makalah farmakotrapi vet kel. 4

24
MAKALAH FARMAKOTERAPI “ CYSTIC CALCULI “ Kelompok 4 : Abdul Mufid (125130107111044) Fitratul Hayana (125130101111055) Aditya Setiawan (125130105111002) Vindy Rahmatika (125130101111056) Yohana Leuricha (125130101111071) Christina Sely F. (125130101111072) Nanda Ayu C (125130101111057) Ismi Nurjannah (125130101111058) Annisa Nurbani I (125130101111066) Dita Wahyuning Tyas (125130101111028) Program Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya Malang 2014 BAB I

Upload: nanda-ayu-cindy-kashiwabara

Post on 23-Dec-2015

18 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Farmakoterapi Veterinary UB

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Farmakotrapi Vet Kel. 4

MAKALAH FARMAKOTERAPI

“ CYSTIC CALCULI “

Kelompok 4 :

Abdul Mufid (125130107111044)

Fitratul Hayana (125130101111055)

Aditya Setiawan (125130105111002)

Vindy Rahmatika (125130101111056)

Yohana Leuricha (125130101111071)

Christina Sely F. (125130101111072)

Nanda Ayu C (125130101111057)

Ismi Nurjannah (125130101111058)

Annisa Nurbani I (125130101111066)

Dita Wahyuning Tyas (125130101111028)

Program Kedokteran Hewan

Universitas Brawijaya

Malang

2014

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Page 2: Makalah Farmakotrapi Vet Kel. 4

Ginjal adalah organ yang terdapat pada daerah lumbal dan termasuk ke dalam bagian dari sistem urinari . Fungsi dari ginjal adalah mem-filter darah, mengekskresikan urin dan mengatur konsentrasi hidrogen, sodium, potasium, fosfat dan ion-ion lain yang terdapat di dalam cairan ekstrasel.

Sistem urinari adalah sistem organ dalam tubuh yang terdiri dari ginjal, vesica urinaria, ureter dan urethra. Organ-organ tersebut berperan dalam produksi dan ekskresi urin. Organ utama dari sistem ini adalah ginjal yang memfiltrasi darah dan memproduksi urin sedangkan organ lainnya hanyalah struktur tambahan untuk menyimpan dan mengalirkan urin. Sistem urinari memiliki tiga fungsi yaitu: metabolisme, hormonal dan ekskresi. Sistem urinari bertanggung jawab dalam filtrasi kotoran dalam darah dan dalam produksi maupun sekresi urin.

Pada sistem urinari, ginjal memiliki peranan yang sangat penting karena ia memiliki dua fungsi utama, yaitu filtrasi dan reabsorpsi. Selain itu, ginjal juga memiliki peranan penting dalam sistem sirkulasi darah. Ginjal turut berperan dalam proses pembentukan sel darah merah dan menjaga tekanan darah. Sama halnya pada manusia, hewan pun dapat mengalami gangguan pada sistem urinarinya. Gangguan tersebut dapat terjadi pada sistem urinari bagian bawah, bagian atas, maupun keduanya. Gangguan yang diderita baik oleh manusia maupun hewan, pada akhirnya dapat menyebabkan individu tersebut mengalami gagal ginjal, yaitu suatu keadaan tidak berfungsinya ginjal dengan baik, dan kondisi tersebut dapat menyebabkan kematian pada individu penderitanya. Terdapat beberapa kendala dalam mendiagnosis gangguan sistem urinari pada hewan, antara lain: (1) hewan tidak dapat memberitahukan secara langsung apa keluhan yang dideritanya, dan (2) beberapa pemeriksaan yang dilakukan memerlukan biaya yang cukup besar sedangkan tidak semua pemilik hewan bersedia mengeluarkan dana yang cukup besar untuk pemeriksaan tersebut.

Cystic calculi merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya calculi atau bentukan Kristal pada vesica urinaria. Cystic calculi dapat menyebabkan terjadinya hematuria dan disuria. Hematuria terjadi karena iritasi yang disebabkan oleh bentukan kristal pada lapisan halus vesica urinaria. Hal ini menyebabkan peradangan dan kemudian pendarahan dari permukaan. Infeksi bakteri juga dapat memperparah terjadinya hematuria. Disuria dapat terjadi karena peradangan dan iritasi pada dinding vesica urinariayang kemudian membuat sulitnya urinasi. Disuria juga dapat hasil dari penyumbatan oleh urolith. Cystic calculi sering dihubungkan dengan keadaan urolithiasis yang juga menjadi diagnose banding dari penyakit ini. Urolithiasis adalah penyakit yang disebabkan adanya urolit (batu) atau calculi atau kristal yang berlebihan dalam saluran urinaria. Sama seperti batu manusia batu kristal ini bisa berada dimanapun dalam saluran urinasi di anjing, meliputi ginjal, uretra, atau bisa ditemukan di kandung kemih. Urolit memiliki ukuran yang bermacam macam, mulai dari partikel seperti pasir sampai berukuran lebih besar yang terlihat bila dilakukan radiografi. Urolit ini merupakan perwujudan polycrystalline yang terdiri dari satu atau lebih mineral.

1.2 Tujuan

1. Untuk menentukan diagnosa cystic calculi pada anjing2. Untuk menentukan tujuan terapi yang di lakukan pada cystic calculi

Page 3: Makalah Farmakotrapi Vet Kel. 4

3. Untuk menentukan terapi yang diberikan pada anjing yang terkena cystic calculi

1.3 Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara menentukan diagnosa cystic calculi pada anjing ?2. Bagaimana cara menentukan tujuan terapi yang di lakukan pada cystic calculi ?3. Bagaimana cara menentukan terapi yang diberikan pada anjing yang terkena cystic

calculi?

BAB II

PEMBAHASAN

Diagnosis

Page 4: Makalah Farmakotrapi Vet Kel. 4

Cystic calculi dapat didefinisikan sebagai keadaan dimana terdapat mineralisasi makroskopik, urolit, didalam sistem urinary yaitu pada vesica urinaria penyakit ini lebih banyak terjadi pada hewan jantan daripada betina. Hal ini dikarenakan perbedaan anatomi uretra pada hewan jantan dan betina. Hewan jantan akan mudah mengalami urethral plugs yang akan berakibat pada terjadinya obstruksi uretra. Uretra yang lebih pendek dan lebar pada hewan betina akan membuatnya lebih mudah untuk membuang batu kecil yang pada hewan jantan akan sangat mudah terperangkap. Saat urin mengalami tigkat kejenuhan yang tinggi yang disertai dengan kelarutan garam, garam tersebut mengalami presipitasi dan membentuk kristal (crystalluria). Analisis urin dan pemeriksaan sampel untuk batu atau kristal Diagnosis cystic calculi dibuat berdasar hasil anamnesa (riwayat kasus), dan melalui pemeriksaan untuk kristal atau urolit yang berukuran besar kadang-kadang dapat diraba (terasa) melalui dinding perut. Kebanyakan, tetapi tidak semua, batu kandung kemih dapat divisualisasikan dengan x-ray (radiografi). Selain itu juga dapat dilakukan USG scan.

Tujuan terapi

Tujuan dari terapi adalah untuk menghilangkan rasa sakit akibat dari adanya cystic calculi, mengeluarkan urolit dari vesica urinaria dan mencegah terbentuknya kembali urolit.

Penentuan terapi

a. AdviceTindakan yang dianjurkan untuk urolithiasis adalah memberi minum secara ad libitum,

melakukan diet rendah protein dan melakukan exercise secara rutin.

b. Terapi non drug

Untuk terapi non drug dilakukan cateterisasi. Teknik ini memiliki tingkat keberhasilan sebanyak 90-95% dalam meretropulsi calculus uretra menuju bladder. Dalam langkah tindakan yang dilakukan pertama diampurkan 45cc saline steril dan 15cc surgilube atau jelly kedalam syringe 60cc dan pasang syringe tersebut dengan cateter urin polyathylene yang mempunyai densitas tinggi yang akan melewati os penis. Selanjutnya dilakukan anastesi pada hewan kemudian masukkan kateter yang telah dilumasi kedalam saluran urin sampai calculus. Letakkan kassa spons kering untuk menekan sekitar ujung penis dan tutup daerah penis sekitar cateter dengan bantuan jari. Gunakan aksi maju dan mundur pada cateter untuk menyuntikkan saline/campuran lubricant pada tekanan ekstrem. Dilanjutkan hingga urin keluar dari kateter dan sumbatan keluar. Urin yang keluar ditampung dalam wadah. Jika ukuran dari urolit besar maka dapat dilihat pada urin yang keluar terdapat bentukan seperti kristal yang padat. Sebelum dilakukan tindakan kateterisasi, Calculus dan uretra dilubrikasi dengan saline/ campuran lubricant ketika viskositas campuran (KY jelly dan saline) mendorong calculus ke bladder. Jika teknik tersebut mengalami kegagalan, maka letakkan jari pada rectum, lakukan perabaan pada uretra dan tutup lumen; ulangi cara diatas dan ketika tekanan maksimum mendesak uretra oleh saline/ campuran lubricant, oklusi uretra karena calculus akan lepas dan terjadi flush yang langsung menuju bladder

Page 5: Makalah Farmakotrapi Vet Kel. 4

Secara umum, teknik ini dapat dilakukan untuk menangani kasus cystic calculi. Dan tidak bergantung pada jumlah calculus serta lokasi dari calculus sehingga tindakan kateterisasi merupakan salah satu tindakan yang efektif dalam penanganan cystic calculi.

c. Terapi penggunaan drugs

Penentuan golongan obat

Penentuan P-drug golongan obat : analgesik

No

Golongan obat

Efficacy Safety suitability cost

1 NSAID (non steroidal analgesic antiimflamatory drugs)

Farmakokinetik :

Farmakodinamik : Hambatan terhadap biosintesis prostaglandin (PG) merupakan dasar utama mekanisme penghambatan proses inflamasi, dan terutama dicapai melalui hambatan jalur enzim siklooksigenase (COX). Hambatan selektif terhadap COX-2 akan menghasilkan efek menghilangnya rasa nyeri atau inflamasi tanpa menyebabkan efek samping akibat hambatan COX-1 seperti ulkus peptikum, disfungsi trombosit dan kerusakan ginjal

NSAID menghambat COX-1 sehingga produksi TXA2 menurun dan juga menghambat COX-2 yang memproduksi

Efek samping /toksisitas

Tidak menyebabkan gangguan atupun pada kerusakan saluran gastrointestinal jika dosis yang digunakan sesuai.

Jika dosis yang digunakan tidak sesuai atau berlebihan maka akan berpotensi menimbulkan efeksamping pada lambung Beratnya efek samping ini berbeda pada masing-masing obat. Dua meka-nisme terjadinya iritasi lambung ialah: (1) iritasi yang bersifat lokal yang menimbulkan difusi kembali asam lambung ke mukosa dan menyebabkan kerusakan jaringan; dan (2) iritasi atau

Obat ini cocok digunakan sabagai penghilang rasa sakit dan anti inflamasi secara umum.

Page 6: Makalah Farmakotrapi Vet Kel. 4

prostasiklin.COX-2 meningkat selama proses keradangan akut sebagai respon terhadap rangsangan sitokin dan mitogenik. Peningkatan ini terjadi baik di medula spinalis maupun korteks sehingga dapat meningkatkan sensitivitas terhadap nyeri, baik melalui mekanisme sentral maupun perifer. Penghambatan terhadap COX-2 menyebabkan reaksi tersebut tidak terjadi. Pemberian penghambat COX-2 tidak menekan produksi PGE2 di lambung dan mempengaruhi fungsi trombosit (yang spesifik untuk COX-1) sehingga tidak terjadi efek samping pada gastrointestinal dan terjadi perdarahan. Mekanisme kerja utama dari coxib (selektif COX-2 inhibitor) adalah menghambat biosintesis prostaglandin yang merupakan mediator inflmasi. NSAID menghambat kedua enzim COX- 1 dan COX-2. Secara

perdarahan lambung yang bersifat sistemik melalui hambatan biosintesis PGE2

dan PGI2. Efek samping

lain ialah gangguan fungsi trombosit akibat penghambatan biosintesis tromboksan A2

(TXA2) dengan akibat perpanjangan waktu perdarahan. Efek ini telah dimanfaatkan untuk terapi profilaksis tromboemboli

Efek penggunaan analgesik habitual terhadap bentuk gangguan ginjal lain belum jelas. Penggunaan AINS secara habitual perlu peringatan akan kemungkinan terjadinya gangguan ginjal.

Page 7: Makalah Farmakotrapi Vet Kel. 4

rasional diharapkan penghambatan aktivitas COX-2 akan mengurangi nyeri dan inflmasi dengan efek samping pada gastrointestinal yang minimal

Hambatan terhadap COX oleh NSAIDs dibedakan atas empat cara atas dasar farmakokinetikanya yaitu:

Kompetitif contohnya pada ibuprofen;

Ikatan lemah, tergantung waktu contohnya pada naproxen dan oxicam;

Ikatan kuat, tergantung waktu contohnya pada indo methacin

Kovalen contohnya pada aspirin

2 Analgesic narkotik

Farmakokinetik :

Mula kerja semua alkaloid opioid setelah suntiksn IV sangat cepat,sedangkan

Efek samping /toksisitas

Umumnya dapat memberikan sifat toksisitas berupa : Hipoventilasi,mual,

Indikasi :

Diresepkan untuk mengatasi nyeri yang sedang sampai

Page 8: Makalah Farmakotrapi Vet Kel. 4

setelah suntikan subkutan,absorpsi berbagai alkaloid opioid berbeda-beda.setelah pemberian dosis tunggal contohnya pada sebagian morfin mengalami konyugasi dengan asam glukoronat di hepar sebagian dkeluarkan dalam bentuk bebas dan 10% tidak diketahui nasipnya.ekrisi terutama melalui ginjal sebagian kecil ditemukan dalam ginjal dan keringat. Obat yang terkonjugasi ditemukan dalam empedu sebagian yang sangat kecil dikeluarkan bersama cairan lambug.

Farmakodinamik :

mekanisme kerja terhadap reseptor opioid khas di SSP, hingga persepsi nyeri dan respons emosional terhadap nyeri berubah (dikurangi). Minimal ada 4 jenis reseptor, pengikatan padanya menimbulkan analgesia. Tubuh dapat mensintesa zat-zat opioidnya

muntah,konstipasi,somnolen,konvusi,halusinasi,euphoria,tekanan darah menurun,pembentukan urin berkurang karena terjadi pelepasan ADH,suhu badan rendah.pada bayi mungkin timbul konvulsi.

berat. Diberikan untuk menghilangkan nyeri pasca bedah dan dapat diberikan secara kontinu melelui infus atau secara intermiten melalui suntikan dengan interfal teratur.pengobatan nyeri visceral dengan analgesic narkotik sangat efektif terutama nyeri terus menerus.Kontraindikasi : Depresi pernafasan,penyakit obstruksi jalan nafas,penyakit hati akut,ileus paralitik.

Page 9: Makalah Farmakotrapi Vet Kel. 4

sendiri, yakni zat-zat endorfin, yang juga bekerja melalui reseptor opioid tersebut. Endorfin. Dimana zat endorfin (“morfin endogen”) ini adalah kelompok polipeptida endogen yang terdapat di CCS dan dapat menimbulkan efek yang menyerupai efek morfin. Zat-zat ini dapat dibedakan antara β-endorfin, dynorfin, dan enkefalin, yang menduduki reseptor-reseptor berlainan. Secara kimiawi, zat-zat ini berkaitan dengan kortikotropin (ACTH), menstimulasi pelepasannya, juga dari somatotropin dan prolaktin. Sebaliknya, pelepasan LH dan FSH dihambat oleh zat ini. β-endorfin pada hewan berkhasiat menekan pernapasan, menurunkan suhu tubuh, dan menimbulkan ketagihan. Zat ini berdaya analgetis kuat, dalam arti tidak mengubah persepsi nyeri, melainkan memperbaiki

Page 10: Makalah Farmakotrapi Vet Kel. 4

penerimaannya. Rangsangan listrik dari bagian-bagian tertentu otak mengakibatkan peningkatan kadar endorfin dalam CCS

Kesimpulan P-Drugs golongan obat : analgesic

No Golongan obat

efficacy safety Suitability Cost

1 NSAID ++ ++ ++ ++2 Analgesik

narkotik+++ + + +

Golongan obat yang dipilih : NSAID

Penentuan P-Drugs jenis obat :

No Jenis obat Efficacy Safety Suitability Cost 1. Aspirin Farmakokinetik : Asam

salisilat adalah asam organik sederhana dengan pKa 3,0. Aspirin (asam asetilsalisilat: ASA) mempunyai pKa 3,5. Natrium salisilat dan aspirin sama-sama efektif sebagai obat anti-inflamasi, meskipun aspirin mungkin lebih efektif sebagai analgesik. Salisilat cepat diabsorpsi dari lambung dan usus halus bagian atas, menghasilkan kadar puncak dalam plasma dalam waktu 1-2 jam.

Efek samping : Meliputi iritasi dan ulkus gastrointestinal, retensi natrium,mempengaruhi fungsi reproduksi. terjadi hilangnya darah dari saluran cerna. pada bayi dapat terjadi kernikterus

Indikasi : Sakit kepala, pusing, sakit gigi,nyeri otot dan demam.

Kontra indikasi : Penderita tukak lambung dan peka terhadap derivat asam salisilat, penderita asma, dan alergi. penderita yang sedang terapi

RP. 6.500 ,-/strip

Page 11: Makalah Farmakotrapi Vet Kel. 4

Aspirin diabsorpsi begitu saja dan cepat dihidrolisis (waktu-paruh serum 15 menit) menjadi aam asetat dan salisilat oleh esterase dalam jaringan dan darah. Salisilat terikat pada albumin, tetapi ikatan dan metabolisme salisilat dapat menjadi jenuh sehingga fraksi yang tidak terikat meningkat seiring meningkatnya konsentrasi total. Di luar kandungan dalam tubuh total sebesar 600 mg, peningkatan dosis salisilat meningkatkan konsentrasi salisilat secara tidak proporsional. Seiring meningkatnya dosis aspirin, waktu-paruh eliminasi salisilat meningkat dari 3-5 jam (untuk dosis 600 mg/hari) menjadi 12-16 jam (dosis >3,6g/hari). Alkalinasi urine meningkat laju ekskresi salisilat bebas dan konjugatnya yang larut dalam air  

Farmakodinamik : Mekanisme Kerja

1. Efek Anti-inflamasi

Aspirin merupakan penghambat nonselektif untuk kedua isoform siklooksigenase (COX), tapi salisilat lebih efektif dalam menghambat kedua isoform tersebut. Salisilat nonterasetilasi dapat bekerja sebagai

yang berisiko retardasi mental.efek lain adalah gejala iritasi lambung seperti mual mutah,diare dan edema angioneurotik.

dengan antikoagulan, penderita hemofolia dan trombositopenia.

Sediaan obat dan dosis:

Sediaan obat berupa tablet

Satu tablet 300 mg aspirin per 20 lbs (9-10 kg) berat badan, maksimal lima tablet sehari.

Page 12: Makalah Farmakotrapi Vet Kel. 4

penangkap radikal oksigen. Aspirin secara ireversibel menghambat COX dan menghambat agrerasi trombosit, sementara salisilat nonterasetilasi tidak (Khatzung, 2007)

2. Efek Analgesik

Aspirin paling efektif meredakan nyeri dengan intensitas ringan sampai sedang melalui nefeknya pada peradangan dan karena aspirin kemungkinan menghambat rangsang nyeri pada lokasi subkortikal.

3. Efek Antipiretik

Efek antipiretik aspirin mungkin diperantarai baik oleh inhibasi COX di susunan saraf pusat maupun oleh inhibisi interleukin-1 (yang dilepaskan dari makrofag selama episode inflamasi).

4. Efek Antitrombosit

Aspirin secara ireversibel menghamabat COX trombosit sehingga efek antitrombosit aspirin bertahan selama 8-10 hari (sesuai masa hidup trombosit) 

Page 13: Makalah Farmakotrapi Vet Kel. 4

2. Paraceta

mol Farmakodinamik : Efek analgesik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat. Efek anti-inflamasinya sangat lemah, oleh karena itu parasetamol tidak digunakan sebagai antireumatik. Parasetamol merupakan penghambat biosintesis prostaglandin yang lemah. Efek iritasi erosi dan perdarahan lambung tidak terlihat pada obat ini, demikian juga gangguan pernafasan dan keseimbangan asam basa.

Farmakokinetik: Parasetamol diabsorpsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan masa paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar ke seluruh cairan tubuh. Dalam plasma 25% parasetamol terikat protein plasma. Obat ini dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Sebagian

Efek samping : Reaksi hiprsensitif dan dosis tinggi dapat merusak hati.:

Indikasi :Meringankan rasa sakit dan menurunkan suhu tubuh saat demam

Kontraindikasi : Penderita gangguan fungsi hati yang berat dan penderita hipersensitif terhadap obat ini

Sediaan dan dosis: Parasetamol tersedi sebagai obat tunggal, berbentuk tablet 500mg atau sirup yang mengandung 120mg/5ml. Selain itu Parasetamol terdapat sebagai sediaan kombinasi tetap, dalam bentuk tablet maupun cairan.

Dosis pemakaian : Satu tablet 500 mg Parasetamol per 20 lbs (9-10

Rp. 10.000,-/strip

Page 14: Makalah Farmakotrapi Vet Kel. 4

asetaminofen (80%) dikonjugasi dengan asam glukoronat dan sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat. Selian itu, obat ini juga dapat mengalami hidroksilasi dan menimbulkan methamoglobinemia dan hemolisis eritrosit. Obat ini diekskresikan melalui ginjal sebagian kecil sebagai parasetamol (3%) dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi

kg) berat badan, maksimal empat tablet per hari.

No. Jenis obat Efficacy Safety Suitability Cost 1. Aspirin ++ ++ ++ +++2. Parasetamol + ++ +++ ++

Kesimpulan penggunaan obat : digunakan aspirin dengan dosis Satu tablet 300 mg aspirin per 20 lbs (9-10 kg) berat badan, maksimal lima tablet sehari.

d. Rujukan-

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Seekor anjing yang menderita cystic calculi dapat dilakuakan penanganan dengan

pemberian obat golongan NSAID yaitu aspirin dengan dosis Satu tablet 300 mg aspirin per 20

lbs (9-10 kg) berat badan, maksimal lima tablet sehari. Pemberian obat dilakukan untuk

mengurangi atau menghilangkan rasa sakit sedangkan untuk menghilangkan penyebab

Page 15: Makalah Farmakotrapi Vet Kel. 4

penyakit dilakukan terpai non drugs yaitu dengan tindakan kateterisasi yang bertujuan untuk

mengeluarkan sumbatan berupa kristal urolit dan juga mengeluarkan urin yang tertahan.

Untuk mencegah kembali terbentuknya kristal urolit pada vesica urinaria maka perlu

dilakukan diet rendah protein pada hewan dan juga dilakukan exercise yang teratur

Page 16: Makalah Farmakotrapi Vet Kel. 4

DAFTAR PUSTAKA

Bennett, K, 1993, ed. Compendium of Veterinary Products 2nd Edition . Port Huron. North American Compendiums. 1152 pp

Katzung, Bertram. G. 2007. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika.

Wilmana, Freddy. 2005. Analgetik-Antipiretik Analgesik Anti-Inflamasi Nonsteroid dan Obat Pirai : Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Jakarta :Universitas Indonesia. h. 207-213.