92975614 laporan lengkap fitokimia kel iii
TRANSCRIPT
LABORATORIUM FITOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
Identifikasi Komponen Kimia Dan Ekstraksi Daun Belimbing
Wuluh (Averhoa bilimbi folium), Klika Mangga (Mangifera
corteks) dan Teripang (Holothuria indica) dari Desa Lampoko,
Kec. Balusu Kab. Barru, Sulawesi Selatan
OLEH
KELOMPOK III (TIGA)
L1
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat
berpotensi untuk dikembangkan dalam pencarian senyawa bioaktif.
Diantara sekian banyak spesies tumbuhan yang memiliki potensi
bioaktifikasi, hanya sebagian kecil yang diteliti secara fitokimia
(Heyne,K. 1978).
Tahun teakhir ini penggunaan bahan alam sebagai obat
tradisional mengalami peningkatan yang sangat menggembirakan, hal
ini terbukti dengan makin banyaknya obat tradisional yang beredar
dipasaran, untuk itu perlu langkah yang tepat dalam usaha
pengembangannya dengan cara mengembangkan dan menggalakkan
penelitian obat tradisional, sehingga penggunaannya dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan bukan berdasarkan pada
pengalaman saja (Dharma. 1985)
Penggunaan tanaman sudah diketahui efeknya dan khasiatnya
tetapi belum diketahui komponen senyawa kimianya. Jika kita
menyadari bahwa tumbuh-tumbuhan dapat mengandung beribu-ribu
kandungan kimia, maka dari itu diperlukan metode pemisahan,
pemurnian, identifikasi kandungan yang terdapat dalam tumbuhan
yang sifatnya berbedadan dalam jumlah yang banyak itu (Harborne.
1987).
Penelitian terhadap tanaman obat yang paling berkembang,
terutama pada segi fitokimianya dan pada segi farmakologinya. Hasil
penelitian tersebut tentunya lebih memantapkan para pengguna
tumbuhan obat akan khasiat maupun penggunaannya (Dalimartha,
2003).
Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat
yang belum mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan
lain, berupa bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM. 1979).
Salah satu tumbuhan yang sering digunakan sebagai obat
tradisional oleh masyarakat adalah belimbung wuluh (Aerhoa belimbi)
sebagai obat hipertensi, diabetes mellitus, demam, batuk, antiseptic
dan dapat menghilangkan jerawat. Senyawa kimia yang telah diketahui
pada daun belimbing wuluh yaitu senyawa kimia asam asetat dan
kalium, tannin, sulfur, asam format peroxidase, ca. oksalat, dan kalium
sitrat (Hembing, 1994)
Pembuatan simplisia harus memenuhi standar yang berlaku
yaitu GAP (Good Agriculture Practice), atau cara penanaman dan
pemanenan yang benar dan GMP (Good Manufacturing Practice) atau
cara pembuatan dan produksi obat bahan alam yang benar. Agar
produksi simplisia memenuhi standar maka penyiapan bahan harus
dijaga mutunya sejak proses penanaman, panen, hingga pembuatan
simplisia (Amin, 2010).
Pada praktikum kali ini sampel yang kami gunakan adalah daun
belimbing wuluh (Averhoa folium) dari tanaman asal Averhoa belimbi L
dan klika mangga (Mangifera cortex) dari tanaman asal Mangifera
indica L. dimana kedua sampel tersebut mewakili sampel yang
bertekstur lunak dan bertekstur keras. Kedua sampel ini diambil di
desa Lampoko Kec. Balusu Kab. Barru, Sulawesi Selatan
Hal-hal yang harus dilakukan pada percobaan ini adalah antara
lain : pengolahan sampel, ekstraksi sampel, penguapan ekstrak, partisi
ekstrak, dan identifikasi komponen kimia.
Ekstraksi dapat didefinisikan sebagai proses pemisahan atau
penyarian komponen kimia dari suatu sampel dengan menggunakan
pelarut tertentu. Dimana ekstraksi ini bertujuan untuk menarik
komponen kimia yang terdapat dalam simplisia atau sampel. Ekstraksi
dapat kita lakukan pada sampel yang berasal dari tumbuhan atau
tanaman, hewan dan mineral atau pelican.
Dalam farmakope IV ekstrak adalah sediaan kental yang
diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati
atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai kemudian
semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk
yang tersisisa diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku
yang telah ditetapkan.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah cara mengekstraksi dan mengidentifikasi
kandungan kimia dari Daun Belimbing wuluh (Averrhoa folium), Klika
manga (Mangifera cortex) dan Teripang (Holothuria indica) dari Desa
Lampoko Kec. Balusu Kab. Barru, Sulawesi Selatan?
C. Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dari percobaan ini adalah mengetahui dan
memahami cara ekstraksi dan identifikasi komponen kimia yang
terkandung dalam Daun Belimbing wuluh (Averrhoa folium), Klika manga
(Mangifera cortex) dan Teripang (Holothuria indica) dari Desa Lampoko
Kec. Balusu Kab. Barru, Sulawesi Selatan.
Tujuan dari percobaan ini adalah mengetahui cara ekstraksi dan
identifikasi komponen kimia yang terkandung dalam Daun Belimbing
wuluh (Averrhoa folium), Klika manga (Mangifera cortex) dan Teripang
(Holothuria indica) dari Desa Lampoko Kec. Balusu Kab. Barru, Sulawesi
Selatan.
D. Prinsip Kerja
1. Prinsip Metode Ekstraksi
a. Infudasi
Penentuan penyarian secara infudasi pada serbuk simplisia
dengan cara merendam serbuk dengan cairan penyari yaitu
aquadest dalam gelas kimia, dipanaskan pada suhu 90oC selama 15
menit sambil diaduk
b. Perkolasi
Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara serbuk
simplisia dimaserasi selama 3 jam, kemudian simplisia dipindahkan
ke dalam bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori,
cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui simplisia tersebut,
cairan penyari akan melarutkan zat aktif dalam sel-sel simplisia yang
dilalui sampai keadan jenuh. Gerakan ke bawah disebabkan oleh
karena gravitasi, kohesi, dan berat cairan di atas dikurangi gaya
kapiler yang menahan gerakan ke bawah. Perkolat yang diperoleh
dikumpulkan, lalu dipekatkan.
c. Maserasi
Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam
serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari
pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairan penyari akan
masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena
adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di
luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar
dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah ( proses
difusi ). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan
konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama
proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan
penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya
dipekatkan.
d. Soxhletasi
Penyarian simplisia secara berkesinambungan, cairan
penyari dipanaskan hingga menguap, uap cairan penyari
terkondensasi menjadi molekul-molekul cairan oleh pendingin dan
turun menyari simplisia di dalam klonsong. Dan selanjutnya masuk
kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati pipa siphon,
proses ini berlangsung hingga penyarian zat aktif sempurna dan
ditandai dengan beningnya cairan penyari yang melalui pipa siphon
tersebut .
e. Refluks
Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara
sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan
cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari
terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan
penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan
menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian
seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai
penyarian sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali
setiap 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan
dipekatkan.Keuntungan dari metode ini adalah digunakan untuk
mengekstraksi sampel-sampel yang mempunyai tekstur kasar dan
tahan pemanasan langsung. Sedangkan kerugian metode ini adalah
membutuhkan volume total pelarut yang besar dan sejumlah
manipulasi dari operator.
f. Destilasi Uap Air
Penyarian minyak menguap dengan cara simplisia dan air
ditempatkan dalam labu berbeda. Air dipanaskan dan akan
menguap, uap air akan masuk ke dalam labu sampel sambil
mengekstraksi minyak menguap yang terdapat dalam simplisia, uap
air dan minyak menguap yang telah terekstraksi menuju kondensor
dan akan terkondensasi, lalu akan melewati pipa alonga, campuran
air dan minyak menguap akan masuk ke dalam corong pisah, dan
akan memisah antara air dan minyak atsiri.
2. Prinsip Ekstraksi Cair-Cair
a. Partisi Cair-Cair
Ekstraksi cair-cair (corong pisah) merupakan disperse
komponen kimia di antara 2 fase cair yang tidak saling bercampur di
mana sebagian komponen larut pada fase pertama dan sebagian
larut pada fase kedua, di mana fase kedua setelah dikocok bersama
fase pertama yang mengandung zat terdispersi, didiamkan sampai
terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fase cair oleh
karena perbedaan bobot jenis (BJ) sehingga zat akan terpisah ke
dalam kedua fase tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya.
b. Partisi Padat-Cair.
Penentuan ekstraksi padat–cair pada ekstrak dengan
menambahkan 20 ml pelarut organik dan dilakukan pengadukan
secara magnetik selama 15 menit.
3. Prinsip Penguapan dengan Rotavapor
Berdasarkan pada proses penguapan dengan tekanan yang
diturunkan karena adanya pengaruh dari pompa vakum serta adanya
pemanasan yang dipercepat oleh putaran dari labu alas bulat,
menyebabkan cairan menguap pada suhu 5o-10o C di bawah titik didih
pelarut yang digunakan, uap yang keluar terhisap masuk ke dalam
kondensor kemudian terjadi kondensasi menjadi molekul molekul
pelarut murni yang ditampung dalam labu alas bulat. Penguapan
dilakukan sampai diperoleh ekstrak yang kental.
4. Prinsip Identifikasi KLT
Teknik pemisahan komponen kimia secara cepat berdasarkan
prinsip adsorbsi dan partisi dimana komponen kimia bergerak terelusi
mengikuti naiknya cairan pengembang, oleh karena perbedaan
kemampuan perikatan zat aktif oleh adsorben dan kelarutan zat dalam
pelarut (eluen) sehingga gerakan komponen kimia mempunyai
perbedaan kecepatan yang berbeda-beda menyebabkan terjadinya
pemisahan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Uraian Tumbuhan
1. Sampel I Daun Belimbing wuluh (Averrhoa folium),
a. Klasifikasi tumbuhan(www.Plantamor.2011)
Regnum : Plantae
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Subclass : Rosidae
Ordo :Geraniales
Family : Oxalidaceae
Genus : : Averrhoa.
Species : Averrhoa bilimbi L
b. Morfologi tumbuhan (www.wikipedia.com)
Pohon tahunan dengan tinggi dapat mencapai 5-10m.Batang
utamanya pendek dan cabangnya rendah.Batangnya bergelombang
(tidak rata).Daunnya majemuk, berselang-seling, panjang 30-60 cm
dan berkelompok di ujung cabang.Pada setiap daun terdapat 11
sampai 37 anak daun yang berselang-seling atau setengah
berpasangan.Anak daun berbentuk oval.
c. Ekologi Tumbuhan(www.wikipedia.com)
Belimbing sayur, belimbing wuluh, belimbing buluh, atau
belimbing asam adalah sejenis pohon kecil yang diperkirakan
berasal dari Kepulauan Maluku, dan dikembangbiakkan serta
tumbuh bebas di Indonesia, Filipina, Sri Lanka, Myanmar, dan
Malaysia. Tumbuhan ini biasa ditanam di pekarangan untuk diambil
buahnya.Buahnya yang memiliki rasa asam sering digunakan
sebagai bumbu masakan dan campuran ramuan jamu.
d. Nama daerah(www.wikipedia.com)
Bugis Soppeng: Caleneng,Aceh: Limeng ungkot,
selimeng,Gayo: selemeng, Batak: asom, belimbing, balimbingan,
Nias: malimbi,Minangkabau: balimbieng,Melayu: belimbing
asam,Lampung: balimbing,Sunda: calincing, balingbing,Jawa:
blimbing wuluh,Madura: bhalingbhing bulu,Bali: blingbing
buloh,Bima: limbi,Flores: balimbeng,Sawu: libi,Sangir:
belerang,Banjarmasin: Belimbing tunjuk.Makassar : Bainang.
e. Kandungan Kimia (www.tanamanobat.com)
Kandungan kimia yang terdapat dalam belimbing wuluh (Averhoa
bilimbi) adalah :Kalium oksalat; Flavonoid; Pektin; Tanin; Asam
galat; Asam ferulat
f. Penggunaan / Khasiat (www.tanaman herbal.wordpress.com )
Digunakan sebagai Antipiretik; Ekspektoran; kencing manis;
sariawan; tekanan darah tinggi; dan dapat mengatasi panu.
2. Sampel II Klika manga (Mangifera cortex)
a. Klasifikasi tanaman (www.plantamor.com)
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Sapindales
Famili : Anacardiaceae
Genus : Mangifera
Spesies : Mangifera indica L.
b. Morfologi tumbuhan (www.wikipedia.com)
Mangga Pohon mangga berperawakan besar, dapat mencapai
tinggi 40 m atau lebih, meski kebanyakan mangga peliharaan hanya
sekitar 10 m atau kurang. Batang mangga tegak, bercabang agak kuat;
dengan daun-daun lebat membentuk tajuk yang indah berbentuk
kubah, oval atau memanjang, dengan diameter sampai 10 m. Kulit
batangnya tebal dan kasar dengan banyak celah-celah kecil dan sisik-
sisik bekas tangkai daun. Warna pepagan (kulit batang) yang sudah
tua biasanya coklat keabuan, kelabu tua sampai hampir hitam.
Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, sangat
panjang hingga bisa mencapai 6 m. Akar cabang makin ke bawah
semakin sedikit, paling banyak akar cabang pada kedalaman lebih
kurang 30-60 cm.
Daun tunggal, dengan letak tersebar, tanpa daun penumpu.
Panjang tangkai daun bervariasi dari 1,25-12,5 cm, bagian pangkalnya
membesar dan pada sisi sebelah atas ada alurnya. Aturan letak daun
pada batang biasanya 3/8, tetapi makin mendekati ujung, letaknya
makin berdekatan sehingga nampaknya seperti dalam lingkaran
(roset).
Helai daun bervariasi namun kebanyakan berbentuk jorong sampai
lanset, 2-10 × 8-40 cm, agak liat seperti kulit, hijau tua berkilap,
berpangkal melancip dengan tepi daun bergelombang dan ujung
meluncip, dengan 12-30 tulang daun sekunder. Beberapa variasi
bentuk daun mangga:
1. Lonjong dan ujungnya seperti mata tombak.
2. Berbentuk bulat telur, ujungnya runcing seperti mata tombak.
3. Berbentuk segi empat, tetapi ujungnya runcing.
4. Berbentuk segi empat, ujungnya membulat.
Daun yang masih muda biasanya bewarna kemerahan, keunguan
atau kekuningan; yang di kemudian hari akan berubah pada bagian
permukaan sebelah atas menjadi hijau mengkilat, sedangkan bagian
permukaan bawah berwarna hijau muda. Umur daun bisa mencapai 1
tahun atau lebih.
c. Ekologi Tumbuhan (www.worldagroforestrycentre.org/sea/Publications)
Mangga merupakan jenis buah tropis yang digemari oleh
masyarakat di dunia dan menjadi komoditas perdagangan antar
negara. Publitas mangga dikenal sebagai The Best Loved-Tropical ,
mendampingi popularitas durian sebagai King of Fruit. Komoditas
hortikultura, khususnya buah-buahan salah satunya buah mangga
mempunyai prospek baik bila dikembangkan secara intensif dan dalam
skala agribisnis. Dari tahun ke tahun permintaan buah tropis didalam
dan luar negeri semakin meningkat, baik dalam bentuk segar maupun
olahan.
d. Nama daerah(www.warintek.ristek.go.id/pertanian/mangga.pdf)
Daerah Makassar menyebutnya dengan taipa; orang Lombok biasa
menamainya dengan pao’; di daerah Bima menyebut manga dengan
sebutan Fo’o; daerah acah menyebutnya dengan memplam.
e. Kandungan kimia(www.warintek.ristek.go.id/pertanian/mangga.pdf)
Tanaman ini mengandung senyawa kimia diantaranya asam galat;
flavonoid; antosianin; alkaloid; saponin; vitamin C; ribovlavin; dan
asam amino.
f. Khasiat(www.warintek.ristek.go.id/pertanian/mangga.pdf)
Berbagai referensi menyebutkan tanaman ini memiliki sifat kimia
dan efek farmakologis tertentu.Yaitu, bersifat pengelat (astringent),
peluruh kencing, penyegar, penambah nafsu makan, pencahar ringan,
peluruh dahak dan antioksidan.Kandungan asam galat pada mangga
sangat baik untuk saluran pencernaan.Sedangkan kandungan
riboflavinnya sangat baik untuk kesehatan mata, mulut, dan
tenggorokan.Karena berbagai kandungan zat dan senyawa itu mangga
juga memiliki khasiat untuk menyembuhkan berbagai penyakit dan
gangguan.Di antaranya radang kulit, influenza, asma, gangguan
penglihatan, gusi berdarah, radang tenggorokan, radang saluran
napas, sesak napas, dan borok.Selain itu juga bisa mengatasi bisul,
kudis, eksim, perut mulas, diare, mabuk perjalanan, cacingan, kurang
nafsu makan, keputihan, gangguan menstruasi, hernia, dan rematik.
3. Sampel Biota Laut Teripang (Holthuria indica)
a. Klasifikasi Sampel Teripang (Holthuria indica)
(www.wikipidia/klasifikasi teripang.com)
Kerajaan : Animalia
Filum : Echinodermata
Upafilum : Echinozoa
Kelas : Holothuroidea
Genus : Holothuria
Spesies : Holothuria indica
b. Kandungan Kimia (www.mediaindonesia.com)
Kalogen, Mukopolisakarida / Glycosaminoglycan Acid,
Glucosamine dan Chondroitin, Saponin.Kandungan lainnya :
Gamapeptide, Omega 3, 6 dan 9, Protein (Asam Amino, Lektin),
Vitamin : A, B1, B2, B3, Sodium, Kuprum, Potasium, Iodin,
Fosforus, Zinc, dan Magnesium.
c. Manfaat Dari Teripang (Holothuria indica)
(www.mediaindonesia.com)
Kalogen
1. Mempercepat penyembuhan luka.
2. Memelihara kesehatan sendi dan tulang, mencegah
osteoporosis.
3. Membuat kulit menjadi lebih muda, meningkatkan kecantikan
dan memperlambat penuaan dini.
Mukopolisakarida / Glycosaminoglycan Acid
1. Meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
2. Anti kanker dan anti tumor
3. Mengurangi rasa sakit dan mempercepat penyembuhan luka.
4. Mengurangi kadar gula darah dan kekentalan darah,
mengendalikan lemak darah,dan mengurangi kolesterol
5. Sebagai antivirus dan anti radioaktif
Glucosamine dan Chondroitin
1. Mencegah inflamasi dan mengurangi rasa sakit secara alami.
2. Menyokong kesehatan tulang rawan, tendon dan ligamen.
3. Meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
Saponin
1. Antioksidan, anti mikroba, dan anti kanker.
2. Merangsang pembentukan sunsum tulang, memproduksi darah
dan mencegah anemia.
A. Metode Ekstraksi Bahan Alam
1. Tujuan Ekstraksi
Ekstraksi adalah penyarian komponen kimia atau zat-zat aktif
dari bagian tanaman obat, hewan dan beberapa jenis hewan termasuk
biota laut.Komponen kimia yang terdapat pada tanaman, hewan dan
beberapa jenis ikan pada umumnya mengandung senyawa-senyawa
yang mudah larut dalam pelarut organik.Pelarut organik yang paling
umum digunakan untuk mengekstraksikan komponen kimia dari sel
tanaman adalah metanol, etanol, kloroform, heksan, eter, aseton,
benzen dan etil asetat (Hembing, 1994).
Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik komponen kimia yang
terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan
massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan
mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke
dalam pelarut v (Hembing, 1994).
Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman
adalah pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke
dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut
dalam pelarut organic di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi
keluar sel dan proses ini akan berulang terus sampai terjadi
keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di luar
sel (Ditjen POM, 1986).
Jadi, tujuan dari ekstraksi adalah untuk menarik bahan atau zat-
zat yang dapat larut dalam bahan yang tidak larut dengan
menggunakan pelarut cair (Ditjen POM, 1986).
2. Jenis-jenis ekstraksi
Jenis ekstraksi bahan alam yang sering dilakukan adalah :
a. Secara panas seperti refluks dan destilasi uap air karena sampel
langsung dipanaskan dengan pelarut; dimana umumnya digunakan
untuk sampel yang mempunyai bentuk dan dinding sel yang tebal.
b. Secara dingin misalnya maserasi, perkolasi, dan soxhlet. Dimana
untuk maserasi dilakukan dengan cara merendam simplisia,
sedangkan soxhlet dengan cara cairam penyari dipanaskan dan
uap cairan penyari naik ke kondensor kemudian terjadi kondensasi
dan turun menyari simplisia (Gembong, 1991).
3. Cara-cara ekstraksi
a. Infudasi
Infudasi adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari
simplisia dengan air pada suhu 90 C selama 15 manit. Infudasi
merupakan proses penyarian yang paling umum digunakan untuk
menyari kandungan zat aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan
nabati. Penyarian dengan cara ini menghasikan sari yang tidak
stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang sehingga tidak
boleh disimpanl lebih dari 24 jam (Ferdi, 2009).
Infus dibuat dengan cara :(Anonim, 2009).
1. Membasahi bahan bakunya biasanya dengan air 2 kali bobotbahan,
untuk bunga 4 kali bobot, unutk karagen 10 kali bobot bahan.
2. Bahan baku ditambah dengan air dan dipanaskan selama 15 menit
pada suhu 90 C
3. Untuk memindahkan penyarian kadang-kadang perlu ditambah
bahan kimia misalnya : asam sittrat unutk infus kina dan lain-lain
4. Penyaringan dilakukan pada saat cairan masih panas, kecuali
bahan yang mengandung bahan yang mudah menguap.
b. Maserasi
Metode maserasi merupakan cara penyarian yang
sederhana, yang dilakukan dengan cara merendam serbuk
simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada
temperatur yang terlindung oleh cahaya (Anonim, 2009).
Maserasi dilakukan untuk penyarian simplisia yang
mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak
mengandung bahan yang mudah mengembang dalam cairan
penyari, tidak mengandung benzoin, stirak, dll (Fachruddin, 2001).
Maserasi dilakukan dengan cara memasukkan 10 bagian
simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok
kedalam sebuah bejana, ditungi dengan 75 bagian penyari, dan
ditutup, serta dibiarkan selama 5 hari, terlindung dari cahaya sambil
sekali-kali diaduk, diserkai dan peras, cuci ampas dengan cairan
penyari secukupnya sampai diperoleh 100 bagian. Pindahkan ke
dalam bejana tertutup, biarkan di tempat sejuk dan terlindung dari
cahaya selama 2 hari.(Fachruddin, 2001).
c. Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan
mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah
dibasahi. Prinsipnya adalah serbuk simplisia ditempatkan dalam
bejana silinder yang bagian bawahnya di beri sekat berpori, cairan
penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan
penyari akan melarutkan zat aktif dalam sel-sel simplisia yang
dialalui sampai mencapai keadaan jenuh, gerakan ke bawah
disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan tekanan
penyari dari cairan diatasnya dikurangi dengan daya kapiler yang
cenderung untuk menahan gerakan ke bawah (Anonim, 2009).
Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator,
cairan yang digunakan untuk menyari disebut cairan penyari atau
menstrum, larutan zat aktif yang keluar dari perkolator disebut sari
atau perkolat, sedangkan sisa setelah dilakukannya penyarian
disebut ampas atau sisa perkolasi (Gembong, 1991).
d. Soxhletasi
Sampel atau bahan yang akan diekstraksi terlebih dahulu
diserbukkan dan ditimbang kemudaian dimasukkan ke dalam
klonsong yang telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa (tinggi
sampel dalam klonsong tidak boleh lebih dari pipa siphon)
selanjutnya labu alas bulat diisi dengan cairan penyari yang sesuai
kemudian ditempatkan di atas waterbath atau heating mantel dan
diklaim dengan kuat kemudian klonsong yang telah diisi sampel
dipasang pada labu alas bulat yang dikuatkan dengan klaim dan
cairan penyari ditambahkan unuk membasahi sampel yang ada
dalam klonsong (diusahakan tidak terjadi sirkulasi) (Anonim, 2009).
Setelah itu, kondensor dipasang tegak lurus dan diklaim
pada statif dengan kuat. Aliran air dan pemanas dijalankan hingga
terjadi proses ekstraksi zat aktif sampai sempurna (biasanya 20-25
x sirkulasi) (Fachruddin, 2001).
Uap penyari akan naik ke atas melalui serbuk simplisia. Uap
penyari mengembun karena didinginkan oleh pendingin
balik.Embun turun melalui serbuka simplisia sambil melarutkan zat
aktifnya dan kembali ke labu. Karena adanya sifon, maka setelah
cairan mencapai permukaan sifon, seluruh cairan akan kembali ke
labu. Cara ini lebih menguntungkan karena uap panas tidak melalui
serbuk simplisia tetapi melalui pipa samping (Gembong, 1991).
e. Refluks
Simplisia yang biasa diekstraksi dengan metode refluks
adalah yang mempunyai komponen kimia yang tahan terhadap
pemanasan dan mempunyai tekstur yang keras seperti akar,
batang, buah, biji, dan herba.(Fachruddin, 2001).
Cara ini termasuk cara ekstraksi berkesinambungan. Bahan
yang akan diekstraksi direndam dalam cairan penyari dalam labu
alas bulat yang dilengkapi dengan pendingin tegak, kemudian
dipanaskan sampai mendidih cairan penyari akan menguap, uap
tersebut diembunkan oleh pendingin tegak dan turun kembali
menyari zat aktif dalam simplisia demikian seterusnya. Ekstraksi
secara refluks biasanya dilakukan selama 3 x 4 jam (Anonim,
2009).
f. Destilasi Uap Air
Destilasi uap adalah metode yang popular untuk ekstraksi
minyak-minyak menguap (minyak esensial) dari sampel tanaman.
Destilasi uap berpegang pada prinsip fisik yaitu, jika dua
cairan tidak bercampur digabungkan, tiap cairan bertindak seolah-
olah pelarut itu hanya sendiri, dan menggunakan tekanan uap
(Hembing, 1994).
B. Penguapan ekstrak
1. Pengertian
Penguapan ekstrak dimaksudkan untuk mendapatkan
konsistensi ekstrak yang lebih pekat. Tujuan dilakukannya penguapan
adalah untuk menghilangkan cairan penyari yang digunakan, agar
tidak mengganggu pada proses ekstraksi cair-cair (corong pisah) atau
padat cair (Anonim, 2009)
2. Metode penguapan
Ada beberapa metode yang dapat digunakan, yaitu
penguapan sederhana menggunakan pemanasan, penguapan pada
tekanan yang diturunkan, penguapan dengan aliran gas, beku kering,
vakum desikator dan oven (Anonim, 2009).
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi penguapan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penguapan, antara lain :
(Anonim, 2009).
a. Periksa lebih dulu oil level pada pompa vakum
b. Bilas labu sampel dengan eter dan ditambahkan larutan penyari
pada penampungan
c. Proses penguapan dilakukan sampai diperoleh ekstrak kental yang
ditandai gelembung udara yang pecah-pecah pada permukaan
ekstrak dalam labu alas bulat.
4. Pembagian ekstrak
Menurut farmakope Indonesia III dikenal tiga macam ekstrak,
yaitu:(Anonim, 2009).
a. Ekstrak cair : adalah ekstrak yang diperoleh dari hasil penyarian
bahan alam masih mengandung larutan penyari.
b. Ekstrak kental : adalah ekstrak yang telah mengalami proses
penguapan, dan tidak mengandung cairan penyari lagi, tetapi
konsistensinya tetap cair pada suhu kamar.
c. Ekstrak kering : adalah ekstrak yang telah mengalami proses
penguapan dan tidak mengandung pelarut lagi dan mempunyai
konsistensi padat (berwujud kering).
C. Partisi ekstrak
1. Partisi cair-cair
Ekstraksi cair-cair adalah proses pemisahan zat terlarut di
dalam 2 macam zat pelarut yang tidak saling bercampur atau dengan
kata lain perbandingan konsentrasi zat terlarut dalam pelarut organik
dan pelarut air (Anonim, 2009).
Ekstraksi cair-cair biasa juga disebut sebagai metode corong
pisah. Jika suatu cairan ditambahkan ke dalam ekstrak yang telah
dilarutkan dalam cairan lain yang tidak dapat bercampur dengan yang
pertama, akan terbentuk dua lapisan. Satu komponen dari campuran
akan memiliki kelarutan dalam kedua lapisan tersebut (biasanya
disebut fase) dan setelah beberapa waktu dicapai kesetimbangan
konsentrasi dalam kedua lapisan. Waktu yang diperlukan untuk
tercapainya kesetimbangan biasanya dipersingkat oleh pencampuran
keduanya dalam corong pisah (Ditjen POM, 1986)
Pelarut yang mudah menguap tidak dicampur dengan fase air
yang panas (atau bahkan hangat). Hal ini dapat menyebabkan
peningkatan tekanan uap sangat besar yang dihasilkan sehingga tutup
corong pisah terbang dan isinya tersemprot keluar. Hal ini dapat juga
terjadi dengan cairan dingin jika terjadi reaksi eksotermis misal
pencampuran asam dan basa, pengenceran asam-asam kuat (Ditjen
POM, 1986).
Waktu yang diperlukan untuk tercapainya kessetimbangan
biasanya dipersingkat oleh percampuran kedua fase tersebut dalam
corong pisah (Ditjen POM, 1986).
Yang sangat penting diperhatikan dalam hal ini adalah pelarut
yang mudah menguap tidak bercampur dengan fase air yang panas
(atau bahkan hangat). Hal ini dapat menyebabkan peningkatan
tekanan uap sangat besar yang dihasilkan sehingga tutup corong
pisah terbang dan isinya tersemprot keluar. Hal ini dapat juga terjadi
dengan cairan dingin jika terjadi reaksi eksotermis, misalnya
pencampuran asam dan basa, pengenceran asam-asam kuat.
(Fachruddin, 2001).
Beberapa fase organik mudah emulsi dengan fase air,
khususnya jika terdapat partikel kecil atau yang terbentuk oleh
pengendapan (Fachruddin, 2001).
2. Partisi padat-cair
Partisi padat-cair (lactithing) adalah proses pemisahan untuk
memperoleh komponen zat terlarut dari campurannya dalam padatan
dengan menggunakan pelarut yang sesuai (Anonim, 2009).
Jika suatu cairan ditambahkan ke dalam ekstrak yang telah
dilarutkan dalam cairan lain yang tidak bercampur dengan yang
pertama akan terbentuk 2 lapisan. Satu komponen dari campuran akan
memilki kelarutan dalam kedua lapisan tersebut (biasanya disebut
fase) dan setelah beberapa waktu mencapai kesetimbangan
konsentrasi dalam kedua lapisan (Anonim, 2009).
Beberapa fase organik mudah membentuk emulsi dengan fase
air, khususnya jika terdapat partikel kecil atau terbentuk oleh
pengendapan. Kelarutan senyawa tidak bermuatan dalam satu fase
pada suhu tertentu tergantung pada kemiripan kepolarannya dengan
fase cair, menggunakan prinsip "like dissolve like". Molekul bermuatan
yang memiliki afinitas tinggi terhadap cairan dengan sejumlah besar
ion bermuatan berlawanan dan juga dalam kasus ini menarik yang
berlawanan"misalnya senyawa asam akan lebih larut dalam fase air
yang basa daripada yang netral atau asam. Ratio konsentrasi senyawa
dalam kedua fase disebut koefesien partisi (K). Senyawa yang
berbeda akan mempunyai koefesien partisi yang berbeda, sehingga
jika satu senyawa sangat polar, koefesien partisi relatifnya ke fase
polar lebih tinggi daripada senyawa nonpolar (Ditjen POM, 1986).
D. Kromatografi Lapis Tipis
Kromatogradi lapis tipis adalah suatu metode analisis yang
digunakan untuk memisahkan suatu canmpuran senyawa secara cepat
dan sederhana.Prinsipnya didasarkan atas paritsi dan adsorpsi.Zat
penyerap merupakan fase stasioner, berupa bubuk halus dibuat serba
rata dan tipis diatas lempeng kaca (Hembing, 1994).
Fase diam yang umum diguankan adalah silica gel, baik yang
normal fase maupun reversed fase. Pada KLT komponen bergerak
degan kecepatan yang berbeda-beda mengkuti naiknya eluen, katrena
daya serap adsorben pada komponen-komponen tidak sama, maka
komponen bergerak dengan kecepatan berbeda dan hal inilah yang
merupakan atau menyebabkan terjadinya pemisahan. Perbandingan
kecepatan permukaan dari pelarut dengan jarak yang ditempuh oleh
senyawa terlarut merupakan dasar untuk mengidentifikasi komponen-
komponen yang terdapat dalam ekstrak atau campuran senyawa
tersebut (Hembing, 1994).
E. Penampak Bercak pada KLT (Anonim, 2009)
Penampak bercak pada KLT berdasarkan senyawa yang di
identifikasi, antara lain :
1. Kumarin
Penampak bercak : ammonia atau kalium hidroksida 5% etanol
(90 %) LP
2. sFlavanoid
Penampak bercak : difenilboriloksietilamina
3. Antraglikosida, arbutin, glikosida jantung, zat pahit
Penampak bercak antraglikosida : kalium hidroksida 5%
etanol (95%).
Penampak bercak glikosida jantung : kedde LP, antimony (III)
klorida LP
Penampak bercak zat pahit : vanillin-asam sulfat, besi
(III) , klorida, biru permanen LP, komarowsky LP
4. Minyak atsiri
Penampak bercak : vanillin-asam sulfat, besi (III) klorida, biru
permanen LP, komarowsky LP
5. Saponin
Penampak bercak : vanillin-asam sulfat LP, darah LP
6. Valepotriat
Penampak bercak : asam klorida-asam asetat LP
7. Alkaloid
Penampak bercak : dragendorf LP, mayer, wagner, iodoplatina LP
8. Triterpenoid dan steroid
Penampak bercak : Liebermann Burchardat LP
1. Lampu UV (Sebastian, 2009)
a. Penampakan noda pada lampu UV 254 nm adalah karena adanya
daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat
oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut. Fluoresensi cahaya
yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh
komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat
energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali
ke keadaan semula sambil melepaskan energi. Energi inilah yang
menyebabkan perbedaan fluoresensi warna yang dihasilkan oleh
tiap noda.
b. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah karena adanya
daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat
oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut. Sehingga noda
yang tampak pada lampu UV 366 terlihat terang karena silika gel
yang digunakan tidak berfluororesensi pada sinar UV 366 nm.
2. Pereaksi KLT (Anonim, 2009)
Penentuan cairan elusi berdasarkan hasil uji pendahuluan
sebelumnya yaitu :
1. Kumarin
Cairan elusi dengan dietil eter P-toluene P (1:1) dijenuhkan
dengan larutan asam asetat P 10 %.
2. Flavanoid
Cairan elusi etil asetat P-asam format P-asam asetat glasial P-
air (100:11:11:27)
3. Antraglikosida, arbutin, glikosida jantung, zat pahit
Cairan elusi etil asetat P-metanol P-air (100:13,5:10)
4. Minyak atsiri
Cairan elusi kloroform P-etanol P—asam asetat glasial P
(94:5:1)
5. Saponin
Cairan elusi kloroform P-metanol P-air (64:50:10)
6. Valepotriat
Cairan elusi toluene P-etil asetat P (93:7)
7. Alkaloid
Cairan elusi toluene P-etil asetat P-dietilamin P (70:20:10)
8. Triterpenoid dan steroid
Cairan elusi n-hexan-etilasetat
F. Prosedur Kerja (Anonim, 2009)
1. Ekstraksi Sampel
a. Maserasi
Ekstraksi dengan pelarut metanol menggunakan metode
maserasi. Adapun caranya yaitu sampel sebanyak 100 gr
dimasukkan dalam toples kaca, kemudian direndam dengan pelarut
metanol sampai tinggi 1-2 cm di atas sampel yang terendam,
disimpan pada tempat yang terhindar dari sinar matahari langsung
sekali-kali diaduk. Dimaserasi selama 5 hari.Penyarian dilakukan
sebanyak 3 kali. Ekstrak cair yang diperoleh diuapkan dengan
rotavapor hingga mengental dan dikeringkan dengan penguapan
pada kompor listrik di depan kipas angin. Setelah kering betul
dimasukkan dalam vial dan diberi label. Dimasukkan dalam
eksikator.
2. Partisi Cair-cair
a. Partisi Cair-cair dengan pelarut eter
10 gram ekstrak disuspensi dengan 5 ml air.Dimasukkan
dalam corong pisah kemudian ditambah 15 ml eter.Kocok
kemudian keluarkan airnya.Eter dipisahkan.Air dimasukkan lagi dan
ditambah 15 ml Eter.Airnya dikeluarkan dan heksan
dipisahkan.Lakukan sebanyak 3 kali.
b. Partisi Cair-cair dengan Pelarut n-Butanol
10 gram ekstrak disuspensi dengan 5 ml air.Dimasukkan
dalam corong pisah kemudian ditambah 15 ml n-Butanol.Kocok
kemudian keluarkan airnya.N-Butanol dipisahkan.Air dimasukkan
lagi ditambah 15 ml butanol.N-Butanol dipisahkan.Lakukan
sebanyak 3 kali.
3. Partisi Padat-cair
Ekstrak metanol kering yang diperoleh, diambil sebanyak 4 gram untuk
diekstraksi dengan pelarut dietil eter dengan cara partisi padat cair
yaitu ekstrak metanol kering tersebut dimasukkan ke dalam labu
Erlenmeyer 250 ml lalu ditambahkan sekitar 20 ml dietil eter. Batang
pengaduk magnetik dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer kemudian
diletakkan di atas plat stirrer. Stirrer disambungkan dengan sumber
arus listrik dan distel dengan kecepatan yang sesuai.Biarkan sampai
pelarut jenuh, kemudian suspensi dikeluarkan dan dipisahkan antara
padatan dan cairan.Bagian yang tidak larut dimasukkan kembali ke
dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 20 ml dietil eter yang baru lalu
dilakukan seperti pada perlakuan pertama. Proses partisi padat cair ini
dilakukan hingga pelarut dietil eter yang ditambahkan bening. Fraksi
larut dietil eter dikumpulkan, pelarutnya diuapkan hingga diperoleh
ekstrak dietil eter kering.
4. Identifikasi Kromatografi Lapis Tipis
a. Pembuatan Lempeng KLT
1. Lempeng KLT diaktifkan dalam oven pada suhu 105-110 0C
selama setengah jam.
2. Lempeng dikeluarkan dan digunting dengan ukuran 7 x 2 cm.
3. Lempeng siap digunakan.
b.Identifikasi Kromatografi Lapis Tipis
1. Disiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
2. Ekstrak n-Heksan/eter (dilarutkan dengan kloroform), ekstrak
metanol/etanol (dilarutkan dalam campuran kloroform dan
metanol dengan perbandingan 1:1) serta ekstrak n-butanol
(dilarutkan dengan metanol)
3. Ekstrak diambil dengan menggunakan pipa kapiler, kemudian
ditotolkan pada lempeng yang telah disiapkan sebanyak 5-20
mikroliter
4. Lempeng yang telah ditotol diangin-anginkan sebentar untuk
menguapkan pelarutnya lalu dimasukkan ke dalam chamber
yang telah dijenuhkan
5. Dikeluarkan kemudian dilihat nodanya pada UV 254 nm dan
366 nm. Diberi tanda pada lempeng nodanya. Lalu semprot
dengan H2SO4 10 %
6. Ukur jarak noda dan jarak pelarut. Kemudian dihitung nilai
Rfnya.
BAB III
METODOLOGI KERJA
A. Alat dan Bahan
a. Pengolahan sampel
Alat-alat yang digunakan adalah gunting, kantong plastik,
kotak, pisau/cutter, parang, timbangan kue.
Bahan-bahan yang digunakan adalah alkohol 70%, Daun
Belimbing Wuluh (Averrhoa folium), Klika Mangga (Mangifera
cortex) dan Kertas Koran.
b. Ekstraksi
Adapun alat yang digunakan adalah batang pengaduk,
bejana maserasi, cawan porselin, corong kaca, heater, labu alas
bulat dan kondensor.
Bahan yang digunakan adalah aquadest, batu didih, Daun
Belimbing Wuluh (Averrhoa folium), Klika Mangga (Mangifera
cortex) etanol 70%, kertas saring, panci, tissue, dan vaselin.
c. Penguapan Pelarut Pada Sampel
Alat yang digunakan yaitu corong kaca, pompa vakum,
rotavapor. Sedangkan bahan yang digunakan adalah ekstrak cair
etanol Averrhoa folium (daun belimbing wuluh) dan Mangifera
cortex ( klika mangga).
d. Partisi Ekstrak
Alat yang digunakan adalah corong pisah, corong kaca,
eksikator, Erlenmeyer, gelas piala, gelas ukur, statif, stirrer, klem,
vial. Sedangkan bahan yang digunakan adalah aquades, ekstrak
kental etanol Averrhoa folium (daun belimbing wuluh) dan
Mangifera cortex ( klika mangga), ekstrak n-butanol Averrhoa
folium (daun belimbing wuluh) dan Mangifera cortex ( klika
mangga), ekstrak n-heksan Averrhoa folium (daun belimbing wuluh)
dan Mangifera cortex ( klika mangga), n-butanol jenuh air, dan n-
heksan.
e. Identifikasi Noda/Bercak dengan KLT
Alat yang digunakan adalah chamber KLT, cutter, kertas
saring, lampu UV 254 nm dan 366 nm, lempeng KLT (silica gel),
mistar, pensil 2B, pinset, dan pipa kapiler. Sedangkan bahan yang
digunakan adalah aluminium foil, ekstrak n-heksan, ekstrak n-
butanol, ekstrak etanol, kertas saring, pelarut n-heksan, pelarut n-
butanol, eluen n-heksan : etil (7 : 3), eluen kloroform : metanol (8 :
2), iod 0,1 M dan tissue.
C. Prosedur Kerja
1. Pengambilan dan Pengolahan Sampel
Pengambilan sampel diambil dalam kegiatan Praktek Kerja
Lapangan (PKL) di Desa Lampoko, Kec. Balusu, Kab. Barru Sulawesi
Selatan pada tanggal 30 oktober 2011.
a. Sampel I daun belimbing wuluh (Averrhoa folium).
1. Disiapkan alat yang akan digunakan
2. Dipilih tanaman yang akan dipanen.
3. Dipetik daun Belimbing wuluh (Averhoa folium) kelima dari
pucuk, waktu pemanenan pada pukul 07.00 – 11.00 WITA.
4. Dicuci sampel dengan air mengalir.
5. Disortasi kering
6. Dirajang dan dipotong kecil-kecil
7. Dikeringkan dengan cara diangin-anginkan
8. Ditimbang sampel yang telah dirajang
b. Sampel II Kulit / Klika batang manga (Mangifera cortex)
1. Disiapkan alat yang akan digunakan
2. Dipilih tanaman yang akan dipanen.
3. Dipetik daun Belimbing wuluh (Averhoa folium) kelima dari
pucuk, waktu pemanenan pada pukul 07.00 – 11.00
4. Dicuci sampel dengan air mengalir.
5. Disortasi kering
6. Dirajang dan dipotong kecil-kecil
7. Dikeringkan dengan cara ditempatkan dibawah sinar matahari
langsung
8. Ditimbang sampel yang telah dirajang
c. Sampel biota laut Teripang (Holothuria indica)
1. Disiapkan alat dan bahan yang digunakan
2. Dipanen sampel teripang (Holothuria indica) dari laut
3. Dimasukan dalm toples yang telah berisi etanol 70% untuk
diawetkan.
4. Ditutup toples dengan rapat, dimana pada bagian toples dililit
dengan solasi ban agar pelarutnya tidak menguap.
2. Metode Ekstraksi yang Digunakan
a. Sampel Daun Belimbing wuluh (Averhoa folium)
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Ditimbang daun belimbing wuluh (Averhoa folium) sebanyak 150
gram
3. Dimasukkan sampel daun belimbing wuluh (Averhoa folium)
4. Ditambahkan cairan penyari etanol 70% hingga sampel terendam
seluruhnya (2,9 liter)
5. Ditutup toples kemudian didiamkan selama 3x24 jam dan sesekali
diaduk.
b. Sampel klika mangga (Mangifera cortex)
Ekstraksi dengan metode refluks
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Ditimbang sampel klika mangga (Mangifera cortex) sebanyak 100
gram
3. Ditambahkan dengan etanol 70% hingga terendam seluruhnya
(500 ml)
4. Dipasang labu alas bulat pada kondensor (pada ujung kondensor
yang terhubung dengan labu alas bulat diolesi dengan vaselin).
5. Direfluks selama 4-8 jam.
6. Diamati cairan penyari (apabila sudah pekat maka pengerjaan
dianggap telah selesai)
3. Penguapan
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Sampel atau ekstrak cair daun Belimbing wuluh (Averhoa folium)
yang akan diuapkan dimasukkan kedalam labu alas bulat dengan
volume 2/3 bagian dari volume labu alas bulat yang digunakan,
kemudian water bath distel pada suhu yang sesuai (5-10oC
dibawah titik didih pelarut yang digunakan) dengan menekan
tombol on-off.
3. Setelah suhu tercapai, lalu alas bulat yang telah diisi dengan
ekstrak dipasang dengan kuat pada ujung rotor yang
emnghubungkan kondensor. Aliran air pendingin dan pompa vakum
kemudian tombol rotor diputar dengan kecepatan tertentu,
kemudian dilanjutkan dengan mengaktifkan pompa vakum.
4. Ekstrak dapat ditambah melalui selang pemasuk yang terlebih
dahulu memutar tombol rotor ke arah nol dengan sendirinya ekstrak
akan terisap masuk kedalam labu, setelah itu penguapan
dilanjutkan dengan memutar kembali rotor pada kecepatan semula.
5. Setelah proses penguapan selesai maka alat dihentikan dengan
menekan tombol off pada water batch rotor dan pompa vakum.
6. Dipindahkan sampel yang telah diuapkan kedalam wadah yang
baru kemudian diuapkan dengan diangin-anginkan atau
menggunakan hiredryer. Untuk sampel klika mangga (Mangifera
cortex) diuapkan menggunakan hiredryer.
4. Metode Partisi
a. Partisi padat cair Sampel I (Averhoa belimbi) dan Sampel II
(Mangifera indica L)
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Ekstrak etanol kering yang diperoleh, diambil sebanyak 5 gram
3. Dilarutkan dengan pelarut n-heksan sebanyak 30 ml pada
Erlenmeyer
4. Dihomogenkan diatas stirrer, kemudian didiamkan.
5. Diambil residunya dan filtratnya ditambahkan lagi dengan
pelarut n-heksan sebanyak 30 ml, dilakukan hingga 3 kali.
6. Diambil lagi kembali ekstrak n-heksan (filtratnya) kemudian
7. ditambahkan dengan n-butanol jenuh air sebanyak 30 ml.
8. Dihomogenkan diatas stirrer.
9. Diambil residunya/ekstrak n-butanol
10.Dikeringkan masing-masing ekstrak n-heksan dan n-butanol
kemudian ditimbang
11.Dilakukan hal yang sama pada sampel klika mangga (Mangifera
cortex)
Partisi cair-cair pada sampel Teripang (Holothuria indica)
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Ditimbang ekstrak etanol Teripang (Holothuria indica)
sebanyak 5 gram.
3. Dilarutkan ekstrak etanol yang diperoleh dengan aquades
sebanyak 15 ml.
4. Dimasukkan dalam corong pisah
5. Ditambahkan dengan pelarut n-heksan sebanyak 30 ml.
6. Dihomogenka, dengan cara corong pisah diputar satu arah.
7. Didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan.
8. Diambil lapisan pertama dan disimpan pada cawan porselin
sedangkan lapisan kedua yaitu filtranya ditambahkan dengan
n- heksan. Dilakukan hingga 3 kali.
9. Ditambahkan lagi filtratnya dengan n-butanol sebanyak 30 ml
10. Diambil lapisan n-butanol, kemudian ditempatkan pada
cawan porselin.
11. Dikeringkan masing-masing hasil partisi.
12. Ditimbang.
5. Identifikasi dengan Metode KLT
A. Penjenuhan Chamber
1. Chamber diisi dengan eluen (n-heksan : etil dengan
perbandingan 7:3 dan kloroform : methanol perbandingan
8:2 ).
2. Dimasukkan kertas saring hingga dasar gelas, dimana ujung
yang satunya keluar dari gelas, kemudian ditutup.
3. Chamber telah jenuh bila kertas saring telah basah sampai
pada mulut gelas.
B. Penotolan Sampel
1. Ekstrak n-heksan dan ekstrak n-butanol ditotolkan pada
suatu lempeng pada titik awal, menggunakan pipa kapiler
secara tegak lurus dengan permukaan lempeng, sampai
diperoleh penotolan yang sempurna
2. Lempeng yang telah ditotol kemudian dimasukkan ke dalam
chamber yang telah dijenuhkan dengan eluen (n-heksan (7) :
etil (3), kloroform (8) : metanol (2)), dengan posisi berdiri
dengan kemiringan lebih kurang 50 (diusahakan tempat
penotolan sampel tidak terendam eluen).
3. Chamber ditutup dan lempeng dibiarkan terelusi sampai
garis akhir.
4. Lempeng dikeluarkan dari chamber kemudian diangin-
anginkan hingga kering dan siap diamati penampakan noda
C. Penampakan noda dengan sinar UV 254 nm dan 366 nm
1. Lempeng yang telah dielusi dan telah dikeringkan diamati
dibawah sinar UV 254 nm dan 366 nm.
2. Penampakan noda pada lempeng diamati dan digambar
pada kertas kalkir, kemudian dihitung nila Rf-nya.
D. Penampakan noda dengan Iod 0,1 M
1. Untuk noda yang tidak tampak pada sinar UV diamati
dengan Iod 0.1 M
2. Iod 0,1 M dimasukkan ke dalam Chamber secukupnya
(Pengganti eluen sebelumnya)
3. Lempeng kemudian dimasukkan ke dalam chamber yang
berisi Iod 0,1 M, didiamkan beberapa menit hingga nodanya
tampak
4. Noda-noda yang tampak dan digambar pada kertas kalkir
5. Nilai Rf noda dihitung.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
1. Pengambilan dan Pengolahan Sampel
Sampel I : Daun Belimbing wuluh (Averhoa folium).
Sampel II : Klika mangga (Mangifera cortex).
No. Pengamatan Sampel I Sampel II
1.
2.
3.
Bobot Sampel Basah
Bobot Sampel Kering
Susut pengeringan
6000 g
4000 g
33,33 %
7000 g
5.500 g
21,43 %
Perhitungan Susut pengeringan
Sampel I :
Susut pengeringan¿ bobot sampelbasah−bobot sampel keringbobot sampelbasah
x100 %
¿6000−4000
6000x100 %=33,33 %
Sampel II :
Susut pengeringan¿ bobot sampelbasah−bobot sampel keringbobot sampelbasah
x100 %
¿7000−5500
7000x 100 %=21,43 %
2. Maserasi
1. Sampel I : Daun Belimbing wuluh (Averhoa folium).
2. Sampel II : Klika mangga (Mangifera cortex).
No. Pengamatan Sampel I Sampel II
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Berat sampel sebelum ekstraksi
Berat sampel setelah ekstraksi
Persentase
Jumlah cairan penyari
Jumlah ekstrak cair
Persentase
150 g
110 g
36,36 %
4000 ml
3900 ml
2,7 %
100 g
90 g
10 %
500 ml
340 ml
32 %
Perhitungan Sampel dan Cairan Penyari
Sampel I :
Sampel ¿bobot sampel sebelum−bobot sampel sesudah
bobot sampel sebelumx 100 %
¿150−40
150x100 %=36,36 %
Cairan Penyari =bobot sampel sebelum−bobot sampel sesudah
bobot sampel sebelumx 100 %
¿4000−3900
4000x100 %=2,7 %
Sampel II :
Sampel ¿bobot sampel sebelum−bobot sampel sesudah
bobot sampel sebelumx 100 %
¿100−90
100x100 %=10 %
Cairan Penyari =bobot sampel sebelum−bobot sampel sesudah
bobot sampel sebelumx 100 %
¿500−340
500x100 %=32 %
3. Penguapan
1. Sampel I : Daun Belimbing wuluh (Averhoa folium).
2. Sampel II : Klika mangga (Mangifera cortex).
No. Pengamatan Sampel I Sampel II
1.
2.
3.
4.
Volume sampel sebelum diuapkan
Volume sampel setelah diuapkan
(ekstrak pekat)
Persentase
Berat sampel setelah diuapkan
(ekstrak kental)
200 ml
70 ml
65 %
0,5 gram
500 ml
340 ml
32 %
5,4 gram
Perhitungan Sampel
Sampel I :
Sampel ¿bobot sampel sebelum−bobot sampel sesudah
bobot sampel sebelumx 100 %
¿200−70
200x100 %=65 %
Sampel II :
Sampel ¿bobot sampel sebelum−bobot sampel sesudah
bobot sampel sebelumx 100 %
¿500−340
500x100 %=32 %
4. Partisi Ekstrak
Sampel I : Daun Belimbing (Averhoa folium)
Sampel II : Klika Mangga ( Mangifera cortex)
No
Pengamatan
Berat Ekstrak
etanol N-
Heksan
% N-
Heksan
N-butanol
% N-
butanol
1.
2.
Sampel I
Sampel II
5 g
5 g
0,48 g
1,69 g
9,6 %
33,8 %
0,28
1,02 g
58,33 %
60,36 %
Perhitungan :
Sampel I :
Ekstrak etanol = 5 g
Ekstrak n-heksan = 0,48
Persentase = 5 – 0,48 x 100 %
5
= 90,4 %
Persentase n-heksan = 100%-90,6%
= 9,6%
Ekstrak n-butanol = 0,28 g
Persentase = 0,48 – 0,28 x 100 %
0,48
= 41,67%
Persentase n-butanol = 100%-41,67%
= 58,33%
Sampel II
Ekstrak Etanol = 5 g
Ekstrak n-heksan = 1,69 g
persentase = 5 – 1,69 x 100%
5
= 66,2%
Persentase n-butanol = 100%-66,2%
= 33,8%
Ekstrak n-butanol = 1,69 – 1,02 x 100 %
1,6 g
= 39,64 %
= 100 – 39,64
= 60,36 %
5. Identifikasi Noda/Bercak dengan KLT
5.1 Ekstrak n-heksan sampel 1 (Averrhoa folium)
Eluen
Jumlah Noda
Keterangan UV 254 UV 366 H2 SO4
n-heksan : EtAc (7:3) 7 7 -
n-heksan : EtAc (8:2) - - -
n-heksan : EtAc (9:1) - - -
5.2 Ekstrak n-Butanol Sampel 1 (Averrhoa Folium)
Eluen
Jumlah Noda
Ket UV 254 UV 366 H2 SO4
CHCl3:MeOH:H2O(10:6:1) - - -
CHCl3:MeOH:H2O(15:6:1) - - -
CHCl3:MeOH:H2O(8:2:1) 6 6 -
5.3 Ekstrak n-heksan Sampel II (Mangifera Cortex)
Eluen
Jumlah Noda
Keterangan UV 254 UV 366 H2 SO4
n-heksan : EtAc (7:3) - - -
n-heksan : EtAc (8:2) 8 8 -
n-heksan : EtAc (9:1) - - -
5.4. Ekstrak n-Butanol Sampel II (Mangifera cortex)
Eluen
Jumlah Noda
Ket UV 254 UV 366 Iod
CHCl3:MeOH:H2O(10:6:1) - - -
CHCl3:MeOH:H2O(15:6:1) - - -
CHCl3:MeOH:H2O(8:2:1) 3 3 3
5.5 Warna noda dan nilai Rf Ekstrak n-Heksan Sampel 1 (Averrhoa
Folium) dengan eluen n-heksan (7 ): etil (3) pada sinar UV 254 nm
No.Noda
Harga Rf Warna Noda
A B C A B C
1
2
3
4
5
6
7
Rf =0,94
Rf =0,87
Rf=0,76
Rf=0,56
Rf=0,53
Rf=0,44
Rf=0,31
Hijau
Hijau
Hijau
Hijau
Hijau
Hijau
Hijau muda
C = n heksan : etil = 7 : 3
Perhitungan Rf
5,2 2,4Rf1 = = 0,94 Rf 6 = = 0,44 5,5 5,5 4,8 1,7Rf2 = = 0,87 Rf7 = = 0,31 5,5 5,5
4,2Rf3 = = 0,76 5,5
3,1Rf4 = = 0,56 5,5
2,9Rf5 = = 0,53 5,55.6 Warna noda dan nilai Rf ekstrak n-heksan (Averrhoa Folium) dengan
eluen n-heksan (7) : etil(3) pada sinar UV 366
No.Noda
Harga Rf Warna Noda
A B C A B C
1
2
3
4
5
6
7
Rf =0,94
Rf =0,87
Rf=0,76
Rf=0,56
Rf=0,53
Rf=0,44
Rf=0,31
Ungu
Biru keunguan
Ungu
Ungu
biru keunguan
Ungu
Ungu muda
C = n-heksan : etil, 7 : 3
Perhitungan Rf
5,2 2,4Rf1 = = 0,94 Rf 6 = = 0,44 5,5 5,5 4,8 1,7Rf2 = = 0,87 Rf7 = = 0,31 5,5 5,5
4,2Rf3 = = 0,76 5,5
3,1Rf4 = = 0,56 5,5
2,9Rf5 = = 0,53 5,55.7 Warna noda dan nilai Rf Ekstrak n-butanol Sampel 1 (Averrhoa
Folium) dengan eluen kloroform (8): methanol (2) (UV 254)
No.Noda
Harga Rf Warna Noda
A B C A B C
1
2
3
4
5
6
Rf =0,69
Rf =0,58
Rf=0,52
Rf=0,43
Rf=0,38
Rf=0,25
Hijau
Hijau
Hijau
Hijau
Hijau
Hijau
A = kloroform ; metanol = 8 : 2
Perhitungan Rf
3,7 1,3Rf1 = = 0,69 Rf 6 = = 0,25 5,5 5,5 3,1 Rf2 = = 0,58 5,5
2,8Rf3 = = 0,52 5,5
2,3Rf4 = = 0,43 5,5
2,0
Rf5 = = 0,38 5,55.8 Warna noda dan nilai Rf Ekstrak n-butanol Sampel 1 (Averrhoa
Folium) dengan eluen kloroform (8): methanol (2) (UV 366)
No.Noda
Harga Rf Warna Noda
A B C A B C
1
2
3
4
5
6
Rf =0,69
Rf =0,58
Rf=0,52
Rf=0,43
Rf=0,38
Rf=0,25
Ungu
Ungu
Ungu
Ungu
Ungu
Ungu
A = kloroform ; metanol = 8 : 2
Perhitungan Rf
3,7 1,3Rf1 = = 0,69 Rf 6 = = 0,25 5,5 5,5 3,1 Rf2 = = 0,58 5,5
2,8Rf3 = = 0,52 5,5
2,3Rf4 = = 0,43 5,5
2,0Rf5 = = 0,38 5,5
5.9 Warna noda dan nilai Rf Ekstrak n-Heksan Sampel 2 (Mangifera
cortex) dengan eluen n-heksan : etil 7:3 pada sinar UV 254 nm
No.Noda
Harga Rf Warna Noda
A B C A B C
1
2
3
4
5
6
7
8
Rf =0,87
Rf =0,73
Rf=0,6
Rf=0,51
Rf=0,46
Rf=0,4
Rf=0,29
Rf=0,2
Ungu
Ungu
Ungu
Ungu
Ungu
Ungu
C = n heksan : etil = 7 : 3
Perhitungan Rf
4,2 2,2Rf1 = = 0,87 Rf 6 = = 0,4 5,5 5,5 4 1,6Rf2 = = 0,73 Rf7 = = 0,29 5,5 5,5
3,3 1,1Rf3 = = 0,6 Rf8 = = 0,2 5,5 5,5
2,8Rf4 = = 0,51 5,5
2,5Rf5 = = 0,46 5,5
5.10 Warna noda dan nilai Rf ekstrak n-heksan (Mangifera cortex) dengan
eluen n-heksan : etil 7:3 pada sinar UV 366
No.Noda
Harga Rf Warna Noda
A B C A B C
1
2
3
4
5
6
7
Rf =0,87
Rf =0,73
Rf=0,6
Rf=0,51
Rf=0,46
Rf=0,4
Rf=0,29
Ungu
Biru keunguan
Ungu
Ungu
biru keunguan
Ungu
Ungu
B = N-Heksan (7) : etil (3)
Perhitungan Rf
4,2 2,2Rf1 = = 0,87 Rf 6 = = 0,4 5,5 5,5 4 1,6Rf2 = = 0,73 Rf7 = = 0,29 5,5 5,5
3,3 1,1Rf3 = = 0,6 Rf8 = = 0,2 5,5 5,5
2,8Rf4 = = 0,51 5,5
2,5Rf5 = = 0,46 5,5
5.11 Warna noda dan nilai Rf Ekstrak n-butanol Sampel II (Mangifera
cortex) dengan Iod 0,1 M
No.Noda
Harga Rf Warna Noda
A B C A B C
1
2
3
Rf =0,54
Rf =0,49
Rf=0,14
KuningKuningkuning
A = Iod 0,1 M
Perhitungan Rf
2,9 Rf1 = = 0,54 5,5 2,6 Rf2 = = 0,49 5,5
0,7 Rf3 = = 0,14 5,5
PEMBAHASAN
Fitokimia adalah ilmu yang mempelajari tentang tanaman yang
berkhasiat sebagai obat, dan adapula yang mendefinisikan bahwa
Fitokimia adalah zat aktif dalam tanaman yang memberikan warna, rasa,
bau, dan perlindungan terhadap penyakit pada tanaman. Sedangkan
simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga kecuali dinyatakan lain berupa bahan
yang telah dikeringkan. Pada percobaan ini menggunakan beberapa
metode pengujian, diantaranya adalah :
1. Pengolahan sampel
2. Ekstraksi
3. Partisi ekstrak
4. Identifikasi komponen kimia
Pengambilan dan pengolahan sampel merupakan tahap awal
dalam melakukan praktikum selanjutnya. Untuk mendapatkan sampel
yang kualitasnya optimum maka sampel yang akan diambil dan diolah
harus berdasarkan etno farmakologisnya.
Dalam pengambilan bahan alam diperlukan cara khusus, karena
sampel yang akan diambil memiliki sifat yang berbeda dengan sampel
lainnya, begitu pula dengan waktu pengambilannya dan alat yang
digunakan pada saat pengambilan serta cara pengolahannya setelah
masa pengumpulan telah dilakukan. Untuk waktu pengambilannya yaitu
dari pukul 07.00 – 11.00 atau sebelum matahari condong ke arah barat.
Sedangkan alat atau mesin yang digunakan seperti parang tidak boleh
terbuat dari logam. Karena ditakutkan akan merusak senyawa kimia pada
sampel yang akan diambil. Dan alat yang digunakan untuk pengambilan
daun belimbing wuluh (Averrhoa folium) dan Klika Mangga (Mangifera
cortex) adalah pisau dan parang.
Pada percobaan ini sampel yang digunakan adalah daun belimbing
wuluh (Averhoa folium) dari asal tanaman Averhoa belimbi. Kandungan
kimia yang terdapat dalam belimbing wuluh (Averhoa bilimbi)
adalah :Kalium oksalat; Flavonoid; Pektin; Tanin; Asam galat; Asam
ferulat. Digunakan sebagai Antipiretik; Ekspektoran; kencing manis;
sariawan; tekanan darah tinggi; dan dapat mengatasi panu.
Kemudian sampel yang kedua adalah Klika manga (Mangifera
cortex). Tanaman ini mengandung senyawa kimia diantaranya asam galat;
flavonoid; antosianin; alkaloid; saponin; vitamin C; ribovlavin; dan asam
amino. Berkhasiat sebagai pengelat (astringent), peluruh kencing,
penyegar, penambah nafsu makan, pencahar ringan, peluruh dahak dan
antioksidan.
Tahap selanjutnya adalah ekstraksi, dimana tujuan dari ekstraksi
ini adalah untuk memisahkan komponen atau senyawa kimia yang
terkandung dalam suatu sampel. Pemilihan metode penyarian secara
khusus atau spesifik umumnya erat hubungannya dengan bahan baku
atau bahan aktif yang akan disari. Bahan baku tumbuhan yang dapat
disari bahan aktif mulai dari akar (radix), batang (caulis) klika (corteks),
daun (folium), biji (semen), bunga (flos), dan buah (fructus). Bahan baku
ini ada yang keras, setengah keras hingga yang lunak. Dengan demikian
pemilihan metode penyarian juga tergantung dari bahan tersebut. Pada
dasarnya penyarian dapat dilakukan dengan cara panas atau dingin. Pada
percobaan ini metode yang digunakan untuk sampel yang bertekstur lunak
yaitu daun belimbing wuluh (Averhoa folium) adalah metode maserasi.
Sedangkan untuk sampel yang bertekstur keras yaitu klika mangga
(Mangifera kortex) adalah metode refluks.
Pada dasarnya ekstrak yang akan dihasilkan dapat berupa,
ekstrak cair, ekstrak kental dan ekstrak kering. Ekstrak cair adalah
ekstrak yang diperoleh dari hasil penyarian bahan alam yang masih
mengandung larutan penyari, ekstrak kental adalah ekstrak yang telah
mengalami proses penguapan, dan sudah tidak mengandung cairan
penyari lagi, tetapi konsistensinya masih dalam cairan pada suhu kamar,
dan ekstrak kering adalah ekstrak yang telah mengalami proses
penguapan, dan tidak lagi mengandung cairan penyari dengan konsistensi
padat pada suhu kamar.
Metode ekstraksi dibagi menjadi dua yaitu metode ekstraksi
panas, misalnya destilasi uap, refluks dan sokhletasi dan metode ekstraksi
dingin misalnya maserasi, perkolasi, infundasi, sokhletasi dan lain-lain.
Pemilihan metode ekstraksi bergantung pada faktor-faktor tertentu dan
dengan keuntungan dan kerugian dari metode tersebut. Dalam praktikum
ekstraksi kali ini metode yang digunakan adalah maserasi dan refluks.
Alasan pemilihan metode ini adalah, untuk maserasi karena
pengerjaannya yang tidak rumit dan hasil ekstraksi yang diperoleh cukup
efektif karena pengerjaannya dilakukan secara berkesinambungan.
Sedangkan pada refluks didalam pengerjaannya tidak memerlukan
keahlian khusus dalam merangkai alat-alatnya. Jika dilihat dari hasil
ekstraksi cukup efektif karena dilakukan secara berkesinambungan,
artinya selama merefluks ditambahkan pelarut sebanyak 3 kali selama 4 –
8 jam. Tetapi dari masing-masing metode ini yang kami gunakan
membutuhkan pelarut yang banyak.
Pada metode maserasi sampel yang digunakan adalah daun
belimbing (Averhoa folium). Dimana sampel tersebut ditimbang terlebih
dulu sebanyak 150 g, kemudian dimasukkan dalam bejana (toples)
selanjutnya dimasukan cairan penyari (etanol) kedalam toples yang telah
terisi sampel daun belimbing (Avheroa folium). Kemudian didiamkan
selama 3x24 jam sesekali diaduk. Kemudian disaring ke wadah yang baru
dengan menggunakan kertas saring. Ekstrak yang disaring inilah yang
disebut dengan ekstrak cair. Kemudian ekstrak cair diuapkan dan
residunya ditambahkan lagi dengan cairan penyari, dilakukan sebanyak 3
kali atau sampai cairan penyari berubah warna dari bening menjadi hijau
kehitaman.
Metode maserasi dikatakan sebagai suatu metode yang tidak
membutuhkan ketelitian dan keterampilan tertentu, cara ini cukup
memuaskan. Hal ini didasarkan bahwa pada proses maserasi bahan baku
asal cukup terendam sesuai dengan waktu dan suhu penyimpanan serta
sesekali diaduk, hasilnya akan tetap sesuai yang diharapkan.
Berbeda pada teknik lainnya misalnya perkolasi, ada beberapa
hal yang harus diperhatikan secara khusus, yang apabila tidak dikerjakan
secara tepat hasilnya dapat menyimpang jauh, bahkan sama-sekali tidak
tersari.
Pada metode refluks sampel yang digunakan adalah klika
mangga (Mangifer kortex). Dimana sampel klika mangga (Mangifer kortex)
ditimbang sebanyak 100 g dan dimasukkan kedalam labu alas bulat.
Kemudian cairan penyari (etanol 70%) dimasukkan kedalam labu alas
bulat yang telah terisi sampel sebanyak 500 ml. selanjutnya labu alas
bulat dipasang pada kondensor. Kondensor yang digunakan adalah
kondensor bulat (bola-bola). Digunakan kondensor ini karena uap yang
akan mengalami kondensasi tidak terlalu cepat mengalir ke labu alas bulat
sehingga molekul-molekul cairan penyari mudah terbentuk. Kemudian
dipanaskan dengan menggunakan heater. Setelah cairan penyari
kelihatan pekat lalu disaring ke wadah yang baru kemudian ditambahkan
lagi dengan cairan penyari (etanol 70%) hingga cairan penyari berubah
menjadi bening yang menandakan komponen kimia dalam sampel sudah
tertarik maksimal. Ekstrak yang telah disaring kemudian diuapkan.
Tahap selanjutnya setelah ekstraksi adalah Penguapan ekstrak
dimaksudkan untuk mendapatkan konsistensi ekstrak yang lebih pekat.
Tujuan dilakukannya penguapan yaitu untuk menghilangkan cairan
penyari yang digunakan, agar pada ekstraksi corong pisah hanya didapat
dua lapisan.
Pada proses penguapan yang dilakukan pada kesempatan ini
yaitu penguapan dengan menggunakan rotavapor. Proses yang dilakukan
yaitu ekstrak etanol daun belimbing (Avheroa folium) dimasukkan dalam
labu alas bulat (2/3 bagian dari labu) dan dipasang pada rotor. Kemudian
selang masuk sampel dimasukkan dalam toples yang terisi ekstrak cair
etanol dari daun belimbing (Avheroa folium), kemudian diputar rotor
dengan suhu 5-100 C . Selanjutnya pompa vakum diaktifkan, kemudian
diamati kepekatan dari cairan penyari. Diambil ekstrak kental daun
belimbing (Avheroa folium) dan dipindahkan ke wadah yang baru (cawan
porselin).
Prinsip kerja dari rotavapor yaitu, penguapan dapat terjadi karena
adanya pemanasan yang dipercepat oleh putaran labu alas bulat, dan
cairan penyari dapat menguap 5-10 oC dibawah titik didih pelarutnya
disebabkan oleh adanya penurunan tekanan. Dengan bantuan pompa
vakum uap larutan penyari akan menguap pada kondensor dan
mengalami kondensasi menjadi molekul-molekul cairan pelarut murni
yang ditampung dalam labu alas bulat penampung. Proses penguapan
berakhir yang ditandai dengan adanya letupan atau flooting pada labu
alas bulat tempat sampel
Keuntungan dari penggunaan rotavapor yaitu proses penguapan
dapat berlangsung dengan cepat dan dengan kualitas yang lebi baik,
dalam artian alat ini bersifat efektif dan efisien. Selain itu alat ini pun
memiliki kelemahan, yakni tidak cocok untuk sampel yang mengandung
saponin karena akan terjadi flooting pada saat rotavapor bekerja
(berputar).
Sedangkan pada sampel klika mangga (Mangifera kortex)
menuangkan ekstrak pada wadah yang lebih mudah mengalami sirkulasi
udara bebas (misalnya piring atau mangkuk), kemudian ditempatkan di
depan kipas angin, dan dibiarkan hingga semua cairan penyari
mengering. Setelah di dapatkan ekstrak kering, maka langsung
dimasukkan ke dalam wadah tertutup baik, (biasanya digunakan vial).
Ekstrak kental yang diperoleh dari penguapan selanjutnya
dilakukan pengujian pada aquades untuk menentukan apakah sampel
yang digunakan termasuk partisi cair-cair atau partisi padat-cair. Pada
percobaan ini sampel yang digunakan yaitu daun belimbing wuluh
(Averhoa folium) dan klika mangga (Mangifera kortex) metode yang
digunakan adalah partisi padat-cair karena tidak larut dalam aquadest.
Sedangkan jika sampelnya larut dalam aquades maka metode yang
digunakan adalah partisi cair-cair.
Prinsip dari proses partisi yaitu digunakannya dua pelarut
yang saling tidak bercampur untuk melarutkan zat-zat yang ada dalam
ekstrak. Ekstrak yang digunakan untuk melakukan partisi cair-cair yaitu
biasanya ekstrak metanol. Pelarut yang digunakan yaitu pelarut yang
bersifat polar dan nonpolar.
Pada pengerjaan awal, ekstrak hasil penguapan dilarutkan
dengan 30 ml n-heksan dalam Erlenmeyer di atas stirrer hingga
homogen, kemudian residunya diambil dan filtratnya ditambahkan
dengan n-heksan, pengerjaannya dilakukan sebanyak 3 kali, kemudian
ekstrak n-heksannya diuapkan dan filtratnya ditambahkan denga. pelarut
n-butanol jenuh air sebanyak 3 kali masing-masing 30 ml. Alasan
digunakan n-butanol jenuh air karena berdasarkan rumus kimianya C4 H10
OH yang dapat mengikat 9 – 10 molekul air (H2O) sehingga membentuk
jembatan hidrogen. Dalam hal ini n-butanol jenuh air mampu untuk
mengikat atau menyerap sisa air yang ada pada hasil partisi sebelumnya.
Pada saat partisi, digunakan n-heksan terlebih dahulu daripada n-
butanol karena didasarkan pada tingkat kepolaran dari kedua pelarut
tersebut dimana n-butanol lebih polar dibandingkan n-heksan. Dimana
pada saat partisi sebaiknya digunakan pelarteut non-polal terlebih dahulu
karena jika pelarut polar yang terlebih dahulu digunakan maka ditakutkan
pelarut dapat menarik senyawa polar dan non-polar yang ada dalam
sampel.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepolaran yaitu
antara lain konstanta dielktrik, panjangnya rantai karbon dimana semakin
panjang rantai karbon, maka senyawa tersbut semakin polar. Selain itu
dikenal istilah gugus FON yang mana hal ini didasarkan pada tingkat
kelektronegatifan dari atom F, O dan N. Dimana pada table system
periodi menyatakan bahwa semakin ke kanan letak suatu unsur maka
semakin bersifat elekronegativ artinya semakin bersifat polar.
Didalam melakukan partisi ekstrak biasanya terbentuk tiga
lapisan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, pengaruh
adanya zat pengotor dan adanya zat lemak atau minyak yang dihasilkan
oleh eter pada partisi sebelumnya. Hal ini dapat diatasi dengan
penambahan sedikit metanol melalui dinding corong pisah, selain itu juga
dapat diatasi dengan penambahan emulgator seperti tragakan dan
tween.
Ekstrak yang diperoleh berupa n-heksan dan n-butanol jenuh air
dari hasil partisi tadi kemudian pada Kromatografi Lapis Tipis. Pertama,
ekstrak n-heksan dilarutkan dalam pelarut n-heksan dan n-butanol
dilarutkan dalam pelarut n-butanol secukupnya. Kemudian dilakukan
penjenuhan chamber dengan cara dihomogenkan.
Eluen yang digunakan untuk proses elusi adalah eluen yang
bersifat polar dan non-polar yang berperan sebagai fase gerak dan fase
diamnya adalah silica gel.
Eluen polar yang digunakan adalah kloroform : metanol dengan
variasi perbandingan 8 : 2 dan eluen non-polar yang digunakan adalah n-
heksan-etil dengan variasi perbandingan 7 : 3. Eluen dibuat dari beberapa
macam variasi yang diharapkan dapat menampakkan semua noda yang
ada dalam sampel. Eluen yang digunakan merupakan kombinasi dari dua
atau tiga macam pelarut, hal ini dimaksudkan untuk mencapai semua
tingkat kepolaran sehingga diharapkan eluen ini dapat mengangkat noda
dengan tingkat kepolaran yang berbeda-beda pula. Pada penampakan
noda biasanya terjadi noda berekor, hal ini disebabkan karena masih
adanya kandungan air pada lempeng maka dari itu sebelum penotolan
lempeng KLT dipanaskan shingga uap air yang masih ada sudah tidak
ada lagi dan pada eluen yang masih mengandung air akibat dilakukan
penjenuhan lebih dahulu. Selain itu, konsentrasi eluen yang terlalu pekat
juga dapat menyebabkan terbentuknya noda berekor. Noda terkadang
juga bertumpuk dibawah atau diatas.
Langkah selanjutnya yaitu lempeng dielusi dalam chamber yang
telah dijenuhkan dengan eluen. Chamber diketahui jenuh apabila kertas
saring yang dimasukkan ke dalam chamber telah basah. Dan diusahakan
tempat penotolan tidak terendam oleh eluen. Tujuan penjenuhan
chamber agar pelarut-pelarut yang digunakan saling menyatu sehingga
proses elusi hanya berasal dari eluen saja. Jika chamber tidak dijenuhkan
maka pelarut yang digunakan akan saling tidak bercampur (tidak
homogen) sehingga fase diam (silica gel) hanya menyerap salah satu
pelarut yang menguap dari chamber.
Setelah lempeng dielusi dalam chamber yang berisi eluen, maka
lempeng dikeluarkan dari chamber, kemudian dibiarkan hingga kering
selanjutnya noda yang terbentuk pada lempeng diamati dibawah sinar UV
254 nm dan pada UV 366 nm, sedangkan noda yang tidak tampak
pada UV digunakan H2 SO4 10% atau Iod 0,1 M sebagai pengganti eluen
sebelumnya hingga lempengnya menunjukkan noda yang sempurna.
Penampakan noda pada lampu UV 254 nm karena adanya daya
interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh
Ausokrom yang ada pada noda tersebut. Flourosensi senyawa yang
tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen
tersebut ketika elketron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke
tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula
sambil melepaskan energi. Energi inilah yang menyebabkan perbedaan
flourosensi warna yang dihasilkan oleh tiap noda. Sedangkan
penampakan noda pada lamu UV 366 nm adalah karena adanya molekul
yang mempunyai ikatan rangkap terkonjugasi yang berflourosensi yang
terikat dengan gugus ausokromnya yang dapat dieksitasi ke tingkat energi
yang lebih tinggi dan panjang gelombang dimana absorbs tejadi
tergantung elkton. Elektron dalam ikatan rangkap dua/tiga cukup mudah
tereksitasi ke orbital π lebih tinggi. Dalam molekul terkonjugasi
(mengandung sederetan ikatan rangkap berselang-seling) terjadi
prgeseran batokromik. Energi ini yang menstabilkan persssbedaan
flourosensi warna yang dihasilkan oleh tiap noda.
Berdasarkan hasil penampakan noda pada 254 nm dan 366 nm
terlihat adanya perbedaan warna noda pada kedua lampu UV tersebut.
Hal ini sesuai dengan literatur yang ada, yang menyatakan bahwa
perbedaan tersebut didasari pada prinsip kerja dari kedua lampu UV
tersebut. Dimana pada lampu UV 254 nm lempeng akan berflouresensi
sedangkan sampel akan tampak berwarna gelap sedangkan pada UV 366
nm noda akan berflouresensi dan lempeng akan berwarna gelap.
Sedangkan noda yang tidak tampak di lampu UV disemprot dengan
H2 SO4 10% dan kemudian dipanaskan diatas pemanas hingga tampak
noda pada lempeng atau menggunakan iod. Fungsi pemanasan lempeng
setelah disemprotkan dengan H2 SO4 10% untuk memperoleh noda yang
sempurna (stabil). Digunakan H2 SO4 10% karena asam sulfat ini bersifat
reduktor sehingga dapat memutuskan ikatan rangkap sehingga panjang
gelombangnya akan bergeser ke arah yang lebih panjang sehingga dapat
terlihat oleh mata. Konsentrasi asam sulfat yang digunakan adalah 10%
karena jika konsentrasinya telalu pekat dapat merusak lempeng namun
jika konsentrasinya telalu rendah maka kemampuan pemutusan ikatannya
tidak maksimal. Proses pemanasan dimaksudkan untuk membantu proses
pemutusan ikatan rangkap oleh asam sulfat.
Pada percobaan ini, khusunya ekstrak n-butanol klika mangga
dengan eluen kloroform : methanol (8 : 2) tidak menampakan noda pada
lempeng, hal ini disebabkan karena ketidaksesuaian variasi eluen dengan
ekstrak yang digunakan.
Alasan dilakukan uji skrining pada pengujian aktiivitas antimikroba
pada bahan alam ini yaitu untuk mengetahui apakah ekstrak menghambat
pertumbuhan mikroba atau tidak dan diketahui juga mikroba apa saja
yang dihambat pertumbuhannya sehingga dapat diketahui bahwa ekstrak
itu mengandung senyawa antimikroba yang dapat menghambat
pertumbuhan mikroba.
Uji Aktifitas Antimiroba Bahan Alam dilakukan untuk mengetahui
antimikroba yang dihasilkan oleh suatu bahan alam dapat mengobati
infeksi atau tidak.
Pada uji skrining, sampel yang digunakan adalah ekstrak metanol
daun mengkudu yang diduga sebagai suatu tanaman yang berkhasiat
sebagai antimikroba. ekstrak klika jambu mete dilarutkan dalam vial
menggunakan pelarut DMSO sebanyak 0,2 ml, karena pelarut ini bersifat
semi polar sehingga senyawa yang bersifat polar dan non polar akan ikut
terekstraksi, selain itu DMSO tidak bersifat toksik. Ditambahkan dengan
medium NA sebanyak 10 ml dan dihomogenkan untuk NA bakteri dan
PDA untuk jamur . Campuran tersebut dimasukkan dalam cawan petri
steril, dan didiamkan hingga memadat. Dimasukkan biakan bakteri
kedalam cawan petri sebanyak satu ose dengan digoreskan kepermukaan
medium sesuai dengan pembagiannya. Diinkubasi selama 1 x 24 jam
pada suhu 37oC untuk bakteri dan 3 x 24 jam pada suhu 25o C untuk
jamur.
Pada uji aktivitas antimikroba dengan metode KLT bioautografi,
mula-mula sampel atau ekstrak diencerkan dengan eluen Kloroform : Etil
asetat (4 : 1) sampai batas elusi. Di usahakan pada chamber atau alat-alat
yang digunakan tidak mengandung air karena akan terjadi hidrolisis antara
air dan eluen. Medium NA seanyak 10 ml dimasukkan kedalam botol vial
dan ditambahkan biakan bakteri sebanyak 1 ose dan dihomogenkan dan
dipindahkan dalam cawan petri steril, dibiarkan memadat. Lempeng yang
telah di elusi tadi dimasukkan dalam cawan petri dengan ujung di lipat
agar memudahkan pada saat pengambilan lempeng. Kemudian lempeng
dirapatkan atau ditekan-tekan, dibiarkan selama 60 menit, lalu di inkubasi
selama 1 X 24 jam pada suhu 37oC.
Berikut hasil dari percobaan mengenai ekstrak metanol daun
menkudu. Dimana pada metode difusi agar untuk bakteri Streptococcus
epidermis (SE), pada konsentrasi 0,1%, 0,5%, 1% tidak menunjukkan
zona hambatan. Untuk bakteri (EC) pada konsentrasi 0,1% diameter zona
hambatnya 9,2 mm, konsentrasi 0,5% dan konsentrasi 1% tidak
menunjukkan zona hambat
Dari hasil percobaan yang dilakukan kami memperoleh nilai Rf
adalah ekstrak n-heksan sampel daun belimbing dengan eluen n-heksan :
etil (8 : 2) diamati pada UV 254 dan 366 nm sebanyak 7 noda dengan
masing-masing Rf1 = 0,94, Rf2 = 0,87, Rf3 = 0,76, Rf4 = 0,56, Rf5 = 0,53,
Rf6 = 0,44, Rf7 = 0,31, sedangkan pada eluen kloroform : methanol (8:2)
diamati pada UV 254 dan 366 nm sebanyak 6 noda dengan masing-
masing Rf1 =0,69, Rf2 =0,58, Rf3=0,52, Rf4=0,43, Rf5=0,38, Rf6=0,25.
Dan nilai Rf untuk ekstrak n-butanol sampel klika mangga dengan eluen n-
heksan : etil (7 : 3) diamati pada UV 366 dan 254 sebanyak 7 noda
dengan masing-masing Rf1 =0,87, Rf2=0,73, Rf3=0,6, Rf4=0,51,
Rf5=0,46, Rf6=0,4, Rf7= 29. Khusus pada ekstrak n-butanol pada sampel
klika mangga dengan eluen iod diperoleh nilai Rf yaitu Rf1 = 0,54, Rf2,
0,49 dan Rf3 = 0,14.
Adapun faktor kesalahan selama praktikum berlangsung adalah :
a. Pada proses pengolahan sampel, kurangnya ketelitian dalam cara
pengubahan bentuk (perajangan) dan pengeringan dari sampel.
b. Pada proses ekstraksi, pelarut organik yang dipakai sangat terbatas
sehingga ekstrak yang dihasilkan sangat sedikit.
c. Pada proses partisi ekstrak, adanya zat pengotor sehingga terbentuk
tiga lapisan pada corpis, hal ini disebabkan karena kurangnya
kebersihan dalam membersihkan alat yang digunakan.
d. Pada proses KLT, kurangnya ketelitian dalam proses penotolan
sehingga menyebabkan noda pada lempeng bisa berekor dan
varisi perbandingan dari eluen kurang sesuai sehingga noda tidak
tampak pada lempeng, sebelum dan setelah dipaparkan dibawah
sinar UV.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Sampel yang digunakan pada percobaan adalah daun belimbing
wuluh (Averhoa folium) dari asal tanaman Averhoa belimbi dan
klika mangga (Mangifera cortex) dari asal tanaman Mangifera
indica L.
2. Nilai Rf yang diperoleh adalah untuk ekstrak n-heksan sampel
daun belimbing dengan eluen n-heksan : etil (8 : 2) diamati pada
UV 254 dan 366 nm sebanyak 7 noda dengan masing-masing Rf1
= 0,94, Rf2 = 0,87, Rf3 = 0,76, Rf4 = 0,56, Rf5 = 0,53, Rf6 = 0,44,
Rf7 = 0,31, sedangkan pada eluen kloroform : methanol (8:2)
diamati pada UV 254 dan 366 nm sebanyak 6 noda dengan
masing-masing Rf1 =0,69, Rf2 =0,58, Rf3=0,52, Rf4=0,43,
Rf5=0,38, Rf6=0,25. Dan nilai Rf untuk ekstrak n-butanol sampel
klika mangga dengan eluen n-heksan : etil (7 : 3) diamati pada UV
366 dan 254 sebanyak 7 noda dengan masing-masing Rf1 =0,87,
Rf2=0,73, Rf3=0,6, Rf4=0,51, Rf5=0,46, Rf6=0,4, Rf7=0,29.
Khusus pada ekstrak n-butanol pada sampel klika mangga dengan
eluen iod diperoleh nilai Rf yaitu Rf1 = 0,54, Rf2, 0,49 dan Rf3 =
0,14.
3. Uji aktivitas antimikroba terhadap bahan alam untuk sampel daun
mengkudu. Esktrak Metanol daun mengkudu dapat menghambat
bakteri Salmonella thyposa (ST) dengan daerah diameter zona
hambat yang lebih luas.
B. Saran
Agar teman-teman praktikan lebih memperhatikan bagaimana
asisten menjelaskan saat proses praktikum berlangsung agar tidak
kewalahan dalam membuat laporan. Diharapkan kepada teman-
teman untuk kerja bersama-sama dalam membuat laporan. Untuk
laboratorium agar alat dan bahan-bahan seperti pereaksi dilengkapi
lagi agar tidak menghambat jalannya proses praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Asni. 2010. Buku Kuliah Farmakognosi I. Fakultas Farmasi UMI. Makassar
Anonim, 2009, “Penuntun dan Buku Kerja Praktikum Fitokimia 1”, UMI, Makassar.
Dalimartha, S. 2003. “ Atlas Tumbuhan Obat Indonesia” Jilid 3. Puspa Swara, Jakarta
Ditjen POM, 1979.”Farmakope Indonesia Edisi III”. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Ditjen POM, 1986."Sediaan Galenik", Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Dharma, A.P, 1985. “Tanaman Obat Indonesia” Balai Pustaka, Jakarta
Fachruddin, Tobo. 2001, "Buku Pegangan Laboratorium Fitokimia I", Laboratorium Fitokimia Jurusan Farmasi Unhas, Makassar.
Ferdi, 2009,Ekstrak Jahe,(Online),(http://deelblogger.blogspot.com/_ 151209)
Gembong, 1991, "Taksonomi Tumbuhan (Schizophyta, Thallophyta, Bryophyta, Pteridophyta)", UGM Press, Yogyakarta.
Harbone, J.B, 1987. “Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Mengekstraksi Tumbuhan” Terjemahan Padmawinata, K. Penerbit ITB Bandung
Hembing, 1994, "Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia", Jilid Keempat, Penerbit Kartini, Jakarta.
Heyne K. 1978. “Tumbuhan Berguna Indonesia II”. Badan Litbang Departemen Kehutanan, Jakarta
Sebastian, 2009, Duwet (Eugenia cumini Merr), (online), (Blog at WordPress.com._151209).
http://www.Plantamor.2011, 20 November, pukul 20:00
http://www.tanamanherbal.wordpress.com, 2011. 20 November, pukul 20 :10
http://www.wikipedia.com. 2011, 20 November, pukul 20:05
http://www.mediaindonesia.com. 2011, 13 Desember, pukul 06:40
http://www.worldagroforestycentre.org.2011, 15 November, pukul 19:30
http://www.warintek.ristek.go.id.2011, 15 november, pukul 19.35
LAMPIRAN I
SKEMA KERJA
Pengambilan dan Pengolahan Sampel
Penyiapan Alat dan Bahan
Pemanenan sampel
(Daun Belimbing dan Klika Mangga )
Pencucuian dan Sortasi Basah
Pengubahan bentuk/Perajangan
Pengeringan dan Sortasi Kering
(Diangin-anginkan dan dibawah sinar matahari langsung)
Timbang simplisia 250 gram
Perlakuan ekstraksi
Ekstraksi Sampel
Maserasi
Timbang 150 g Daun Belimbing (Averhoa folium)
Dimasukkan dalam toples
Ditambahkan etanol 70% hingga sampel terendam (2,9 L)
Diaduk, kemudian ditutup toples
Dibiarkan selama 3x24 jam, sesekali diaduk
Disaring
Ditambahkan lagi dengan etanol 70% (1,1 L)
Dibiarkan selama 3x24 jam, sesekali diaduk
Disaring
Hasil saringan (ekstrak cair) ditempatkan Pada wadah
yang baru untuk dilakukan tahap selanjutnya (penguapan)
Refluks
Timbang 100 g sampel klika mangga
(Mangifera cortex)
Dimasukkan dalam labu alas bulat
Ditambahkan pelarut etano 70%l
Hingga sampel terendam ( 500 ml)
Disambungkan labu alas bulat
dengan kondensor
Dipanaskan (4-8 jam)
Hasil refluks disaring
Ditempatkan pada wadah yang baru
Untuk dilakukan tahap selanjutnya (penguapan)
Partisi Ekstrak
I. Ekstraksi Cair - Cair Dengan Pelarut n-heksan
Ekstrak etanol disuspensikan dalam air 15 ml
Dimasukkan dalam corong pisah
Ditambah n-heksan 30 ml
Dikocok
Didiamkan beberapa menit hingga terbentuk lapisan ekstrak dan lapisan
air
Lapisan yang terbentuk di pisahkan dalam wadah terpisah
Lapisan air diekstraksi kembali dengan menambahkan 30 ml n-heksan dalam corong pisah, dilakukan sebanyak 3 kali
Didiamkan hingga terbentuk lapisan
Lapisan yang terbentuk dipisahkan kemudian diuapkan, lapisan air diekstraksi kembali dengan n-butanol jenuh air 30 ml
Ektrak n-butanol yang diperoleh di uapkan
Ektrak kental
Dimasukkan dalam wadah
timbang
II. Ekstraksi Padat-Cair Dengan Pelarut n- butanol
Lapisan air dari hasil ekstraksi
Ditambahkan n- butanol jenuh 30 ml
Dikocok
Diamkan beberapa menit hingga terbentuk lapisan
Lapisan yang terbentuk dipisahkan
Lapisan air diektraksi lagi sebanyak 2 kali dengan n- butanol 30 ml
Lapisan n- butanol diuapkan hingga didapat ekstrak kental
Dimasukkan dalam wadah
timbang
Identifikasi Noda/Bercak Dengan Kromatografi Lapis Tipis.
a. Ekstrak n-heksan
Ekstrak n-heksan
Ditotolkan pada bagian bawah lempeng dengan menggunakan pipa kapiler
Dimasukkan ke dalam chamber yang berisi eluen N-heksan(7) : etil(3) yang telah dijenuhkan
Chamber ditutup dan dibiarkan terelusi sampai 0,5 cm dari atas lempeng
Dikeluarkan lempeng dari chamber, dibiarkan kering
Diamati noda-noda terbentuk dibawah sinar UV 254 nm dan 366 nm
Digambar dan dihitung nilai Rfnya
b. Ekstrak n-butanol
Ekstrak n-butanol
Ditotolkan pada bagian bawah lempeng dengan menggunakan pipa kapiler
Dimasukkan ke dalam chamber yang berisi eluen (kloroform(8): methanol (2) yang telah dijenuhkan
Chamber ditutup dan dibiarkan terelusi sampai 0,5 cm dari atas lempeng
Dikeluarkan lempeng dari chamber, dibiarkan kering
Diamati noda-noda terbentuk dibawah sinar UV 254 nm dan 366 nm
Digambar dan dihitung nilai Rfnya
Uji Skrining Aktivitas Antimikroba Terhadap Bahan Alam
Ekstrak 0,1 ml
DMSO 0,2 ml (1)
(2) Medium NA 10 ml
(3)
Di homogenkan
Inkubasi pada suhu
37 oC, 1 x 24 jam
Diamati pertumbuhan mikroba dan diukur zona hambatnya
LAMPIRAN II
13
2
45
6
Gambar Hasil KLT
Ekstrak n-butanol daun belimbing (Averhoa folium) dengan
Eluen :Kloroform : MeOH (8 : 2)
Ekstrak n-Butanol Klika Mangga (Mangifera cortex) dengan Iod 0,1 M
Rf3 = 0,14
Rf2 = 0,49
Rf1 = 0,54
Ekstrak n-heksan klika mangga (Mangifera cortex) dengan
Eluen : n-heksan : etil (7 : 3) dan ekstrak n-heksan daun belimbing
(Averrhoa folium) dengan eluen n-heksan : etil (7:3)
LAMPIRAN III
Gambar Alat
A. Maserasi
1
3
2 4
Gambar alat maserasi
Keterangan
1. Tutup toples
2. Badan toples
3. Cairan penyari
4. Simplisia yang direndam
B. Refluks
Keterangan :
1. Statif dan klem
2. Kondensor bola
3. Selang air keluar
4. Selang air masuk
5. Labu alas bulat
6. Mantel pemanas
7. Simplisia yang
diekstraksi
8. Cairan penyari
9. Stecker
Gambar alat Refluks
1
2
3
4
7
6
58
9
3
C. Soxhlet
Keterangan :
1. Kondensor bola
2. Klonsong
3. Pipa samping
4. Pipa siphon
5. Kertas saring
6. Labu alas bulat
7. Klem
8. Statif
9. Mantel pemanas
Selang air masuk
10.Selang air keluar
11.Stecker
1
2
7
8
6
10
11
4
5
12
9
D. Perkolasi
Gambar alat perkolasi
Keterangan
I. Perkolator bentuk tabung
II. Perkolator bentuk paruh
III. Perkolator bentuk corong
1. Statif
2. Klem
3. Tabung percolator
4. Cairan penyari
5. Simplisia
6. Kapas penyumbat
7. Kran
8. Selang kapiler
9. Wadah penampung
10.Ekstrak simplisia
I
III
II
5
5
5
5
E. Destilasi uap air
Gambar alat destilasi uap air
Keterangan :
Bejana A (tempat air suling)
1. Api besar
2. Bejana B (tempat sampel)
3. Api kecil
4. Kondensor lurus
5. Corong pisah penampung
6. Pipa penghubung tempat uap mengalir
7. Selang air keluar
8. Selang air masuk
9. Pipa alonga
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
10. Sampel
11. Statif
12. Klem
Bejana A (tempat air suling)
13. Api besar
14. Bejana B (tempat sampel)
15. Api kecil
16. Kondensor lurus
17. Corong pisah penampung
18. Pipa penghubung tempat uap mengalir
19. Selang air keluar
20. Selang air masuk
F. Corong pisah
1
3
2
5 4
Gambar corong pisah
Keterangan :
1. Penutup Corong pisah
2. Badan corong pisah
3. Cairan pada lapisan pertama
4. Cairan pada lapisan kedua
5. Keran untuk mengeluarkan cairan
G. Rotavapor
Gambar rotafavor
Keterangan :
1. Water bath
2. Pengatur suhu
3. Tombol on off
4. Labu alas bulat ekstrak
5. Rotor
6. Kondensor spiral
7. Selang air masuk
8. Selang air keluar
9. Selang udara keluar
pompa vakum
10.Labu penampung
cairan penyari
11.Sadel penaik dan
penurun labu alas bulat
12.Selang tempat
memasukkan ekstrak
13.Klem labu penampung
1
2
3
4
10
12
8
6
9
7
13
11
5
H. Chamber
Keterangan :
1. Tutup chamber
2. Eluen
3. Dinding chamber
4. Lempeng silica gel G60 F254
Gambar chamber
H. Eksikator
Keterangan :
1. Tutup eksikator
2. Badan eksikator
3. Batu kapur
4. Ekstrak sampe
Gambar eksikator
1
2
4
3
1
2
3
4