laporan lbm 4 (autosaved)

30
LAPORAN SGD 4 BLOK 12 LBM 4 HUBUNGAN KELAINAN KONGENITAL DENGAN KOMUNIKASI PADA ANAK Anggota Kelompok : 1. Antika Rahman Hakim M 31101300340 2. Dita Putri Anggraeni 31101300345 3. Ega Rahmawati 31101300346 4. Firma Nabila Mumpuni 31101300352 5. Kurnia Budi Dermawan 31101300358 6. Mardha Ade Pritia 31101300359 7. Nashriatul Mawadah 31101300362 8. Tanti Lestari 31101300390 9. Tiara Bistya Astari 31101300393 10. Wilda Noor Izzati Muslim 31101300396 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG (UNISSULA)

Upload: tiarabistyaastari

Post on 25-Sep-2015

276 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

sengau

TRANSCRIPT

LAPORANSGD 4 BLOK 12 LBM 4HUBUNGAN KELAINAN KONGENITAL DENGAN KOMUNIKASI PADA ANAK

Anggota Kelompok :1. Antika Rahman Hakim M311013003402. Dita Putri Anggraeni311013003453. Ega Rahmawati311013003464. Firma Nabila Mumpuni311013003525. Kurnia Budi Dermawan 311013003586. Mardha Ade Pritia311013003597. Nashriatul Mawadah311013003628. Tanti Lestari311013003909. Tiara Bistya Astari 3110130039310. Wilda Noor Izzati Muslim31101300396

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGIUNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG (UNISSULA)SEMARANG201414

LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN TUTORIALSGD 4 BLOK 12 LBM 4

HUBUNGAN KELAINAN KONGENITAL DENGAN KOMUNIKASI PADA ANAK

Telah Disetujui oleh :

Semarang, 23 Maret 2015Tutor

drg. Kusuma Arbiyanti, MMR

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL iLEMBAR PERSETUJUAN iiDAFTAR ISIiiiBAB I : PENDAHULUANA. Latar Belakang 1B. Skenario 2C. Identifikasi Masalah 2BAB II : TINJAUAN PUSTAKAA. Landasan Teori 3B. Konsep Map 15BAB III : PenutupA. Kesimpulan16DAFTAR PUSTAKAiv

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangBibir sumbing ringan dan berat mengalami gangguan dalam bicara. Keadaan tersebut berubah ketika penderita bibir sumbing ringan dan berat saat dioperasi. Penderita bibir sumbing ringan tidak mengalami gangguan dalam berbicara setelah operasi karena kerusakan hanya berupa celah kecil di atas bibir atas dan tidak terlihat jelas. Cara bicara penderita bibir sumbing ringan berubah seperti orang normal. Namun, keadaan tersebut berbeda dengan penderita bibir sumbing berat. Penderita bibir sumbing berat masih mengalami gangguan bicara walaupun operasi telah dilakukan. Kerusakan yang diderita terlalu parah sehingga tidak dapat diperbaiki secara keseluruhan. Celah di langit-langit sampai ke lubang hidung masih terlihat rusak, hanya celah menganga di bibir atas yang terlihat rapat. Sewaktu-waktu kita berkomunikasi dengan penderita bibir sumbing, lafal penderita bibir sumbing tidak jelas dan sengau akibat cacat alat ucap yang dideritanya. Lafal adalah cara seseorang atau sekelompok orang di suatu masyarakat bahasa mengucapkan bunyi bahasa. Kesulitan atau kendala dalam menginterpretasikan lafal dari penderita bibir sumbing tentu akan muncul. Lafal yang dimaksud dalam hal ini adalah lafal fonem segmental pada penderita bibir sumbing. Kita tidak bisa langsung menginterpretasikan fonem apa yang dimaksud oleh penderita bibir sumbing akibat kerusakan artikulator pada alat ucapnya. Interpretasi adalah pemberian kesan, pendapat, atau pandangan teoritis terhadap sesuatu, tafsiran. Interpretasi yang dimaksud adalah interpretasi orang normal terhadap lafal fonem penderita bibir sumbing.

B. Seorang ibu bersama anaknya laki-laki umur 7 tahun ke dokter gigi untuk mengontrol gigi anaknya, sang ibu mengeluh kalau anaknya minder karena sering diejek temannya ketika berbicara, suaranya sengau. Riwayat operasi bibir sumbing pada usia 4 tahun. Pada pemeriksaan intraoral didapatkan :Bekas operasi yang sudah sembuh. Dokter menduga adanya gangguan artikulasi pada anak tersebut. Dokter menyarankan ibunya untuk konsul kebagian rehabilitasi medik, untuk melakukan speech terapy.Skenario

C. Identifikasi Masalah1. Mekanisme Berbicara 2. Faktor yang Mempengaruhi Produksi Suara3. Perkembangan Komunikasi pada Anak4. Etiologi Sengau5. Patofisiologi Sengau 6. Pemeriksaan pada Penderita Sengau7. Penanganan pada Penderita Sengau8. Indikasi Speech Therapy9. Metode Speech Therapy

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. LANDASAN TEORI1. Fisiologis Berbicara Menurut beberapa ahli komunikasi, bicara adalah kemampuan anak untuk berkomunikasi dengan bahasa oral (mulut) yang membutuhkan kombinasi yang serasi dari sistem neuromuskular untuk mengeluarkan fonasi dan artikulasi suara. Proses bicara melibatkan beberapa sistem dan fungsi tubuh, melibatkan sistem pernapasan, pusat khusus pengatur bicara di otak dalam korteks serebri, pusat respirasi di dalam batang otak dan struktur artikulasi, resonansi dari mulut serta rongga hidung.Terdapat 2 hal proses terjadinya bicara, yaitu proses sensoris dan motoris. Aspek sensoris meliputi pendengaran, penglihatan, dan rasa raba berfungsi untuk memahami apa yang didengar, dilihat dan dirasa. Aspek motorik yaitu mengatur laring, alat-alat untuk artikulasi, tindakan artikulasi dan laring yang bertanggung jawab untuk pengeluaran suara.Pada hemisfer dominan otak atau sistem susunan saraf pusat terdapat pusat-pusat yang mengatur mekanisme berbahasa yakni dua pusat bahasa reseptif area 41 dan 42 (area wernick), merupakan pusat persepsi auditori-leksik yaitu mengurus pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang berkaitan dengan bahasa lisan (verbal). Area 39 broadman adalah pusat persepsi visuo-leksik yang mengurus pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang bersangkutan dengan bahasa tulis. Sedangkan area Broca adalah pusat bahasa ekspresif. Pusat-pusat tersebut berhubungan satu sama lain melalui serabut asosiasi.Saat mendengar pembicaraan maka getaran udara yang ditimbulkan akan masuk melalui lubang telinga luar kemudian menimbulkan getaran pada membran timpani. Dari sini rangsangan diteruskan oleh ketiga tulang kecil dalam telinga tengah ke telinga bagian dalam. Di telinga bagian dalam terdapat reseptor sensoris untuk pendengaran yang disebut Coclea. Saat gelombang suara mencapai coclea maka impuls ini diteruskan oleh saraf VIII ke area pendengaran primer di otak diteruskan ke area wernick. Kemudian jawaban diformulasikan dan disalurkan dalam bentuk artikulasi, diteruskan ke area motorik di otak yang mengontrol gerakan bicara. Selanjutnya proses bicara dihasilkan oleh getaran vibrasi dari pita suara yang dibantu oleh aliran udara dari paru-paru, sedangkan bunyi dibentuk oleh gerakan bibir, lidah dan palatum (langit-langit). Jadi untuk proses bicara diperlukan koordinasi sistem saraf motoris dan sensoris dimana organ pendengaran sangat penting.Proses reseptif Proses dekodeSegera saat rangsangan auditori diterima, formasi retikulum pada batang otak akan menyusun tonus untuk otak dan menentukan modalitas dan rangsang mana yang akan diterima otak. Rangsang tersebut ditangkap oleh talamus dan selanjutnya diteruskan ke area korteks auditori pada girus Heschls, dimana sebagian besar signal yang diterima oleh girus ini berasal dari sisi telinga yang berlawanan.Girus dan area asosiasi auditori akan memilah informasi bermakna yang masuk. Selanjutnya masukan linguistik yang sudah dikode, dikirim ke lobus temporal kiri untuk diproses. Sementara masukan paralinguistik berupa intonasi, tekanan, irama dan kecepatan masuk ke lobus temporal kanan. Analisa linguistik dilakukan pada area Wernicke di lobus temporal kiri. Girus angular dan supramarginal membantu proses integrasi informasi visual, auditori dan raba serta perwakilan linguistik. Proses dekode dimulai dengan dekode fonologi berupa penerimaan unit suara melalui telinga, dilanjutkan dengan dekode gramatika. Proses berakhir pada dekode semantik dengan pemahaman konsep atau ide yang disampaikan lewat pengkodean tersebut.Proses ekspresif Proses encodeProses produksi berlokasi pada area yang sama pada otak. Struktur untuk pesan yang masuk ini diatur pada area Wernicke, pesan diteruskan melalui fasikulus arkuatum ke area Broca untuk penguraian dan koordinasi verbalisasi pesan tersebut. Signal kemudian melewati korteks motorik yang mengaktifkan otot-otot respirasi, fonasi, resonansi dan artikulasi. Ini merupakan proses aktif pemilihan lambang dan formulasi pesan. Proses enkode dimulai dengan enkode semantik yang dilanjutkan dengan enkode gramatika dan berakhir pada enkode fonologi. Keseluruhan proses enkode ini terjadi di otak/pusat pembicara.Di antara proses dekode dan enkode terdapat proses transmisi, yaitu pemindahan atau penyampaian kode atau disebut kode bahasa. Transmisi ini terjadi antara mulut pembicara dan telinga pendengar. Proses decode-encode diatas disimpulkan sebagai proses komunikasi. Dalam proses perkembangan bahasa, kemampuan menggunakan bahasa reseptif dan ekspresif harus berkembang dengan baik.

2. Faktor yang Mempengaruhi Produksi SuaraAda beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mempelajari mekanisme bicara yaitu:a. Mekanisme respirasi suatu proses kompleks yang dimulai dari peristiwa masuknya oksigen kedalam paru-paru, pertukaran O2dan CO2dan berakhir dengan peristiwa keluarnya CO2 dari dalam tubuh. Dalam mekanisme bicara, pernapasan bukan hanya sebagai kebutuhan untuk hidup, tetapi merupakan modal dasar dan sumber energy utama dalam proses produksi bicara dan bahasa.b. Mekanisme fonasi merupakan proses produksi suara yang dimulai dari perubahan udara dalam traktus vokalis setelah terjadi ekspirasi, sehingga udara yang keluar ditahan/dihambat oleh plika vokalis/pita suara. Perubahan periodic pada pita suara akan berlangsung terus selama tekanan subglotis mencapai besaran tertentu, sehingga dalam peristiwa ini suatu yang dihasilkan seseorang terjadi karena adanya pelepasan udara secara periodic sehubungan dengan adanya adduksi dan abduksi serta besaran tekanan subglotis. Dalam peristiwa fonasi terdapat tiga unsure utama yang harus diperhatikan yaitu: kenyaringan suara, nada dan kualitas suara seseorang.c. Mekanisme resonansi merupakan peningkatan intensitas bunyi melalui bentukan (modifikasi) rongga sekitar sumber bunyi. Perubahan/modifikasi rongga-rongga faring akan meningkatkan intensitas fonasi, sehingga dapat diterima telinga sebagai bunyi bicara dengan berbagai variannya den peristiwa tersebut disebut resonansi. Terdapat beberapa aspek yang berpengaruh dominan dalam modifikasi rongga-rongga faring selama bicara yaitu: penutupan velofaringeal untuk memproduksi bunyi-bunyi nasal maupun bukan nasal, pergerakan lidah mempengaruhi besar intensitas gelombang suara dari daerah glottis terutama dalam memberikan karakteristik bunyi-bunyi bicara konsonan (huruf mati), pembukaan mulut secara langsung menentukan bentuk dan ukuran rongga orofaring dan akan berperan dalam produksi bunyi-bunyi vocal atau diftong.d. Mekanisme artikularis merupakan bagian akhir dari mekanisme bicara dan merupakan proses pembentukan gelombang udara yang mempunyai intensitas dan frekuensi tertentu menjadi bunyi-bunyi yang berarti sesuai konsep. Keadaan ini dibedakan menjadi mekanisme artikularis vocal, yaitu bunyi bicara yang terjadi dari hasil modifikasi aliran udara dari daerah glottis secara langsung tanpa hambatan dan untuk membedakan bunyi-bunyi vokal dapat dilihat dari perubahan bentuk dan ukuran resonator dan pengaruh dari perubahan posisi lidah. Mekanisme artikulasi konsonan yaitu bunyi bicara yang diproduksi dengan atau tanpa fonasi, dimana aliran udara daerah glottis dimodifikasi melalui hambatan otot-otot prgan artikulasi di daerah orofaring, sehingga akan menghambat, menghentikan atau meletupkan udara yang mengalir dari daerah glottis.

3. Perkembangan Komunikasi pada Anak Usia 0-6 bulanSaat lahir, bayi hanya dapat menangis untuk menyatakan keinginannya. Pada usia 2-3 bulan, bayi mulai dapat membuat suara-suara sseperti aah atau uuh yang dikenal dengan istilah cooing. Ia juga senang bereksperimen dengan berbagai bunyi yang dapat dihasilkannya, misalnya suara menyerupai berkumur. Bayi juga mulai bereaksi terhadap orang lain dengan mengeluarkan suara. Setelah usia 3 bulan, bayi akan mencari sumber suara yang didengarnya dan menyukai mainan yang mengeluarkan suara.Mendekati usia 6 bulan, bayi dapat berespons terhadap namanya sendiri dan mengenali emosi dalam nada bicara. Cooing berangsur menjadi babbling, yakni mengoceh dengan suku kata tunggal, misalnya papapapapa, dadadadada, bababababa, mamamamama. Bayi juga mulai dapat mengatur nada bicaranya sesuai emosi yang dirasakannya, dengan ekspresi wajah yang sesuai.Waspada bila: tidak ada babbling. Usia 6-12 bulanPada usia 6-9 bulan, bayi mulai mengerti nama-nama orang dan benda serta konsep-konsep dasar seperti ya, tidak, habis. Saat babbling, ia menggunakan intonasi atau nada bicara seperti bahasa ibunya. Ia pun dapat mengucapkan kata-kata sederhana seperti mama dan papa tanpa arti.Pada usia 9-12 bulan, ia sudah dapat mengucapkan mama dan papa (atau istilah lain yang biasa digunakan untuk ibu dan ayah atau pengasuh utama lainnya) dengan arti. Ia menengok apabila namanya dipanggil dan mengerti beberapa perintah sederhana (misal lihat itu, ayo sini). Ia menggunakan isyarat untuk menyatakan keinginannya, misalnya menunjuk, merentangkan tangan ke atas untuk minta digendong, atau melambaikan tangan (dadah). Ia suka membeo, menirukan kata atau bunyi yang didengarnya. Pada usia 12 bulan bayi sudah mengerti sekitar 70 kata.Waspada bila: bayi tidak menunjuk dengan jari pada usia 12 bulan, ekspresi wajah kurang pada usia 12 bulan. Usia 12-18 bulanPada usia ini, anak biasanya sudah dapat mengucapkan 3-6 kata dengan arti, dapat mengangguk atau menggelengkan kepala untuk menjawab pertanyaan, menunjuk anggota tubuh atau gambar yang disebutkan orang lain, dan mengikuti perintah satu langkah (Tolong ambilkan mainan itu). Kosakata anak bertambah dengan pesat; pada usia 15 bulan ia mungkin baru dapat mengucapkan 3-6 kata dengan arti, namun pada usia 18 bulan kosakatanya telah mencapai 5-50 kata. Pada akhir masa ini, anak sudah bisa menyatakan sebagian besar keinginannya dengan kata-kata.Waspada bila: tidak ada kata berarti pada usia 16 bulan Usia 18-24 bulanDalam kurun waktu ini anak mengalami ledakan bahasa. Hampir setiap hari ia memiliki kosakata baru. Ia dapat membuat kalimat yang terdiri atas dua kata (mama mandi, naik sepeda) dan dapat mengikuti perintah dua langkah. Pada fase ini anak akan senang mendengarkan cerita. Pada usia dua tahun, sekitar 50% bicaranya dapat dimengerti orang lain.Waspada bila: Tidak ada kalimat 2 kata yang dapat dimengerti pada usia 24 bulan Usia 2-3 tahunSetelah usia 2 tahun, hampir semua kata yang diucapkan anak telah dapat dimengerti oleh orang lain. Anak sudah biasa menggunakan kalimat 2-3 kata mendekati usia 3 tahun bahkan 3 kata atau lebih dan mulai menggunakan kalimat tanya. Ia dapat menyebutkan nama dan kegunaan benda-benda yang sering ditemui, sudah mengenal warna, dan senang bernyanyi atau bersajak (misalnya Pok Ami-Ami). Usia 3-5 tahunAnak pada usia ini tertarik mendengarkan cerita dan percakapan di sekitarnya. Ia dapat menyebutkan nama, umur, dan jenis kelaminnya, serta menggunakan kalimat-kalimat panjang (>4 kata) saat berbicara. Pada usia 4 tahun, bicaranya sepenuhnya dapat dimengerti oleh orang lain. Anak sudah dapat menceritakan dengan lancar dan cukup rinci tentang hal-hal yang dialaminya.Apabila terdapat salah satu tanda waspada di atas, bawalah anak Anda ke dokter anak. Secara umum, pada usia berapapun, bawalah anak ke dokter jika ia menunjukkan kemunduran dalam kemampuan berbicara atau kemampuan sosialnya.

4. Etiologi SengauWarna suara tidak hanya dibentuk dari pita suara. Rongga di wajah, terutama di bagian mulut dan hidung, juga berpengaruh. Jika ada hal yang membuat rongga di hidung dan mulut buntu, suara yang keluar akan sengau. Ada dua jenis sengau, yaitu aperta dan oklusa. Sengau oklusa terjadi akibat sumbatan benda cair atau padat. Sumbatan benda cair, antara lain, terjadi ketika kita pilek berat. Sumbatan benda padat bisa berupa tumor, polip, atau benda asing yang sengaja atau tidak sengaja masuk ke hidung, bahkan karena bibir sumbing yang dibawa sejak lahir.Sengau aperta terjadi akibat kelumpuhan anatomis atau kerusakan tulang di hidung dan mulut. Kelumpuhan anatomis itu tidak disebabkan trauma, tetapi yang paling sering terjadi karena stroke atau kelumpuhan pada organ tertentu. Stroke tidak hanya mempengaruhi saraf di kepala. Saraf yang memelihara otor di langit-langit juga ikut lumpuh. Akibatnya pengucapan huruf seperti ng atau huruf lain yang menggunakan otot di langit-langit menjadi tidak normal.

5. Patofisiologi Sengau pada Penderita SengauDari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa dalam proses menghasilkan ujaran atau dalam proses berbahasa, alat artikulasi memiliki peran yang penting dalam menghasilkan sebuah ujaran. Alat artikulasi berperan dalam proses artikulasi dalam proses penciptaan sebuah ujaran sebagai alat untuk mempermudah dalam menghasilkan ujaran dan mempermudah menghasilkan ujaran yang baik secara semantik maupun sintaksis.Alat artikulasi tersebut mempengaruhi pada pelafalan pada proses penciptaan sebuah ujaran. Jika alat artikulasi bekerja dengan baik, ujaran yang dihasilkan pun akan jelas dan dapat dimengerti dari semantik dan sintaksisnya. Begitu sebaliknya, jika alat artikulasi mengalami gangguan, ujaran yang dihasilkan pun akan menjadi tidak jelas dan tidak memiliki sematik dan sintaksis yang jelas pula.Banyak sekali gangguan berbahasa yang dijumpai karena gangguan pada alat artikulasi manusia, baik karena tidak maksimalnya kinerja salah satu bagian alat artikulasi atau karena adanya sesuatu yang menghalangi kinerja alat artikulasi, baik tumor, kanker atau kelenjar-kelenjar tertentu yang mengganggu kinerja alat artikulasi.Gangguan pada alat artikulasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah gangguan akibat faktor resonansi. Gangguan akibat faktor resonansi tersebut menyebabkan suara yang dihasilkan menjadi tersengau. Pada orang sumbing, misalnya, suaranya menjadi tersengau (bindeng) karena rongga mulut dan rongga hidung yang digunakan untuk berkomunikasi melalui defek di langit-langit keras (palatum), sehingga resonansi yang seharusnya menjadi terganggu. Di antara gangguan berbahasa yang disebabkan adanya gangguan pada alat artikulasi adalah bindeng. Bindeng terjadi saat adanya gangguan alat artikulasi pada proses pengujaran. Bindeng terjadi karena gangguan alat artikulasi antara rongga mulut atas dengan rongga hidung. Gangguan tersebut dapat disebabkan adanya infeksi atau adanya penyumbatan pada rongga hidung berupa kelenjar cair atau padat.Selain adanya penyumbatan pada rongga hidung, bindeng juga dapat disebabkan kondisi kelumpuhan pada rongga mulut atau rongga hidung. Salah satu penyebabnya adalah efek dari stroke atau pembawaan dari kecil sehingga bindeng yang terjadi mejadi lama untuk normal kembali, bahkan tidak dapat disembuhkan karena alat artikulasinya lumpuh.

6. Pemeriksaan pada Penderita SengauGangguan bicara, berupa suara sengau dijumpai pada celah langitan; dimana terdapat hubungan antara rongga mulut dan rongga hidung. Otot-otot palatum dan faring (m.tensor vellipalatini dan levator vellipalatini; m.monstriktor faringeus) tidak tumbuh dan berkembang sempurna (hipoplastik) dan tidak terkoordinasi baik akibat adanya celah. Tindakan rekonstruksi awal (sebelum usia 2 tahun) mengupayakan pengembalian anatomik otot-otot ini, sehingga fungsinya diharapkan dapat normal dan suara sengau terkoreksi. Upaya lain yang secara nyata mempengaruhi keberhasilan tindakan ini adalah usaha pasien mengucapkan kata-kata dengan baik dan benar; dan ini dapat dilakukan apabila tingkat kecerdasan (nilai intelligence quotient / IQ) anak normal, sentra bicara pasien terbiasa (memiliki memori) mendengarkan kata-kata yang baik dan benar. Kondisi ini hanya dapat diperoleh bila sejak awal (beberapa saat sejak kelahiran) orang tua pasien membiasakan mengucapkan kata-kata yang baik dan benar di telinga anaknya / pasien (pendidikan non formal). Bila upaya non formal belum berhasil memberikan perbaikan, seringkali diperlukan pendidikan formal berupa terapi wicara (speech therapy).Bila usaha-usaha ini telah dikerjakan, namun tidak juga memberikan hasil, pada penilaian adanya nasal escape merupakan indikasi tindakan faringoplasti.Tabel 1. Urutan Intervensi Kunci untuk Perawatan berdasarkan Usia.UsiaIntervensi

PrenatalRujukan kepada tim yang menangani celah bibir dan palatum Diagnosis dan konseling genetikMemperlihatkan masalah psikososialMempersiapkan instruksi pemberian makanMembuat rencana pemberian makan

Lahir 1 bulanRujukan kepada tim yang menangani celah bibir dan palatum Diagnosis dan konseling genetikMemperlihatkan masalah psikososialSediakan instruksi pemberian makan dan periksa pertumbuhan

1 4 bulanPeriksa pemberian makan dan pertumbuhan Perbaikan celah bibirPeriksa telinga dan pendengaran

5 15 bulanPeriksa pemberian makan, pertumbuhan dan perkembangan Periksa telinga dan pendengaran; pertimbangkan tabung telingaPerbaikan celah palatumSediakan instruksi kebersihan oral

16 24 bulanNilai telinga dan pendengaran Nilai bicara dan bahasaPeriksa perkembangan

2 5 tahunNilai bicara dan bahasa; tangani insufisiensi velofaringeal Periksa telinga dan pendengaranPertimbangkan perbaikan bibir/hidung sebelum mulai sekolahNilai perkembangan dan penyesuaian psikososial

6 11 tahunNilai bicara dan bahasa; tangani insufisiensi velofaringeal Intervensi ortodontiCangkok tulang alveolarNilai sekolah/penyesuaian psikososial

12 21 tahunPembedahan rahang, rinoplasti jika dibutuhkan Alat ortodonti, implan jika dibutuhkanKonseling genetikNilai sekolah/penyesuaian psikososial

7. Penanganan pada Penderita SengauBermacam-macam penanganan pada penderita bindeng. Bila bindeng masih tergolong ringan, penanganannya cukup diterapi lewat latihan pernapasan dan latihan vokal. Latihan pernapasan itu berupa menahan napas selama satu menit sebanyak 18 sampai 20 kali. Juga latihan memperkuat kontraksi katup suara. Latihan ini berupa menarik dan menahan napas selama 40 detik. Cara ini dipakai untuk melatih aliran buka-tutup udara menuju paru-paru. Bila pasien mampu melewati fase itu, berikutnya adalah latihan fonetis. Latihan ini bertahap, dari pengucapan huruf A, I, O, E, U, meningkat ke suku kata, lalu kalimat.Sebenarnya penanganan bindeng bergantung pada penyebabnya. Untuk bindeng okluka, penyebab bindeng disembuhkan lebih dulu. Jika pilek sembuh, dengan sendirinya suara kembali normal. Tapi, bila penyebabnya polip, harus dioperasi. Jika disebabkan kanker nasofaring atau hidung, bindeng ditangani sesuai stadium. Dapat berupa operasi pengambilan tumor jika masih stadium awal. Jika sudah stadium lanjut, bisa dilakukan radioterapi dan kemoterapi. Serta apabila penyebabnya adalah sumbing bawaan sejak lahir maka harus dioperasi diwaktu masih kanak-kanak. Namun walaupun sudah dioperasi dengan menjahit bibir sumbing tersebut, biasnaya bunyi yang dikeluarkan penderita sumbing tetap bindeng atau sengau, hanya saja bunyi bindeng tersebut sudah mulai berkurang dan artikulasi agak jelas.Hal serupa terjadi pada bindeng aperta. Bila penyebabnya infeksi, infeksi disembuhkan lebih dulu. Kemudian pasien dapat menjalani operasi rekonstruksi untuk mengganti tulang rawan yang berlubang dan rusak. Hal yang sama dilakukanbila penyebab bindeng adalah stroke. Penyakit tersebut harus disembuhkan lebih dahulu. Kemudian, pasien dapat menjalani serangkaian terapi, terutama speech therap. Khusus stroke, speech therapy biasnya dilakukan oleh spesialis rehabilitasi medis. Ada pula speech therapy yang ditujukan khusus untuk pasien penyakit infeksi hidung dan langit-langit.8. Indikasi Speech Therapy Tidak mengoceh pada umur 12 bulan Tidak ada satupun kata pada umur 16 bulan Tidak ada frase spontan yang terdiri dari 2 kata pada umur 24 bulan Ucapan tidak dapat dipahami pada umur 24 bulan Kemunduran kemampuan berbahasa ataupun kemampuan sosial pada umur berapapun

Kelainan artikulasi : Misal disartria Kelainan fungsi bahasa : Afasia motorik (Broca) Afasia sensorik (Wernicke) Afasia global Dan macam-macam afasia yang lain Kelainan suara Disfonia Afonia Kelainan irama/kelancaran Stuttering (gagap) Cluttering (latah) Indikasi lain Pada anak : speech delayed Feeding therapy : dengan gangguan mengunyah dan menelan/disfagia

9. Metode Speech TherapyAVT (Auditory Verbal Therapy)Pengertian AVTAVT adalah pendekatan intervensi dini untuk anak-anak dengan gangguan pendengaran dan keluarganya.Fokus AVTAVT fokus pada pendidikan, pengarahan, advokasi, dukungan keluarga, dan menerapkan teknik, strategi, kondisi, dan prosedur yang mengoptimalkan bahasa verbal melalui mendengar.Tujuan utama AVTMengarahkan orang tua untuk menolong anak-anaknya membangun bahasa verbal yang baik melalui mendengar, dan membimbing orang tua untuk mengadvokasi anak-anaknya berinklusi dalam sekolah umum. Pada akhirnya, orang tua memperoleh rasa percaya diri bahwa anak-anaknya akan mempunyai akses yang luas dalam pendidikan, sosial, dan pilihan bakat/kejuruan.Prinsip-prinsip AVT Menyarankan deteksi dini gangguan pendengaran pada bayi baru lahir, balita, dan anak-anak, diikuti dengan manajemen audiologi dan AVT. Menyarankan asesmen dan penggunaan alat bantu dengar sesegera mungkin untuk mendapatkan keuntungan maksimal dari stimulasi suara. Membimbing dan mengarahkan orang tua untuk menggunakan pendengaran sebagai modalitas sensori dalam meningkatkan bahasa verbal tanpa menggunakan bahasa isyarat atau membaca bibir. Membimbing dan mengarahkan orang tua untuk menjadi fasilitator utama bagi perkembangan mendengar dan bahasa verbalnya melalui partisipasi aktif dan konsisten dalam AVT. Membimbing dan mengarahkan orang tua untuk menciptakan lingkungan yang dapat menunjang perkembangan bahasa verbal melalui kegiatan sehari-hari. Membimbing dan mengarahkan orang tua untuk menggabungkan kemampuan mendengar dan bahasa verbal dalam semua aspek kehidupan anak. Membimbing dan mengarahkan orang tua untuk menggunakan pedoman alamiah mendengar, bicara, bahasa, bahasa, kognitif, dan komunikasi. Membimbing dan mengarahkan orang tua untuk membantu anaknya memonitor bahasa verbalnya melalui mendengar. Melakukan penilaian diagnosa formal dan informal untuk meningkatkan program perorangan auditory verbal, untuk memonitor perkembangan, dan untuk mengevaluasi efektivitas program bagi anak dan keluarganya. Mempromosikan pendidikan di sekolah umum bersama-sama dengan murid yang tidak mengalami gangguan pendengaran sejak dini.

BAB IIIPENUTUP

A. KESIMPULANBibir sumbing ringan dan berat mengalami gangguan dalam bicara. Keadaan tersebut berubah ketika penderita bibir sumbing ringan dan berat saat dioperasi. Penderita bibir sumbing ringan tidak mengalami gangguan dalam berbicara setelah operasi karena kerusakan hanya berupa celah kecil di atas bibir atas dan tidak terlihat jelas. Cara bicara penderita bibir sumbing ringan berubah seperti orang normal. Namun, keadaan tersebut berbeda dengan penderita bibir sumbing berat. Penderita bibir sumbing berat masih mengalami gangguan bicara walaupun operasi telah dilakukan. Kerusakan yang diderita terlalu parah sehingga tidak dapat diperbaiki secara keseluruhan. Celah di langit-langit sampai ke lubang hidung masih terlihat rusak, hanya celah menganga di bibir atas yang terlihat rapat. Terdapat 2 hal proses terjadinya bicara, yaitu proses sensoris dan motoris. Aspek sensoris meliputi pendengaran, penglihatan, dan rasa raba berfungsi untuk memahami apa yang didengar, dilihat dan dirasa. Aspek motorik yaitu mengatur laring, alat-alat untuk artikulasi, tindakan artikulasi dan laring yang bertanggung jawab untuk pengeluaran suara.Mekanisme produksi suara diatur oleh beberapa faktor yaitu mekanisme respirasi, mekanisme resonansi, mekanisme fonasi, dan mekanisme artikulasi.Ada dua jenis sengau, yaitu aperta dan oklusa. Sengau oklusa terjadi akibat sumbatan benda cair atau padat. Sengau aperta terjadi akibat kelumpuhan anatomis atau kerusakan tulang di hidung dan mulut.Sebenarnya penanganan bindeng bergantung pada penyebabnya. Untuk bindeng okluka, penyebab bindeng disembuhkan lebih dulu. Jika pilek sembuh, dengan sendirinya suara kembali normal. Tapi, bila penyebabnya polip, harus dioperasi. Jika disebabkan kanker nasofaring atau hidung, bindeng ditangani sesuai stadium. Dapat berupa operasi pengambilan tumor jika masih stadium awal. Jika sudah stadium lanjut, bisa dilakukan radioterapi dan kemoterapi. Serta apabila penyebabnya adalah sumbing bawaan sejak lahir maka harus dioperasi diwaktu masih kanak-kanak. Namun walaupun sudah dioperasi dengan menjahit bibir sumbing tersebut, biasnaya bunyi yang dikeluarkan penderita sumbing tetap bindeng atau sengau, hanya saja bunyi bindeng tersebut sudah mulai berkurang dan artikulasi agak jelas.Hal serupa terjadi pada bindeng aperta. Bila penyebabnya infeksi, infeksi disembuhkan lebih dulu. Kemudian pasien dapat menjalani operasi rekonstruksi untuk mengganti tulang rawan yang berlubang dan rusak. Hal yang sama dilakukanbila penyebab bindeng adalah stroke. Penyakit tersebut harus disembuhkan lebih dahulu. Kemudian, pasien dapat menjalani serangkaian terapi, terutama speech therap. Khusus stroke, speech therapy biasnya dilakukan oleh spesialis rehabilitasi medis. Ada pula speech therapy yang ditujukan khusus untuk pasien penyakit infeksi hidung dan langit-langit.

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 1994. Psikolinguistik Kajian Teoritik. Jakarta : Rineka CiptaLapoliwa, Hans. 1998. Pengantar Fonologi I : Fonetik. Jakarta : Departemen Pendidikan dan KebudayaanYeni, Fersima. 2008. Interpretasi Lafal Fonem Penderita Bibir Sumbing (Skripsi). Medan. USU