tinjauan teoridigilib.unimus.ac.id/files//disk1/104/jtptunimus-gdl...metabolisme sangat terbatas...

28
BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001). Sirosis hati adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun pada hati; diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel hati sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati. (Arif Mansjoer, FKUI, 1999) Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sirosis hati adalah penyakit hati kronis yang ditandai oleh adanya peradangan difus pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel hati disertai nodul dan merupakan stadium terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati.

Upload: others

Post on 22-Oct-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • BAB II

    TINJAUAN TEORI

    A. Pengertian

    Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai

    dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya

    dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas,

    pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur

    hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi

    tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne

    C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).

    Sirosis hati adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan

    difus dan menahun pada hati; diikuti dengan proliferasi jaringan ikat,

    degenerasi dan regenerasi sel hati sehingga timbul kekacauan dalam

    susunan parenkim hati. (Arif Mansjoer, FKUI, 1999)

    Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sirosis

    hati adalah penyakit hati kronis yang ditandai oleh adanya peradangan

    difus pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan

    regenerasi sel hati disertai nodul dan merupakan stadium terakhir dari

    penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati.

  • B. Anatomi dan Fisiologi

    Hati terletak di belakang tulang-tulang iga (kosta) dalam rongga

    abdomen daerah kanan atas. Hati memiliki berat sekitar 1500 gram dan

    dibagi menjadi empat lobus. Setiap lobus hati terbungkus oleh lapisan tipis

    jaringan ikat yang membentang ke dalam lobus itu sendiri dan membagi

    massa hati menjadi unit-unit yang lebih kecil, yang disebut lobulus.

    Sirkulasi darah ke dalam dan keluar hati sangat penting dalam

    penyelenggaraan fungsi hati. Darah yang mengalir ke dalam hati berasal

    dari dua sumber. Kurang lebih 75% suplai darah datang dari vena porta

    yang mengalirkan darah yang kaya akan nutrien dari traktus

    gastrointestinal. Bagian lain suplai darah tersebut masuk ke dalam hati

    lewat arteri hepatika dan banyak mengandung oksigen. Cabang-cabang

    terminalis kedua pembuluh darah ini bersatu untuk membentuk capillary

  • beds bersama yang merupakan sinusoid hepatik. Dengan demikian, sel-sel

    hati (hepatosit) akan terendam oleh campuran darah vena dan arterial.

    Sinusoid mengosongkan isinya ke dalam venule yang berada pada bagian

    tengah masing-masing lobulus hepatik dan dinamakan vena sentralis.

    Vena sentralis bersatu membentuk vena hepatika yang merupakan

    drainase vena dari hati dan akan mengalirkan isinya ke dalam vena kava

    inferior di dekat diafragma. Jadi terdapat dua sumber yang mengalirkan

    darah masuk ke dalam hati dan hanya terdapat satu lintasan keluarnya.

    Disamping hepatosit, sel-sel fagositik yang termasuk dalam sistem

    retikuloendotelial juga terdapat dalam hati. Organ lain yang mengandung

    sel-sel retikuloendotelial adalah limpa, sumsum tulang, nodus limfatikus

    (kelenjar limfe) dan paru-paru. Dalam hati, sel-sel ini dinamakan sel

    kupfer. Fungsi utama sel kupfer adalah memakan benda partikel (seperti

    bakteri) yang masuk ke dalam hati lewat darah portal.

    Fungsi metabolik hati:

    1. Metabolisme glukosa

    Sesudah makan glukosa diambil dari darah vena portal oleh

    hati dan diubah menjadi glikogen yang disimpan dalam hepatosit.

    Selanjutnya glikogen diubah kembali menjadi glukosa dan jika

    diperlukan dilepaskan ke dalam aliran darah untuk mempertahankan

    kadar glukosa yang normal. Glukosa tambahan dapat disintesis oleh

    hati lewat proses yang dinamakan glukoneogenesis. Untuk proses ini

  • hati menggunakan asam-asam amino hasil pemecahan protein atau

    laktat yang diproduksi oleh otot yang bekerja.

    2. Konversi amonia

    Penggunaan asam-asam amino untuk glukoneogenesis akan

    membentuk amonia sebagai hasil sampingan. Hati mengubah amonia

    yang dihasilkan oleh proses metabolik ini menjadi ureum. Amonia

    yang diproduksi oleh bakteri dalam intestinum juga akan dikeluarkan

    dari dalam darah portal untuk sintesis ureum. Dengan cara ini hati

    mengubah amonia yang merupakan toksin berbahaya menjadi ureum

    yaitu senyawa yang dapat diekskresikan ke dalam urin.

    3. Metabolisme protein

    Organ ini mensintesis hampir seluruh plasma protein termasuk

    albumin, faktor-faktor pembekuan darah protein transport yang

    spesifik dan sebagian besar lipoprotein plasma. Vitamin K diperlukan

    hati untuk mensintesis protombin dan sebagian faktor pembekuan

    lainnya. Asam-asam amino berfungsi sebagai unsur pembangun bagi

    sintesis protein.

    4. Metabolisme lemak

    Asam-asam lemak dapat dipecah untuk memproduksi energi

    dan benda keton. Benda keton merupakan senyawa- senyawa kecil

    yang dapat masuk ke dalam aliran darah dan menjadi sumber energi

    bagi otot serta jaringan tubuh lainnya. Pemecahan asam lemak menjadi

    bahan keton terutama terjadi ketika ketersediaan glukosa untuk

  • metabolisme sangat terbatas seperti pada kelaparan atau diabetes yang

    tidak terkontrol.

    5. Penyimpanan vitamin dan zat besi

    6. Metabolisme obat

    Metabolisme umumnya menghilangkan aktivitas obat tersebut

    meskipun pada sebagian kasus, aktivasi obat dapat terjadi. Salah satu

    lintasan penting untuk metabolisme obat meliputi konjugasi

    (pengikatan) obat tersebut dengan sejumlah senyawa, untuk

    membentuk substansi yang lebih larut. Hasil konjugasi tersebut dapat

    diekskresikan ke dalam feses atau urine seperti ekskresi bilirubin.

    7. Pembentukan empedu

    Empedu dibentuk oleh hepatosit dan dikumpulkan dalam

    kanalikulus serta saluran empedu. Fungsi empedu adalah ekskretorik

    seperti ekskresi bilirubin dan sebagai pembantu proses pencernaan

    melalui emulsifikasi lemak oleh garam-garam empedu.

    8. Ekskresi bilirubin

    Bilirubin adalah pigmen yang berasal dari pemecahan

    hemoglobin oleh sel-sel pada sistem retikuloendotelial yang mencakup

    sel-sel kupfer dari hati. Hepatosit mengeluarkan bilirubin dari dalam

    darah dan melalui reaksi kimia mengubahnya lewat konjugasi menjadi

    asam glukuronat yang membuat bilirubin lebih dapat larut di dalam

    larutan yang encer. Bilirubin terkonjugasi disekresikan oleh hepatosit

  • ke dalam kanalikulus empedu didekatnya dan akhirnya dibawa dalam

    empedu ke duodenum.

    Konsentrasi bilirubin dalam darah dapat meningkat jika

    terdapat penyakit hati, bila aliran empedu terhalang atau bila terjadi

    penghancuran sel-sel darah merah yang berlebihan. Pada obstruksi

    saluran empedu, bilirubin tidak memasuki intestinum dan sebagai

    akibatnya, urobilinogen tidak terdapat dalam urin.

    ( Suzanne C Smeltzer, 2001 )

    C. Etiologi

    Menurut FKUI, 1999, penyebab sirosis hepatis antara lain :

    1. Malnutrisi

    2. Alkoholisme

    3. Virus hepatitis

    4. Kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatica

    5. Hemokromatosis (kelebihan zat besi)

    6. Penyakit Wilson (penumpukan tembaga yang berlebihan bawaan)

    7. Zat toksik

    Ada 3 tipe sirosis atau pembentukan parut dalam hati :

    1. Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut

    secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh

    alkoholis kronis.

    2. Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar

    sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.

  • 3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di

    sekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan

    infeksi (kolangitis).

    D. Patofisiologi

    Meskipun ada beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi sirosis,

    konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang

    utama. Sirosis terjadi dengan frekuensi paling tinggi pada peminum

    minuman keras. Meskipun defisiensi gizi dengan penurunan asupan

    protein turut menimbulkan kerusakan hati pada sirosis, namun asupan

    alkohol yang berlebihan merupakan faktor penyebab utama pada

    perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian,

    sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasan

    minum dan pada individu yang dietnya normal tapi dengan konsumsi

    alkohol yang tinggi.

    Faktor lainnya dapat memainkan peranan, termasuk pajanan

    dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen, terklorinasi, arsen

    atau fosfor) atau infeksi skistosomiastis yang menular. Jumlah laki-laki

    penderita sirosis adalah dua kali lebih banyak dari pada wanita dan

    mayoritas pasien sirosis berusia 40 – 60 tahun.

    Sirosis laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh nekrosis

    yang melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang selama

    perjalanan penyakit sel-sel hati yang dihancurkan itu secara berangsur-

    angsur digantikan oleh jaringan parut yang melampaui jumlah jaringan

  • hati yang masih berfungsi. Pulau-pulau jaringan normal yang masih tersisa

    dan jaringan hati hasil regenerasi dapat menonjol dari bagian-bagian yang

    berkonstriksi sehingga hati yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip

    paku sol sepatu berkepala besar (hobnail appearance) yang khas.

    Sirosis hepatis biasanya memiliki awitan yang insidus dan

    perjalanan penyakit yang sangat panjang sehingga kadang-kadang

    melewati rentang waktu 30 tahun/lebih.

    ( Suzanne C Smeltzer, 2001 )

    E. Manifestasi Klinis

    Penyakit ini mencakup gejala ikterus dan febris yang intermiten.

    1. Pembesaran hati

    Pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung membesar dan sel-

    selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki

    tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat

    terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja

    terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati

    (kapsula Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran

    hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan

    jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba

    benjol-benjol (noduler).

    2. Obstruksi Portal dan Asites

    Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati

    yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua

  • darah dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena

    portal dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak

    memungkinkan pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah

    tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal

    dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti

    pasif yang kronis. Dengan kata lain, kedua organ tersebut akan

    dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan

    baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita

    dispepsia kronis atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-

    angsur mengalami penurunan.

    Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan

    menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya

    shifting dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi.

    Jaring-jaring telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial

    menyebabkan jaring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat

    dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh.

    3. Varises Gastrointestinal

    Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan

    fibrotik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral

    sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pernbuluh

    portal ke dalam pernbuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah.

    Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi

    pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi

  • abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh darah diseluruh

    traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah

    merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh

    darah kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan membentuk varises

    atau hemoroid tergantung pada lokasinya.

    Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan

    tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat

    mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena itu,

    pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui perdarahan

    yang nyata dan tersembunyi dari traktus gastrointestinal. Kurang lebih

    25% pasien akan mengalami hematemesis ringan, sisanya akan

    mengalami hemoragi masif dari ruptur varises pada lambung dan

    esofagus.

    4. Edema

    Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal

    hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga

    menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron

    yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan

    ekskresi kalium.

    5. Defisiensi Vitamin dan Anemia

    Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin

    tertentu yang tidak memadai (terutama vitamin A, C dan K), maka

    tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya

  • sebagai fenomena hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi vitamin

    K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama

    asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan fungsi hati turut

    menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis hepatis. Gejala

    anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan

    mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk

    melakukan aktivitas rutin sehari-hari.

    6. Kemunduran Mental

    Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran fungsi mental

    dengan ensefalopati dan koma hepatik yang membakat. Karena itu,

    pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis dan

    mencakup perilaku umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi

    terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara.

    ( Suzanne C Smeltzer, 2001 )

    F. Penatalaksanaan

    1. Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik cukup dilakukan

    kontrol yang teratur, istirahat yang cukup, susunan diet tinggi kalori

    tinggi protein, lemak secukupnya.

    2. Pasien sirosis dengan penyebab yang diketahui seperti :

    a. Alkohol dan obat-obatan dianjurkan menghentikan

    penggunaannya. Alkohol akan mengurangi pemasukan protein ke

    dalam tubuh. Dengan diet tinggi kalori (300 kalori), kandungan

    protein makanan sekitar 70-90 gr sehari untuk menghambat

  • perkembangan kolagenik dapat dicoba dengan pemberian D

    Penicilamine dan Cochicine.

    b. Hemokromatosis

    Dihentikan pemakaian preparat yang mengandung besi/ terapi

    kelasi (desferioxamine). Dilakukan vena seksi 2x seminggu

    sebanyak 500cc selama setahun.

    c. Pada hepatitis kronik autoimun diberikan kortikosteroid.

    3. Therapi terhadap komplikasi yang timbul

    a. Asites

    Diberikan diet rendah garam 0,5 gr/hari + total cairan 1,5 Lt/hari.

    Spironolakton (diuretik bekerja pada tubulus distal) dimulai

    dengan dosis awal 4x25 mg/hari, dinaikkan sampai total dosis 800

    mg sehari, efek optimal terjadi setelah pemberian 3 hari. Idealnya

    pengurangan berat badan dengan pemberian diuretik ini adalah 1

    kg/hari. Bila perlu dikombinasikan dengan furosemid (bekerja

    pada tubulus proksimal).

    b. Perdarahan varises esofagus (hematemesis, hematemesis dengan

    melena atau melena saja)

    1) Lakukan aspirasi cairan lambung yang berisi darah untuk

    mengetahui apakah perdarahan sudah berhenti atau masih

    berlangsung.

  • 2) Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik di bawah 100 mmHg,

    nadi di atas 100 x/menit atau Hb di bawah 99% dilakukan

    pemberian IVFD dengan pemberian dextrosa/ salin dan tranfusi

    darah secukupnya.

    3) Diberikan vasopresin 2 amp 0,1 gr dalam 500 cc D5% atau

    normal salin pemberian selama 4 jam dapat diulang 3 kali.

    c. Ensefalopati

    1) Dilakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian KCL

    pada hipokalemia.

    2) Mengurangi pemasukan protein makanan dengan memberi diet

    sesuai.

    3) Aspirasi cairan lambung bagi pasien yang mengalami

    perdarahan pada varises.

    4) Pemberian antibiotik campisilin/ sefalosporin pada keadaan

    infeksi sistemik.

    5) Transplantasi hati

    d. Peritonitis bakterial spontan

    Diberikan antibiotik pilihan seperti cefotaksim, amoxicilin,

    aminoglikosida.

    e. Sindrom hepatorenal/ nefropati hepatik

    Keseimbangan cairan dan garam diatur dengan ketat.

  • G. Komplikasi

    1. Hipertensi portal

    2. Coma/ ensefalopaty hepatikum

    3. Hepatoma

    H. Pengkajian fokus

    1. Demografi

    a. Usia : diatas 30 tahun

    b. Laki-laki beresiko lebih besar dari pada perempuan

    c. Pekerjaan :riwayat terpapar toxin

    2. Riwayat Kesehatan

    a. Riwayat hepatitis kronis

    b. Penyakit gangguan metabolisme:DM

    c. Obstruksi kronis ductus coleducus

    d. Gagal jantung kongestif berat dan kronis

    e. Penyakit autoimun

    f. Riwayat malnutrisi kronis terutama KEP

    3. Pola Fungsional

    a. Aktifitas / istirahat

    Gejala : Kelemahan, kelelahan.

    Tanda : Letargi, penurunan masa otot / tonus.

  • b. Sirkulasi

    Gejala :Riwayat perikarditis, penyakit jantung rematik, kanker

    (malfungsi hati menimbulkan gagal hati), disritmia, distensi vena

    abdomen.

    c. Eliminasi

    Gejala : Flatus.

    Tanda : Distensi abdomen (hepato/splenomegali, ascites),

    penurunan bising usus, feses warna tanah liat, melena, urine gelap

    dan pekat.

    d. Makanan / cairan

    Gejala : Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/ tidak dapat

    mencerna, mual, muntah.

    Tanda : Penurunan berat badan/ peningkatan cairan, kulit kering,

    turgor buruk, edema umum pada jaringan, ikterik, nafas berbau,

    perdarahan gusi.

    e. Neurosensori

    Gejala : Orang terdekat dapat melaporkan perubahan kepribadian,

    penurunan mental.

    Tanda : Perubahan mental bicara lambat / tak jelas.

    f. Nyeri / kenyamanan

    Gejala : Nyeri tekan abdomen/ nyeri kuadran kanan atas, pruritus.

    Tanda : Perilaku berhati-hati/ distraksi, fokus pada diri sendiri.

  • g. Pernafasan

    Gejala : Dispnea.

    Tanda : Takipnea, pernafasan dangkal, hipoksia, bunyi nafas

    tambahan, ekspansi paru terbatas (asites).

    h. Keamanan

    Gejala : Pruritus.

    Tanda : Demam (lebih umum pada sirosis alkoholik), ikterik,

    ekimosis, petekie.

    i. Seksualitas

    Gejala : Gangguan menstruasi, impoten.

    Tanda : Atrofi testis, ginekomastia.

    ( Marilyn E Doenges, 1999, hal 544-545 )

    4. Pemeriksaan Fisik

    a. Tampak lemah

    b. Peningkatan suhu, peningkatan tekanan darah (bila ada kelebihan

    cairan)

    c. Sclera ikterik, konjungtiva anemis

    d. Distensi vena jugularis di leher

    e. Dada :

    1) Ginekomastia (pembesaran payudara pada pria)

    2) Penurunan ekspansi paru

    3) Penggunaan otot-otot asesoris pernapasan

  • 4) Disritmia, gallop

    5) Suara abnormal paru (rales)

    f. Abdomen

    1) Perut membuncit, peningkatan lingkar abdomen

    2) Penurunan bunyi usus

    3) Ascites/ tegang pada perut kanan atas, hati teraba keras

    4) Nyeri tekan ulu hati

    g. Urogenital

    1) Atropi testis

    2) Hemoroid : pelebaran vena sekitar rektum

    h. Integumen

    Ikterus, palmar eritema, spider naevi, alopesia, ekimosis

    i. Ekstremitas

    Edema, penurunan kekuatan otot

    5. Pemeriksaan penunjang

    a. Pemeriksaan laboratorium

    1) Darah lengkap

    Hb/ Ht dan SDM mungkin menurun karena perdarahan.

    Kerusakan SDM dan anemia terlihat dengan hipersplenisme

    dan defisiensi besi. Leukopenia mungkin ada sebagai akibat

    hipersplenisme.

    2) Kenaikan kadar SGOT, SGPT

    3) Albumin serum menurun

  • 4) Pemeriksaan kadar elektrolit: hipokalemia

    5) Pemanjangan masa protombin

    6) Glukosa serum : hipoglikemi

    7) Fibrinogen menurun

    8) BUN meningkat

    b. Pemeriksaan dignostik

    1) Radiologi

    Dapat dilihat adanya varises esofagus untuk konfirmasi

    hipertensi portal.

    2) Esofagoskopi

    Dapat menunjukkan adanya varises esofagus.

    3) USG

    4) Angiografi

    Untuk mengukur tekanan vena porta.

    5) Skan/ biopsi hati

    Mendeteksi infiltrat lemak, fibrosis, kerusakan jaringan hati.

    6) Partografi transhepatik perkutaneus

    Memperlihatkan sirkulasi sistem vena portal

  • Alkoholism

    Perlemakan

    Peningkatan kerja

    Gizi Kegagalan Hasilkan

    Kerja Hepar

    CholelitiasiBendungan Empedu

    >>Desak Lobus

    Kelainan Metabolik DM Glukoneogenesis

    Asam Lemak Bebas

    Kerja Hepar

    Kerusakan sel Hepar Hepar Nekrosis Disfungsi Hepar

    Sirosis Hepar

    Gangguan M t b li / b b i/ i t

    gg. metabolisme Lemak &

    Karbohitrat

    Metabolisme nutrisi

    tubuh

    GlobulinSintesis albumin

    FibrinogenTO

    Cairan peritoneu

    Ascites

    Penekanan

    Ekspansi Paru

    Pola Nafas tidak efektif

    Penekanan

    Lambung terasa penuh

    Mual, Muntah Intake tidak adekuat

    Nutrisi < dari kebutuhan tubuh

    Nutrisi tubuh tidak

    hi

    Risiko Pendarahan

    gg. metabolisme Protein

    gg. absorbsi gg. metabolisme empedu

    Metabolisme bilirubin

    Penumpukan garam empedu

    Pruritus

    Liver Failure Liver Fibrosis

    Aliran darah vena porta terganggu

    Tek. Vena porta

    Tek. Hidrostatik

    Aliran ke pembuluh

    darah gastrointestinl di f

    Kemampuan metabolisme

    amoniak j di

    Amoniak dalam darah

    Kemunduran Mental,

    delirium, Bi

    Fungsi sel kupfer

    Pertahanan tubuh

    Risiko infeksi

    Varises esofagus

    Perpindahan cairan keEdema

    Absorbsi Vit K

    Risiko perubahan Risiko

    pendarahan

    Kelebihan Volume Cairan

    Gangguan integritas

    I. PATHWAY KEPERAWATAN

    Keletihan, kelemaha

    Penurunan Energi

    Intoleransi aktivitas

    Sintesa Energi

  • J. Diagnosa Keperawatan

    1. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, asites.

    2. Resiko perdarahan berhubungan dengan gangguan metabolisme protein

    3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan ascites, edema.

    4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat.

    5. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan tubuh.

    6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

    7. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu

    pada kulit.

    8. Resiko perubahan proses pikir berhubungan dengan peningkatan amonia

    dalam darah.

    K. Fokus Intervensi dan Rasional

    1. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, asites.

    Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, pola nafas

    klien menjadi efektif.

    Kriteria hasil :

    a. Melaporkan pengurangan gejala sesak napas..

    b. Memperlihatkan frekuensi respirasi yang normal (12-18/menit) tanpa

    terdengarnya suara pernapasan tambahan.

    c. Memperlihatkan pengembangan toraks yang penuh tanpa gejala

    pernapasan dangkal.

    d. Tidak mengalami gejala sianosis.

    Intervensi :

  • 1) Awasi frekuensi, kedalaman dan upaya pernapasan.

    Rasional : pernapasan dangkal cepat/ dispnea mungkin ada hubungan

    dengan akumulasi cairan dalam abdomen.

    2) Pertahankan kepala tempat tidur tinggi, posisi miring.

    Rasional: memudahkan pernapasan dengan menurunkan tekanan pada

    diafragma .

    3) Ubah posisi dengan sering, dorong latihan nafas dalam, dan batuk.

    Rasional: membantu ekspansi paru dan memobilisasi sekret.

    4) Berikan tambahan oksigen sesuai indikasi.

    Rasional: untuk mencegah hipoksia.

    2. Resiko perdarahan berhubungan dengan gangguan metabolisme protein

    Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, tidak

    terjadi perdarahan.

    Kriteria hasil :

    a. Mempertahankan homeostasis dengan tanpa perdarahan

    b. Menunjukan perilaku penurunan resiko perdarahan.

    Intervensi :

    1) Kaji adanya tanda-tanda dan gejala perdarahan gastrointestinal.

    Rasional : traktus GI paling biasa untuk sumber perdarahan sehubungan

    dengan mukosa yang mudah rusak dan gangguan dalam homeostasis

    karena sirosis.

    2) Observasi adanya ptekie, ekimosis, perdarahan dari satu atau lebih

    sumber.

  • Rasional: adanya gangguan faktor pembekuan.

    3) Awasi nadi, TD, dan CVP bila ada.

    Rasional: peningkatan nadi dengan penurunan TD dan CVP dapat

    menunjukkan kehilangan volume darah sirkulasi, memerlukan evaluasi

    lanjut.

    4) Awasi Hb /Ht dan faktor pembekuan.

    Rasional: indikator anemia, perdarahan aktif.

    5) Catat perubahan mental/ tingkat kesadaran

    Rasional: perubahan dapat menunjukkan penurunan perfusi jaringan

    serebral sekunder terhadap hipovolemia, hipoksemia.

    3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan ascites, edema.

    Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, terjadi

    balance cairan.

    Kriteria hasil :

    a. Menunjukkan volume cairan stabil dengan keseimbangan pemasukan dan

    pengeluaran.

    b. Berat badan stabil

    c. Tanda vital dalam rentang normal dan tak ada edema.

    Intervensi :

    1) Ukur masukan dan haluaran, catat keseimbangan positif

    Rasional : menunjukkan status volume sirkulasi.

    2) Awasi TD dan CVP.

  • Rasional: peningkatan TD biasanya berhubungan dengan kelebihan

    volume cairan.

    3) Auskultasi paru, catat penurunan/ tak adanya bunyi napas dan terjadinya

    bunyi tambahan.

    Rasional: peningkatan kongesti pulmonal dapat mengakibatkan

    konsolidasi, gangguan pertukaran gas, dan komplikasi.

    4) Dorong untuk tirah baring bila ada asites

    Rasional: dapat meningkatkan posisi rekumben untuk diuresis.

    5) Awasi albumin serum dan elektrolit

    Rasional: penurunan albumin serum mempengaruhi tekanan osmotik

    koloid plasma, mengakibatkan edema.

    4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat.

    Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan

    nutrisi tubuh terpenuhi.

    Kriteria hasil :

    a. menunjukan peningkatan berat badan secara progresif

    b. tak mengalami tanda malnutrisi lebih lanjut.

    Intervensi :

    1) Ukur masukan diet harian dengan jumlah kalori

    Rasional : memberikan informasi tentang kebutuhan pemasukan

    2) Timbang berat badan sesuai indikasi

    Rasional: mungkin sulit untuk menggunakan berat badan sebagai

    indikator langsung status nutrisi karena ada gambaran edema/ asites.

  • 3) Berikan makan sedikit tapi sering.

    Rasional: buruknya toleransi terhadap makanan banyak mungkin

    berhubungan dengan peningkatan tekanan intraabdomen/ asites.

    4) Berikan perawatan mulut sering dan sebelum makan.

    Rasional: pasien cenderung mengalami luka atau perdarahan gusi dan

    rasa tak enak pada mulut dimana menambah anoreksia.

    5) Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh glukosa serum, albumin, total

    protein dan amonia

    Rasional: glukosa menurun karena gangguan glukogenesis, penurunan

    simpanan glikogen, atau masukan tak adekuat.

    5. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan tubuh.

    Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam tidak

    terjadi infeksi.

    Kriteria hasil :

    a. tanda-tanda vital dalam batas normal

    b. menunjukkan teknik melakukan perubahan pola hidup untuk menghindari

    infeksi ulang.

    Intervensi :

    1) Kaji tanda vital dengan sering

    Rasional : tanda adanya syok septik

    2) Lakukan teknik isolasi untuk infeksi, terutama cuci tangan efektif

    Rasional: mencegah transmisi penyakit virus ke orang lain.

    3) Awasi / batasi pengunjung sesuai indikasi.

  • Rasional: pasien terpajan terhadap proses infeksi potensial resiko

    komplikasi sekunder.

    4) Berikan obat sesuai indikasi : antibiotik

    Rasional: pengobatan untuk mencegah / membatasi infeksi sekunder

    6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.

    Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam klien

    toleran terhadap aktivitas

    Kriteria hasil :

    a. Melaporkan peningkatan kekuatan dan kesehatan pasien.

    b. Merencanakan aktivitas untuk memberikan kesempatan istirahat yang

    cukup.

    c. Meningkatkan aktivitas dan latihan bersamaan dengan bertambahnya

    kekuatan.

    Intervensi :

    1) Tawarkan diet tinggi kalori, tinggi protein (TKTP).

    Rasional: Memberikan kalori bagi tenaga dan protein bagi proses

    penyembuhan

    2) Berikan suplemen vitamin (A, B kompleks, C dan K)

    Rasional: Memberikan nutrien tambahan

    3) Motivasi pasien untuk melakukan latihan yang diselingi istirahat

    Rasional: Menghemat tenaga pasien sambil mendorong pasien untuk

    melakukan latihan dalam batas toleransi pasien

  • 4) Motivasi dan bantu pasien untuk melakukan latihan dengan periode waktu

    yang ditingkatkan secara bertahap

    Rasional: Memperbaiki perasaan sehat secara umum dan percaya diri

    7. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu

    pada kulit.

    Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam integritas

    kulit terjaga

    Kriteria hasil :

    a. Memperlihatkan turgor kulit yang normal pada ekstremitas dan batang

    tubuh.

    b. Tidak memperlihatkan luka pada kulit.

    c. Memperlihatkan jaringan yang normal tanpa gejala eritema, perubahan

    warna atau peningkatan suhu di daerah tonjolan tulang.

    Intervensi :

    1) Batasi natrium seperti yang diresepkan.

    Rasional: Meminimalkan pembentukan edema.

    2) Berikan perhatian dan perawatan yang cermat pada kulit.

    Rasional: Jaringan dan kulit yang edematus mengganggu suplai nutrien

    dan sangat rentan terhadap tekanan serta trauma

    3) Balik dan ubah posisi pasien dengan sering.

    Rasional: Meminimalkan tekanan yang lama dan meningkatkan mobilisasi

    edema

  • 4) Lakukan latihan gerak secara pasif, tinggikan ekstremitas edematus.

    Rasional: Meningkatkan mobilisasi edema

    5) Letakkan bantalan busa yang kecil dibawah tumit, dan tonjolan tulang

    lain.

    Rasional: Melindungi tonjolan tulang dan meminimalkan trauma jika

    dilakukan dengan benar.

    8. Resiko perubahan proses pikir berhubungan dengan peningkatan amonia

    dalam darah.

    Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam tidak

    terjadi perubahan proses pikir.

    Kriteria hasil :

    a. Mempertahankan tingkat mental / orientasi kenyataan.

    b. Menunjukkan perilaku/ pola hidup untuk mencegah/ meminimalkan

    perubahan mental.

    Intervensi :

    1) Observasi perubahan perilaku dan mental.

    Rasional: karena merupakan fluktuasi alami dari koma hepatik.

    2) Konsul pada orang terdekat tentang perilaku umum dan mental pasien.

    Rasional: memberikan dasar untuk perbandingan dengan status saat ini.

    3) Pertahankan tirah baring, bantu aktivitas perawatan diri

    Rasional: mencegah kelelahan, meningkatkan penyembuhan, menurunkan

    kebutuhan metabolik hati.

  • 4) Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh : amonia, elektrolit, pH, BUN,

    glukosa dan darah lengkap

    Rasional: peningkatan kadar amonia, hipokalemia, alkalosis metabolik,

    hipoglikemia, anemia, dan infeksi dapat mencetuskan terjadinya koma

    hepatik

    TINJAUAN TEORI A. Pengertian B. Anatomi dan Fisiologi C. Etiologi D. Patofisiologi E. Manifestasi Klinis F. Penatalaksanaan G. Komplikasi 1. Hipertensi portal 2. Coma/ ensefalopaty hepatikum 3. Hepatoma H. Pengkajian fokus J. Diagnosa Keperawatan K. Fokus Intervensi dan Rasional a. Mempertahankan tingkat mental / orientasi kenyataan. b. Menunjukkan perilaku/ pola hidup untuk mencegah/ meminimalkan perubahan mental.