jtptunimus-gdl-cahyoadisu-5553-3-babiis-i

17
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keputihan 1. Pengertian Keputihan Keputihan dalam bahasa kedokteran biasa disebut dengan Leukorhea adalah nama untuk gejala yang diberikan pada cairan yang keluar dari alat genitalia wanita yang tidak berupa darah (Saifudin, 2007; Manuaba, 1998; Sianturi, 2001). Menurut Manuaba 1998, keputihan bukan merupakan penyakit tersendiri, tetapi merupakan manifestasi gejala dari hampir semua penyakit kandungan. Sehingga untuk mengetahui penyebab utama keputihan harus dilakukan dengan melakukan anamnesa (wawancara), pemeriksaan kandungan dan pemeriksaan laboratorium. Namun dalam indomedia.com (2010), keputihan tidak selalu bersifat patologis, tetapi ada juga keputihan yang bersifat normal atau fisiologis. 2. Macam Keputihan Dapat dibedakan antara keputihan yang fisiologis dan patologis. keputihan fisiologis terdiri atas cairan yang terkadang berupa mucus yang mengandung banyak epitel dengan leukosit yang jarang, sedangkan pada keputihan yang patologis terdapat banyak leukosit (Saifudin, 2007). Keputihan fisiologis dapat ditemukan pada bayi yang baru lahir sampai umur kira-kira 10 hari, yang disebabkan pengaruh estrogen dari plasenta terhadap uterus dan vagina janin; waktu di sekitar menarche, karena mulai terdapat pengaruh estrogen dimana keputihan ini akan hilang sendiri; pada wanita dewasa apabila ia dirangsang sebelum dan pada waktu koitus yang disebabkan oleh pengeluaran transudasi dari dinding vagina; dan waktu di sekitar ovulasi dengan sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri menjadi lebih encer (Saifudin, 2007).

Upload: wisra

Post on 01-Jul-2015

177 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: jtptunimus-gdl-cahyoadisu-5553-3-babiis-i

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Keputihan

1. Pengertian Keputihan

Keputihan dalam bahasa kedokteran biasa disebut dengan Leukorhea

adalah nama untuk gejala yang diberikan pada cairan yang keluar dari alat

genitalia wanita yang tidak berupa darah (Saifudin, 2007; Manuaba, 1998;

Sianturi, 2001).

Menurut Manuaba 1998, keputihan bukan merupakan penyakit

tersendiri, tetapi merupakan manifestasi gejala dari hampir semua penyakit

kandungan. Sehingga untuk mengetahui penyebab utama keputihan harus

dilakukan dengan melakukan anamnesa (wawancara), pemeriksaan

kandungan dan pemeriksaan laboratorium. Namun dalam indomedia.com

(2010), keputihan tidak selalu bersifat patologis, tetapi ada juga keputihan

yang bersifat normal atau fisiologis.

2. Macam Keputihan

Dapat dibedakan antara keputihan yang fisiologis dan patologis.

keputihan fisiologis terdiri atas cairan yang terkadang berupa mucus yang

mengandung banyak epitel dengan leukosit yang jarang, sedangkan pada

keputihan yang patologis terdapat banyak leukosit (Saifudin, 2007).

Keputihan fisiologis dapat ditemukan pada bayi yang baru lahir

sampai umur kira-kira 10 hari, yang disebabkan pengaruh estrogen dari

plasenta terhadap uterus dan vagina janin; waktu di sekitar menarche,

karena mulai terdapat pengaruh estrogen dimana keputihan ini akan hilang

sendiri; pada wanita dewasa apabila ia dirangsang sebelum dan pada

waktu koitus yang disebabkan oleh pengeluaran transudasi dari dinding

vagina; dan waktu di sekitar ovulasi dengan sekret dari kelenjar-kelenjar

serviks uteri menjadi lebih encer (Saifudin, 2007).

Page 2: jtptunimus-gdl-cahyoadisu-5553-3-babiis-i

8

Sedangkan penyebab paling sering pada keputihan patologis adalah

infeksi, biasanya cairan banyak mengandung leukosit dan warnanya agak

kekuning-kuningan sampai hijau, sering kali lebih kental dan berbau

(Saifudin, 2007).

3. Penyebab Keputihan

Penyebab terjadinya keputihan (patologis) bermacam-macam, dapat

disebabkan oleh adanya infeksi oleh kuman atau bakteri, jamur, parasit,

dan virus; adanya benda asing dalam liang senggama; gangguan hormonal

(menopause); kelainan bawaan atau didapat dari alat kelamin; dan adanya

kanker atau keganasan pada alat kelamin (Sianturi, 2001).

Clayton (1996), penyebab lain dari keputihan, antara lain penggunan

celana dalam berbahan nilon dan celana panjang yang ketat, sabun dan

bubuk pencuci, merendam diri, deodoran vagina, tampon dan pembalut

wanita, dan diet.

Pemakaian celana dalam dengan bahan nilon tidak dapat menyerap

kelembaban dan pemakaian celana panjang ketat dapat menjadi

penghalang terhadap udara yang beredar sehingga keadaan di sekitar

selangkangan menjadi lembab dan panas. Keadaan tersebut dapat

menyebabkan pertumbuhan jamur dan bakteri lain yang menyebabkan

keputihan.

Penggunaan sabun dan bubuk pencuci dapat menyebabkan keputihan,

karena bubuk pencuci mengandung zat kimia yang sangat keras, yang

dapat mengiritasi daerah-daerah yang lunak seperti vagina dan dapat

mematikan keseimbangan ekologi alamiah pada daerah genital.

Merendam diri berguna untuk mengobati beberapa infeksi vagina,

tetapi bila hal ini dilakukan cukup lama dalam bak mandi air panas maka

dapat menimbulkan serangan keputihan.

Penggunaan deodoran vagina dapat mengiritasi membran mukosa dan

dapat menimbulkan keputihan. Penggunaan busa sabun dan antiseptik juga

dapat menyebabkan keputihan karena dapat mematikan bakteri alamiah

dalam vagina.

Page 3: jtptunimus-gdl-cahyoadisu-5553-3-babiis-i

9

Dalam penggunaan tampon dan pembalut wanita yang terlalu lama

dalam vagina pada masa menstruasi dapat menyebabkan keputihan.

Karena darah bersifat alkali maka darah membuat vagina peka terhadap

candida dan penggunaan yang terlalu lama gulungan serat-seratnya dapat

menjadi tempat persemaian infeksi vagina yang dapat menyebabkan

keputihan.

Diet yang tidak seimbang juga dapat menyebabkan keputihan

terutama diet dengan jumlah gula yang berlebihan, karena merupakan

faktor yang sangat memperburuk terjadinya keputihan.

4. Cara Pencegahan Keputihan

Keputihan dapat dicegah dengan menghindari faktor-faktor penyebab

keputihan itu sendiri dan yang paling utama dalam mencegah terjadinya

keputihan adalah dengan menjaga kebersihan dan kelembaban organ

genitalia (Kompas, 2010).

Pencegahan keputihan yang sederhana tetapi penting yaitu dengan

cara mencebok yang benar yaitu mulai dari alat kelamin dahulu baru

kemudian ke arah anus (Sianturi, 2001).

Pemeriksaan dini juga merupakan cara pencegahan keputihan yaitu

dengan melakukan pemeriksaan pap secara berkala, sehingga dapat

diketahui secara lebih dini apakah keputihan yang terjadi telah menjadi

sel-sel yang ganas dan menimbulkan sel kanker (Sianturi, 2001).

B. Perilaku

1. Batasan Perilaku

Budioro (2007), perilaku adalah segala bentuk tanggapan dari individu

terhadap lingkungannya. Robert Kwick (1974) menyatakan bahwa

perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat

diamati bahkan dapat dipelajari. Perilaku tidak sama dengan sikap

(Notoatmodjo, 2007).

Notoatmodjo (2007), perilaku seseorang dibentuk melalui sesuatu

proses dan berlangsung dalam interaksi manusia dengan lingkungannya.

Page 4: jtptunimus-gdl-cahyoadisu-5553-3-babiis-i

10

Skinner (1938), merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau

reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena

perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme,

dan kemudian organisme tersebut merespons. Skinner (1938)

membedakan adanya dua respons.

a. Respondent respons atau reflexive, yakni respons yang ditimbulkan

oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Misalnya: makanan

yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya terang

menyebabkan mata tertutup, dan sebagainya.

b. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul

dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang

tertentu. Misalnya: apabila seorang petugas kesehatan melaksanakan

tugasnya dengan baik (respons terhadap uraian tugasnya) kemudian

memperoleh penghargaan dari atasannya (stimulus baru), maka

petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi dalam melaksanakan

tugasnya.

2. Perilaku Kesehatan

Notoatmodjo (2007), perilaku kesehatan diklasifikasikan menjadi 3

kelompok.

a. Perilaku pemeliharaan kesehatan (Health maintenance)

Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau

menjaga kesehatan agar agar tidak sakit dan usaha untuk

menyembuhkan bilamana sakit. Perilaku pemeliharaan kasehatan

terdiri 3 aspek yaitu: perilaku pencegahan penyakit, perilaku

peningkatan kesehatan, dan perilaku gizi (makanan dan minuman).

b. Perilaku pencarian dan penggunaan system atau fasilitas pelayanan

kesehatan, atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health

seeking behavior)

Perilakku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang

pada saat menderita penyakit. Perilaku ini dimulai dari mengobati

sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan ke luar negeri.

Page 5: jtptunimus-gdl-cahyoadisu-5553-3-babiis-i

11

c. Perilaku kesehatan lingkungan

Perilaku kesehatan lingkungan adalah bagaimana seseorang

merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan social

budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak

mempengaruhi kesehatannya.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Perilaku pada manusia dipengaruhi beberapa faktor. Lawrence Green

yang dikutip oleh Soekidjo Notoatmojo (2000) membagi faktor-faktor

tersebut menjadi tiga bagian, yang meliputi faktor predisposisi

(predisposing factors), faktor pendukung (enabling factors), dan faktor

pendorong (reinforcing factors).

a. Faktor Predisposisi (predisposing factors)

Merupakan faktor yang mempermudah terjadinya perilaku yang

meliputi pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi

dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan

kesehatan, sistem nilai yang dianut dan sebagainya. Faktor-faktor

tersebut mempengaruhi perilaku seseorang termasuk dalam perilaku

kesehatan.

b. Faktor Pendukung (enabling factors)

Merupakan faktor yang memungkinkan terjadinya perilaku. Faktor

ini meliputi ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan,

missal air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan

tinja dan sebagainya.

c. Faktor Pendorong (reinforcing factors)

Merupakan faktor yang memperkuat terjadinya perubahan perilaku.

Faktor ini meliputi sikap dan perilaku petugas kesehatan maupun

tokoh masyarakat.

Perilaku manusia itu sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup

yang sangat luas. Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi

pendidikan membagi perilaku kedalam 3 domain (ranah atau kawasan),

meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak mempunyi batasan yang jelas

Page 6: jtptunimus-gdl-cahyoadisu-5553-3-babiis-i

12

dan tegas. Ketiga domain itu adalah pengetahuan, sikap dan perilaku

(Notoatmodjo, 2007).

C. Pengetahuan

1. Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi

melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh

dari mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo,

2007).

2. Proses Adopsi Perilaku

Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari

oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak

didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan

bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) di

dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni.

a. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu,

b. Interest, yakni orang mulai tertarik pada stimulus,

c. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut

bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi,

d. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru,

e. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesedaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Namun demikian, dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan

bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap di atas.

Page 7: jtptunimus-gdl-cahyoadisu-5553-3-babiis-i

13

3. Tingkat Pengetahuan di Dalam Domain Kognitif

Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang tercakup dalam domain

kognitif mempunyai 6 tingkatan.

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan

yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk

mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain

menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan

sebagainya.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

mengintepretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah

paham tehadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya

terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang real (sebenarnya).

Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan

hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks

atau situasi yang lain.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu

struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja,

seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,

memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

Page 8: jtptunimus-gdl-cahyoadisu-5553-3-babiis-i

14

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi

barudari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun,

dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan dan

sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-

penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri,

atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya, dapat

membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang

kekurangan gizi, dapat menafsirkan sebab-sebab mengapa ibu-ibu

tidak mau ikut KB dan sebagainya.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek

penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui

atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan yaitu :

a. Umur.

Singgih (1998), mengemukakan bahwa makin tua umur seseorang

maka proses-proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan

tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan mental

ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan tahun. Selain itu Abu

Ahmadi (2001), juga mengemukakan bahwa memang daya ingat

seseorang itu salah satunya dipengaruhi oleh umur. Dari uraian ini

maka dapat kita simpulkan bahwa bertambahnya umur seseorang dapat

berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya, akan

tetapi pada umur-umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan

penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang.

Page 9: jtptunimus-gdl-cahyoadisu-5553-3-babiis-i

15

b. Intelegensi.

Intelegensi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk belajar dan

berfikir abstrak guna menyesuaikan diri secara mental dalam situasi

baru. Intelegensi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

hasil dari proses belajar. Intelegensi bagi seseorang merupakan salah

satu modal untuk berfikir dan mengolah berbagai informasi secara

terarah sehingga ia mampu menguasai lingkungan (Khayan, 1997).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perbedaan intelegensi dari

seseorang akan berpengaruh pula terhadap tingkat pengetahuan.

c. Lingkungan.

Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

pengetahuan seseorang. Lingkungan memberikan pengaruh pertama

bagi seseorang, dimana seseorang dapat mempelajari hal-hal yang baik

dan juga hal-hal yang buruk tergantung pada sifat kelompoknya.

Dalam lingkungan seseorang akan memperoleh pengalaman yang akan

berpengaruh pada pada cara berfikir seseorang (Nasution, 1999).

d. Sosial Budaya.

Sosial budaya mempunyai pengaruh pada pengetahuan seseorang.

Seseorang memperoleh suatu kebudayaan dalam hubunganya dengan

orang lain, karena hubungan ini seseorang mengalami suatu proses

belajar dan memperoleh suatu pengetahuan.

e. Pendidikan.

Menurut Notoadmojo (1997), pendidikan adalah suatu kegiatan

atau proses pembelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan

kemampuan tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri

sendiri. Menurut Wied Hary A.(1996), menyebutkan bahwa tingkat

pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang

menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada

umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang makin semakin baik

pula pengetahuanya.

Page 10: jtptunimus-gdl-cahyoadisu-5553-3-babiis-i

16

f. Informasi.

Menurut Wied Hary A (1996) informasi akan memberikan

pengaruh pada pengetahuan seseorang. Meskipun seseorang memiliki

pendidikan yang rendah tetapi jika ia mendapatkan informasi yang

baik dari berbagai media misalnya TV, radio atau surat kabar maka hal

itu akan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang.

g. Pengalaman.

Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut dapat

diartikan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau

pengalaman itu suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan.

Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya

untuk memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara

mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan

permasalahan yang dihadapi pada masa lalu (Notoadmojo 1997).

D. Sikap

1. Pengertian

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari

seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak

dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari

perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya

kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-

hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.

Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial, menyatakan bahwa sikap

itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan

merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan tindakan

atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.

Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi

terbuka atau tingkah laku terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk

bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan

terhadap objek (Notoatmodjo, 2007).

Page 11: jtptunimus-gdl-cahyoadisu-5553-3-babiis-i

17

2. Komponen Pokok Sikap

Allort (1954), menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen

pokok.

a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.

b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang

utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan,

pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting.

3. Berbagai Tingkatan Sikap

Menurut Notoatmodjo (2007), sikapp terdiri dari berbagai tingkatan.

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (objek).

b. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau

mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar

atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

c. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu

masalah adalah indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya: seorang ibu yang

mengajak ibu yang lain (tetangganya, saudaranya dan sebagainya)

untuk pergi menimbangkan anaknya ke posyandu atau mendiskusikan

tentang gizi, adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai

sikap positif terhadap gizi anak.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya

dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Page 12: jtptunimus-gdl-cahyoadisu-5553-3-babiis-i

18

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap.

Menurut Aswar (2000), ada beberapa factor yang mempengaruhi

sikap, yaitu :

a. Pengalaman pribadi.

Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan

mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial.

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting.

Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara

komoponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang

dianggap penting, seseorang yang kita harapkan persetujuannya bagi

setiap gerak, tingkah dan pendapat kita, seseorang yang tidak ingin kita

kecewakan atau seseorang yang berarti khusus bagi kita akan

mempengaruhi pembentkan sikap kita terhadap sesuatu.

Contoh : Orang tua, teman sebaya, teman dekat, guru, istri, suami

dan lain-lain.

c. Pengaruh kebudayaan.

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai

pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita.

d. Media massa.

Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti

televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh

besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan. Adanya informasi

baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif bagi

terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.

e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama.

Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem

mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan

keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam arti

individu.

Page 13: jtptunimus-gdl-cahyoadisu-5553-3-babiis-i

19

f. Pengaruh faktor emosional.

Tidak semua bentuk sikap dipengaruhi oleh situasi lingkungan dan

pengalaman pribadi seseorang, kadang-kadang sesuatu bentuk sikap

merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi yang

berfungsi sebagai penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk

mekanisme pertahanan ego.

E. Sumber atau Fasilitas

Menurut Green yang dikutip dari Soekidjo Notoatmojo (2003), fasilitas

merupakan faktor pendukung dalam pembentukan perilaku seseorang. Sebagai

faktor pendukung, fasilitas bukanlah merupakan hal yang harus ada dalam

pembentukan perilaku baru. Akan tetapi, suatu perilaku akan terbentuk dengan

baik bila disertai faktor pendukung (Budioro, 2002).

Kemajuan teknologi yang ada sekarang ini sangat memungkinkan bagi

remaja putri untuk mendapatkan informasi mengenai keputihan baik dari

media audio, audio visual, visual dan fasilitas yang lainnya. Media informasi

yang mudah didapat antara lain melalui majalah-majalah remaja putri yang

didalamnya terdapat topik bahasan tantang kesehatan reproduksi remaja putri,

khususnya tentang keputihan.

Banyaknya tempat perbelanjaan yang ada sekarang ini juga sangat

memungkinkan bagi remaja putri untuk mendapatkan fasilitas/sumber tentang

menjaga kebersihan organ genitalia seperti mudah didapatkannya celana

dalam yang yang berbahan katun di pasaran, celana dalam yang longgar,

sabun mandi dengan ph yang seimbang dsb.

Page 14: jtptunimus-gdl-cahyoadisu-5553-3-babiis-i

20

F. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Ketersediaan Sumber

atau Fasilitas dengan Perilaku Remaja Putri dalam Menjaga Kebersihan

Organ Genitalia untuk Mencegah Keputihan

Keputihan atau Leukorhea adalah nama untuk gejala yang diberikan

pada cairan yang keluar dari alat genitalia wanita yang tidak berupa darah

(Saifudin, 2007; Manuaba, 1998; Sianturi, 2001).

Keputihan disebabkan oleh adanya infeksi (oleh kuman, jamur, parasit,

virus ), adanya benda asing dalam liang senggama misalnya tertinggalnya

kondom atau benda tertentu yang dipakai waktu senggama, gangguan

hormonal akibat mati haid, adanya kanker atau keganasan pada alat kelamin

dan kurangnya perilaku dalam menjaga kebersihan organ genital.

Terbentuknya perilaku menjaga kebersihan organ genital, terutama pada

remaja putri dimulai pada domain kognitif, dalam arti remaja putri tahu

terlebih dahulu tehadap stimulus yang berupa materi atau objek di luarnya.

Sehingga menimbulklan pengetahuan baru pada subjek tersebut dan

selanjutnya menimbulkan respons batin dalam bentuk sikap si subjek terhadap

objek yang diketahui itu. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu

tindakan. Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan

faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkingkan, antara lain adalah

ketersediaan sumber atau fasilitas. Akhirnya rangsangan yakni objek yang

telah diketahui dan disadari sepenuhnya tersebut dengan didukung pula

ketersediaan sumber atau fasilitas yang adekuat akan menimbulkan respons

lebih jauh lagi yaitu berupa tindakan (action) terhadap atau sehubungan

dengan stimulus atau objek tersebut (Notoatmodjo, 2003).

Page 15: jtptunimus-gdl-cahyoadisu-5553-3-babiis-i

21

G. Kerangka Teori

Kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Skema 2.1. Kerangka Teori Penelitian

Sumber : Sianturi (2001), Notoatmodjo (2003), Azwar (2000).

Infeksi :

Kuman Jamur Parasit virus

KeputihanPerilaku MenjagaKebersihan Organ

Genitalia

Faktor Predisposisi :

Pengetahuan Sikap Tradisi dan

Keperceyaan Nilai

Tingkat Pengetahuan :

Umur Intelegensi Lingkungan Sosial Budaya Pendidikan Informasi Pengalaman

Sikap :

Pengalaman pribadi Pengaruh orang lain Pengaruh kebudayaan Media massa Lembaga pendidikan

dan agama Pengaruh faktor

emosional

Faktor Pendukung :Ketersediaan Sumber

atau Fasilitas

Faktor Pendorong :

Perilaku petugaskesehatan maupuntokoh masyarakat.

Page 16: jtptunimus-gdl-cahyoadisu-5553-3-babiis-i

22

H. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Skema 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

I. Variabel Penelitian

Variable dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel bebas (independent variable) meliputi tingkat pengetahuan, sikap

dan sumber atau fasilitas.

2. Variabel terikat (dependent variable) yaitu perilaku remaja putri dalam

menjaga kebersihan organ genitalia untuk mencegah keputihan.

J. Hipotesa

1. Ha : Ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku remaja

putri dalam menjaga kebersihan organ genitalia untuk mencegah

keputihan di Madrasah Aliyah Negeri 2 Pati.

Ho : Tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku

remaja putri dalam menjaga kebersihan organ genitalia untuk

mencegah keputihan di Madrasah Aliyah Negeri 2 Pati.

2. Ha : Ada hubungan antara sikap dengan perilaku remaja putri dalam

menjaga kebersihan organ genitalia untuk mencegah keputihan di

Madrasah Aliyah Negeri 2 Pati.

Ho : Ada hubungan antara sikap dengan perilaku remaja putri dalam

menjaga kebersihan organ genitalia untuk mencegah keputihan di

Madrasah Aliyah Negeri 2 Pati.

3. Ha : Ada hubungan antara sumber atau fasilitas yang tersedia dengan

Variabel Independen

1. Tingkat Pengetahuan2. Sikap3. Sumber atau Fasilitas

Variable DependenPerilaku Menjaga

Kebersihan Organ Genitalia

Page 17: jtptunimus-gdl-cahyoadisu-5553-3-babiis-i

23

perilaku remaja putri dalam menjaga kebersihan organ genitalia untuk

mencegah keputihan di Madrasah Aliyah Negeri 2 Pati.

Ho : Ada hubungan antara sumber atau fasilitas yang tersedia dengan

perilaku remaja putri dalam menjaga kebersihan organ genitalia untuk

mencegah keputihan di Madrasah Aliyah Negeri 2 Pati.