalah korban

merasa ngantuk

b. Haemotoxin • Menyerang darah dan sistem sirkulasinya • Terjadi haemolysis • Transport O2 ke tubuh terganggu, terutama

metabolisme sel • Organ organ lain yang akan terganggu sistem

kerjanya oleh bisa ular antara lain: jantung, ginjal, otot, sel-sel darah dan jaringan-jaringan yang lain.

PATOGENESIS

Bisa ular diproduksi dan disimpan pada sepasang kelenjar di bawah mata. Bisa ular dikeluarkan dari lubang pada gigi-gigi taring yang terdapat di rahang atas. Gigi taring ular dapat tumbuh hingga 20 mm pada rattlesnake (ular derik) yang besar.

Bisa ular terdiri dari bermacam polipeptida yaitu fosfolipase A, hialuronidase, ATP-ase, 5 nukleotidase, kolin esterase, protease, fosfomonoesterase, RNA-ase, DNA-ase. Enzim ini menyebabkan destruksi jaringan lokal, bersifat toksik terhadap saraf, menyebabkan hemolisis, atau pelepasan histamin sehingga timbul reaksi anafilaksis. Protease, kolagenase, dan arginin ester hydrolase telah diidentifikasi pada bisa ular viper. Neurotoxin merupakan mayoritas bisa pada ular koral.

Detail spesifik diketahui beberapa enzim seperti berikut ini:

1. Hyaluronidase memungkinkan bisa dapat cepat menyebar melalui jaringan subkutan dengan merusak mukopolisakarida

2. Phospholipase A2 memainkan peranan penting pada hemolisis sekunder dari efek esterolitik pada membran eritrosit dan menyebabkan nekrosis otot

3. Enzim trombogenik menyebabkan terbentuknya bekuan fibrin yang lemah, dimana, pada waktunya mengaktivasi plasmin dan menyebabkan koagulopati konsumtif dan konsekuensi hemoragiknya.

Dalam istilah sederhana, protein-protein ini dapat dibagi menjadi 4 kategori :

1. Cytotoxin menyebabkan kerusakan jaringan lokal.

2. Hemotoxin, bisa yang menghancurkan eritrosit, atau mempengaruhi kemampuan darah untuk berkoagulasi, menyebabkan perdarahan internal.

3. Neurotoxin menyerang sistem syaraf, menyebabkan paralisis transmisi saraf ke otot dan pada kasus terburuk paralisis melibatkan otot-otot menelan dan pernafasan.

4. Cardiotoxin berefek buruk langsung pada jantung dan mengarah pada kegagalan sirkulasi dan syok.

SKEMA 1. PATOFISIOLOGI SNAKE BITE

MANIFESTASI KLINIS

Diagnosis gigitan ular berbisa tergantung pada keadaan bekas gigitan atau luka yang terjadi dan memberikan gejala lokal dan sistemik sebagai berikut (Dreisbach, 1987):

Gejala lokal : edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (dalam 30 menit – 24 jam)

Gejala sistemik : hipotensi, kelemahan otot, berkeringat, mengigil, mual, hipersalivasi, muntah, nyeri kepala, dan pandangan kabur

Gejala khusus gigitan ular berbisa : Hematotoksik: perdarahan di tempat gigitan, paru, jantung,

ginjal, peritoneum, otak, gusi, hematemesis dan melena, perdarahan kulit (petekie, ekimosis), hemoptoe, hematuri, koagulasi intravaskular diseminata (KID)

Neurotoksik: hipertonik, fasikulasi, paresis, paralisis pernapasan, ptosis oftalmoplegi, paralisis otot laring, reflek abdominal, kejang dan koma

Kardiotoksik: hipotensi, henti jantung, koma Sindrom kompartemen: edema tungkai dengan tanda – tanda

5P (pain, pallor, paresthesia, paralysis pulselesness)

MENURUT SCHWARTZ (DEPKES,2001) GIGITAN ULAR DAPAT DI KLASIFIKASIKAN SEBAGAI BERIKUT:

Derajat Venerasi Luka gigit

Nyeri Udem/ Eritem Tanda sistemik

0 0 + +/- <3cm/12> 0

I +/- + + 3-12 cm/12 jam 0

II + + +++ >12-25 cm/12 jam +

Neurotoksik,

Mual, pusing, syok

III ++ + +++ >25 cm/12 jam ++

Syok, petekia, ekimosis

IV +++ + +++ >ekstrimitas ++

Gangguan faal ginjal,

Koma, perdarahan

GAMBARAN KLINIS GIGITAN BEBERAPA JENIS ULAR:

Gigitan Elapidae

Efek lokal (kraits, mambas, coral snake dan beberapa kobra) timbul berupa sakit ringan, sedikit atau tanpa pembengkakkan atau kerusakan kulit dekat gigitan. Gigitan ular dari Afrika dan beberapa kobra Asia memberikan gambaran sakit yang berat, melepuh dan kulit yang rusak dekat gigitan melebar.

Semburan kobra pada mata dapat menimbulkan rasa sakit yang berdenyut, kaku pada kelopak mata, bengkak di sekitar mulut dan kerusakan pada lapisan luar mata.

Gejala sistemik muncul 15 menit setelah digigit ular atau 10 jam kemudian dalam bentuk paralisis dari urat – urat di wajah, bibir, lidah dan tenggorokan sehingga menyebabkan sukar bicara, kelopak mata menurun, susah menelan, otot lemas, sakit kepala, kulit dingin, muntah, pandangan kabur dn mati rasa di sekitar mulut. Selanjutnya dapat terjadi paralis otot pernapasan sehingga lambat dan sukar bernapas, tekanan darah menurun, denyut nadi lambat dan tidak sadarkan diri. Nyeri abdomen seringkali terjadi dan berlangsung hebat. Pada keracunan berat dalam waktu satu jam dapat timbul gejala – gejala neurotoksik. Kematian dapat terjadi dalam 24 jam.

GIGITAN VIPERIDAE:

Efek lokal timbul dalam 15 menit atau setelah beberapa jam berupa bengkak dekat gigitan untuk selanjutnya cepat menyebar ke seluruh anggota badan, rasa sakit dekat gigitan

Efek sistemik muncul dalam 5 menit atau setelah beberapa jam berupa muntah, berkeringat, kolik, diare, perdarahan pada bekas gigitan (lubang dan luka yang dibuat taring ular), hidung berdarah, darah dalam muntah, urin dan tinja. Perdarahan terjadi akibat kegagalan faal pembekuan darah. Beberapa hari berikutnya akan timbul memar, melepuh, dan kerusakan jaringan, kerusakan ginjal, edema paru, kadang – kadang tekanan darah rendah dan nadi cepat. Keracunan berat ditandai dengan pembengkakkan di atas siku dan lutut dalam waktu 2 jam atau ditandai dengan perdarahan hebat.

GIGITAN HIDROPIIDAE:

Gejala yang muncul berupa sakit kepala, lidah tersa tebal, berkeringat dan muntah

Setelah 30 menit sampai beberapa jam biasanya timbul kaku dan nyeri menyeluruh, spasme pada otot rahang, paralisis otot, kelemahan otot ekstraokular, dilatasi pupil, dan ptosis, mioglobulinuria yang ditandai dengan urin warna coklat gelap (gejala ini penting untuk diagnostik), ginjal rusak, henti jantung

Gigitan Rattlesnake dan Crotalidae: Efek lokal berupa tanda gigitan taring,

pembengkakan, ekimosis dan nyeri pada daerah gigitan merupakan indikasi minimal ang perlu dipertimbangkan untuk memberian poli valen crotalidae antivenin

Anemia, hipotensi dan trobositopenia merupakan tanda penting

Gigitan Coral Snake: Jika terdapat toksisitas neurologis dan

koagulasi, diberikan antivenin (Micrurus fulvius antivenin)

DIAGNOSIS  Anamnesis lengkap• Berupa riwayat gigitan ular, antara lain : letak gigitan

ular, kapan digigit ular, jenis ular yang menggigit Pemeriksaan fisik• Perkembangannya dilihat setiap 12 jam• Status lokalis : adanya nyeri tekan edema, penyebaran

ke limfonodi regional, gambaran trombosis intravaskuler (edema, dingin, imobil, pulsasi arterial tidak terpalpasi), gambaran nekrosis (kulit gelap dengan batas jelas, penurunan sensasi, dan bau daging yang membusuk)

• Pengukuran tekanan darah respirasi. Pemeriksaan kulit dan membran mukosa untuk melihat petekhia, purpura, ekimosis. Pemeriksaan sulcus gingivalis menunjukkan perdarahan spontan. Nyeri perut mungkin iskemia renalis akut. Perdarahan intrakranial ditandai dengan lateralisasi gejala neurologis, konvulsi, penurunan kesadaran)

Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan darah: Hb, Leukosit, trombosit,

kreatinin, urea N, elektrolit, waktu perdarahan, waktu pembekuan, waktu protobin, fibrinogen, APTT, D-dimer, uji faal hepar, golongan darah dan uji cocok silang

Pemeriksaan urin: hematuria, glikosuria, proteinuria (mioglobulinuria)

EKG Foto dada

DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding untuk snakebite antara lain :

Anafilasis Trombosis vena bagian dalam Trauma vaskular ekstrimitas Scorpion Sting Syok septik Luka infeksi

PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan pada kasus gigitan ular berbisa adalah

Menghalangi/ memperlambat absorbsi bisa ular

Menetralkan bisa ular yang sudah masuk ke dalam sirkulasi darah

Mengatasi efek lokal dan sistemik

TINDAKAN PELAKSANAAN Sebelum penderita dibawa ke pusat pengobatan, beberapa hal yang

perlu diperhatikan adalah:

Penderita diistirahatkan dalam posisi horizontal terhadap luka gigitan

Sebagai tindakan pertama kita sebaiknya mengetahui prinsip dasar penanganan gawat darurat dengan Metode DR CAB (Danger Response Circulation

Danger (Bahaya) Pastikan bahwa posisi penolong dan korban tidak dalam keadaan

bahaya. Singkirkan ular dari sekitar kita, agar mencegah ada gigitan yang kedua atau ketiga. Posisikan penolong dan korban dalam posisi yang tidak membahayakan dari berbagai ancaman.

Response (Respon) Ajak bicara sang korban untuk mendapatkan respon, sehingga kita

tahu bahwa dia dalam keadaan sadar dan dapat merespon apa yang kita lontarkan. Setelah itu mintalah pertolongan dengan berteriak “Tolong!!!”, dan juga menghubungi Unit Gawat Darurat 118 dan 119, jika dari telpon selular (GSM) bisa menghubungi 112.

Circulation (Sirkulasi)• Memastikan sirkulasi darah lancar dengan

memastikan ada tidaknya denyut jantung pada korban. Denyut jantung bisa ditentukan dengan meraba arteri karotis didaerah leher korban, caranya dengan meletakkan 2‐3 jari (telunjuk dan jari tengah) ditengah‐tengah leher korban hingga teraba trachea lalu geser ke kiri/kanan kira‐kira 2‐3 cm tekan dengan lembut 5‐10 detik. Jika denyutan nadi terasa, maka lanjutkan ke langkah berikutnya yaitu airways. Tapi jika tidak ada denyutan nadi maka lakukan bantuan sirkulasi dengan cara :

• Dengan jari telunjuk dan jari tengah penolong menelusuri tulang iga kanan atau kiri sehingga bertemu dengan tulang dada (sternum).

• Dari pertemuan tulang iga (tulang sternum) diukur kurang lebih 2 atau 3 jari ke atas. Daerah tersebut merupakan tempat untuk meletakan tangan penolong dalam memberikan bantuan sirkulasi.

• Letakkan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk satu telapak tangan di atas telapak tangan yang lainnya, hindari jari‐jari tangan menyentuh dinding dada korban, jari‐jari tangan dapat diluruskan atau menyilang.

• Dengan posisi badan tegak lurus, penolong menekan dinding dada korban dengan tenaga dari berat badannya secara teratur sebanyak 30 kali (dalam 15 detik = 30 kali kompresi) dengan kedalaman penekanan berkisar antara 1.5 – 2 inci (3,8 – 5 cm).

•Tekanan pada dada harus dilepaskan keseluruhannya dan dada dibiarkanmengembang kembali ke posisi semula setiap kali melakukan kompresi dada. Selang waktu yang dipergunakan untuk melepaskan kompresi harus sama dengan pada saat melakukan kompresi. (50% Duty Cycle).

• Tangan tidak boleh lepas dari permukaan dada dan atau merubah posisi tangan pada saat melepaskan kompresi.

• Rasio bantuan sirkulasi dan pemberian napas adalah 30 : 2 (Tiap 15 detik = 30 kompresi dan 2 kali tiupan nafas), dilakukan baik oleh 1 atau 2 penolong.

Airways (Jalur Nafas) Pastikan bahwa sang korban tidak terganggu jalur

pernafasannya, jika terjadi gangguan maka harus dibebaskan jalur nafasnya. Perhatikan posisi leher! Posisi leher harus tetap lurus agar tidak menganggu jalur pernafasan.

Breath (Pernafasan) Setelah memastikan jalur pernafasannya tidak

terganggu, maka selanjutnya kita harus memastikan bahwa sang korban bernafas dengan normal. Normalnya manusia akan bernafas 12‐30 kali dalam satu menit. Jika korban tidak bernafas dengan normal, atau sama sekali tidak bernafas, maka harus diberikan nafas bantuan atau CPR (Cardiopulmonary Resuscitation).

LANGKAH‐LANGKAH CPR :

Pastikan korban pada berbaring lurus telentang, buka saluran napasnya dengan menempatkan satu tangan di dahinya dan mendongakkan kepalanya perlahan‐lahan ke belakang.

• Singkirkan halangan apa pun dari mulut dan angkat dagunya.

• Jepit lubang hidung korban hingga tertutup. Tarik napas penuh, tempatkan bibir Anda di sekliling mulutnya agar tidak ada celah.

• Hembuskan napas ke dalam mulut korban sampai Anda melihat dadanya naik. Perlu waktu dua detik agar dada mengembang penuh.

• Lepaskan mulut Anda dari mulutnya dan biarkan dadanya turun sepenuhnya, ini memerlukan waktu sekitar empat detik. Ulangi prosedur sekali lagi dan kemudian periksa tanda peredaran darah.

• Jika tidak ada tanda‐tanda pemulihan, misalnya kembalinya warna kulit menjadi normal kembali atau pergerakan apa pun, cobalah lakukan resusitasi jantung paru. Tetapi jika terdapat tanda‐tanda pemulihan, namun korban belum bernapas, berikan 10 napas bantuan permenit dan periksa tanda peredaran darah setiap 10 napas. Jika korban

Kembali bernapas spontan, tempatkan dia dalam posisi pemulihan.

Penderita dilarang berjalan dan dilarang minum minuman yang mengandung alkohol

Apabila gejala timbul secara cepat sementara belum tersedia antibisa, ikat daerah proksimal dan distal dari gigitan. Kegiatan mengikat ini kurang berguna jika dilakukan lebih dari 30 menit pasca gigitan. Tujuan ikatan adalah untuk menahan aliran limfe, bukan menahan aliran vena atau ateri.

Setelah penderita tiba di pusat pengobatan diberikan terapi suportif sebagai berikut:

Penatalaksanaan jalan napas

Penatalaksanaan fungsi pernapasan

Penatalaksanaan sirkulasi: beri infus cairan kristaloid

Beri pertolongan pertama pada luka gigitan: verban ketat dan luas diatas luka, imobilisasi (dengan bidai)

Ambil 5 – 10 ml darah untuk pemeriksaan: waktu trotombin, APTT, D-dimer, fibrinogen dan Hb, leukosit, trombosit, kreatinin, urea N, elektrolit (terutama K), CK. Periksa waktu pembekuan, jika >10 menit, menunjukkan kemungkinan adanya koagulopati

Apus tempat gigitan dengan dengan venom detection Beri SABU (Serum Anti Bisa Ular, serum kuda yang

dilemahan), polivalen 1 ml berisi:10-50 LD50 bisa Ankystrodon25-50 LD50 bisa Bungarus25-50 LD50 bisa Naya SputarixFenol 0.25% v/v Teknik pemberian: 2 vial @5ml intravena dalam 500

ml NaCl 0,9% atau Dextrose 5% dengan kecapatan 40-80 tetes/menit. Maksimal 100 ml (20 vial). Infiltrasi lokal pada luka tidak dianjurkan.

INDIKASI SABU ADALAH ADANYA GEJALA VENERASI SISTEMIK DAN EDEMA HEBAT PADA BAGIAN LUKA. PEDOMAN TERAPI SABU MENGACU PADA SCHWARTZ DAN WAY (DEPKES, 2001):

Derajat 0 dan I tidak diperlukan SABU, dilakukan evaluasi dalam 12 jam, jika derajat meningkat maka diberikan SABU

Derajat II: 3-4 vial SABU Derajat III: 5-15 vial SABU Derajat IV: berikan penambahan 6-8 vial SABU

PEDOMAN TERAPI SABU MENURUT LUCK

Derajat Beratnya evenomasi

Taring atau gigi

Ukuran zona edema/ eritemato kulit (cm)

Gejala sistemik

Jumlah vial venom

0 Tidak ada + <> - 0

I Minimal + 2-15 - 5

II Sedang + 15-30 + 10

III Berat + >30 ++ 15

IV Berat + <> +++ 15

Pedoman terapi SABU menurut Luck Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit Ulangi pemeriksaan darah pada 3 jam setelah

pemberiann antivenom Jika koagulopati tidak membak (fibrinogen

tidak meningkat, waktu pembekuan darah tetap memanjang), ulangi pemberian SABU. Ulangi pemeriksaan darah pada 1 dan 3 jam berikutnya, dst.

Jika koagulopati membaik (fibrinogen meningkat, waktu pembekuan menurun) maka monitor ketat kerusakan dan ulangi pemeriksaan darah untuk memonitor perbaikkannya. Monitor dilanjutkan 2x24 jam untuk mendeteksi kemungkinan koagulopati berulang. Perhatian untuk penderita dengan gigitan Viperidae untuk tidak menjalani operasi minimal 2 minggu setelah gigitan

Terapi suportif lainnya pada keadaan : Gangguan koagulopati berat: beri plasma fresh-

frizen (dan antivenin) Perdarahan: beri tranfusi darah segar atau

komponen darah, fibrinogen, vitamin K, tranfusi trombosit

Hipotensi: beri infus cairan kristaloid Rabdomiolisis: beri cairan dan natrium bikarbonat Monitor pembengkakan local dengan lilitan lengan

atau anggota badan Sindrom kompartemen: lakukan fasiotomi Gangguan neurologik: beri Neostigmin

(asetilkolinesterase), diawali dengan sulfas atropin Beri tetanus profilaksis bila dibutuhkan Untuk mengurangi rasa nyeri berikan aspirin atau

kodein, hindari penggunaan obat – obatan narkotik depresan

Terapi profilaksisPemberian antibiotika spektrum luas. Kaman terbanyak yang dijumpai adalah P.aerugenosa, Proteus,sp, Clostridium sp, B.fragilis

Beri toksoid tetanus Pemberian serum anti tetanus: sesuai indikasi

KOMPLIKASI

Komplikasi luka lokal dapat meliputi infeksi dan hilangnya kulit. Komplikasi kardiovaskuler, komplikasi hematologis, dan kolaps paru dapat terjadi. Jarang terjadi kematian. Anak-anak mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadinya kematian atau komplikasi serius.

PROGNOSIS

Meskipun kebanyakan korban gigitan ular berbisa dapat tertolong dengan baik, memprediksi prognosis pada tiap kasus individu dapat menjadi sulit. Disamping fakta bahwa mungkin terdapat sebanyak 8000 kasus gigitan ular berbisa, terdapat kurang dari 10 kematian, dan kebanyakan dari kasus fatal ini tidak mencari pertolongan karena suatu alasan dan lain hal.

PENCEGAHAN

Penduduk di daerah di mana ditemuakan banyak ular berbisa dianjurkan untuk memakai sepatu dan celana berkulit sampai sebatas paha sebab lebih dari 50% kasus gigitan ular terjadi pada daerah paha bagian bawah sampai kaki

Ketersedian SABU untuk daerah di mana sering terjadi kasus gigitan ular

Hindari berjalan pada malam hari terutama di daerah berumput dan bersemak – semak

Apabila mendaki tebing berbatu harus mengamati sekitar dengan teliti

Jangan membunuh ular bila tidak terpaksa sebab banyak penderita yang tergigit akibat kejadian semacam itu.