laporan kecap ikan

18
 1 1. HASIL PENGAMATAN Hasil pengamatan kecap ikan dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Hasil Pengamatan Kecap Ikan Kel Perlakuan Warna Rasa Aroma Salinitas (%) Penampakan E1 Enzim papain 0,4% ++++ ++++ ++++ 3,70 +++ E2 Enzim papain 0,8% ++ ++++ ++++ 3,50 +++ E3 Enzim papain 1,2% +++ +++++ +++ 3,40 ++ E4 Enzim papain 1,6% ++ ++++ ++ 3,50 ++ E5 Enzim papain 2,0% + ++++ ++ 3,30 +++ E6 Enzim papain 2,5% ++ +++++ +++ 4,20 +++ Keterangan: Warna : + : tidak coklat gelap ++ : kurang coklat gelap +++ : agak coklat gelap ++++ : coklat gelap +++++ : sangat coklat gelap Penampakan : + : sangat cair  ++ : cair  +++ : agak kental ++++ : kental +++++ : sangat kental Rasa : + : sangat tidak asin ++ : kurang asin +++ : agak asin ++++ : asin +++++ : sangat asin Aroma : + : sangat tidak tajam ++ : kurang tajam +++ : agak tajam ++++ : tajam +++++ : sangat tajam Pada tabel diatas tentang pengamatan kecap ikan dapat diketahu bahwa penambahan enzim papain dengan konsentrasi yang berbeda    beda pad setiap kelompok akan mempengaruhi hasil yang ada baik berupa warna, rasa, aroma dan penampakan kecap ikan yang dihasilkan. Jumlah enzim papain yang ditambahkan berturut-turut dari kelompok E1 sampai dengan E6 adalah sebes ar 0,4%; 0,8%; 1,2%; 1,6%; 2% dan 2,5%. Kecap ikan pada kelompok E1 dengan menggunakan konsentrasi papain 0,4%, dihasilkan kecap ikan dengan warna coklat gelap, rasa asin, aroma yang tajam, nilai salinitas sebesar 3,70% dan cair. Untuk kecap ikan pada kelompok E2 dengan menggunakan konsentrasi papain 0,8%, dihasilkan kecap ikan dengan yang memiliki warna kurang coklat gelap, rasa yang asin, aroma yang tajam, nilai salinitasnya 3,50% dan cair. Kecap ikan kelompok E3 dengan menggunakan konsentrasi papain 1,2%, dihasilkan kecap ikan dengan warna agak coklat gelap, rasa sangat asin, aroma agak tajam, dengan nilai salinitas sebesar 3,40% dan cair. Kecap ikan kelompok E4 dengan

Upload: reed-jones

Post on 10-Oct-2015

324 views

Category:

Documents


30 download

TRANSCRIPT

1. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan kecap ikan dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Kecap IkanKelPerlakuanWarnaRasaAromaSalinitas (%)Penampakan

E1Enzim papain 0,4%++++++++++++3,70+++

E2Enzim papain 0,8%++++++++++3,50+++

E3Enzim papain 1,2%+++++++++++3,40++

E4Enzim papain 1,6%++++++++3,50++

E5Enzim papain 2,0%+++++++3,30+++

E6Enzim papain 2,5%++++++++++4,20+++

Keterangan:Warna: +: tidak coklat gelap++: kurang coklat gelap+++: agak coklat gelap++++: coklat gelap+++++: sangat coklat gelap

Penampakan :+: sangat cair++: cair+++: agak kental++++: kental+++++: sangat kental

Rasa : +: sangat tidak asin ++: kurang asin+++: agak asin++++: asin+++++: sangat asinAroma: +: sangat tidak tajam++: kurang tajam+++: agak tajam++++: tajam+++++ : sangat tajam

Pada tabel diatas tentang pengamatan kecap ikan dapat diketahu bahwa penambahan enzim papain dengan konsentrasi yang berbeda beda pad setiap kelompok akan mempengaruhi hasil yang ada baik berupa warna, rasa, aroma dan penampakan kecap ikan yang dihasilkan. Jumlah enzim papain yang ditambahkan berturut-turut dari kelompok E1 sampai dengan E6 adalah sebesar 0,4%; 0,8%; 1,2%; 1,6%; 2% dan 2,5%. Kecap ikan pada kelompok E1 dengan menggunakan konsentrasi papain 0,4%, dihasilkan kecap ikan dengan warna coklat gelap, rasa asin, aroma yang tajam, nilai salinitas sebesar 3,70% dan cair. Untuk kecap ikan pada kelompok E2 dengan menggunakan konsentrasi papain 0,8%, dihasilkan kecap ikan dengan yang memiliki warna kurang coklat gelap, rasa yang asin, aroma yang tajam, nilai salinitasnya 3,50% dan cair. Kecap ikan kelompok E3 dengan menggunakan konsentrasi papain 1,2%, dihasilkan kecap ikan dengan warna agak coklat gelap, rasa sangat asin, aroma agak tajam, dengan nilai salinitas sebesar 3,40% dan cair. Kecap ikan kelompok E4 dengan menggunakan konsentrasi papain 1,6%, dihasilkan warna kecap ikan kurang coklat gelap, rasa yang asin, aroma yang kurang tajam dan nilai salinitasnya 3,50% dan cair. Kecap ikan pada kelompok E5 dengan menggunakan konsentrasi papain 2,0%, memiliki hasil kecap ikan dengan warna tidak coklat gelap, rasa yang asin, aroma kurang tajam, nilai salinitas sebesar 3,30% dan agak kental. Untuk kecap ikan kelompok E6 dengan menggunakan konsentrasi papain 2,5%, memiliki hasil kecap ikan dengan warna yang kurang coklat gelap, rasa yang sangat asin, aroma yang agak tajam, dengan nilai salinitas sebesar 4,20% dan agak kental.

2

1

2. 3. PEMBAHASAN

Kecap ikan adalah suatu produk hasil dari hidrolisa ikan (baik secara enzimatis, fermentasi atau garam maupun secara kimiawi) yang berupa cairan dan berwarna coklat jernih (Afrianto & Liviawaty, 1989). Kecap ikan yang merupakan salah satu produ hasil olahan ini mempunyai bebrapa keunggulan, yaitu memiliki ciri khusus seperti rasa, tekstur, bentuk dan bau (Moeljanto, 1992). Pengolahan kecap ikan bisa menggunakan bahan baik berupa sari ikan yang secara sengaja dibuat khusus atau dapat pula menggunakan sari daging ikan yang merupakan produk sampingan dari proses pengolahan ikan. Kecap ikan hanya terdiri dari satu macam yaitu kecap asin. Menurut teori dari Afrianto & Liviawaty (1989), Kecap ikan ini biasanya digunakan sebagai bumbu masak atau dapat pula digunakan sebagai bahan dalam pembuatan sambal yang dicampur dengan potongan-potongan cabe rawit.

Kecap ikan merupakan cairan bening yang memiliki warna cokelat dengan rasa dan aroma yang khas. Pendapat dari Hjalmarsson et al. (2007), kecap ikan merupakan salah satu produk fermentasi yang populer di selatan timur-Asia. Proses pembuatan kecap ikan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu baik dengan cara fermentasi menggunakan garam atau secara enzimatis. Pembuatan kecap ikan dengan cara fermentasi menggunakan garam membutuhkan waktu yang cukup lama, yaitu kira kira 7 bulan lebih. Menurut pendapat dari Astawan & Astawan (1988) prinsip pembuatannya adalah garam akan menarik komponen-komponen ikan terutama protein. Sedangkan fermentasi dengan cara enzimatis dapat dilakukan dengan menggunakan enzim yang ditambahkan pada proses pembuatan kecap ikan. Enzim yang biasanya digunakan dalam pembuatan kecap ikan adalah enzim protease, dimana enzim ini terdapat pada parutan buah nanas muda (bromelain) dan getah buah pepaya muda (papain). Fungsi dari enzim papain dan bromelain ini dapat menguraikan protein menjadi komponen yang lebih sederhana seperti peptida, pepton, dan asam amino yang dapat saling berinteraksi untuk menciptakan rasa yang khas. Penambahan enzim protease ke dalam proses pembuatan kecap ikan ini dapat mempersingkat waktu fermentasi. Selain itu, nilai protein yang dihasilkan dari kecap ikannya juga diperoleh nilai yang tinggi (Afrianto & Liviawaty, 1989).

Sanceda et al., (2003), mengatakan bahwa cara memproduksi kecap ikan secara tradisional dengan mencampur ikan dan garam dengan rasio 2:1 atau 3:1 (ikan:garam), ditempatkan di lapisan dalam wadah tertutup, difermentasi kurang lebih 12 bulan, dan cairan yang terbentuk dikumpulkan. Aroma dari kecap ikan merupakan indikator untuk mengukur kualitas produk karena rasa yang sangat asin cenderung mengalahkan konstituen bumbu lainnya. Asam volatil merupakan komponen flavor yang paling banyak dalam kecap ikan . Asam volatil mempengaruhi preferensi konsumen terhadap kecap ikan (Sanceda et al., 1992, 1994). Orang Jepang lebih menyukai kecap ikan dengan konsentrasi asam volatil rendah sedangkan orang Filipina sebaliknya. Kecap ikan yang difermentasi dengan menambahkan histidin mengandung asam volatil yang lebih rendah dibanding kontrol. Dalam jurnal ini, Sanceda et al. (2003) mensubstitusikan NaCl dengan KCl untuk mempengaruhi terbentuknya asam lemak volatil selama fermentasi kecap ikan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa rasio 75:25 (garam alami:KCl dan NaCl:KCl) dapat digunakan sebagai pengganti kecap ikan yang dibuat dengan menambahkan NaCl tanpa disubstitusi dengan KCl dan berguna untuk mencegah penyakit pembuluh darah.

Metode pembuatan kecap ikan dapat dilakukan dengan menggunakan 2 cara yaitu secara fermentasi yang menggunakan garam dan dengan cara enzimatis. Fermentasi dengan menggunakan garam membutuhkan waktu yang cukup lama dalam pembuatan kecap ikan yaitu sekitar 7 bulan lebih, prinsip pembuatannya adalah penarikan komponen - komponen ikan terutama protein oleh garam. Fermentasi tradisional ini biasanya berlangsung selama 1 tahun atau lebih (Hariono, et al., 2005). Salah satu faktor penentu keberhasilan fermentasi kecap adalah kondisi fermentasi. Kondisi fermentasi ini sangat disesuaikan dengan pertumbuhan mikroorganisme yang diharapkan dalam pembuatan kecap ikan. Sebagai contoh, kondisi fermentasi dalam pembuatan kecap ikan pacific whiting (Merluccius prodictus) adalah pada kadar garam 25 % dan suhu 50oC (Lopetcharat & Park, 2002).

Pada percobaan pembuatan kecap ikan ini, dilakukan dengan fermentasi secara enzimatis. Hal ini dilakukan dengan cara penambahan enzim protease yaitu enzim papain. Percobaan ini telah sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Afrianto & Liviawaty (1989) bahwa kecap ikan dapat dibuat dengan menggunakan cara fermentasi secara enzimatis, dimana dalam pembuatannya dilakukan penambahan enzim protease seperti enzim papain. Enzim papain ini dapat diperoleh dari getah buah pepaya muda. Fox (1991) menambahkan bahwa enzim papain yang merupakan salah satu contoh dari enzim protease mempunyai fungsi untuk menghidrolisis protein, dimana enzim protease ini memiliki kemampuan untuk memecah ikatan peptida pada suatu subtrat dibawah kondisi yang memungkinkan dan peristiwa ini disebut dengan aktivitas proteolitik.

Enzim papain termasuk dalam golongan enzim protease sufhidril (deMan, 1997). Muhidin (1999) juga menambahkan bahwa enzim papain i sebenarnya berasal dari getah tanaman pepaya. Getah yang paling baik terdapat pada bagian buah pepaya. Bagian buah ini memiliki kandungan getah lebih banyak dibandingkan dengan daun maupun batangnya karena jumlahnya cukup banyak dan daya enzimatiknya yang cukup tinggi. Beberapa manfaat dari enzim papain adalah untuk melunakkkan daging, pembuat konsentrat protein, penghidrolisis protein, pelembut kulit, anti dingin, bahan obat dan bahan kosmetik.

1. 2. 2.1. Cara Kerja dan Fungsi Penambahan Bumbu-bumbu selama Pemanasan

Ikan yang digunakan dalam percobaan ini adalah ikan bawal. Menurut Moeljanto (1992), pembuatan kecap ikan tidak memerlukan jenis ikan tertentu atau dalam pembuatan ikan bisa menggunakan jenis ikan apa saja. Ikan yang telah tidak memiliki nilai ekonomis dapat digunakan sebagai bahan baku, bahkan ikan yang berasal dari sisa pengolahan pun dapat pula digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kecap ikan. Namun dalam praktikum ini digunakan ikan bawal sebagai bahan pembuatan kecap ikan. Hal ini terjadi karena ikan bawal memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi (Saanin, 1968). Dalam pembuatan kecap ikan ini digunakan bagian ikan yang berasal dari limbah filet ikan bawal, seperti tulang dan ekor. Hal ini telah sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Shih et al., (2003) yang mengungkapkan bahwa limbah dari ikan dapat diolah menjadi produk kecap ikan. Pada praktikum kecap ikan, pertama-tama tulang dan ekor ikan dihaluskan dengan blender. Penghalusan ini dilakukan dengan tujuan meningkatkan efektivitas dari ekstraksi akibat kerusakan sel sehingga memudahkan senyawa-senyawa pembentuk flavor, yang biasanya terdistribusi pada bahan dan yang sebagian terikat dengan protein, lemak atau air, untuk keluar. Dengan penghalusan, permukaan bahan akan menjadi semakin luas dan rasio luas permukaan terhadap volume bahan semakin meningkat sehingga kemampuan bahan untuk melepaskan komponen flavor semakin besar (Saleh et al., 1996). Kemudian tulang dan ekor yang sudah halus tersebut ditimbang sebanyak 50 gram dan dimasukkan ke dalam toples. Setelah dimasukkan ke dalam toples, ditambah dengan enzim papain dengan konsentrasi 0,4% dari 50 gram untuk kelompok E1, 0,8% dari 50 gram (berat total sampel) untuk kelompok E2, 1,2% dari 50 gram untuk kelompok E3, 1,6 % dari 50 gram untuk kelompok E4 dan 2% dari 50 gram untuk kelompok E5 dan 2,5% untuk kelompok E6. Penambahan enzim papain yaitu bertujuan untuk mempercepat proses fermentasi kecap ikan. Enzim papain ini akan menguraikan protein yang terkandung dalam ikan menjadi beberapa komponen seperti pepton, peptida dan asam amino yang saling berinteraksi menciptakan rasa yang khas, sesuai teori Astawan & Astawan (1988). Kemudian dilakukan inkubasi selama kurang lebih 3 hari. Proses inkubasi ini berlangsung secara anaerob karena berlangsung di dalam toples yang ditutup rapat. Setelah 3 hari, ditambahkan dengan air sebanyak 250 ml dan diaduk untuk menghomogenkan air dengan bagian ikan yang telah difermentasi. Selanjutnya dilakukan penyaringan sehingga diperoleh filtrat dan endapan (ampas). Filtrat diambil dan diletakkan pada panci kemudian didihkan di atas kompor. Dengan pendidihan, maka larutan akan mengental karena adanya proses evaporasi (Fellows, 1990).

Saat dipanaskan, ditambahkan bumbu-bumbu yang sudah dihaluskan sebelumnya. Bumbu-bumbu tersebut meliputi 50 gram bawang putih, 50 gram garam, dan 50 gram gula jawa. Penambahan bawang putih sendiri bertujuan untuk menambah aroma dan cita rasa kecap, juga berfungsi sebagai pengawet alami karena bawang putih mengandung zat allicin yang efektif membunuh bakteri, sehingga bersifat antimikrobia. Allicin ini merupakan komponen aktif bawang yang mempunyai daya bunuh terhadap bakteri dan daya anti radang (Santoso, 1994). Penambahan garam akan memberikan rasa asin, menguatkan rasa, menurunkan kelarutan oksigen serta memberikan efek pengawet karena dapat menurunkan nilai aw dan mengganggu keseimbangan ionik sel mikroorganisme akibat peningkatan proton di dalam sel. Selain itu, tujuan penambahan garam yaitu untuk menjaga agar mikroba halofilik yang menghasilkan senyawa flavor seperti Saccharomyces, Pediococcus dan Torulopsis dapat berkembang dan menghasilkan flavor (Desrosier & Desrosier, 1977). Sedangkan penambahan gula jawa akan mempengaruhi cita rasa kecap ikan (Fachruddin, 1997) dengan mengurangi rasa asin yang berlebihan dan memberikan rasa lembut pada kecap ikan, mempengaruhi aroma kecap ikan (Fachruddin, 1997), mempengaruhi warna kecap ikan (Fachruddin, 1997) dengan memberikan warna coklat karamel (muncul akibat panas yang dihasilkan selama proses pemasakan (Kasmidjo, 1990)), meningkatkan viskositas kecap ikan serta mengawetkan kecap ikan. Kecap kemudian dimasak sampai bumbu larut. Setelah masak, kecap ikan diamati warna, rasa, dan aromanya.

2.2. Fungsi Penambahan Enzim Papain dengan Konsentrasi Berbeda-beda dan Efeknya terhadap Kecap Ikan yang Dihasilkan

Dari data hasil pengamatan dapat dilihat setiap kelompok membuat kecap ikan yang diberi perlakuan penambahan enzim papain dengan konsentrasi yang berbeda-beda yaitu kelompok E1 0,4%, kelompok E2 0,8%, kelompok E3 1,2%, kelompok E4 1,6%, kelompok E5 2% dan kelompok E6 2,5%. Konsentrasi enzim papain yang ditambahkan sangat berpengaruh pada kecap ikan yang dihasilkan. Semakin besarnya konsentrasi enzim papain yang digunakan, maka proses fermentasi kecap pun semakin cepat. Hal ini disebabkan karena enzim papain ini membantu pemecahan molekul protein yang akan digunakan sebagai substrat oleh bakteri pada ikan dalam memfermentasi kecap. Enzim protease menjadi aktif pada temperatur 50-70oC selama proses pemasakan. Kolagen didegradasi pada temperatur yang lebih tinggi, karena protein alami tahan terhadap proteolitis oleh papain menghasilkan perubahan keempukan awal dan residu serabut-serabut jaringan ikat (Fox, 1991).

Pembuatan kecap ikan kali ini diberi penambahan enzim papain. Papain adalah enzim yang diperoleh dari tanaman pepaya. Enzim ini mudah didapat dalam bentuk kasar yang biasanya digunakan sebagai pengempuk daging. Papain relatif tahan terhadap panas dan bekerja pada kisaran pH yang luas dibanding dengan enzim proteolitik lainnya. Protease merupakan enzim yang digunakan untuk menghidrolisis protein, di mana enzim protease mempunyai kemampuan untuk memecah ikatan peptida pada suatu substrat di bawah kondisi yang memungkinkan, peristiwa ini disebut juga dengan aktivitas proteolitik (Lay, 1994).

2.3. Efek Enzim Papain Terhadap Warna Kecap Ikan

Pada kelompok E1 dengan penambahan enzim papain 0,4% dihasilkan warna coklat gelap. Pada kelompok E2 dengan penambahan enzim papain 0,8 % dihasilkan warna kurang coklat gelap. Pada kelompok E3 dengan penambahan enzim papain 1,2 % dihasilkan warna agak coklat gelap. Pada kelompok E4 dengan penambahan enzim papain 1,6 % dihasilkan warna kurang coklat gelap. Pada kelompok E5 dengan penambahan enzim papain 2 % dihasilkan warna tidak coklat gelap. Untuk kelompok E6 dengan enzim papain 2,5% menghasilkan warna kurang coklat gelap. Hasil ini kurang sesuai dengan teori yang ada, dimana seharusnya warna kecap ikan yang sangat coklat gelap adalah kelompok E6 karena penambahan enzim papain yang tertinggi yaitu 2 ,5% dan untuk warna kecap ikan yang kurang coklat gelap seharusnya adalah kelompok E1 karena panambahan konsentrasi papain yang terendah yaitu hanya 0,4%. Seharusnya semakin tinggi konsentrasi enzim papain yang ditambahkan maka akan warna yang dihasilkan semakin coklat. Hal ini disebabkan karena dengan banyaknya enzim yang ditambahkan, protein akan semakin banyak dan bereaksi sehingga terjadi reaksi Maillard yang membentuk warna coklat (Lees & Jackson, 1993). Ketidak cocokan hasil praktikum dengan teori yang ada ini mungkin disebabkan dari penambahan gula jawa sebanyak 1 butir pada masing masing kelompok yang ukuran tiap gula jawa yang digunakan relatif berbeda antar kelompoknya. Selain itu, juga disebabkan karena lama pemasakan dan suhu pemasakan antara kelompok 1 dengan yang lainnya berbeda-beda, dimana lamanya pemasakan dan suhu pemasakan tersebut mempengaruhi reaksi Maillard yang dapat menyebabkan terbentuknya warna coklat, sesuai teori Lay (1994). Pemasakan dengan suhu tinggi dan waktu yang lama menyebabkan warna kecap semakin gelap. Keterbatasan indera manusia dalam melakukan uji sensori juga mempengaruhi hasil pengamatan warna kecap ikan.

Menurut Less & Jackson (1973), warna coklat pada kecap tersebut timbul karena adanya penambahan gula jawa. Gula jawa dan pemanasan dalam pembuatan kecap ini menyebabkan terjadinya reaksi browning, yaitu reaksi antara gula dan komponen cita rasa lainnya akibat adanya panas atau suhu yang tinggi. Menurut Astawan & Astawan (1988), selama proses fermentasi kecap ikan dapat terjadi peningkatan derajat brix atau jumlah padatan terlarut, intensitas warna menjadi semakin coklat, dan kandungan nitrogen total juga meningkat. Lay (1994) yang juga mengatakan bahwa selain oleh banyaknya enzim yang digunakan, warna kecap juga dipengaruhi oleh suhu pemanasan dan lamanya pemanasan yang dilakukan. Pemanasan yang dilakukan dengan suhu tinggi dan waktu lama akan menyebabkan warna kecap semakin gelap.

2.4. Efek Enzim Papain Terhadap Rasa Kecap Ikan

Pada kelompok E1 dengan penambahan enzim papain 0,4% dihasilkan rasa kecap ikan asin. Pada kelompok E2 dengan penambahan enzim papain 0,8 % dihasilkan rasa kecap ikan yang asin. Pada kelompok E3 dengan penambahan enzim papain 1,2 % menghasilkan kecap ikan yang sangat asin. Kelompok E4 dan E5 dengan penambahan enzim papain 1,6 % dan 2,0 % dihasilkan rasa kecap ikan yang kurang asin. Pada kelompok E6 dengan penambahan enzim papain 2,5 % dihasilkan kecap ikan dengan rasa sangat asin. Menurut teori yang ada seharusnya penambahan enzim papain dengan konsentrasi lebih tinggi akan semakin mengurangi rasa ikannya. Semakin banyaknya enzim yang digunakan, maka protein dalam daging ikan yang terhidrolisis oleh enzim tersebut akan semakin banyak, padahal kandungan protein pada daging ikan inilah yang akan memberikan kontribusi flavor (rasa) terbesar pada daging. Jadi, jika protein pada daging ikan tersebut banyak yang terhidrolisis, maka rasa dari ikan menjadi lemah (berkurang). Enzim papain pada buah pepaya sangat membantu dalam menguraikan protein menjadi beberapa komponen seperti peptida, pepton, dan asam amino yang saling berinteraksi sehingga menciptakan rasa yang khas. Menurut Amstrong (1995), bahwa semakin banyak penambahan enzim maka tingkat hidrolisis protein ikan semakin tinggi pula, sehingga akan dihasilkan asam glutamat yang menyebabkan rasa ikan pada kecap ikan semakin lemah. Hal ini tidak sudah sesuai dengan hasil percobaan dimana kelompok E3 dan E5 dengan penambahan enzim terbanyak yaitu 1,2% dan 2% memiliki rasa yang paling kuat yaitu sangat asin, dibandingkan dengan kelompok lainnya.

2.5. Efek Penambahan Enzim Papain Terhadap Aroma Kecap Ikan

Menurut jurnal yang disusun oleh Ritthiruangdej dan Thongchai (2006), analisis sensorik adalah salah satu metode yang dapat menggambarkan kualitas dari kecap ikan. Aroma kecap ikan dibagi menjadi 3 kategori utama yaitu ammonical, cheesy, dan meaty. 2-methylpropanal, 2- methylbutanal, 2- pentanone, 2-ethylpyridine, dimethyl trisulfide, 3-(methylthio)-proppanal, and 3-methylbutanoic acid merupakan senyawa yang memberikan aroma khas pada kecap ikan. Kecap ikan pada kelompok E1 dengan menggunakan konsentrasi papain 0,4%, dihasilkan kecap ikan dengan warna coklat gelap, rasa asin, aroma yang tajam, nilai salinitas sebesar 3,70% dan cair. Untuk kecap ikan pada kelompok E2 dengan menggunakan konsentrasi papain 0,8%, dihasilkan kecap ikan dengan yang memiliki warna kurang coklat gelap, rasa yang asin, aroma yang tajam, nilai salinitasnya 3,50% dan cair. Kecap ikan kelompok E3 dengan menggunakan konsentrasi papain 1,2%, dihasilkan kecap ikan dengan warna agak coklat gelap, rasa sangat asin, aroma agak tajam, dengan nilai salinitas sebesar 3,40% dan cair. Kecap ikan kelompok E4 dengan menggunakan konsentrasi papain 1,6%, dihasilkan warna kecap ikan kurang coklat gelap, rasa yang asin, aroma yang kurang tajam dan nilai salinitasnya 3,50% dan cair. Kecap ikan pada kelompok E5 dengan menggunakan konsentrasi papain 2,0%, memiliki hasil kecap ikan dengan warna tidak coklat gelap, rasa yang asin, aroma kurang tajam, nilai salinitas sebesar 3,30% dan agak kental. Untuk kecap ikan kelompok E6 dengan menggunakan konsentrasi papain 2,5%, memiliki hasil kecap ikan dengan warna yang kurang coklat gelap, rasa yang sangat asin, aroma yang agak tajam, dengan nilai salinitas sebesar 4,20% dan agak kental. Teori Tortora et al. (1995), mengatakan bahwa enzim protease akan memecah protein menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana seperti kadaverin, putresin, arginin, histidin dan amonia yang mengandung nitrogen. Senyawa senyawa tersebut merupakan komponen penyusun flavor pada kecap ikan. Salah satu flavor kecap yang khas dihasilkan dari penguraian protein oleh enzim protease yaitu asam glutamat. Jadi dapat dikatakan bahwa semakin banyak protease yang ditambahkan maka akan semakin banyak pula protein yang terhidolisis menjadi senyawa sederhana yang mengandung N dan memberi flavor yang kuat pada kecap ikan dan menutupi flavor amis dari daging ikan. Proses penguraian protein dengan bantuan enzim protease terbentuk komponen peptida tertentu, pepton dan asam amino yang saling berinteraksi menciptakan aroma yang khas, sehingga dengan semakin banyaknya enzim papain yang ditambahkan maka aroma amis dari ikan akan tertutupi/ terkaburkan. Tidak sesuainya hasil praktikum dengan teori yang ada ini bisa terjadi karena kurang meratanya pemberian enzim ke permukaan limbah ikan atau karena cairan enzim terendapkan di partikel garam yang tercapur dengan limbah sehingga enzim tidak dapat berpenetrasi ke dalam pori limbah ikan.

Jiang et al., (2008) mengatakan bahwa kecap ikan memiliki aroma yang khas yaitu campuran dari aroma ammoniacal, cheesy, dan meaty, dimana aroma ini diperoleh dari hidrolisa protein dan oksidasi lemak. Aroma amoniak ini berasal dari amonia, amina, dan basa nitrogen yang lain. Untuk aroma cheesy pada kecap ikan berasal dari asam lemak yang memiliki berat molekul rendah. Sedangkan pada aroma meaty diperoleh dari senyawa yang lebih kompleks, yaitu melaui prekursor oksidasi atmosfer pada kecap ikan. Untuk mengidentifikasi kecap ikan dapat dilakukan analisa menggunakan GC-MS (Gas Chromatography Mass Spectrometry). Analisa ini menunjukkan bahwa terdapat 70 senyawa volatil yang diindentifikasi dari 2 jenis kecap ikan. Beberapa diantaranya adalah 4 karbonil, 14 hidrokarbon, 14 komponen yang mengandung nitrogen, 20 asam, 3 komponen yang mengandung sulfur, 8 ester, 3 komponen fenolik, dan 4 furan. Diantara beberapa senyawa volatil tersebut, dimetil sulfida, dimetil trisulfida, 3-(metiltio)-propanol, 2 asam metilpropanoat, asam butanoat, 2 metil asam butanoat, dan 2 metilbutenal merupakan komponen yang paling berpengaruh pada aroma kecap ikan.

2.6. Hasil Uji Sensori & Salinitas Kecap IkanDari data hasil pengamatan dapat dilihat, bahwa setiap kelompok membuat kecap ikan yang diberi perlakuan penambahan enzim papain dengan konsentrasi yang berbeda-beda yaitu 0,4, 0,8%, 1,2%, 1,6%, 2% dan 2,5%. Pada kelompok E1 dengan penambahan enzim papain 0,4% kadar garamnya 3,70%. Pada kelompok E2 dengan penambahan enzim papain 0,8 % kadar garamnya 3,50%. Pada kelompok E3 dengan penambahan enzim papain 1,2 % kadar garamnya 3,40%. Pada kelompok E4 dengan penambahan enzim papain 1,6 % kadar garamnya 3,50%. Pada kelompok E5 dengan penambahan enzim papain 2 % kadar garamnya 3,30%. Pada kelompok E6 dengan penambahan enzim papain 2,5 % kadar garamnya 4,20%. Kadar garam yang dihasilkan tiap kelompok berbeda. Dari kelompok E1 E6 dapat dilihat kadar garamnya antara 3,30% sampai 4,20%. Dimana kadar garam tertinggi ada pada kelompok E6 sebesar 4,20% dengan penambahan enzim papain 2,5%. Tujuan penambahan garam yaitu untuk fermentasi ikan, sesuai dengan teori Astawan & Astawan (1988) yang mengatakan bahwa kecap ikan diperoleh melalui proses fermentasi dengan garam. Selain itu, tujuan penambahan garam yaitu untuk menjaga agar mikroba halofilik yang menghasilkan senyawa flavor seperti Saccharomyces, Pediococcus dan Torulopsis dapat berkembang dan menghasilkan flavor. Selain itu menurut Desroiser (1977), garam yang ditambahkan dapat berfungsi sebagai pemberi rasa asin, memberi efek pengawetan dan menguatkan rasa. Penambahan garam dengan dosis tinggi dapat memberi efek pengawetan karena garam juga mampu untuk menurunkan Aw (water activity), menurunkan kelarutan oksigen serta mengganggu keseimbangan ionik sel mikroorganisme karena terjadi peningkatan proton dalam sel.

Jurnal dengan judul Application of Irradiation as Pretreatment Method in the Production of Fermented Fish Paste mengatakan bahwa pasta ikan yang difermentasi adalah sumber protein yang bagus bagi tubuh manusia dan selain itu memiliki nilai ekonomis yang terjangkau. 2 spesies ikan yang digunakan dalam uji coba ini adalah dilis dan galunggong, yang akan diiradiasi sebagai perlakuan pendahuluan untuk memproduksi bagoong isda.

Jurnal Biochemical Properties and Consumer Acceptance of Pacific Whiting Fish Sauce mengatakan aspek biokimia dari kecap ikan dapat dibuat dari Pacific Whiting dan produk suriminya. Dari uji coba yang dilakukan kecap ikan dari Pacific Whiting secara sukses dapat mengganti kecap ikan dari ikan teri import.

Jurnal Effective removal of heavy metal in some fish sauce products by tannin treatment mengatakan bahwa beberapa kecap ikan memiliki kandungan logam berat didalamnya yaitu As, Hg, Cd dan Pb. Kandungan logam berat yang ada tidak dalam jumlah yang membahayakan bagi manusia. Dalam uji yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi kandungan logam berat yang ada dengan cara tannin. Metodenya dengan menambahkan 0,1% (w/v) tannin ke dalam kecap ikan setelah itu disentrifugasi agar menghasilkan presipitat. Konsentrasi Cd (0,39 mg/100 ml) yang terdapat didalam kecap ikan akan menurun menjadi 0,03 mg/ 100 ml dengan menggunakan perlakuan tannin ini. Jurnal dengan judul Proteolytic action in Valamugil seheli and Ilisha melastoma for fish sauce production membahas tentang tipe ikan yang sangat mempengaruhi dari sifat fisikokimia pada produk kecap ikan. Kecap ikan yang terbuat dari Ilisha melastoma memiliki sifat biokimia yang berupa kandungan protein yang cukup tinggi selain itu akan menjadikan kecap ikan dengan kualitas yang baik. Selain itu penggunaan Valamugil seheli bisa dijadikan cara atau bahan alternatif pembuatan kecap ikan dengan yield cair yang lebih tinggi.

Jurnal Fish Sauce from Capelin (Mallotus villosus): Contribution of Cathepsin C to the Fermentation , menyimpulkan bahwa kualitas kecap ikan bisa didapatkan ketika pada proses pembuatan berlangsung menggunakan bahan capelin jantan dan ketika proses fermentasi pembuatan kecap dibantu dengan squid hepatopancreas tissue.4. 5. 6. KESIMPULAN

Kecap ikan merupakan produk hasil hidrolisa ikan (baik secara fermentasi/garam, enzimatis maupun kimiawi) yang berbetuk cair dan berwarna coklat jernih. Enzim papain yang digunakan dalam praktikum kali ini, dengan konsentrasi yang berbeda-beda yaitu 0,4%; 0,8% ; 1,2%; 1,6%; 2,0% dan 2,6% dari berat hancuran ikan. Proses pembuatan kecap ikan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara fermentasi menggunakan garam dan secara enzimatis. Metode yang digunakan dalam pembuatan kecap ikan saat praktikum ini adalah metode enzimatis dengan menggunakan enzim papain. Dalam pembuatan kecap ikan ini digunakan bagian ikan yang berasal dari limbah filet ikan bawal, seperti tulang dan ekor. Enzim papain berfungsi untuk menghidrolisis protein, dimana enzim ini memiliki kemampuan untuk memecah ikatan peptida pada suatu subtrat dibawah kondisi yang memungkinkan dan peristiwa ini disebut dengan aktivitas proteolitik. Penutupan secara kencang dilakukan agar dapat mengkondisikan lingkungan anaerob, sehingga proses fermentasi dapat berlangsung, serta dapat mencegah terjadinya kontaminan masuk. Penghancuran bahan dapat menyebabkan permukaan bahan menjadi semakin luas dan rasio luas permukaan terhadap volume bahan akan semakin tinggi, sehingga dapat menyebabkan pelepasan komponen flavor akan semakin tinggi. Penambahan air dilakukan untuk mengencerkan bagian ikan yang telah dicampur dengan garam dan enzim papain. Penambahan enzim dapat menyebabkan proses fermentasi berjalan dengan cepat dan optimal, sehingga cairan yang merupakan bahan dasar pembuatan kecap ikan ini tersebut diperoleh dalam jumlah yang banyak. Bawang putih dilakukan agar dapat memberikan aroma dan cita rasa, serta dapat memberikan daya awet pada ikan kecap. Penyaringan bertujuan untuk memisahkan filtrat dari ampas limbah ikan kakap merah. Penambahan garam dalam pembuatan kecap ikan ini dilakukan untuk memberikan rasa asin, menguatkan rasa, dan memberikan efek pengawetan. Enzim papain dapat menyebabkan terbentuknya aroma yang semakin kuat dan rasa yang semakin khas, serta warna yang semakin gelap. Warna coklat yang terbentuk pada kecap ikan disebabkan oleh adanya reaksi browning selama proses pemasakan. Selama proses fermentasi kecap ikan terjadi peningkatan derajat brix, peningkatan intensitas warna kecap ikan (menjadi semakin coklat), dan peningkatan kandungan nitrogen total. Semakin banyak enzim papain yang ditambahkan, maka semakin banyak protein yang terurai sehingga terbentuk larutan warna kecap yang pekat, rasa yang semakin kuat, dan aroma semakin tajam. Komponen aroma dan flavor dalam kecap ditentukan oleh komponen nitrogen pendukung, seperti kadaverin, putresin, arginin, histidin, dan amonia. Tajam atau tidaknya aroma dari kecap ikan ini dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu adanya komponen pembentuk flavor yang dihasilkan pada saat proses hidrolisis ikan oleh enzim protease dan penambahan berbagai bumbu.

Semarang, 21 September 2015 Asisten Dosen: Yuni Rusiana

Tirta Candra Ajiwiguna12.70.01377. DAFTAR PUSTAKA

Afiza, T, Lim Y, Muhammad A, A. G. Liong, Rosma A and Wan N. (2011). Proteolytic action in Valamugil seheli and Ilisha melastoma for fish sauce production. Asian Journal of Food and Agro-Industry (04): 247-254.

Afrianto, E. Dan Liviawaty. (1989). Pengawetan Dan Pengolahan Ikan, Kanisius. Yogyakarta.

Astawan, M. & M. W. Astawan. ( 1991 ). Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Edisi Pertama. Akademika Pressindo. Bogor.

Astawan, M. & M. W. Astawan. (1988). Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Akademika Pessindo. Bandung.

Desrosier, N. W. and Desrosier. (1977). Teknologi Pengawetan Pangan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Deswati & Armaini. (2004). Pemanfaatan Ikan Bernilai Ekonomis Rendah untuk Pembuatan Kecap Ikan di Tempat Pelelangan Ikan Gaung Kecamatan Lubuk Begalung Kota Padang. Warta Pengabdian Andalas Volume XVI Nomor 24 Juni 2010.

Fachruddin, L. (1997). Membuat Aneka Dendeng. Kanisius. Yogyakarta.

Hjalmarsson, Gustaf Helgi, Jae W. Park, & Kristbergsson. (2005). Seasonal Effects on The Physicochemical characteristics of Fish Sauce Made From Capelin (Mallotus villous). Food Chemistry 103 (2007) 495-504. doi:10.1016/j.foodchem.2006.08.029. http://www.elsevier.com/locate/foodchem.

Kasmidjo, R.B. (1990). Tempe: Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. PAU UGM. Yogyakarta.

Lees, R. & E. B. Jackson. (1973). Sugar Confectionery and Chocolate Manufacture. Leonard Hill. Glasgow.

Lisdiana & W.Soemadi. (1997). Budidaya Nanas: Pengantar dan Pemasaran. CV Aneka. Solo.

Mojica, E, Alejandro Q, Maria E, Chito P, Maria L dan Custer C. (2005). Application of Irradiation as Pretreatment Method in the Production of Fermented Fish Paste. Journal of Applied Sciences Research (1): 90-94.

Nybakken, W.J. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis.Gramedia Pustaka Utama: Jakarta

Prihatman, K. (2000). Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas. Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. TTG BUDIDAYA PERIKANAN. http://www.ristek.go.id

Raksakulthai, N and Norman F. H. (2008). Fish Suce from Capelin (Mallotus villosus): Contribution of Cathepsin C to the Fermentation.

Sasaki, T, T. Michibata, S. Nakamura, T. Enomoto dan T. Koyanagi. (2009). Effective removal of heavy metal in some fish sauce products by tannin treatment.

Saleh, M ; A. Ahyar ; Murdinah ; dan N. Haq. (1996). Ekstraksi Kepala Udang Menjadi Flavor Udang Cair. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol. II, No.1, hal 60-68.

Tungkawaghara, S, J. W. Park dan Y. J. Choi. (2012). Biochemical Properties and Consumer Acceptance of Pacific Whiting Fish Sauce.

Wibisono, M.S. 2004. Pengantar Ilmu Kelautan. PPPTMGB LEMIGAS.

Winarno, F.G. (1995). Enzim Pangan. Gramedia. Jakarta.

8. 9. LAMPIRAN

9.1. Foto Kecap Ikan

9.2. Perhitungan %o Salinitas =

Kelompok E1%o Salinitas = = 3,7%Kelompok E2%o Salinitas = = 3,5%Kelompok E3%o Salinitas = = 3,4%Kelompok E4%o Salinitas = = 3,5%Kelompok E5%o Salinitas = = 3,3%Kelompok E6%o Salinitas = = 4,2%

9.3. Laporan Sementara (terlampir)