isi laporan

78
SKENARIO 2 Bersin - Bersin Seorang mahasiswi berusia 19 tahun datang ke klinik dengan keluhan bersin-bersin sejak 2 hari yang lalu. Jika serangan bersin timbul dituturkan hingga >5x bersin. Sebelum bersin-bersin hidung terasa gatal. Selain gatal juga keluar cairan yang berwarna jernih dan encer dari hidung serta tidak berbau. Sering kali hidung terasa tersumbat sehingga membua sulit bernapas. Mata dan langit-langit terasa gatal dan berair. Pasien memiliki keluhan yang sama sebelumnya dan sering kambuh saat cuaca dingin. Riwayat alergi diakui jika memakan kacang tanah akan timbul kemerahan di kulit dan gatal. 1

Upload: almiranurarofah

Post on 08-Dec-2015

235 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

jvytdtugygyuvfucuv

TRANSCRIPT

Page 1: Isi Laporan

SKENARIO 2

Bersin - Bersin

Seorang mahasiswi berusia 19 tahun datang ke klinik dengan keluhan bersin-

bersin sejak 2 hari yang lalu. Jika serangan bersin timbul dituturkan hingga >5x

bersin. Sebelum bersin-bersin hidung terasa gatal. Selain gatal juga keluar cairan

yang berwarna jernih dan encer dari hidung serta tidak berbau. Sering kali hidung

terasa tersumbat sehingga membua sulit bernapas. Mata dan langit-langit terasa gatal

dan berair. Pasien memiliki keluhan yang sama sebelumnya dan sering kambuh saat

cuaca dingin. Riwayat alergi diakui jika memakan kacang tanah akan timbul

kemerahan di kulit dan gatal.

1

Page 2: Isi Laporan

I. KLARIFIKASI ISTILAH

1. Hidung

Terdiri atas nasus externus (hidung luar) dan cavum nasi (Snell, 2006).

2. Alergi

Keadaan hipersensitifitas yang diinduksi oleh pajanan terhadap suatu antigen

(allergen) tertentu yang menimbulkan reaksi immunologic berbahaya pada

pajanan berikutnya (Dorland, 2011).

2

Page 3: Isi Laporan

II. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Bagaimana anatomi, histologi, dan fisiologi organ yang terkait?

2. Mengapa pasien mengeluh bersin-bersin sejak 2 hari yang lalu?

3. Mengapa pasien merasakan hidungnya tersumbat?

4. Mengapa pasien merasakan mata dan langit-langit gatal dan berair?

5. Apa hubungan keluhan pasien dengan kekambuhan dan cuaca dingin?

6. Apa hubungan riwayat alergi dengan keluhan pasien?

7. Apa saja diagnosis banding yang tepat pada skenario?

1.

3

Page 4: Isi Laporan

III. ANALISIS MASALAH

1. Bagaimana anatomi, histologi, dan fisiologi organ yang terkait?

Anatomi

1. Hidung Luar

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian – bagiannya dari atas ke

bawah :

a. Pangkal hidung (bridge)

b. Dorsum nasi

c. Puncak hidung

d. Ala nasi

e. Kolumela

f. Lubang hidung (nares anterior)

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang

dilapisi kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yaitu M. Nasalis pars

transversa dan M. Nasalis pars allaris. Kerja otot – otot tersebut

menyebabkan nares dapat melebar dan menyempit. Batas atas nasi

eksternus melekat pada os frontal sebagai radiks (akar), antara radiks

sampai apeks (puncak) disebut dorsum nasi. Lubang yang terdapat pada

bagian inferior disebut nares, yang pada bagian superior dibatasi oleh os

frontal, os nasal, os maksila. Sedangkan pada bagian inferior dibatasi oleh

kartilago septi nasi, kartilago nasi lateralis, kartilago alaris mayor dan

kartilago alaris minor. Dengan adanya kartilago tersebut maka nasi

eksternus bagian inferior menjadi fleksibel.

Perdarahan :

a. Arteri nasalis anterior (cabang A. Etmoidalis yang merupakan cabang

dari A. Oftalmika, cabang dari a. Karotis interna).

b. Arteri nasalis posterior (cabang A. Sfenopalatinum, cabang dari A.

Maksilaris interna, cabang dari A. Karotis interna)

c. Arteri angularis (cabang dari A. Fasialis)

4

Page 5: Isi Laporan

Persarafan :

a. Cabang dari N. Oftalmikus (N. Supratroklearis, N. Infratroklearis)

b. Cabang dari N. Maksilaris (ramus eksternus N. Etmoidalis anterior)

2. Cavum Nasi

Dengan adanya septum nasi maka kavum nasi dibagi menjadi dua

ruangan yang membentang dari nares sampai koana (apertura posterior).

Kavum nasi ini berhubungan dengan sinus frontal, sinus sfenoid, fossa

kranial anterior dan fossa kranial media. Batas – batas kavum nasi :

a. Posterior : berhubungan dengan nasofaring

b. Atap : os nasal, os frontal, lamina kribriformis etmoidale, korpus

sfenoidale dan sebagian os vomer

c. Lantai : merupakan bagian yang lunak, kedudukannya hampir

horisontal, bentuknya konkaf dan bagian dasar ini lebih lebar daripada

bagian atap. Bagian ini dipisahnkan dengan kavum oris oleh palatum

durum.

d. Medial : septum nasi yang membagi kavum nasi menjadi dua ruangan

(dekstra dan sinistra), pada bagian bawah apeks nasi, septum nasi

dilapisi oleh kulit, jaringan subkutan dan kartilago alaris mayor. Bagian

dari septum yang terdiri dari kartilago ini disebut sebagai septum pars

membranosa = kolumna = kolumela.

e. Lateral : dibentuk oleh bagian dari os medial, os maksila, os lakrima, os

etmoid, konka nasalis inferior, palatum dan os sfenoid.

Konka nasalis suprema, superior dan media merupakan tonjolan dari

tulang etmoid. Sedangkan konka nasalis inferior merupakan tulang yang

terpisah. Ruangan di atas dan belakang konka nasalis superior adalah

resesus sfeno-etmoid yang berhubungan dengan sinis sfenoid. Kadang –

kadang konka nasalis suprema dan meatus nasi suprema terletak di bagian

ini (Snell, 2006).

5

Page 6: Isi Laporan

Perdarahan :

Arteri yang paling penting pada perdarahan kavum nasi adalah A.

sfenopalatina yang merupakan cabang dari A.maksilaris dan A. Etmoidale

anterior yang merupakan cabang dari A. Oftalmika. Vena tampak sebagai

pleksus yang terletak submukosa yang berjalan bersama – sama arteri.

Persarafan :

a. Anterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari N. Trigeminus

yaitu N. Etmoidalis anterior

b. Posterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari ganglion

pterigopalatinum masuk melalui foramen sfenopalatina kemudian

menjadi N. Palatina mayor menjadi N. Sfenopalatinus.

c. Saraf Parasimpatis

Dipersyarafi oleh N. nasalis posterior inferior dan superior cabang dari

ganglion sphenopalatina. Mempunyai efek untuk sekresi mucus dan

vasodilatasi.

d. Saraf simpatis

Berasal dari ganglion servical superior (Daniel, 2013).

3. Mukosa Hidung

Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan

fungsional dibagi atas mukosa pernafasan dan mukosa penghidu. Mukosa

pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya

dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang mempunyai silia dan

diantaranya terdapat sel – sel goblet. Pada bagian yang lebih terkena aliran

udara mukosanya lebih tebal dan kadang – kadang terjadi metaplasia

menjadi sel epital skuamosa. Dalam keadaan normal mukosa berwarna

merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous

blanket) pada permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar

mukosa dan sel goblet (Snell, 2006).

6

Page 7: Isi Laporan

Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang

penting. Dengan gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum

nasi akan didorong ke arah nasofaring. Dengan demikian mukosa

mempunyai daya untuk membersihkan dirinya sendiri dan juga untuk

mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam rongga hidung. Gangguan

pada fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret terkumpul dan

menimbulkan keluhan hidung tersumbat. Gangguan gerakan silia dapat

disebabkan oleh pengeringan udara yang berlebihan, radang, sekret kental

dan obat – obatan.

Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan

sepertiga bagian atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis

semu dan tidak bersilia (pseudostratified columnar non ciliated epithelium).

Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel penunjang, sel basal dan

sel reseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna coklat

kekuningan (Snell, 2006).

4. Sinus Paranasal

1. Sinus maxilaris

Merupakan sinus para nasal terbesar

2. Sinus Frontalis

Terletak di tubula externa dan tubula interna osis frontalis

3. Sinus ethmoidalis

Terdiri dari beberapa rongga kecil yaitu cellulae ethmoidalis

4. Sinus spenoidalis

Terdapat pada corpus osis spenoidalis (Snell, 2006).

Histologi

1. Epitel organ pernafasan yang biasa berupa toraks bersilia,

bertingkat palsu, berbeda-beda pada berbagai bagian hidung,

bergantung pada tekanan dan kecepatan aliran udara, demikian

pula suhu, dan derajat kelembaban udara. Mukoa pada ujung

anterior konka dan septum sedikit melampaui internum masih

7

Page 8: Isi Laporan

dilapisi oleh epitel berlapis torak tanpa silia, lanjutan dari epitel

kulit vestibulum. Sepanjang jalur utama arus inspirasi epitel

menjadi toraks bersilia pendek dan agak ireguler. Sel-sel meatus

media dan inferior yang terutama menangani arus ekspirasi

memiliki silia yang panjang dan tersusun rapi.

2. Lamina propria dan kelenjar mukosa tipis pada daerah dimana

aliran udara lambat atau lemah. Jumlah kelenjar penghasil secret

dan sel goblet, yaitu sumber dari mucus, sebanding dengan

ketebalan lamina propria.

3. Terdapat dua jenis kelenjar mukosa pada hidung, yakni kelenjar

mukosa respiratori dan olfaktori. Mukosa respiratori berwarna

merah muda sedangkan mukosa olfaktori berwarna kuning

kecoklatan.

4. Silia, struktur mirip rambut, panjangnya sekitar 5-7 mikron,

terletak pada permukaan epitel dan bergerak serempak secara

cepat ke arah aliran lapisan, kemudian membengkok dan

kembali tegak secara lambat.

5. Mukosa respiratory :

a. Terdapat pada sebagian besar rongga hidung

b. Terdapat epitel torak berlapis semu dengan silia

c. Mengandung sel goblet

d. Banyak mengandung pembuluh darah, kelenjar mukosa dan jaringan

limfoid

e. Warna merah muda, selalu basah (ada mukosa blanket)

6. Mukosa olfactorius (penghidu) :

a. Terdapat pada rongga hidung, concha superior, dan 1/3 atas septum

nasi

b. Terdapat epitel berlapis torak tanpa silia, yang mengandung sel

penunjang, sel basal, dan sel reseptor penghidu

c. Berwarna coklat kekuningan

8

Page 9: Isi Laporan

d. Akan mengalami vasodilatasi dan konstriksi yang diatur oleh saraf

otonom.

Fisiologi

1. Sebagai jalan nafas

Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas

setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring,

sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi,

udara masuk melalui koana dan kemudian mengikuti jalan yang sama

seperti udara inspirasi. Akan tetapi di bagian depan aliran udara memecah,

sebagian lain kembali ke belakang membentuk pusaran dan bergabung

dengan aliran dari nasofaring (Sherwood, 2011).

2. Pengatur kondisi udara (air conditioning)

Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan

udara yang akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini dilakukan dengan

cara :

a. Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir.

Pada musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari

lapisan ini sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi

sebaliknya.

b. Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh

darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang

luas, sehingga radiasi dapat berlangsung secara optimal. Dengan

demikian suhu udara setelah melalui hidung kurang lebih 37o C.

3. Sebagai penyaring dan pelindung

Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan

bakteri dan dilakukan oleh :

a. Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi

b. Silia

b. Palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada

palut lendir dan partikel – partikel yang besar akan dikeluarkan dengan

9

Page 10: Isi Laporan

refleks bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke nasofaring oleh

gerakan silia.

c. Enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, disebut

lysozime.

4. Indra penghirup

Hidung juga bekerja sebagai indra penghirup dengan adanya mukosa

olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian

atas septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi

dengan palut lendir atau bila menarik nafas dengan kuat.

5. Resonansi suara

Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan

hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga

terdengar suara sengau.

6. Proses bicara

Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng)

dimana rongga mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle

turun untuk aliran udara.

7. Refleks nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan

saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh : iritasi mukosa

hidung menyebabkan refleks bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau

tertentu menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pancreas (Pearce,

2006).

2. Mengapa pasien mengeluh bersin-bersin sejak 2 hari yang lalu?

Mekanisme Bersin

Allergen masuk makrofag atau monosit berperan sebagai sel penyaji

(Antigen presenting cell APC) akan menangkap yang menempel di permukaan

10

Page 11: Isi Laporan

mukosa hidung antigen akan membentuk fragmen pendek peptida

bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek peptida

MHC kelas II (Major Histo Compatibility Complex) dipresentesikan pada

sel T helper atau Th 0 APC melepaskan sitokin (IL 1) mengaktifkan Th 0

Th 1 menjadi Th 2 Th 2 menghasilkan berbagai sitokin seperti IL 3, IL 4, IL

5, dan IL 13 IL 3 dan IL 4 dapat diikat oleh reseptor di permukaan sel

limfosit B, dan menjadi aktif memproduksi IgE disirkulasi darah akan

masuk ke jaringan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit dan

basofil (sel mediator). Tahap tersebut merupakan proses sensitisasi.

Jika mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar dengan alergen yang sama

kedua rantai IgE akan mengikat allergen spesifik terjadi degranulasi

(pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil terlepasnya mediator kimia,

(seperti histamin, leukotrien, bradikinin) merangsang reseptor H1 pada

ujung saraf vidianus menimbulkan rasa gatal dan bersin-bersin (Arsyad,

2007).

3. Mengapa pasien merasakan hidungnya tersumbat?

Alergen diinhalasi & partikel alergen tertumpuk di mukosa hidung yang

kemudian berdifusi pada jaringan hidung

Sel Antigen Presenting Cell akan menangkap alergen yang menempel tersebut

Antigen akan bergabung dengan HLA kelas II membentuk suatu kompleks

molekul MHC (Major Histocompatibility Complex) kelas II

Kompleks molekul ini akan dipresentasikan terhadap sel T helper (Th 0)

Th 0 akan diaktifkan oleh sitokin yang dilepaskan oleh APC menjadi Th 1 dan

Th 2

11

Page 12: Isi Laporan

Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL3, IL4, IL5, IL9, IL10, IL 13

dan lainnya

IL4 dan IL3 dapat diikat reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel

B menjadi aktif dan memproduksi IgE

IgE yang bersikulasi dalam darah ini akan terikat dengan sel mast dan basofil

( sel mediator)

Adanya IgE yang terikat ini menyebabkan teraktifasinya kedua sel tersebut

REAKSI ALERGI FASE CEPAT

Terjadi dalam beberapa menit, dapat berlangsung sejak kontak dengan alergen

sampai 1 jam setelahnya.Mediator yang berperanan : histamin, tiptase,

leukotrien, prostaglandin (PGD2) dan bradikinin

Mediator-mediator menyebabkan keluarnya plasma dan pembuluh darah &

dilatasi dari anastomosis arteriovenula hidung

Edema , berkumpulnya darah pada kavernosus sinusoid dengan gejala klinis

berupa hidung tersumbat dan oklusi dari saluran hidung

Rangsangan terhadap kelenjar mukosa dan sel goblet menyebabkan

hipersekresi dan permebialitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore

REAKSI ALERGI FASE LAMBAT

Terjadi setelah 4-8 jam setelah fase cepat. Reaksi disebabkan oleh mediator

yang dihasilkan oleh fase cepat bereaksi terhadap sel endotel postkapiler yang

menghasilkan suatu Vaskular Cell Adhesion Molecule (VCAM)

12

Page 13: Isi Laporan

VCAM menyebabkan sel leukosit spt eosinofil menempel pada sel endotel

Faktor kemotaktik spt IL5 menyebabkan infiltrasi sel-sel eosinofil, sel mast,

limfosit, basofil, neutrofil dan makrofag ke dalam mukosa hidung

Sel-sel ini kemudian menjadi teraktivasi dan menghasilkan mediator lain spt

Eosinophilic Cationic Protein (ECP), Eosinophilic Derived Protein (EDP),

Major Basic Protein (MBP) dan Eosinophilic Peroxidase (EPO)

Gejala hiperaktifitas dan hiperresponsif hidung

Gejala klinis yang ditimbulkan pada fase ini lebih didominasi oleh sumbatan

hidung

(Adams, 1997)

4. Mengapa pasien merasakan mata dan langit-langit gatal dan berair?

Alergen↓

Mediator histamine keluar gatal↓

Edem mukosa↓

Injeksi konjungtiva↓

Mata kering↓

Respon simpatis dan parasimpatis sebagai feedback (-)↓

Banyak keluar air dari mata (Soepardi, 2010)

5. Apa hubungan keluhan pasien dengan kekambuhan dan cuaca dingin?

13

Page 14: Isi Laporan

Karena suatu alergi muncul karena adanya alergen. Salah satunya adalah jika

cuaca dingin, maka dapat memunculkan suatu alergen pada seseorang sehingga

pasien merasa alergi. Berdasarkan cara masknya, alergen dapat dibagi atas:

a. Alergen ingestan: masuk ke saluran cerna, berupa makanan seperti susu,

daging sapi, telur, coklat, ikan laut, udang, kepiting, kacang-kacangan.

b. Alergen inhalan: masuk bersama dengan udara pernapasan, seperti tungau

debu rumah, kecoa, serpihan epitel kulit binatang, rerumputan serta jamur.

c. Alergen injektan : masuk melalui suntikan atau tusukan, seperti penisilin

dan sengatan lebah

d. Alergen kontaktan: masuk melalui kulit atau jaringan mukosa seperti bahan

kosmetik dan perhiasan (Irawati, 2008).

6. Apa hubungan riwayat alergi dengan keluhan pasien?

a. Mekanisme alergi

Alergi terjadi pada tubuh akibat keluarnya mediator mediator yang muncul

akibat rangsangan antigen yang masuk ke dalam tubuh. Allergen yang baru

pertama kali masuk akan mebuat tubuh mengeluarkan antibody sehingga

keuarlah igE sampai ke mediator alergi seperti histamine, heparin, typtase.

Akan tetapi munculnya allergen untuk pertama kali tidak akan

menimbulkan gejala klinis. Kontak kedua dengan allergen baru akan

menimbulkan gejala klinis. Hal ini terjadi karena tubuh dapat mendeteksi

lagi allergen yang pernah masuk karena tubuh memiliki memory cell.

(Martini, 2006)

b. Peran mediator

Setiap mediator yang muncul akan menimbulkan gejala klinis yang

berbeda-beda bagi tubuh. Berikut macam-macam mediator sekaligus gejala

klinisnya:

1. Performed mediator di granula sitoplasma (histamine) meingkatkan

permeabilitas vascular dan kontraksi otot polos dan pembuluh darah

2. Lipid Mediator

14

Page 15: Isi Laporan

- Prostaglandin vasodilatasi dan bronkokonstriksi

- Leukotrien sekresi muku sdan pningkatan pemeabilitas seuler

3. Sitokin

- IL,3, IL-4, IL-5 proliferasi sel mast, inflamasi lambat (Martini,

2006).

7. Apa saja diagnosis banding yang tepat pada skenario?

3. Rhinitis

4. Sinusitis

5. Polip Nasi

15

Page 16: Isi Laporan

Mahasiswa , 19 tahun

Klinik

Keluhan utama :-Bersin bersin > 5 x / hari-Hidung terasa gatal-Rinore-Hidung tersumbat-Mata merah dan terasa gatal-Lakrimasi

Riwayat alergi

Memakan kacang, kulit

akan merah dan gatal

Kebiasaaan

Gejala kambuh saat cuaca dingin

REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE 1Alergen Ig- E Mediator Histamin

DIAGNOSIS BANDINGRhinitis alergi akutSinusitisPolip nasii

IV. MENYUSUN PENJELASAN MASALAH SECARA SISTEMATIKA

16

Page 17: Isi Laporan

V. SASARAN PEMBELAJARAN

1. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang rhinitis alergi.

2. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang rhinitis vasomotor.

3. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang rhinitis infeksi.

4. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang rhinitis sika.

5. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang rhinitis sekunder.

6. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang sinusitis.

7. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang polip nasi.

8. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang antihistamin dan dekongestan.

9. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang kortikosteroid dan antikolinergik.

10. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang kandungan pada kacang tanah yang

menyebabkan alergi.

VI. BELAJAR MANDIRI

17

Page 18: Isi Laporan

VII. MENGUJI INFORMASI BARU

1. Rhinitis Alergi

A. Pengertian

Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi

pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen

yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan

ulangan dengan alergen spesifik tersebut (von Pirquet, 1986). Menurut

WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001,

rinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin,

rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen

yang diperantarai oleh IgE.

B. Klasifikasi

Dahulu rinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan sifat

berlangsungnya, yaitu:

1. Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis)

2. Rinitis alergi sepanjang tahun (perenial)

Gejala keduanya hampir sama, hanya berbeda dalam sifat berlangsungnya

(Irawati, Kasakeyan, Rusmono, 2008). Saat ini digunakan klasifikasi rinitis

alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Iniative ARIA (Allergic

Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000, yaitu berdasarkan sifat

berlangsungnya dibagi menjadi :

1. Intermiten (kadang-kadang): bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau

kurang dari 4 minggu.

2. Persisten/menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih

dari 4 minggu. Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit,

rinitis alergi dibagi menjadi:

a. Ringan, bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas

harian, bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain

yang mengganggu.

18

Page 19: Isi Laporan

b. Sedang atau berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut

diatas (Adams, 1997).

C. Etiologi

Rinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi

genetik dalam perkembangan penyakitnya.Faktor genetik dan herediter

sangat berperan pada ekspresi rinitis alergi (Adams, Boies, Higler,

1997).Penyebab rinitis alergi tersering adalah alergen inhalan pada dewasa

dan ingestan pada anak- anak. Pada anak-anak sering disertai gejala alergi

lain, seperti urtikaria dan gangguan pencernaan. Penyebab rinitis alergi

dapat berbeda tergantung dari klasifikasi.Beberapa pasien sensitif terhadap

beberapa alergen.Alergen yang menyebabkan rinitis alergi musiman

biasanya berupa serbuk sari atau jamur. Rinitis alergi perenial (sepanjang

tahun) diantaranya debu tungau, terdapat dua spesies utama tungau yaitu

Dermatophagoides farinae dan Dermatophagoides pteronyssinus, jamur,

binatang peliharaan seperti kecoa dan binatang pengerat. Faktor resiko

untuk terpaparnya debu tungau biasanya karpet serta sprai tempat tidur,

suhu yang tinggi, dan faktor kelembaban udara.Kelembaban yang tinggi

merupakan faktor resiko untuk untuk tumbuhnya jamur. Berbagai pemicu

yang bisa berperan dan memperberat adalah beberapa faktor nonspesifik

diantaranya asap rokok, polusi udara, bau aroma yang kuat atau

merangsang dan perubahan cuaca.Berdasarkan cara masuknya allergen

dibagi atas:

a. Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan,

misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta

jamur.

b. Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan,

misalnya susu, telur, coklat, ikan dan udang.

c. Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya

penisilin atau sengatan lebah.

19

Page 20: Isi Laporan

d. Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau

jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik atau perhiasan.

D. Patofisiologi

Alergan masuk hidung(sensitisasi)makrofag/ monosit akan tangkap

alergan tersebutbentuk fragmen pendek peptide dan bergabung dengan

molekul HLA kelas IIjadi peptide MHC kelas II (Major

Histocompatibility Complex)lepaskan IL1 aktifkan Th0aktifkan Th1 +

(Th2)hasilkan IL3, IL4, IL5, IL13 IL4+IL13 menempel di sel limfosit

jadi limfositnya aktifIgEmasuk ke sirkulasi darahmasuk ke

jaringandi ikat oleh reseptor IgEHasilkan mediator yang

tersensitisasijika mukosa tersensitisasi terpapar alergan samaIgE akan

ikat alergan tersebutpecahnya sel mastosit dan basofilbentuk mediator

kimia terutama histamin, leukotrin, prostaglandin, bradikinin,

sitokin(RAFC). Histamin rangsang sel H1 di saraf vidianusgatal di

hidung+bersin, histamin juga akibatkan kelenjar mukosa dan sel goblet

hipersekresi+permeabilitas kapiler meningkatrinore, fase RAFC akan

memuncak sampai 6-8 jam, Kalaw RAFLbertambahnya sel inflamasi,

eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan mastosit di mukosa hidung serta

sitokinada dalam sekret hidung (Adams, 1997).

E. Gejala Klinis

Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin

berulang.Sebetulnya bersin merupakan gejala yang normal, terutama pada

pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. Hal ini

merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan sendiri (self

cleaning process). Bersin dianggap patologik, bila terjadinya lebih dari 5

kali setiap serangan, sebagai akibat dilepaskannya histamin. Disebut juga

sebagai bersin patologis. Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer

dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang

disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Tanda-tanda alergi juga

terlihat di hidung, mata, telinga, faring atau laring (Harmadji, 1993).

20

Page 21: Isi Laporan

F. Diagnosis

1. Anamnesis

Anamnesis sangat penting, karena sering kali serangan tidak terjadi

dihadapan pemeriksa.Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari

anamnesis saja.Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya

serangan bersin berulang. Gejala lain ialah keluar hingus (rinore) yang

encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang

kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi).

Kadang-kadang keluhan hidung tersumbat merupakan keluhan utama

atau satu-satunya gejala yang diutarakan oleh pasien. Perlu ditanyakan

pola gejala (hilang timbul, menetap) beserta onset dan keparahannya,

identifikasi faktor predisposisi karena faktor genetik dan herediter

sangat berperan pada ekspresi rinitis alergi, respon terhadap

pengobatan, kondisi lingkungan dan pekerjaan. Rinitis alergi dapat

ditegakkan berdasarkan anamnesis, bila terdapat 2 atau lebih gejala

seperti bersin-bersin lebih 5 kali setiap serangan, hidung dan mata

gatal, ingus encer lebih dari satu jam, hidung tersumbat, dan mata

merah serta berair maka dinyatakan positif (Irawati, 2008).

2. Pemeriksaan Fisik

Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic

shinner, yaitu bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena

sekunder akibat obstruksi hidung. Selain itu, dapat ditemukan juga

allergic crease yaitu berupa garis melintang pada dorsum nasi bagian

sepertiga bawah. Garis ini timbul akibat hidung yang sering digosok-

gosok oleh punggung tangan (allergic salute).Pada pemeriksaan

rinoskopi ditemukan mukosa hidung basah, berwarna pucat atau livid

dengan konka edema dan sekret yang encer dan banyak.Perlu juga

dilihat adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat

memperberat gejala hidung tersumbat. Selain itu, dapat pula ditemukan

21

Page 22: Isi Laporan

konjungtivis bilateral atau penyakit yang berhubungan lainnya seperti

sinusitis dan otitis media.

3. Pemeriksaan Penunjang

a. In vitro

Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat.

Demikian pula pemeriksaan IgE total (prist-paper radio

imunosorbent test) sering kali menunjukkan nilai normal, kecuali

bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu macam penyakit,

misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau

urtikaria. Lebih bermakna adalah dengan RAST (Radio Immuno

Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent

Assay Test).Pemeriksaan sitologi hidung, walaupun tidak dapat

memastikan diagnosis, tetap berguna sebagai pemeriksaan

pelengkap.Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak

menunjukkan kemungkinan alergi inhalan. Jika basofil (5 sel/lap)

mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika ditemukan

sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri.

b. In Vivo

Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit

kulit, uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri

(Skin End-point Titration/SET). SET dilakukan untuk alergen

inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi

yang bertingkat kepekatannya (Harmadji, 1993).

G. Penatalaksanaan

1. Terapi yang paling ideal adalah dengan alergen penyebabnya

(avoidance) dan eliminasi.

2. Simptomatis

a. Medikamentosa-Antihistamin yang dipakai adalah antagonis H-1,

yang bekerja secara inhibitor komppetitif pada reseptor H-1 sel

target, dan merupakan preparat farmakologik yang paling sering

22

Page 23: Isi Laporan

dipakai sebagai inti pertama pengobatan rinitis alergi. Pemberian

dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan

secara peroral.Antihistamin dibagi dalam 2 golongan yaitu

golongan antihistamin generasi-1 (klasik) dan generasi -2 (non

sedatif).Antihistamin generasi-1 bersifat lipofilik, sehingga dapat

menembus sawar darah otak (mempunyai efek pada SSP) dan

plasenta serta mempunyai efek kolinergik.Preparat

simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai

dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan

antihistamin atau tropikal.Namun pemakaian secara tropikal hanya

boleh untuk beberapa hari saja untuk menghindari terjadinya

rinitis medikamentosa. Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala

trauma sumbatan hidung akibat respons fase lambat berhasil

diatasi dengan obat lain. Yang sering dipakai adalah kortikosteroid

tropikal (beklometosa, budesonid, flusolid, flutikason,

mometasonfuroat dan triamsinolon). Preparat antikolinergik

topikal adalah ipratropium bromida, bermanfaat untuk mengatasi

rinore, karena aktifitas inhibisi reseptor kolinergik permukaan sel

efektor.

b. Operatif - Tindakan konkotomi (pemotongan konka inferior) perlu

dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil

dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25 % atau

troklor asetat.

b. Imunoterapi - Jenisnya desensitasi, hiposensitasi & netralisasi.

Desensitasi dan hiposensitasi membentuk blocking antibody.

Keduanya untuk alergi inhalan yang gejalanya berat, berlangsung

lama dan hasil pengobatan lain belum memuaskan.

H. Komplikasi

1. Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis: inspisited mucous

glands, akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih

23

Page 24: Isi Laporan

eosinofil dan limfosit T CD4+), hiperplasia epitel, hiperplasia goblet,

dan metaplasia skuamosa.

2. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak.

c. Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih

sinus para nasal. Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis

dalam mukosa yang menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi

penurunan oksigenasi dan tekanan udara rongga sinus. Hal tersebut

akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama bakteri anaerob dan

akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain akibat

dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel

eosinofil (MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah (Irawati,

2008).

2. Rhinitis Vasomotor

A. Definisi

Suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi,

eosinofilia, perubahan hormonal (kehamilan, hipertiroid), dan pajanan obat.

B. Etiologi

1. Neurogenik (disfungsi sistem otonom)

2. Neuropeptida

3. Nitrik oksida

4. Trauma

C. Patofisiologi

1. Neurogenik (disfungsi sistem otonom)

Serabut simpatis hidung berasal dari chorda spinalis segmen Th 1-2,

menginervasi PD mukosa dan sebagian kelenjar.

Serabut simpatis

Melepaskan Ko Transmitter noradrenalin & neuropeptida Y

24

Page 25: Isi Laporan

Vasokonstriksi dan penurunan sekresi hidung

Serabut saraf parasimpatis berasal nukleus salivatori superior menuju

ganglion sfenopalatina dan membentuk n. Vidianus, menginervasi PD

dan terutama kelenjar eksokrin.

Parasimpatis

Pelepasan Ko Transmitter asetilkolin dan vasoaktif intestinal peptida

Peningkatan sekresi hidung dan vasodilatasi

2. Neuropeptida

Meningkat rangsangan terhadap saraf sensoris serabut C di hidung

Peningkatan pelepasan neuropeptida, ex. Substance P & Calcitonin

gene – related protein

Peningkatan permeabilitas vaskuler dan sekresi kelenjar

3. Nitrik oksida

Kadar NO tinggi dan persisten di lapisan epitel hidung

Kerusakan atau nekrosis epitel

Rangsangan non spesifik berinteraksi langsung ke lapisan sub epitel

Peningkatan reaktifitas serabut trigeminal dan recruitment refleks

vaskuler dan kelenjar mukosa hidung

25

Page 26: Isi Laporan

4. Trauma

Rinitis Vasomotor dapat merupakan komplikasi jangkan panjang dari

trauma hidung melalui mekanisme neurogenik dan atau neuropeptida.

D. Gejala Klinis

1. Sama seperti rinitis alergi

2. Yang dominan hidung tersumbat

E. Penegakan Diagnosis

1. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior

Tampak edema mukosa hidung, concha berwarna merah gelap atau

merah tua, tapi dapat pula pucat. Permukaan concha dapat licin atau

berbenjol-benjol (hipertrofi), pada rongga hidung terdapat sekret

mukoid.

2. Pemeriksaan laboraturium

Eosinofilia pada skeret hidung, tes cukit kulit -, kadar IgE spesifik

tidak meningkat.

F. Penatalaksanaan

1. Menghindari stimulus atau faktor pencetus

2. Pengobatan simtomatis :

- obat-obatan dekongestan oral

- Cuci hidung dengan larutan garam fisiologis

- Kauterisasi concha hipertrofi dengan larutan AgNo3 25% atau

triklor asetat pekat

- Kortikosteroid topikal 100-200 mcg

- Pada kasus rinore yang berat dapat ditambahkan antikolinergik

topikal (ipratropium bromida).

3. Operasi, dengan cara bedah-beku, elektrokauter, atau konkotomi

parsial concha inferior

4. Neurektomi n. Vidianus

26

Page 27: Isi Laporan

G. Prognosis

Pengobatan golongan obstruksi lebih baik dari pada golongan rinore (Arsyad, 2007).

3. Rhinitis Sika

A. Definisi

Merupakan salah satu yang termasuk ke dalam rinitis kronis. Disebut juga

penyakit “dry nose”. Penyakit ini jarang ditemukan.

B. Etiologi

1. Lingkungan ( berdebu, panas, kering)

2. Orang usia lanjut

3. Anemia

4. Pengguna alkohol

5. Gizi buruk

C. Manifestasi Klinis

1. Pilek hidung tersumbat

2. Iritasi

3. Rasa kering di hidung

4. Epitaksis (kadang-kadang)

5. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior : membran mukosa kering,

mungkin ditemukan pseudomembran.

D. Pencegahan

Melembabkan hidung dengan minum dalam jumlah yang cukup tiap

harinya. Perawatan mukosa dan menghambat terjadinya infeksi yang lebih

lanjut.

E. Penatalaksanaan

1. Diberikan obat-obatan lokal (Irigasi rongga hidung depan dengan NaCl

(9%))

2. Terapi simptomatis

3. Salep hidung, termasuk gliserol efek melembabkan dan proteksi

hidung dari kehilangan air.

27

Page 28: Isi Laporan

4. Pengangkatan membran mukosa.

F. Prognosis

Baik tanpa adanya pemberat (Adams, 1997).

4. Rhinitis Infeksi

A. Definisi

Rhinitis adalah terjadinya proses inflamasi mukosa hidung yang dapat

disebabkan oleh infeksi, alergi atau iritasi, dan secara klinis didefinisikan

oleh beberapa gejala umum dari nasaldischarge, gatal, bersin, hidung

tersumbat dan kongesti. Rhinitis infeksi dimana proses inflamasi

disebabkan oleh mikroorganisme penyebab infeksi yang terdiri dari virus,

bakteri non spesifik, bakteri spesifik dan jamur.

B. Epidemologi

Data mengenai epidemiologi rhinitis infeksi sangat terbatas bila

dibandingkan dengan rhinitis jenis laiinya, terutama rhinitis alergi. Namun,

berdasarkan CDC, common cold merupakan alasan utama anak-anak tidak

masuk sekolah dan orang dewasa kehilangan pekerjaan. Setiap tahunnya di

Amerika serikat, terdapat jutaan kasus common cold. Orang dewasa

memiliki rata-rata 2 – 3 kali pilek per tahun dan pada anak-anak 6 – 10 kali

per tahun.Wanita, khususnya usia 20 – 30 tahun, menderita pilek lebih

daripada pria. National Institute of Allergy and Infectious Disease

menghubungkan kemungkinan ini pada angka kejadian yang tinggi dari

kontak dengan anak kecil. Orang dengan usia lebih dari 60 tahun memiliki

kurang dari satu pilek per tahun. Rhinovirus menyebabkan sekitar 30% -

35% dari semua common cold pada dewasa, dan lebih aktif pada awal

musim gugur, musim semi dan musim panas. Ilmuwan percaya,

Coronavirus menyebabkan presentase besar dari semua common cold pada

dewasa, yang paling sering terjadi pada musim dingin dan awal musim

semi.(6) Rhinitis virus dapat menjadi predisposisi infeksi bakteri yang dapat

berakibat pada hilangnya akitivitas silia mukosa hidung. Rhinitis dapat

28

Page 29: Isi Laporan

dikelola gejalanya, tetapi jika kondisi yang sama berlanjut lebih dari

seminggu kemudian ditambah infeksi bakteri maka antibiotik harus

diresepkan. Sekitar 0,5% - 2% dari infeksi virus pada traktus respiratorius

bagian atas akan berkembang menjadi infeksi bakteri akut.

C. Patofisiologi

Virus menyebabkan infeksi dengan mengatasi sistem pertahanan tubuh

yang kompleks. Pertahanan tubuh pada lini pertama yaitu mukus,

diproduksi oleh membran pada hidung dan tenggorokan. Mukus

menangkap material yang kita hirup: serbuk sari, debu, bakteri dan virus.

Ketika virus penetrasi di mukus and masuk sel, hal ini menyebabkan

perintah pada mesin pembuatan protein untuk memproduksi virus baru,

yang pada gilirannya, akan menyerang sekitar sel.(9)

Setelah masa inkubasi 24 – 72 jam, sebagian besar pasien mengalami nyeri

tenggorokan atau gatal yang diikuti dengan obstruksi hidung, rhinorrhea

dan bersin.(10) Obstruksi hidung disebabkan oleh dilatasi pembuluh darah

akibat proses inflamasi, dan edema juga akan memperberat terjadinya

obstruksi. Sedangkan rhinorrhea terjadi oleh eksudasi serum dan sekresi

dari mukus karena adanya stimulasi kolinergik (Corwin, 2000).

Gambar 1. Pathogenesis gejala yang terkait dengan Common cold

29

Page 30: Isi Laporan

D. Klasifikasi

1. Rhinitis akut

a. Rhinitis simpleks (pilek, salesma, common cold, coryza)

b. Rhinitis influenza

c. Rinitis eksimatosa.

2. Rhinitis kronis

a. Rhinitis hipertrofi

b. Rhinitis Sicca

c. Rhinitis spesifik :

- Rhinitis Difteri

- Rhinitis Atrofi

- Rinitis Sifilis

- Rhinitis Tuberkulosa

- Rhinitis akibat Jamur.

1. Rhinitis akut

a. Rhinitis simpleks

Definisi

Penyakit ini merupakan penyakit virus yang paling sering ditemukan

pada manusia. Mengingat frekuensi dan fakta bahwa penyakit ini tidak

memberi kekebalan post infeksi. Rhinitis simpleks ini sering disebut

sebagai selesma, common cold dan flu.

Etiologi

Beberapa jenis virus dan yang paling penting adalah rhinovirus. Virus-

virus lainnya adalah myxovirus, virus coxsackie dan virus ECHO.

Infeksi ini ditularkan melalui jalur udara (droplet infection). Paparan

dingin dan faktor lingkungan lainnya dapat meningkatkan kerentanan

host terhadap infeksi. Masa inkubasi 3 – 7 hari.

Manifestasi klinis

30

Page 31: Isi Laporan

Penyakit ini sangat menular dan gejala dapat timbul sebagai akibat

tidak adanya kekebalan, atau menurunnya daya tahan tubuh

(kedinginan, kelelahan, adanya penyakit menahun, dan lain-lain.

Pada stadium prodromal yang berlangsung beberapa jam, didapatkan

rasa panas, kering dan gatal di dalam hidung. Kemudian akan timbul

bersin berulang-ulang, hidung tersumbat dan ingus encer, yang

biasanya disertai demam dan nyeri kepala.(4) Stadium pertama biasanya

terbatas 3 – 5 hari. Sekret hidung mula-mula encer dan banyak,

kemudian menjadi mukoid, lebih kental dan lengket. Hal ini

dikarenakan virus merusak sistem transportasi mukosiliar, yang

menghambat sekresi pembersihan normal. Dengan nasal discharge

yang melimpah, perubahan inflamasi sering melibatkan vestibulum

nasi. Kerusakan epitel akibat virus menyebabkan kolonisasi bakteri,

yang mengubah konsistensi yang jelas dari nasal discharge. Hal ini

mengakibatkan sekret menjadi mukopurulen (gambar 2). Gejala lokal

dan sistemik biasanya akan reda dalam waktu sekitar seminggu.

Diagnosis

Pada pemeriksaan fisik ditemukan mukosa hidung tampak merah,

membengkak dan ditutupi sekret yang mudah diamati intranasal. Bila

terjadi infeksi sekunder dari bakteri, ingus menjadi mukopurulen

Gambar 2. Gambaran Rhinitis akut

31

Page 32: Isi Laporan

Terapi

Tidak ada terapi spesifik untuk rhinitis simpleks, selain istirahat dan

pemberian obat-obat simptomatis, seperti analgetika, antipiretika dan

obat dekongestan.(4) Terapi terdiri dari tindakan suportif untuk

meredakan obstruksi hidung dan mencegah sinusitis dan sekuele

lainnya dengan penggunaan dekongestan tetes hidung. Obat tetes

hidung harus digunakan tidak lebih lama daripada waktu yang benar-

benar diperlukan (umumnya tidak lebih dari 1 minggu karena resiko

takiplaksis) dengan rebound pembengkakan dari mukosa hidung.

Antibiotik mungkin juga akan diresepkan pada pasien dengan

superinfeksi bakteri atau keterlibatan sinus paranasal

b. Rinitis Influenza

Rhinitis influenza disebabkan karena virus influenza A, B, C. Tanda

dan gejalanya hampir sama dengan common cold, hanya saja lebih

sering terjadi infeksi sekunder bakteri

c. Rinitis Eksimatosa

Rhinitis ini disebabkan oleh virus morbili, varicea dan pertusis,

gejalanya sama seperti rhinitis simplek tetapi didahului eksantematous

sekitar 2-3 hari.

d. Rinitis Bakteri Akut

Infeksi bakteri akut disebabkan karena bakteri yang tidak spessifik.

dibagi menjadi 2:

1. Rinitis bakteri Primer

- Tampak pada anak dan biasanya terjadi akibat infeksi

pneumococcus, streptococcus, atau staphylococcus

- Gejalanya mirip rinitis virus, hanya saja yang khas:

Terdapat membran putih keabu-abuan yang lengket di rongga

hidung, yang jika diangkat bisa membuat perdarahan

2. Rinitis bakteri sekunder

- Merupakan akibat dari infesksi bakteri pada rinitis viral akut

32

Page 33: Isi Laporan

2. Rhinitis Kronis

a. Rhinitis Jamur

Dapat terjadi bersama dengan Sinusitis dan bersifat invasif atau non-

invasif. Rhinitis jamur non-invasif dapat menyerupai Rinolit dengan

inflamasi mukosa yang lebih berat. Rinolit ini sebenarnya adalah

gumpalan jamur (fungus ball). Biasanya tidak terjadi destruksi

kartilago dan tulang.

Tipe invasif ditandai dengan ditemukannya hifa jamur pada lamina

propria. Jika terjadi invasi jamur pada submukosa dapat

mengakibatkan perforasi septum atau hidung pelana. Jamur sebagai

penyebab dapat dilihat dengan pemeriksaan histopatologi, pemeriksaan

sediaan langsung atau kultur jamur, misalnya Aspergillus, Candida,

Histoplasma, Fussarium dan Mucor.

Diagnosis

Pada pemeriksaan hidung terlihat adanya sekret mukopurulen,

mungkin terlihat ulkus atau perforasi pada septum disertai dengan

jaringan nekrotik berwarna kehitaman (black eschar).

Terapi

Untuk rhinitis jamur non-invasif, terapinya adalah mengangkat seluruh

gumpalan jamur. Pemberian obat jamur sistemik maupun topical tidak

diperlukan. Terapi untuk rhinitis jamur invasif adalah mengeradikasi

agen penyebabnya dengan pemberian anti jamur oral dan topikal. Cuci

hidung dan pembersihan hidung secara rutin dilakukan untuk

mengangkat krusta. Untuk infeksi jamur invasif, kadang-kadang

diperlukan debridement seluruh jaringan yang nekrotik dan tidak sehat.

Kalau jaringan nekrotik sangat luas, dapat terjadi destruksi yang

memerlukan tindakan rekonstruksi.

b. Rinitis Bakteri Kronik

Etiologi

33

Page 34: Isi Laporan

Corynebacterium diphteriae, dapat terjadi primer pada hidung atau

sekunder dari tenggorok, dapat ditemukan dalam keadaan akut atau

kronik. Dugaan adanya Rhinitis Difteri harus dipikirkan pada penderita

dengan riwayat imunisasi yang tidak lengkap.

Gejala klinis

- Demam

- Toksemia

- Limfadenitis

- paralisis otot pernapasan

- ingus yang bercampur darah

- pseudomembran putih yang mudah berdarah

- krusta coklat di nares anterior dan rongga hidung.

- dalam keadaan kronik, masih dapat menulari.

Diagnosis

- ingus bercampur darah

- pseudomembran putih yang mudah berdarah di konka inferior dan

sekitarnya

- krusta coklat di nares dan cavum nasi

- Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan kuman dari sekret

hidung

Terapi

- Sebagai terapi diberikan ADS, penisilin lokal dan intramuskuler

- Pasien harus diisolasi sampai hasil pemeriksaan kuman negatif.

5. Rhinitis Sekunder

A. Rinitis Difteri

Etiologi

Penyakit ini disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae.

Gambaran Klinis

34

Page 35: Isi Laporan

Gejala rinitis difteri akut adalah demam, toksemia, limfadenitis, paralisis,

sekret hidung bercampur darah, ditemukan pseudomembran putih yang

mudah berdarah, terdapat krusta coklat di nares dan kavum nasi.

Sedangkan rinitis difteri kronik gejalanya lebih ringan.

Terapi

Terapi rinitis difteri kronis adalah ADS (anti difteri serum), penisilin lokal

dan intramuskuler.

B. Rinitis Sifilis

Etiologi

Penyebab rinitis sifilis adalah kuman Treponema pallidum.

Gambaran klinis

Gejala rinitis sifilis yang primer dan sekunder serupa dengan rinitis akut

lainnya. Hanya pada rinitis sifilis terdapat bercak pada mukosa. Sedangkan

pada rinitis sifilis tertier ditemukan gumma atau ulkus yang dapat

mengakibatkan perforasi septum. Sekret yang dihasilkan merupakan sekret

mukopurulen yang berbau.

Terapi

Sebagai pengobatan diberikan penisilin dan obat cuci hidung.

C. Rinitis Tuberkulosa

Etiologi

Penyebab rinitis tuberkulosa adalah kuman Mycobacterium tuberculosis.

Gambaran Klinis

Terdapat keluhan hidung tersumbat karena dihasilkannya sekret yang

mukopurulen dan krusta. Tuberkulosis pada hidung dapat berbentuk

noduler atau ulkus, jika mengenai tulang rawan septum dapat

mengakibatkan perforasi.(3)

Terapi

Pengobatannya diberikan antituberkulosis dan obat cuci hidung.

D. Rinitis Lepra

Etiologi

35

Page 36: Isi Laporan

Rinitis lepra disebabkan oleh Mycobacterium leprae.

Gambaran Klinis

Gangguan hidung terjadi pada 97% penderita lepra. Gejala yang timbul

diantaranya adalah hidung tersumbat, gangguan bau, dan produksi sekret

yang sangat infeksius Deformitas dapat terjadi karena adanya destruksi

tulang dan kartilago hidung.

Terapi

Pengobatan rinitis lepra adalah dengan pemberian dapson, rifampisin dan

clofazimin selama beberapa tahun atau dapat pula seumur hidup.

6. Sinusitis

A. Definisi

Sinusitis adalah proses peradangan atau infeksi dari satu atau lebih pada

membran mukosa sinus paranasal dan terjadi obstruksi dari mekanisme

drainase normal.

B. Etiologi

- Bakteri

Streptococcus pneumonia, Alpha dan Beta Streptococcus

haemolitycus, Staphylococcus aureus, Haemophyllus influenza

- Virus

- Fungi

C. Epidemologi

- Di laporkan terdapat > 31 juta kasus sinusitis di Amerika

- Penyakit kronik paling sering

- 20 % menyerang pasien usia > 65 tahun

D. Patofisiologi

Adanya infeksi oleh alergen ex : bakteri, menyebabkan terjadinya replikasi

bakteri serta terjadi disfungsi siliar pada sinus paranasal ( sinus frontalis,

sinus ethmoidalis, sinus sphenoidalis, sinus maxillaris), adanya infeksi

tersebut menyebabkan terjadinya produksi mukus yang berlebih, serta

36

Page 37: Isi Laporan

adanya obstruksi dari muara sinus paranasal, sehingga mukus terjebak di

dalam sinus.

E. Klasifikasi Sinusitis Bakteri

- Sinusitis bakterial akut : infeksi sampai 4 minggu, gejala hilang total

- Sinusitis bakterial subakut : infeksi antara 4 sampai 12 minggu

- Sinusitis bakterial kronik : infeksi lebih dari 12 minggu

F. Manifestasi Klinis

- Gejala progressive 2 – 3 hari

- Kongesti nasal

- Nyeri pada daerah sekitar wajah / lokal

- Pusing

- Batuk

- Malaise

- Wajah tampak bengkak

G. Penegakan Diagnosis

- Pemeriksaan apusan : Untuk mengetahui jenis sel bakteri, virus

maupun jamur sebagai alergen.

- Pemeriksaan transluminasi : Untuk mengetahui adanya reflex

transluminasi cahaya, apabila semakin redup cahaya maka

menandakan adanya kumpulan sekret mukopurulen pada sinus.

- Radiography

H. Penatalaksanaan

Lini pertama terapi antibiotik sinusitis

- Treatment berdurasi 10 – 14 hari

- Amoxicilin 500 mg per oral 8 jam per hari

- Augmentin 500 mg per oral 8 jam per hari

- Trimethropin / sulfamethoxazole

- Azithromicyn 500 mg per oral kemudian di lanjut 250 mg per oral 4

jam per hari (Adams, 1997).

37

Page 38: Isi Laporan

7. Polip Nasi

A. Definisi

Polip nasi adalah massa lunak yang tumbuh di dalam rongga hidung.

Kebanyakan polip berwarna putih bening atau keabu – abuan, mengkilat,

lunak karena banyak mengandung cairan (polip edematosa). Polip yang

sudah lama dapat berubah menjadi kekuning – kuningan atau kemerah –

merahan, suram dan lebih kenyal (polip fibrosa). Polip kebanyakan berasal

dari mukosa sinus etmoid, biasanya multipel dan dapat bilateral. Polip yang

berasal dari sinus maksila sering tunggal dan tumbuh ke arah belakang,

muncul di nasofaring dan disebut polip koanal.

B. Etiologi

Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif atau

reaksi alergi pada mukosa hidung. Peranan infeksi pada pembentukan polip

hidung belum diketahui dengan pasti tetapi ada keragu – raguan bahwa

infeksi dalam hidung atau sinus paranasal seringkali ditemukan bersamaan

dengan adanya polip. Polip berasal dari pembengkakan lapisan permukaan

mukosa hidung atau sinus, yang kemudian menonjol dan turun ke dalam

rongga hidung oleh gaya berat. Polip banyak mengandung cairan

interseluler dan sel radang (neutrofil dan eosinofil) dan tidak mempunyai

ujung saraf atau pembuluh darah. Polip biasanya ditemukan pada orang

dewasa dan jarang pada anak – anak. Pada anak – anak, polip mungkin

merupakan gejala dari kistik fibrosis.

Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain :

1. Alergi terutama rinitis alergi.

2. Sinusitis kronik.

3. Iritasi.

4. Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan

hipertrofi konka.

38

Page 39: Isi Laporan

C. Patofisiologi

Pada tingkat permulaan ditemukan edema mukosa yang kebanyakan

terdapat di daerah meatus medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan

interseluler, sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses

terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian akan

turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga

terbentuk polip. Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang yang

lama. Penyebab tersering adalah sinusitis kronik dan rinitis alergi. Dalam

jangka waktu yang lama, vasodilatasi lama dari pembuluh darah

submukosa menyebabkan edema mukosa. Mukosa akan menjadi ireguler

dan terdorong ke sinus dan pada akhirnya membentuk suatu struktur

bernama polip. Biasanya terjadi di sinus maksila, kemudian sinus etmoid.

Setelah polip terrus membesar di antrum, akan turun ke kavum nasi. Hal ini

terjadi karena bersin dan pengeluaran sekret yang berulang yang sering

dialami oleh orang yang mempunyai riwayat rinitis alergi karena pada

rinitis alergi terutama rinitis alergi perennial yang banyak terdapat di

Indonesia karena tidak adanya variasi musim sehingga alergen terdapat

sepanjang tahun. Begitu sampai dalam kavum nasi, polip akan terus

membesar dan bisa menyebabkan obstruksi di meatus media.

D. Manifestasi Klinis

Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip hidung adalah rasa sumbatan di

hidung. Sumbatan ini tidak hilang – timbul dan makin lama semakin berat

keluhannya. Pada sumbatan yang hebat dapat menyebabkan gejala

hiposmia atau anosmia. Bila polip ini menyumbat sinus paranasal, maka

sebagai komplikasinya akan terjadi sinusitis dengan keluhan nyeri kepala

dan rinore. Bila penyebabnya adalah alergi, maka gejala yang utama ialah

bersin dan iritasi di hidung. Pada rinoskopi anterior polip hidung seringkali

harus dibedakan dari konka hidung yang menyerupai polip (konka

polipoid). Perbedaan antara polip dan konka polipoid ialah :

Polip :

39

Page 40: Isi Laporan

- Bertangkai

- Mudah digerakkan

- Konsistensi lunak

- Tidak nyeri bila ditekan

- Tidak mudah berdarah

- Pada pemakaian vasokonstriktor (kapas adrenalin) tidak mengecil.

E. Diagnosis Banding

Polip didiagnosabandingkan dengan konka polipoid, yang ciri – cirinya

sebagai berikut :

- Tidak bertangkai

- Sukar digerakkan

- Nyeri bila ditekan dengan pinset

- Mudah berdarah

- Dapat mengecil pada pemakaian vasokonstriktor (kapas adrenalin).

Pada pemeriksaan rinoskopi anterior cukup mudah untuk membedakan

polip dan konka polipoid, terutama dengan pemberian vasokonstriktor yang

juga harus hati – hati pemberiannya pada pasien dengan penyakit

kardiovaskuler karena bisa menyebabkan vasokonstriksi sistemik,

maningkatkan tekanan darah yang berbahaya pada pasien dengan hipertensi

dan dengan penyakit jantung lainnya.

F. Penatalaksanaan

1. Untuk polip edematosa, dapat diberikan pengobatan kortikosteroid :

a. Oral, misalnya prednison 50 mg/hari atau deksametason selama 10

hari, kemudian dosis diturunkan perlahan – lahan (tappering off).

b. Suntikan intrapolip, misalnya triamsinolon asetonid atau

prednisolon 0,5 cc, tiap 5 – 7 hari sekali, sampai polipnya hilang.

c. Obat semprot hidung yang mengandung kortikosteroid,

merupakan obat untuk rinitis alergi, sering digunakan bersama

atau sebagai lanjutan pengobatn kortikosteroid per oral. Efek

sistemik obat ini sangat kecil, sehingga lebih aman.

40

Page 41: Isi Laporan

2. Untuk polip yang ukurannya sudah besar dilakukan ektraksi polip

(polipektomi) dengan menggunakan senar polip. Selain itu bila

terdapat sinusitis, perlu dilakukan drenase sinus. Oleh karena itu

sebelum operasi polipektomi perlu dibuat foto sinus paranasal untuk

melihat adanya sinusitis yang menyertai polip ini atau tidak. Selain itu,

pada pasien polip dengan keluhan sakit kepala, nyeri di daerah sinus

dan adanya perdarahan pembuatan foto sinus paranasal tidak boleh

dilupakan. Prosedur polipektomi dapat mudah dilakukan dengan senar

polip setelah pemberian dekongestan dan anestesi lokal. Pada kasus

polip yang berulang – ulang, perlu dilakukan operasi etmoidektomi

oleh karena umumnya polip berasal dari sinus etmoid. Etmoidektomi

ada dua cara, yakni intranasal dan ekstranasal (Ballenger, 1991).

8. Antihistamin dan Dekongestan

A. Antihistamin

a. Histamin

Bekerja dengan menduduki reseptor tertentu pada sel pada

permukaan membran mukosa

Terdapat 3 jenis reseptor histamin H1, H2, dan H3.

Letak reseptor : H1 dan H2 terletak di pascasinaptik

H3 terletak di prasinaptik

Reseptor H1 menyebabkan kontraksi otot polos, meningkatkan

permeabilitas PD, dan sekresi mukus.

Reseptor H2 menyebabkan sekresi asam lambung

Reseptor H3 sbg penghambat umpan balik berbagai sistem organ

Histamin mempengaruhi banyak proses faal dan patologik

sehingga diperlukan obat untuk mengantagoniskan efek histamin

Antihistamin

41

Page 42: Isi Laporan

Bekerja secara kompetitif dengan menghambat reseptor histamin

H1, H2 atau H3.

Penggolongan:

- Antihistamin Penghambat Reseptor H1 (AH1)

- Antihistamin Penghambat Reseptor H2 (AH2)

- Antihistamin Penghambat Reseptor H3 (AH3)

b. Antihistamin Penghambat Reseptor H1 (AH1)

Farmakodinamik

Antagonis histamin : menghambat efek histamin pada PD,

bronkus, dan otot polos lainnya.

Otot polos: menghambat kerja histamin pada otot polos usus dan

bronkus.

Permeabilitas kapiler: menghambat permeabilitas kapiler dan

edema akibat histamin.

Reaksi anafilaksis dan alergi:

Kelenjar eksokrin: efek histamin terhadap sekresi cairan lambung

tidak dapat dihambat oleh AH1

Farmakokinetik

AH 1 diabsorpsi dengan baik

Efeknya timbul setelah 15-30 menit pemberian oral

Waktu paruh generasi I dosis tunggal : 4-6 jam

Waktu paruh generasi II > panjang dari geenerasi II

Tempat utama Biotransformasi AH2 adalah Hati

Diekskresi melalui urin setelah 24 jam dalam bentuk metabolitnya

Indikasi

Untuk pengobatan simtomatik berbagai penyakit alergi:

- Dapat menghilangkan bersin, rinore, dan gatal pda mata,

hidung, dan tenggorokan.

- Efekrif terhadap alergi yang disebabkan debu, tetapi kurang

efektif bila jumlah banyak dan kontak lama. Karena AH1

42

Page 43: Isi Laporan

tidak berpengaruh terhadap intensitas reaksi antigen-antibodi

(penyebab gangguan alergi)

Mencegah/mengobati mabuk perjalanan

Efek samping

Paling sering : sedasi

AH1 generasi II > sedikit efek sedatifnya dibanding generasi I

Berhubungan dengan efek sentral: vertigo, tinitus, lelah, penat,

penglihatan kabur, insomnia.

Efek lain: nafsu makan <<, mual, muntah, mulut kering, palpitasi,

sakit kepala.

Intoksikasi

Pada Dewasa, manifestasi keracunan biasanya berupa depresi pada

permulaan, eksitasi, akhirnya depresi SSP.

43

AH1 generasi I

Page 44: Isi Laporan

B. Dekongestan

Golongan simpatomimetik/beraksi pada reseptor adrenergik pada mukosa

hidung untuk vasokonstriksi, menciutkan mukosa yang membengkak, dan

memperbaiki pernafasan. Dekongestan dibagi atas dua jenis yaitu:

1. Dekongestan sistemik

Diberikan secara oral, meskipun efeknya tidak secepat topikal tapi

kelebihannya tidak mengiritasi hidung.

Obat-obat yang dapat digolongan sebagai dekongestan sistemik

antara lain :

- Fenilpropanolamin

Efek : menimbulkan kontriksi PD mukosa hidung, sehingga

dapat meningkatkan tekanan darah dan stimulasi jantung

- Fenilefrin

- Efedrin

- Pseudoefedrin

Vasokonstriksi pembuluh darah mukosa dan menurunkan kongesti

hidung

Kontra Indikasi: hipertensi, pasca infark miokard, hipertiroid

44

AH1 Generasi II

Page 45: Isi Laporan

menstimulasi secara langsung reseptor Alpha 1 adrenergik yang

terdapat pada pembuluh darah mukosa saluran pernafasan bagian

atas yang menyebabkan terjadinya vasokonstriksi.

Fenilpropanolamina

- Dewasa:maksimal15mgpertakaran3-4kali sehari

- Anak-anak6-12tahun:maksimal7,5 mg per- takaran3-4x 1

Fenilefrin

- Dewasa: 10mg,3kalisehari

- Anak-anak 6–12tahun: 5mg, 3x1

Pseudoefedrin

- Dewasa: 60 mg, 3 –4 kali sehari

- Anak-anak2-5 tahun: 15 mg, 3 -4 kali sehari

- 6-12 tahun: 30 mg, 3 -4 kali sehari

Efedrin

- Dewasa: 25 –30 mg, setiap3 –4 jam

- Anak-anak: sehari3 mg/kg beratbadan, dibagidalam4 –6

dosisyang sama

2. Dekongestan Topikal

Terutama berguna untuk rhinis akut karena tempat kerjanya lebih

selektif . Bentuk sedian untuk dekongestan topikal barupa inheler, tetes

hidung atau semprot hidung.

45

Page 46: Isi Laporan

Vasokonstriksi pembuluh darah mukosa, menurunkan peradangan

dan sumbatan pada hidung

Penggunaan dekongestan topikal dilakukan pada pagi dan

menjelang tidur malam, dan tidak boleh lebih dari 2 kali dalam 24

jam.

Efek samping

- Rebound congestion

- Irregular heartbeat

- Headeache

- Dizzines

- Tremor

9. Kortikosteroid & Antikolinergik

A. Kortikosteroid

• Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan

di bagiankorteks kelenjar adrenal sebagai tanggapan atas hormon

adrenokortikotropik (ACTH) yangdilepaskan oleh kelenjar hipofisis,

atau atas angiotensin II

• Perubahan struktur kimia sangat mempengaruhi kecepatan absorpsi,

mula kerja dan lama kerja juga mempengaruhi afinitas terhadap

reseptor, dan ikatan protein.

• sintetis sama dengan kortikosteroid alami

• Glukokortikoid dapat diabsorpsi melalui kulit, sakus konjungtiva, dan

ruang sinovial.

Penggunaan jangka panjang atau pada daerah kulit yang luas dapat

menyebabkan efek sistemik, antara lain supresi korteks adrenal

• Pada keadaan normal, 90% kortisol terikat pada 2 jenis protein plasma,

yaitu globulin pengikat kortikosteroid dan albumin.

• Kortikosteroid berkompetisi sesamanya untuk berikatan dengan

globulin pengikatnya; kortisol mempunyai afinitas tinggi sedangkan

46

Page 47: Isi Laporan

metabolit yang terkonjugasi dengan asam glukuronat dan aldosteron

afinitasnya rendah.

• Sintesis dan sekresinya diregulasi secara ketat oleh sistem saraf pusat

yang sangatsensitif terhadap umpan balik negatif yang ditimbulkan

oleh kortisol dalam sirkulasidan glukokortikoid eksogen (sintetis)

• Pada orang dewasa normal, disekresi 10-20 mgkortisol setiap hari

tanpa adanya stres

• kortikosteroid dibagi menjadi 2 yaitu topikal dan sistemik.

Kortikosteroid topikal menjadi pilihan pertama untuk penderita rinitis

alergi

• Sediaan nasal yang mengandung kortikosteroid (beklometason,

betametason, budesonid, flunisolid, flutikason, mometason dan

triamsinolon) mempunyai peranan penting dalam pencegahan dan

pengobatan rinitis alergi

• Efek spesifik kortikosteroid topikal antara lain menghambat fase cepat

dan lambat dari rinitis alergi, menekan produksi sitokin Th2, sel mast

dan basofil, mencegah switching dan sintesis IgE oleh sel B, menekan

pengerahan lokal dan migrasi transepitel dari sel mast, basofil, dan

eosinofil, menekan ekspresi GMCSF, IL-6, IL-8, RANTES, sitokin,

kemokin, mengurangi jumlah eosinofil di mukosa hidung dan juga

menghambat pembentukan, fungsi, adhesi, kemotaksis dan apoptosis

eosinofil 1.

B. Antikolinergik:

• Kadar puncak triheksifedinil, prosiklidin, dan biperiden tercapai

setelah 1-2 jam. Masa paruh eliminasi terminl antara 10 dan 12 jam.

• Sebenarnya untuk pemberian 2x sehari sudah mencukupi

• Obat-obat antikolinergik membuat relaksasi pernafasan dengan

menghambat reseptor-reseptor muskarinik M2 dan M3 pada otot polos

saluran  pernafasan. Pelepasan asetilkolin dari saraf-saraf parasimpatis

meningkat sewaktu eksaserbasi asma dan intubasi endotrakea.

47

Page 48: Isi Laporan

• Asetilkolin berperan dalam bronkospasme. Atropin sulfat, beladona,

dan skopolamin efektif untuk mencegah bronkospame oleh metakolin,

tetapi tidak untuk bronkospasme oleh histamin.

• Pada mulanya pemakaian aerosol atropin sangat terbatas oleh karena

efek samping seperti peninggian viskositas dan menurunnya jumlah

sputum, orofaring jadi kering, denyut jantung meningkat, sedasi, dan

gangguan visus. Tetapi dengan preparat baru (ipratropium bromide)

yang dapat mengurangi efek samping tersebut maka obat ini mulai

banyak lagi dipakai, terutama untuk orang dewasa yang menderita

asma intrinsik atau asma bronkitis yang bronkospasmenya dipengaruhi

oleh asetilkolin.

10. Kandungan pada kacang tanah yang menyebabkan alergi

Kacang tanah adalah salah satu penyebab alergi makanan yang paling

umum, Reaksi alergi bisa terjadi ketika sistem kekebalan tubuh kita bereaksi

negatif terhadap alergen yang ada dalam makanan. Kacang tanah kaya dengan

lemak, mengandungi protein yang tinggi, zat besi, vitamin E dan kalsium,

vitamin B kompleks dan Fosforus, vitamin A dan K, lesitin, kolin dan kalsium. 

Kandungan protein dalam kacang tanah adalah jauh lebih tinggi dari daging dan

telur. Kacang tanah juga mengandung arkinin yang dapat merangsang tubuh

untuk memproduksi nitrogen monoksida yang berfungsi untuk melawan bakteri

tuberkulosis. Meningkatnya angka kejadian alergi selama 20 tahun terakhir

dapat menimbulkan masalah bagi dunia kesehatan. Alergi ditimbulkan karena

perubahan reaksi tubuh (menjadi rentan) terhadap suatu bahan yang ada dalam

lingkungan hidup kita sehari-hari. Alergi adalah suatu perubahan reaksi atau

respon pertahanan tubuh yang menolak dan tidak tahan terhadap zat-zat yang

sebenarnya tidak berbahaya. Ada berbagai cara alergen masuk ke dalam tubuh

yaitu melalui saluran pernafasan (alergen inhalatif/alergi hirup), alergen kontak,

melalui suntikan atau sengatan, dan alergi makanan. Alergi makanan

merupakan suatu kondisi yang disebabkan oleh reaksi IgE terhadap bahan (zat

48

Page 49: Isi Laporan

kimia)makanan Kejadian alergi makanan dipengaruhi oleh genetik,umur, jenis

kelamin, pola makan, jenis makanan awal, jenis makanan, dan faktor

lingkungan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Oehling et al. dalam

Prawirohartono pada 400 anak umur 3-12 tahun didapatkan data bahwa 60%

penderita alergi makanan adalah perempuan dan 40% laki-laki. Penelitian ini

merupakan analisis terhadap data sekunder dari Poli Alergi Imunologi RSCM.

Dari 208 orang yang berkunjung ke Poli Alergi Imunologi RSCM tahun 2007

terdapat 102 orang (49%) yang sensitif terhadap alergi terhadap makanan.

Responden dengan kategori dewasa lebih banyak yang sensitif terhadap alergen

makanan, yaitu sebesar 72 orang (70,6%) dibandingkan anak-anak, yaitu 30

orang (29,4%). Hal ini dapat terjadi karena kejadian alergi makanan

dipengaruhi juga oleh faktor fisik seperti kelelahan dan aktivitas berlebih serta

faktor emosi seperti kecemasan, sedih, stres atau ketakutan. Faktor-faktor

tersebut lebih banyak dialami oleh orang dewasa.

Reaksi alergi terjadi ketika sistem kekebalan tubuh seseorang keliru

percaya bahwa sesuatu yang berbahaya, seperti kacang. Sistem kekebalan tubuh

merespon dengan menciptakan antibodi spesifik untuk protein dalam makanan

itu. Antibodi ini yang disebut imunoglobulin E (IgE) –yang dirancang untuk

melawan "penyerbu" protein. Antibodi IgE memicu pelepasan bahan kimia ke

dalam tubuh.Salah satunya adalah histamin. Pelepasan histamin dapat

mempengaruhi sistem pernapasan seseorang, saluran pencernaan, kulit, dan

sistem kardiovaskular, yang menyebabkan gejala alergi seperti sesak nafas,

muntah sakit perut,,gatal-gatal gatal, dan bengkak (Harsono, 2008).

49

Page 50: Isi Laporan

KESIMPULAN

Pada skenario 2 tutorial sesi ini diketahui bahwa seorang mahasiswi berusia

19 tahun datang ke klinik dengan keluhan bersin bersin sejak 2 hari yang lalu. Bersin

disertai rasa gatal dan keluar cairan berwarna jernih, encer keluar dari hidung.

Seringkali hidung terasa tersumbat dan mata terasa gatal serta sering mengeluarkan

air mata.

Pada rongga hidung di lindungi oleh epitle thorax bertingkat bersel goblet,

sistem ini akan mengeluarkan mukus yang apabila terdapat sentisisasi fakor alergen.

Pada kontak pertama dengan alergen / tahap sentitisasi, makrofag berperan sebagai

APC ( Antigen Presenting Cell ) akan menangkap alergen yang menempel di

permukaan mukosa hidung, kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti IL – 1

dan di ikat oleh sel limfosit B. Aktifnya sel limfosit B akan memproduksi Ig-E bila

mukosa yang terpapar alergen ke dua kalinya maka Ig-E akan mengikat alergen dan

terjadi degranulasi mastosit dan basofil serta akan terlepas mediator inflammasi

seperti Histamin, adanya mediator histamin akan menyebabkan timbulnya respon

aferen menuju pusat batuk dan bersin di medulla oblongata, sehingga terjadi bersin.

Peran histamin, menyebabkan adanya rasa gatal di langit langit hidung, serta

terdapatnya ductus nasolacrimalis menyebabkan reaksi tambahan dimana glandula

lacrymalis mengeluarkan produksinya yaitu lakrima / air mata sehingga terjadi

lakrimasi, mata merah juga disebabkan karena adanya peran histamin sebagai

vasodilator sehingga melebarkan pembuluh darah di mata.

Penyakit yang di derita oleh mahasisiwi ini merupakan tanda dan gejala dari

rhinitis akut yang disebabkan oleh adanya alergi. Hal ini diperkuat oleh adanya

kebiasaan alergi penderita pada kacang yang menyebabkan kulit eritema dan gatal.

50

Page 51: Isi Laporan

SARAN

Hambatan

1. Mahasiswa kurang kritis dalam berfikir dan mengutarakan pendapat dari

informasi yang didapatkannya menjadi infromasi yang lengkap dan terperinci

sehingga terkadang tutor masih harus memancing agar tujuan pembelajaran

tutorial dapat tercapai dengan baik.

2. Ada beberapa mahasiswa yang kurang aktif mengemukakan pendapatnya dan

mencari referensi yang terbaru.

3. Mahasiswa kurang kreatif dalam menyampaikan informasi melalui

powerpoint sehingga terasa membosankan.

Harapan

1. Mahasiswa dapat lebih kritis dalam menggali informasi.

2. Mahasiswa dapat lebih aktif dalam mengemukakan pendapatnya dan dalam

mencari referensi yang terbaru sehingga ilmu yang didapatkan juga sesuai

perkembangan zaman.

3. Mahasiswa harus kreatif dalam membuat powerpoint agar tutorial tidak

membosankan.

51

Page 52: Isi Laporan

DAFTAR PUSTAKA

Adams, George L. 1997. Boies : Buku Ajar Penyakit THT (Boeis Fundamentals of

Otolaryngology). Edisi ke-6. Jakarta : EGC.

Arsyad, Efiaty dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT. Edisi 6. Jakarta: FK UI.

Ballenger, John Jacob. 1991. Diseaes of The Nose Throat Ear Head and Neck. Lea &

Febiger 14th edition. Philadelphia.

Buku Ajar Ilmu Kesehatan “Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Telnga” . 2012.

Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran UI.

Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Daniel S. Wibowo. 2013. Anatomi Fungsional Elementer dan Penyakit yang

Menyertainya. Jakarta : Penerbit Gramedia Widiasarana Indonesia.

Dorland, W. A. Newman. 2011. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC.

Harmadji S, 1993. Gejala dan Diagnosa Penyakit Alergi THT.Dalam : Kumpulan

Makalah Kursus Penyegar Alergi Imunologi di Bidang THT, Bukit

Tinggi.

Harsono A, Anang E. 2008. Alergi Makanan. Jakarta : EGC.

Irawati N, Kasakeyan E, Rusmono, N. 2008. Alergi Hidung dalam Buku AjarIlmu

Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi keenam.

Jakarta: FKUI,.

Martini. F.H . 2006. Fundamental of Anatomy and Phsichology. Seventh Edition. San

Fransisco: Pearson.

52

Page 53: Isi Laporan

Pearce, E.C. 2006. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: Gramedia.

Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.

Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta : EGC

Soepardi, Efiaty. Iskandar, Nurbaith. 2010. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga

Hidung dan Tenggorok edisi IV cetakan I. Jakarta: FK UI.

53