acute kidney injury

58
BAB I Acute Kidney Injury (AKI) I.I PENDAHULUAN Gangguan gagal ginjal akut berat ( GGA- Akut Kidney Injury- AKI ) yang memerlukan dialysis, mempunyai mortalitas tinggi yang melebihi 50%. Nilai ini sangat tinggi apabila disertai dengan kegagalan multi organ. Walaupun terdapat perbaikan yang yang nyata pada terapi penunjang, angka mortalitas belum banyak berkurang karena penyakit dasar yang berat seperti trauma, sepsis, usia pasien yang makin tua dan pasien tersebut juga menderita penyakit kronik lainnya. Dengan mortalitas yang tinggi maka diperlukan pengertian yang lebih baik mengenai GGA. GGA telah dikenal oleh William Heberden pada tahun 1802 dan diberi istilah ischuria renalis. Walaupun beberapa peneliti terkenal yaitu Bowman, Charcot dan William membuat beberapa sumbangan pemikiran untuk kondisi ini namun sindrom ini dilupakan orang. Perhatian terhadap sindrom ini berkembang kembali pada saat perang dunia pertama dan terutama selama perang dunia ke dua. Laporan lengkap mengenai GGA ditulis oleh Hackradt seorang ahli patologi jerman pada tahun 1917, yang menjelaskan keadaan seorang tentara yang mengalami luka trauma berat. Laporan ini dilupakan orang 1

Upload: baharuddinwahyu

Post on 27-Nov-2015

70 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

aki ckd

TRANSCRIPT

Page 1: Acute Kidney Injury

BAB I

Acute Kidney Injury (AKI)

I.I PENDAHULUAN

Gangguan gagal ginjal akut berat ( GGA- Akut Kidney Injury- AKI ) yang memerlukan dialysis,

mempunyai mortalitas tinggi yang melebihi 50%. Nilai ini sangat tinggi apabila disertai dengan

kegagalan multi organ. Walaupun terdapat perbaikan yang yang nyata pada terapi penunjang, angka

mortalitas belum banyak berkurang karena penyakit dasar yang berat seperti trauma, sepsis, usia pasien

yang makin tua dan pasien tersebut juga menderita penyakit kronik lainnya.

Dengan mortalitas yang tinggi maka diperlukan pengertian yang lebih baik mengenai GGA. GGA

telah dikenal oleh William Heberden pada tahun 1802 dan diberi istilah ischuria renalis. Walaupun

beberapa peneliti terkenal yaitu Bowman, Charcot dan William membuat beberapa sumbangan pemikiran

untuk kondisi ini namun sindrom ini dilupakan orang. Perhatian terhadap sindrom ini berkembang

kembali pada saat perang dunia pertama dan terutama selama perang dunia ke dua.

Laporan lengkap mengenai GGA ditulis oleh Hackradt seorang ahli patologi jerman pada tahun

1917, yang menjelaskan keadaan seorang tentara yang mengalami luka trauma berat. Laporan ini

dilupakan orang sampai terjadinya perang dunia ke dua, pada saat London mendapatkan serangan jerman,

di dapatkan banyak pasien crush kidney syndrome. Yaitu pasien-pasien dengan trauma berat akibat

tertimpa bangunan kemudian meninggal akibat GGA. Tonggak yang amat penting adalah dengan di mulai

tindakan hemodialisis pada awal tahun 1950an yang amat mengurangi kematian karena korban akibat

trauma perang. Perkembangan penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa GGA yang dapat pulih kembali

ini terjadi juga pada pasien dengan transfuse darah yang tidak cocok, abortus, gangguan hemodinamik

kardiovaskular, sepsis dan berbagai akibat efek zat nefrotoksik.

1

Page 2: Acute Kidney Injury

I.II Perubahan Istilah Gagal Ginjal Akut ( Acute Renal Failure – ARF ) Menjadi Gangguan Ginjal

Akut ( Acute Kidney Injury – AKI)

Pada Tahun 1951 Homer W Smith memperkenalkan istilah gagal ginjal akut – acute renal failure.

Istilah ini mempunyai penekanan pada kegagalan faal ginjal yang lanjut. Istilah ARF ini bertahan sampai

pada tahun 2001. Dengan mortalitas yang masih tinggi dirasakan perlunya mengetahui gangguan ginjal

akut yang lebih awal.

Adanya pasien yang sembuh atau membaik dari penurunan fungsi ginjal yang mendadak yang

menunjukkan terdapat derajat dari GGA dari ringan sampai berat. GGA dapat terjadi oleh bermacam

sebab. Perbedaan geografis juga menentukkan sebab dari GGA misalnya di Negara maju GGA terjadi

pada orang tua terutama pada usia lanjut sedangkan di Negara berkembang lebih kerap timbul pada usia

muda dan anak-anak misalnya karena malaria dank arena malaria dan gastroenteritis akut. Laporan

insiden GGA berlainan dari Negara ke Negara, dari klinik ke klinik , oleh karena criteria diagnostic yang

tidak seragam dan kausa yang berbeda-beda.

Dengan demikian diperlukan suatu cara berpikir baru yang bermanfaat bagi pengertian

mekanisme timbulnya GGA, klasifikasi yang seragam dan pentahapan dari GGA yang berdampak pada

pengobatan dan penelitian dari GGA.

Perubahan istilah GGA – AKI menyebabkan

1. Makna perubahan nilai serum kreatinin yang sedikit meninggi dapat menyebabkan kondisi yang

lebih berat.

2. Istilah gangguan (injury) lebih tepat dalam memberikan pengertian patofisiologi penyakit dari

pada istilah gagal (failure).

2

Page 3: Acute Kidney Injury

3. Dipahami adanya tahap-tahap dari GGA

Klasifikasi ini menilai tahap GGA dari nilai kreatinin serum dan dieresis. Kemudian ada upaya

dari kelompok Acute Kidney Injury Network (AKIN) untuk mempertajam criteria RIFLE sehingga pasien

GGA dapat dikenali lebih awal. Klasifikasi ini lebih sederhana dan memakai batasan waktu 48 jam.

Disadari bahwa GGA merupakan kelainan yang kompleks, sehingga perlu standart baku untuk

penegakkan diagnosis dan klasifikasinya dengan berdasarkan criteria RIFLE. Atas system ini masih

memerlukan penelitian lebih lanjut. Diharapkan penelitian seperti ini dilakukan oleh kelompok

perhimpunan nephrology dan perhimpunan kedokteran gawat darurat. Atas dasar dan klasifikasi dan

criteria RIFLE dapat dibuat penelitian bersama memakai kaidah-kaidah yang sama. Sehingga dapat

dilakukan usaha-usaha pencegahan dan pengobatan GGA yang lebih baik. AKIN sebagai bentuk

kebersamaan dalam satu system jaringan yang luas diharapkan dapat memfasilitasi kerjasama penelitian.

Criteria AKIN dapat meningkatkan insidens GGA tahap awal, walaupun belum cukup kuat untuk

paerbaikan prognosis dibandingkan dengan criteria RIFLE

3

Page 4: Acute Kidney Injury

I.III Definisi Acute Kidney Injury

Penurunan mendadak faal ginjal dalam 48 jam yaitu berupa kenaikan kadar kreatinin serum ≥ 0,3 mg/dl

(≥26,4µmol/l), presentasi kenaikan kreatinin serum ≥50% (1,5 x kenaikan dari nilai dasar), atau

pengurangan produksi urin ( oliguria yang tercatat ≤0,5ml/kg/jam dalam waktu lebih dari 6 jam).

Criteria di atas memasukkan baik nilai absolute maupun nilai presntasi dari perubahan kreatinine

untuk menampung variasi yang berkaitan dengan umur,gender, indeks masa tubuh dan mengurangi

kebutuhan untuk pengukuran nilai basal kreatinin serum dan hanya di perlukan 2 kali pengukuran dalam

48 jam. Produksi air seni dimasukkan sebagai criteria karena mempunyai prediktif dan mudah di ukur.

Criteria di atas harus memperhatikan adanya obstruksi saluran kemih dan sebab-sebab oliguria lain yang

reversible. Criteria di atas di terapkan berkaitan dengan gejala klinik dan pasien sudah mendapat cairan

yang cukup.

Perjalanan GGA dapat :

1. Sembuh sempurna

2. Penurunan faal ginjal sesuai dengan tahap-tahap GGK (CKD tahap 1-4)

3. Eksaserbasi berupa naik turunnya progresivitas GGK / CKD tahap 1-4

4. Kerusakan tetap dari ginjal (GGK,CKDtahap 5)

I.IV Diagnosis

Pemeriksaan jasmani dan penunjang adalah untuk membedakkan GGA pre-renal, GGA renal dan GGA

post renal. Dalam menegakkan diagnosis gangguan ginjal akut perlu di periksa :

1. Anamnesis

Anamnesis yang baik, serta pemeriksaan jasmani yang teliti di tujukkan untuk mencari sebab

gangguan ginjal akut seperti misalnya operasi kardiovaskular, angiografi, riwayat infeksi ( infeksi

kulit, infeksi tenggorokan, infeksi saluran kemih) riwayat bengkak, riwayat kencing batu.

4

Page 5: Acute Kidney Injury

2. Membedakan ganguan ginjal akut (GGA) dengan gangguan ginjal kronik (GGK) misalnya

anemia dan ukuran ginjal yang kecil menunjukkan gagal ginjal kronis.

3. Untuk mendiagnosis GGA diperlukan pemeriksaan berulang fungsi ginjal yaitu kadar ureum,

kreatinin atau laju filtrasi glomerulus. Pada pasien yang di rawat selalu di periksa asupan dan

keluaran cairan, berat badan untuk memperkirakan adanya kehilangan atau kelebihan cairan

tubuh. Pada gangguan ginjal akut yang berat dengan berkurangnya fungsi ginjal ekskresi air dan

garam berkurang sehingga dapat menimbulkan edema bahkan sampai terjadi kelebihan air yang

berat atau edema paru. Eksresi asam yang berkurang juga dapat menimbulkan asidosis metabolic

dengan kompensasi pernapasan kussumall. Umumnya manifestasi GGA lebih di dominasi oleh

factor-faktor ppresipitasi atau penyakit utamanya.

4. Penilaian pasien GGA

a) Kadar kreatinin serum

Pada gangguan ginjal akut faal ginjal di nilai dengan memeriksa berulang kali kadar

serum kreatinin . kadar serum kreatinin tidak dapat mengukur secara tepat laju filtrasi

glomerulus karena tergantung dari produksi (otot) distribusi dalam cairan tubuh, ekskresi

oleh ginjal.

b) Kadar cystatin C serum

Walaupun belum diakui secara umum nilai serum cystatin C dapat menjadi indicator

gangguan ginjal akut tahap awal yang cukup dapat di percaya.

c) Volume urin

Anuria akut atau oliguria berat merupakan indicator yang spesifik untuk gangguan ginajal

akut, yang dapat terjadi sebelum perubahan nilai-nilai biokimia darah. Walaupun

demikian volume urin pada GGA bisa bermacam-macam. GGA pre-renal biasanya

hampir selalu disertai oliguruia (<400 ml/hari), walaupun kadang-kadang tidak dijumpai

oliguria. GGA post renal dan GGA renal dapat ditandai baik oleh anuria maupun poliuria.

d) Petanda biologis ( Biomarkers)

5

Page 6: Acute Kidney Injury

Syarat petanda biologis GGA adalah mampu dideteksi sebelum kenaikan kadar kreatinin

disertai dengan kemudahan teknik pemeriksaannya. Petanda biologis diperlukan untuk

secepatnya mendiagnosis GGA. Berdasarkan criteria RIFLE/AKIN maka perlu dicari

pertanda untuk membuat diagnosis seawal mungkin. Beberapa petanda biologis mungkin

bisa dikembangkan.

Petanda biologis ini adalah zat-zat yang dikeluarkan oleh tubulus ginjal yang rusak,

seperti interleukin 18, enzim tubular, N-acetyl-b-glucosamidase, alanine aminopeptidase,

kidney injury molekul I. dalam satu penelitian pada anak-anak pasca bedah jantung

terbuka gelatinase associated lipocalin (NGAL) terbukti dapat di deteksi 2 jam setelah

pembedahan, 24 jam lebih awal dari kenaikan kadar kreatinin. Dalam masa akan datang

kemungkinan di perlukan kombinasi dari pertanda biologis.

I.V Gambaran Klinis Acute Kidney Injury

GGA dapat dibagi menjadi 3 bagian besar, antara lain :

1. GGA pre-renal.

Penyebab GGA pre-renal adalah hipoperfusi ginjal. Hipoperfusi ginjal dapat disebabkan karena

hipovolemia atau menurunnya volume sirkulasi yang efektif. Pada GGa pre-renal integritas

jaringan ginjal masih terpelihara sehingga prognosis dapat lebih baik apabila factor penyebab

dapat dikoreksi. Apabila upaya perbaikan hipoperfusi ginjal tidak berhasil maka akan timbul

GGA renal berupa nekrosis Tubular Akut (NTA) karena iskemik. Keadaan ini dapat timbul akibat

bermacam-macam penyakit. Pada kondisi ini fungsi otoregulasi ginjal akan berupaya

mempertahankan tekanan perfusi, melalui mekanisme vasodilatasi intrarenal. Dalam keadaan

normal, aliran darah gunjal dan LFG relative konstan, diatur oleh suatu mekanisme yang disebut

otoregulasi.

6

Page 7: Acute Kidney Injury

GGA pre-renal disebabkan oleh hipovolemia, penurunan volume efektif intravaskuler seperti

pada sepsis dan gagal jantung serta disebabkan oleh gangguan hemodinamik intra renal seperti

pada pemakaian anti inflamasi non steroid, obat yang menghambat angiotensin dan pada tekanan

darah yang akan mengaktifasi baroreseptor kardiovaskuler yang selanjutnya mengaktifasi system

saraf simpatis, system rennin-angiotensin serta merangsang pelepasan vasopressin dan endhotelin

-1 (ET1), yang merupakan mekanisme tubuh untuk mempertahankan tekanan darah dan curah

jantung serta perfusi serebral. Pada keadaan ini mekanisme otoregulasi mempertahankan aliran

darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus. Dengan vasodilatasi arteriol aferen yang di pengaruhi

oleh reflex miogenik serta prostaglandin dan nitric oxide., serta vasokontriksi arteriol afferent

yang terutama dipengaruhi oleh angiotensin –II (A-II) dan ET-1. Mekanisme ini bertujuan untuk

mempertahankan homeostasis intrarenal. Pada hipoperfusi ginjal yang berat (tekanan arteri rata-

rata <70 mmHg) serta berlangsung dalam jangka waktu yang lama, maka mekanisme otoregulasi

tersebut akan terganggu, dimana arteroid aferen mengalami vasokontriksi , terjadi kontraksi

mesangial dan peningkatan reabsorpsi Na+ dan air. Keadaan ini disebut pre-renal atau GGA

fungsional, dimana belum terjadi kerusakan structural dari ginjal. Penanganan terhadap penyebab

hipoperfusi ini akan memperbaiki homeostasis intra-renal menjadi normal kembali. Otoregulasi

ginjal bisa di pengaruhi beberapa obat seperti ACE/ARB, NSAID, terutama pada pasien-pasien

berusia di atas 60 tahun dengan kadar serum kreatinin mg/dl sehingga dapat terjadi GGA pre-

renal. Proses ini lebih mudah terjadi pada kondisi hiponatremi, hipotesis penggunaan diuretic,

sirosis hati dan gagal jantung. Perlu di ingat pada pasien berusia lanjut dapat timbul keadaan-

keadaan yang merupakan resiko GGA pre-renalseperti penyempitan pembuluh darah ginjal

(penyakit renovaskular) penyakit ginjal polikistik dan nefrosklerosis internal.

2. GGA Renal

GGA Renal yang disebabkan oleh kelainan vascular seperti vaskulitis, hipertensi maligna,

glomerulus nefritis akut, nefritis interstitial akut akan dibicarakan tersendiri pada bab lain.

7

Page 8: Acute Kidney Injury

Nekrosis tubular akut dapat disebabkan oleh berbagai sebab seperti penyakit tropic, gigitan ular,

trauma (crushing injury/bencana alam, peperangan), toksin lingkungan dan zat-zat nefrotoksik. Di

rumah sakit(35-50% di ICU) NTA terutama disebabkan oleh sepsis. Selain itu pasca operasi

dapat terjadi NTA pada 20-25% hal ini disebabkan adanya penyakit-penyakit se[erti hipertensi,

penyakit jantung, penyakit pembuluh darah, diabetes mellitus, ikterus dan usia lanjut, jenis

operasi yang berat seperti transplantasi hati, , transplantasi jantung. Dari zat-zat nefrotoksik perlu

dipikirkan nefropati karena zat radio kontras, obat-obatan seperti anti jamur, anti virus dan anti

neoplastik. Meluasnya pemakaian narkoba juga meningkatkan kemungkinan NTA.

Kelainan yang terjadi pad NTA melibatkan komponen vaskuler dan tubuler, misalnya :

Kelainan vaskuler

Pada NTA terjadi

i. Peningkatan Ca2+ sitosolik pada arteriole afferent glomerulus yang

menyebabkan peningkatan sensifitas terhadap substansi-substansi vasokontriktor

dan gangguan otoregulasi.

ii. Terjadi peningkatan stress oksidatif yang menyebabkan kerusakan endotel

vaskuler ginjal, yang mengakibatkan peningkatan A-II dan Et-I serta penurunan

prostaglandin dan ketersediaan NO yang berasal dari endhotelial NO Systhase

( eNOS)

iii. Peningkatan mediator inflamasi seperti tumor neksrosis factor dan interleukin

yang selanjutnya akan meningkatkan ekspresi dari intercellular adhesion

molecule – 1 ( ICAM-I) dan P- selectin dari sel endotel, sehingga terjadi

peningkatan perlengketan dari sel-sel radang terutama sel neutrofil.

8

Page 9: Acute Kidney Injury

Kelainan tubuler

Pada NTA terjadi

i. Peningkatan Ca2+ intrasel yang menyebabkan peningkatan calpain cystolic

phospholipase A2, serta kerusakan Actin, yang akan menyebabkan cystokeleton.

Keadaan ini kan menyebakan penurunan basolaterala Na+/K-ATPase yang

selanjutnya menyebabkan penurunan reabsorpsi Na+ di tubulus proksimalis,

sehingga terjadi peningkatan pelepasan NAC1 ke macula densa. Hal tersebut

mengakibatkan umpan balik tubulogloneruler.

ii. Peningkatan NO yang berasal dari inducible NO systhase (iNOS), caspase dan

mettaloproteinase serta defisiensi heat shock protein, akan menyebabkan nekrosis

dan apoptosis sel.

iii. Obstruksi tubulus. Mikrovilli tubulus proksimalis yang terlepas bersama debriss

seluler akan membentuk substrat yang akan menyumbat tubulus, di tubulus,

dalam hal ini pada thick ascending limb diproduksi Tamm-Horsfall Protein

(THP)yang disekresikan ke dalam tubukus kedalam bentuk monomer yang

kemudian berubah menjadi bentuk polimer yang akan membentuk materi berupa

gel dengan adanya Na+ yang konsentrasinya meningkat pada tubulus distal.

iv. Kerusakan sel tubulus menyebabkan kebocoran kembali (backleak) dari cairan

intratubuler masuk kedalam sirkulasi peritubuler. Keseluruhan proses-proses

tersebut di ata secara bersama-sama akan menyebabkan penurunan laju filtrasi

glomerulus. Di duga juga proses iskemia dan paparan bahan/obatnefrotoksik

dapat merusak glomerulus secara langsung. Pada NTA terdapat kerusakan

glomerulus dan juga tubulus. Kerusakan tubulus dikenal juga dengan nama

nekrosis tubular akut (NTA).

9

Page 10: Acute Kidney Injury

3. GGA post-renal

GGA post renal merupakan 10% dari keselurahan GGA. GGA post renal disebabkan oleh

obstruksi intra-renal dan ekstra renal posisi Kristal ( urat,oxalate, sulfonamide) dan protein

( mioglobin, hemoglobin). Obstruksi ekstra renal dapat terjadi pada pelvis ureter oleh obstruksi

intrinsic (tumor, batu, nekrosis papilla) dan ekstrinsik (keganasan pada pelvis dan

retroperitoneal,fibrosis) serta pada kandung kemih (batu, tumor, hipertrofi / keganasan prostat)

dan urethra (striktura). GGA post renal terjadi bila obstruksi akut terjadi pada urethra, buli-buli

dan ureter bilateral atau obstruksi pada ureter unilateral dimana ginjal satunya tidak berfungsi.

Pada fase awal dari obstruksi total ureter yang akut, terjadi peningkatan aliran darah ginjal dan

peningkatan tekanan pelvis ginjal diman hal ini disebabkan oleh prostaglandin E2. Pada fase

kedua setelah 1,5-2 jam terjadi penurunan aliran darah ginjal di bawah normal akibat pengaruh

tromboxane A2 (TxA2) dan A-II. Tekanan pelvis ginjal tetap meningkat tetapi setelah 5 jam

mulai meningkat. Fase ketiga atau fase kronik di tandai oleh aliran darah ke ginjal yang makin

menurun atau penurunan tekanan pelvis ginjal ke normal dalam beberapa minggu. Aliran darah

ginjal setelah 24 jam adalah 50% dari normal dan setelah 2 minggu tinggal 20% dari normal.

Pada fase ini mulai terjadi pengeluaran mediator inflamasi dan factor-faktor pertumbuhan yang

akan mennyebabkan febriosis interstisial ginjal.

I.VI Pengelolaan

Tujuan pengelolaan adalah mencegah kerusakan ginjal , mempertahankan homestasis, melakuka

resusitasi, mencegah komplikasi metabolic dan infeksi serta mempertahankan pasien tetap hidup

sampai faal ginjalnya sembuh secara spontan. Prinsip pengelolaannya sesuai dengan

mengidentifikasi pasien beresiko GGA( sebagai tindak pencegahan) mengatasi penyakit

penyebab GGA, mempertahankan homeostasis, mempertahankan eopolemia, keseimbangan

cairan dan elektrolit, mencegah komplikasi seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfospatemia,

10

Page 11: Acute Kidney Injury

mengevaluasi status nutyrisi, kemudian mencegah infeksi dan seklalu mengevaluasi obat-obatan

yang di pakai.

I.VII Pencegahan

GGA dapat dicegah dengan pada beberapa penggunaan zat kontras yang dapat menyebabkan

nefropati kontras. Pencegahan nefropati akibat zat kontras adalah menjaga hidrasi yang baik,

pemakaian N-asetylcystein serta pemakaian furosemide pada penyakit tropic perlu diwaspadai

kemungkinan GGA dan gastroenteritis akut, malaria dan demam berdarah.

Pemberian kometerapi dapat menyebabkan ekskresi asam urat yang tinggi sehingga

menyebabkan GGA. Pada table ini dapat dilihat dari beberapa upaya pencegahan GGA.

I.VIII Terapi khusus Acute Kidney Injury

Bila GGA sudah terjadi di perlukan pengobatan khusus, umumnya dalam ruang lingkip

perawatan intensif sebab berapa penyakit primernya yang berat seperti sepsis, gagal jantung dan

usia lanjut untuk inisiasi dialysis dini. Dialisisi bermanfaat untuk mengkoreksi akibat dari

metabolic dari GGA. Dengan dialysis dapat diberikan cairan /nutrisi dan obat-obatan lain yang

diperlukan seperti antibiotika. GGA post renal memerlukan tindakan cepatbersama dengan ahli

urologi misalnya pembuatan nefrostomi, mengatasi infeksi saluran kemih dan menghilangkan

sumbatan yang dapat disebabkan oleh batu, setriktur uretra atau pembesaran prostat.

Prioritas tatalaksana pasien dengan GGA

i. Cari dan perbaiki factor pre dan pasca renal

ii. Evaluasi obat-obatan yang telah diberikan

iii. Optimalkan curah jantung dan aliran darah ke ginjal

iv. Perbaiki atau tingkatkan aliran urin

v. Monitor asupan cairan dan pengeluaran cairan dan timbang badan tiap hari

11

Page 12: Acute Kidney Injury

vi. Cari dan obati komplikasi akut ( hiperka;emia, hipernatremia, asidosis, hiperfosfatemia,

edema paru)

vii. Asupan nutrisi yang adekuat sejak dini

viii. Cari focus infeksi dan atasi infeksi secara agresif

ix. Penyerawatan menyeluruh yang baik (kateter,kulit, psikologis)

x. Segera memulai terapi dialysis sebelum timbul komplikasi

xi. Berikan obat-obat dengan dosis tepat sesuai kapasitas bersihan ginjal.

Pengobatan suportif pada gangguan ginjal akut

Kelebihan volume intravascular

Batas garam ( 1-2 g/hari) dan air ( <1 L/hari), furosemide, ultrafiltrasi, atau dialysis.

Hipobatremia

Batas asupan air (<1L/h): hindari infuse larutan hipotonik.

Hiperkalemia

Batasi asupan diet K (<40 mmol/hari): hindari diuretic hemat K, potassium binding ion

exchange resins, glukosa (50 ml dextrose 50%) dan insulin (10 unit), natrium bikarbonat

(50-100 mmol), agonis β (salbutamol, 10 -20 mdg di inhalasi atau 0,5 1 mg IV) kalsium

glukonat ( 10 ml larutan 10% dalam 2-5 menit).

Asidosis metabolic

Natrium bikarbonat (upayakan bikarbonat serum > 15 mmol/L, PH >7,2)

Hiperfosfatemia

Batasi asupan diet fosfat ( 800mg/hari) obat pengikat fosfat (kalsium asetat; kalsium

karbonat)

Hipokalemia

Kalsium karbonat ; kalsium glukonat ( 10-20 ml larutan 10%)

Nutrisi

12

Page 13: Acute Kidney Injury

Batasi asupan protein diet ( 0,8-1 g/kg BB/hari) jika tidak dalam kondisi katabolic,

karbohidrat (100 g/hari) nutrisi enternal atau parenteral jika perjalanan klinik lama

katabolic

Indikasi dilakukannya dialysis

Oliguria

Oliguria didefinisikan sebagai keluaran urin kurang dari 1 mL/kg/jam pada bayi, kurang

dari 0,5 mL/kg/jam pada anak, dan kurang dari 400 mL/hari pada dewasa.

Anuria

Anuria adalah ketidakmampuan untuk buang air kecil baik karena tidak dapat

menghasilkan urin atau memiliki sumbatan di sepanjang saluran kemih.

Hiperkalemia (K> 6,5 mEq/l)

Asidosis berat ( pH ,7,1)

Azotemia (ureu>200mg/dl)

Edema paru

Ensefalopati uremikum

Perikarditis uremik

Neuropati /miopati uremik

Disnatremia berat (na . 160 mEq/l atau <115 mEq/l)

Hipernatremia

Kelebihan dosis obat yang dapat didialisis (keracunan).

13

Page 14: Acute Kidney Injury

Terapi Farmakologi: Furosemid, Manitol, dan Dopamin

Dalam pengelolaan AKI, terdapat berbagai macam obat yang sudah digunakan selama berpuluh-puluh

tahun namun kesahihan penggunaannya bersifat kontoversial. Obat obatan tersebut antara lain diuretik,

manitol, dan dopamin. Diuretik yang bekerja menghambat Na+/K+-ATPase pada sisi luminal sel,

menurunkan kebutuhan energi sel thick limb Ansa Henle. Selain itu, berbagai penelitian melaporkan

prognosis pasien AKI non-oligourik lebih baik dibandingkan dengan pasien AKI oligourik. Atas dasar hal

tersebut, banyak klinisi yang berusaha mengubah keadaan AKI oligourik menjadi non-oligourik, sebagai

upaya mempermudah penanganan ketidakseimbangan cairan dan mengurangi kebutuhan dialisis. Namun,

penelitian dan meta-analisis yang ada tidak menunjukkan kegunaan diuretik untuk pengobatan AKI

(menurunkan mortalitas, kebutuhan dialisis, jumlah dialisis, proporsi pasien oligouri, masa rawat inap),

bahkan penggunaan dosis tinggi terkait dengan peningkatan risiko ototoksisitas (RR=3,97; CI: 1,00-

15,78). Meskipun demikian, pada keadaan tanpa fasilitas dialisis, diuretik dapat menjadi pilihan pada

pasien AKI dengan kelebihan cairan tubuh. Beberapa hal yang harus diperhatikan pada penggunaan

diuretik sebagai bagian dari tata laksana AKI adalah:

1. Pastikan volume sirkulasi efektif sudah optimal, pastikan pasien tidak dalam keadaan dehidrasi.

Jika mungkin, dilakukan pengukuran CVP atau dilakukan tes cairan dengan pemberian cairan

isotonik 250-300 cc dalam 15- 30 menit. Bila jumlah urin bertambah, lakukan rehidrasi terlebih

dahulu.

2. Tentukan etiologi dan tahap AKI. Pemberian diuretik tidak berguna pada AKI pascarenal.

Pemberian diuretik masih dapat berguna pada AKI tahap awal (keadaan oligouria kurang dari 12

jam).

Pada awalnya, dapat diberikan furosemid i.v. bolus 40 mg. Jika manfaat tidak terlihat, dosis dapat

digandakan atau diberikan tetesan cepat 100-250 mg/kali dalam 1-6 jam atau tetesan lambat 10-20

14

Page 15: Acute Kidney Injury

mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 1 gram/hari. Usaha tersebut dapat dilakukan bersamaan dengan

pemberian cairan koloid untuk meningkatkantranslokasi cairan ke intravaskuler. Bila cara tersebut tidak

berhasil (keberhasilan hanya pada 8-22% kasus), harus dipikirkan terapi lain. Peningkatan dosis lebih

lanjut tidak bermanfaat bahkan dapat menyebabkan toksisitas.

Secara hipotesis, manitol meningkatkan translokasi cairan ke intravaskuler sehingga dapat digunakan

untuk tata laksana AKI khususnya pada tahap oligouria. Namun kegunaan manitol ini tidak terbukti

bahkan dapat menyebabkan kerusakan ginjal lebih jauh karena bersifat nefrotoksik, menyebabkan

agregasi eritrosit dan menurunkan kecepatan aliran darah. Efek negatif tersebut muncul pada pemberian

manitol lebih dari 250 mg/kg tiap 4 jam. Penelitian lain menunjukkan sekalipun dapat meningkatkan

produksi urin, pemberian manitol tidak memperbaiki prognosis pasien. Dopamin dosis rendah (0,5-3

g/kgBB/menit) secara historis digunakan dalam tata laksana AKI, melalui kerjanya pada reseptor

dopamin DA1 dan DA2 di ginjal.

Dopamin dosis rendah dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah ginjal, menghambat Na+/K+-

ATPase dengan efek akhir peningkatan aliran darah ginjal, LFG dan natriuresis. Sebaliknya, pada dosis

tinggi dopamin dapat menimbulkan vasokonstriksi. Faktanya teori itu tidak sesederhana yang

diperkirakan karena dua alasan yaitu terdapat perbedaan derajat respons tubuh terhadap pemberian

dopamin, juga tidak terdapat korelasi yang baik antara dosis yang diberikan dengan kadar plasma

dopamin. Respons dopamin juga sangat tergantung dari keadaan klinis secara umum yang meliputi status

volume pasien serta abnormalitas pembuluh darah (seperti hipertensi, diabetes mellitus, aterosklerosis),

sehingga beberapa ahli berpendapat sesungguhnya dalam dunia nyata tidak ada dopamin “dosis renal”

seperti yang tertulis pada literatur.

Dalam penelitian dan meta-analisis, penggunaan dopamin dosis rendah tidak terbukti bermanfaat bahkan

terkait dengan efek samping serius seperti iskemia miokard, takiaritmia, iskemia mukosa saluran cerna,

gangrene digiti, dan lain-lain. Jika tetap hendak digunakan, pemberian dopamin dapat dicoba dengan

15

Page 16: Acute Kidney Injury

pemantauan respons selama 6 jam. Jika tidak terdapat perubahan klinis, dianjurkan agar menghentikan

penggunaannya untuk menghindari toksisitas. Dopamin tetap dapat digunakan untuk pengobatan penyakit

dasar seperti syok, sepsis (sesuai indikasi) untuk memperbaiki hemodinamik dan fungsi ginjal.17,24,25

Obat-obatan lain seperti agonis selektif DA1 (fenoldopam) dalam proses pembuktian lanjut dengan uji

klinis multisenter untuk penggunaannya dalam tata laksana AKI. ANP, antagonis adenosin tidak terbukti

efektif pada tata laksana AKI

I.IX Nutrisi

Kebutuhan nutrisi pada GGA amat bervariasi sesuai dengan penyakit dasarnya atau kondisi komorbidnya,

dari kebutuhan yang biasa, sampai dengan kebutuhan yang tinggi seperti pada pasien yang sepsis.

Rekomendasi nutrisi GGA amat berbeda dengan GGK, dimana pada GGA kebutuhan nutrisi disesuaikan

dengan keadaan proses kataboliknya. Pada GGK justru dilakukan pembatasan- pembatasan.

Pada GGA menyebabkan abnormalitas metabolism yang amat kompleks, tidak hanya pengaturan

air, asam basa, elektrolit, tetap juga asam amino / protein, karbohidrat dan lemak. Heterogenitas GGA

yang amat tergantung dari penyakit dasarnya membuat keadaan ini lebih kompleks. Oleh karena itu

nutrisi pada GGA di sesuaikan dengan proses katabolis yang terjadi, sehingga pada suatu saat menjadi

normal kembali.

I.X Fase Perbaikan

Pada tahap ini terjadi poliuri yang sangat banyak sehingga perlu dijaga keseimbangan cairan. Asupan

Penggantian diusulkan sekitar 65-75% dari jumlah cairan yang keluar. Pada tahap ini pengamatan faal

ginjal harus tetap dilakukan karena pasien pada dasarnya belum sembuh sempurna (bisa sampai 3 minggu

atau lebih).

16

Page 17: Acute Kidney Injury

BAB II

Chronic Kidney Disease

II.I Pendahuluan

Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan

penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya,

gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang di tandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel,

pada suatu derajat yang memerlukan terapai penggantian ginjal yang tetap, berupa dialysis atau

transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ,

akibat penurunan fungsi ginjal kronik.

II.II Definisi

Gagal ginjal kronis adalah kerusakan pada ginjal yang terus berlangsung dan tidak dapat diperbaiki, ini

disebabkan oleh sejumlah kondisi dan akan menimbulkan gangguan multisystem. (Reeves chalene,2001)

Gagal ginjal kronis atau penyakit ginjal tahap akhir(ERSD) adalah penyimpangan,progresis,fungsi ginjal

yang tidak dapat pulih dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan metabolik,

cairan dan elektrolit mengalami kegagalan yang mengakibatkan uremia. (Baughman Diane C,2002)

Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir adalah merupakan gangguan fungsi renal yang

progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme,

keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam

darah). (Smelzer,2001)

Dari berbagai pengertian di atas dapat simpulkan bahwa gagal ginjal kronis adalah kerusakan pada ginjal

yang terus berlangsung dan tidak dapat diperbaiki, dimana kemampuan tubuh gagal untuk

mempertahankan metabolisme, keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea

dan sampah nitrogen lain dalam darah).

17

Page 18: Acute Kidney Injury

Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat fungsi ginjal

pada penyakit ginjal kronik, penyajian dan hebatnya tanda dan gejala uremia berbeda dari pasien yang

satu dengan pasien yang lain, tergantung paling tidak sebagian pada besarnya penurunan massa ginjal

yang masih berfungsi dan kecepatan hilangnya fungsi ginjal.

Criteria penyakit ginjal kronik :

1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan structural atau

fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus. Dengan manifestasi :

- Kelainan patologis

- Terdapat tanda kelainan ginjal,n termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau

kelainan dalam tes pencitraan (imaging test).

2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2 selama 3 bulan, dengan atau

tanpa kerusakan ginjal.

Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan dan laju filtrasi glomerulus sama atau

lebih dari 60 ml/menit/1,73 m2, tidak termasuk criteria penyakit ginjal kronik.

18

Page 19: Acute Kidney Injury

II.III Anatomi Ginjal

Ket :gambar anatomi ginjal tampak dari depan Ket : gambar anatomi ginjal tampak dari

samping

Bentuk ginjal menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap kemedial. Pada sisi ini

terdapat hilus ginjal yaitu tempat sruktur - struktur pembulu darah, sistem limfatik, sistem syaraf dan

ureter menuju dan meninggalkan ginjal. Ginjal terletak di rongga abdomen ,retroperitoneal primer kiri

dan kanan kolumna vertebralis yang dikelilingi oleh lemak dan jaringan ikat di belakang peritoneum.

Batas atas ginjal kiri setinggi iga ke- 11 dan ginjal kanan setingi iga ke- 12 dan batas bawah ginjal kiri

setinggi vertebra lumbalis ke-3. Setiap ginjal memiliki panjang 11- 25cm, lebar 5-7 cm, dan tebal 2,5

cm.ginjal kiri lebih panjang dari ginjal kanan. Berat ginjal pada pria dewasa150-170 gram dan pada

wanita dewasa 115-155 gram dengan bentuk seperti kacang, sisi dalamnyamenghadap ke vertebra

thorakalis, sisi luarnya cembung dan di atas

setiap ginjal terdapat kelenjar suprarenal. (Setiadi,2007) Struktur ginjal, setiap ginjal dilengkapi

kapsul tipis dari jaringan fibrus yang dapat membungkusnya ,dan membentuk pembungkus yang halus.

Didalamnya terdapat struktur ginjal, warnanya ungu tua dan terdiri atas bagian korteks di sebelah luar,dan

bagian medulla di sebelah dalam. Bagian medulla ini tersusun atas lima belas sampai enam belas massa

19

Page 20: Acute Kidney Injury

berbentuk piramid,yang disebut piramid ginjal. Puncak puncaknya langsung mengarah ke helium dan

berakhir di kalies. kalies ini menghubungkan ke pelvis ginjal.

Gbr 4 : Anatomi nefron (Jan Tambayong, 2001, Anatomi dan fisiologi untuk

Keperawatan, Jakarta : EGC )

Nefron,Struktur halus ginjal terdiri aatas banyak nefron yang merupakan satuan – satuan

fungsional ginjal,diperkirakan ada 1000.000 nefron dalam setiap ginjal. Setiap nefron mulai berkas

sebagai kapiler (badan maphigi atau glumelurus) yang serta tertanam dalam ujung atas yang lebar pada

urineferus atau nefron. Dari sisni tubulus berjalan sebagian berkelok – kelok dan dikenal sebagai kelokan

pertama atau tubula proximal tubula itu berkelok – kelok lagi, disebut kelokan kedua atau tubula distal,

yang bersambung dengan tubula penampung yang berjalan melintasi kortek atau medulla, untuk berakhir

dipuncak salah satu piramidis.

20

Page 21: Acute Kidney Injury

Pembuluh darah, Selain tubulus urineferus,struktur ginjal mempunyai pembulu darah. Arteri

renalis membawa darah murni dari aorta abdominalis keginjal cabang-cabangnya beranting

banyak,didalam ginjal dan menjadi arteriola (artriola afferents), dan masing- masing membentuk simpul

dari kapiler- kapiler didalam, salah satu badan Malpighi, inilah glumelurus. Pembuluh eferen kemudian

tampil sebagai arterial aferen(arteriola afferents) yang bercabang- cabang membentuk jaringan kapiler

sekeliling tubulus uriniferus. Kapiler - kapiler ini kemudian bergabung lagi membentuk vena renalis,yang

membawa darah dari ginjal kevena kava inferior. (Evelin,2000)

II.IV Fisiologi Ginjal

a) Berbagai fungsi ginjal anatara lain adalah

1) Mengekresikan sebagian terbesar produk akhir metabolism tubuh( sisa metabolisme dan obat

obatan).

2) Mengontrol sekresi hormon- hormon aldosteron dan ADH dalam mengatur jumlah cairan

tubuh.

3) Mengatur metabolisme ion kalsium dan vitamin D.

4) Menghasilkan beberapa hormon antara lain.

Eritropoetin yangberfungsi sebagai pembentukan sel darah merah.

Renin yang berperan dalam mengatur tekanan darah serta hormon prostaglandin.

(Setiadi,2007)

b) Proses pembentukan urine

Ada 3 tahap proses pembentukan urine :

1) Proses filtrasi : Terjadi di glumelurus, proses ini terjadi karena permukaan aferent lebih besar

dari permukan aferent maka terjadi penyerapan darah, sedangkan bagian yang tersaring

adalah bagian cairan darah kecuali protein, cairan yang tertampung oleh simpai bowmen yang

terdiri dari glukosa air sodium klorida sulfat bikarbonat dll, diteruskan ke tubulus ginjal.

21

Page 22: Acute Kidney Injury

2) Proses reabsobsi : Pada proses ini penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium,

klorida,fosfat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif yang dikenal dengan

obligator reabsopsi terjadi pada tubulus atas. Sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah terjadi

kembali penyerapan dari sodium dan ion bikarbonat , bila diperlukan akan diserap kembali ke

dalam tubulus bagian bawah, penyerapanya terjadi secara aktif dikenal dengan reabsorpsi

fakultatif dan sisanya dialirkan pada papil renalis.

3) Proses sekresi : Sisanya penyerapan kembali yang terjadi pada tubulus dan diteruskan ke piala

ginjal selanjutnya diteruskan ke luar. (Syefudin,2001)

II.V Klasifikasi

Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar derajat ( stage) penyakit dan

atas dasar diagnosis etiologi.

Klasifikasi atas dasar penyakit, dibuat atas dasar laju filtrasi glomerulus yang dihitung dengan

mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut :

LFG (ml/mnt/1,73m2) =

Pada perempuan dikalikan 0,85

Klasifikasi tersebut tampak pada table di bawah ini.

Stadium Deskripsi LFG (mL/menit/1,73 m2)

1 Kerusakan Ginjal disertai LFG normal atau

meninggi

90

2 Penurunan ringan LFG 60-89

22

(140-umur) x berat badan

72 X kreatinin plasma (mg/dl)

Page 23: Acute Kidney Injury

3 Penurunan moderat LFG 30-59

4 Penurunan berat LFG 15-29

5 Gagal ginjal <15

Klasifikasi penyakit gagal ginjal kronik atas dasar diagnosis etiologi

Penyakit Tipe Mayor

Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2

Penyakit ginjal non diabetes Penyakit glomerular ( penyakit auto imun, infeksi sitemik, obat,

neoplasia)

Penyakit vascular ( penyakit pembuluh darah besar, hipertensi dan

mikroangiopati)

Penyakit tubulointerstisial ( pielonefritis kronik, batu, obstruksi,

keracunan obat)

Penyakit kistik ( ginjal polikistik)

Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik

Keracunan obat ( siklosporin/takrolimus)

Penyakit recurrent ( glomerular)

Transplant glomerulopathy

23

Page 24: Acute Kidney Injury

II.VI Epidemiologi

Di amerika serikat data pada tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit ginjal kronik diperkirakan

100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia,

dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di Negara-

negara berkembang lainnya. Insidens ini di perkirakan sekitar 40-60 kasus per juta penduduk

pertahunnya.

II.VII Patofisiologi

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi

dalam perkembangannya selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan masa ginjal

mengakibatkan hipertrofi structural dan fungsinal nefron yang masih tersisa ( surviving nephrons) sebagai

upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini

mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi yang di ikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah

glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung secara singkat, akhirnya di ikuti oleh proses maladaptasi

berupa skerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya di ikuti dengan penurunan fungsi nefron

yang progresif, meskipun penyakit dasarnya sudah tidak ada lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksi

rennin angiotensin aldosteron inbtrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi,

sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis rennin angiotensin aldosteron sebagian

di perantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor β (TGF β). Beberapa hal juga yang

dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas terhadap penyakit ginjal kronik adalah albuminuria,

hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis

dan fibroisis glomerulus maupun tubulointerstitial.

Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal ( renal reserve),

pada keadaan mana basal laju filtrasi glomerulus masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara

24

Page 25: Acute Kidney Injury

perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang di tandai dengan

peningkatan kadar urea dan kreatininserum. Samapai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum

merasakan keluhan ( asimtomatik), tetapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.

Sampai pada LFG sebesar 30 %, mulai terkjadi keluhan seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan

berkuarang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG dibawah 30 %, pasien meperlihatkan gejala

dan tanda uremia yang nyataseperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolism fosfor dan

kalsium, pruritus, mual,muntah, dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksiseperti infeksi

saluran kemih infeksi saluran nafas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan

keseimbangan air seperti hipo dan hipervoloemia, gangguan keseimabangan elektrolit antara lain natrium

dan kalium. Pada LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius dan pasien

sudah memerlukan terapi penggantian ginjal antara lain dialysis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan

ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.

II.VIII Etiologi

Etiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi antara satu Negara dengan negara lain. Table 1

menunjukan penyebab utama dan insiden penyakit ginjal kronik di Amerika Serikat .

Sedangkan perhimpunan Nefrologi Indonesia ( Penefri) tahun 2000 mencatat penyebab gagl ginjal yang

menjalani hemodialisis di Indonesia, seperti table 2

Dikelompokkan pada sabab lain di antaranya, nefritis lupus, nefropati urat, intoksikasi obat, penyakit

ginjal bawaan, tumor ginjal, dan penyebab yang tidak diketahui.

Glumerulonefritis, nefropati analgesik, nefropati refluk, ginjal polikistik, nefropati diabetik, penyebab lain

seperti hipertensi, obstruksi, gout, dan tidak diketahui. (Mansjoer Arif,1999)

25

Page 26: Acute Kidney Injury

Pielonefritis obtruksi traktus urinarius lingkungan dan agen berbahaya yang mempengarui gagal ginjal

kronis mencangkup timah, kadnium, merkuri, dan kronium. (Smelzer,2001)

Penyebab Insidens

Diabetes Millitus

- Tipe 1 ( 7%)

- Tipe 2 (37%)

44%

Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar 27%

Glomerulonefritis 10%

Nefritis interstisial 4%

Kista dan penyakit lainnya 3%

Penyakit istemik (lupus dan vaskulitis) 2%

Neoplasma 2%

Tidak diketahui 4%

Penyakit lain 4%

Table 2

Penyebab Insidens

glomerulonefritis 46,39%

Diabetes millitus 18,65%

Obstruksi dan infeksi 12,85%

Hipertensi 8,46%

Sebab Lain 13,65%

26

Table 1

Page 27: Acute Kidney Injury

a. Glomerulonefritis

Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang etiologinya tidak jelas, akan

tetapi secara umum memberikan gambaran histopatologi tertentu pada glomerulus (Markum, 1998).

Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan sekunder.

Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan

glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes

melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau amiloidosis (Prodjosudjadi, 2006).

Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan ditemukan secara kebetulan dari

pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau keadaan darurat medik yang harus memerlukan terapi

pengganti ginjal seperti dialisis (Sukandar, 2006).

b. Diabetes melitus

Menurut American Diabetes Association (2003) dalam Soegondo (2005) diabetes melitus merupakan

suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.

Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua

organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus

dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti

minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang menurun.

Gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut pergi ke

dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya (Waspadji, 1996).

c. Hipertensi

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, atau bila

pasien memakai obat antihipertensi (Mansjoer, 2001). Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi

27

Page 28: Acute Kidney Injury

menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya

atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal (Sidabutar, 1998).

d. Ginjal polikistik

Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material yang semisolid. Polikistik

berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di

korteks maupun di medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai

keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetik yang paling sering didapatkan.

Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal polikistik dewasa (adult polycystic kidney

disease), oleh karena sebagian besar baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini

dapat ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal. lebih tepat dipakai

daripada istilah penyakit ginjal polikistik dewasa (Suhardjono, 1998).

II.IX Gambaran Klinis

Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi: A). sesuai dengan penyakit yang mendasari

seperti diabetes melitus, infeksi traktus urinaris, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, lupus

eritomatosus sistemik (LES), ddan lain sebagainya. B). sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, latergi,

anoreksia, mual muntah nokturia, kelebihan volume cairan ( volume overload), neuropati perifer, pruritus,

uremic frost, perikarditis, kejang-kejang, sampai koma. C). gejala komplikasinya antara lain, hipertensi,

anemia, osteodistrpfi renal, payah jantung, asidosis metabolic, gangguan keseimbangan elektrolit

(sodium, kalium, khlorida).

- . Kelainan hemopoeisis

28

Page 29: Acute Kidney Injury

Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering ditemukan pada pasien gagal

ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan

kreatinin kurang dari 25 ml per menit.

- Kelainan saluran cerna

Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal ginjal kronik terutama

pada stadium terminal. Patogenesis mual dam muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan

dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi

atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda

atau hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika.

- Kelainan mata

Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien gagal ginjal kronik.

Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang

adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil

asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering

dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada conjunctiva

menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga

dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau

tersier.

- Kelainan kulit

Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga berhubungan dengan

hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi.

Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan

dinamakan urea frost

- Kelainan selaput serosa

29

Page 30: Acute Kidney Injury

Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada gagal ginjal kronik

terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput serosa merupakan salah satu indikasi mutlak untuk

segera dilakukan dialisis.

- Kelainan neuropsikiatri

Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi sering dijumpai pada

pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala

psikosis juga sering dijumpai pada pasien GGK. Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai

pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar kepribadiannya (personalitas).

- Kelainan kardiovaskular

Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat kompleks. Beberapa faktor

seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal

ginjal kronik terutama pada stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung.

II.X Gangguan Laboratoris

Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi: A). sesuai dengan penyakit yang mendasarinya.

B). penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan creatinin serum, dan penurunan LFG

yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa

dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal. C). kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan

kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau

hipokloremia, hiperfosfatemia, hipoklasemia, asidosis metabolic. D). kelainan urinalis meliputi,

proteiuria, hematuri, leukosuria, cast, isostenuria.

30

Page 31: Acute Kidney Injury

II.XI Gangguan Radiologis

Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi.

a) Foto polos abdomen

Bisanya terdapat gambaran batu radio0opak.

b) Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak bisa melewati filter

glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap

ginjal yang sudah mengalami kerusakan.

c) Pielografi antegrad atau retrogard dilakukan sesuai dengan indikasi.

d) Ultrasonografi ginjal dapat memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang

menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista ,massa, kalsifikasi.

e) Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bial ada indikasi.

II.XII Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal

Biopsy dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang masih

mendekati normal, diamana diagnosis secara noninvasive tidak bisa ditegakkan. Pemeriksaan

histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis dan mengevaluasi

hasil terapi yang telah di berikan. Biopsy ginjal indikasi-kontra dialkuakan pada keadaan dimana ukuran

ginjal yang sudah mengecil ( contracted kidney), ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali, infeksi

perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal nafas dan obesitas.

31

Page 32: Acute Kidney Injury

II.XIII Penatalaksanaan

Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi :

Terapi spesifik terhadap penyakit yang mendasarinya.

Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid ( commorbid condition)

Memperlambat pemburukan (progression) fungsi ginjal.

Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardivaskular.

Pencegahan dan terapi terhadap komplikasinya.

Terapi penggantian ginjal berupa dialysis atau transpaltasi ginjal.

Perencanaan tatalaksana (action plan) penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya, dapat

dilihat pada table di bawah ini.

Derajat LFG ( ml/mnt/1,73m2) Rencana Tatalaksana

1 ≥90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi

pemburukan (progression) fungsi ginjal, memperkecil

resiko kardiovaskular.

2 60-89 Menghambat perburukan ( progression) fungsi ginjal.

3 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi

4 15-29 Persiapan terapi untuk penggantian ginjal

5 <15 Terapi penggantian ginjal

1. Terapi konservatif

Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif, meringankan

keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan

memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.

32

Page 33: Acute Kidney Injury

a. Peranan diet

Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi toksin azotemia,

tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.

b. Kebutuhan jumlah kalori

Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan tujuan utama, yaitu

mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.

c. Kebutuhan cairan

Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per

hari.

d. Kebutuhan elektrolit dan mineral

Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan penyebab dasar

penyakit ginjal tersebut (underlying renal disease).

2. Terapi simptomatik

a. Asidosis metabolik

Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah

dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat)

harus segera diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.

b. Anemia

Dapat diberikan eritropoetin pada pasien gagal ginjal kronik. Dosis inisial 50 u/kg IV 3 kali dalam

seminggu. Jika Hb meningkat >2 gr/dL kurangi dosis pemberian menjadi 2 kali seminggu. Maksimum

pemberian 200 u/kg dan tidak lebih dari tiga kali dalam seminggu.

Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan terapi alternatif, murah,

dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian

mendadak. Sasaran hemoglobin adal 11-12 gr/dL.

33

Page 34: Acute Kidney Injury

c. Keluhan gastrointestinal

Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai pada GGK. Keluhan

gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang

lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program

terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.

d. Kelainan kulit

Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.

e. Kelainan neuromuskular

Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis regular yang adekuat,

medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.

f. Hipertensi

Pemberian obat-obatan anti hipertensi terutama penghambat Enzym Konverting Angiotensin (Angiotensin

Converting Enzyme/ ACE inhibitor). Melalui berbagai studi terbukti dapat memperlambat proses

pemburukan antihipertensi dan antiproteinuria.

g. Kelainan sistem kardiovaskular

Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan hal yang penting, karena 40-50%

kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Tindakan yang diberikan

tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita, termasuk pengendalian diabetes, hipertensi,

dislipidemia, hiperfosfatemia, dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbanagan

elektrolit.

3. Terapi pengganti ginjal

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15

ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialysis peritoneal, dan transplantasi ginjal.

a. Hemodialisis

Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia, dan malnutrisi.

Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan

34

Page 35: Acute Kidney Injury

memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi

elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati

azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter,

muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10mg%.

Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m2, mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat.

b. Dialisis peritoneal (DP)

Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar

negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65

tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien- pasien yang

cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting,

pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien

nefropati diabetik disertai co-morbidity dan comortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien

sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat

ginjal.

c. Transplantasi ginjal

II.XIV. Prognosis

Pasien dengan gagal ginjal kronik umumnya akan menuju stadium terminal atau stadium V. Angka

prosesivitasnya tergantung dari diagnosis yang mendasari, keberhasilan terapi, dan juga dari individu

masing-masing. Pasien yang menjalani dialisis kronik akan mempunyai angka kesakitan dan kematian

yang tinggi. Pasien dengan gagal ginjal stadium akhir yang menjalani transpantasi ginjal akan hidup lebih

lama daripada yang menjalani dialisis kronik. Kematian terbanyak adalah karena kegagalan jantung

(45%), infeksi (14%), kelainan pembuluh darah otak (6%), dan keganasan (4%).

35

Page 36: Acute Kidney Injury

II.XV. Pencegahan

Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai dilakukan pada stadium dini

penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan yang telah terbukti bermanfaat dalam mencegah

penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi (makin rendah tekanan darah makin kecil

risiko penurunan fungsi ginjal), pengendalian gula darah, lemak darah, anemia, penghentian merokok,

peningkatan aktivitas fisik dan pengendalian berat badan.

36

Page 37: Acute Kidney Injury

BAB III

KESIMPULAN

Istilah gangguan ginjal akut / acute kidney injury sebaiknya menggantikan istilah gagal ginjal

akut/ARF. Istilah gangguan ginjal akut memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai proses

GGA dengan dibuatnya criteria RIFLE/AKIN.

Criteria RIFLE dan AKIN memberikan cara berpikir baru dalam memahami GGA, pentahapan dari

GGA, standarisasi dalam definisi sehingga ada keragamaan dalam mendeskripsikan GGA.

Keseragaman ini akan mendorong upaya pencegahan, pengobatan dan penelitian yang seragam. Hasil

akhir yang diharapkan adalah tatalaksana atau penanganan GGA yang lebih baik.

Gagal ginjal kronis adalah kerusakan pada ginjal yang terus berlangsung dan tidak dapat diperbaiki,

ini disebabkan oleh sejumlah kondisi dan akan menimbulkan gangguan multisystem. (Reeves

chalene,2001)

Criteria penyakit ginjal kronik :

Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan structural atau

fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus. Dengan manifestasi :

- Kelainan patologis

- Terdapat tanda kelainan ginjal,n termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau

kelainan dalam tes pencitraan (imaging test).

Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa

kerusakan ginjal.

Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan dan laju filtrasi glomerulus sama atau

lebih dari 60 ml/menit/1,73 m2, tidak termasuk criteria penyakit ginjal kronik.

37

Page 38: Acute Kidney Injury

Daftar Pustaka

1. Brenner BM, Lazarus JM. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 3 Edisi 13. Jakarta:

EGC, 2000.1435-1443.

2. Mansjoer A, et al.Gagal ginjal Kronik. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi 3. Jakarta: Media

Aesculapius FKUI, 2002.

3. Suhardjono, Lydia A, Kapojos EJ, Sidabutar RP. Gagal Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam Jilid II Edisi 3. Jakarta: FKUI, 2001.427-434.

4. Ketut Suwitra. Penyakit Ginjal Kronik. Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK,Siti S,

editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 4 Jilid I. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia; 2007. hlm 570-3.

5. Tierney LM, et al. Gagal Ginjal Kronik. Diagnosis dan Terapi Kedokteran Penyakit Dalam

Buku 1. Jakarta: Salemba Medika.2003.

6. Adamson JW (ed). Iron Deficiency and Another Hipoproliferative Anemias in Harrison’s

Principles of Internal Medicine 16 th edition vol 1. McGraw-Hill Companies : 2005;586-92.

7. Editorial. Gagal Ginjal Kronik. Diunduh dari: http://emedicine. medscape.com/article/238798-

overview, 05 Februari 2011.

8. Editorial. KDOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation,

Classification, and Stratification. Diunduh dari:

http://www.kidney.org/professionals/kdoqi/guidelines_ckd/toc.htm GGK, 05 Februari 2011.

9. Murray L, Ian W, Tom T, Chee KC. Chronic Renal failure in Ofxord Handbook of Clinical

Medicine. Ed. 7th. New York: Oxford University; 2007. 294-97.

10. Editorial. Obat Hemopoetic. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Ed. 8. Jakarta: CMP Medica

Asia Pte Ltd; 2008. Hlm. 114.

38

Page 39: Acute Kidney Injury

39