laporan pbl modul 3 kel.2

72
LAPORAN PBL SISTEM ENDOKRIN DAN METABOLISME MODUL 3 - KEGEMUKAN SEMESTER IV KELOMPOK 2 Amalia Devi (2012730116) Ambiyo Budiman (2012730117) Grisel Nandecya (2012730129) Ilhami Muttaqin (2012730133) Kendana Tamiz (20127301) Muchammad Ilham Romadhon (2012730138) Mustika Apriyanti (2012730142) Nadifhayanti Fauziah (2012730143) Syarifah Zahrotulhaj (2012730157) Fitria Ferrara Chufran (2010730040) Tutor : : Dr. Dr. Tjahaja Haerani Saenong, Sp. ParK, MS Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Kesehatan

Upload: reyhan-calabro

Post on 29-Dec-2015

315 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2

LAPORAN PBL

SISTEM ENDOKRIN DAN METABOLISME

MODUL 3 - KEGEMUKAN

SEMESTER IV

KELOMPOK 2

Amalia Devi (2012730116)

Ambiyo Budiman (2012730117)

Grisel Nandecya (2012730129)

Ilhami Muttaqin (2012730133)

Kendana Tamiz (20127301)

Muchammad Ilham Romadhon (2012730138)

Mustika Apriyanti (2012730142)

Nadifhayanti Fauziah (2012730143)

Syarifah Zahrotulhaj (2012730157)

Fitria Ferrara Chufran (2010730040)

Tutor : : Dr. Dr. Tjahaja Haerani Saenong, Sp. ParK, MS

Program Studi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran dan Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Jakarta

2014

Page 2: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2

Tujuan Instruksional Umum

Setelah menyelesaikan sub modul ini, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan bermacam-

macam penyakit dengan gejala peningkatan berat badan secara abnormal, etiologi,

patomekanisme, cara penegakan diagnosis, pemeriksaan penunjang untuk mengetahui

penyebab peningkatan berat badan, penatalaksanaan dan komplikasi dari penyakit-penyakit

yang menyebabkan peningkatan berat badan, khususnya dalam bidang endokrinologi dan

metabolisme.

i

Page 3: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2

SKENARIO

Seorang perempuan berusia 42tahun, datang ke dokter untuk pemeriksaan kesehatan rutin.

Dari hasil anamnesis diketahui bahwa pasien sering merasa pusing sejak 2bulan terakhir

terutama di bagian belakang kepala yang tidak ada perubahan meskipun sudah minum obat.

Ibu dari pasien tersebut masih hidup, saat ini berusia 67tahun tapi menderita diabetes. Ayah

sudah meninggal 8tahun yang lalu karena serangan jantung. Pasien mengaku tidak merokok

dan jarang berolahraga. Pada pemeriksaan fisis didapatkan TB 150cm, BB 70kg, TD 150/95

mmHg. Pemeriksaan fisis lain dalam batas normal.

KATA/KALIMAT KUNCI

1. Perempuan berumur 42tahun

2. Merasa pusing sejak 2bulan terakhir pada bagian belakang kepala

3. Tidak ada perubahan meskipun sudah minum obat

4. Melakukan pemeriksan rutin

5. Ibunya menderita diabetes, ayah meninggal karena serangan jantung

6. Tidak merokok dan jarang olahraga

7. TB : 150cm, BB : 70kg, TD : 150/95 mmHg

INFORMASI TAMBAHAN

1. Pemeriksaan fisis :

- Lingkar pinggang 94cm.

2. Pemeriksaan laboratorium :

- GDP : 115 mg/dl

- Kolestrol :

LDL : 180 mg/dl

HDL : 32 mg/dl

Trigiliserida : 200 mg/dl

Asam urat : 9 mg/dl

ii

Page 4: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2

MIND MAP

iii

perempuan 42 thn

Anamnesis

pusing sejak 2 bulan di kepala

belakang

ibu pasien menderita diabetes

ayah meninggal serangan jantung

Pemeriksaan Fisik

TB: 150 CmBB: 70Kg

TD: 150/95mmHg

LP: 94CmPemeriksaan Lab

GDP: 115Mg/dL

LDL: 180mg/dL

HDL: 32mg/dL

Trigiliserida: 200mg/dL

Asam urat:9mg/dLDIAGNOSIS

Page 5: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2

PERTANYAAN

1) a) Jelaskan definisi dari obesitas

b) Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi obesitas

2) Jelaskan patomekanisme dari peningkatan berat badan

3) a) Jelaskan klasifikasi obesitas

b) Jelaskan status gizi pada scenario

4) a) Jelaskan penyakit apa saja yang terjadi akibat obesitas

b) Jelaskan mengapa pasien masih merasa pusing dikepala bagian belakang padahal

sudah minum obat

5) Jelaskan hormon-hormon yang berperan dalam regulasi berat badan

6) a) Jelaskan riwayat kebiasaan pasien obesitas

b) jelaskan hubungan riwayat penyakit keluarga pada scenario

7) Jelaskan mengapa kadar kolestrol tinggi dan kadar asam urat tinggi pada pasien obesitas

8) DD : 1

9) DD : 2

10) DD : 3

iv

Page 6: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2

DAFTAR ISI

Tujuan Instruksional Umum…………………………………………………………………...i

Skenario, Kata/Kalimat Kunci, Informasi Tambahan…………………………………………ii

Mind Map……………………………………………………………………………………..iii

Pertanyaan…………………………………………………………………………………….iv

Daftar Isi……………………………………………………………………………………….v

1) a) Jelaskan definisi dari obesitas………………………………………………………….1b) Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi obesitas………………………………… 1

nadifhayanti Fauziah (2012730143)

2) Jelaskan patomekanisme dari peningkatan berat badan…………………………………. 3

Mustika Apriyanti (2012730142)

3) a) Jelaskan klasifikasi obesitas…………………………………………………………….6

b) Jelaskan status gizi pada scenario………………………………………………………7

Muchammad Ilham Romadhon ( 2012730138)

4) a) Jelaskan penyakit apa saja yang terjadi akibat obesitas ………………………………..9

b) Jelaskan mengapa pasien masih merasa pusing dikepala bagian belakang padahal

sudah minum obat……………………………………………………………………........9

Fitria Ferrara Chufran (2010730040)

5) Jelaskan hormon-hormon yang berperan dalam regulasi berat badan………………….. 11

Amalia Devi (2012730116)

6) a) Jelaskan riwayat kebiasaan pasien obesitas …………………………………………..12

b) jelaskan hubungan riwayat penyakit keluarga pada scenario………………………...12

Ambiyo Budiman (2012730117)

7) Jelaskan hubungan kadar kolestrol tinggi & kadar asam urat tinggi pada pasien obesitas

Kendana Tamiz (2012730135)…………………………………………………………13

8) DD : 1……………………………………………………………………………………15

Grisel Nandecya (2012730129)

9) DD : 2……………………………………………………………………………………22

Ilhami Muttaqin (2012730133)

10) DD : 3……………………………………………………………………………………29

Syarifah Zahrotulhaj (2012730157)

v

Page 7: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2

Nama : Nadhifayanti Fauziah, Tutor : Dr. Dr. Tjahaja Haerani Saenong, Sp. ParK, MS

Nim : 2012730143

Hari/tanggal : Selasa, 18 Maret 2014

1. A. Jelaskan bagaimana definisi dari obesitas dan factor apa saja yang

mempengaruhi obesitas !

Obesitas dapat didefinisikan sebagai kelebihan lemak tubuh. Penentu yang digunakan

adalah indeks massa tubuh (IMT). Sedangkan Overweight adalah tahap sebelum dikatakan

obesitas secara klinis. Obesitas dikatakan terjadi kalau terdapat kelebihan berat badan 20%

karena lemak para pria dan 25% pada wanita.

Faktor penyebab obesitas sangat kompleks. Kita tidak bisa hanya memandang dari

satu sisi. Gaya hidup tidak aktif dapat dikatakan sebagai penyebab utama obesitas. Hal ini

didasari oleh aktivitas fisik dan latihan fisik yang teratur dapat meningkatkan massa otot dan

mengurangi massa lemak tubuh, sedangkan aktivitas fisik yang tidak adekuat dapat

menyebabkan pengurangan massa otot dan peningkatan adipositas. Oleh karena itu pada

orang obese, peningkatan aktivitas fisik dipercaya dapat meningkatkan pengeluaran energi

melebihi asupan makanan, yang berimbas penurunan berat badan. Faktor lain penyebab

obesitas adalah perilaku makan yang tidak baik. Perilaku makan yang tidak baik disebabkan

oleh beberapa sebab, diantaranya adalah karena lingkungan dan sosial. Hal ini terbukti

dengan meningkatnya prevalensi obesitas di negara maju. Sebab lain yang menyebabkan

perilaku makan tidak baik adalah psikologis, dimana perilaku makan agaknya dijadikan

sebagai sarana penyaluran stress. Perilaku makan yang tidak baik pada masa kanak-kanak

sehingga terjadi kelebihan nutrisi juga memiliki kontribusi dalam obesitas, hal ini didasarkan

karena kecepatan pembentukansel-sel lemak yang baru terutama meningkat pada tahun-tahun

pertama kehidupan, dan makin besar kecepatan penyimpanan lemak, makin besar pula

jumlah sel lemak. Oleh karena itu, obesitas pada kanak-kanak cenderung mengakibatkan

obesitas pada dewasanya nanti.

1

Page 8: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2

Faktor genetik obesitas dipercaya berperan menyebabkan kelainan satu atau lebih

jaras yang mengatur pusat makan dan pengeluaran energi dan penyimpanan lemak serta defek

monogenik seperti mutasi MCR-4, defisiensi leptin kogenital, dan mutasi reseptor leptin.Dari

segi hormonal terdapat leptin, insulin, kortisol, dan peptida usus.

Leptin adalah sitokin yang menyerupai polipeptida yang dihasilkan oleh adiposit yang

bekerja melalui aktifasi reseptor hipotalamus. Injeksi leptin akan mengakibatkan penurunan

jumlah makanan yang dikonsumsi. Insulin adalah anabolik hormon, insulin diketahui

berhubungan langsung dalam penyimpanan dan penggunaan energi pada sel adiposa. Kortisol

adalah glukokortikoid bekerja dalam mobilisasi asam lemak yang tersimpan pada trigiserida,

hepatic glukoneogenesis, dan proteolysis. Peptida usus seperti ghrelin, peptida YY, dan

kolesistokinin yang dibuat di usus halus dan memberi sinyal ke otak secara langsung ke

pusat pengatura hipotalamus dan/atau melalui nervus vagus.

Faktor metabolit juga berperan dalam obesitas. Metabolit, termasuk glukosa, dapat

mempengaruhi nafsu makan, yang mengakibatkan hipoglikemi yang akan menyebabkan rasa

lapar. Akan tetapi, glukosa bukanlah pengatur utama nafsu makan. Semua faktor hormonal,

metabolit, dan neurogenik yang tadi disebutkan diatas bekerja melalui ekspresi an pelepasan

berbagai peptida hipotalamus seperti NPY, AgRP,aalpha-MSH, an MCH yang terintegrasi

dengan serotonergik, kotekolaminergik, endokannabinoid, dan jalur singnal opioid.Faktor

terakhir penyebab obesitas adalah karena dampak/sindroma dari penyakit lain. Penyakit-

penyakit yang dapat menyebabkan obesitas adalah hypogonadism, Cushing syndrome,

hypothyroidism, insulinoma, craniophryngioma, gangguan lain pada hipotalamus. Beberapa

anggapan menyatakan bahwa berat badan seseorang diregulasi baik oleh endokrin dan

komponenen neural. Berdasarkan anggapan itu maka disedikit saja kekacauan pada regulasi

ini akan mempunyai efek pada berat badan.

Sumber:

Editor sudoyo, bambang, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta

: Interna Publishing

NHS Centre for Reviews and Dissemination. University of York. Prevention and treatment of

obesity. Eff Health Care 1997;3:1–12

http://emedicine.medscape.com/article/123702-overview2

Page 9: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2

Nama : Mustika Apriyanti Tutor : Dr. Dr. Tjahaja Haerani Saenong, Sp. ParK, MS

Nim : 2012730142

Hari/tanggal : Selasa, 18Maret 2014

Pertanyaan :

2.Jelaskan mekanisme dari peningkatan berat badan pada pasien dengan kegemukan!

Kelebihan berat badan adalah suatu kondisi dimana perbandingan berat badan dan tinggi

badan melebihi standar yang ditentukan. Sedangkan obesitas adalah kondisi kelebihan lemak,

baik di seluruh tubuh atau terlokalisasi pada bagian bagian tertentu (Ganong W.F, 2003).

Mekanisme kegemukan (obesitas) dapat terjadi akibat berbagai faktor berikut sesuai yang

dikutip dari Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. XXII tahun 2006:

1. Pengendalian Asupan Makanan

Ini melibatkan proses biokimiawi yang menentukan rasa lapar dan kenyang termasuk

penentuan selera jenis makanan, nafsu makan dan frekuensi makan seseorang. Besar

dan aktifitas penyimpanan energi, terutama di jaringan lemak dikomunikasikan ke

sistem saraf pusat melalui mediator leptin dan sinyal transduksi lain. Tampaknya, alur

leptin merupakan regulator terpenting dalam keseimbangan energi tubuh. Mutasi gen-

gen penyandi leptin dan sinyal transduksi tersebut akan mempengaruhi pengendali

asupan makanan dan menjurus ke timbulnya obesitas. Leptin disekresi adiposit ke

sirkulasi dan ditranspor ke sistem saraf pusat untuk berikatan dengan reseptor leptin di

nukleus arkuatus hipotalamus. Ikatan ini merangsang sintesis pro-opiomelanokortin

(POMC). Dua zat yang dihasilkan dari POMC adalah alpha-melanocyte stimulating

hormone (α-MSH) dan adrenocorticotrophine (ACTH). Alpha-MSH selanjutnya

berikatan dengan reseptor melanokortin-4 (MC4-R) di nukleus paraventrikular

hipotalamus yang akan menyebabkan penurunan asupan makanan. Secara genetik,

kadar leptin individu kurus akan meningkat dan cukup untuk menghentikan

pertambahan badan setelah ada kenaikan berat badan 7 sampai 8 kg. Individu yang

kenaikan berat badannya melebih batas tersebut berarti tidak merespons leptin karena

hormon tersebut tidak mampu masuk ke darah otak atau terjadi mutasi pada satu atau

beberapa tahapan kerja leptin. Pada kondisi simpanan lemak berlebih, leptin

diproduksi sebanding dengan tingginya simpanan energi dalam bentuk lemak.

3

Page 10: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2

Leptin melalui sirkulasi darah mencapai hipotalamus, sedangkan α-MSH merupakan

mediator alur hilirnya. Sintesis dan sekresi α-MSH oleh nukleus arkuatus hipotalami

dikendalikan secara positif oleh ikatan antara leptin dengan reseptornya di badan saraf

tersebut yang diikuti perubahan POMC menjadi α-MSH. Selanjutnya α-MSH

menekan pusat lapar dan melalui sirkulasi darah ke perifer meningkatkan metabolisme

dengan memacu lipolisis di jaringan adiposa. Pada kondisi simpanan lemak kurang

setelah pembatasan asupan makanan dan pembakaran lemak karena aktifitas, leptin

turun sehingga kadar α-MSH di hipotalamus berkurang. Keadaan ini memicu neuron

pusat lapar di hipotalamus melepaskan agouti related protein (AGRP) yang

sintesisnya di ditekan oleh leptin melalui ikatan dengan reseptornya. AGRP

merangsang nafsu makan melalui mekanisme antagonis α-MSH terhadap MC4-R.

Selanjutnya, pengurangan sintesis α-MSH dari POMC menekan katabolisme lemak

sampai simpanan lemak di adiposit terisi kembali sebagai hasil kombinasi efek

tersebut dengan perilaku makan. Bila simpanan lemak sudah cukup, mekanisme

kontrol kembali ke penghambatan nafsu makan dan peningkatan penggunaaan energi

sehingga berat badan dapat dipertahankan pada rentang terbatas bertahun-tahun.

2. Pengendalian Efisiensi Energi

Pengendalian efisiensi energi merupakan proses biokimiawi yang mengendalikan

tingkat besarnya energi yang digunakan dari makanan. Tinggi rendahnya efisiensi

metabolik berbeda antar individu dan komponen pengendalinya. Sifat ini secara

genetik diwariskan. Kajian utama dalam pengendalian ini diarahkan pada

pemanfaatan nutrisi melalui perubahan termogenesis dengan mediator uncoupling

protein (UCP).

Termogenesis adalah pemanfaatan kandungan energi dalam makanan untuk

pembentukan panas, di samping penimbunan dalam bentuk lemak di adiposit.

Uncoupling protein tersebut mengendalikan penggunaan energi pada proses oksidasi

di mitokondria dan ternyata ada kaitan antara obesitas dengan polimorfisme gen

penyandi UCP. Kecenderungan peningkatan berat badan dan penurunan laju

metabolisme istirahat berasosiasi dengan keberadaan satu dari dua alel utama gen

penyandi UCP1.

4

Page 11: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2

3. Pengendalian Adipogenesis

Pengendalian adipogenesis menghasilkan variasi karakteristik jaringan lemak antar

individu. Variasi tersebut berupa hipertrofi yang pada umumnya didapatkan pada

obesitas ringan, hiperplasi pada obesitas berat dan campuran keduanya pada obesitas

sedang. Kajian tentang pengendalian adipogenesis ini berkaitan dengan konsep dasar

diferensiasi dan ekspresi gen adiposit. Beberapa penelitian telah mengidentifikasi

faktor transkripsi pendukung adipogenesis, antara lain PPARC dan C/EBP.

Terjadinya obesitas menurut jumlah sel lemak adalah sebagai berikut:

1. Jumlah sel lemak normal, tetapi terjadi hipertrofi (pembesaran).

2. Jumlah sel lemak meningkat (hiperplasi)) dan juga terjadi hipertrofi.

Penambahan dan pembesaran jumlah sel lemak ini paling cepat pada masa anak-anak dan

mencapai puncaknya pada masa dewasa. Setelah masa dewasa hanya akan terjadi hipertrofi

pada sel lemak. Disamping itu, penderita obesitas juga menjadi resisten terhadap hormon

insulin, sehingga kadar insulin di peredaran darah meningkat.

Sumber:

Indra, M. Rasjad. 2006. Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. XXII No.1 Dasar Genetik

Obesitas Visceral. Malang: Laboratorium Fisiologi Fakultas Kedokteran Unibraw.

Ganong, W.F. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC.

5

Page 12: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2

Nama : M. Ilham Romadhon , Tutor: Dr. Dr. Tjahaja Haerani Saenong, Sp. ParK, MS

NIM : 2012730138

Hari/Tanggal : Selasa, 18-03-2014

Pertanyaan :

3. Jelaskan klasifikasi obesitas dan bagaimana status gizi pada skenerio ?

Jawaban :

KLASIFIKASI OBESITAS

Tabel 1, merupakan klasifikasi yang diterapkan World Health Organization (WHO), nilai IMT3 30 kg/m2 dikatakan sebagai obesitas dan nilai IMT 25-29,9 kg/m2 , sebagai “Pre Obese”.

Meta-analisa beberapa kelompok etnik yang berbeda, dengan konsentrasi lemak tubuh, usia, dan gender yang sama, menunjukkan etnik Amerika berkulit hitam memiliki IMT lebih tinggi 1,3 kg/m2 dan etnik Polinesia memiliki IMT lebih tinggi 4,5 kg/m2 dibandingkan dengan etnik Kaukasia. Sebaliknya, nilai IMT pada bangsa China, Ethiopia, Indonesia, dan Thailand adalah 1,9 , 4,6 , 3,2 dan 2,9 kg/m2 lebih rendah daripada etnik Kaukasia. Hal itu memperlihatkan adanya nilai cutoff IMT untuk obesitas yang spesifik untuk populasi tertentu.

6

Page 13: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2

Wilayah Asia Pasifik pada saat ini telah mengusulkan kriteria dan klasifikasi obesitas sendiri (Tabel 2).

Penelitian lainnya melaporkan bahwa orang Indonesia dengan berat badan, tinggi badan, umur, dan jenis kelamin yang sama umumnya memiliki 4,8 ± 0,5 (SEM) % lemak tubuh lebih tinggi daripada orang Belanda. Dengan presentase lemak tubuh, umur, dan jenis kelamin yang sama, IMT antara orang Indonesia dan Belanda (etnik Kaukasia) berbeda sekitar 3 unit (2,9 ± 0,3 (SEM) kg/m2 . Mengacu pada angka-angka ini, maka titik cutoff IMT orang Indonesia seharusnya 27 dan bukan 30 kg/m2 .

Sebenarnya sangat sulit untuk mendapatkan angka obesitas secara global dengan tepat karena sulit mendapatkan angka-angka yang akurat dan yang dapat saling dibandingkan. Pada dewasa muda laki-laki lemak tubuh > 25% dan perempuan > 35%. Keadaan ini sesuai dengan indeks masa tubuh (IMT) = 30 kg/m2 pada orang Kaukasia muda.

MENENTUKAN STATUS PADA SKENARIO

Berdasarkan data dari WHO di atas kita dapat menentukan status gizi pasien pada skenario. Pada skenario di dapatkan Berat badan 70 kg dan tinggi badan 150 cm. Dengan menggunakan rumus IMT seperti dibawah ini :

IMT =Berat Badan(kg)

(Tinggi Badan (m ))2

IMT =70 cm

1,52 m

IMT =31,1 kg/m2

7

Page 14: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2

Jadi, didapatkan IMT sebesar 31,1 kg/m2 , ini untuk kriteria WHO sudah tergolong Obesitas tipe I, sedangkan untuk kriteria Asia Pasifik merupakan golongan Obesitas tipe II. Dari hasil tersebut pasien harus bisa merubah gaya hidup mulai dari, makanan, aktivitas, maupun olahraga.

Daftar Pustaka :

Sudoyo, Aru W (dkk). 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI jilid III. ED V. Jakarta:

InternaPublishhttp://www.bimbingan.org/menghitung-status-gizi-menurut-who.htm l

8

Page 15: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2

Nama : Fitria Ferrara Chufran Tutor : Dr. dr. Tjahaja Haerani Saenong, Sp. ParK, MS

NIM : 2010730040

Hari/tanggal : Selasa, 18 Maret 2014

4 a. jelaskan penyakit apa saja yang terjadi akibat obesitas

b. jelaskan mengapa pasien masih terasa pusing di kepala belakang padahal sudah minum obat dan hubungan dengan riwayat hipertensi

Jawaban!4a.Jantung koronerJantung koroner disebabkan oleh tersumbatnya pembuluh arteri yang bertugas memompa darah penuh oksigen ke seluruh tubuh. Sumbatan ini disebabkan oleh kolesterol dan lemak yang berlebih.

Tekanan darah tinggi Daya dorong darah terhadap dinding arteri saat jantung memompa darah adalah yang disebut tekanan darah. Ini membahayakan apabila terlalu tinggi.

Stroke Selain jantung koroner, tersumbatnya pembuluh arteri dapat membuat pembuluh pecah dan akhirnya darah menggumpal. Pecah yang terjadi di dekat otak akan menghalangi aliran darah dan oksigen sehingga stroke pun terjadi.

Diabetes tipe 2Pada orang yang gemuk, kadar gula darahnya biasanya tinggi. Ini menyebabkan hormon insulin yang berfungsi memroses darah tidak dapat diproduksi sel tubuh dengan cukup. diabetes dapat juga memicu ke penyakit lain seperti kebutaan dan gagal ginjal.

Osteoarthritis Badan yang berat membuat sendi dan tulang bekerja lebih berat. Ini akan membuat lapisan pelindung sendi akan terkelupas dan menimbulkan rasa sakit.

Batu empeduBatu empedu akan membuat empedu tidak berfungsi dengan baik. Batu empedu ini berasal dari kolesterol yang mengendap.

9

Page 16: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2

Kanker Beberapa jenis kanker berhubungan dengan kelebihan berat badan. Obesitas meningkatkan risiko kematian akibat kanker. Kanker kolon, kanker payudara, kanker endometrium (lapisan rahim), kanker ginjal, dan kanker esofagus berhubungan dengan obesitas. Beberapa penelitian juga telah menemukan hubungan antara obesitas dan kanker kandung empedu, ovarium, dan pankreas.

Gout (asam urat)Gout adalah penyakit yang mempengaruhi sendi yang disebabkan oleh kelebihan zat yang disebut asam urat dalam darah. Asam urat berlebih dapat membentuk kristal yang tersimpan dalam sendi. Gout lebih umum terjadi pada orang obesitas.

Sleep apneaSleep apnea adalah kondisi pernapasan serius yang berhubungan dengan kelebihan berat badan. Sleep apnea dapat menyebabkan seseorang mendengkur berat dan berhenti bernapas untuk sementara saat tidur. Sleeep apnea dapat menyebabkan kantuk di siang hari dan meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke. Risiko sleep apnea meningkat jika berat badan meningkat.

4b.Obesitas terjadi karena adanya penumpukan lemak di jaringan adiposa. Penumpukan lemak yang berlebihan akan menimbulkan proses lipolisis yaitu pemecahan lemak menjadi fragmen-fragmen kolesterol. Fragmen –fragmen kolesterol ini diantaranya adalah LDL (Low Density Lipoprotein) dan HDL (High Density Lipoprotein). Karena ukuran dari LDL yang kecil, maka LDL tersebut akan menumpuk pada endotel pembuluh darah. Sehingga akan menghasilkan trombus. Trombus adalah bekuan darah yang berasal dari trombosit yang ada dalam pembuluh darah. Akibat adanya trombus pembuluh darah akan mengalami vasokontriksi, sehingga aliran didalam darah menjadi semakin cepat dan menimbulkan hipertensi. Akibat dari vasokontriksi pembuluh darah ditambah dengan adanya trombus dalam pembuluh darah maka didalam pembuluh darah akan terjadi emboli ke otak sehingga menyebabkan pusing.

Referensi :

Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi 5 jilid III Patofisiologi jilid 2 sylvia price http://www.cara-tips.com/resiko-kesehatan-yang-berhubungan-dengan-obesitas.html

10

Page 17: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2

NAMA : AMALIA DEVI Tutor: Dr. dr. Tjahaja Haerani Saenong, Sp. ParK, MS

NIM: 2012730116

Hari/tanggal : Selasa, 18Maret 2014

5. Jelaskan bagaimana peranan – peranan dari hormone yang berperan dalam regulasi

berat badan !

Banyak hormon yang mempengaruhi laju esterifikasi atau laju lipolisis. Insulin menghambat pembebasan asam lemak dari jaringan adiposa karena hormon ini akan meningkatkan lipogenesis dan sintesis asilgliserol serta meningkatkan oksidasi glukosa menjadi CO2 melalui jalur pentosa fosfat. Insulin juga meningkatkan aktivitas piruvat dehidrogenase, asetil KoA karboksilase, dan gliserol fosfat asiltransferase yang akan memperkuat efek penyerapan glukosa terhadap sintesis asam lemak dan asilgliserol. Efek utama insulin di jaringan adiposa adalah menghambat aktivitas lipase peka-hormon yang mengurangi pembebasan asam lemak bebas tetapi juga gliserol. Jaringan adiposa jauh lebih peka terhadap insulin ketimbang jaringan lain.

Hormon lain yang mempercepat pengeluaran asam lemak bebas dari jaringan adiposa dan meningkatkan kadar asam lemak bebas di dalam plasma dengan meningkatkan laju lipolisis simpanan triasilgliserol. Hormon tersebut adalah Epinefrin, Norepinefrin, Glukagon, ACTH, α & β MSH, TSH, GH, dan vasopresin, hormon tersebut akan mengaktifkan lipase peka hormon. Untuk memberikan efek optimal proses lipolisis ini memerlukan glukokortikoid dan Tiroid hormon karena bersifat fasilitatorik. Hormon yang bekerja cepat dalam mendorong lipolisis yaitu katekolamin yang akan merangsang aktivitas adenilil siklase(enzim yang mengubah ATP menjadi cAMP).

Sumber :

Murray, K Robbert. 2009. Biokomia Harver Edisi 27. Jakarta : EGC

11

Page 18: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2

Nama : Ambiyo Budiman Tutor : Dr. dr. Tjahaja Haerani Saenong, Sp. ParK, MS

Nim : 2012730117

Hari/tanggal : 18 Maret 2014

Pertanyaan :

6. a. jelaskan riwayat kebiasaan dengan pasien obesitas pada skenario

Kebiasaan berolahraga

Pada penderita obesitas kebiasaan berolahraga sangat lah penting. Karena dengan berolahraga proses metabolisme akan meningkat. Saat olahraga, tubuh bergerak dan membantu tubuh membakar kalori yang ada sehingga menghasilkan energi yang dibutuhkan tubuh untuk bekerja. Hal tersebut juga membantu tubuh mengurangi tertimbunnya lemak dalam tubuh.

Olahraga yang teratur juga dapat membakar kolesterol LDL dan trigliserida serta meningkatkan kadar kolesterol baik (HDL). Hal ini sangat memban tu tubuh tetap fit dan mengurangi resiko darah tinggi, stroke, kegemukan, dan penyakit jantung.

Jenis olahraga yang tepat untuk pasien dengan obesitas adalah olahraga aerobik contohnya; lari atau jongging ,senam, renang, dll.

Pola makan

Penderita obesitas harus mengatur pola makan mereka. pola makan yang benar mampu membantu penderita diabetes mengontrol kadar gula dalam darahnya tanpa bantuan obat yaitu dengan diet rendah karbohidrat.

6.b Jelaskan Hubungan riwayat penyakit keluarga dengan skenario?

Pada skenario di dapatkan bahwa ibu pasien menderita penyakit diabetes. Orang yang memiliki salah satu atau lebih anggota keluarga baik orang tua, saudara, atau anak yang menderita diabetes, memiliki kemungkinan 2 sampai 6 kali lebih besar untuk menderita diabetes dibandingkan dengan orang-orang yang tidak memiliki anggota keluarga yang menderita diabetes.

Penyakit diabetes merupakan kelainan genetika multifaktoria. Kelainan genetika multifaktorial disebabkan bukan hanya kelainan gen saja, melainkan melibatkan juga lingkungan dan interaksi antara gen dengan lingkungan tersebut. Interaksi dengan lingkungan bisa menyebabkan penyakit yang di derita lebih potensial.

Pada diabetes tipe 2 disposisi genetik berperan penting. Disposisi genetik tersebut menurunkan sensitivitas insulin, yang mengakibatkan terganggunya metabolisme glukosa.

Sumber : Sibernagl,stefan dkk. Buku teks Atlas berwarna patofisiologi. Jakarta : EGCJurnal Analisi Hubungan Antara Umur dan Riwayat Keluarga Menderita DM dengan Kejadian Penyakit DM TIPE 2

12

Page 19: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2

Nama : Kendana Tamiz Tutor : Dr. dr. Tjahaja Haerani Saenong, Sp.ParK, MS

Nim : 2012730135

Hari/tanggal : 18 Maret 2014

Pertanyaan :

7. Jelaskan mengapa kadar kolesterol tinggi dan kadar asam urat tinggi pada pasien obesitas!

Jawaban :

a) HUBUNGAN KADAR KOLESTEROL TINGGI PADA PASIEN OBESITAS

Pendahuluan

Bila seseorang bertambah berat badannya maka ukuran sel lemak akan bertambah besar dan kemudian jumlahnya bertambah banyak.

Sel Lemak dan Jaringan Lemak

Jaringan lemak merupakan depot penyimpanan energy yang paling besar bagi mamalia. Tugas utamanya adalah untuk menyimpan energy dalam bentuk trigliserida melalui proses lipogenesis yang terjadi sebagai respons terhadap kelebihan energi dan memobilisasi energy melalui lipolysis sebagai respons terhadap kekurangan energi.

Hubungan Obesistas Sentral dengan Resistensi Insulin dan Dislipidemia

Resistensi insulin pada obesitas sentral diduga merupakan penyebab sindrom metabolik. Insulin mempunyai peran penting karena berpengaruh baik pada penyimpanan lemak maupun sintesis lemak dalam jaringan adiposa. Resistensi insulin dapat menyebabkan trganggunya proses penyimpanan lemak maupun sintesis lemak

Hubungan sebab-akibat (kausatif) antara resistensi insulin dan penyakit jantung coroner dan stroke dapat diterangkan dengan adanya efek anabolik insulin. Insulin merangsang lipogenesis pada jaringan arterial dan jaringan adipose melalui peningkatan produksi asetil CoA, meningkatkan asupan trigliserida dan glukosa. Dislipidemia yang ditandai dengan peningkatan konsentrasi trigliserida dan penurunan kolesterol HDL merupakan akibat dari pengaruh insulin terhadap Cholesterol Ester Transfer Protein (CETP) yang memperlancar transfer Cholesterol Ester (CE) dari HDL ke VLDL (trigliserida)dan mengakibatkan terjadinya katabolisme dari apoA, komponen protein HDL.

HDL LDL trigliserida

Rendah : <40 diinginkan : 130-159 diinginkan : 150-199

Tinggi : ≥60 tinggi : 160-189 tinggi : 200-499

Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI Jilid III Edisi IV halaman 1919-1925

13

Page 20: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2

Kesimpulannya,

HDL rendah, LDL tinggi, trigliserida tinggi.

Pada skenario, pasien obesitas ini tergolong obesitas sentral dikarenakan lingkar pinggang yang besar.

Resistensi insulin (genetik dari ibu yang diabetes) pada obesitas sentral merangsang lipogenesis pada jaringan arterial dan jaringan adipose melalui peningkatan produksi asetil CoA, meningkatkan asupan trigliserida dan glukosa.

Selain itu juga diduga pasien ini terlalu banyak mengkonsumsi makanan tinggi karbohidrat (banyak mengandung glukosa), yang jika pemasukannya berlebih pada tubuh, akan di simpan dalam bentuk lemak.

Ditambah lagi pasien jarang berolahraga, dimana tidak banyak energy yang terbuang. Sehingga tidak terjadi pemecahan glukosa maupun lemak untuk menghasilkan ATP yang banyak. Akibatnya sel lemak bertambah besar ukurannya dan bertambah banyak jumlahnya.

b) HUBUNGAN KADAR ASAM URAT TINGGI DENGAN PASIEN OBESITAS

Secara langsung, hubungan asam urat dengan pasien obesitas tidak ada. Hanya saja, makanan yang banyak mengandung purin seperti jeroan juga banyak kolesterol. Jadi korelasinya terletak pada makanan.

Sumber : http://artikelkesehatanwanita.com/hubungan-kolesterol-tinggi-terhadap-penyakit-asam-urat.htm

14

Page 21: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2
Page 22: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2

Nama : Grisel Nandecya Tutor : Dr. dr. Tjahaja Haerani Saenong, Sp. ParK, MS

Nim : 2012730129

Hari/tanggal : Selasa, 18Maret 2014

Pertanyaan : Jelaskan diferensial diagnosis Sindrom Metabolik !

Jawaban :

Definisi

SINDROM Metabolik (Metabolic Syndrome) atau sindrom X atau Sindrom

Resistensi Insulin atau CHAOS (sebutan di Australia) adalah keadaan dimana terdapat

sekelompok kelainan pada tubuh seseorang, meliputi kegemukan, kelainan kadar lemak

darah, peningkatan tekanan darah, peningkatan kadar gula darah. Dimana kondisi tersebut

dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami penyakit jantung dan pembuluh darah,

stroke, kencing manis (diabetes Melitus tipe 2) sebesar 5-9 kali lipat, dan kematian 2-4 kali

lipat.

Klasifikasi

Menurut National Cholesterol Education Program-Adult Treatment Panel III (NCEP-

ATP III) kriteria Sindrom Metabolik adalah apabila terdapat minimal 3 dari kelainan-

kelainan berikut ini pada seseorang. Kelainan-kelainan tersebut adalah terdapat Obesitas

Perut (Sentral) yang ditandai dengan ukuran lingkar perut pada wanita > 88 cm dan pada pria

> 102 cm. Kelainan kadar lipid atau lemak (dislipidemia) meliputi Trigliserida > 150 mg/dl,

HDL pada wanita < 50 mg/dl atau HDL pria < 40 mg/dl. Peningkatan tekanan darah

(hipertensi), dimana apabila tekanan darah > 130/85 mmHg. Meningkatnya kadar Gula Darah

Puasa > 110 mg/dl. Di samping itu peningkatan kadar asam urat (hiperurikemia) juga

berperan dalam timbulnya Sindrom Metabolik.

15

Page 23: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2

Etiologi

Etiologi Sindrom Metabolik belum dapat diketahui secara pasti. Suatu hipotesis

menyatakan bahwa penyebab primer dari sindrom metabolik adalah resistensi insulin.

Resistensi insulin mempunyai korelasi dengan timbunan lemak viseral yang dapat ditentukan

dengan pengukuran lingkar pinggang atau waist to hip ratio. Hubungan antara resistensi

insulin dan penyakit kardiovaskular diduga dimediasi oleh terjadinya stres oksidatif yang

menimbulkan disfungsi endotel yang akan menyebabkan kerusakan vaskular dan

pembentukan atheroma. Hipotesis lain menyatakan bahwa terjadi  perubahan hormonal yang

mendasari terjadinya obesitas abdominal.

16

Komponen Kriteria diagnosis WHO :

Resistensi insulin plus :

Kriteria diagnosis ATP III :

3 komponen dibawah ini

Obesitas abdominal/

sentral

Waist to hip ratio :

Laki2 : > 0.90;

Wanita : > 0.85, atau

IMB > 30 kg/m2

Lingkar pinggang :

Laki2 : > 102 cm (40 inchi)

Wanita : > 88 cm (35 inchi)

Hipertrigliseridemia 150 mg/dl ( 1.7 mmol/L) 150 mg/dl ( 1.7 mmol/L)

HDL Cholesterol ♂ < 35 mg/dl (< 0.9 mmol/L)

♀ < 39 mg/dl (< 1.0 mmol/L

♂ < 40 mg/dl (< 1.036 mmol/L)

♀ < 50 mg/dl (< 1.295 mmol/L)

Hipertensi

TD 140/90 mmHg atau

riwayat terapi anti hipertensif

TD 130/85 mmHg atau

riwayat terapi anti hipertensif

Kadar glukosa darah

tinggi

Toleransi glukosa terganggu,

glukosa puasa terganggu,

resistensi insulin atau DM

110 mg/dl atau 6.1 mmol/L

Mikroalbuminuri Ratio albumin urin dan

kreatinin 30 mg/g atau laju

ekskresi albumin 20 mcg/menit

Page 24: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2

Suatu studi membuktikan bahwa pada individu yang mengalami peningkatan kadar

kortisol didalam serum (yang disebabkan oleh stres kronik) mengalami obesitas abdominal,

resistensi insulin dan dislipidemia.

Para peneliti juga mendapatkan bahwa ketidakseimbangan aksis hipotalamus-

hipofisis-adrenal yang terjadi akibat stres akan menyebabkan terbentuknya hubungan antara

gangguan  psikososial  dan infark miokard.

Epidemiologi/ Prevalensi

Prevalensi Sindrom Metabolik bervariasi tergantung pada definisi yang digunakan

dan populasi yang diteliti. Berdasarkan data dari the Third National Health and Nutrition

Examination Survey (1988 sampai 1994), prevalensi sindrom metabolik (dengan

menggunakan kriteria NCEP-ATP III) bervariasi dari 16% pada laki2 kulit hitam sampai 37%

pada wanita Hispanik. Prevalensi Sindrom Metabolik meningkat dengan bertambahnya usia

dan berat badan. Karena populasi penduduk Amerika yang berusia lanjut makin bertambah

dan lebih dari separuh mempunyai berat badan lebih atau gemuk , diperkirakan Sindrom

Metabolik melebihi merokok sebagai faktor risiko primer terhadap penyakit kardiovaskular.

Sindrom metabolik juga merupakan prediktor kuat untuk terjadinya DM tipe 2 dikemudian

hari.

Mekanisme

Mekanisme yang tepat dari jalur kompleks sindrom metabolik belum sepenuhnya

diketahui. Patofisiologi ini sangat kompleks dan hanya sebagian telah dijelaskan. Sindroma

metabolic dapat terjadi melalui factor internal dan eksternal. Penyebab-penyebab tersebut

antara lain adalah:

1. Internal

a. Genetik

b. Endokrin

2. Eksternal

a. Gaya hidup atau tingkah laku

b. Lingkungan dan faktor lain

17

Page 25: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2

1. Internal

a. Genetik

Seperti kondisi medis lainnya, obesitas adalah perpaduan antara genetik dan

lingkungan. Gen yang ditemukan diduga dapat mempengaruhi jumlah dan besar

sel lemak, distribusi lemak dan besar penggunaan energi untuk metabolisme saat

tubuh istirahat. Polimorfisme dalam variasi gen mengontrol nafsu makan dan

metabolisme menjadi predisposisi obesitas ketika adanya kalorui yang cukup.

Prader-Willi Syndrome.

Selain itu, obesitas terjadi pada penderita Sindrom Prader-Willi adalah penyakit

genetic yang menimpa kira-kira satu dari 15 ribu kelahiran. Mutasi gen terjadi

pada kromosom ke 15 yang mengatur nafsu makan. Sindrom ini dikenali sebagai

gen penyebab obesitas pada anak kecil. Symptoms yang timbul akibat sindrom ini

disebabkan oleh disfungsi hipotalamus yang salah satu fungsinya adalah mengatur

rasalapar.

JenisKelamin

Jenis kelamin berpengaruh terhadap obesitas. Pria memiliki lebih banyak otot

dibandingkan dengan wanita. Otot membakar lebih banyak lemak daripada sel-sel

lain. Oleh karena wanita lebih sedikit memiliki otot, maka wanita memperoleh

kesempatan yang lebih kecil untuk membakar lemak. Hasilnya, wanita lebih

berisiko mengalami obesitas.

b. Kelainan endokrin.

Hipotiroidisme

Hipotiroidisme terjadi ketika kelenjar tiroid tidak memproduksi hormone tiroid

sesuai kebutuhan tubuh. Oleh karena itu, apabila hormone tiroid yang dihasilkan

tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh, pertumbuhan akan terganggu. Hormon

tiroid sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan tubuh. Terganggunya produksi

hormon ini dapat mempengaruhi metabolisme, perkembangan otak, pernafasan,

system jantung dan saraf, temperature tubuh, kekuatan otot, kulit, sirkulasi

menstruasi pada wanita, berat badan, dan tingkat kolesterol. Produksi hormone

tiroid diatur oleh hormone TSH yang diproduksi oleh hipofisis anterior. TSH akan

merangsang kelenjar tiroid untuk mensekresi hormone tiroid, yaitu triidotironin

Page 26: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2

(T3) dan tiroksin (T4).

17

Apabila dalam darah terdapat sedikit hormone tiroid tersebut, maka kadar TSH

akan meningkat untuk merangsang kelenjar tiroid mensekresi hormone tiroid.

Sebaliknya, apabila dalam darah telah cukup atau bahkan lebih banyak terdapat

hormone tiroid, kadar TSH akan menurun. Sekresi TSH diatur oleh hormone

hipotalamus, yaitu TRH. Penurunan respons hipofisis terhadap TRH sangat jarang

terjadi. Yang terjadi pada hipotiroidisme adalah kadar TSH meningkat akibat dari

fungsi kelenjar tiroid yang menurun. Selain itu, hipotiroidisme dapat disebabkan

oleh kelenjar hipofisis tidak bekerja dengan normal. Terganggunya kerja hipofisis

dapat menyebabkan produksi TSH terganggu dan akibatnya kelenjar tiroid pun

akan terganggu.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, hipotiroidisme menyebabkan

metabolisme tubuh terganggu. Hipotiroidisme menyebabkan kecepatan

metabolisme karbohidrat dan lemak menurun. Hal ini akan menyebabkan obesitas.

Hipotiroidisme yang berat disebut Miksedema.

2. Eksternal.

a. Gaya hidup atau Tingkah Laku.

Kemajuan teknologi, seperti adanya kendaraan bermotor, lift, dan lain sebagainya

dapat memicu terjadinya obesitas karena kurangnya aktifitas fisik yang dilakukan

oleh sesorang. Gaya hidup yang seperti ini yang meningkatkan risiko obesitas.

Mengonsumsi makanan junk food juga dapat menyebabkan obesitas karena pada

umumnya berkalori tingggi.

b. Lingkungan dan faktor lain

Obesitas juga dapat disebabkan oleh emosi. Orang mungkin makan berlebihan

ketika depresi, merasa putus asa, marah, bosan, dan berbagai sebab lain yang

sebenarnya tidak butuh makan. Ini umum terjadi pada wanita muda. Perasaan

mereka berpengaruh terhadap kebiasaan makanya. Selain itu, factor ststus sosial

dan ekonomi sangat memengaruhi. Pada masyarakat menengah ke bawah,

Page 27: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2

obesitas sangat identik dengan makmur. Namun, pada masyarakat modern,

obesitas adalah hal yang harus dihindari.

18

DAMPAK OBESITAS

1. Diabetes Mellitus.

Ini terjadi karena resistensi insulin. Simpanan adiposa yang tinggi pada orang gemuk

mengaktifkan paling tidak salah satu enzim, yaitu lipoprotein lipase yang

meningkatkan konsentrasi asam lemak bebas dalam darah. Konsentrasi tinggi asam

lemak bebas menstimulasi pelepasan sitokin seperti TNF-a (tumor necrosis factor-

alpha) yang memicu resistensi insulin sehingga kadar glukosa darah meningkat.

Orang gemuk dengan BMI di atas 25, tiap peningkatan BMI 1 angka mempunyai

kecenderungan menjadi kencing manis sebesar 25%. Dengan bertambahnya ukuran

lingkaran perut dan panggul, terutama pada obesitas tipe sentral atau android, dapat

menimbulkan resistensi insulin. Sebanyak 90% penderita diabetes tipe.

2. Hipertensi.

Lebih dari 75% kasus hipertensi berhubungan langsung dengan obesitas. Hipertensi

terjadi karena peningkatan plasma darah pada orang yang obesitas meningkat

sebanyak 10-20% dan penyumbatan oleh lemak sehingga jantung memompa darah

dengan cepat sehingga terjadi hipertensi. Tekanan darah tinggi atau di atas 140/90

mm Hg, terdapat pada lebih dari sepertiga orang obesitas.

3. Penyakit Jantung Koroner

Obesitas dapat menyebabkan penyakit jantung koroner melalui berbagai cara, yaitu

dengan cara perubahan lipid darah, yaitu peninggian kadar kolesterol darah, kadar

LDL-kolesterol meningkat (kolesterol jahat, yaitu zat yang mempercepat penimbunan

kolesterol pada dinding pembuluh darah), penurunan kadar HDL-kolesterol

(kolesterol baik, yaitu zat yang mencegah terjadinya penimbunan kolesterol pada

dinding pembuluh darah) dan hipertensi.

Page 28: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2

19

4. Stroke

Seiring dengan meningkatnya tekanan darah, gula dan lemak darah, maka orang

obesitas sangat mudah terserang stroke. Ini dikarenakan adanya sumbatan pada

pembuluh darah yang disebabkan oleh lemak yang mengendap di pembuluh darah

sehingga menyebabkan hipertensi yang kalau lama dibiarkan akan mengakibatkan

kerusakan pembuluh darah dan menjadi pendarahan.

Diagnosa dan Pemeriksaan Penunjang

Terhadap individu yang dicurigai mengalami Sindrom Metabolik hendaklah

dilakukan evaluasi klinis, yang meliputi : 11-12)

a. Anamnesis, tentang :

Riwayat keluarga dan penyakit sebelumnya.

Riwayat adanya perubahan berat badan.

Aktifitas fisik sehari-hari.

Asupan makanan sehari-hari

b. Pemeriksaan fisik, meliputi :

Pengukuran tinggi badan, berat badan dan tekanan darah

Pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) , menggunakan  rumus :                          Berat badan (kg)

Tinggi badan (m)2

Pengukuran lingkaran pinggang merupakan prediktor yang lebih baik

terhadap risiko kardiovaskular daripada pengukuran waist-to-hip ratio.

c. Pemeriksaan laboratorium, meliputi :

Kadar glukosa plasma dan profil lipid puasa.

Pemeriksaan klem euglikemik atau HOMA (homeostasis model

assessment) untuk menilai resistensi insulin secara akurat biasanya hanya

dilakukan dalam penelitian  dan tidak praktis diterapkan  dalam penilaian

klinis.

Page 29: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2

Highly sensitive C-reactive protein

Kadar asam urat dan tes faal hati dapat menilai adanya NASH.

20

USG abdomen diperlukan untuk mendiagnosis adanya fatty liver karena

kelainan ini dapat dijumpai walaupun tanpa adanya gangguan faal hati.

Penatalaksanaan

Saat ini belum ada studi acak terkontrol yang khusus tentang penatalaksanaan

Sindrom Metabolik. Berdasarkan studi klinis, penatalaksanaan agresif terhadap

komponen2 Sindrom Metabolik dapat mencegah atau memperlambat onset diabetes,

hipertensi dan penyakit kardiovaskular. Semua pasien yang didiagnosis dengan Sindrom

Metabolik hendaklah dimotivasi untuk merubah kebiasaan makan dan latihan fisiknya

sebagai pendekatan terapi utama. Penurunan berat badan dapat memperbaiki semua aspek

Sindrom Metabolik, mengurangi semua penyebab dan mortalitas penyakit kardiovaskular.

Namun kebanyakan pasien  mengalami kesulitan dalam mencapai penurunan berat badan.

Latihan fisik dan perubahan pola makan  dapat menurunkan tekanan darah dan

memperbaiki kadar lipid, sehingga dapat memperbaiki resistensi insulin.

Terhadap pasien2 yang mempunyai faktor risiko dan tidak dapat ditatalaksana

hanya dengan perubahan gaya hidup, intervensi farmakologik diperlukan untuk

mengontrol tekanan darah dan dislipidemia. Penggunaan aspirin dan statin dapat

menurunkan kadar C-reactive protein dan memperbaiki profil lipid sehingga diharapkan

dapat menurunkan risiko penyakit kardiovaskular.  Intervensi farmakologik yang agresif

terhadap faktor2 risiko telah terbukti dapat mencegah penyulit kardiovaskular pada

penderita DM tipe 2

Sumber :

Page 30: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2

Editor sudoyo, bambang, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta

: Interna Publishing

21

Page 31: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2

Nama : Ilhami Muttaqin Tutor: Dr. dr. Tjahaja Haerani Saenong, Sp. ParK, MS

NIM : 2012730133

Hari/tanggal : Selasa, 18Maret 2014

Pertanyaan :

8. jelaskan Diferensial diagnosis mengenai Diabetes Melitus tipe 2

Definisi dan Tipe Diabetes

Semua sel dalam tubuh manusia membutuhkan gula agar dapat bekerja dengan normal. Gula dapat masuk ke dalam sel-sel tubuh dengan bantuan hormon insulin. Jika jumlah insulin dalam tubuh tidak cukup, atau jika sel-sel tubuh tidak memberikan respon terhadap insulin (resisten terhadap insulin), maka akan terjadi penumpukan gula di dalam darah. Hal inilah yang terjadi pada pasien diabetes melitus.

Diabetes mellitus, atau yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis, adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh:

ketidakmampuan organ pankreas untuk memproduksi hormon insulin dalam jumlah yang cukup, atau

tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang telah dihasilkan oleh pankreas secara efektif, atau

gabungan dari kedua hal tersebut.

Pada penderita diabetes melitus yang tidak terkontrol, akan terjadi peningkatan kadar glukosa (gula) darah yang disebut hiperglikemia. Hiperglikemia yang berlangsung dalam waktu lama akan menyebabkan kerusakan serius pada sistem tubuh kita, terutama pada saraf dan pembuluh darah. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mengontrol kadar glukosa dalam darah pasien diabetes mellitus.

Diabetes mellitus dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:

Diabetes melitus tipe 1, yakni diabetes mellitus yang disebabkan oleh kurangnya produksi insulin oleh pankreas.

Diabetes melitus tipe 2, yang disebabkan oleh resistensi insulin, sehingga penggunaan insulin oleh tubuh menjadi tidak efektif.

Diabetes gestasional, adalah hiperglikemia yang pertama kali ditemukan saat kehamilan.

22

Page 32: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2

Selain tipe-tipe diabetes melitus, terdapat pula keadaan yang disebut prediabetes. Kadar glukosa darah seorang pasien prediabetes akan lebih tinggi dari nilai normal, namun belum cukup tinggi untuk didiagnosis sebagai diabetes melitus. Yang termasuk dalam keadaan prediabetes adalah Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) dan Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT). Keadaan prediabetes ini akan meningkatkan risiko seseorang untuk menderita diabetes melitus tipe 2, penyakit jantung atau stroke.

Penyebab Diabetes MelitusDiabetes Tipe 1 dipercaya sebagai penyakit autoimun, di mana sistem imun tubuh sendiri secara spesifik menyerang dan merusak sel-sel penghasil insulin yang terdapat pada pankreas. Belum diketahui hal apa yang memicu terjadinya kejadian autoimun ini, namun bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa faktor genetik dan faktor lingkungan seperti infeksi virus tertentu berperan dalam prosesnya. Walaupun diabetes tipe 1 berhubungan dengan faktor genetik, namun faktor genetik lebih banyak berperan pada kejadian diabetes tipe 2.

Diabetes tipe 2 diduga disebabkan oleh kombinasi faktor genetik dan lingkungan. Banyak pasien diabetes tipe 2 memiliki anggota keluarga yang juga menderita diabetes tipe 2 atau masalah kesehatan lain yang berhubungan dengan diabetes, misalnya kolesterol darah yang tinggi, tekanan darah tinggi (hipertensi) atau obesitas. Keturunan ras Hispanik, Afrika dan Asia memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk menderita diabetes tipe 2. Sedangkan faktor lingkungan yang mempengaruhi risiko menderita diabetes tipe 2 adalah makanan dan aktivitas fisik kita sehari-hari.

Berikut ini adalah faktor-faktor risiko mayor seseorang untuk menderita diabetes tipe 2.

Riwayat keluarga inti menderita diabetes tipe 2 (orang tua atau kakak atau adik) Tekanan darah tinggi (>140/90 mm Hg) Dislipidemia: kadar trigliserida (lemak) dalam darah yang tinggi (>150mg/dl) atau

kadar kolesterol HDL <40mg/dl Riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Glukosa Darah Puasa Terganggu

(GDPT) Riwayat menderita diabetes gestasional atau riwayat melahirkan bayi dengan berat

lahir lebih dari 4.500 gram Makanan tinggi lemak, tinggi kalori Gaya hidup tidak aktif (sedentary) Obesitas atau berat badan berlebih (berat badan 120% dari berat badan ideal) Usia tua, di mana risiko mulai meningkat secara signifikan pada usia 45 tahun Riwayat menderita polycystic ovarian syndrome, di mana terjadi juga resistensi

insulin

Diabetes gestasional disebabkan oleh perubahan hormonal yang terjadi selama kehamilan. Peningkatan kadar beberapa hormon yang dihasilkan plasenta membuat sel-sel tubuh menjadi kurang responsif terhadap insulin (resistensi insulin). Karena plasenta terus berkembang selama kehamilan, produksi hormonnya juga semakin banyak dan memperberat resistensi insulin yang telah terjadi.

23

Page 33: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2

Biasanya, pankreas pada ibu hamil dapat menghasilkan insulin yang lebih banyak (sampai 3x jumlah normal) untuk mengatasi resistensi insulin yang terjadi. Namun, jika jumlah insulin yang dihasilkan tetap tidak cukup, kadar glukosa darah akan meningkat dan menyebabkan diabetes gestasional. Kebanyakan wanita yang menderita diabetes gestasional akan memiliki kadar gula darah normal setelah melahirkan bayinya. Namun, mereka memiliki risiko yang lebih tinggi untuk menderita diabetes gestasional pada saat kehamilan berikutnya dan untuk menderita diabetes tipe 2 di kemudian hari.

Gejala Diabetes Melitus     

Pada awalnya, pasien sering kali tidak menyadari bahwa dirinya mengidap diabetes melitus, bahkan sampai bertahun-tahun kemudian. Namun, harus dicurigai adanya DM jika seseorang mengalami keluhan klasik DM berupa:

poliuria (banyak berkemih) polidipsia (rasa haus sehingga jadi banyak minum) polifagia (banyak makan karena perasaan lapar terus-menerus) penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya

Jika keluhan di atas dialami oleh seseorang, untuk memperkuat diagnosis dapat diperiksa keluhan tambahan DM berupa:

lemas, mudah lelah, kesemutan, gatal penglihatan kabur penyembuhan luka yang buruk disfungsi ereksi pada pasien pria gatal pada kelamin pasien wanita

Diagnosis Diabetes MelitusDiagnosis DM tidak boleh didasarkan atas ditemukannya glukosa pada urin saja. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan kadar glukosa darah dari pembuluh darah vena. Sedangkan untuk melihat dan mengontrol hasil terapi dapat dilakukan dengan memeriksa kadar glukosa darah kapiler dengan glukometer.

Seseorang didiagnosis menderita DM jika ia mengalami satu atau lebih kriteria di bawah ini:

Mengalami gejala klasik DM dan kadar glukosa plasma sewaktu  ≥200 mg/dL Mengalami gejala klasik DM dan kadar glukosa plasma puasa  ≥126 mg/dL Kadar gula plasma 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) ≥200 mg/dL Pemeriksaan HbA1C ≥ 6.5%

Keterangan:

Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir pasien.

Puasa artinya pasien tidak mendapat kalori tambahan minimal selama 8 jam.24

Page 34: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2

TTGO adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan memberikan larutan glukosa khusus untuk diminum. Sebelum meminum larutan tersebut akan dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah, lalu akan diperiksa kembali 1 jam dan 2 jam setelah meminum larutan tersebut. Pemeriksaan ini sudah jarang dipraktekkan.

Jika kadar glukosa darah seseorang lebih tinggi dari nilai normal tetapi tidak masuk ke dalam kriteria DM, maka dia termasuk dalam kategori prediabetes. Yang termasuk ke dalamnya adalah

Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT), yang ditegakkan bila hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dL dan  kadar glukosa plasma 2 jam setelah meminum larutan glukosa TTGO < 140 mg/dL

Toleransi Glukosa Terganggu (TGT), yang ditegakkan bila kadar glukosa plasma 2 jam setelah meminum larutan glukosa TTGO antara 140 – 199 mg/dL

Tabel kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM:

Bukan DM Belum Pasti DM DMKadar glukosa darah sewaktu (mg/dL)

Plasma vena <100 100-199 ≥200Darah kapiler <90 90-199 ≥200

Kadar glukosa darah puasa (mg/dL)

Plasma vena <100 100-125 ≥126Darah kapiler <90 90-99 ≥100

Sumber: Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia – PERKENI tahun 2011

Komplikasi Diabetes Melitus      Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada pasien diabetes melitus akan menyebabkan berbagai komplikasi, baik yang bersifat akut maupun yang kronik. Oleh karena itu, sangatlah penting bagi para pasien untuk memantau kadar glukosa darahnya secara rutin.

Komplikasi akut

Keadaan yang termasuk dalam komplikasi akut DM adalah ketoasidosis diabetik (KAD) dan Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH). Pada dua keadaan ini kadar glukosa darah sangat tinggi (pada KAD 300-600 mg/dL, pada SHH 600-1200 mg/dL), dan pasien biasanya tidak sadarkan diri. Karena angka kematiannya tinggi, pasien harus segera dibawa ke rumah sakit untuk penanganan yang memadai.

Keadaan hipoglikemia juga termasuk dalam komplikasi akut DM, di mana terjadi penurunan kadar glukosa darah sampai < 60 mg/dL. Pasien DM yang tidak sadarkan diri harus dipikirkan mengalami keadaan hipoglikemia. Hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya hipoglikemia misalnya pasien meminum obat terlalu banyak (paling sering golongan sulfonilurea) atau menyuntik insulin terlalu banyak, atau pasien tidak makan setelah minum obat atau menyuntik insulin.

25

Page 35: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2

Gejala hipoglikemia antara lain banyak berkeringat, berdebar-debar, gemetar, rasa lapar, pusing, gelisah, dan jika berat, dapat hilang kesadaran sampai koma. Jika pasien sadar, dapat segera diberikan minuman manis yang mengandung glukosa. Jika keadaan pasien tidak membaik atau pasien tidak sadarkan diri harus segera dibawa ke rumah sakit untuk penanganan dan pemantauan selanjutnya.

Komplikasi kronik

Penyakit diabetes melitus yang tidak terkontrol dalam waktu lama akan menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah dan saraf. Pembuluh darah yang dapat mengalami kerusakan dibagi menjadi dua jenis, yakni pembuluh darah besar dan kecil.

Yang termasuk dalam pembuluh darah besar antara lain:

Pembuluh darah jantung, yang jika rusak akan menyebabkan penyakit jantung koroner dan serangan jantung mendadak

Pembuluh darah tepi, terutama pada tungkai, yang jika rusak akan menyebabkan luka iskemik pada kaki

Pembuluh darah otak, yang jika rusak akan dapat menyebabkan stroke

Kerusakan pembuluh darah kecil (mikroangiopati) misalnya mengenai pembuluh darah retina dan dapat menyebabkan kebutaan. Selain itu, dapat terjadi kerusakan pada pembuluh darah ginjal yang akan menyebabkan nefropati diabetikum.

Saraf yang paling sering rusak adalah saraf perifer, yang menyebabkan perasaan kebas atau baal pada ujung-ujung jari. Karena rasa kebas, terutama pada kakinya, maka pasien DM sering kali tidak menyadari adanya luka pada kaki, sehingga meningkatkan risiko menjadi luka yang lebih dalam (ulkus kaki) dan perlunya melakukan tindakan amputasi. Selain kebas, pasien mungkin juga mengalami kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, lebih terasa sakit di malam hari serta kelemahan pada tangan dan kaki. Pada pasien yang mengalami kerusakan saraf perifer, maka harus diajarkan mengenai perawatan kaki yang memadai sehingga mengurangi risiko luka dan amputasi.

Pencegahan Diabetes Melitus      Pencegahan penyakit diabetes melitus tipe 2 terutama ditujukan kepada orang-orang yang memiliki risiko untuk menderita DM tipe 2. Tujuannya adalah untuk memperlambat timbulnya DM tipe 2, menjaga fungsi sel penghasil insulin di pankreas, dan mencegah atau memperlambat munculnya gangguan pada jantung dan pembuluh darah. Faktor risiko DM tipe 2 dibedakan menjadi faktor yang dapat dimodifikasi dan faktor yang tidak dapat dimodifikasi. Usaha pencegahan dilakukan dengan mengurangi risiko yang dapat dimodifikasi.

26

Page 36: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2

Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi contohnya ras dan etnik, riwayat anggota keluarga menderita DM, usia >45 tahun, riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi>4000 gram atau riwayat pernah menderita DM gestasional (DMG), dan riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg.

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi contohnya berat badan berlebih, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi (> 140/90 mmHg), gangguan profil lipid dalam darah (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL, dan diet tak sehat tinggi gula dan rendah serat. Pencegahan DM juga harus dilakukan oleh pasien-pasien prediabetes yakni mereka yang mengalami intoleransi glukosa (GDPP dan TGT) dan berisiko tinggi mederita DM tipe 2.

Pencegahan DM tipe 2 pada orang-orang yang berisiko pada prinsipnya adalah dengan mengubah gaya hidup yang meliputi olah raga, penurunan berat badan, dan pengaturan pola makan. Berdasarkan analisis terhadap sekelompok orang dengan perubahan gaya hidup intensif, pencegahan diabetes paling berhubungan dengan penurunan berat badan. Menurut penelitian, penurunan berat badan 5-10% dapat mencegah atau memperlambat munculnya DM tipe 2. Dianjurkan pula melakukan pola makan yang sehat, yakni terdiri dari karbohidrat kompleks, mengandung sedikit lemak jenuh dan tinggi serat larut. Asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat badan ideal.

Akitivitas fisik harus ditingkatkan dengan berolah raga rutin, minimal 150 menit perminggu, dibagi 3-4 kali seminggu. Olah raga dapat memperbaiki resistensi insulin yang terjadi pada pasien prediabetes, meningkatkan kadar HDL (kolesterol baik), dan membantu mencapai berat badan ideal. Selain olah raga, dianjurkan juga lebih aktif saat beraktivitas sehari-hari, misalnya dengan memilih menggunakan tangga dari pada elevator, berjalan kaki ke pasar daripada menggunakan mobil, dll.

Merokok, walaupun tidak secara langsung menimbulkan intoleransi glukosa, dapat memperberat komplikasi kardiovaskular dari intoleransi glukosa dan DM tipe 2. Oleh karena itu, pasien juga dianjurkan berhenti merokok

Tatalaksana Pasien Diabetes      Tujuan tatalaksana pasien diabetes melitus tipe 2 adalah menurunkan kadar glukosa darah menjadi normal atau mendekati normal, sehingga mencegah terjadinya komplikasi pada pasien tersebut. Pada pasien DM tipe 2, tatalaksana diawali dengan mengubah gaya hidup yakni melakukan pola makan sehat dan meningkatkan aktivitas fisik sehingga tercapai berat badan ideal. Jika dalam 2-4 minggu kadar glukosa darah tetap tidak mencapai target, maka harus diberikan satu macam obat hipoglikemik oral (OHO) untuk membantu menurunkan kadar glukosa darah. Jika kadar glukosa darah tetap belum mencapai sasaran, maka dapat ditambahkan satu macam OHO lagi atau ditambahkan suntikan insulin.

27

Page 37: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2

Diabetes melitus memang tidak dapat disembuhkan, tapi masih bisa dikontrol.

Pada pasien diabetik, diet merupakan aspek penting untuk mengontrol peningkatan kadar glukosa darah. Asosiasi Diabetes Amerika (The American Diabetes Association (ADA)) menganjurkan diet seimbang dan bernutrisi yang rendah lemak, kolesterol serta gula sederhana. Saat ini ADA bahkan telah melarang konsumsi gula sederhana kecuali dalam jumlah kecil dan dikonsumsi bersama dengan makanan kompleks. Penurunan berat badan dan olah raga sangatlah penting karena akan meningkatkan sensitivitas tubuh terhadap insulin, sehingga membantu mengontrol peningkatan kadar glukosa darah. Olah raga yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang dianjurkan dilakukan secara teratur selama 30 menit, 3-4 kali seminggu. Selain itu aktivitas sehari-hari dapat tetap dilakukan seperti berkebun, membersihkan rumah, berjalan ke pasar dan naik turun tangga. Yang harus diperhatikan di sini, untuk pasien DM tipe 2 yang sudah memiliki komplikasi pada mata atau kaki harus dilakukan penyesuaian pada aktivitas fisiknya.

Pasien DM tipe 2 yang merokok akan meningkatkan risiko terjadinya komplikasi diabetes yaitu penyakit jantung koroner, stroke dan gangguan sirkulasi darah pada anggota gerak.

Hal ini terjadi karena rokok merusak struktur pembuluh darah. Oleh karena itu pasien DM sangat dianjurkan untuk berhenti merokok.

Pasien DM dianjurkan untuk berkonsultasi secara rutin ke dokter untuk mengontrol hasil pengobatan. Jika kadar glukosa darah belum mencapai angka yang diharapkan, maka dokter akan menyesuaikan dosis obat atau insulin yang diberikan. Selain itu, pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri oleh pasien dengan menggunakan glukometer. Pasien dapat mencatat hasil pemeriksaannya dan memberikannya kepada dokter saat berkonsultasi. Jika kadar glukosa darah sudah menjadi atau mendekati nilai normal dengan meminum obat atau insulin, pasien harus tetap meminum OHO atau memakai insulin sesuai dosis yang telah diberikan oleh dokter dan kembali berkonsultasi sesuai jadwal yang telah ditentukan.

Sumber :

Price, Sylvia Anderson. (2003). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta: Penerbit Interna Publishing

www.diabetesmelitus.org

28

Page 38: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2

Nama : Syarifah Zahrotulhaj Tutor : : Dr. dr. Tjahaja Haerani Saenong, Sp. ParK, MS

Nim : 2012730157

Hari/tanggal : Selasa, 18Maret 2014

Pertanyaan :

Jelaskan mengenai Differential Diagnosis Sindrom Cushing !

Definisi

Sindrom Cushing adalah gangguan hormonal yang disebakan kortisol plasma berlebihan

dalam tubuh ( hiperkortosolisme) , baik oleh pemberian glukokortikoid jangka panjang dalam

dosis farmakologik (iatrogen) atau oleh sekresi kortisol yang berlebihan akibat gangguan aksis

hipotalamus-hipofisis-adrenal (spontan) .

Etiologi

a. Pemberian steroid eksogen

- Pemberian steroid eksogen dapat menyebabkan terjadinya sindrom cushing

- Gejala kelebihan glukokortikoid umumnya terjadi dengan pemberian steroid

oral , namun kadang-kadang suntikan steroid ke dalam sendi dan penggunaan

inhaler steroid juga dapat menyebabkan sindrom cushing

- Pasien yang sedang mendapat terapi steroid dapat mengalami sindrom cushing

dengan gangguan yang mencakup berbagai penyakit rematologi , paru , saraf dan

nefrologi

- Pasien yang telah mengalami transplantasi organ juga beresiko terkena sindrom

cushing karena steroid eksogen diperlukan sebagai bagian dari rejimen obat

antipenolakan

29

Page 39: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2

b. Over produksi glukokortikoid endogen

- Adenoma penghasil ACTH hipofisis

~ Adenoma hipofisis yang mensekresi ACTH berasal dari corticotrophs di

hipofisis anterior

~ACTH yang disekresi oleh corticotrophs dilepaskan ke dalam sirkulasi dan

bekerja pada korteks adrenal untuk menghasilkan hiperplasia dan merangsang

sekresi steroid adrenal

~Adenoma yang besar dapat menyebabkan hilangnya produksi hormon lainnya

dari hipofisis anterior (TSH , FSH , LH , hormon pertumbuhan , dan prolaktin )

dan hormon vasopresin di hipofisis posterior

- Adrenal lesi primer

~Overproduksi glukokortikoid dapat disebabkan adanya adenoma adrenal ,

karsinoma adrenal , makronodular atau hiperplasia adrenal micronodular . Para

zona fasciculata dan reticularis zona lapisan korteks adrenal biasanya

menghasilkan glukokortikoid dan androgen .

~Kompleks Carney adalah bentuk familial micronodular hiperplasia kelenjar

adrenal . Ini merupakan gangguan dominan autosomal dan ACTH yang

menyebabkan sindrom cushing independen . Hiperpigmentasi merupakan salah

satu ciri gangguan tersebut

c. Ektopik ACTH kadang-kadang disekresi oleh sel oat atau small-cell lung tumors atau

oleh tumor karsinoid

Patofisiologi

Sindrom Cushing dapat disebabkan beberapa mekanisme , yang mencakup tumor

kelenjar hipofisis yang menghasilkan ACTH dan menstimulasi korteks adrenal untuk

meningkatkan sekresi hormonnya meskipun hormon tersebut telah diproduksi dengan jumlah

yang adekuat . Hiperplasia primer kelenjar adrenal dalam keadaan tanpa adanya tumor hipofisis

jarang terjadi , Pemberian kortikosteroid atau ACTH dapat pula menimbulkan sindrom cushing .

Page 40: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2

30

Penyebab lain sindrom cushing yang jarang timbul adalah produksi ektopik ACTH oleh

malignitas ; karsinoma bronkogenik merupakan tipe malignitas yang paling sering ditemukan .

Tanpa tergantung dari penyababnya , mekanisme umpan balik normal untuk mengendalikan

fungsi korteks adrenal menjadi tidak efektif atau pola sekresi diurnal kortisol yang normal akan

menghilang .Tanda dan gejala Sindrom Cushing terutama terjadi sebagai akibat dari sekresi

glukokortikoid dan adrogen (hormon seks) yang berlebihan , meskipun sekresi mineralkortikoid

juga dapat terpengaruh .

Manifestasi Klinis

Kortikosteroid berubah-ubah banyaknya dan didistribusikan ke lemak tubuh . Lemak

tubuh terbentuk melalui torso dan kemungkinan nyatanya sekali diatas punggung . Seseorang

dengan sindrom cushing biasanya memiliki muka yang besar (moon face) . Tangan dan kakinya

ramping pada bagian batang menebal , Otot kehilangan kekuatannya , dan menjadi lemah . Kulit

menipis , mudah memar . Lapisan berwarna ungu yang terlihat seperti tanda kerutan bisa

terbentuk diatas perut dan mudah lelah . Kadar kortikosteroid tinggi setiap waktu meningkatkan

tekanan darah , melemahkan tulang (osteoporosis) dan mengurangi perlawanan terhadap infeksi .

Gambaran Klinis Syndrome Cushing pada orang dewasa berupa :

a. Obesitas tipe sentral

- Punuk kerbau (buffalo hump) pada bagian posterior leher serta daerah posterior

supraklavikuler

- badan yang besar

- Ekstremitas relatif kurus

- Kulit menjadi tipis , rapuh & mudah luka .

- Ekimosis (memar) akibat trauma ringan

- Striae

- Keluhan lemah dan mudah lelah (kelemahan otot)

- Insomnia (akibat perubahan sekresi di urnal kortisol)

Page 41: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2

- Osteoporosis

31

b. Gejala Hifosis

- nyeri punggung

c. Retensi Na dan Air (akibat peningkatan aktivitas mineralokortikoid) yang dapat

menimbulkan Hipertensi dan Gagal jantung kongestik

d. Moon face

e. Kulit tampak lebih berminyak

f. Tumbuh jerawat , oligomenore , amenore

g. Rentan terhadap infeksi

- Hiperglikemi/diabetes (penderita yang memiliki potensi , misalnya : faktor herediter)

h. BB naik

i. Luka-luka ringan yang sulit sembuh

j. Gejala memar

k. Iritabilitas , depresi , psikosis

Epidemiologi

Sindrom Cushing relatif langka dan paling sering terjadi pada usia 20 hingga 50 tahun .

Sindroma Cushing berupa sindroma ektopik ACTH lebih sering pada laki-laki dengan rasio 3:1 ,

pada insiden hiperplasia hipofisis adrenal adalah lebih besar pada wanita daripada laki-laki .

Klasifikasi

1. Depemdem ACTH , yang terdiri atas :

-Hiperfungsi korteks adrenal tumor

-Sindrom ACTH ektopik

Page 42: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2

32

2. Independen ACTH , yang terdiri atas :

-Hiperplasia korteks adrenal autonom

-Hiperfungsi korteks adrenal tumor (adenoma dan karsinoma)

Pemeriksaan Penunjang

1. Uji supresi deksametason

2. Pengambilan sample darah

Untuk menentukan adanya variasi diurnal yang normal pada kadar kortisol plasma

3. Pengumpulan urine 24 jam

Untuk memeriksa kadar 17-hiroksikorsteroid serta 17-ketostoroid yang merupakan metabolik kortisol dan androgen dalam urine .

4. Stimulasi CRF

Untuk membedakan tumor hipofisis dengan tempat-tempat tropi .

5. Pemeriksaan radioimmunoassay

Mengendalikan penyebab sindrom cushing

6. CT-Scan , USG atau MRI

Untuk menentukan lokasi jaringan adrenal dan mendeteksi tumor pada kelenjar adrenal .

Penatalaksanaan

a. Operasi pengangkatan tumor

Karena lebih banyak sindrom cushing yang disebabkan oleh tumor hipofisis dibanding

tumor korteks adrenal , maka penanganannya sering ditujukan kepada kelenjar hipofisis .

Sehingga terapi yang paling utama adalah operasi pengangkatan tumor melalui

hipofisektomi transfenoidalis .

Page 43: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2

33

b. Radiasi kelenjar hipofisis , untuk mengendalikan gejala

c. Adrenalektomi biasanya untuk hipertrofi adrenal primer

d. Preparat penyekat enzim adrenal ( metyrapon , aminogluthimide , mitotone ,

ketokonazol) untuk mengurangi hiperadrenalisme jika penyebabnya adalah tumor

e. Terapi penggantian temporer dengan hidrokortison selama beberapa bulan sampai

kelenjar adrenal mulai memperlihatkan respon yang normal .

Komplikasi

Jika tidak diobati , sindrom cushing menghasilkan morbiditas serius bahkan kematian .

Pasien mungkin menderita dari salah satu komplikasi hipertensi dan diabetes . Kerentanan

terhadap infkesi meningkat . Kompreasi patah tulang belakang osteoporosis dan nekrosis aseptik

kepala femoral dapat menyebabkan kecacatan . Nefrolisiasis dan psikosis dapat juga

terjadi .Setelah adrenalektomi bilateral , seorang dengan adenoma hipofisis dapat memperbesar

progresifitas , menyebabkan kerusakan lokal (misalnya ,penurunan bidang visual) dan

hiperpigmentasi atau sindrom nelson .

Prognosis

Adenoma adrenal yang berhasil diobati dengan pembedahan mempunyai prognosis baik

dan tidak mungkin kambuh lagi . Progonosis bergantung pada efek jangka lama dari kelebihan

kortisol sebelum pengobatan , terutama aterosklerosis dan osteoporosis .

Daftar pustaka

Sylvia A.Price. Patofisiologi Volume 2

Page 44: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2

Editor sudoyo, bambang, dkk . Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta :

Interna Publishing

35

Page 45: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2

Referensi :

Editor sudoyo, bambang, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta

: Interna Publishing

NHS Centre for Reviews and Dissemination. University of York. Prevention and treatment of

obesity. Eff Health Care 1997;3:1–12

http://emedicine.medscape.com/article/123702-overview

Sudoyo, Aru W (dkk). 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI jilid III. ED V. Jakarta: InternaPublishing.

http://www.bimbingan.org/menghitung-status-gizi-menurut-who.htm

Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi 5 jilid III

Patofisiologi jilid 2 sylvia price

http://www.cara-tips.com/resiko-kesehatan-yang-berhubungan-dengan-obesitas.htm

Murray, K Robbert. 2009. Biokomia Harver Edisi 27. Jakarta : EGC

Editor sudoyo, bambang, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta

: Interna Publishing

Price, Sylvia Anderson. (2003). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta: Penerbit Interna Publishing

www.diabetesmelitus.org

36

Page 46: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2
Page 47: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2
Page 48: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2
Page 49: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2
Page 50: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2
Page 51: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2
Page 52: Laporan Pbl Modul 3 Kel.2