bab ii tinjauan pustaka -...

27
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.Konsep Dasar Remaja 1. Definisi Remaja Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Dalam masa ini, remaja berkembang kearah kematangan seksual, memantapkan identitas sebagai individu yang terpisah dari keluarga, dan menghadapi tugas menentukan cara mencari mata pencaharian (Atkinson,1999). Pendapat lain mengatakan masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa dan merupakan periode kehidupan yang paling banyak terjadi konflik pada diri seseorang. Pada masa ini terjadi perubahan-perubahan penting baik fisik maupun psikis. Masa ini menunutut kesabaran dan pengertian yang luar biasa dari orang tua. Masa remaja dikenal sebagai masa yang penuh kesukaran. Bukan saja kesukaran bagi individul, tetapi juga bagi orang tua dan masyarakat. Hal ini disebabkan disebabkan masa remaja merupakan masa transisi antara kanak- kanak dan dewasa. Masa transisi ini sering kali menghadapi individu yang bersangkutan kepada situasi yang membingungkan, disatu pihak ia masih kanak-kanak, tapi dilain pihak ia harus bertingkah laku seperti orang dewasa (Purwanto, 1998).

Upload: doantram

Post on 22-Mar-2019

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Konsep Dasar Remaja

1. Definisi Remaja

Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak-kanak dengan masa

dewasa. Dalam masa ini, remaja berkembang kearah kematangan seksual,

memantapkan identitas sebagai individu yang terpisah dari keluarga, dan

menghadapi tugas menentukan cara mencari mata pencaharian

(Atkinson,1999). Pendapat lain mengatakan masa remaja merupakan masa

peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa dan merupakan periode

kehidupan yang paling banyak terjadi konflik pada diri seseorang. Pada masa

ini terjadi perubahan-perubahan penting baik fisik maupun psikis. Masa ini

menunutut kesabaran dan pengertian yang luar biasa dari orang tua.

Masa remaja dikenal sebagai masa yang penuh kesukaran. Bukan saja

kesukaran bagi individul, tetapi juga bagi orang tua dan masyarakat. Hal ini

disebabkan disebabkan masa remaja merupakan masa transisi antara kanak-

kanak dan dewasa. Masa transisi ini sering kali menghadapi individu yang

bersangkutan kepada situasi yang membingungkan, disatu pihak ia masih

kanak-kanak, tapi dilain pihak ia harus bertingkah laku seperti orang dewasa

(Purwanto, 1998).

9

2. Batasan Usia Remaja

Masa remaja dapat bermula pada usia sekitar 10 tahun. (Rusmini,

2004). Sedangkan menurut pendapat lain mengatakan bahwa batasan usia

remaja tidak ditentukan dengan jelas, tapi kira-kira berawal dari usia 12

sampai akhir usia belasan, saat pertumbuhan fisik hampir lengkap

(Soetjiningsih, 2007). Adapun batasan usia remaja menurut beberapa sumber

lain adalah:

a. Menurut WHO mendefinisikan bahwa anak bisa dikatakan remaja apabila

telah mencapai umur 10-19 tahun.

b. Dalam UU No. 4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak, remaja adalah

individu yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum menikah.

c. Menurut UU Perkawinan No.1 tahun 1974, anak dianggap sudah remaja

apabila sudah cukup matang untuk menikah yaitu umur 16 rahun untuk

anak perempuan dan 19 tahun untuk anak leki-laki.

d. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, menganggap remaja bila sudah

berusia 18 tahun yang sesuaidengan saat lulus dari sekolah menengah.

3. Perkembangan remaja

Perkembangan remaja meliputi perkembangan fisik, sosial, emosi, moral

dan kepribadian (Hurlock, 2000).

a. Perkembangan fisik remaja

Seperti pada semua usia, dalam perubahan fisik juga terdapat

perbedaan individual. Perbedaan seks sangat jelas. Meskipun anak laki-

10

laki memulai pertumbuhan pesatnya lebih lambat daripada anak

perempuan. Hal ini menyebabkan pada saat matang anak laki-laki lebih

tinggi daripada perempuan. Setelah masa puber, kekuatan anak laki-laki

melebihi kekuatan anak perempuan. Perbedaan individual juga

dipengaruhi oleh usia kematangan. Anak yang matangnya terlambat

cenderung mempunyai bahu yang lebih lebar dari pada anak yang matang

lebih awal (Hurlock, 2000).

b. Perkembangan sosial

Salah satu tugas perkembangan remaja yang tersulit adalah yang

berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri

dengan lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah ada

dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga

dan sekolah (Hurlock, 2000).

Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus

membuat banyak penyesuaian baru. Yang terpenting dan tersulit adalah

penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh kelompok sebaya,

perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilai-

nilai baru dalam seleksi persahabatan, nilai-nilai baru dalam dukungan dan

penolakan sosial, dan nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin (Hurlock,

2000).

c. Perkembangan emosi

Masa remaja ini biasa juga dinyatakan sebagai periode “badai dan

tekanan”, yaitu suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai

11

akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Meningginya perubahan emosi ini

dikarenakan adanya tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

Pada masa ini remaja tidak lagi mengungkapkan amarahnya

dengan cara gerakan amarah yang meledak-ledak, melainkan dengan

menggerutu, atau dengan suara keras mengritik orang-orang yang

menyebabkan amarah.

d. Perkembangan moral

Pada perkembangan moral ini remaja telah dapat mempelajari apa

yang diharapkan oleh kelompok daripadanya kemudian mau membentuk

perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus dibimbing,

diawasi, didorong, dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu

anak-anak (Hurlock, 2000).

Pada tahap ini remaja diharapkan mengganti konsep-konsep moral

yang berlaku khusus dimasa kanak-kanak dengan prinsip moral yang

berlaku umum dan merumuskannya ke dalam kode moral yang akan

berfungsi sebagai pedoman bagi perilakunya (Hurlock, 2000).

e. Perkembangan kepribadian

Pada masa remaja, anak laki-laki dan anak perempuan sudah

menyadari sifat-sifat yang baik dan yang buruk, dan mereka menilai sifat-

sifat ini sesuai dengan sifat teman-teman mereka. Mereka juga sadar akan

peran kepribadian dalam hubungan-hubungan sosial dan oleh karenanya

terdorong untuk memperbaiki kepribadian mereka (Hurlock, 2000).

Banyak remaja menggunakan standar kelompok sebagai dasar

12

konsep mereka mengenai kepribadian “ideal”. Tidak banyak yang merasa

dapat mencapai gambaran yang ideal ini dan mereka yang tidak berhasil

ingin mengubah kepribadian mereka (Hurlock, 2000).

B. Pengalaman Psikologis

1. Definisi Pengalaman

Pengalaman berarti “mengenyam sesuatu dalam batin” ini

mengandalikan adanya fakta dan pengertian-pengertian ini juga menuntut

seseorang menduga kejadian-kejadian menganalisis, dan menilai ide-ide

hanya dengan pemahaman yang tepat terhadap apa yang dipertimbangkan,

orang dapat maju sampai menghargai arti pengalaman. Pemahaman tidak

hanya terbatas pada aspek intelektual, tetapi mencakup keseluruhan pribadi,

budi, perasaan, dan kemauan masuk ke pengalaman belajar. Dalam

pengalaman itu tercakup ranah kognitif dan afektif sekaligus kegiatan

belajar yang hanya menekankan pemahaman intelektual, tanpa diserti

perasaan batin,tidak akan mendorong orang untuk bertindak. Oleh karena

itu, istilah pengalaman dipakai untuk mencirikan setiap kegiatan yang

didalamnya tercakup pemahaman kognitf dan afektif sekaligus dari materi

yang di pelajari (PSB, 2009)

Pudjijogyanti (dalam Citra, 2004) mengatakan bahwa seluruh sikap

dan pandangan individu terhadap dirinya sangat memengaruhi individu

dalam menafsirkan pengalamannya. Sebuah kejadian dapat ditafsirkan

secara berbeda-beda oleh tiap individu, karena masing-masing mempunyai

13

sikap dan pandangan yang berbeda terhadap diri sendiri. Konsep diri yang

dimiliki seseorang dipengaruhi oleh pengalaman, sebaliknya konsep diri

juga akan mempengaruhi cara seseorang menggunakan pengalamannya.

2. Aspek pengalaman psikologis

Aspek-aspek pengalaman psikologis ini meliputi :.

a. Konsep diri

Konsep diri merupakan pandangan dan perasaan kita terhadap diri

sendiri, yang bersifat fisik, psikologis dan sosial yang datang dari

pengalaman dan interaksi kita dengan orang lain (Tamsil, 2005). Menurut

Setyani (2008) konsep diri diartikan sebagai keyakinan, pandangan, atau

penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri. Konsep diri terbentuk melalui

proses belajar sejak masa pertumbuhan seorang manusia dari kecil hingga

dewasa.

Berdasarkan pengalaman-pengalaman psikologis yang bersifat

positif maka konsep diri yang timbul adalah pada penerimaan diri yang baik

yang meliputi (Atosokhi dkk, 2003, :

a. Merasa senang terhadap diri sendiri, seseorang merasa lebih sehat lebih

bersemangat dan sepertinya tidak ada masalah.

b. Merasa lebih berharga atau sekurang-kurangnya sama dan sejajar dengan

orang lain, karena menyadari bahwa disamping kekurangan-kekurangan

juga memiliki kelebihan.

c. Menerima kelebihan dan kekurangan yang ada, namun kekurangan itu

bukan sebagai penghalang untuk maju. Menerima kekurangan bukan

berarti membiarkan kekurangan itu tanpa berusaha memperbaikinya.

14

Sejauh memungkinkan untuk melakukan perbaikan, kita tetap

bertanggung jawab untuk melakukannya.

d. Mampu melaksanakan pekerjaan dengan baik karena ada kepercayaan

dalam dirinya. Semakin orang mempunyai kepercayaan diri maka

semakin mampu melakukan hal-hal diluar dugaan.

e. Dengan menerima diri sendiri maka membangun sikap positif terhadap

diri sendiri. Sehingga kita mampu memaafkan (berdamai dengan diri

sendiri). Jika seseorang berbuat kesalahan yang serius maka akan belajar

sehingga dapat melakukan hal yang lebih baik

f. Dengan menerima diri sendiri maka seseorang akan mampu menerima

orang lain.

b. Harga diri

Coopersmith (dalam Siregar, 2006) mendefinisikan harga diri

sebagai suatu penilaian yang dilakukan oleh individu tehadap dirinya

sendiri. Penilaian tersebut mencerminkan sikap penerimaan atau penolakan

dan menunjukkan seberapa jauh individu percaya bahwa dirinya mampu,

penting, berhasil dan berharga. Kesadaran tentang dirinya dan perasaan

terhadap diri sendiri itu akan menimbulkan suatu penilaian terhadap diri

sendiri baik positif maupun negatif.

Menurut Hurlock (2000) harga diri merupakan evaluasi diri yang

dibuat dan dipertahankan oleh seseroang yang berasal dari interaksi sosial

dalam keluarga serta perhargaan, perlakuan dan penerimaannya dari orang

lain.

Aspek-aspek harga diri menurut Felker (dalam Siregar, 2006)

meliputi :

15

1. Feeling of belonging, perasaaan individu bahwa dirinya merupakan

bagian dari suatu kelompok dan bahwa ia diterima serta dihargai oleh

anggota kelompoknya. Individu akan memiliki nilai positif akan dirinya

bila mengalami perasaan diterima atau menilai dirinya bagian dari

kelompoknnya.

2. Feeling of competence, yaitu perasaan individu bahwa ia mampu

mencapai suatu hasil yang diharapkannya. Bila individu merasa telah

mencapai tujuan secara efisien, maka individu tersebut akan memberikan

penilaian yang positif pada dirinya.

3. Feeling of worth, perasaan individu bahwa dirinya berharga. Perasaan ini

seringkali muncul dalam bentuk pernyataan yang sifatnya pribadi seperi

pandai, cantik, menawan, langsing dan lain-lain. Individu yang

mempunyai perasaan berharga akan menilai dirinya positif daripada

yang tidak berharga.

c. Kepribadian

Kepribadian adalah semua corak kebiasaan manusia yang terhimpun

dalam dirinya dan digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri

terhadap segala rangsangan baik dari luar maupun dari dalam. Corak

kebiasaan ini merupakan kesatuan fungsional yang khas pada seseorang.

Perkembangan kepribadian itu bersifat dinamis artinya selama individu

masih tetap belajar dan bertambah pengetahuan, pengalaman serta

keterampilannya, ia akan semakin matang dan mantap. Pada usia lanjut yang

sehat, kepribadiannya tetap berfungsi baik, kecuali mereka dengan masalah

16

kesehatan jiwa atau tergolong patologik. Kepribadian juga dapat diartikan

sebagai sesuatu atau figur diri yang ingin ditunjukkan atau ditampilkan

didalam keseharian yang ditunjunjukkan melalui sikap atau tingkah laku

seseorang. Kepribadian juga dapat dirubah dan dapat juga tergantung pada

presepsi atau pendapat orang. Sesuai dengan apa yang diinginkan yang akan

ditunjukkan dihadapan orang lain (2008).

Dimensi-dimensi kepribadian tersebut meliputi :

1. Conscious /Unconscious

Sadar dan tak sadar adalah dimensi yang sejak lama ada dalam teori

kepribadian. Para pendukung Psikoanalisis (Freud, Jung, Horney) adalah

orang-orang yang menekankan bahwa kepribadian dikontrol oleh proses

yang tidak disadari. Sementara Psikologi Aliran Humanisme menekankan

pada faktor kesadaran sebagai pembentuk kepribadian (Allport, Rogers,

Maslow).

2. Heredity / Environment

Pada dasarnya hampir semua teori kepribadian mengakui peran

faktor keturunan sebagai penentu kepribadian sseorang. Tetapi kalangan

Behaviorist mengatakan bahwa kepribadian dapat dipahami tanpa harus

mempertimbangkan faktor genetis dan biologis. Rogers & Bandura

menekankan pada lingkungan sosial, dimana kepribadian adalah suatu

proses belajar sosial seseorang.

3. Acquisition / Process Of Learning

Teori Behaviorisme lebih menekankan pada proses belajar yang

17

membentuk suatu kerpibadian, yaitu cara bagaimana suatu tingkah laku

dimodifikasi. Dan biasanya teori-teori kepribadian mengakui peran proses

belajar dalam pembentukan suatu kepribadian. Walaupun demikian, ada

beberapa teorist yang juga menekankan pada acquisition of behavior,

misalnya Cattel dan Murray.

4. past / present

Sigmund Freud adalah pendiri Psikoanalisis yang mengatakan bahwa

kepribadian adalah hasil dari bentukan masa lalu, yaitu masa 5 tahun

pertama kehidupan. Setelah masa itu, kepribadian hanyalah ulangan atau

fiksasi dari apa yang didapat dulu. Dan pandangan ini menjadi pegangan

dalam aliran psikoanalisis. Sementara Lewin dan Alport mengatakan bahwa

yang terpenting dari kepribadian bukanlah masa lalu tetapi masa kini.

5. Person / Situation

Dimensi ini menekankan pada proses dimana kepribadian itu

terbentuk. Penekanan pada Person berarti kepribadian adalah bentukan dari

inner process yang terjadi dalam diri individu, sementara penekanan pada

Situation berarti bahwa kepribadian adalah bentukan dari faktor lingkungan

sosial dimana individu itu berada. Walaupun demikian ada juga yang

menjadikan kedua dimensi itu sebagai dasar pembentukan suatu

kepribadian. Fromm & Skinner, misalnya, menekankan pada faktor

sosiokultural dalam kepribadian, sementara Sheldon dan Binswanger lebih

menekankan pada faktor biologis internal dalam diri individu.

18

6. Holistic / Analitic

Dimensi holistik menyaratkan bahwa suatu tingkah laku hanya dapat

dimengerti berdasarkan konteksnya, dan juga segala sesuatu yang dilakukan

oleh individu berhubungan dengan fungsi-fungsi fisiologis dan biologisnya.

Sementara dimensi analitik berpendapat bahwa suatu tingkah laku bisa saja

dipelajari dan didapat secara terpisah dari tingkah laku yang lainnya. Mereka

yang beraliran analitik misalnya adalah Lewin dan Binswanger.

7. Normal / Abnormal

Banyak juga teori kepribadian yang menekankan pada abnormalitas

suatu kepribadian. Dengan mempelajari abnormalitas itu maka pemahaman

tentang orang normal dapat diperoleh. Perbedaan normal/abnormal dapat

dilihat secara kualitatif yaitu melihat seberapa jauh hal-hal patologis dalam

kepribadian itu berbeda dari yang normal. Allport dan Cattel, misalnya,

menekankan pada orang-orang normal.

d. Prsepsi

Menurut Markin (1974) persepsi adalah suatu proses yang kompleks

untuk mengadakan pemilihan, pengaturan dan interprestasi terhadap

rangsang inderawi guna memberikan gambaran berarti tentang suatu hal.

Sarwono (1986) mengatakan persepsi adalah kemampuan mengenal obyek

satu persatu, membedakan antara satu benda dengan benda yang lainnya dan

mengelompokkan benda-benda yang berdekatan.

Ahmadi (1991) berpendapat bahwa persepsi merupakan hasil

perbuatan jiwa secara aktif dan penuh pengertian untuk menyadari adanya

19

rangsangan dalam berpersepsi orang sadar dapat memisahkan unsur obyek

tersebut. Selanjutnya Walgito (1994) persepsi seseorang merupakan proses

aktif yang memegang peranan bukan hanya stimulus yang mengenainya,

tetapi juga individu sebagai satu kesatuan dengan pengalaman-

pengalamannya, motivasi serta sikapnya yang relevan dalam menanggapi

stimulus.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan

bahwa persepsi merupakan suatu proses diterimanya rangsangan melalui

panca indera terhadap kejadian, benda maupun tingkah laku manusia dengan

memandang atau mengamati suatu rangsangan dengan interpretasi secara

berbeda meskipun rangsangan yang diterima adalah sama.

Aspek-aspek persepsi menurut Walgito (1994) ada lima macam,

yaitu :

1) Aspek kognisi

Menyangkut penghargaan, cara mendapatkan pengetahuan, cara berpikir

pengalaman masa lalu.

2) Aspek konasi

Menyangkut sikap dan perilaku aktivitas serta motif yang tercermin dari

masing-masing individu.

3) Aspek afeksi

Menyangkut emosi yang terdapat dari dalam individu.

e. Strategi Koping (Cara penyelesaian Masalah)

Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan individu dalam

menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon

terhadap situasi yang mengancam (Keliat, 1999). Sementara itu Mustikasari

20

(2006) menyebutkan definisi mekanisme koping sebagai cara yang

digunakan individu dalam menyelesaikan masalah, mengatasi perubahan

yang terjadi dan situasi yang mengancam baik secara kognitif maupun

perilaku.

Winarto (2007) mengungkapkan bahwa setiap individu sebagai

mahluk bio psiko social merupakan suatu kesatuan yang utuh yang memiliki

mekanisme koping untuk beradaptasi terhadap lingkungan. Dalam ilmu

keperawatan manusia yang utuh dan sehat merupakan individu mampu

berfungi untuk memenuhi kebutuhan bio psiko social setiap orang

menggunakan koping yang positif maupun yang negatif. Untuk mampu

beradaptasi tiap individu akan berespon terhadap kebutuhan fisiologis,

konsep diri yang positif, mampu memelihara integritas diri, selalu berada

pada rentang sehat sakit untuk memelihara proses adaptasi. Kesehatan

merupakan keseimbangan dari hasil koping yang efektif.

Koping yang digunakan setiap individu berbeda-beda tergantung

pada masalah yang dihadapi dan kemampuan menghadapi maslah tersebut.

Jika masalah tersebut dapat diselesaikan dengan baik maka individu tersebut

akan senang, sedangkan jika masalah tersebut tidak dapat diselesaikan

dengan baik dapat menyebabkan individu itu marah-marah,frustasi hingga

depresi (Abraham, 1997)

Stuart dan Sundeen (dalam Mustikasari, 2006) menyebutkan

mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi dua yaitu :

21

a. Mekanisme koping adaptif

Adalah mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi,

pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah berbicara

dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi,

latihan seimbang dan aktivitas konstruktif.

b. Mekanisme koping maladaptif

Adalah mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah

pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai

lingkungan. Kategorinya adalah makan berlebihan / tidak makan, bekerja

berlebihan, menghindar.

Stuart dan Sundeen (1995), Townsend (1996), Herawati (1999) dan

Keliat (1999) menyebutkan bahwa koping dapat dikaji melalui berbagai

aspek, salah satunya adalah aspek psikososial.

a. Reaksi Orientasi Tugas

Berorientasi terhadap tindakan untuk memenuhi tuntutan dari situasi

stress secara realistis, dapat berupa konstruktif atau destruktif. Misal :

1) Perilaku menyerang (agresif) biasanya untuk menghilangkan atau

mengatasi rintangan untuk memuaskan kebutuhan.

2) Perilaku menarik diri digunakan untuk menghilangkan sumber-sumber

ancaman baik secara fisik atau psikologis.

3) Perilaku kompromi digunakan untuk merubah cara melakukan,

merubah tujuan atau memuaskan aspek kebutuhan pribadi seseorang.

22

b. Mekanisme pertahanan ego, yang sering disebut sebagai mekanisme

pertahanan mental. Adapun mekanisme pertahanan ego adalah sebagai

berikut:

a) Kompensasi, yaitu proses dimana seseorang memperbaiki penurunan

citra diri dengan secara tegas menonjolkan keistimewaan/kelebihan

yang dimilikinya.

b) Penyangkalan (denial), yaitu menyatakan ketidaksetujuan terhadap

realitas dengan mengingkari realitas tersebut. Mekanisme pertahanan

ini adalah paling sederhana dan primitif.

c) Pemindahan (displacement), yaitu pengalihan emosi yang semula

ditujukan pada seseorang/benda lain yang biasanya netral atau lebih

sedikit mengancam dirinya.

d) Disosiasi, yaitu pemisahan suatu kelompok proses mental atau

perilaku dari kesadaran atau identitasnya.

e) Identifikasi (identification), yaitu proses dimana seseorang untuk

menjadi seseorang yang ia kagumi berupaya dengan

mengambil/menirukan pikiran-pikiran, perilaku dan selera orang

tersebut.

f) Intelektualisasi (intelectualization), yaitu penggunaan logika dan

alasan yang berlebihan untuk menghindari pengalaman yang

mengganggu perasaannya.

g) Introjeksi (Introjection), yaitu suatu jenis identifikasi yang kuat

dimana seseorang mengambil dan melebur nilai-nilai dan kualitas

23

seseorang atau suatu kelompok ke dalam struktur egonya sendiri,

merupakan hati nurani.

h) Isolasi, yaitu pemisahan unsur emosional dari suatu pikiran yang

mengganggu dapat bersifat sementara atau berjangka lama.

i) Proyeksi, yaitu pengalihan buah pikiran atau impuls pada diri sendiri

kepada orang lain terutama keinginan, perasaan emosional dan

motivasi yang tidak dapat ditoleransi.

j) Rasionalisasi, yaitu mengemukakan penjelasan yang tampak logis dan

dapat diterima masyarakat untuk menghalalkan/membenarkan

impuls, perasaan, perilaku, dan motif yang tidak dapat diterima.

k) Reaksi formasi, yaitu pengembangan sikap dan pola perilaku yang

disadari, yang bertentangan dengan apa yang sebenarnya ia rasakan

atau ingin lakukan.

l) Regresi, yaitu kemunduran akibat stres terhadap perilaku dan

merupakan ciri khas dari suatu taraf perkembangan yang lebih dini

m) Represi, yaitu pengesampingan secara tidak sadar tentang pikiran,

impuls atau ingatan yang menyakitkan atau bertentangan, dari

kesadaran seseorang; merupakan pertahanan ego yang primer yang

cenderung diperkuat oleh mekanisme lain.

n) Pemisahan (splitting), yaitu sikap mengelompokkan orang / keadaan

hanya sebagai semuanya baik atau semuanya buruk; kegagalan untuk

memadukan nilai-nilai positif dan negatif di dalam diri sendiri.

o) Sublimasi, yaitu penerimaan suatu sasaran pengganti yang mulia

24

artinya dimata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami

halangan dalam penyalurannya secara normal.

p) Supresi, yaitu suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme

pertahanan tetapi sebetulnya merupakan analog represi yang

disadari; pengesampingan yang disengaja tentang suatu bahan dari

kesadaran seseorang; kadang-kadang dapat mengarah pada represi

yang berikutnya.

q) Undoing, yaitu tindakan/ perilaku atau komunikasi yang

menghapuskan sebagian dari tindakan/ perilaku atau komunikasi

sebelumnya; merupakan mekanisme pertahanan primitif.

C. Konsep Obesitas

1. Definisi Obesitas

Obesitas (kegemukan) merupakan salah satu masalah yang ditakuti

remaja, khususnya remaja putri. Seseorang yang memiliki berat badan 20%

lebih tinggi dari nilai tengah kisaran berat badannya yang normal dianggap

mengalami obesitas. Obesitas sendiri digolongkan menjadi 3 kelompok,

yaitu obesitas ringan dengan kelebihan berat badan 20-40%, obesitas

sedang dengan kelebihan berat badan 41-100% dan obesitas berat kelebihan

berat badan >100% (Anonim, 2009). Obesitas pada remaja diperhitungkan

sebagai BB terhadap TB lebih tinggi dari 120% (Soetjiningsih, 2007).

Berdasarkan IMT, postur tubuh ideal dinilai dari pengukuran

antropometri untuk menilai apakah komponen tubuh tersebut sesuai dengan

25

standar normal atau ideal. Pengukuran antropometri yang paling sering

digunakan adalah rasio antara berat badan (kg) dan tinggi badan (m) kuadrat,

yang disebut Indeks Massa Tubuh (IMT). Cara pengukuran status gizi

berdasarkan indeks BB/TB dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh

(IMT), karena IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status

gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan

kelebihan berat badan (Supariasa, 2002)

BB (kg) IMT =

TB² (cm)

Batas tabel imt untuk orang indonesia Status gizi Wanita Laki-laki

Normal

Kegemukan

Obesitas

17-23

23-27

> 27

18-25

25-27

> 27

Sumber : Depkes, 2003

IMT yang normal adalah antara 18-25. Seseorang dikatakan kurus

bila IMT kurang dari 18 dan gemuk bila IMT lebih dari 25. Bila IMT lebih

dari 30, orang tersebut menderita obesitas dan perlu diwaspadai karena

biasanya obesitas menyertai penyakit lain misalnya diabetes mellitus,

hipertensi, hiperkolesterol dan kelainan metabolisme lain. Untuk mengetahui

berat badan ideal, dapat digunakan rumus Brocca sebagai berikut :

BB Ideal = (TB-100) – 10% (TB – 100)

Keterangan :

Batas ambang yang diperbolehkan adalah 10%. Bila lebih dari 10%

maka termasuk kegemukan dan bila di atas 20% maka sudah terjadi obesitas.

26

2. Penyebab Obesitas

Obesitas disebabkan karena konsumsi makanan yang jauh melebihi

kebutuhan. Obesitas dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan genetik. Faktor

lingkungan juga tidak kalah penting dengan faktor genetik. Salah satunya

adalah pola makan. Pola makan ini ditentukan oleh jenis makanan sehari-

hari dan tingkat kesibukan remaja konsumsi fast-food dan soft drink yang

cenderung dipilih oleh remaja yang memiliki banyak kesibukan turut

menyumbang resiko peningkatan berat badan (Anonim, 2009).

3. Dampak Obesitas

Obesitas dapat memberikan dampak secara biologis, psikologis dan sosial

pada orang yang mengalaminya.

a. Biologis

Seperti yang kita ketahui bahwa obesitas merupakan keadaan

patologis sebagai akibat dari konsumsi makanan yang jauh melebihi

kebutuhannya. Banyak remaja dengan obesitas cenderung tidak

proporsional. Hidung dan mulut relatif kecil, dagu ganda dan timbunan

lemak di daerah payudara. Perut menggantung, terdapat lipatan dan alat

genital khususnya pada remaja putri akan terlihat lebih kecil karena

timbunan lemak. Paha dan lengan terlihat besar namun jari tangan sangat

runcing. Penimbunan lemak yang berlebihan pada beberapa bagian tubuh

ini akan dapat menyebabkan beberapa penyakit, salah satunya adalah

kolesterol tinggi (Sutjiningsih, 2007).

Kolesterol atau kadar lemak dalam darah umumnya berasal dari

27

menu makanan yang di konsumsi. Semakin banyak konsumsi makanan

berlemak, akan semakin besar peluangnya untuk menaikkan kadar

kolesterol. Low Density Lipid (LDL) sering di sebut sebagai kolesterol

jahat karena tingginya kadar LDL akan berpotensi menumpuk atau

menempel pada dinding pembuluh nadi koroner yang dapat menyebabkan

penyempitan dan penyumbatan aliran darah (aterosklerosis). Akbatnya

jantung kesulitan untuk memompa darah dan akhirnya berlanjut ke gejala

serangan jantung mendadak. Bila penyumbatan itu tarjadi di otak, maka

akan menyebabkan stroke dan kelumpuhan (Maulana, 2007).

Seperti yang telah diuaraikan sebelumnya, kegemukan merupakan

salah satu faktor resiko penyakit jantung salah satunya adalah serangan

jantung. Apabila aliran didalam darah urat nadi terhalang secara total,

bagian otot itu mengalami kerusakan , ini dikenal sebagai serangan

jantung akut (AMI). AMI umumnya disebabkan oleh penyumbatan arteri

koroner (Iman, 2004).

Selain serangan jantung, tekanan darah tinggi juga merupakan

faktor resiko dari kegemukan. Bila kerja arteri menjadi berat karena

menimpuknya plak-plak yang mengandung kolesterol, maka tekanan

darah mengalami peningkatan (Lovastatin, 2005).

Kemudian, untuk dampak berikutnya adalah DM tipe II atau Non

Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau diabetes mellitus

yang tidak tergantung pada insulin. Kadar insulin biasanya meningkat

yang menunjukkan hilangnya sensitivitas terhadap insulin oleh sel-sel

28

tubuh. Kegemukan kerupakan faktor utama yang menyebabkan hilangnya

sensitivitas terhadap insulin oleh sel-sel tubuh. Sekitar 90% penderita

diabetes tipe II adalah orang-orang yang gemuk. Sesungguhnya, sebagian

besar para penderita diabetes tipeII dapat dikontrol dengan diet saja

(Lovastatin, 2005).

b. Psikologis

Stress merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi berat

badan. Perlakuan terhadap anak obseitas seperti mengejek,

mentertawakan, mengganggu, mempermainkan dan sebagainya sehingga

menyebabkan anak yang mengalami obesitas semakin menarik diri dari

pergaulan dan aktivitas permainan, sehingga makin kurang aktivitas

fisiknya. Hal ini justru dapat memperberat kegemukannya (Naza, 1995).

Jadi sesungguhnya perilaku makan tidak hanya dapat diterangkan

dan dikaitkan dengan atau bardasarkan kebutuhan biologis saja tetapi

dapat pula diterangkan dari segi psikologis maupun sosial budaya

(Misnadiarly, 2007).

c. Sosial

Orang gemuk dianggap hidup serba kecukupan, ia juga dianggap

selalu merasa senang dan bahagia tanpa beban masalah. Untuk

mengendalikan perilaku makan yang berlebihan yang mengakibatkan

kegemukan, dibutuhkan perubahan gaya hidup. Perubahan gaya hidup ini

dapat dicapai melalui modifikasi perilaku. Perubahan gaya hidup ini tentu

saja tidak mudah dilakukan apalagi jika gaya hidup tersebut telah lama di

29

pertahankan oleh seseorang. Meskipun demikian, tidak mustahil bahwa

modifikasi perilaku dapat membantunya. Perubahan-perubahan sosial

yang serba cepat sebagi konsekuensi modernisasi, industialisasi,

kemajuan iptek telah mempengaruhi nilai-nilai moral, etika dan gaya

hidup. Perubahan- perubahan tata nilai kehidupan antara lain, pola hidup

sederhana dan produkif cenderung kearah pola hidup mewah dan

konsumtif. Selain itu juga pola hidup masyarakat dari yang semula sosil

religius cenderung kearah pola kehidupan masayarakat individual,

msterialistis dan sekunder (Hawari, 2004).

Perubahan-perubahan sosial tersebut diatas dengan segala

keterkaitannya yaitu berbagai macam permasalahan kehidupan pada

sebagian orang dapat merupakan beban atau tekanan mental yang disebut

stressor sosial yang bersangkutan akan mengalami penurunan kekebalan

fisik maupun mental terganggu dan bersangkutan dapat jatuh sakit.

(Hawari, 2004)

Penelitian Bray dan Brownell (dalam Rahmawati, 2006)

menyebutkan bahwa orang yang mengalami obesitas mempunyai dampak

pada interaksi sosial yang berlangsung selama rentang usia anak-anak

hingga dewasa. Perlakuan terhadap remaja obesitas seperti mengejek,

mentertawakan, mengganggu, mempermainkan dan sebagainya juga

menyebabkan remaja yang mengalami obesitas semakin menarik diri dari

pergaulan dan aktivitas, sehingga mengganggu perkembangan sosialnya

(Naza, 1995).

30

D. Pengalaman Psikologis Remaja Obesitas

1. Harga diri pada remaja obesitas

Kegemukan dapat menjadi masalah penting bagi siklus

perkembangan remaja. Menurut Conger & Petersen dalam (Ade, 2006),

pada masa remaja biasanya mulai bersibuk diri terhadap penampilan

fisiknya dan ingin mengubah penampilan mereka dengan memberikan

perhatian yang lebih terhadap masalah-masalah kulit, ingin memiliki tubuh

yang ideal, ingin lebih tinggi atau pendek dan tentu saja ingin memiliki

berat badan yang ideal. Keinginan ini disebabkan karena remaja sering

merasa tidak puas terhadap penampilan dirinya. Ketidakpuasan ini

akhirnya membuat remaja merasa tidak percaya diri dan menganggap

penampilan dirinya sebagai suatu yang menakutkan. Pada masa remaja

sangat mementingkan penampilan, penyimpangan dari tipe tubuh mereka

dapat diasosiasikan dengan kehilangan harga diri (Sprinthall & Collins

dalam Ade, 2006). Remaja yang mengalami obesitas, biasanya akan

menjadi pasif dan depresi, karena sering tidak dilibatkan pada kegiatan

yang dilakukan oleh teman sebayanya. Pada penelitian terhadap remaja

obesitas oleh Mendelson & White dalam Sarafino, 1994, bahwa remaja

obesitas cenderung menurun secara konsisten harga dirinya. Harga diri

memiliki hubungan yang erat terhadap berat badan ideal seorang remaja.

Remaja yang memilki berat badan ideal cenderung dapat diterima di

lingkungan, sehingga remaja tersebut memiliki rasa percaya diri dan harga

diri yang tinggi. Begitu juga sebaliknya, apabila remaja tersebut memiliki

31

berat badan yang kurang ideal oleh lingkungannya, maka dapat membuat

remaja tersebut menjadi tidak percaya diri dan akhirnya merasa harga

dirinya rendah (Ade, 2006).

2. Kepribadian remaja obesitas

Setiap individu memiliki pandangan yang berbeda terhadap

dirinya, sejauhmana individu tersebut menyadari dan menerima segala

kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya. Melalui pemahaman

terhadap diri sendiri maka individu dapat memberikan gambaran tentang

dirinya tersebut yang menentukan penilaian atas dirinya. Penilaian

individu mengenai dirinya sendiri, baik bersifat fisik, sosial maupun

psikologis yang diperoleh atau timbul dalam interaksi dengan lingkungan

sosialnya disebut dengan konsep diri. Salah satu aspek yang menonjol

dalam perkembangan remaja adalah perkembangan fisik. Pertumbuhan

fisik terus berlanjut, sehingga mencapai kematangan pada akhir periode

remaja. Penerimaan dan penolakan terhadap berbagai perubahan terhadap

dalam tubuh akan sangat mempengaruhi kesiapan remaja dalam memasuki

dunia dewasa. Pada remaja putri khususnya, perubahan penampilan fisik

akan lebih terlihat dari sebelumnya. Kelebihan berat badan dari ukuran

ideal atau biasa disebut dengan obesitas merupakan suatu hal yang ditakuti

oleh banyak remaja putri, karena dapat merusak penampilan dan citranya

(Fakhrurrozi, 2008).

32

3. Koping remaja obesitas

Koping yang digunakan setiap remaja yang obesitas berbeda-beda

tergantung pada masalah yang dihadapi dan kemampuan menghadapi

maslah tersebut. Jika masalah tersebut dapat diselesaikan dengan baik maka

remaja tersebut akan senang, sedangkan jika masalah tersebut tidak dapat

diselesaikan dengan baik dapat menyebabkan remaja itu marah-marah,

frustasi hingga depresi (Abraham, 1997)

Mengutip Stuart dan Sundeen (dalam Mustikasari, 2006)

menyebutkan mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi

menjadi dua yaitu :

a. Mekanisme koping adaptif

Adalah mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi,

pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah berbicara

dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi,

latihan seimbang dan aktivitas konstruktif. Demikian halnya dengan

koping adaptif yang dilakukan oleh remaja obesitas yaitu dengan

mencoba memecahkan masalah dengan belajar, berbicara dengan orang

lain dan berusaha menerima dirinya sebagai bentuk kelebihan sehingga

tidak merasa tersisih dan minder.

b. Mekanisme koping maladaptif

Adalah mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi,

memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai

lingkungan. Kategorinya adalah makan berlebihan / tidak makan, bekerja

33

berlebihan, menghindar. Pada remaja obesitas koping maladaptif

dilakukan dengan menutuo diri dari pergaulan dan merasa dirinya berbeda

dengan orang lain sehingga kepribadiannya cenderung tertutup.

E. Fokus Penelitian

Skema 1.1

Fokus penelitian

F. Variabel penelitian dan definisi konseptual

Variabel Penelitian ini adalah pengalaman psikologis remaja dengan

obesitas. Untuk menjelaskan variable tersebut maka yang mempengaruhi

pengalaman remaja dengan obesitas tersebut yaitu: Pemahaman remaja

tentang obesitas, masalah apa yang dihadapi pada remaja obesitas, bagaimana

koping remaja dengan obesitas. Secara konseptual pemahaman remaja tentang

Pengalaman psikologis remaja dengan obesitas

Harga diri remaja obesitas

Persepsi remaja obesitas

Kepribadian remaja

obesitas

Koping remaja yang mengalami obesitas

34

obesitas adalah hal-hal yang diketahui oleh remaja tentang obesitas meliputi

pengertian, penyebab, dampak serta koping-nya dihubungkan dengan

pengalaman yang telah mereka alami. Masalah yang dihadapi remaja

berhubungan dengan obesitas adalah mengetahui masalah apa saja yang

sedang dihadapi remaja obesitas biasanya berhubungan dengan gangguan

secara biologis, psikologis dan sosial serta koping pada remaja obesitas adalah

cara yang digunakan untuk menghadapi situasi stress (menghadapi obesitas)

yang dipengaruhi oleh beberapa faktor.