laporan lengkap fitokimia 2

35
LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA II ISOLASI SENYAWA PADA EKSTRAK ETANOL AKAR KECOMBRANG (Etlingera elatior) DISUSUN OLEH : KELOMPOK III NAMA KELOMPOK : FAKULTAS FARMASI 1. ULFA WILDA 2. YULI ANGGREANI LENA 3. AULIF PRATIWI 4. ALBIN 5. AMALIAH FAUZIAH K. 6. VENNA SINTHARY 7. ISTAR FEBRIANTI 8. MUH. SYAMSUL RIZAL 9. MILA ARMILA SARI 10. DWI RIZKAH N.A. 11. DWI SYAFITRA 12. SAVERIAN ANGELINA (F1F1 12 007) (F1F1 12 009) (F1F1 12 011) (F1F1 12 022) (F1F1 12 024) (F1F1 12 025) (F1F1 12

Upload: istar-febrianti

Post on 16-Dec-2015

156 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

praktikum fitokimia 2

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA IIISOLASI SENYAWA PADA EKSTRAK ETANOL AKAR KECOMBRANG (Etlingera elatior)

DISUSUN OLEH :

(F1F1 12 007)(F1F1 12 009)(F1F1 12 011)(F1F1 12 022)(F1F1 12 024)(F1F1 12 025)(F1F1 12 036)(F1F1 12 037)(F1F1 12 052)(F1F1 12 074)(F1F1 12 073)(F1F1 12 075)(F1F1 12 072)(F1F1 12 066)ULFA WILDAYULI ANGGREANI LENAAULIF PRATIWIALBINAMALIAH FAUZIAH K.VENNA SINTHARYISTAR FEBRIANTIMUH. SYAMSUL RIZALMILA ARMILA SARIDWI RIZKAH N.A.DWI SYAFITRA SAVERIAN ANGELINA T.MUSYKERRINAWATIISRAWATIKELOMPOK III NAMA KELOMPOK :

FAKULTAS FARMASIUNIVERSITAS HALU OLEOKENDARI2015

14

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi robbil alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat, hidayah, dan inayah-Nya yang tidak ternilai sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Fitokimia II dengan baik. Terimakasih penulis haturkan kepada semua asisten pembimbing yang telah membimbing penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Laporan Fitokimia II ini. Tidak lupa pula penulis mengucapkan terimakasih kepada orang tua penulis yang telah memberikan doa restu, dukungan baik materil maupun spiritual dengan penuh keikhlasan dan kesabaran, teman-teman kelas yang telah berbagi suka maupun duka, atas kebersamaan dan persahabatan kalian sangat memberikan arti kehidupan yang merupakan anugerah terindah, dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Laporan Laporan Fitokimia II.Penulis menyadari laporan ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu, kritik yang bersifat membangun dari pembaca senantiasa penulis harapkan demi kesempurnaan wawasan penulis dan semoga laporan ini dapat berguna sebagai bacaan dan menambah ilmu pengetahuan pembaca.Kendari, 5 Juni 2015

Penyusun

DAFTAR ISIKATA PENGANTARiDAFTAR ISIiiA.PENDAHULUAN1B.METODOLOGI PENELITIAN31.Alat Dan Bahan3a.Alat3b.Bahan32.Prosedur Kerja3a.Pengambilan Sampel3b.Preparasi Sampel4c.Maserasi4d.Pemisahan dan Pemurnian4e.Identifikasi Senyawa7C.HASIL DAN PEMBAHASAN71.Kecombrang (E. elatior)72.Isolasi Senyawa Kimia9a)Preparasi Sampel9b)Ekstraksi Maserasi Partisi9c)Pemisahan dan Pemurnian103.Elusidasi Struktur14D.KESIMPULAN19DAFTAR PUSTAKA20

ISOLASI SENYAWA PADA EKSTRAK ETANOL AKAR KECOMBRANG (Etlingera elatior)A. PENDAHULUANPerhatian global saat ini telah bergeser ke arah perburuan biomolekul baru yang berasal dari tumbuhan untuk pengembangan obat baru. Karena fitokimia yang lebih spesifik, mengalami biodegradasi dan juga memiliki efek samping yang lebih sedikit. Fitokimia menawarkan landasan unik untuk keragaman struktural dan fungsi biologis yang sangat diperlukan untuk penemuan obat.[endnoteRef:2] [2: Kumari, Kratika dan Sharmita Gupta, 2013, Phytopotential Of C. Roseus L.(G.) Don. Var. Rosea And Alba Against Various Pathogenic Microbes In Vitro, International Journal of Research in Pure and Applied Microbiology Vol. 3, No. 3.]

Hampir lima dekade terakhir ini timbul ketertarikan yang kuat dalam meneliti tumbuhan sebagai sumber obat-obatan. Beberapa alasan yang mendasari ketertarikan ini adalah adanya gerakan revolusi hijau yang didasari keyakinan bahwa pengobatan dengan tumbuhan lebih aman dan dapat mengurangi efek samping pada tubuh manusia dibandingkan dengan obat-obatan sintetis. Kedua, adanya fakta bahwa banyak obat-obatan penting yang digunakan sekarang berasal dari tumbuhan. Tumbuhan dapat digunakan sebagai obat-obatan karena tumbuhan tersebut menghasilkan suatu senyawa yang memperlihatkan aktifitas biologis tertentu. Senyawa aktif biologis itu merupakan senyawa metabolit sekunder yang meliputi alkaloid, flavonoid, terpenoid dan steroid. Diperkirakan masih banyak tumbuhan berkhasiat obat yang belum diketahui kandungan senyawa aktifnya, sehingga diperlukan penelitian khusus. Agar pengobatan secara tradisional dapat dipertanggungjawabkan maka diperlukan penelitian ilmiah seperti penelitian di bidang farmakologi, toksikologi, identifikasi dan isolasi zat kimia aktif yang terdapat dalam tumbuhan.[endnoteRef:3] [3: Nohong, 2009, Skrining Fitokimia Tumbuhan Ophiopogon jaburan Lodd dari Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara, Jurnal Pembelajaran Sains Vol. 5, No. 2.]

Kecombrang merupakan tanaman hias tropik yang dikenal dengan nama torch ginger. Dalam klasifikasi terbaru, genus Nicolaia dan Phaeomeria direduksi ke dalam genus Etlingera, sehingga Nicolaia digunakan sebagai subgenus dan Phaeomeria sebagai seksi dalam genus Etlingera.[endnoteRef:4] [4: Dwiatmini, K., S. Kartikaningrum, dan Y. Sulyo, 2009, Induksi Mutasi Kecombrang (Etlingera elatior) Menggunakan Iradiasi Sinar Gamma, Jurnal Holtikultural Vol. 19 No. 1.]

Kecombrang (Etlingera elatior) merupakan salah satu jenis tanaman rempah-rempah asli indonesia yang termasuk dalam famili Zingiberaceae yang secara tradisional sudah lama digunakan dan dimanfaatkan masyarakat sebagai obat-obatan dan penyedap masakan. Senyawa fitokimia bunga kecombrang diketahui terdiri atas alkaloid, flavonoid, polifenol, steroid, saponin, dan minyak atsiri. Kandungan senyawa fitokimia pada tanaman diketahui mempunyai peranan yang sangat penting bagi kesehatan termasuk fungsinya dalam pencegahan terhadap penyakit.[endnoteRef:5] [5: Muawanah, A., Ira D., A. Saduddin, Dede S., dan Nani R., Penggunaan Bunga Kecombrang (Etlingera elatior) Dalam Proses Formulasi Permen Jelly, Jurnal Valensi Vol. 2 No. 1.]

Senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman kecombrang (E. elatior) menunjukkan potensinya untuk dapat dikembangkan sebagai kandidat bahan aktif dalam pengobatan suatu penyakit. Untuk mengetahui senyawa yang terdapat dalam tanaman kecombrang (E. elatior) dibutuhkan suatu teknik pemurnian yang dikenal dengan isolasi. Oleh sebab itu, makalah ini dibuat untuk membahas tentang tumbuhan E. elatior yang mencakup tentang identifikasi senyawa kimia yang terkandung pada tanaman kecombrang (E. elatior) berikut cara isolasi senyawanya dan potensinya dalam hal pengobatan.B. METODOLOGI PENELITIAN1. Alat Dan Bahana. AlatAlat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah : parang, gunting, pisau, karung, toples kaca, corong, kertas saring, labu alas bulat (pyrex), penguap berputar vakum/ vacuum rotary evaporator (IKA-Werke RV 05 Germany), oven (Gallenkamp Civilab-Australia), timbangan analitik (Explorer Ohaus), satu set alat kromatografi kolom vakum (KKV), plat KLT, pipet tetes, pipet ukur, botol gelap, vial, lampu UV (Srahlen Germany), chamber, kaca, spatula, pinset, mistar, aluminium foil, pipa kapiler, cawan porselen, batang pengaduk, alu, spatula, gelas ukur, labu ukur (Pyrex), filler, gelas kimia (Pyrex), blender, dan pipet mikro.b. BahanBahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah akar Kecombrang (Etlingera elatior), etanol, serium sulfat, air bersih, silica gel, pemutih Bayclin, akuades, kloroform, metanol, etil asetat, dan n-heksan.2. Prosedur Kerjaa. Pengambilan SampelSampel akar tanaman kecombrang (E. elatior) diperoleh dari jalan Benteng Lampareng, Anduonohu Lama, Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara. Pengambilan sampel dilakukan dengan memotong bagian akar menggunakan parang besi.b. Preparasi SampelPreparasi dilakukan dengan membersihkan sampel akar dengan air mengalir dan memotong-motong sampel hingga berukuran kecil. Selanjutnya sampel akar diblender hingga menjadi serbuk akar tanaman kecombrang (E. elatior). Serbuk akar tanaman kecombrang (E. elatior) ini kemudian ditimbang dan diperoleh bobot sebesar 2 kg.c. MaserasiEkstraksi maserasi 2 kg serbuk akar tanaman kecombrang (E. elatior) dilakukan dengan merendam serbuk dalam toples kaca yang terlindung cahaya selama 3 x 24 jam menggunakan pelarut etanol. Setiap 1 x 24 jam dilakukan pemisahan filtrat dan residu dan dilakukan penggantian pelarut yang sama. Masing-masing filtrat yang dihasilkan dievaporasi dengan evaporator hingga diperoleh ekstrak padat sebanyak 3,4 gram. d. Pemisahan dan Pemurnian1) Pencarian dan Penetapan Pelarut untuk Kromatografi Kolom VakumPenetapan pelarut dilakukan dengan uji kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan sistem pelarut n-heksan : etil asetat (8:2), n-heksan : kloroform (8:2), dan kloroform : metanol (9:1) untuk melihat noda senyawa yang terkandung dalam ekstrak tersebut. Ekstrak yang digunakan sebanyak 0,1 gram yang dilarutkan dalam metanol kemudian ditotolkan pada plat KLT dan dielusi dalam chamber yang berisi eluen. Analisis hasil pemisahan KLT menggunakan lampu UV dan pereaksi penampak noda serium sulfat 2%. Kromatogram hasil KLT pada sistem pelarut n-heksan : etil asetat (8:2) menunjukkan pola pemisahan noda yang cukup baik sehingga dijadikan sebagai acuan pelarut dalam KKV.2) Pemisahan dengan Kromatografi Kolom Vakum (KKV)Pemisahan dilakukan dengan memasukkan silika gel ke dalam kolom dan dipadatkan dengan menghentakkan hingga tidak ada celah pada kolom, selanjutnya di atas silika gel diberi kertas saring sebagai pemisah antara silika gel dengan sampel. Sampel yang akan dimasukkan ke dalam kolom, terlebih dahulu di impregnasi menggunakan silika gel sebanyak dua kali lipat dari bobot sampel. Hasil impregnasi dimasukkan ke dalam kolom silika gel yang telah dilapisi dengan kertas saring, kemudian dimasukkan eluen ke dalam kolom silika gel. Sistem eluen yang digunakan dibuat dengan volume 50 ml yang terdiri dari metanol, n-heksan, dan etil asetat dengan perbandingan yang berbeda-beda yang dijelaskan dalam tabel 1.TABEL 1. Perbandingan EluenEluenPerbandinganJumlah

n-heksan100%1

n-heksan : etil asetat9 : 11

n-heksan : etil asetat8 : 25

n-heksan : etil asetat7 : 31

n-heksan : etil asetat6 : 41

n-heksan : etil asetat5 : 52

Etil asetat100%1

Metanol100%2

Pelarut n-heksan 100% dituangkan ke dalam kolom yang digunakan sebagai pelarut pertama dan pompa vakum dijalankan hingga semua pelarut melewati kolom silika yang kemudian ditampung dalam wadah botol gelap. Setelah tidak ada lagi pelarut yang keluar dari kolom, vakum kemudian dimatikan. Perlakuan tersebut dilakukan berulang dengan urutan pelarut sesuai tabel hingga pelarut terakhir.Diperoleh 14 fraksi setelah KKV pertama. Fraksi diberi nomor sesuai dengan urutannya. Masing-masing fraksi tersebut kemudian dievaporasi hingga terbentuk fraksi yang kental dan ditampung dalam vial selanjutnya dilakukan uji KLT menggunakan pelarut n-heksan : etil asetat (9:1) dalam 10 ml hingga diperoleh noda pada plat KLT. Pola noda senyawa yang memiliki kesamaan pada kromatogram digabungkan sehingga jumlahnya menjadi 5 fraksi yaitu fraksi A (gabungan fraksi 3 dan 4), fraksi B (gabungan fraksi 5, 7 , dan 8), fraksi C (fraksi 6), fraksi D (gabungan fraksi 9, 10, dan 11), dan fraksi E (gabungan fraksi 12 dan 13). Fraksi hasil penggabungan masing-masing di KLT kembali menggunakan eluen n-heksan : etil asetat (9:1).Proses fraksinasi seharusnya dilakukan terus menerus hingga diperoleh noda tunggal pada kromatogram yang menandakan bahwa telah diperoleh satu senyawa atau isolat yang murni. Terbatasnya jumlah sampel menyebabkan sulitnya dilakukan pemisahan sehingga proses pemisahan dengan KKV tidak dilanjutkan.e. Identifikasi SenyawaIsolat yang telah murni selanjutnya analisis dengan teknik spektroskopi mengunakan NMR 1-D (1H dan 13C-NMR). Data yang diperoleh dari instrumen tersebut kemudian diinterpretasi dan dibandingkan dengan literatur sehingga diperoleh struktur senyawa isolat. Proses identifikasi senyawa ini tidak dilakukan sebab tidak diperoleh isolat dari hasil pemisahan sebelumnya.C. HASIL DAN PEMBAHASAN1. Kecombrang (E. elatior)Kecombrang merupakan salah satu jenis tanaman rempah rempah yang sejak lama dikenal dan dimanfaatkan oleh manusia sebagai obat-obatan. Tanaman ini adalah tanaman asli Indonesia yang dibuktikan dengan suatu studi etnobotani di pulau Kalimantan, dimana 70% dari spesies yang ada mempunyai nama lokal lainnya di pulau tersebut dan lebih dari 60% spesies yang ada mempunyai paling tidak satu manfaat yang digunakan oleh penduduk pulau Kalimantan.[endnoteRef:6] [6: Sukandar, D., Nani, R., Ira, J., dan Adeng, H., 2010, Karakterisasi Senyawa Aktif Antibakteri Ekstrak Air Bunga Kecombrang (Etlingera elatior) sebagai Bahan Pangan Fungsional, Jurnal Valensi, No. 2, Vol. 1]

Klasifikasi Kecombrang menurut Tjitrosoepomo, 2005 sebagai berikut :[endnoteRef:7] [7: Gembong, Tjitrosoepomo. 2005. Morfologi Tumbuhan. Gadjah Mada University. Yogyakarta.]

Regnum: PlantaeDivisi: MagnoliophytaKelas: LiliopsidaOrdo: ZingiberalesFamili: ZingiberaceaeGenus: EtlingeraSpesies: Etlingera elatior Pokok herba kecombrang tumbuh setinggi 5 meter, dan berkelompok. Tunas baru dihasilkan pada rizom dalam tanah atau permukaan tanah. Daun tumbuh pada batang yang tegak dan pelepah daun meliputi batang. Bunga yang dihasilkan berbentuk obor, wangi dan berwarna merah jambu, merah, keungu-unguan atau hampir putih.Kecombrang tumbuh hingga 5-6 m membentuk rumpun.Rimpang yang gemuk (diameter 3-4 cm), sangat aromatik dan ditemukan di bawah tanah. Daun sepenuhnya hijau (hingga 80 18 cm) dengan daun muda kadang-kadang merah muda. Petiolesnya adalah 2,5-3,5 cm. Ditanggung pada batang yang menonjol dari tanah dengan corak mencolok merah muda hingga merah dan kadang-kadang putih. Daun muda memiliki kepala seperti tombak. Daun yang dihancurkan akan mengeluarkan aroma asam menyenangkan yang khas.Spesies ini berasal dari Malaysia dan Indonesia. sinonim dari E. elatior adalah Alpinia elatior, Elettaria speciosa, Nicolaia elatior, Nicolaia speciosa dan Phaeomeria speciosa.[endnoteRef:8] [8: Chan, E.W.C., Y.Y.Lim, S.K. Wong, 2011, Phytochemistry and Pharmacological Properties of Etlingera elatior : A Review, Pharmacognosy Journal Vol. 3 No.22.]

(a) (b)Gambar 1 : (a) bunga kecombrang, (b) daun kecombrang2. Isolasi Senyawa Kimiaa) Preparasi SampelSampel akar tanaman kecombrang (E. elatior) yang diperoleh dari jalan Benteng Lampareng, Anduonohu Lama, Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara diambil dengan cara memotong bagian akar menggunakan parang besi. Alat yang digunakan untuk mengambil sampel sebaiknya baja yang tahan karat (stainless steel). Karena, karat pada alat dapat mempengaruhi senyawa di dalam tanaman. Sampel yang dikumpulkan kemudian di cuci sampai bersih dengan menggunakan air yang mengalir. Tujuan pencucian ini adalah untuk menghilangkan tanah atau zat pengotor lainnya. Kemudian sampel dihaluskan menggunakan blender hingga menjadi partikel yang lebih kecil. Sampel kemudian ditimbang dan didapatkan massa sebesar 2 kg. b) Ekstraksi Maserasi PartisiEkstraksi maserasi 2 kg serbuk akar tanaman kecombrang (E. elatior) dilakukan dengan merendam serbuk dalam toples kaca yang terlindung cahaya selama 3 x 24 jam menggunakan pelarut etanol. Etanol banyak digunakan dalam ilmu farmasi dan ilmu kimia sebagai pelarut karena sifatnya yang polar dan inert. Pada proses maserasi ini, setiap 1 x 24 jam dilakukan pemisahan filtrat dan residu dan dilakukan penggantian pelarut yang sama. Masing-masing filtrat yang dihasilkan dievaporasi dengan evaporator. Evaporator adalah sebuah alat yang berfungsi mengubah sebagian atau keseluruhan sebuah pelarut dari sebuah larutan dari bentuk cair menjadi uap. Evaporator mengubah air menjadi uap, menyisakan residu mineral di dalam evaporator. Uap dikondensasikan menjadi air yang sudah dihilangkan garamnya. Hasil dari perlakuan ini adalah diperoleh ekstrak padat sebanyak 3,4 gram yang kemudian akan digunakan untuk teknik pemisahan dan pemurnian senyawanya. c) Pemisahan dan Pemurniana. Pencarian dan Penetapan Sistem Pelarut untuk Kromatografi Kolom Vakum (KKV)Kromatografi lapis tipis (KLT) dapat digunakan untuk untuk menentukan sistem pelarut yang cocok, agar dapat digunakan dalam pemisahan menggunakan kromatografi kolom vakum (KKV). Penggunaan dua atau lebih sistem pelarut dilakukan dengan syarat dapat tercampur dengan sempurna. Uji KLT ekstrak dilakukan menggunakan sistem pelarut methanol : kloroform (9:1), n-heksan : etil asetat (8:2), dan n-heksan : kloroform (8:2). Pemisahan menggunakan 3 sistem pelarut tersebut diperlihatkan dari hasil kromatogram pada Gambar 2. (a) (b) (c)GAMBAR 2. Kromatogram Hasil uji KLT dengan eluen, (a) metanol : kloroform (9:1), (b) n-heksan : kloroform (8:2), (c) n-heksan : etil asetat (8:2) Hasil kromatogram menunjukkan bahwa sistem pelarut yang dapat digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang terdapat dalam ekstrak adalah sistem pelarut n-heksan : etil asetat dengan perbandingan 8:2 yang ditandai dengan hasil pemisahan spot yang terlihat jelas pada sinar UV dan perlakuan penyemprotan dengan serium sulfat dan dipanaskan. Oleh karena itu sistem pelarut ini akan digunakan sebagai acuan dalam pemisahan dengan KKV.b. Pemisahan dengan Kromatografi Kolom Vakum (KKV)Sistem pelarut yang digunakan untuk pemisahan dengan KKV didasarkan pada hasil KLT awal yang terlihat jelas pada sistem pelarut n-heksan : etil asetat (8:2) sehingga dilakukan pengembangan sistem pelarut dengan menvariasikan perbandingannya yang akan digunakan pada KKV yang tertera dalam tabel 1.1 diperlihatkan pada gambar berikut.

GAMBAR 3. Eluen pada kromatografi kolom vakum (KKV)Distribusi suatu senyawa berdasarkan kemampuannya tertarik oleh sistem pelarut yang digunakan menyebabkan terjadinya pemisahan dalam KKV. Karena adanya gaya gravitasi dan tarikan dari pompa vakum, eluen akan bergerak turun ke bawah melintasi imprek dan kolom, menyebabkan terdistribusinya senyawa sesuai dengan urutan kepolarannya. Proses sorpsi dan desorpsi senyawa terus terjadi selama fase gerak melintasi fase diam, sebab setiap senyawa memiliki afinitas yang berbeda terhadap kedua fase, sehingga dengan eluen yang tepat akan terjadi pemisahan antara sampel dan senyawa. Fase diam yang digunakan adalah silika gel sehingga, makin polar senyawa maka akan semakin tertahan kuat dalam fase diam, sedangkan senyawa dengan afinitas lemah terhadap fase diam akan terpisah terlebih dahulu. KKV pertama dari 3,4 g ekstrak menghasilkan 14 fraksi. Setiap fraksi dievaporasi untuk memperoleh totolan yang diinginkan dari fraksi yang telah dikentalkan. Fraksi hasil tertera pada gambar berikut.

GAMBAR 4. Fraksi KKVMasing-masing fraksi diuji KLT untuk melihat pola pemisahan noda senyawa yang terkandung dari tiap-tiap fraksi menggunakan eluen n-heksan : etil asetat (9:1). Hasil KLT diperlihatkan dalam gambar berikut.

GAMBAR 5 . Kromatogram hasil KKVKromatogram pada Gambar 6 memperlihatkan pola yang menunjukkan terjadinya pemisahan sesuai dengan tingkat kepolarannya. Senyawa nonpolar akan menunjukkan pola noda dengan harga Rf yang besar sedangkan senyawa polar akan menunjukkan pola noda dengan harga Rf kecil. Penggabungan fraksi-fraksi hasil pemisahan KKV dilakukan menurut kemiripan harga Rf pola noda pada kromatogram. Dari hasil penggabungan diperoleh fraksi A (gabungan fraksi 3 dan 4), Fraksi B (Gabungan fraksi 5, 7, dan 8), Fraksi C (fraksi nomor 6), Fraksi D (gabungan fraksi 9, 10, dan 11) dan Fraksi E (gabungan fraksi 12 dan 13). Masing-masing fraksi hasil penggabungan tersebut diuji KLT kembali menggunakan sistem pelarut n-heksan : etil asetat (9:1) untuk melihat pola noda senyawanya. Kromatogram hasil penggabungan KKV pertama disajikan pada Gambar .

GAMBAR 6. Kromatogram Hasil Gabungan KKV 1

3. Elusidasi StrukturSenyawa fitokimia bunga kecombrang diketahui terdiri atas alkaloid, flavonoid, polifenol, steroid, saponin, dan minyak atsiri. Penapisan fitokimia pada daun kecombang menurut Renaninggalih[endnoteRef:9] dapat dilihat pada tabel berikut : [9: Renaninggalih, R., Kiki, M. dan Esti R. S., 2014, Karakterisasi Dan Pengujian Aktivitas Penolak Nyamuk Minyak Atsiri Daun Kecombrang (Etlingera Elatior (Jack) R. M. Smith), Prosiding SnaPP Sains, Teknologi dan Kesehatan. ISSN 2089-3582.]

TABEL 2. Hasil Penapisan FitokimiaGolongan SenyawaHasil Pengamatan

Alkaloid-

Flavonoid+

Saponin+

Tanin+

Kuinon+

Monoterpen dan Seskuiterpen+

Steroid dan Triterpenoid+

Polifenolat+

Keterangan =+ = terdeteksi = tidak terdeteksi

Menurut Habsah[endnoteRef:10], senyawa isolate dari rizoma E. elatior didapatkan dengan cara berikut ; 16 kg dari serbuk kering rhizome (16% b/b dari rhizome yang segar) diekstraksi masing-masing tiga kali, pertama menggunakan CHCl3, kemudian dengan aseton dan terakhir menggunakan MeOH berturut-turut sebanyak 120 g, 50 g dan 8 g ekstrak. Ekstrak CHCl3 dicampurkan dengan hexane dan di disaring sehingga menghasilkan hexane (60 g) dan CHCl3 yang larut dalam ekstrak. Ekstrak aseton dicampurkan dengan etil asetat sehingga menghasilkan 8 g etil asetat yang larut dalam ekstrak. Kromatografi kolom dari ekstrak CHCl3 (40 g) dielusi pada silica gel (5x40 cm) dengan menggunakan hexane/dietil eter, dietil eter/etil asetat, etil asetat/MeOH memberikan masing-masing kombinasi fraksi A-J. Kromatografi kolom fraksi C (3 g) diulangi pada silica gel menggunakan dietil eter dan heksan dengan perbandingan (1 : 9) menghasilkan 7 (20 mg) dan 8 (20 g). Kromatografi kolom ekstrak heksan (20 g) diulangi pada silica gel (5x40 cm) dengan menggunakan hexane/dietil eter, dan menghasilkan 8 fraksi (A-H). Pengulangan kolom dari fraksi F (3g) menghasilkan 4 fraksi (F1-F4), dari yang 5 (65 g) diisolasi dari fraksi F2 (138 mg) setelah dikristalisasi kembali menggunakan MeOH. Senyawa 6 (50 mg) diisolasi dari fraksi F4 (77,3 mg) setelah dipreparasi dengan TLC (20% dietil eter dalam heksan). Senyawa 4 (11,9 mg) diisolasi dari fraksi H (80 mg) setelah preparasi kromatografi kolom pada silica gel yang dielusi dengan 10 % etil asetat dalam CHCl3. Kromatografi kolom dari ekstrak larut etil asetat (8 g) diulangi pada sephadex LH 20 (2,5x40 cm), dielusi dengan MeOH menghasilkan 14 fraksi (fraksi EA-EN). Kromatografi kolom dari fraksi EK (160 mg) diulangi pada silica gel dengan 10% etil asetat dalam CHCl3 sebagai pelarut, diikuti dengan kromatografi kolom pada sephadex LH 20 menggunakan MeOH sebagai pelarut, menghasilkan 2 (5 mg). Senyawa 1 (4 mg) dan 3 (5 mg) diberikan setelah fase terbalik HPLC fraksi EI (50 mg) (kolom Waters PrepPak Cartridge C18 HPLC (25 x 10 cm), 30% metanol dalam air sebagai sistem pelarut, laju alir 5 ml / menit, PDA detektor, panjang gelombang 254 nm). [10: Habsah, M., Ali, AM., Lajis, NH, Sukari, MA., Yap, YH., Kikuzaki, H., dan Nakatani, N., 2005, Antitumour-Promoting And Cytotoxic Constituents Of Etlingera Elatior, Malaysian Journal of Medical Sciences, Vol. 12, No. 1.]

Rekap Data NMR 1,7-Bis(4-hydroxyphenyl)-2,4,6-heptatrienone (1): Serbuk kuning; UV (CH3OH) max (log e) 395 (4.51); IR (KBR) max 3300, 1653, 1578, 1511 cm-1;1H NMR (CD3COCD3, 500 MHz) 7.96 (2H, d, J = 8.8 Hz, H-2,6), 6.95 (2H, d, J = 8.8 Hz, H-3, 5), 7.41 (2H, d, J = 8.5 Hz, H 2,6), 6.85 (2H, d, J = 8.5 Hz, H-3,5), 7.20 (1H, d, J = 15.0 Hz, H-2), 7.46 (1H, dd, J = 15.0 Hz, J = 11.0 Hz, H-3), 6.64 (1H, dd, J = 15.0 Hz, J = 11.0 Hz, H-4), 6.94 (1H, dd, J =15.0 Hz , J = 11.0 Hz, H-5), 6.92 (1H, dd, J = 15.0 Hz, J = 11.0 Hz, H-6), 6.80 (1H, , J = 15.0 Hz, H-7); 13C NMR (CD3COCD3, 125 MHz) 131.3 (C-1), 131.5 (C-2, 6), 116.1 (C-3,5), 162.5 (C-4), 129.5 (C-1), 129.3 (C-2,6), 116.5 (C-3,5), 158.9 (C-4), 187.9 (C-1), 124.9 (C-2), 144.1 (C-3), 130.8 (C-4), 143.1 (C-5), 126.5 (C-6), 137.6 (C-7); EIMS m/z 292 [M]+ (94), 171 (38), 121 (100); HREIMS m/z 292.1113 (calcd for C19H16O3,292.1099)16-Hydroxylabda-8(17),11,13-trien-15,16-olide :Gummy solid; UV (CH3OH) max (log e) 260 (4.51); IR max (KBr) cm-1: 1750 ( -unsaturated-lactone), 3090, 892 cm-1 (exo-methylene). 1H NMR (CDCl3, 500 MHz) 1.04 (1H, ddd, J = 13.2,13.2,3.7 Hz, H-1a, ax), 1.38 (1H, m, H-1b), 1.40 (1H, m, H-2a), 1.52 (1H, m, H-2b), 1.18 (1H, br dd, J = 13.2, 13.2 Hz, H-3a, ax ), 1.42 (1H, m, H-3b), 1.10 (1H, dd, J = 2.7 Hz, J = 12.5 Hz, H-5), 1.39 (1H, m, H-6a), 1.72 (1H, ddddd, J = 12.9, 2.7, 2.7, 2.7, 2.7 Hz, H-6b, eq), 2.09 (1H, ddd, J = 13.4, 13.4, 5.6 Hz, H-7a, ax), 2.44 (1H, m, H-7b, eq), 2.47 (1H, d, J =10.0 Hz, H-9), 6.58 (dd, J = 16.0 Hz, J = 10.0 Hz, H-11a), 6.59 (dd, J =16.0 Hz, J = 10.0 Hz, H-11b), 6.31 (1H, d, J = 16.0 Hz, H-12), 5.85 (1H, s, H-14), 6.25 (s, H-16a), 6.27 (s, H-16b), 4.38 (d, J = 1.5 Hz, H-17aa), 4.79 (2H, brs, H-17ab, H-17ba), 4.47 (d, J = 1.5 Hz, H-17bb), 0.90 (3H, s, H-18), 0.85 (3H, s, H-19), 0.87 (3H, s, H-20); 13C NMR (CDCl3, 125 MHz) 40.9 (C-1a), 39.6 (C-1b), 19.0 (C-2a), 19.0(C-2a), 42.1 (C-3), 33.5 (C-4), 54.5 (C-5a), 54.5 (C-5b), 23.2 (C-6), 36.6 (C-7), 148.7 (C-8a), 148.9 (C-8b), 62.1 (C-9a), 62.1 (C-9b), 39.5 (C-10a), 39.6 (C-10b), 144.0 (C-11a), 144.1 (C-11b), 122.6 (C-12a), 122.7 (C-12b), 161.0 (C-13a), 161.0 (C-13b), 115.5 (C-14), 171.2 (C-15), 97.5 (C-16a), 97.6 (C- 16b), 108.5 (C-17a), 108.9 (C-17b), 21.9 (C-18), 33.6 (C-19), 15.1 (C-20a), 15.2 (C-20b); EIMS m/z 316 [M+] (13), 180 (30), 162(14), 137(100), 123(25); HREIMS m/z 316.2030 (calcd for C20H28O3, 316.2038Demethoxycurcumin (2): Serbuk kuning, m.p. 170-172 0C; EIMS m/z 337.8 (M+, C19H18O5); 1H-NMR and 13C-NMR are in agreement with (7,8).1,7-bis(4-hydroxyphenyl)-1,4,6-heptatrien-3-one (3): Serbuk kuning, m.p 168-170 0C; EIMS m/z 291.9 (M+, C19H16O3); 1H-NMR and 13C-NMR are in agreement with (9).Stigmast-4-en-3-one (5): Jarum putih, m.p 80-82 0C; EIMS m/z 412 (M+, C29H48O); 1H-NMR and 13C-NMR are in agreement with (10).Stigmast-4-ene-3,6-dione (6): Jarum putih, m.p 75-76 0C; EIMS m/z 426 (M+, C29H46O2); 1H-NMR and 13C-NMR are in agreement with (10).Stigmast-4-en-6 -ol-3-one (7):Jarum putih, m.p 217-218 0C; EIMS m/z 428 (M+, C29H48O2); 1H-NMR and 13C-NMR are inagreement with (10).5 ,8 -Epidioxyergosta-6,22-dien-3 -ol (8): Amorf padat hampir putih, m.p 176-178 0C;EIMS m/z 428 (M+, C29H48O2); 1H-NMR and 13CNMRare in agreement with (11).Antitumour Promoting Activity Stock solution of pure compounds.Ekstrak dilarutkan dalam dimethylsulfoxide (DMSO) sebagai larutan stok dengan konsentrasi 10 mg/ml untuk ekstrak kasar dan 4 mg/ml untuk senyawa murni

GAMBAR 7. struktur senyawa isolate dari rhizome tanaman E. elatior

D. E. KESIMPULANDari percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa :

DAFTAR PUSTAKA