bab ii tinjauan pustaka a. tinjauan...

33
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Kepuasan Perawat a. Pengertian Kepuasan Perawat Kepuasan kerja (job satisfaction) menyangkut sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap pekerjaannya itu (Robbins & Judge, 2008). Kepuasan kerja adalah perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja adalah penilaian dari pekerja yaitu seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan memuaskan kebutuhannya (Anoraga, 2006). Kepuasan kerja berhubungan dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaan itu sendiri, situasi kerja, kerjasama antara pimpinan dan sesama karyawan. Kepuasan kerja menurut Blum merupakan sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial individu diluar kerja (Muninjaya, 2007). Pelayanan terhadap pelanggan perawat adalah mengarah atau mempengaruhi kepuasan pasien. Layanan pelanggan perawat merupakan jasa layanan yang diberikan atau disediakan oleh karyawan dan bagian lain didalam organisasinya, seperti halnya seseorang pengusaha dengan para penyalurnya (supplier) (Sari, 2009). b. Pembentukan kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan perawat Menurut Morgan (2007), salah satu model yang dapat digunakan untuk menjelaskan pembentukan kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan perawat adalah expectancy disconfirmation model. Berdasarkan penggunaan suatu produk pelayanan tertentu, pelanggan membangun harapan bagaimana seharusnya kinerja suatu produk. Harapan ini dikonfirmasikan dengan pengalaman aktual dari

Upload: vuongnhu

Post on 15-Mar-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoridigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurindaokt... · Evaluasi penampilan ... biografis merupakan variabel yang sering dianalisis

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Kepuasan Perawat

a. Pengertian Kepuasan Perawat

Kepuasan kerja (job satisfaction) menyangkut sikap umum

seorang individu terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat

kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap

pekerjaannya itu (Robbins & Judge, 2008). Kepuasan kerja adalah

perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja adalah

penilaian dari pekerja yaitu seberapa jauh pekerjaannya secara

keseluruhan memuaskan kebutuhannya (Anoraga, 2006).

Kepuasan kerja berhubungan dengan sikap dari karyawan

terhadap pekerjaan itu sendiri, situasi kerja, kerjasama antara pimpinan

dan sesama karyawan. Kepuasan kerja menurut Blum merupakan sikap

umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap

faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial individu

diluar kerja (Muninjaya, 2007). Pelayanan terhadap pelanggan perawat

adalah mengarah atau mempengaruhi kepuasan pasien. Layanan

pelanggan perawat merupakan jasa layanan yang diberikan atau

disediakan oleh karyawan dan bagian lain didalam organisasinya,

seperti halnya seseorang pengusaha dengan para penyalurnya

(supplier) (Sari, 2009).

b. Pembentukan kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan perawat

Menurut Morgan (2007), salah satu model yang dapat

digunakan untuk menjelaskan pembentukan kepuasan atau

ketidakpuasan pelanggan perawat adalah expectancy disconfirmation

model. Berdasarkan penggunaan suatu produk pelayanan tertentu,

pelanggan membangun harapan bagaimana seharusnya kinerja suatu

produk. Harapan ini dikonfirmasikan dengan pengalaman aktual dari

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoridigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurindaokt... · Evaluasi penampilan ... biografis merupakan variabel yang sering dianalisis

8

kinerja produk layanan tersebut. Jika mutu tidak sesuai dengan harapan

maka akan muncul perasaan tidak puas. Jika kinerja melebihi harapan,

maka akan dihasilkan perasaan puas dan jika kinerja tidak berbeda

dengan harapan akan dikatakan harapan telah terkonfirmasi. Meskipun

harapan yang terkonfirmasi adalah pernyataan yang positif untuk

pelanggan, tetapi hal ini jika akan menghasilkan perasaan puas yang

cukup kuat. Kepuasan baru benar-benar dirasakan oleh pelanggan bila

kinerja melebihi harapan mereka.

Bagan 2.1 Model pembentukan kepuasan/ ketidakpuasan

pelanggan internal

Sumber: Morgan (2007)

Karyawan yang loyal dan produktif tentu tidak otomatis terjadi

tanpa terbangunnya terlebih dahulu rasa kepuasan dari dalam diri

karyawan, terhadap pekerjaannya, atasannya, peralatan dan fasilitas,

serta aspek-aspek lainnya. Banyak terjadi karyawan ditekan untuk

bekerja demi mencapai target-target tertentu, namun tidak didukung

Pengalaman terhadap produk layanan yang lalu

Harapan bagaimana pelayanan ditampilkan

Evaluasi penampilan produk layanan yang baru

Evaluasi perbandingan antara harapan dan

kenyataan

Kegagalan penyampaian produk layanan sesuai

harapan

Pencapaian yang melebihi harapan

Pencapaian dengan harapan tidak jelas

perbedaannya

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoridigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurindaokt... · Evaluasi penampilan ... biografis merupakan variabel yang sering dianalisis

9

dengan peralatan/ sarana, otoritas, bimbingan atasan, sehingga hasilnya

akan berdampak kepada buruknya proses dan hasil (produk) yang

diberikan kepada pelanggan pun akan buruk. Dengan kata lain, banyak

perusahaan yang menekankan kepada kepuasan pelanggan, tanpa

banyak melihat bahwa salah satu kunci sukses dalam mencapainya

adalah kepuasan karyawan.

c. Indikator kepuasan kerja perawat

Indikator kepuasan kerja perawat antara lain (Morgan, 2007):

1) Perawat yang puas cenderung bekerja dengan kualitas yang lebih

tinggi

Perawat yang menghasilkan kinerja baik, mempunyai sifat-sifat

antara lain:

a) Merasa senang

b) Rasional

c) Punya harga diri sebagai manusia

d) Punya visi dan cita-cita

2) Perawat yang puas cenderung bekerja dengan lebih produktif

Perawat yang mempunyai motivasi tinggi akan menyenangi

pekerjaannya sehingga akan lebih produktif daripada mereka yang

kurang menyenangi pekerjaannya. Perawat tersebut mempunyai

sifat aktualisasi diri:

a) Realistis

b) Dapat menerima dirinya sendiri

c) Spontanitas, praktis, sederhana dan alamiah

d) Fokus pada inti masalah

e) Otonom, bebas dari pengaruh budaya dan lingkungan

f) Hubungan baik antar manusia

g) Memiliki nilai dan sifat-sifat demokratis

h) Mampu membedakan antara cara dan tujuan

i) Filosofis dan mempunyai rasa humor yang tinggi

j) Mempunyai nilai-nilai (values) dan harga diri (self esteem)

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoridigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurindaokt... · Evaluasi penampilan ... biografis merupakan variabel yang sering dianalisis

10

3) Perawat yang puas cenderung bertahan lebih lama dalam

perusahaan

Banyak kejadian tentang kepindahan seorang perawat dari

perusahaan yang memberikan gaji lebih besar ke perusahaan lain

yang memberikan gaji lebih sedikit. Hal ini disebabkan karena

penyebab kepuasan bukan hanya menyangkut gaji atau pendapatan,

tetapi terpenuhinya lain sesuai dengan kebutuhan Maslow.

Terpenuhinya kebutuhan ini akan menyebabkan perawat menjadi

betah bekerja di rumah sakit tempat kerjanya.

4) Perawat yang puas cenderung dapat menciptakan pelanggan/

pasien yang puas

Kepuasan pasien berarti pengakuan/ penghargaan pasien atas

kinerja yang telah dilakukan oleh perawat. Pengakuan prestasi

kerja ini dapat dilihat dari ungkapan yang paling sederhana dari

pasien yaitu ucapan terima kasih.

d. Aspek-Aspek Kepuasan Kerja

Menurut Mobley (2006) aspek-aspek kepuasan kerja antara

lain:

1) Aspek pekerjaan meliputi jenis pekerjaan, bobot pekerjaan dan

melibatkan ketrampilan serta kemampuan individu dalam

mengerjakan pekerjaan tersebut.

2) Aspek imbalan merupakan faktor utama untuk mencapai kepuasan

kerja sehingga banyak pihak manajemen dalam upaya

meningkatkan kerja karyawan dengan meningkatkan imbalan kerja.

3) Aspek kepangkatan, kurang atau sedikitnya kesempatan untuk

memperoleh jabatan dan kepangkatan sering dikaitkan dengan

ketidakpuasan karyawan terhadap promosi jabatan atau

kepangkatan yang ada.

4) Aspek pimpinan atau atasan menyangkut hubungan dengan

bawahan atas kebijaksanaannya yang dikaitkan dengan kepuasan

kerja.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoridigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurindaokt... · Evaluasi penampilan ... biografis merupakan variabel yang sering dianalisis

11

5) Aspek rekan kerja, hubungan antara pekerja satu dengan yang lain

berkaitan erat dengan kepuasan kerja. Pekerja yang mengalami

ketidakpuasan kerja karena memiliki rekan kerja yang tidak bisa

diajak kerjasama, tidak menyenangkan dan tidak memuaskan.

e. Tujuan Pengukuran Kepuasan Kerja

Tujuan pengukuran kepuasan kerja bagi para karyawan antara lain:

1) Mengidentifikasi kepuasan karyawan secara keseluruhan, termasuk

kaitannya dengan tingkat urutan prioritasnya (urutan faktor atau

atribut tolak ukur kepuasan yang dianggap penting bagi karyawan).

Prioritas yang dimaksud dapat berbeda antara para karyawan dari

berbagai bidang dalam organisasi yang sama dan antara organisasi

yang satu dengan yang lainnya.

2) Mengetahui persepsi setiap karyawan terhadap organisasi atau

perusahaan. Sampai seberapa dekat persepsi tersebut sesuai dengan

harapan mereka dan bagaimana perbandingannya dengan karyawan

lain.

3) Mengetahui atribut-atribut mana yang termasuk dalam kategori

kritis (critical perfoment attributes) yang berpengaruh secara

signifikan terhadap kepuasan karyawan. Atribut yang bersifat kritis

tersebut merupakan prioritas untuk diadakannya peningkatan

kepuasan karyawan.

4) Apabila memungkinkan, perusahaan atau instansi dapat

membandingkannya dengan indeks milik perusahaan atau instansi

saingan atau yang lainnya.

f. Dampak Kepuasan dan ketidakpuasan kerja

1) Terhadap Produktivitas Kerja

Banyak pendapat yang menyatakan bahwa produktivitas dapat

dinaikkan dengan menaikkan kepuasan kerja, namun hasil

penelitian tidak mendukung pandangan ini, karena hubungan

antara produktivitas kerja dengan kepuasan kerja sangat kecil.

Produktivitas kerja dipengaruhi oleh banyak faktor-faktor

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoridigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurindaokt... · Evaluasi penampilan ... biografis merupakan variabel yang sering dianalisis

12

moderator disamping kepuasan kerja. Lawler dan Porter

berpendapat produktivitas yang tinggi menyebabkan peningkatan

dari kepuasan kerja jika tenaga kerja mempresepsikan bahwa

ganjaran intrinsik (misalnya rasa telah mencapai sesuatu) dan

ganjaran intrinsik (misalnya gaji) yang diterima kedua-duanya adil

dan wajar dibuktikan dengan unjuk kerja yang unggul (Ashar,

2011).

2) Terhadap Kemangkiran dan Keluarnya Tenaga Kerja

Ketidakhadiran lebih bersifat spontan dan kurang mencerminkan

ketidakpuasan kerja, berbeda dengan berhenti atau keluar dari

pekerjaan. Steers dan Rhodes mengembangkan model pengaruh

dari kehadiran. Ada dua faktor pada perilaku hadir yaitu motivasi

untuk hadir dan kemampuan untuk hadir. Mereka percaya bahwa

motivasi untuk hadir dipengaruhi oleh kepuasan kerja. Model

meninggalkan pekerjaan dari Mobley, Horner, dan Hollingworth

menunjukkan bahwa setelah tenaga kerja menjadi tidak puas terjadi

beberapa (misalnya berfikir untuk meninggalkan pekerjaan)

sebelum keputusan untuk meninggalkan pekerjaan diambil.

Menurut Robbins (2001) ketidakpuasan kerja pada karyawan dapat

diungkapkan melalui berbagai cara misalkan selain meninggalkan

pekerjaan, karyawan dapat mengeluh, membangkang, mencuri

barang milik organisasi, menghindar dari tanggung jawab (Ashar,

2011).

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoridigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurindaokt... · Evaluasi penampilan ... biografis merupakan variabel yang sering dianalisis

13

g. Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Perawat

Bagan 2.2 Pendekatan sistem dalam menggali lingkungan kerja perawat

1) Karakteristik Individu

Karakteristik individu merupakan sifat atau ciri seseorang

yang menggambarkan keadaan individu tersebut yang sebenarnya

dan membedakannya dari individu lain (Poerwodarminto (1990)

dalam Wuryanto (2010). Karakteristik individu atau karakteristik

biografis merupakan variabel yang sering dianalisis dalam bidang

ilmu perilaku organisasi karena variabel ini mempunyai dampak

terhadap kepuasan kerja. Secara umum karakteristik individu

memiliki hubungan bermakna dengan kepuasan kerja, seperti

penelitian Dewi (2004) yang menemukan bahwa karakteristik

individu seperti umur, jenis kelamin, lama kerja dan status

pernikahan berhubungan bermakna dengan kepuasan kerja.

Input Proses Output

Proses manajamen dalam menciptakan lingkungan kerja: 1. Kualitas kepemimpinan 2. Gaya manajemen 3. Program dan kebijakan

ketenagaan 4. Otonomi 5. Hubungan interdisiplin 6. Pengembangan

profesional

Karakteristik individu perawat: 1. Umur 2. Jenis kelamin 3. Pendidikan 4. Lama kerja 5. Status pernikahan

Persepsi perawat tentang kepuasan kerja

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoridigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurindaokt... · Evaluasi penampilan ... biografis merupakan variabel yang sering dianalisis

14

Karakteristik individu meliputi:

a) Umur

Berdasarkan penelitian-penelitian yang mempelajari

hubungan antara usia dengan kepuasan kerja ditemukan bahwa

terdapat hubungan positif antara usia dengan kepuasan kerja,

sekurang-kurangnya sampai usia 60 tahun (Robbins, 2001).

Tetapi penelitian lain menemukan hubungan yang tidak

konsisten antara usia dengan kepuasan kerja. Akan tetapi jika

dibedakan antara karyawan yang profesional dan tidak

profesional maka kepuasan cenderung terus menerus

meningkat pada para profesional dengan bertambahnya usia

mereka, sedangkan pada non profesional kepuasa merosot

selama usia setengah baya dan meningkat lagi dalam tahun-

tahun berikutnya (Robbins, 2001). Hal tersebut karena pada

karyawan profesional semakin meningkatnya usia, semakin

berpengalaman dan semakin meningkat kemampuan

profesionalnya, sedangkan pada non profesional cenderung

menurun kemampuannya (Robbins, 2001). McCarthy (2007)

menemukan bahwa usia muda memiliki kepuasan yang lebih

tinggi. Dinyatakan bahwa ada hubungan antara umur dengan

kepuasan kerja, dimana umur antara 25-34 tahun dan umur 40-

45 tahun adalah merupakan umur yang bisa menimbulkan

perasaan kurang puas terhadap pekerjaan.

Usia merupakan salah satu faktor yang cukup dominan

terhadap pembentukan kerja seseorang. Menurut Gibson

(1996), usia sebagai sub variabel demografik mempunyai efek

tidak langsung pada perilaku kerja individu. Hal tersebut akan

berpengaruh terhadap kemampuan dan keterampilannya.

Menurut Siagian (2002), terdapat korelasi antara kinerja dan

kepuasan kerja dengan umur seorang karyawan, artinya

kecenderungan yang sering terlihat ialah bahwa semakin lanjut

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoridigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurindaokt... · Evaluasi penampilan ... biografis merupakan variabel yang sering dianalisis

15

umur karyawan, kinerja dan tingkat kepuasan kerjanya pun

biasanya semakin tinggi. Berbagai alasan yang sering

dikemukakan menjelaskan fenomena ini, antara lain adalah:

a. Bagi karyawan yang sudah lanjut usia, makin sulit memulai

karir baru di tempat lain.

b. Sikap yang dewasa dan matang mengenai tujuan hidup,

harapan, keinginan, dan cita-cita.

c. Gaya hidup yang sudah mapan.

d. Sumber penghasilan yang relatif terjamin.

e. Adanya ikatan batin dan tali persahabatan antara yang

bersangkutan dengan rekan-rekannya dalam organisasi.

Pada karyawan yang berusia tua dianggap kurang luwes

dan menolak teknologi baru. Namun di lain pihak ada sejumlah

kualitas positif yang ada pada karyawan yang lebih tua,

meliputi pengalaman, pertimbangan, etika kerja yang kuat, dan

komitmen terhadap mutu (Robbins & Judge, 2008).

Sebaliknya, para karyawan yang lebih muda usianya, kepuasan

kerja cenderung lebih kecil, karena berbagai pengharapan yang

lebih tinggi, kurang penyesuaian dan penyebab-penyebab

lainnya serta pengalaman yang relatif lebih rendah

dibandingkan dengan karyawan yang berusia lebih tua

(Handoko, 2001).

Karyawan yang lebih muda cenderung mempunyai fisik

yang kuat, sehingga diharapkan dapat bekerja keras dan pada

umumnya mereka belum berkeluarga atau bila sudah

berkeluarga anaknya relatif masih sedikit. Tetapi karyawan

yang lebih muda umumnya kurang berdisiplin, kurang

bertanggung jawab dan sering berpindah-pindah pekerjaan

dibandingkan karyawan yang lebih tua (Isemito, 1992).

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoridigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurindaokt... · Evaluasi penampilan ... biografis merupakan variabel yang sering dianalisis

16

Karyawan yang lebih tua kecil kemungkinan akan

berhenti karena masa kerja mereka yang lebih panjang

cenderung memberikan kepada mereka tingkat upah yang lebih

tinggi, liburan dengan upah yang lebih panjang, dan tunjangan

pensiun yang lebih menarik. Kebanyakan studi juga

menunjukkan suatu hubungan yang positif antara kepuasan

kerja dengan usia, sekurangnya sampai usia 60 tahun.

Kepuasan kerja akan cenderung terus-menerus meningkat pada

para karyawan yang profesional dengan bertambahnya usia

mereka, sedangkan pada karyawan yang nonprofesional

kepuasan itu merosot selama usia setengah baya dan kemudian

naik lagi dalam tahun-tahun berikutnya (Robbins & Judge,

2008).

b) Jenis Kelamin

Penelitian tentang variabel jenis kelamin pada

penelitian-penelitian psikologis telah menemukan bahwa pria

lebih agresif dan lebih besar kemungkinannya dalam memiliki

pengharapan untuk sukses, sehingga pria cenderung lebih tidak

puas dengan pekerjaannya dibanding wanita. Hubungan antara

jenis kelamin dengan perilaku kerja ditemukan bahwa secara

konsisten wanita mempunyai tingkat kemangkiran yang lebih

tinggi dibanding pria. Penjelasan yang paling logis adalah

bahwa secara historis kondisi telah menempatkan wanita pada

tanggung jawab terhadap rumah tangga dan keluarga (Robbins,

2001). Penelitian lain oleh McCarty (2007) menemukan bahwa

perawat wanita memiliki kepuasan yang lebih tinggi.

Tidak ada perbedaan yang konsisten antara pria dan

wanita dalam kemampuan memecahkan masalah, ketrampilan

analisis, dorongan kompetitif, motivasi, sosiabilitas, atau

kemampuan belajar. Namun studi-studi psikologi telah

menemukan bahwa wanita lebih bersedia untuk mematuhi

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoridigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurindaokt... · Evaluasi penampilan ... biografis merupakan variabel yang sering dianalisis

17

wewenang, dan pria lebih agresif dan lebih besar

kemungkinannya daripada wanita dalam memiliki pengharapan

untuk sukses. Bukti yang konsisten juga menyatakan bahwa

wanita mempunyai tingkat kemangkiran yang lebih tinggi

daripada pria (Robbins & Judge, 2008).

Tetapi terdapat teori lain yang berpendapat bahwa

perbedaan jenis kelamin berpengaruh terhadap tinggi

rendahnya kepuasan kerja, teori ini diungkapkan oleh Glenn,

Taylor, dan Wlaver (1977) yang menyatakan bahwa ada

perbedaan tingkat kepuasan kerja antara pria dengan wanita,

dimana kebutuhan wanita untuk merasa puas dalam bekerja

ternyata lebih rendah dibandingkan pria (As’ad, 1995).

c) Status perkawinan

Studi tentang status perkawinan secara konsisten

menunjukkan bahwa karyawan yang menikah lebih puas

dengan pekerjaannya dibanding dengan rekan sekerjanya yang

tidak menikah (Robbins, 2001). Tampaknya perkawinan

memaksakan peningkatan tanggungjawab yang dapat membuat

suatu pekerjaan yang tetap menjadi lebih berharga dan penting

(Robbins, 2001).

d) Masa Kerja

Penelitian untuk mengidentifikasi hubungan antara

masa kerja dan kepuasan menunjukkan adanya hubungan yang

positif antara keduanya. Semakin meningkat masa kerja

seseorang semakin meningkat kepuasan kerjanya. Bila usia dan

masa kerja diperlakukan secara terpisah, tampaknya masa kerja

akan merupakan peramal yang lebih konsisten dan mantap dari

kepuasan kerja daripada usia kronologis (Robbins, 2001). Studi

oleh Blegen (1993) dalam Chen (2008) menunjukkan bahwa

kepuasan kerja perawat rumah sakit memiliki hubungan yang

lemah dengan pengalaman kerja dalam tahun.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoridigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurindaokt... · Evaluasi penampilan ... biografis merupakan variabel yang sering dianalisis

18

Masa kerja ternyata konsisten berhubungan secara

negatif dengan keluar masuknya karyawan dan kemangkiran,

namun memiliki hubungan yang positif terhadap produktivitas

kerja (Robbins & Judge, 2008). Masa kerja yang lama akan

cenderung membuat seorang karyawan atau perawat lebih

merasa betah dalam suatu organisasi, hal ini disebabkan

diantaranya karena telah beradaptasi dengan lingkungannya

yang cukup lama sehingga seorang karyawan akan merasa

nyaman dengan pekerjaannya. Penyebab lain juga dikarenakan

adanya kebijakan dari instansi atau perusahaan mengenai

jaminan hidup dihari tua (Kreitner & Kinicki, 2013).

e) Pendidikan

Penelitian menunjukkan bahwa terdapat suatu hubungan

positif antara taraf pendidikan dengan kepuasan. Latar

belakang pendidikan yang tinggi merasa kurang puas dengan

pekerjannya, dan pendapatnya berbanding terbalik dengan

mereka yang berpendidikan rendah (Giwangkara, 2002). Studi

oleh Blegen (1993) dalam Chen (2008) menunjukkan bahwa

kepuasan kerja perawat di rumah sakit memiliki hubungan

dengan pendidikan. McCarthy (2007) menemukan bahwa

perawat lulusan akademi memiliki kepuasan lebih tinggi.

Sedangkan penelitian Suyoto (2003) menunjukkan bahwa

perawat berpendidikan SPK merasa lebih puas terhadap gaji/

insentif, kebijakan organisasi, tuntutan tugas dan status

profesional dibanding DIII/ DIV.

2) Lingkungan Kerja

a) Pengertian lingkungan kerja

Lingkungan kerja yang positif adalah suatu pengaturan

praktek yang dapat memaksimalkan kesehatan dan

kesejahteraan perawat, meningkatkan kualitas hasil pasien dan

kinerja organisasi (RNAO 2006, dalam Baumann, 2007).

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoridigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurindaokt... · Evaluasi penampilan ... biografis merupakan variabel yang sering dianalisis

19

Lingkungan kerja positif menunjukkan bahwa karyawan tetap

mengarah pada kerja tim yang lebih baik, peningkatan

kontinuitas perawatan dan perbaikan hasil pasien. Para

pimpinan telah mulai menyadari bahwa perubahan lingkungan

kerja positif mengakibatkan karyawan tetap tinggal dan

memiliki komitmen yang tinggi dalam organisasi.

b) Karakteristik Lingkungan Kerja Positif.

Karakteristik lingkungan kerja positif menurut

International Council of Nursing (ICN) yang dijabarkan oleh

Baumann (2007) adalah sebagai berikut:

(1) Kerangka kebijakan inovatif yang difokuskan pada

perekrutan dan retensi.

(2) Strategi untuk melanjutkan pendidikan dan pelatihan.

(3) Kompensasi karyawan yang memadai.

(4) Program pengakuan.

(5) Peralatan dan persediaan yang cukup.

(6) Lingkungan kerja yang aman.

Lebih luas, Kristensen's (1999), dalam Baumann (2007)

mengembangkan Model Sosial dan Psikologi, bahwa untuk

mengoptimalkan kesejahteraan sosial dan psikologis diperlukan

sebagai berikut:

(1) Tuntutan yang sesuai dengan sumber daya manusia (tidak

ada tekanan dalam pekerjaan).

(2) Prediktabilitas tingkat tinggi (keamanan bekerja dan

keselamatan kerja).

(3) Dukungan sosial yang baik, terutama dari rekan kerja dan

manajer, serta akses pendidikan dan kesempatan

pengembangan profesional (team work, ijin belajar).

(4) Pekerjaan yang bermakna (identitas profesional).

(5) Tingkat pengaruh yang tinggi (otonomi, kontrol atas

penjadwalan, kepemimpinan).

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoridigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurindaokt... · Evaluasi penampilan ... biografis merupakan variabel yang sering dianalisis

20

(6) Keseimbangan antara usaha dan imbalan (remunerasi,

pengakuan, penghargaan).

Sementara itu College Of Registered Nurse of British

Columbia (CRNBC) menyusun pedoman untuk meningkatkan

lingkungan kerja yang berkualitas bagi perawat terdiri atas:

(1) Manajemen beban kerja.

Adanya jumlah perawat yang mencukupi untuk

memberikan pelayanan keperawatan yang aman, kompeten

dan peduli pada etik. Indikator-indikatornya adalah: 1)

adanya sistem pelayanan keperawatan yang memungkinkan

perawat untuk mengembangkan hubungan yang bermakna,

terus menerus dengan klien; 2) adanya sistim penerimaan

dan pelayanan klien yang berdasar pada kemampuan

perawat dalam memberikan pelayanan yang aman,

kompeten dan sesuai dengan etik; 3) adanya waktu yang

cukup untuk mendiskusikan dan merencanakan perawatan

pasien dengan klien dan perawat dilibatkan dalam

menentukan ketenagaan dan perbandingan jumlah perawat-

pasien; 4) adanya keterlibatan perawat dalam penentuan

alokasi sumber-sumber dan pengambilan keputusan

penggunaannya; 6) adanya jaminan perawat tidak sering

lembur (overtime) dan lembur bukan merupakan kewajiban;

7) adanya jadwal kerja yang fleksibel dan inovatif.

(2) Kepemimpinan keperawatan.

Adanya pimpinan keperawatan yang kompeten dan

disiapkan secara baik pada semua tingkat kepemimpinan di

organisasi. Indikator-indikatornya adalah: 1) pimpinan

keperawatan didukung untuk berperan sebagai kolaborator,

komunikator, mentor, pengambil resiko (risk taker), role

models, visioner dan advokator dalam kualitas

keperawatan; 2) pimpinan keperawatan memiliki otoritas

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoridigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurindaokt... · Evaluasi penampilan ... biografis merupakan variabel yang sering dianalisis

21

untuk mendukung praktek keperawatan yang aman; 3)

manajer eksekutif keperawatan melaporkan pada tingkat

pimpinan eksekutif yang lain dalam organisasi; 4) bila

tujuan utama unit atau program adalah pemberian

pelayanan keperawatan, maka manager utamanya adalah

perawat; 5) dalam melakukan praktik, perawat memperoleh

dukungan akses dan perawat ahli yang berpengalaman.

(3) Kontrol praktik

Perawat memiliki tanggung jawab, wewenang dan

akontabilitas dalam praktek keperawatan. Indikar-

indikatornya adalah : 1) pengambilan keputusan partisipasif

pada semua level kebijakan, praktek dan lingkungan kerja;

2) sumber-sumber yang tersedia untuk mendukung

evidence based pelayanan keperawatan; 3) perawat dan

profesional kesehatan yang lain bekerja secara kooperatif

dan kolaborasi dalam pengambilan keputusan; 4) perawat

menentukan kompetensi yang dibutuhkan dalam

pengaturan praktek keperawatan di lingkungan kerjanya; 5)

perawat memperoleh dukungan yang cukup dalam

mengerjakan tugas-tugas non keperawatan.

(4) Pengembangan profesional.

Organisasi mendukung dan mendorong filosofi belajar

seumur hidup dan meningkatkan proses pembelajaran di

lingkungan. Indikator-indikatornya adalah: 1) perawat

memperoleh orientasi yang cukup untuk semua posisi baru

dan pengaturan praktek; 2) tersedianya program mentoring

dan bimbingan; 3) staf keperawatan memperoleh peluang

pelatihan, pendidikan berkelanjutan, dan pengembangan

profesional; 4) staf keperawatan memperoleh peluang

tanya jawab dan refleksi dalam pelayanan; 5) adanya

program evaluasi kinerja di tempat kerja.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoridigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurindaokt... · Evaluasi penampilan ... biografis merupakan variabel yang sering dianalisis

22

(5) Dukungan organisasi.

Misi, nilai, kebijakan organisasi dan dukungan praktik dan

nilai perawat dan pelayanan yang aman dan asuhan

keperawatan yang tepat. Indikator-indiktornya adalah: 1)

adanya forum tepat yang dapat diakses untuk

menyelesaikan isue-isue etik dan praktek profesional; 2)

adanya pengakuan, penghargaan dan penilaian terhadap

perawat yang berpengalaman dan memberikan pelayanan

yang prima; 3) adanya dorongan untuk ide-ide kreatif dan

inovatif serta peningkatan pengetahuan keperawatan; 4)

adanya program keamanan, keselamatan dan kesehatan

secara menyeluruh; 5) adanya langkah-langkah untuk

mencegah dan menghilangkan segala bentuk agresi,

kekerasan dan penyiksaan; 6) adanya kompensasi yang

sesuai dengan keahlian, pengalaman dan tanggungjawab;

7) adanya program-program peningkatan kualitas yang

terus menerus di tempat kerja; 8) adanya faslitas fisik,

peralatan, perlengkapan dan jasa untuk memenuhi

kebutuhan staf dan klien; 9) adanya kebijakan bagian

sumber daya manusia (SDM) yang mempertimbangkan

keinginan pegawai dan keluarganya; 10) adanya sistem

informasi dan komunikasi yang efektif dan terintegrasi; 11)

adanya penggunaan teknologi yang tepat.

Pendapat lain dikemukakan oleh Ghiselli dan Brown (2005),

bahwa ada lima faktor yang menimbulkan kepuasan kerja yaitu:

1) Kedudukan (posisi)

Umumnya manusia beranggapan bahwa seseorang yang bekerja

pada pekerjaan yang lebih tinggi akan merasa lebih puas daripada

yang pekerjaannya lebih rendah. Sesungguhnya hal tersebut tidak

selalu benar, tetapi justru perubahan dalam tingkat pekerjaannyalah

yang mempengaruhi kepuasan kerja.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoridigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurindaokt... · Evaluasi penampilan ... biografis merupakan variabel yang sering dianalisis

23

2) Golongan

Seseorang yang memiliki golongan yang lebih tinggi umumnya

memiliki gaji, wewenang, dan kedudukan yang lebih dibandingkan

yang lain, sehingga menimbulkan perilaku dan perasaan yang puas

terhadap pekerjaannya.

3) Umur

Dinyatakan bahwa ada hubungan antara umur dengan kepuasan

kerja, dimana umur antara 25-34 tahun dan umur 40-45 tahun

adalah merupakan umur yang bisa menimbulkan perasaan kurang

puas terhadap pekerjaan.

4) Jaminan finansial dan jaminan sosial

Jaminan finansial dan jaminan sosial umumnya berpengaruh

terhadap kepuasan kerja.

5) Mutu Pengawasan

Kepuasan karyawan dapat ditingkatkan melalui perhatian dan

hubungan yang baik dari pimpinan dengan bawahan, sehingga

karyawan akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian yang

penting dari organisasi kerja.

h. Tingkat kepuasan perawat

Menurut Morgan (2007), tingkat kepuasan pelanggan perawat

sangat tergantung pada harapan dan mutu yang dirasakan secara

subyektif, dimana harapan tersebut tergantung pada beberapa hal

sebagai berikut:

1) Persyaratan dari pelayanan, persyaratan ini kurang lebih

merupakan hasil dari kebutuhan dan keinginan pelanggan perawat

2) Kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh pemberi pelayanan dan

citra pemberi pelayanan tersebut yang sangat mempengaruhi

harapan dan persepsi pelanggan pada saat yang bersamaan.

Komunikasi dan citra para pemberi pelayanan ini membangun

profil dari bentuk pelayanan yang dihasilkan dan hal inilah yang

akan dibandingkan dengan nilai aktual yang diterima

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoridigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurindaokt... · Evaluasi penampilan ... biografis merupakan variabel yang sering dianalisis

24

3) Pengalaman dengan produk layanan dan jasa yang pernah diterima

oleh pelanggan perawat di masa yang lalu

Menurut Sari (2009), terdapat empat faktor yang berperan

dalam pembentukan kepuasan kerja atau kepuasan perawat antara lain:

1) Pekerjaan yang penuh tantangan

Dewasa ini telah umum diakui bahwa sebagian besar pekerja,

pekerjaan yang tidak menarik, misalnya karena sangat teknis dan

repetitif sehingga tidak lagi menuntut imajinasi, inovasi dan

kreativitas dalam pelaksanaannya sehingga memunculkan tingkat

kebosanan yang tinggi. Suatu pekerjaan yang mengandung

tantangan apabila terselesaikan dengan baik merupakan salah satu

sumber kepuasan kerja (kepuasan perawat). Sebaliknya, sifat

pekerjaan yang harus diselesaikan oleh seseorang hendaknya

jangan demikian sukarnya sehingga kemungkinan berhasil kecil

meskipun sudah dengan pengerahan kemampuan, ketrampilan,

waktu dan tenaga yang dimiliki oleh seseorang. Hal demikian

biasanya akan menimbulkan frustasi yang berlangsung secara terus

menerus dan apabila berlangsung dalam jangka waktu yang lama

akan mengakibatkan tingkat kepuasan yang rendah.

2) Penerapan sistem penghargaan yang adil

Dalam kehidupan organisasional, masalah keadilan

sesungguhnya adalah masalah persepsi. Secara sederhana

dinyatakan bahwa biasanya seseorang akan merasa diperlakukan

secara adil apabila perlakuan itu menguntungkannya dan

sebaliknya merasa diperlakukan tidak adil apabila perlakuan itu

dilihatnya sebagai suatu hal yang sangat merugikan. Dalam

kehidupan berkarya, persepsi itu dikaitkan dengan berbagai hal

antara lain:

a) Pengupahan atau penggajian

Upah atau gaji adalah imbalan yang diterima oleh

seseorang dari organisasi atas jasa yang telah diberikannya,

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoridigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurindaokt... · Evaluasi penampilan ... biografis merupakan variabel yang sering dianalisis

25

baik berupa waktu, tenaga, keahlian atau ketrampilan. Biasanya

seseorang melihat upah atau gaji itu dengan “kaca mata”

perbandingan. Perbandingan pertama dikaitkan dengan harapan

seseorang berdasarkan tingkat pendidikan, pengalaman, masa

kerja, jumlah tanggung jawab, status sosial dan kebutuhan

ekonominya. Perbandingan kedua dikaitkan dengan orang lain

dalam organisasi terutama mereka yang memiliki karakteristik

yang serupa dengan diri pembanding seperti dikemukakan

diatas, yaitu pendidikan, pengalaman, masa kerja, jumlah

tanggungan, status sosial dan kebutuhan ekonominya dan

melakukan pekerjaan yang sejenis, serta memikul tanggung

jawab professional yang relatif sama.

Insentif adalah penghargaan di luar gaji pokok yang

diberikan kepada karyawan atas segala jerih payahnya dalam

meningkatkan tugas dalam memberikan pelayanan kepada

pelanggan yang diterima setiap bulan dengan jumlah yang

berubah-ubah sesuai dengan hasil kinerja, insentif ini dapat

memberikan motivasi karyawan untuk meningkatkan

produktivitas kerjanya.

b) Sistem promosi

Dalam pengelolaan sumber daya manusia, salah satu kebutuhan

nyata seseorang ialah memenuhi kebutuhan untuk maju dalam

karier. Sulit bagi pegawai akan merasa puas apabila berada

pada tangga karir yang sama dari sejak mulai masuk dalam

organisasi sampai dia meninggalkan organisasi tersebut. Dalam

sebuah organisasi memerlukan kejelasan tentang berbagai

“anak tangga” karier yang mungkin dinaiki oleh seseorang

apabila berbagai kriteria persyaratan yang telah ditetapkan

terpenuhi dengan baik. Apabila menurut persepsi seseorang

promosi dalam sebuah organisasi berdasarkan pada berbagai

pertimbangan yang tidak didasarkan pada kriteria yang

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoridigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurindaokt... · Evaluasi penampilan ... biografis merupakan variabel yang sering dianalisis

26

objektif, melainkan berdasarkan pertimbangan yang subjektif,

seperti “personal likes an dislikes, nepotisme, kesukuan, asal

daerah dan lain sebagainya, akan sering menimbulkan perasaan

diperlakukan tidak adil yang pada gilirannya akan berakibat

pada tingkat kepuasan yang rendah yang mustahil akan

bermuara kepada perilaku yang negatif.

c) Kondisi kerja

Kondisi kerja tidak hanya terbatas pada kondisi kerja di tempat

pekerjaan masing-masing, seperti nyamannya tempat kerja,

ventilasi yang cukup, penerangan lampu yang memadai,

kebersihan tempat pekerjaan, keamanan dan hal lain sejenis,

tetapi juga misalnya lokasi pekerjaan. Faktor lain yang tidak

kecil artinya dalam menentukan kepuasan kerja adalah sejauh

mana seseorang dilibatkan dalam menentukan isi pekerjaannya

maupun dalam pengaturan jam kerjanya. Penerapan jam kerja

sistem “flexitime” memungkinkan para pekerja dapat

menentukan jam kerjanya secara bebas (masuk jam berapa dan

jam berapa ia pulang) dengan ketentuan bahwa kelancaran

penyelesaian tugas organisasi sebagai keseluruhan tidak

terganggu dan jumlah jam kerja, misalnya delapan jam sehari

tetap terpenuhi.

3) Kondisi yang sifatnya mendukung

Kondisi kerja yang mendukung secara relevan untuk menekankan

bahwa meskipun benar bahwa efisiensi, efektivitas dan

produktivitas kerja pada analisis terakhir tergantung pada unsur

manusia dalam organisasi, tetap diperlukan kondisi kerja yang

mendukung, hal ini termasuk dalam tersedianya prasarana dan

sarana kerja yang memadai sesuai dengan sifat tugas yang harus

diselesaikan. Bagaimanapun positifnya perilaku manusia seperti

tercermin dalam kesetiaan yang besar, disiplin yang tinggi dan

dedikasi yang tidak diragukan, tanpa prasarana dan sarana kerja ia

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoridigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurindaokt... · Evaluasi penampilan ... biografis merupakan variabel yang sering dianalisis

27

tidak akan dapat berbuat banyak, apalagi meningkatkan efisiensi,

efektivitas dan produktivitas kerjanya.

4) Sikap rekan kerja dan atasan

Seseorang dalam organisasi mau tidak mau harus

melakukan interaksi dengan orang lain, apakah itu rekan kerja,

atasannya, dan bagi mereka yang menduduki jabatan manajerial

harus berinteraksi dengan para bawahan. Keharusan melakukan

interaksi itu timbul karena adanya saling ketergantungan dan

keterkaitan antara satu tugas dengan tugas lainnya. Kebenaran

berpendapat dewasa ini semakin disadari karena satuan-satuan

kerja yang terdapat dalam suatu organisasi. Keberhasilan

penyelesaian suatu pekerjaan ditentukan oleh interaksi antara

orang-orang yang terdapat dalam suatu satuan kerja. Hubungan dan

keterbukaan antara bawahan dan atasan juga sangat menentukan

terselesaikannya suatu pekerjaan, gaya kepemimpinan yang

demokratis akan lebih memberikan kepuasan bagi pekerja

dibandingkan dengan gaya kepemimpinan yang otoriter. Kepuasan

kerja bawahan (pekerja) ditentukan oleh sifat mendukung atasan

terhadap pelaksanaan pekerjaan yang menggunakan gaya

manajerial yang demokratik.

Menurut Nursalam (2008), gaya kepemimpinan dapat

mempengaruhi moral, kepuasan kerja, keamanan dan kualitas

kehidupan pekerja dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi,

gaya kepemimpinan ini sangat mempengaruhi kinerja pegawai dan

dapat berbentuk antara lain: the autocratic leader, the participate

leader, the free rein leader. Kepemimpinan seorang pemimpin

sangat penting atau berpengaruh dalam menciptakan kesatuan arah

dan tujuan organisasi, menciptakan dan mempertahankan

lingkungan internal sehingga personel terlibat secara penuh untuk

mencapai tujuan organisasi dan dihasilkan sebuah pencapaian

organisasi yang sesuai dengan harapan.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoridigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurindaokt... · Evaluasi penampilan ... biografis merupakan variabel yang sering dianalisis

28

Menurut Suarli dan Bahtiar (2009), kepemimpinan adalah

kemampuan memberi inspirasi kepada orang lain untuk bekerja

sama sebagai suatu kelompok, agar dapat mencapai tujuan umum.

Kemampuan memimpin diperoleh melalui pengalaman hidup

sehari-hari. Pengertian lain tentang kepemimpinan ialah segala hal

yang bersangkutan dengan pemimpin dalam menggerakkan,

membimbing dan mengarahkan orang lain agar melaksanakan

tugas dan mewujudkan sasaran yang ditetapkan.

2. Umur

Usia merupakan salah satu faktor yang cukup dominan terhadap

pembentukan kerja seseorang. Menurut Gibson (1996), usia sebagai sub

variabel demografik mempunyai efek tidak langsung pada perilaku kerja

individu. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap kemampuan dan

keterampilannya. Menurut Siagian (2002), terdapat korelasi antara kinerja

dan kepuasan kerja dengan umur seorang karyawan, artinya

kecenderungan yang sering terlihat ialah bahwa semakin lanjut umur

karyawan, kinerja dan tingkat kepuasan kerjanya pun biasanya semakin

tinggi. Berbagai alasan yang sering dikemukakan menjelaskan fenomena

ini, antara lain adalah:

a. Bagi karyawan yang sudah lanjut usia, makin sulit memulai karir baru

di tempat lain.

b. Sikap yang dewasa dan matang mengenai tujuan hidup, harapan,

keinginan, dan cita-cita.

c. Gaya hidup yang sudah mapan.

d. Sumber penghasilan yang relatif terjamin.

e. Adanya ikatan batin dan tali persahabatan antara yang bersangkutan

dengan rekan-rekannya dalam organisasi.

Pada karyawan yang berusia tua dianggap kurang luwes dan

menolak teknologi baru. Namun di lain pihak ada sejumlah kualitas positif

yang ada pada karyawan yang lebih tua, meliputi pengalaman,

pertimbangan, etika kerja yang kuat, dan komitmen terhadap mutu

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoridigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurindaokt... · Evaluasi penampilan ... biografis merupakan variabel yang sering dianalisis

29

(Robbins & Judge, 2008). Sebaliknya, para karyawan yang lebih muda

usianya, kepuasan kerja cenderung lebih kecil, karena berbagai

pengharapan yang lebih tinggi, kurang penyesuaian dan penyebab-

penyebab lainnya serta pengalaman yang relatif lebih rendah dibandingkan

dengan karyawan yang berusia lebih tua (Handoko, 2001).

Karyawan yang lebih muda cenderung mempunyai fisik yang kuat,

sehingga diharapkan dapat bekerja keras dan pada umumnya mereka

belum berkeluarga atau bila sudah berkeluarga anaknya relatif masih

sedikit. Tetapi karyawan yang lebih muda umumnya kurang berdisiplin,

kurang bertanggung jawab dan sering berpindah-pindah pekerjaan

dibandingkan karyawan yang lebih tua (Isemito, 1992).

Karyawan yang lebih tua kecil kemungkinan akan berhenti karena

masa kerja mereka yang lebih panjang cenderung memberikan kepada

mereka tingkat upah yang lebih tinggi, liburan dengan upah yang lebih

panjang, dan tunjangan pensiun yang lebih menarik. Kebanyakan studi

juga menunjukkan suatu hubungan yang positif antara kepuasan kerja

dengan usia, sekurangnya sampai usia 60 tahun. Kepuasan kerja akan

cenderung terus-menerus meningkat pada para karyawan yang profesional

dengan bertambahnya usia mereka, sedangkan pada karyawan yang

nonprofesional kepuasan itu merosot selama usia setengah baya dan

kemudian naik lagi dalam tahun-tahun berikutnya (Robbins & Judge,

2008).

3. Pendidikan

Penelitian menunjukkan bahwa terdapat suatu hubungan positif

antara taraf pendidikan dengan kepuasan. Latar belakang pendidikan yang

tinggi merasa kurang puas dengan pekerjannya, dan pendapatnya

berbanding terbalik dengan mereka yang berpendidikan rendah

(Giwangkara, 2002). Studi oleh Blegen (1993) dalam Chen (2008)

menunjukkan bahwa kepuasan kerja perawat di rumah sakit memiliki

hubungan dengan pendidikan. McCarthy (2007) menemukan bahwa

perawat lulusan akademi memiliki kepuasan lebih tinggi. Sedangkan

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoridigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurindaokt... · Evaluasi penampilan ... biografis merupakan variabel yang sering dianalisis

30

penelitian Suyoto (2003) menunjukkan bahwa perawat berpendidikan SPK

merasa lebih puas terhadap gaji/ insentif, kebijakan organisasi, tuntutan

tugas dan status profesional dibanding DIII/ DIV.

4. Masa Kerja

Penelitian untuk mengidentifikasi hubungan antara masa kerja dan

kepuasan menunjukkan adanya hubungan yang positif antara keduanya.

Semakin meningkat masa kerja seseorang semakin meningkat kepuasan

kerjanya. Bila usia dan masa kerja diperlakukan secara terpisah,

tampaknya masa kerja akan merupakan peramal yang lebih konsisten dan

mantap dari kepuasan kerja daripada usia kronologis (Robbins, 2001).

Studi oleh Blegen (1993) dalam Chen (2008) menunjukkan bahwa

kepuasan kerja perawat rumah sakit memiliki hubungan yang lemah

dengan pengalaman kerja dalam tahun.

Masa kerja ternyata konsisten berhubungan secara negatif dengan

keluar masuknya karyawan dan kemangkiran, namun memiliki hubungan

yang positif terhadap produktivitas kerja (Robbins & Judge, 2008). Masa

kerja yang lama akan cenderung membuat seorang karyawan atau perawat

lebih merasa betah dalam suatu organisasi, hal ini disebabkan diantaranya

karena telah beradaptasi dengan lingkungannya yang cukup lama sehingga

seorang karyawan akan merasa nyaman dengan pekerjaannya. Penyebab

lain juga dikarenakan adanya kebijakan dari instansi atau perusahaan

mengenai jaminan hidup dihari tua (Kreitner & Kinicki, 2013).

5. Gaya Kepemimpinan

a. Pengertian Gaya Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah kemampuan memberi inspirasi kepada

orang lain untuk bekerja sama sebagai suatu kelompok, agar dapat

mencapai tujuan umum. Pengertian lain tentang kepemimpinan ialah

segala hal yang bersangkutan dengan pemimpin dalam menggerakkan,

membimbing dan mengarahkan orang lain agar melaksanakan tugas

dan mewujudkan sasaran yang ditetapkan (Suarli & Bahtiar, 2009).

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoridigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurindaokt... · Evaluasi penampilan ... biografis merupakan variabel yang sering dianalisis

31

Gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang dirancang

untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu,

untuk mencapai suatu tujuan. Dasar yang sering digunakan untuk

mengelompokkan gaya kepemimpinan adalah: (1) tugas yang harus

dilakukan oleh pemimpin, (2) kewajiban pemimpin, dan (3) falsafah

yang dianut oleh pemimpin (Nursalam, 2008).

b. Kegiatan kepemimpinan

Kegiatan kepemimpinan dalam keperawatan mencakup banyak

hal. Dengan demikian, kegiatan kepemimpinan selalu bersinggungan

dengan kegiatan dalam manajemen. Kepemimpinan paling sedikit

mencakup empat hal yang terkait dengan kegiatan manajerial, yaitu

perencanaan, pengorganisasian, motivasi dan pengendalian (Arwani &

Supriyatno, 2005):

1) Perencanaan

Dalam kegiatan perencanaan, kepemimpinan diarahkan pada

kegiatan yang menyangkut pengenalan masalah yang terjadi di

lingkungan kerja dalam area kepemimpinan: penetapan tujuan baik

jangka pendek maupun jangka panjang untuk pemecahan masalah

yang ada, termasuk pengembangan dari tujuan tersebut dalam

uraian bagaimana tujuan dan sasaran yang ditentukan tersebut akan

dicapai. Perencanaan yang baik akan menentukan keberhasilan

kegiatan dan pencapaian tujuan serta menghindari

“keterperangkapan” dalam “ketidaksiapan” dari seluruh komponen

kepemimpinan.

2) Pengorganisasian

Kegiatan ini dilakukan melalui pelibatan semua sumber daya yang

ada dalam suatu sistem untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam

konteks ini, seorang pimpinan harus mampu memasukkan semua

unsur manusia dan situasi ke dalam suatu sistem yang ada, dan

mengatur mereka dengan kemampuan “kepemimpinannya”

sedemikian rupa sehingga kelompok mampu melakukan pekerjaan

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoridigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurindaokt... · Evaluasi penampilan ... biografis merupakan variabel yang sering dianalisis

32

yang diberikan secara baik untuk pencapaian tujuan organisasi.

Menghadapi kondisi demikian seorang pimpinan paling tidak

memiliki empat kapabilitas, yaitu cerdas (intelligent), matang

sosial dan luas pengetahuan (social maturity and breath), memiliki

motivasi yang baik (inner motivation), dan kemampuan yang

memadai dalam berhubungan dengan orang lain (human relation

attitude).

3) Motivasi

Kegiatan ketiga kepemimpinan merupakan faktor yang cukup

penting dalam menentukan tingkat kinerja karyawan dan kualitas

pencapaian tujuan yaitu motivasi. Motivasi ini menjadi penting

karena dapat meningkatkan kapasitas pekerjaan seseorang sekitar

60-70%. Dengan dasar ini maka seorang pimpinan harus memiliki

pengetahuan yang cukup tentang motivasi dan teori-teori yang

mendasarinya agar mampu memotivasi karyawan secara benar.

4) Pengendalian

Pengendalian berguna untuk menentukan kegiatan yang akan

datang. Pengendalian merupakan kegiatan mengumpulkan umpan

balik dan hasil-hasil yang secara benar periodik ditindaklanjuti

dalam rangka membandingkan hasil yang diperoleh dengan

perencanaan yang dibuat. Jika terjadi kesenjangan, seorang

pimpinan dapat melakukan upaya penggalian masalah yang

menyebabkan kondisi tersebut lantas melakukan beberapa

penyesuaian dalam perencanaan yang akan datang.

c. Ciri-ciri kepemimpinan

Ciri-ciri kepemimpinan menurut Suarli dan Bahtiar (2009),

antara lain:

1) Pendidikan umum yang luas

Memiliki pengetahuan yang luas baik yang didapat secara formal

maupun nonformal.

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoridigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurindaokt... · Evaluasi penampilan ... biografis merupakan variabel yang sering dianalisis

33

2) Kemampuan analisis

Pimpinan mampu menganalisa dalam menetukan langkah-langkah

dalam pencapaian tujuan.

3) Keterampilan berkomunikasi

Memilki kemampuan berkomunikasi yang baik dalam

penyampaian perintah kepada para karyawan.

4) Rasionalitas dan objektivitas

Pimpinan dalam menentukan tujuan haruslah bersifat rasional dan

dalam menilai para bawahannya hendaknya bersifat objektif.

5) Programatis

Pimpinan dalam menyusun langkah-langkah dalam proses

pencapaian tujuan harus terprogram, tersusun dan terkonsep.

6) Kesederhanaan

Pimpinan hendaknya mampu memberikan contoh dengan

kesederhanaan terhadap para karyawan agar tidak terlalu royal.

7) Keberanian mengambil keputusan

Dalam pelaksanaan pengambilan keputusan pimpinan berani

mengambil resiko.

d. Bentuk gaya kepemimpinan

Gaya kepemimpinan dibagi menjadi empat bagian yaitu (Suarli

& Bahtiar, 2009):

1) Kepemimpinan otokratik (autocratic leadership)

Seorang pemimpin yang menerapkan gaya kepemimpinan

otokratik menganggap bahwa semua kewajiban untuk mengambil

keputusan, menjalankan tindakan, mengarahkan, memberikan

motivasi, dan mengawasi bawahannya berpusat di tangannya.

Pemimpin seperti ini merasa bahwa hanya ia yang berkompeten

untuk memutuskan dan menganggap bahwa bawahannya tidak

mampu untuk mengarahkan diri mereka sendiri. Di lain pihak, ia

mungkin mempunyai alasan-alasan untuk mengambil posisi yang

kuat untuk mengarahkan dan berinisiatif. Seorang otokrat juga

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoridigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurindaokt... · Evaluasi penampilan ... biografis merupakan variabel yang sering dianalisis

34

mengawasi pelaksanaan pekerjaan dengan maksud untuk

meminimalkan penyimpangan dari arahan yang ia berikan.

2) Kepemimpinan demokratis

Seorang pimpinan menunjukkan perilaku yang banyak

memberikan arahan dan banyak memberikan dukungan. Pemimpin

dalam gaya ini mau menjelaskan keputusan dan kebijakan yang

diambil dan mau menerima pendapat dari pengikutnya, tetapi

masih tetap memberikan pengawasan dan pengarahan dalam

penyelesaian tugas pengikutnya. Ciri yang membedakan dengan

gaya otokratik adalah komunikasi yang sudah dua arah dan peran

serta pengikut tentang keputusan dengan berusaha mendengar

perasaan pengikut tentang keputusan yang mereka buat, ide, saran,

dan pengawasan terhadap pengambilan keputusan tetap pada

pimpinan.

3) Kepemimpinan partisipatif (participate leadership)

Seorang pemimpin yang menjalankan kepemimpinannya secara

konsultatif adalah pemimpin yang menggunakan gaya partisipatif.

Artinya, ia tidak mendeklarasikan wewenangnya untuk membuat

keputusan akhir dan untuk memberikan pengarahan tertentu kepada

staff/ bawahannya. Akan tetapi, ia mencari berbagai pendapat dan

pemikiran dari para bawahan mengenai keputusan yang akan

diambil. Pemimpin dengan gaya partisipatif akan secara serius

mendengarkan dan menilai pemikiran para bawahannya dan

menerima sumbangan pemikiran mereka, sejauh pemikiran tersebut

bisa dipraktikan. Pemimpin seperti itu akan mendorong

kemampuan mengambil keputusan dari para staff / bawahannya.

Selain itu, ia juga mendorong staff agar meningkatkan kemampuan

mengendalikan diri dan menerima tanggung jawab yang lebih luas.

Pemimpin akan menjadi lebih suportif dalam kontak dengan para

staff / bawahan dan bukan bersikap diktator.

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoridigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurindaokt... · Evaluasi penampilan ... biografis merupakan variabel yang sering dianalisis

35

4) Kepemimpinan free reign / bebas tindak (free reign leadership)

Dalam gaya kepemimpinan free reign, pemimpin mendelegasikan

wewenang untuk pengambilan keputusan kepada para bawahan

dengan agak lengkap. Pada prinsipnya pemimpin akan

mengatakan, “Inilah pekerjaan yang harus dilakukan. Saya tidak

peduli bagaimana mengerjakannnya, asalkan pekerjaan tersebut

dapat diselesaikan dengan baik”. Di sini pemimpin menyerahkan

tanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan tersebut kepada para

staff/ bawahan. Dalam hal ini, pemimpin menginginkan agar para

staff/ bawahan dapat mengendalikan diri mereka masing-masing

dalam menyelesaikan tugas tersebut.

e. Faktor yang mempengaruhi kepemimpinan

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepemimpinan antara lain

(Suyanto, 2009):

1) Karakteristik pribadi

Karakter pimpinan keperawatan sangat berpengaruh terhadap

proses kepemimpinan yang dijalankannya. Berikut ini adalah

beberapa karakteri kepemimpinan keperawatan yang efektif:

a) Jujur

Kejujuran merupakan karakter mutlak yang harus dimiliki oleh

pimpinan keperawatan agar dapat menjalankan proses

kepemimpinan dengan baik dan benar.

b) Terbuka

Pimpinan keperawatan mau menerima masukan, saran dan

kritik baik dari perawat maupun dari tim kesehatan lain guna

meningkatkan kemampuan diri. Keterbukaan seorang pimpinan

dapat dilihat secara langsung pada kemampuannya

berkomunikasi dengan bawahan. Semakin baik komunikasi

yang dilakukan, maka seorang pimpinan akan semakin terbuka.

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoridigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurindaokt... · Evaluasi penampilan ... biografis merupakan variabel yang sering dianalisis

36

c) Terus belajar

Sebagai seorang pimpinan, seharusnya terus belajar baik secara

formal maupun informal untuk mengikuti perkembangan ilmu

dan pengetahuan keperawatan serta perkembangan teknologi

terkini dalam bidang keperawatan.

d) Enterpreuner (Wira Usaha)

Enterpreuner adalah sikap wira usaha yang harus

dikembangkan oleh pemimpin keperawatan. Sebagaimana kita

pahami bahwa keperawatan adalah sebuah profesi yang

menawarkan jasa pelayanan keperawatan dimana saat ini harus

dikembangkan dengan menggunakan pendekatan wira usaha.

Dengan menerapkan sikap enterpreuner, maka pelayanan

keperawatan akan dapat memenuhi tuntutan masyarakat terkini.

e) Disiplin

Pasien sebagai penerima pelayanan keperawatan akan dilayani

dengan baik dan professional manakala perawat memiliki

disiplin yang tinggi. Keselamatan pasien akan terjamin jika

asuhan keperawatan diberikan oleh perawat yang disiplin.

Kedisiplinan perawat akan mudah tercipta jika pimpinan

perawatan juga memiliki kedisiplinan yang tinggi. Oleh karena

itu kedisiplinan adalah salah satu sikap mutlak yang harus

dimiliki oleh pimpinan keperawatan yang sejak menjalani

pendidikan keperawatan hingga bertugas sebagai pimpinan

mutlak terus ditegakkan.

f) Intelegen

Faktor kemampuan berpikir merupakan salah satu faktor yang

berpengaruh dalam proses kepemimpinan. Dengan

kepemimpinan intelegen yang tinggi maka diharapkan

pemimpin dapat menjalankan kepemimpinannya dengan

berbagai pendekatan keilmuan yang dimiliki sehingga masalah

dapat diatasi dan dipertanggungjawabkan baik secara ilmiah

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoridigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurindaokt... · Evaluasi penampilan ... biografis merupakan variabel yang sering dianalisis

37

maupun praktis. Kemampuan intelegen tidak hanya

menyangkut keilmuan tetapi juga kemampuan pengendalian

emosional dan kemampuan spiritual.

2) Kelompok yang dipimpin

Keberhasilan seorang pemimpin dalam menjalankan

organisasinya dipengaruhi oleh kelompok yang dipimpinnya.

Semakin besar kelompok yang dipimpin semakin sulit menjalankan

kepemimpinan. Oleh karena itu agar memudahkan proses

kepemimpinan maka perlu dilakukan pembagian tugas

kepemimpinan kepada unit-unit atau tim.

Kita melihat bahwa hal tersebut saat ini banyak

dikembangkan dibeberapa rumah sakit dengan dibentuknya unit-

unit pelayanan keperawatan spesialistik dan dikembangkannya

metode pemberian asuhan keperawatan menggunakan metode

penugasan tim dan metode kasus.

Selain besarnya kelompok, maka jumlah perawat yang

menjadi anggota kelompok juga akan mempengaruhi proses

kepemimpinan yang dijalankan. Rentang kendali (span of controle)

pada staff sangat luas sehingga tidak terjangkau. Sehingga saat ini

penggunaan berbagai metode penugasan dalam pemberian asuhan

keperawatan diterapkan agar memudahkan seorang kepala ruang

perawatan dalam mengendalikan staff perawatan. Dengan rentang

kendali yang terjangkau proses kepemimpinan dan manajemen

dapat dilaksanakan dengan maksimal.

3) Situasi yang dihadapi

Beberapa situasi ruang perawatan berikut ini akan mempengaruhi

proses kepemimpian dalam pelayanan asuhan keperawatan yaitu:

b) Kemampuan dan pengalaman anggota

c) Peraturan dan kebijakan rumah sakit

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoridigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurindaokt... · Evaluasi penampilan ... biografis merupakan variabel yang sering dianalisis

38

B. Kerangka Teori

Bagan 2.3 Kerangka Teori

Sumber: Robbins (2001)

C. Kerangka Konsep

Bagan 2.4 Kerangka Konsep

Kepuasan kerja perawat

Variabel Independen Variabel Dependen

1. Umur 2. Pendidikan 3. Masa Kerja 4. Gaya Kepemimpinan

Kepala Ruang

Proses manajamen dalam menciptakan lingkungan kerja: 1. Kualitas kepemimpinan 2. Gaya Kepemimpinan 3. Program dan kebijakan

ketenagaan 4. Otonomi 5. Hubungan interdisiplin 6. Pengembangan

profesional

Karakteristik individu perawat: 1. Umur 2. Jenis kelamin 3. Pendidikan 4. Masa kerja 5. Status pernikahan

Kepuasan Kerja Perawat

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoridigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurindaokt... · Evaluasi penampilan ... biografis merupakan variabel yang sering dianalisis

39

D. Variabel Penelitian

Variabel adalah gejala yang menjadi fokus peneliti untuk diamati

(Sugiyono, 2011). Variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel Independen (variabel bebas)

Variabel independen adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau

yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen.

Variabel independen dalam penelitian ini adalah umur, pendidikan, masa

kerja dan gaya kepemimpinan.

2. Variabel Dependen (variabel terikat)

Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang

menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel dependen dalam

penelitian ini adalah kepuasan kerja perawat

E. Hipotesis

Menurut Notoatmodjo (2010), hipotesis penelitian adalah jawaban

sementara penelitian, patokan duga atau sementara, yang kebenarannya akan

dibuktikan dalam penelitian tersebut. Hipotesis dalam penelitian ini yaitu:

1. Ada hubungan umur dengan kepuasan perawat di RSUD Kota Semarang

2. Ada hubungan pendidikan dengan kepuasan kerja perawat di RSUD Kota

Semarang

3. Ada hubungan masa kerja dengan kepuasan kerja perawat di RSUD Kota

Semarang

4. Ada hubungan gaya kepemimpinan kepala ruang dengan kepuasan kerja

perawat di RSUD Kota Semarang