bab ii tinjauan pustaka -...

25
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Medis 1. Pengertian Mola Hidatidosa Mola Hidatidosa adalah jonjot-jonjot korion (chorionic villi) yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur, atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Kelainan ini merupakan neoplasma trofoblas yang jinak (benigna). (Mochtar, 2005) Sedangkan menurut prawirohardjo, 2007 yang dimaksud dengan mola hidatidosa ialah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar di mana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh villi korialis mengalami perubahan hidropik. Dalam hal demikian disebut mola hidatidosa atau complete mole, sedangkan bila disertai janin atau bagian dari janin disebut mola parsialis atau partial mole. 2. Etiologi Menurut Purwaningsih, 2010 penyebab terjadinya mola hidatidosa adalah pembengkakan pada vili (degenerasi pada hidrofik) dan poliferasi trofoblas. Faktor yang dapat menyebabkan mola hidatidosa antara lain: a. Faktor ovum: ovum patologik sehingga mati dan terlambat dikeluarkan 8

Upload: lydan

Post on 20-Feb-2018

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Medis

1. Pengertian Mola Hidatidosa

Mola Hidatidosa adalah jonjot-jonjot korion (chorionic villi) yang

tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung

banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur, atau mata ikan. Karena

itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Kelainan ini merupakan

neoplasma trofoblas yang jinak (benigna). (Mochtar, 2005)

Sedangkan menurut prawirohardjo, 2007 yang dimaksud dengan

mola hidatidosa ialah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar di

mana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh villi korialis mengalami

perubahan hidropik. Dalam hal demikian disebut mola hidatidosa atau

complete mole, sedangkan bila disertai janin atau bagian dari janin

disebut mola parsialis atau partial mole.

2. Etiologi

Menurut Purwaningsih, 2010 penyebab terjadinya mola hidatidosa

adalah pembengkakan pada vili (degenerasi pada hidrofik) dan poliferasi

trofoblas. Faktor yang dapat menyebabkan mola hidatidosa antara lain:

a. Faktor ovum: ovum patologik sehingga mati dan terlambat

dikeluarkan

8

9

b. Imunoselektif dari trofoblas

c. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah

d. Paritas tinggi

e. Kekurangan protein

f. Infeksi virus dan factor kromosom yang belum jelas.

3. Presdiposisi

Faktor resiko lainnya yang diketahui adalah status sosio ekonomi

rendah, keguguran sebelumnya, neoplasma trofoblastik gestasional

sebelumnya, dan usia yang sangat ekstrim pada masa subur. Efek usia

yang sangat jelas terlihat adalah pada wanita yang berusia lebih dari 45

tahun, ketika frekuensi lesi yang terjadi adalah 10 kali lipat dari pada lesi

yang dapat terjadi pada wanita yang berusia diantara 20-40 tahun.

(Reeder, 2011)

Faktor lain yang mempengaruhi wanita untuk kehamilan mola

yaitu berkaitan dengan genetika dan riwayat reproduksi. Berikut faktor

resiko untuk kehamilan mola hidatidosa menurut Fauziyah, 2012 :

a. Etnis Asia

Ada insiden yang lebih tinggi untuk angka kejadian kehamilan mola

hidatidosa di kawasan Asia. Perempuan dari etnis Asia beresiko dua

kali lipat lebih tinggi dari pada wanita non-etnis Asia.

10

b. Riwayat kehamilan mola hidatidosa sebelumnya

Wanita yang pernah mengalami kehamilan mola hidatidosa memiliki

resiko 2 kali lipat dibandingkan dengan yang belum pernah

mengalami kehamilan mola hidatidosa.

c. Riwayat genetik

Terdapat penelitian yang membuktikan bahwa kehamilan mola

hidatidosa memiliki penyebab genetik terkait dengan mutasi gen

pada kromosom 19.

d. Faktor makanan

Asupan rendah karotene dan rendah lemak hewani dikaitkan dengan

peningkatan resiko kehamilan mola hidatidosa sempurna, termasuk

juga kekurangan vitamin A.

4. Klasifikasi

Mola hidatidosa terdiri dari dua jenis menurut Myles, 2009 yaitu :

a. Mola hidatidosa komplet

Pada mola jenis ini, tidak terdapat adanya tanda-tanda embrio, tali

pusat, atau membran. Kematian terjadi sebelum berkembangnya

sirkulasi plasenta. Villi korionik berubah menjadi vesikel hidropik

yang jernih yang menggantung bergerombol pada pedikulus kecil, dan

memberi tampilan seperti seikat anggur. Ukuran vesikel bervariasi,

dari yang sulit dilihat sampai yang berdiameter beberapa sentimeter.

Hiperplasia menyerang lapisan sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas.

11

Massa mengisi rongga uterus dan dapat cukup besar untuk

menyerupai kehamilan.

Pada kehamilan normal, trofoblas meluruhkan desidua untuk

menambatkan hasil konsepsi. Hal ini berarti bahwa mola yang sedang

berkembang dapat berpenetrasi ke tempat implantasi. Miometrium

dapat terlibat, begitu pula dengan vena walaupun jarang terjadi.

Ruptur uterus dengan perdarahan massif merupakan salah satu akibat

yang dapat terjadi.

Mola komplet biasanya memiliki 46 kromosom yang hanya berasal

dari pihak ayah (paternal). Sperma haploid memfertilasi telur yang

kosong yang tidak mengandung kromosom maternal. Kromosom

paternal berduplikasi sendiri. Korsiokarsioma dapat terjadi dari mola

jenis ini.

Gambar 2.1 Mola Hidatidosa Komplet

b. Mola hidatidosa partial

Tanda-tanda adanya suatu embrio, kantong janin, atau kantong

amnion dapat ditemukan karena kematian terjadi sekitar minggu ke-8

atau ke-9. Hiperplasia trofoblas hanya terjadi pada lapisan

12

sinsitotrofoblas tunggal dan tidak menyebar luas dibandingkan dengan

mola komplet. Analisis kromosom biasanya akan menunjukan adanya

triploid dengan 69 kromosom, yaitu tiga set kromosom: satu maternal

dan dua paternal. Secara histologi, membedakan antara mola parsial

dan keguguran laten merupakan hal yang sulit dilakukan. Hal ini

memiliki signifikansi klinis karena walaupun risiko ibu untuk

menderita koriokarsinoma dari mola parsial hanya sedikit, tetapi

pemeriksaan tindak lanjut tetap menjadi hal yang sangat penting.

Gambar 2. 2 Mola Hidatidosa Parsial

5. Tanda dan Gejala

Menurut Mochtar, 2005 terdapat beberapa tanda dan gejala pada

mola dilihat dari keluhan dan beberapa pemeriksaan khusus obstetri yang

dilakukan pada penderita:

a. Terdapat gejala-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih nyata

dari kehamilan biasa.

b. Kadang kala ada tanda toksemia gravidarum.

c. Terdapat pendarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna

tengguli tua atau kecoklatan seperti bumbu rujak.

13

d. Pembesaran uterus tidak sesuai (lebih besar) dengan tua kehamilan

seharusnya.

e. Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu

ada), yang merupakan diagnosa pasti.

f. Muka dan kadang-kadang badan kelihatan pucat kekuning-kuningan,

yang disebut muka mola (mola face).

g. Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen, juga gerakan janin.

h. Adanya fenomena harmonika: darah dan gelembung mola keluar, dan

fundus uteri turun; lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru.

i. Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin.

j. Terdengar bising dan bunyi khas.

k. Perdarahan tidak teratur.

l. Penurunan berat badan yang berlebihan. (Purwaningsih, 2010)

6. Manifestasi Klinik

Mola hidatidosa adalah tumor plasenta yang terbentuk saat telah

terjadi kehamilan. Untuk beberapa alas an yang belum jelas, embrio mati

dalam uterus, tetapi plasenta tetap berkembang. Pada tahap awal

penyakit, manifestasi yang terjadi sulit dibedakan dengan manifestasi

yang terjadi pada kehamilan normal. Abnormalitas genetik yang terjadi

pada saat pembuahan tampak menjadi penyebab penyakit tersebut.

Gambaran klinis pada kehamilan akan terlihat normal awalnya,

walaupun pada sekitar sepertiga sampai setengah wanita yang mengalami

mola komplit, uterus akan membesar lebih dari massa gestasi yang

14

diperkirakan. Perdarahan merupakan gejala yang umum terjadi dan dapat

bervariasi dari perdarahan bercak-bercak merah kecoklatan sampai

perdarahan hebat berwarna merah segar. Muntah yang berlebihan dan

parah akan muncul pada tahap awal. Denyut jantung janin tidak terdengar

walaupun terdapat tanda-tanda kehamilan yang lain. Preeklampsia dapat

terjadi sebelum gestasi minggu yang ke-20. Wanita yang mengalami

mola hidatidosa sebagian biasanya memiliki diagnosis klinis aborsi

spontan missed abortion. Vesikel akan terlihat pada rabas vagina saat

terjadinya abortus.

Kadar β – hCG darah atau urine akan sangat positif (sangat

meningkat saat dibandingkan dengan kadarnya pada kehamilan yang

normal). Pada kehamilan mola, kadar β – hCG serum masih sangat tinggi

dalam seratus hari setelah menstruasi terakhir, ketika kadarnya

seharusnya telah mengalami penurunan. Walaupun demikian, nilai ini

juga harus dievaluasi dengan cermat, karena kadar yang sangat tinggi

juga dapat dikaitkan dengan gestasi multipel dengan lebih dari satu

plasenta. Kadar hCG awal mungkin relatif pada pasien yang mengalami

mola sebagian daripada pasien yang mengalami mola komplit. (Reeder,

2011)

7. Patofisiologi

Jonjot-jonjot korion tumbuh berganda dan mengandung cairan

merupakan kista-kista seperti anggur. Biasanya didalamnya tidak berisi

embrio. Secara histopatologik kadang-kadang ditemukan jaringan mola

15

pada plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan ganda

mola adalah: satu janin tumbuh dan yang satu lagi menjadi mola

hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil

sampai berdiameter lebih dari 1 cm. Mola parsialis adalah bila dijumpai

janin dan gelembung-gelembung mola.

Secara mikroskopik terlihat trias:

a. Proliferasi dari trofoblas

b. Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban

c. Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma.

Sel-sel Langhans tampak seperti sel polidral dengan inti terang dan

adanya sel sinsisial giantik. Pada kasus mola banyak kita jumpai ovarium

dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau lebih (25-60%). Kista

lutein akan berangsur-angsur mengecil dan kemudian hilang setelah mola

hidatidosa sembuh.(Mochtar, 2005)

Sedangkan menurut Purwaningsih, 2010 patofisiologi mola

hidatidosa yaitu ovum Y telah dibuahi mengalami proses segmentasi

sehingga terjadi blastomer kemudian terjadi pembelahan dan sel telur

membelah menjadi 2 buah sel. Masing-masing sel membelah lagi

menjadi 4, 8, 16, 32, dan seterusnya hingga membentuk kelompok sel

yang disebut morula. Morula bergerak ke cavum uteri kurang lebih 3 hari

dan didalam morula terdapat exozeolum. Sel-sel morula terbagi dalam 2

jenis yaitu trofoblas (sel yang berada disebelah luar yang merupakan

dinding sel telur) sel kedua yaitu bintik benih atau nodus embrionale (sel

16

yang terdapat disebelah dalam yang akan membentuk bayi). Pada fase ini

sel seharusnya mengalami nidasi tetapi karena adanya poliferasi dari

trofoblas atau pembengkakan vili atau degenerasi hidrifilik dari stroma

vili dan hilangnya pembuluh darah stroma vili maka nidasi tidak terjadi.

Trofoblas kadang berproliferasi ringan kadang keras sehingga saat

proliferasi keras uterus menjadi semakin besar. Selain itu trofoblas juga

mengeluarkan hormone HCG yang akan mengeluarkan rasa mual dan

muntah. Pada mola hidatidosa tidak jarang terjadi perdarahan

pervaginam, ini juga dikarenakan proliferasi trofoblas yang berlebihan.

Pengeluaran darah ini kadang disertai gelembung vilus yang dapat

memastikan diagnose mola hidatidosa.

8. Tes Diagnostik

Menurut Fauziyah, 2012 tes diagnostic pada mola hidatidosa dapat

dilakukan dengan beberapa cara yaitu:

a. Pemeriksaan kadar beta hCG: pada mola terdapat peningkatan kadar

beta hCG darah atau urin.

b. Uji Sonde : Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-

hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada

tahanan, sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada

tahanan, kemungkinan mola (cara Acosta Sison).

c. Foto rontgen abdomen : tidak terlihat tulang-tulang janin (pada

kehamilan 3-4 bulan).

17

d. Ultrasonografi : pada mola akan terlihat badai salju (snow flake

pattern) dan tidak terlihat janin.

e. Foto thoraks : pada mola ada gambaran emboli udara.

f. Pemeriksaan trimester 3 dan trimester 4 bila ada gejala tirotoksikosis.

(Sujiyatini, 2009)

g. Pemeriksaan dapat dilakukan untuk penetapan diagnosa apabila terjadi

perlepasan/ pengeluaran jaringan mola. (Myles, 2009)

h. Diagnosis yang paling tepat bila kita telah melihat gelembung

molanya. Tetapi bila kita menunggu sampai gelembung mola keluar

biasanya sudah terlambat karena pengeluaran gelembung umumnya

disertai perdarahan yang banyak dan keadaan umum pasien menurun.

(Prawirohardjo, 2007)

9. Penanganan

Terapi mola hidatidosa ada 3 tahapan yaitu:

a. Perbaikan keadaan umum

Perbaikan keadaan umum pada pasien mola hidatidosa, yaitu :

1) Koreksi dehidrasi

2) Transfusi darah bila ada anemia (Hb 8 ggr % atau kurang)

3) Bila ada gejala pre eklampsia dan hiperemesis gravidarum diobati

sesuai dengan protokol penanganan di bagian obstetrik dan

ginekologi

4) Bila ada gejala-gejala tirotoksikosis, dikonsultasikan ke bagian

penyakit dalam

18

b. Pengeluaran jaringan mola dengan cara kuretase dan histerektomi

1) Kuretase pada pasien mola hidatidosa:

a) Dilakukan setelah pemeriksaan persiapan selesai (pemeriksaan

darah rutin, kadar beta HCG dan foto toraks) kecuali bila

jaringan mola sudah keluar spontan.

b) Bila kanalis servikalis belum terbuka maka dilakukan

pemasangan laminaria dan kuretase dilakukan 24 jam

kemudian.

c) Sebelum melakukan kuretase, sediakan darah 500 cc dan

pasang infuse dengan tetesan oksitosin 10 IU dalam 500 cc

dekstrose 5%.

d) Kuretase dilakukan 2 kali dengan interval minimal 1 minggu.

e) Seluruh jaringan hasil kerokan dikirim ke laboratorium PA.

2) Histerektomi. Syarat melakukan histerektomi adalah :

a) Umur ibu 35 tahun atau lebih.

b) Sudah memiliki anak hidup 3 orang atau lebih.

c. Pemeriksaan tindak lanjut

Menurut Sujiyatini, 2009 pemeriksaan tindak lanjut pada pasien mola

hidatidosa meliputi :

1) Lama pengawasan 1-2 tahun.

2) Selama pengawasan, pasien dianjurkan untuk memakai

kontrasepsi kondom, pil kombinasi atau diafragma. Pemeriksaan

fisik dilakukan setiap kali pasien datang untuk kontrol.

19

3) Pemeriksaan kadar beta HCG dilakukan setiap minggu sampai

ditemukan kadarnya yang normal 3 kali berturut-turut.

4) Setelah itu pemeriksaan dilanjutkan setiap bulan sampai

ditemukan kadarnya yang normal 6 kali berturut-turut.

5) Bila telah terjadi remisi spontan (kadar beta HCG, pemeriksaan

fisik, dan foto toraks semuanya normal) setelah 1 tahun maka

pasien tersebut dapat berhenti menggunakan kontraasepsi dan

dapat hamil kembali.

6) Bila selama masa observasi, kadar beta HCG tetap atau meningkat

dan pada pemeriksaan foto toraks ditemukan adanya tanda-tanda

metastasis maka pasien harus dievaluasi dan dimulai pemberian

kemoterapi.

10. Komplikasi

Komplikasi pada mola hidatidosa menurut Nugroho, 2011 meliputi :

a. Perdarahan hebat.

b. Anemia.

c. Syok hipovolemik.

d. Infeksi sekunder.

e. Perforasi uterus.

f. Keganasan (PTG).

20

11. Pathway Mola Hidatidosa

12.

13.

14.

15.

16.

Bagan 2.1 Pathway Mola Hidatidosa

(Purwaningsih, 2010)

Faktor Etiologi :

a. Trofoblas proliferasi

b. Degenerasi hidrofilik

c. Paritas tinggi d. Kekurangan protein

e. Infeksi virus pada ibu hamil

f. Kelahiran dengan sectio

caesaria

Tanda Gejala:

a. Nyeri/ kram perut

b. Uterus semakin besar c. Balotemen tidak teraba

d. Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin

e. Perdarahan tidak teratur

Diagnosa : Mola Hidatidosa

Komplikasi 1

Perforasi uterus

Komplikasi 2

Anemia

Komplikasi 3

Syok hipovolemik

Tindakan1

Kuretase /

histerektomi

Tindakan 2

Transfusi darah

Tindakan 3

Rehidrasi cairan

tubuh dengan

infuse Ringer

laktat

Faktor Presdiposisi:

a. Riwayat penyakit mola

sebelumnya

b. Riwayat genetik c. Etnis Asia

d. Usia ibu hamil

Komplikasi

4

Infeksi

Komplika

si 5

Keganasan

Tindakan 4

Antibiotik

Pemeriksaan penunjang :

USG, Pemeriksaan hCG, Uji Sonde, Foto thoraks, Foto rontgen abdomen

21

B. Manajemen Kebidanan

Menurut pendapat Muslihatun (2009) tentang Manajemen Kebidanan :

1. Pengertian Asuhan Kebidanan

Asuhan kebidanan adalah aktivitas atau intervensi yang

dilaksanakan oleh bidan kepada klien yang mempunyai kebutuhan

atau permasalahan, khususnya dalam KIA atau KB.

Asuhan kebidanan adalah penerapan fungsi, kegiatan dan

tanggung jawab bidan dalam memberikan pelayanan kepada klien

yang mempunyai kebutuhan atau masalah bidan meliputi masa

kehamilan, persalinan,nifas, bayi, dan keluarga berencana termasuk

kesehatan reproduksi perempuan serta pelayanan kesehatan

masyarakat.

2. Pengertian Manejemen Kebidanan

Manajemen kebidanan adalah metode kerja profesi dengan

menggunakan langkah-langkah sehingga merupakan alur kerja dan

perorganisasian pikiran dan bertindak sebagai suatu langkah-

langkah yang logis dan menguntungkan baik bagi klien maupun

bagi bidan.

Proses manajemen ini terdiri dari 7 langkah berurutan

dimana disetiap langkah disempurnakan secara periodik, proses ini

dimulai dari pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi.

Dengan adanya proses manajemen asuhan kebidanan ini

maka mudah kita dapat mengenali dan mengidentifikasi masalah

22

selanjutnya, merencanakan dan melaksanakan suatu asuhan yang

aman dan efektif.

3. Proses Manajemen Asuhan Kebidanan

a. Langkah I. Pengkajian (Pengumpulan Data Dasar)

Merupakan langkah awal dan manajemen kebidanan,

langkah yang merupakan kemampuan intelektual dalam

mengidentifiksi masalah ibu, Pada tahap ini merupakan dasar

langkah selanjutnya. Kegiatan yang dilaksanakan dalam

langkah identifikasi data dasar meliputi pengumpulan data,

menggali data atau informasi baik ibu, keluarga, maupun tim

kesehatan lainnya atau data yang diperoleh dari hasil

pemeriksaan pada pencatatan dokumen medik.

Hal-hal yang dilakukan dalam pengumpulan data :

1) Data Subyektif

a) Biodata

(1) Nama

Untuk lebih mengenal pasien agar tercipta

keakraban yang dapat membantu dalam

mengembangkan hubungan interpersonal.

(2) Umur

Untuk mendeteksi hubungan umur dengan

penyulit saat ini.

23

(3) Agama

Untuk mengetahui keyakinan serta cara

pandang agama yang di anutnya.

(4) Suku/ bangsa

Untuk mengetahui sosial budaya dan adat

istiadat untuk memperoleh gambaran tentang

budaya yang di anut pasien apakah bertentangan

atau mendukung pola- pola kesehatan.

(5) Pendidikan

Untuk mengetahui tingkat intelektual,

karena pendidikan mempengaruhi sikap perilaku

kesehatan seseorang, serta mempermudah kita

untuk berkomunikasi dengan klien.

(6) Pekerjaan

Untuk memperoleh gambaran tentang sosial

ekonomi.

(7) Alamat

Untuk mengetahui daerah lingkungan

tempat tinggal ibu, karena lingkungan sangat

berpengaruh terhadap kesehatan ibu.

(8) Identitas penanggung jawab

Untuk mengetahui siapa yang bertanggung

jawab terhadap pasien termasuk biaya perawatan.

24

A. Keluhan utama

Keluhan utama ditujukan untuk menggali tanda

atau gejala yang berkaitan dengan keluhan yang

dirasakan pasien.

B. Riwayat kesehatan

(1) Keluarga

Berkaitan dengan penyakit keluarga yang

dikaji : penyakit jantung, asma, hipertensi, alergi,

DM untuk mengetahui apakah keluarga

mempunyai riwayat yang berkaitan dengan

kelainan kongenital.

(2) Pasien

Dikaji mengenai kesehatan dahulu dan

sekarang. Riwayat kesehatan dahulu ditujukan

pada pengkajian penyakit yang diderita pasien

yang berkaitan dengan kelainan kongenital.

C. Riwayat obstetri

(1) Riwayat KB

Untuk mengetahui alat kontrasepsi yang

digunakan sebelumnya, untuk mengetahui alasan

melepas alat kontrasepsi, untuk mengetahui

rencana alat kontrasepsi yang akan digunakan,

25

dan untuk mengetahui alasan menggunakan alat

kontrasepsi.

(2) Riwayat perkawinan

Dikaji umur ibu dan suami saat menikah,

berapa kali, lama dan usia menikah. Hal ini untuk

mengetahui infertilitas.

D. Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari

(1) Nutrisi

Perlu dikaji untuk mengetahui pola makan

ibu supaya kita mendapatkan gambaran

bagaimana pasien dalam mencukupi asupan

gizinya secara kualitas dan kuantitas.

(2) Eliminasi

Perlu dikaji untuk mengetahui pola

eliminasi klien berdasarkan buang air besar

melalui frekuensi, jumlah, konsistensi dan bau

serta kebiasaan buang air kecil meliputi frekuensi,

warna, dan jumlah.

(3) Istirahat

Perlu dikaji pola istirahat dan tidur klien,

berapa jam klien tidur, dan klien dianjurkan

cukup istirahat.

26

(4) Personal hygiene

Perlu dikaji karena bagaimanapun juga hal

ini akan mempengaruhi kesehatan ibu, terutama

kebersihan genetalianya.

(5) Aktivitas

Dikaji untuk mengetahui aktifitas klien.

(6) Data psikososiokultural

Untuk mengetahui respon ibu dan keluarga

terhadap dirinya.

2. Data Objektif

a) Keadaan umum

Untuk mengetahui keadaan pasien secara umum.

b) Kesadaran

Untuk mengetahui seberapa tingkat kesadaran

pasien saat dilakukan pemeriksaan ataupun tindakan.

c) Pemeriksaan umum

Untuk mengetahui tekanan darah, denyut nadi,

pernapasan, dan suhu.

d) Pemeriksaan fisik

Dikaji dari ujung kepala hingga kaki (head to

toe), untuk mengetahui adanya kelainan yang diderita

pasien.

27

e) Pemeriksaan khusus

Untuk mengetahui keadaan bagian dalam tubuh

pasien dengan cara inspeksi (melihat), palpasi

(meraba), auskultasi (mendengarkan).

f) Pemeriksaan Penunjang

Didapat dari hasil pemeriksaan oleh bagian

laboratorium, rontgen dan lain-lain.

b. Langkah II. Interpretasi Data Dasar

Menginterpretasikan data secara spesifik ke dalam suatu

rumusan diagnosa kebidanan dan masalah. Diagnosa lebih

sering didefinisikan oleh bidan yang difokuskan pada apa yang

dialami oleh klien sedangkan masalah lebih sering

berhubungan dengan bagaimana klien menguraikan keadaan

yang dirasakan.

c. Langkah III. Identifikasi adaya diagnosa atau masalah

potensial

Tahap ini mengantisipasi masalah potensial yang

mungkin terjadi atau yang akan dialami oleh ibu bila tidak

mendapat penanganan yang adekuat, didapat melalui

pengamatan yang cermat, observasi secara akurat dan

persiapan untuk segala sesuatu yang mungkin terjadi.

28

d. Langkah IV. Antisipasi Tindakan Segera

Langkah ini memerlukan kesinambungan dari

manajemen kebidanan. Identifikasi dan menetapkan perlunya

tindakan segera oleh bidan atau dokter dan atau untuk

konsultasi atau ditangani bersama dengan anggota tim

kesehatan lain sesuai dengan kondisi pasien. Dalam hal ini di

lakukan antisipasi dengan cara melakukan kolaborasi dan

rujukan ke tempat tenaga kesehatan yang lebih tinggi.

e. Langkah V. Perencanaan

Rencana Tindakan Asuhan Kebidanan merencanakan

tindakan secara komprehensif yang didasari atas rasional

tindakan yang relevan dan diakui kebenaranya, sesuai kondisi

dan situasi berdasarkan analisa yang seharusnya dikerjakan

atau tidak oleh bidan.

f. Langkah VI. Pelaksanaan Tindakan Asuhan Kebidanan

Langkah implementasi atau pelaksanaan asuhan didalam

manajemen kebidanan dilaksanakan oleh bidan maupun

bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain, berdasarkan

rencana yang telah ditetapkan. Pelaksanaan asuhan kebidanan

di upayakan dalam waktu singkat dan seefektif mungkin,

hemat dan berkualitas, serta sesuai rencana yang

komprehensif. Implementasi memberikan asuhan kebidanan

yang sesuai dengan masalah atau penyakit yang diderita.

29

g. Langkah VII. Evaluasi Tindakan Asuhan Kebidanan

Mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan asuhan

yang diberikan kepada klien. Pada tahap ini bidan harus

melakukan pengamatan dan observasi terhadap masalah yang

dihadapi klien, apakah masalah di atasi seluruhnya. Sebagian

telah dapat dipecahkan atau mungkin timbul masalah baru.

Selain terhadap permasalah klien, bidan juga harus

mengenal apakah rencana yang telah ditetapkan dapat

dilakukan dengan baik, apakah perlu disusun kembali

intervensi yang lain sehingga masalah dapat dipecahkan

dengan tepat.

Pada prinsipnya, tahapan evaluasi ada pengkajian

kembali terhadap klien untuk menjawab pertanyaan beberapa

jauh tercapainya rencana yang dilakukan.

4. Catatan Perkembangan

Pendokumentasian asuhan kebidanan, rencana asuhan kebidanan

ditulis dalam data perkembangan SOAP yang merupakan salah satu

pendokumentasian yang menurut Varney ( 2004), SOAP merupakan

singkatan dari :

S : Subyektif

Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan

data klien melalui anamnesa.

30

O : Obyektif

Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik

klien, hasil laboratorium dan tes diagnostik lain yang dirumuskan

dalam data fokus untuk mendukung assessment

A : Assessment

Menggambarkan pendokumentasian hasil analisis dan

implementasi data subyektif dan obyektif dalam suatu

identifikasi.

P : Planning

Menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan

evaluasi berdasarkan assessment. Memberikan konseling sesuai

dengan permasalahan yang ada sebagai upaya untuk proses

pengobatan.

C. HUKUM KEWENANGAN BIDAN

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No. 900/ Menkes/SK/VII/2002 wewenang seorang bidan dalam Pasal 15

adalah sebagai berikut:

I. Dalam keadaan darurat sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu

hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.

II. Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1)

hanya dapat dilakukan :

31

a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya

tindakan tersebut

b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan

kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung

jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli

c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami

atau keluarganya

d. Pada sarana kesehatan tertentu

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 yang mengatur tentang izin dan

penyelenggaraan praktik bidan, maka dalam pasal 13 ditetapkan

peraturan sebagai berikut:

Selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10, pasal

11, dan pasal 12. Bidan yang menjalankan program pemerintah

berwenang melakukan pelayanan kesehatan meliputi:

a. Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit

kronis tertentu dilakukan dibawah supervise dokter

b. Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas

c. Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah.

Kewenangan bidan dalam memberikan pelayanan pada ibu hamil

telah disebutkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia No. 900/ Menkes/SK/VII/2002 Pasal 15 dan Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010

32

Pasal 13. Namun, untuk kewenangan bidan dalam pemberian pelayanan

pada ibu hamil patologi dengan mola hidatidosa tercantum pada

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1464/Menkes/Per/X/2010 Pasal 13 ayat 2 yaitu: asuhan antenatal

terintegrasi dilakukan dibawah advise dokter. Jadi, untuk pelayanan pada

ibu hamil patologi dengan mola hidatidosa dilakukan sistem kolaborasi

dengan dokter spesialis.