bab ii tinjauan pustaka a. motivasi -...

24
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi 1. Pengertian Menurut Abraham Maslow, ditinjau dari etimologinya, motivasi berasal dari dari kata Latin motives atau motum yang berarti menggerakkan atau memindahkan. Atau dengan kata lain motivasi merupakan dorongan sadar dari suatu tindakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu manusia. Motivasi adalah dorongan psikologis yang mengarahkan seseorang ke suatu tujuan tertentu, motivasi tersebut akan menjadi suatu dorongan (driving force) agar mau melaksanakan sesuatu (Kartono, 2009). Jadi motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan, baik dari dalam maupun dari luar yang dapat mendorong individu atau kelompok untuk melakukan sesuatu guna mencapai tujuan yang dikehendaki atau mendapatkan kepuasan tertentu. Menurut Hilgrad dan Atkinson, motivasi yang ada pada setiap individu tidaklah sama atau berbeda antara satu dengan yang lain. Salah satunya permasalahan yang berbeda akan menghasilkan ekspresi motif yang berbeda. Namun, motivasi yang berbeda dapat diwujudkan dalam berbagai perilaku yang tidak sama dan dapat diekspresikan melalui perilaku yang sama. Suatu ekspresi perilaku dapat muncul sebagai perwujudan dari berbagai motif.

Upload: hoangthuy

Post on 13-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Motivasi

1. Pengertian

Menurut Abraham Maslow, ditinjau dari etimologinya, motivasi

berasal dari dari kata Latin motives atau motum yang berarti menggerakkan

atau memindahkan. Atau dengan kata lain motivasi merupakan dorongan

sadar dari suatu tindakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu

manusia.

Motivasi adalah dorongan psikologis yang mengarahkan seseorang ke

suatu tujuan tertentu, motivasi tersebut akan menjadi suatu dorongan (driving

force) agar mau melaksanakan sesuatu (Kartono, 2009). Jadi motivasi dapat

diartikan sebagai kekuatan, baik dari dalam maupun dari luar yang dapat

mendorong individu atau kelompok untuk melakukan sesuatu guna mencapai

tujuan yang dikehendaki atau mendapatkan kepuasan tertentu.

Menurut Hilgrad dan Atkinson, motivasi yang ada pada setiap individu

tidaklah sama atau berbeda antara satu dengan yang lain. Salah satunya

permasalahan yang berbeda akan menghasilkan ekspresi motif yang berbeda.

Namun, motivasi yang berbeda dapat diwujudkan dalam berbagai perilaku

yang tidak sama dan dapat diekspresikan melalui perilaku yang sama. Suatu

ekspresi perilaku dapat muncul sebagai perwujudan dari berbagai motif.

2. Macam-Macam Motif

Pengertian utama motif adalah penggerak, alasan atau dorongan dalam

diri individu yang menyebabkan individu tersebut melakukan sesuatu. Motif-

motif yang ada pada individu tersebut akan memberikan tujuan dan arah pada

suatu perilaku atau tindakan individu, juga kegiatan-kegiatan yang dilakukan

setiap hari, pada dasarnya memiliki motif tertentu. Ditinjau dari sudut asalnya,

motif digolongkan menjadi 3, yaitu : (Purwanto, 1999)

a. Motif

Bioge

netis

Pengertian motif biogenetis adalah motif yang berkembang pada diri

individu dan berasal dari organismenya sebagai makhluk hidup demi

kelanjutan hidupnya. Contohnya antara lain lapar, haus, kesehatan,

bernafas, dan sebagainya. (Uno, 2008)

b. Motif

Sosiog

enetis

Sedangkan motif sosiogenetis adalah motif-motif yang berkembang

berasal dari lingkungan kebudayaan tempat individu tersebut berada.

Jadi motif ini tidak berkembang dengan sendirinya, tetapi dipengaruhi

oleh lingkungan kebudayaan setempat. Contohnya adalah mendengarkan

musik, tidak makan daging sapi, dan sebagainya. (Uno, 2008)

c. Motif

Teolog

is

Motif teogenetis berasal dari interaksi antara manusia dengan Tuhan,

6

6

seperti yang terlihat nyata pada ibadah dalam kehidupan sehari-hari

dimana seseorang berusaha merealisasi norma-norma agama tertentu.

Contoh motif teologis yaitu keinginan bertakwa pada Tuhan dengan

menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya serta keinginan

mengikuti norma-norma agama menurut kitab suci.

Penggolongan lain yang didasarkan atas terbentuknya motif, terdapat 2

golongan, yaitu : (Uno, 2008)

a) Motif Bawaan

Motif bawaan ini sudah ada sejak lahir dan tidak perlu dipelajari.

Contohnya adalah motif-motif yang bersifat bilogis dan fisiologis.

b) Motif yang Dipelajari

Merupakan motif yang timbul karena kedudukan atau jabatan.

3. Unsur-Unsur Motivasi

Motivasi merupakan tenaga penggerak dan dengan motivasi tersebut

seseorang akan lebih cepat dan bersungguh-sungguh dalam melakukan

kegiatan. Suatu motivasi murni adalah motivasi yang betul-betul disadari akan

pentingnya suatu perilaku dan dirasakan sebagai suatu kebutuhan. Unsur-

unsur yang terdapat pada motivasi, yaitu : (Purwanto, 1999)

a. Moti

vasi

meru

pakan

suatu

tenag

7

7

a

dina

mis

manu

sia

dan

munc

ulnya

mem

erluk

an

rangs

angan

baik

dari

dala

m

maup

un

dari

luar.

b. Moti

vasi

serin

gkali

ditan

dai

denga

8

8

n

perila

ku

yang

penu

h

emosi

.

c. Moti

vasi

meru

pakan

reaksi

piliha

n dari

beber

apa

altern

atif

penca

paian

tujua

n.

d. Moti

vasi

berhu

bung

an

9

9

erat

denga

n

kebut

uhan

dala

m

diri

manu

sia.

4. Motivasi Kebutuhan (Needs)

Motivasi yang ada pada individu sebenarnya didasari oleh suatu

kebutuhan. Secara umum kebutuhan individu untuk melakukan sesuatu dapat

digolongkan menjadi dua, yaitu kebutuhan primer (primary needs) dan

kebutuhan sekunder (secondary needs). (Irwandi, 2002).

Kebutuhan primer atau primary needs adalah kebutuhan-kebutuhan

dasar untuk mempertahankan hidup atau survival needs. Kebutuhan primer

tersebut mengacu pada 5 kebutuhan dasar menurut Abraham Maslow, yaitu :

(Uno, 2008)

1) Kebutuhan fisiologis

Kebutuhan ini merupakan kebutuhan dasar yang bersifat primer dan

vital, yang menyangkut fungsi-fungsi biologis dasar dari organisme

10

10

manusia. Antara lain terdiri dari kesehatan, makanan, pakainan, dan

tempat tinggal. Kebutuhan tersebut menjadi motif seseorang untuk mau

bekerja, berusaha dan berjuang secara efektif.

2) Kebutuhan keamanan dan

keselamatan (Safety needs)

Kebutuhan ini mengarah pada rasa keamanan, ketentraman dan jaminan

seseorang dalam berbagai hal.

3) Kebutuhan Rasa Cinta, Kasih

sayang, dan Memiliki

Kebutuhan akan kasih saying dan bersahabat (kerjasama) diperlukan

untuk meningkatkan relasi dan menumbuhkan rasa kebersamaan antar

individu.

4) Kebutuhan Penghargaan dan

Penghormatan

Dalam kaitan kehidupan sehari-hari, seseorang memiliki keinginan

untuk mendapatkan penghargaan dan penghormatan atas apa yang telah

dilakukannya.

5) Kebutuhan aktualisasi diri (Self

actualization)

Hal ini merupakan kebutuhan untuk mewujudkan segala kemapuan dan

seringkali tampak pada hal-hal yang sesuai untuk mencapai citra dan cita

diri pada individu. Antara lain seperti kebutuhan mempertinggi potensi

yang dimiliki, pengembangan diri secara maksimum, kreatifitas, dan

ekspresi diri.

Sedangkan kebutuhan sekunder adalah kebutuhan-kebutuhan yang

dipelajari. Bila kebutuhan ini tidak terpenuhi, pada dasarnya kehidupan

11

11

individu tidak terancam. Contoh dari kebutuhan sekunder ini adalah

kekuasaan, uang dan status. (Irwandi, 2002)

5. Teori-Teori Motivasi

Motivasi memang bidang yang lebih sering dipelajari oleh para

psikolog. Namun, seorang perawat juga sangat-sangat perlu mempelajari

motivasi. Sebab motivasi ini akan mewujudkan motif-motif tertentu yang

akan menimbulkan suatu perilaku atau tindakan tertentu. Dan determinan

perilaku atau tindakan ini akan banyak membantu meramalkan dan

mengendalikan dampak-dampak dari suatu keadaan. Determinan perilaku

ataupun tindakan tersebut dapat berasal dari dalam diri individu baik yang

bersifat biologis maupun psikologis, ataupun dari lingkungan.

Maka teori-teori motivasi yang ada berupaya membuat perbedaan

paling penting, teori-teori tersebut yaitu : (Irwandi, 2002)

a) Teori Instink

Instink merupakan suatu kecenderungan untuk berperilaku dengan cara

tertentu apabila dihadapkan pada rangsang-rangsang tertentu. Menurut

James (1910 dalam Irwandi, 2002) mengatakan bahwa sebagian besar

perilaku manusia ditentukan oleh instink.

b) Teori Drive

12

12

Teori Drive ini didasarkan atas determinan-determinan yang bersifat

biologis. Menurut Hull (1925 dalam Irwandi, 2002) apabila tubuh

individu kekurangan zat tertentu, maka akan timbul suatu kebutuhan

yang menciptakan ketegangan dalam tubuh. Keadaan ini akan

mendorong individu untuk melakukan tidakan atau berperilaku

menghilangkan ketegangan atau mengembalikan keseimbangan dalam

tubuh.

c) Teori Atribusi

Teori atribusi ini tidak melandaskan pada pemikiran pada determinan-

determinan biologis melainkan psikologis dan lingkungan. Menurut

teori ini , cara seseorang menafsirkan sesuatu yang melatarbelakangi

peristiwa di sekitarnya akan menentukan perilakunya ataupun

tindakannya.

d) Teori Harapan

Menurut Vroom, motivasi merupakan produk kombinasi antara besarnya

keinginan individu untuk mendapatkan hadiah (reward) tertentu.

Besarnya kemungkinan untuk menyelesaikan suatu permasalahan

(harapan) dan keyakinan bahwa pencapaiannya akan menghasilkan

hadiah yang diinginkan.

e) Teori Motif Berprestasi

Menurut Murray (1938, dalam Irwandi, 2002), kebutuhan-kebutuhan

manusia terbagi dalam beberapa kategori dan di antaranya adalah

13

13

kebutuhan untuk berprestasi (need achievement).

f) Motivasi Takut Berprestasi

Terdapat 2 tipe manusia, yang pertama adalah orang-orang yang

termotivasi untuk berprestasi guna menghindari kegagalan. Dan

kelompok kedua adalah orang-orang yang termotivasi oleh ketakutan

akan gagal. Kedua kelompok ini memiliki perilaku atau tindakan

berbeda pada masalah yang dihadapi dengan tingkat kesulitan bervariasi.

g) Teori Kebutuhan

Menurut teori ini bahwa tindakan yng dilakukan oleh manusia pada

hakikatnyaadalah untuk memenuhi kebutuhan, baik kebutuhan fisik

maupun kebutuhan psikis. Setiap manusia memiliki kebutuhan berbeda-

beda dalam kehidupan sehari-hari. Faktor yang mempengaruhi adanya

perbedaan tingkat kebutuhan tersebut antara lain latar belakang

pendidikan, pengalaman, pandangan, cita-cita dan harapan masa depan,

dari setiap individu.

h) Teori Hedonisme

Hedonisme merupakan suatu aliran yang memandang bahwa tujuan

hidup yang utama pada individu adalah mencari kesenangan (hedone)

yang bersifat duniawi. Menurut teori ini, setiap menghadapi persoalan

yang memerlukan pemecahan, individu cenderung memilih alternatif

pemecahan yang dapat mendatangkan kesenangan daripada yang

mengakibatkan kesulitan dan penderitaan. (Purwanto, 2007)

i) Teori Reaksi yang Dipelajari

Disebut juga dengan teori lingkungan kebudayaan. Sebab menurut teori

14

14

ini tindakan atau perilaku individu tidak berdasarkan naluri-naluri, tetapi

berdasarkan pola-pola tingkah laku yang dipelajari dari kebudayaan di

tempat individu tersebut hidup. Atau dengan kata lain individu belajar

paling banyak dari lingkungan kebudayaan di tempat individu tersebut

hidup dan dibesarkan.

j) Teori Naluri

Menurut Purwanto (2007), pada dasarnya individu memiliki 3 dorongan

nafsu pokok atau naluri, yaitu naluri mempertahankan diri, naluri

mengembangkan diri, serta naluri mengembangkan atau

mempertahankan jenis. Dari ketiga naluri pokok tersebut, maka

kebiasaan-kebiasaan ataupun tindakan dan tingkah laku individu yang

diperbuat sehari-hari mendapat dorongan ataupun digerakkan oleh

ketiga naluri tersebut.

k) Teori Daya Pendorong

Teori ini merupakan perpaduan antara teori naluri dengan teori reaksi

yang dipelajari. Daya pendorong adalah naluri, tetapi hanya dorongan

kekuatan yang luas terhadap suatu arah yang umum.

l) Teori Aktualisasi Diri

Menurut teori yang dikemukakan C.G. Jung (1941 dalam Irwanto 2002)

motif tertinggi manusia adalah mengembangkan kapasitas atau potensi-

potensinya setinggi mungkin. Istilah aktualisasi diri ini yang kemudian

dikembangkan dalam penelitian milik Rogers dan Maslow. Rogers

beranggapan bahwa perilaku manusia dikuasai oleh the actualizing

tendency, yaitu suatu kecenderungan dalam diri manusia untuk

mengembangkan kapasitasnya sedemikian rupa guna memelihara dan

mengembangkan diri. Sedangkan Abraham H. Maslow mengembangkan

teori ini dalam hirarki kebutuhan dasar Maslow.

15

15

B. Gagal Ginjal Kronik

1. Pengertian

Gagal ginjal (kidney failure) adalah kasus penurunan fungsi ginjal

yang terjadi secara akut maupun kronik. Pada gagal ginjal akut, ginjal masih

dapat berfungsi normal apabila penyebabnya dapat diatasi. Sedangkan

dikatakan gagal ginjal kronik apabila gejalanya muncul secara bertahap dan

biasanya tidak menimbulkan gejala awal yang jelas, sehingga penurunan

fungsi ginjal sering tidak dirasakan, namun tiba-tiba telah pada tahap parah

yang sulit diobati. (Alam & Hadibroto, 2007)

Gagal ginjal kronik (chronic renal failure) sering didefinisikan

sebagai kerusakan fungsi ginjal yang hampir tidak dapat disembuhkan dan

dapat disebabkan berbagai hal (Sidabutar, 2005). Gagal ginjal kronik (GGK)

atau penyakit renal tahap akhir (ESDR) merupakan gangguan fungsi renal

yang progresif dan irreversibel, dimana gagalnya kemampuan tubuh untuk

mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,

menyebabkan uremia atau retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah

(Brunner & Suddarth, 2002). Gagal ginjal kronik (chronic renal failure)

adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan

uremia atau urea dan limbah nitrogen lain yang beredar dalam darah serta

komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau tranplantasi ginjal (Nursalam,

2006).

2. Patofisiologi dan Etiologi

Ginjal merupakan organ vital yang berperan sangat penting dalam

mempertahankan kestabilan tubuh. Ginjal bertugas untuk menyaring zat-zat

16

16

buangan yang dibawa oleh darah, dan membuang sampah metabolik agar sel-

sel tubuh tidak mengalami keracunan. Organ ginjal mengatur keseimbangan

cairan tubuh dan elektrolit serta asam basa dengan cara menyaring darah,

reabsorbsi air, elektrolit dan elektrolit. Dari fungsinya tersebut ginjal

merupakan salah satu sistem detoksifikasi utama setelah hati, dengan

membuang racun tubuh yang telah dilarutkan dalam air oleh hati agar dapat

dibawa oleh darah, kemudian dibuang bersama kelebihan cairan tubuh melalui

urine. (Alam & Hadibroto, 2007)

Gagal ginjal terjadi ketika ginjal sudah tidak dapat melakukan fungsi

regulernya. Kegagalan ginjal dalam melaksanakan fungsi-fungsi vital tersebut

akan menimbulkan keadaan uremia atau penyakit ginjal stadium akhir.

(Brunner & Suddarth, 2002)

Sedangkan gagal ginjal kronik merupakan perkembangan dari gagal

ginjal yang progresif dan lambat, dan biasanya berlangsung beberapa tahun.

Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit merusak nefron

ginjal. Umumnya gagal ginjal kronik disebabkan penyakit ginjal intrinsik

difus dan menahun. Biasanya penyakit di luar ginjal, misalnya nefropati

obstruktif dapat menyebabkan kelainan ginjal intrinsik dan berakhir dengan

gagal ginjal kronik. Glomerulonefritis, hipertensi essensial dan pielonefritis

merupakan penyebab paling sering dari gagal ginjal kronik, kira-kira 60%.

Sedangkan gagal ginjal kronik yang berhubungan dengan penyakit ginjal

polikistik dan nefropati obstruktif hanya 15% hingga 20%. (Sukandar, 2006)

Penyakit gagal ginjal kronik pada awalnya memang tergantung pada

penyakit yang mendasarinya, tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses

yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan

hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa sebagai suatu

upaya kompensasi. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, dan diikuti

oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi

17

17

ini berlangsung singkat, yang akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa

sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini diikuti dengan penurunan

fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit yang mendasarinya sudah

tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas rennin, angiotensin-aldosteron

ikut memberikan kontribusi terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan

progresifitas. Beberapa hal yang juga dianggap berperan pada terjadinya

progresifitas penyakit gagal ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi,

hiperglikemia, dislipidemia,. Pada stadium paling dini penyakit gagal ginjal

kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal, pada keadaan dimana laju

filtrasi glomerulus (LFG) masih normal atau justru meningkat. Kemudian

secara perlahan, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang

ditandai dengan peningkatan kadar kreatinin serum dan urea. (Suwitra, 2007)

3. Gambaran Klinis Gagal Ginjal Kronik

Menurut Wilson (1995), gambaran klinis perjalanan penyakit gagal

ginjal kronik dapat dilihat melalui hubungan antara bersihan kreatinin dan laju

filtrasi glomerulus (LFG) terhadap kreatinin serum dan kadar urea darah

dengan rusaknya massa nefron secara progresif oleh penyakit ginjal kronik.

Perjalanan klinis penyakit gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 3 stadium,

yaitu : (Suwitra, 2007)

a) Stadium I

Stadium I dinamakan penurunan cadangan ginjal. Secara

18

18

perlahan akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang

ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai

pada LFG 60%, pasien masih belum merasakan keluhan, tetapi telah

terjadi peningkatan urea dan kreatinin serum.

b) Stadium II

Stadium II juga disebut dengan insufisiensi ginjal. Dimana LFG

sebesar 30%, dan pasien mulai merasakan keluhan, seperti nokturia,

badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan.

Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien akan memperlihatkan gejala

dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah,

gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, dan muntah.

Pasien juga akan mudah terkena infeksi, terjadi gangguan keseimbangan

air dan elektrolit.

c) Stadium III

Pada derajat ini pasien akan mengalami kerusakan ginjal dengan

laju filtrasi glomerulus (LFG) mengalami penurunan sedang. Dengan

LFG 30% hingga 59%.

d) Stadium IV

Stadium IV atau pasien mengalami kerusakan ginjal dengan laju

filtrasi glomerulus (LFG) mengalami penurunan berat. Pada stadium ini

LFG sebesar 15% - 29%.

e) Stadium V

Pada stadium akhir LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan

komplikasi yang lebih serius, dan pada tahap ini pasien sangat

memerlukan terapi pengganti ginjal, seperti dialisis ataupun tranplantasi

ginjal.

19

19

C. HEMODIALISA

1. Definisi

Tahapan gagal ginjal kronik dapat dibagi menurut beberapa cara,

antara lain dengan memperhatikan fungsi ginjal untuk membuang zat sisa

metabolik yang beracun dan kelebihan cairan dari tubuh telah menurun atau

lebih dari 90%. Sehingga usaha-usaha pengobatan konservatif yang berupa

diet, pembatasan minum, dan obat-obatan tidak dapat memberikan

pertolongan lagi bagi kelangsungan hidup pasien gagal ginjal, maka harus

dilakukan dialisis (cuci darah) sebagai terapi pengganti fungsi ginjal. Terdapat

2 jenis dialisis, yaitu hemodialisa dan dialisis peritonial.

Cara yang umum dan biasa dilakukan untuk menangani gagal ginjal

kronik di Indonesia adalah dengan menggunakan mesin cuci darah (dialiser)

yang berfungsi sebagai ginjal buatan dan prosesnya disebut hemodialisa

(Alam & Hadibroto, 2007).

Hemodialisa sendiri merupakan proses pembersihan darah dari

akumulasi sampah buangan. Hemodialisa digunakan pada pasien dalam

keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek ataupun

pada pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal yang membutuhkan

terapi jangka panjang atau terapi permanent (Nursalam, 2006).

2. Metode Hemodialisa

Hemodialisa dilakukan dengan memompa darah keluar dari tubuh

dan mengalirkannya ke dalam suatu tabung ginjal buatan (dialiser), untuk

dibersihkan melalui proses difusi dan ultrafiltrasi dengan dialisat atau cairan

20

20

khusus untuk dialisis. Dialisat tersebut dialiri cairan dialisis yang bebas

pirogen, berisi larutan dengan komposisi elektrolit mirip serum normal dan

tidak mengandung sisa metabolisme nitrogen. Cairan dialisis dan darah yang

terpisah akan mengalami perubahan konsentrasi karena zat terlarut berpindah

dari konsentrasi yang tinggi kea rah konsentrasi yang rendah sampai

konsentrasi zat terlarut sama di kedua kompartemen atau disebut proses difusi.

Pada proses dialisis, air juga dapat berpindah dari kompartemen darah ke

kompartemen cairan dialisat dengan cara menaikkan tekanan hidrostatik

negative pada kompartemen cairan dialisat atau disebut juga ultrafiltrasi.

(Rahardjo, Susalit & Suhardjono, 2007)

Agar prosedur hemodialisa dapat berlangsung, perlu untuk dibuat

suatu metode akses untuk keluar masuknya darah dari tubuh, yaitu : (Alam &

Hadibroto, 2007)

a. Akses bersifat sementara (Temporer)

Akses segera ke dalam sirkulasi darah pasien pada

hemodialisis darurat dicapai melalui katerisasi subklavia untuk

pemakaian sementara. Meskipun metode akses vaskuler ini memiliki

beberapa resiko, antara lain dapat menyebabkan cedera vaskuler,

trombosis vena subklavia, dan aliran darah yang tidak adekuat, namun

metode ini dapat digunakan selama beberapa minggu.

Kateter femoralis juga dapat digunakan untuk pemakainan

segera dan sementara. Kateter ini akan dikeluarkan jika sudah tidak

21

21

diperlukan kkondisi pasien telah membaik ataupun terdapat cara akses

yang lain. (Brunner & Suddarth, 2002)

b. Akses bersifat menetap (Permanen)

Akses permanent biasanya dibuat dengan fistula, yaitu dengan

menghubungkan salah satu pembuluh darah balik (vena) dengan

pembuluh darah nadi (arteri) pada lengan bawah. Fistula tersebut

memerlukan waktu 4 hingga 6 minggu sebelum siap digunakan.

3. Manfaat Hemodialisa

Proses cuci darah atau hemodialisa yang dilakukan 1-3 kali

seminggu di rumah sakit, dan memerlukan waktu sekitar 2 hingga 5 jam.

Hemodialisa bertujuan untuk mengambil zat-zat nitrogen yang bersifat toksik

dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan, untuk mencegah

kerusakan permanen pada ginjal dan menyebabkan kematian.

Pada pasien gagal ginjal kronik, hemodialisa dapat mencegah

kematian. Namun, hemodialisa tidak dapat menyembuhkan ataupun

memulihkan penyakit ginjal kronik serta tidak mampu mengimbangi

hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin yang dilakukan ginjal dan

dampak dari gagal ginjal serta terapi-terapinya terhadap kualitas hidup pasien

gagal ginjal. Pasien gagal ginjal kronik harus menjalani terapi dialisis

22

22

sepanjang hidupnya atau sampai mendapat ginjal baru melalui operasi

pencangkokan ginjal.

D. Faktor yang Memotivasi Pasien Gagal Ginjal Kronik Melakukan

Tindakan Hemodialisa

Berdasarkan sumber motivasi, terdapat 2 jenis faktor yang memotivasi

yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor yang memotivasi yang

berasal dalam diri individu, faktor internal ini menyangkut motif yang bekerja

dalam diri individu pada saat sakit. sedangkan faktor eksternal merupakan faktor

yang berasal dari luar. (Uno, 2008)

Faktor-faktor yang memotivasi pasien gagal ginjal kronik melakukan

tindakan hemodialisa, antara lain :

a) Ingin Hidup

Hemodialisa yang dilakukan pada pasien gagal ginjal kronik

(GGK) sebenarnya tidak dapat menyembuhkan penyakit gagal ginjal yang

diderita oleh pasien. Namun, terapi hemodialisa ini dapat meningkatkan

harapan hidup bagi pasien gagal ginjal kronik. (Brunner&Suddarth, 2002)

b) Menghilangkan Rasa Sakit : tidak nyaman

Pada tahap awal penyakit gagal ginjal, pasien memang sering

tanpa keluhan. Namun, saat telah mencapai tahap kronik, pasien akan

mulai merasakan keluhan-keluhan sakit, seperti badan lemah dan lain

sebagainya. Rasa sakit pada pasien gagal ginjal kronik diakibatkan karena

23

23

akumulasi toksik azotemia.

c) Dukungan

Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan, dan penerimaan

keluarga terhadap penderita yang sakit. Menurut Friedman (1999), bahwa

keluarga berfungsi sebagai system pendukung bagi anggotanya.

Sedangkan dukungan sosial merupakan informasi verbal maupun non

verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh

orang-orang yang dekat dengan subjek di dalam lingkungansosialnya, atau

yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan

emosional atau pengaruh pada tingkah laku penerimanya (Kunjoro, 2002).

Terdapat empat dimensi dari dukungan, yaitu:

a. Dukungan emosional, mencakup

ungkapan empati, kepedulian dan

perhatian pada individu yang

mengalami masalah kesehatan.

b. Dukungan informasi, apabila

individu tidak dapat menyelesaikan

masalah yang dihadapi maka

dukungan ini diberikan dengan cara

memberi informasi, nasehat, dan

petunjuk tentang cara penyelesaian

masalah.

24

24

c. Dukungan instrumental, dukungan

ini bersifat nyata dan bentuk materi

bertujuan untuk meringankan beban

bagi individu, yang mencakup

dukungan atau bantuan seperti uang,

peralatan, waktu, serta modifikasi

lingkungan.

d. Dukungan penghargaan, terjadi

lewat ungkapan hormat atau positif

untuk pasien, misalnya: pujian atau

reward terhadap tindakan atau upaya

penyampaian pesan ataupun

masalah.

d) Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah

seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang.

Tingkat pengetahuan individu sangat mempengaruhi tindakan yang

dilakukan individu. Makin tinggi pengetahuan kesehatan seseorang, makin

tinggi kesadaran untuk berperan serta dalam kesehatannya. Perubahan

perilaku dimulai dengan adanya pengetahuan dari pengalaman sehingga

timbul suatu minat (awareness), kemudian timbul rasa tertarik (interest),

selanjutnya akan menilai (evaluating), dan terbentuklah perilaku ataupun

tindakan (trial), kemudian akan menggunakan pengetahuan tersebut dalam

tindakannya (adaptation). (Notoatmodjo, 2005)

e) Pengalaman

25

25

Pengalaman yang dialami individu berkaitan dengan penyakitnya

sering menimbulkan respon yang berbeda antar tiap individu. Sering

didengar pula istilah pengalaman mendekati kematian atau near death

experience yang diartikan sebagai psikologis individu yang telah dekat

dengan kematian secara klinis. Individu tersebut biasanya menceritakan

dan mendiskusikannya dengan orang terdekatnya tentang perasaan

dirinya, dan biasanya mereka akan menemukan motivasi, kekuatan serta

solusi untuk mengatasi penyakitnya. (Perry & potter, 2005)

Selain itu pengalaman individu yang pernah melakukan terapi serta

pengobatan penyakit sebelumnya juga akan mempengaruhi individu

melakukan ataupun melanjutkan tindakan pengobatannya.

f) Persepsi

Individu dengan penyakit kronik sering mengalami tanda dan

gejala yang mengganggu kemampuan untuk melanjutkan hidupnya.

Persepsi atau pandangan individu akan penyakit yang dideritanya akan

mempengaruhi kekuatan atau motivasi dari dalam yang diperlukan untuk

menghadapi dan serta mengatasi perubahan yang dialaminya. (Perry &

Potter, 2005)

Persepsi merupakan proses pengorganisasian, penginterpretasian

terhadap rangsang yang diterima oleh organisme atau individu sehingga

merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang terintegrasi

dalam diri individu (Walgito, 2004). Menurut Sunaryo (2004) proses

terjadinya persepsi melalui 3 proses yaitu proses fisik, proses fisiologis,

dan proses psikologis. Proses fisik berupa objek menimbulkan stimulus,

lalu stimulus mengenai alat indera atau reseptor.

Proses fisiologis berupa stimulus yang diterima oleh indera yang

diteruskan oleh saraf sensoris ke otak. Sedangkan proses psikologis

26

26

berupa proses di dalam otak sehingga individu menyadari stimulus yang

diterima.

Dengan persepsi individu dapat menyadari dan mengerti tentang

keadaan lingkungan yang ada di sekitarnya maupun tentang hal yang ada

dalam diri individu yang bersangkutan. (Widayatun, 1999)

g) Keyakinan dan Spiritualitas

Keyakinan dan spiritualitas adalah suatu aspek yang terintegrasi

dari individu secara keseluruhan, yang ditandai oleh makna dan harapan

(Clark et al, 1991, dalam Perry & Potter, 2005). Pilihan yang dibuat dalam

diri individu sebenarnya berasal dari komitmen tertinggi, yang merupakan

prinsip paling komprehensif dari perintah atau nilai final.

Pengaruh keyakinan dan spiritualitas terutama sangat penting

selama individu mengalami periode sakit. Sebab kedua hal ini

mempengaruhi motivasi individu untuk sembuh, berpartisipasi dalam

penyembuhan dan serta kemampun untuk berubah. (Perry & Potter, 2005).

E. Kerangka Teori

27

27

Faktor IntrinsikFaktor yang MemotivasiHemodialisaFaktor Ekstrinsik

Respon saat Didiagnosa Gagal Ginjal KronikGagal Ginjal Kronik

Skema 2. 1. Modifikasi : Hamzah Uno (2008)

28

28