lapkas anestesi head injury

29
BAB 1 PENDAHULUAN Cedera kepala atau yang disebut dengan trauma kapitis adalah ruda paksa tumpul/tajam pada kepala atau wajah yang berakibat disfungsi cerebral sementara. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif, dan sebagian besar karena kecelakaan lalu lintas, kekerasan dan terjatuh. Hal ini diakibatkan karena mobilitas yang tinggi di kalangan usia produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan masih rendah, serta rujukan yang terlambat. Di Indonesia kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah diatas 10% penderita meninggal sebelum tiba di rumah sakit. Dari pasien yang sampai di rumah sakit 80% dikelompokkan sebagai cedera kepala ringan, 10% termasuk cedera sedang, dan 10% termasuk cedera kepala berat. Rata-rata rawat inap pada laki-laki dan wanita akibat terjatuh dengan diagnose trauma kepala sebanyak 146,3 per 100.000 dan 158,3 per 100.000. Angka kematian trauma kepala akibat terjatuh lebih tinggi pada laki- laki dibanding perempuan yaitu sebanyak 26,9 per 100.000 dan 1,8 per 100.000 (Thomas, 2006).

Upload: fildzah-yamami-rizal

Post on 19-Jan-2016

78 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lapkas Anestesi Head Injury

BAB 1

PENDAHULUAN

Cedera kepala atau yang disebut dengan trauma kapitis adalah ruda paksa

tumpul/tajam pada kepala atau wajah yang berakibat disfungsi cerebral sementara.

Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama

pada kelompok usia produktif, dan sebagian besar karena kecelakaan lalu lintas,

kekerasan dan terjatuh. Hal ini diakibatkan karena mobilitas yang tinggi di

kalangan usia produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan

masih rendah, serta rujukan yang terlambat.

Di Indonesia kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan

mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah diatas 10% penderita meninggal sebelum

tiba di rumah sakit. Dari pasien yang sampai di rumah sakit 80% dikelompokkan

sebagai cedera kepala ringan, 10% termasuk cedera sedang, dan 10% termasuk

cedera kepala berat. Rata-rata rawat inap pada laki-laki dan wanita akibat terjatuh

dengan diagnose trauma kepala sebanyak 146,3 per 100.000 dan 158,3 per

100.000. Angka kematian trauma kepala akibat terjatuh lebih tinggi pada laki-laki

dibanding perempuan yaitu sebanyak 26,9 per 100.000 dan 1,8 per 100.000

(Thomas, 2006).

Cedera kepala merupakan keadaan yang serius, sehingga diharapkan para

dokter mempunyai pengetahuan praktis untuk melakukan pertolongan pertama

pada penderita. Tindakan pemberian oksigen yang adekuat dan mempertahankan

tekanan darah yang cukup untuk perfusi otak dan menghindarkan terjadinya

cedera otak sekunder merupakan pokok-pokok tindakan yang sangat penting

untuk keberhasilan kesembuhan penderita. Sebagai tindakan selanjutnya yang

penting setelah primary survey adalah identifikasi adanya lesi masa yang

memrlukan tindakan pembedahan dan yang terbaik adalah pemeriksaan dengan

CT Scan kepala.

Pada penderita dengan cedera kepala ringan dan sedang hanya 3% - 5%

yang memerlukan tindakan operasi dan sisanya dirawat secara konservatif.

Page 2: Lapkas Anestesi Head Injury

Prognosis pasien cedera kepala akan lebih baik bila penatalaksanaan dilakukan

secara tepat dan cepat.

Pada penderita korban cedera kepala yang harus diperhatikan adalah

pernafasan, peredaran darah dan kesadaran, sedangkan tindakan resusitasi,

anmnesa dan pemeriksaan fisik umum dan neutologist harus dilakukan secara

serentak. Tingkat keparahan cedera kepala harus segera ditentukan pada saat

pasien tiba di rumah sakit.

Page 3: Lapkas Anestesi Head Injury

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Cedera Kepala

Trauma kapitis atau cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang

terjadi baik secara langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat

pada gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial, yang dapat

bersifat temporer ataupun permanen. Menurut Barin Injury Association of

America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat

congenital ataupun degenerative, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik

dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran, sehingga

menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Japardi, 2004).

2.2. Anatomi Kepala

a. Kulit Kepala

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu :

- Skin atau kulit

Kulit kepala memliki banyak pembuluh darah sehingga bila terjadi

perdarahan akibat laserasi kulit kepala akan menyebabkan banyak

kehilangan darah terutama pada anak-anak atau penderita dewasa yang

cukup lama terperangkap sehingga membutuhkan waktu untuk

mengeluarkannya.

- Connective tisuue atau jaringan penyambung

Jaringan penunjang longgar memisahkan galea aponeurotika dari

perikranium dan merupakan tempat yang biasanya terjadi perdarahan

subgaleal.

- Aponeuris atau galea aponeurotika yaitu jaringan ikat yang berhubungan

langsung dengan tengkorak

- Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar

- Perikranium (Ammerican college of surgeon, 1997).

Page 4: Lapkas Anestesi Head Injury

b. Tulang tengkorak

Terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak terdiri dari

beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria khususnya

diregio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis

kranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak

akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa

yaitu fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa

posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum (Ammerican

college of surgeon, 1997).

c. Meninges

Selaput meninges menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan

yaitu :

1. Duramater

Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan endosteal dan lapisan

meningeal. Duramater merupakan selaput yang keras terdiri atas jaringan ikat

fibrosa yang melekat erat pada permukaan dalam dari cranium. Karena tidak dapat

melekat pada selaput arachnoid dibawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial

(ruang subdural) yang terletak antara duramater dan arachnoid, dimana sering

dijumpai perdarahan subdural (Japardi, 2004).

Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan

otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins,

dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahn subdural. Sinus sagitalis

superior mengalirkan darah vena ke sinus transverses dan sinus sigmioideus.

Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat (Japardi,

2004).

Arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari cranium

(ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi

pada arteri-arteri ini dan menyebabkan cedera adalah arteri meningea media yang

terletak pada fosa temporalis (fosa media).

Page 5: Lapkas Anestesi Head Injury

2. Selaput arakhnoid

Selaput araknoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput

ini dipisahkan dari duramater oleh ruang potensial disebut spatium subdural dan

dari pia mater oleh spatium subarachnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis.

Perdarahan subarachnoid umunya disebabkan akibat cedera kepala (Ammerican

college of surgeon, 1997).

3. Piamater

Piamater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adalah

membrane vascular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk

ke dalam sulci yang paling dalam. Membrane ini membungkus saraf otak dan

menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak

juga diliputi oleh piamater (Japardi, 2004).

4. Otak

Otak merupakan suatu struktur gelatin dengan berat pada orang dewasa

sekitar 14 kg. otak terdiri dari beberapa bagian yaitu proensefalon (otak depan)

terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan

rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons, medulla oblongata dan

serebellum.

Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan dengan

fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal

berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal

mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggung jawab dalam

proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi

reticular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medulla

oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum bertanggung jawab dalam

fungsi koordinasi dan kesemimbangan (American college of surgeon, 1997).

Page 6: Lapkas Anestesi Head Injury

5. Cairan serebrospinal

Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh pleksus khoroideus dengan

kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari ventrikel lateral

melalui foramen monro menuju ventrikel III kemudian melalui aquaductus sylvii

menuju ventrikel IV. Selanjutnya CSS keluar dari sistem ventrikel dan masuk ke

dalam ruang subaraknoid yang berada di seluruh permukaan otak dan medula

spinalis. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui vili araknoid

(Hafidh, 2007).

6. Tentorium

Tentorium serebelli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supra tentorial

(terdiri atas fossa kranii anterior dan fossa kranii media) dan ruang infratentorial

(berisi fosa kranii posterior) (Japardi, 2004).

2.3. Fisiologi

Mekanisme fisiologis yang berperan antara lain :

1. Tekanan Intra Kranial

Biasanya ruang intrakranial ditempati oleh jaringan otak, darah, dan cairan

serebrospinal. Setiap bagian menempati suatu volume tertentu yang menghasilkan

suatu tekanan intra kranial normal sebesar 50 sampai 200 mmH2O atau 4 sampai

15 mmHg. Dalam keadaan normal, tekanan intra kranial (TIK) dipengaruhi oleh

aktivitas sehari-hari dan dapat meningkat sementara waktu sampai tingkat yang

jauh lebih tinggi dari normal.

Ruang intra kranial adalah suatu ruangan kaku yang terisi penuh sesuai

kapasitasnya dengan unsur yang tidak dapat ditekan, yaitu : otak ( 1400 g), cairan

serebrospinal ( sekitar 75 ml), dan darah (sekitar 75 ml). Peningkatan volume

pada salah satu dari ketiga unsur utama ini mengakibatkan desakan ruang yang

ditempati oleh unsur lainnya dan menaikkan tekanan intra kranial

(Lombardo,2003 ).

Page 7: Lapkas Anestesi Head Injury

2. Hipotesa Monro-Kellie

Teori ini menyatakan bahwa tulang tengkorak tidak dapat meluas sehingga

bila salah satu dari ketiga komponennya membesar, dua komponen lainnya harus

mengkompensasi dengan mengurangi volumenya (bila TIK masih konstan).

Mekanisme kompensasi intra kranial ini terbatas, tetapi terhentinya fungsi neural

dapat menjadi parah bila mekanisme ini gagal. Kompensasi terdiri dari

meningkatnya aliran cairan serebrospinal ke dalam kanalis spinalis dan adaptasi

otak terhadap peningkatan tekanan tanpa meningkatkan TIK. Mekanisme

kompensasi yang berpotensi mengakibatkan kematian adalah penurunan aliran

darah ke otak dan pergeseran otak ke arah bawah ( herniasi ) bila TIK makin

meningkat. Dua mekanisme terakhir dapat berakibat langsung pada fungsi saraf.

Apabila peningkatan TIK berat dan menetap, mekanisme kompensasi tidak efektif

dan peningkatan tekanan dapat menyebabkan kematian neuronal (Lombardo,

2003).

2.4. Patofisiologi Trauma Kapitis

Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu

cedera primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala

sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan oleh benturan

langsung kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses akselerasi-

deselerasi gerakan kepala ( Japardi, 2004 ).

Pada trauma kapitis, dapat timbul suatu lesi yang bisa berupa perdarahan pada

permukaan otak yang berbentuk titik-titik besar dan kecil, tanpa kerusakan pada

duramater, dan dinamakan lesi kontusio. Lesi kontusio di bawah area benturan

disebut lesi kontusio “coup”, di seberang area benturan tidak terdapat gaya

kompresi, sehingga tidak terdapat lesi. Jika terdapat lesi, maka lesi tersebut

dinamakan lesi kontusio “countercoup”. Kepala tidak selalu mengalami akselerasi

linear, bahkan akselerasi yang sering dialami oleh kepala akibat trauma kapitis

adalah akselerasi rotatorik. Bagaimana caranya terjadi lesi pada akselerasi

rotatorik adalah sukar untuk dijelaskan secara terinci. Tetapi faktanya ialah,

bahwa akibat akselerasi linear dan rotatorik terdapat lesi kontusio coup,

Page 8: Lapkas Anestesi Head Injury

countercoup dan intermediate. Yang disebut lesi kontusio intermediate adalah lesi

yang berada di antara lesi kontusio coup dan countrecoup ( Japardi, 2004 ).

Akselerasi-deselerasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara

mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang

tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi semi solid) menyebabkan

tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan intra kranialnya. Bergeraknya isi

dalam tengkorak memaksa otak membentur permukaan dalam tengkorak pada

tempat yang berlawanan dari benturan (countrecoup) (Japardi,2004).

Kerusakan sekunder terhadap otak disebabkan oleh siklus pembengkakan dan

iskemia otak yang menyebabkan timbulnya efek kaskade, yang efeknya merusak

otak. Cedera sekunder terjadi dari beberapa menit hingga beberapa jam setelah

cedera awal. Setiap kali jaringan saraf mengalami cedera, jaringan ini berespon

dalam pola tertentu yang dapat diperkirakan, menyebabkan berubahnya

kompartemen intrasel dan ekstrasel. Beberapa perubahan ini adalah dilepaskannya

glutamin secara berlebihan, kelainan aliran kalsium, produksi laktat, dan

perubahan pompa natrium pada dinding sel yang berperan dalam terjadinya

kerusakan tambahan dan pembengkakan jaringan otak.

Neuron atau sel-sel fungsional dalam otak, bergantung dari menit ke menit

pada suplai nutrien yang konstan dalam bentuk glukosa dan oksigen, dan sangat

rentan terhadap cedera metabolik bila suplai terhenti. Cedera mengakibatkan

hilangnya kemampuan sirkulasi otak untuk mengatur volume darah sirkulasi yang

tersedia, menyebabkan iskemia pada beberapa daerah tertentu dalam otak

( Lombardo, 2003 ).

2.5. Klasifikasi Trauma Kapitis

Berdasarkan ATLS (2004) cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai

aspek. Secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi, yaitu berdasarkan;

mekanisme, beratnya cedera, dan morfologi.

1. Mekanisme Cedera Kepala

Cedera otak dibagi atas cedera tumpul dan cedera tembus. Cedera tumpul

biasanya berkaitan dengan kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, atau pukulan

Page 9: Lapkas Anestesi Head Injury

benda tumpul. Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan

(Bernath, 2009).

2. Beratnya Cedera Kepala

Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan secara umum dalam deskripsi

beratnya penderita cedera otak. Penderita yang mampu membuka kedua matanya

secara spontan, mematuhi perintah, dan berorientasi mempunyai nilai GCS total

sebesar 15, sementara pada penderita yang keseluruhan otot ekstrimitasnya flaksid

dan tidak membuka mata ataupun tidak bersuara maka nilai GCS-nya minimal

atau sama dengan 3. Nilai GCS sama atau kurang dari 8 didefinisikan sebagai

koma atau cedera otak berat. Berdasarkan nilai GCS, maka penderita cedera otak

dengan nilai GCS 9-13 dikategorikan sebagai cedera otak sedang, dan penderita

dengan nilai GCS 14-15 dikategorikan sebagai cedera otak ringan.

Menurut Brain Injury Association of Michigan (2005), klasifikasi keparahan

dari Traumatic Brain Injury yaitu :

Tabel 2.1. Klasifikasi Keparahan Traumatic Brain Injury

Ringan Kehilangan kesadaran < 20 menit

Amnesia post traumatik < 24 jam

GCS = 13 – 15

Sedang Kehilangan kesadaran ≥ 20 menit dan ≤ 36

jam

Amnesia post traumatik ≥ 24 jam dan ≤ 7

hari

GCS = 9 - 12

Berat Kehilangan kesadaran > 36 jam

Amnesia post traumatik > 7 hari

GCS = 3 – 8

( Sumber : Brain Injury Association of Michigan , 2005)

Page 10: Lapkas Anestesi Head Injury

3. Morfologi

a. Fraktur Kranium

Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dapat berbentuk

garis/linear atau bintang/stelata, dan dapat pula terbuka ataupun tertutup. Fraktur

dasar tengkorak biasanya memerlukan pemeriksaan CT scan dengan teknik “bone

window” untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur

dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan

lebih rinci.

Fraktur kranium terbuka dapat mengakibatkan adanya hubungan antara

laserasi kulit kepala dengan permukaan otak karena robeknya selaput dura.

Adanya fraktur tengkorak tidak dapat diremehkan, karena menunjukkan bahwa

benturan yang terjadi cukup berat (Bernath, 2009).

Menurut Japardi (2004), klasifikasi fraktur tulang tengkorak sebagai berikut;

1. Gambaran fraktur, dibedakan atas :

a. Linier

b. Diastase

c. Comminuted

d. Depressed

2. Lokasi Anatomis, dibedakan atas :

a. Calvarium / Konveksitas ( kubah / atap tengkorak )

b. Basis cranii ( dasar tengkorak )

3. Keadaan luka, dibedakan atas :

a. Terbuka

b. Tertutup

b. Lesi Intra Kranial

1. Cedera otak difus

Mulai dari konkusi ringan, dimana gambaran CT scan normal sampai kondisi

yang sangat buruk. Pada konkusi, penderita biasanya kehilangan kesadaran dan

mungkin mengalami amnesia retro/anterograd. Cedera otak difus yang berat

biasanya diakibatkan hipoksia, iskemi dari otak karena syok yang berkepanjangan

Page 11: Lapkas Anestesi Head Injury

atau periode apnoe yang terjadi segera setelah trauma. Pada beberapa kasus, CT

scan sering menunjukkan gambaran normal, atau gambaran edema dengan batas

area putih dan abu-abu yang kabur. Selama ini dikenal istilah Cedera Aksonal

Difus (CAD) untuk mendefinisikan trauma otak berat dengan prognosis yang

buruk. Penelitian secara mikroskopis menunjukkan adanya kerusakan pada akson

dan terlihat pada manifestasi klinisnya (Bernath, 2009).

2. Perdarahan Epidural

Hematoma epidural terletak di luar dura tetapi di dalam rongga tengkorak

dan gambarannya berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung. Sering

terletak di area temporal atau temporo parietal yang biasanya disebabkan oleh

robeknya arteri meningea media akibat fraktur tulang tengkorak (Gazali, 2007).

3. Perdarahan Subdural

Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural.

Perdarahan ini terjadi akibat robeknya vena-vena kecil di permukaan korteks

serebri. Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh permukaan hemisfer otak.

Biasanya kerusakan otak lebih berat dan prognosisnya jauh lebih buruk

dibandingkan perdarahan epidural (Bernath, 2009).

4. Kontusio dan perdarahan intraserebral

Kontusio serebri sering terjadi dan sebagian besar terjadi di lobus frontal

dan lobus temporal, walaupun dapat juga terjadi pada setiap bagian dari otak.

Kontusio serebri dapat, dalam waktu beberapa jam atau hari, berubah menjadi

perdarahan intra serebral yang membutuhkan tindakan operasi (Hafidh, 2007).

Page 12: Lapkas Anestesi Head Injury

2.6. Manajemen Anestesi pada Cedera Kepala

Cedera kepala merupakan penyebab utama kecacatan jangka panjang serta

pengeluaran ekonomi yang cukup besar di masyarakat. Beberapa kerusakan

neurologis yang muncul akibat cedera kepala tidak segera terjadi, biasanya

muncul setelah beberapa menit, jam ataupun hari berikutnya. Oleh karena itu

perlu dilakukan penanganan secara cepat terhadap pasien-pasien dengan cedera

kepala. Kerusakan primer adalah akibat kerusakan mekanis, namun kerusakan

sekunder yang berakibat iskemia serebral muncul akibat meningkatnya tekanan

intrakranial, hipotensi, hipoksia, anemia, kejang, hipoglikemia dan hipertermia.

Pencegahan serta penanganan yang tepat dari komplikasi ini memperbaiki

outcome pasien cedera kepala.

Tujuan utama dari penanganan pasien dengan cedera kepala adalah untuk

mempertahankan aliran darah otak otak yang adekuat dan mencegah iskemia

serebral dan hipoksia. Pada keadaan ini, autoregulasi normal dari CBF (cerebral

blood flow) hilang dan aliran ini menjadi proporsinal dengan CPP (cerebral

perfusion pressure) yang secara langsung ditentukan oleh MAP (mean areterial

pressure) dan TIK.

CPP = MAP –ICP

Karena kranial merupakan struktur yang rigid, penambahan volume dari salah

satu isinya tanpa disertai penurunan volume dari komponen yang lain

menyebabkan peningkatan TIK.

Mekanisme utama dalam mempertahankan TIK adalah dengan memastikan

MAP yang adekuat yaitu dengan cairan dan vasopressor, untuk mencegah

peningkatan berlebihan dari TIK. Pada orang normal, TIK berkisar 0-10mmHg

dan sebagian besar ditentukan dari autoregulasi CBF. Vasokonstriksi dan

vasodilatasi dari pembuluh darah serebral terjadi sebagai respon terhadap

perubahan MAP, PaO2, PaCO2 dan kekentalan darah. Peningkatan PaCO2

menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan CBF, yang dapat meningkatkan TIK

dan sebaliknya.

Page 13: Lapkas Anestesi Head Injury

Penilaian Awal

Pasien dengan cedera kepala yang signifikan dapat datang dengan cedera

lainnya. Riwayat mekanisme terjadinya trauma sangat berguna dalam menentukan

kemungkinan keparahan dari cedera kepala itu sendiri dan juga merupakan

indikasi dari cedera-cedera lainnya.

Penanganan awal harus mengikuti protokol yang telah dibuat oleh Advanced

Trauma Life Support (ATLS) atau Primary Trauma Care (PTC). Semua pasien

harus dicurigai fraktur vertebra servikal sejak awal penilaian. Kerusakan otak

dapat diperburuk oleh kegagalan airway ataupun sirkulasi, untuk itu gunakan

approach ABCDE untuk mengenali dan menangani cedera yang mengancam

nyawa dengan cepat.

Setelah airway aman, oksigen adekuat dan sirkulasi telah stabil, pikirkan

untuk menyerahkan pasien ke unit bedah syaraf. Sebelumnya, harus sudah

lengkap riwayat mekanisme cedera yang didapat melalui anamnesa, serta

pemeriksaan neurologis sederhana seperti GCS, ukuran pupil, refleks cahaya dan

apakah ada tanda lateralisasi.

Penilaian GCS

Penilaian GCS merupakan metode kuantitatif dalam menilai status

neurologis pasien dengan cedera kepala. Penilaian melibatkan tiga bagian dengan

skor minimal 3 dan maksimal 15. Komponennya adalah :

- Eye Opening

o Spontan 4

o Terhadap suara 3

o Terhadap nyeri 2

o Tidak ada 1

- Verbal Response

o Orientasi penuh 5

o Bingung 4

o Kata-kata 3

Page 14: Lapkas Anestesi Head Injury

o Mengerang 2

o Tidak ada 1

- Motor Response

o Patuh terhadap perintah 6

o Melokalisasi nyeri 5

o Menarik dari nyeri 4

o Fleksi Abnormal 3

o Ekstensi Maksimal 2

o Tidak ada 1

Penanganan

Tujuan utama penanganan cedera kepala sedang ataupun berat adalah

penilaian awal dan resusitasi, menilai apakah support ventilasi perlu diberikan dan

menegakkan diagnosis (dengan bantuan CT-Scan kepala jika tersedia). The

Association of Anaesthetists of Great Britain and Ireland menyarankan waktu

maksimum yaitu 4 jam antara waktu cedera dan operasi. Tujuan utama dari

manajemen anestesi terhadap cedera kepala adalah untuk mempertahankan CPP,

menurunkan TIK yang meningkat, menyediakan kondisi optimal untuk operasi,

mencegah cedera sekunder seperti hipoksemia, hiper dan hipokarbia, hiper dan

hipoglikemia dan menyediakan analgesi yang adekuat serta amnesia.

Airway

Fokus utama yaitu apakah pasien mampu melindungi jalan nafasnya dan apakah

intubasi perlu dilakukan. Indikasi dilakukannya intubasi yaitu :

- GCS ≤ 8

- Resiko peningkatan TIK akibat gelisah

- Ketidakmampuan mengontrol atau melindungi jalan nafas atau kehilangan

refleks perlindungan laring

- Penurunan GCS komponen motorik sebanyak 2 poin atau lebih

Page 15: Lapkas Anestesi Head Injury

- Sebagai optimalisasi oksigenasi dan ventilasi

- Kejang

- Perdarahan dari mulut atau jalan nafas

- Fraktur mandibula bilateral

Selain daftar diatas, penilaian klinis lebih penting. Jika ragu apakah intubasi

perlu dilakukan atau tidak, lebih baik dilakukan intubasi dan lakukan ekstubasi

dini daripada menunda intubasi dan beresiko kerusakan otak sekunder akibat

hipoksia.

Intubasi segera dilakukan, pertahankan imobilisasi servikal selama intubasi

kecuali fraktur servikal telah disingkirkan melalui kriteria radiologi. Berikan obat-

obatan pada pasien dengan penurunan kesadaran, beberapa obat hipnotik dan

sedatif dibutuhkan untuk mencegah peningkatan TIK akibat laringoskop.

Pemilihan agen induksi dan muscle relaxant berpengaruh dalam keberhasilan

manajemen airway. Propofol, etomidate, benzodiazepin dan barbiturat semuanya

dapat menurunkan TIK dan sering digunakan. Agen-agen ini mengurangi respons

hemodinamik sistemik terhadap intubasi, penurunan TIK dan menurunkan laju

metabolisme oksigen. Akan tetapi, propofol dan thiopental dapat menyebabkan

depresi kardiovaskular mengakibatkan hipotensi, terutama pada hipovolemia yang

tidak terkoreksi. Ketamin yang tidak terlalu mengganggu sistem kardiovaskular

dihubungkan dengan penuruna CBF dan peningkatan TIK, jadi

dikontraindikasikan untuk mengintubasi pasien dengan resiko peningkatan TIK.

Breathing

Hipoksemia berhubungan dengan peningkatan yang signifikan terhadap

mortalitas. Ventilasi harus di atur untuk memastikan oksigenasi serta pertukaran

gas yang adekuat. Konsentrasi oksigen terinspirasi harus dipertahankan diatas 6o

mmHg. Penurunan PaO2 dibawah 60mmHg menyebabkan peningkatan CBF dan

TIK. Target untuk pertukaran gas, PaO2 harus diatas 100mmHg dan PaCo2 sekitar

35-39mmHg. Hiperkarbia harus dihindari. Hiperventilasi yang lama tidak

disarankan karena dapat menyebabkan vasoknstriksi serebral dan iskemia, akan

Page 16: Lapkas Anestesi Head Injury

tetapi hiperventilasi selama beberapa menit dapat menolong episode peningkatan

TIK.

Circulation

Kehilangan autoregulasi dari CBF dapat menyebabkan penurunan penghantaran

oksigen. Mempertahankan MAP dan TIK sangat penting, resusitasi dan

pengobatan terhadap gangguan sirkulasi yang mengancam harus didahulukan.

Gunakan cairan, bahkan vasopresor jika perlu, untuk mencapai MAP lebih dari

80-90mmHg sehingga CPP dapat dicapai berkisar 60-70mmHg jika TIK

diasumsikan sekitar 20mmHg. Idealnya MAP diukur mengunakan arterial line dan

CVC berguna untuk pemantauan pemasukan vasopresor. Kateter urin untuk

memantau urine output dan balance cairan terutama jika mannitol ataupun diuretik

lain digunakan.

Cairan kristaloid yang hangat dan tidak mengandung glukosa lebh dianjurkan

untuk pasien dengan cedera kepala. Penggunaan koloid masih kontroversial. Salin

hipertonik lebih baik dalam meresusitasi pasien cedera kepala karena mengisi

cairan intravaskular dan menurunkan TIK.

Vasopresor biasa dimasukkan untuk menangani hipotensi dan CPP refrakter.

Akan tetapi, hanya sedikit data yang membandingkan keefektifitasan dari

vasopresor yang biasa digunakan pada pasien cedera kepala. Walaupun tidak ada

perbedaan dalam merubah kecepatan CBF, oksigenasi ataupun metabolisme

oksigen di otak antara dua jenis vasopresor, norepinefrin lebih dapat diprediksi

dan memiliki efek yang konsisten dibandingkan dopamin.

Pemantauan TIK

Bebrapa tanda klinis dari peningkatan TIK antara lain :

- Nyeri kepala

- Pusing

- Hilang kesadaran

- Bingung

Page 17: Lapkas Anestesi Head Injury

- Hipertensi dan Bradikardi (Cushing’s Reflex)

- Mual

- Muntah

- Parestesia

- Pupil anisokor

- Perubahan neurologis lainnya

Penanganan Peningkatan TIK

1. Memperbaiki drainase vena dari otak

- Elevasi kepala hingga 30o

- Posisi kepala dan leher dalam satu garis

- Pastikan ikatan ETT tidak menekan vena leher

- Jika memungkinkan, imobilisasi servikal dengan bantal pasir

daripada collar

2. Menurunkan edema serebral

- Menggunakan mannitol 0.5-1gr/kBB atau saline hipertonik

- Gunakan furosemide

- Pertahankan Natrium serum 140-145 mmol/L

3. Menurunkan laju metabolisme oksigen otak

- Cegah hipertermia namun jangan menginduksi hipotermia

- Gunakan sedasi dan obat-obatan anestetik

- Antikonvulsan dapat dipertimbangkan jika ditemukan kejang

- Pada kasus TIK tinggi menetap, dapat diberi infus thipentone

4. Menurunkan volume darah intrakranial

- Cari tanda-tanda perdarahan intrakranial

- Hiperventilasi singkat, kalau lama dapat menyebabkan iskemia

serebral

- Kraniektomi dekompresif

5. Mengurangi volume CSF

- Dengan EVD ( external ventricular drain)

Page 18: Lapkas Anestesi Head Injury

Dengan resusitasi penuh serta stabilisasi adekuat terhadap pasien, telah

memungkinkan pasien untuk ditransfer ke bagian bedah saraf. Selama proses

transfer, pemantauan harus tetap dilakukan setara dengan di ICU.

Page 19: Lapkas Anestesi Head Injury

DAFTAR PUSTAKA

American College of Surgeons, 1997. Advance Trauma Life Suport. United States

of America: First Impression

Ali, Bilal. 2007. Management of Head Injury; In: Anaesthesia Tutorial of The

Week 46.

Bernath, David. 2009. Head Injury. Available From : www.e-medicine.com

[Accessed 15 April 2014].

Boies, Adam. 2002. Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: EGC

Curry, Parichat. 2011. Perioperative Management of Traumatic Brain Injury.

International Journal of Critical Illness and Injury Science. Washington.

Hafidh, A. 2007. Buku Aajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC

Ghazali, Malueka. 2007. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta: Pusat Cendekia

Japardi, Iskandar. 2004. Penatalaksanaan Cedera Kepala Secara Operatif.

Sumatera Utara USU Press.

Page, Christopher. 2007. Update On The Management of Traumatic Brain Injury.

Trail, Roger. 2010. Acute Head Injuries : Anaesthetic Considerations.