hirschsprung's disease (autosaved).doc

Upload: elfha-monita

Post on 14-Apr-2018

236 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/27/2019 Hirschsprung's Disease (Autosaved).doc

    1/27

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Penyakit hirschsprung ( aganglionik megakolon ) adalah kelainan congenital yang

    disebabkan oleh kegagalan migrasi sel sel neural crestyang mengarahkan kepada abnormalnya

    persyarafan usus. Kecacatan di mulai dari sfingter ani interna dan meluas ke arah proksimal

    sepanjang usus. Setelah sel sel neurogenik primitive gagal untuk mengambil posisi di

    submukosa dan plexus myenterik pada usus, selanjutnya akan tumbuh secara berlebih saraf

    saraf di submukosa, muskularis mukosa, dan lamina propia. Hasil yang paling rutin terjadi

    adalah gangguan motilitas yang di tampilkan sebagai kegagalan lewatnya mekonium dan

    konstipasi kronis pada bayi baru lahir.

    Kejadian aganglionik ini terbatas pada rektosigmoid 75%, fleksura splenik atau kolon

    transfersum 6% dan total kolon bersama segmen pendek dari ileum terminalis adalah 8%.

    1

  • 7/27/2019 Hirschsprung's Disease (Autosaved).doc

    2/27

    Perbedaan ini disebabkan karena sampai fleksura lienalis dipersarafi oleh n. vagus,

    sedangkan sisanya yaitu rektosigmoid menerima persarafan parasimpatis berasal dari cabang

    anterior n. sacralis ke 2,3 dan 4. Persarafan preganglion ini membentuk dua saraf erigentes yang

    memberikan cabang langsung ke rektum dan melanjutkan diri sebagai cabang utama ke pleksus

    pelvis untuk organorgan intrapelvis. Didalam rektum, serabut saraf ini berhubungan dengan

    pleksus ganglion Auerbach. Persarafan simpatis barasal dari dalam ganglion lumbal ke 2,3,4 dan

    pleksus paraaorta. Persarafan ini menyatu pada kedua sisi membentuk pleksus hipogastrikus di

    depan vertebra lumbal 5 dan melanjutkan diri ke arah postero-lateral sebagai persarafan

    presakral yang bersatu dengan ganglion pelvis pada kedua sisi. Persarafan simpatis dan

    parasimpatis ke rektum dan saluran anal berperan melalui ganglion pleksus Auerbach dan

    Meissner untuk mengatur peristaltik dan tonus sfingter interna.

    1.2 Tujuan

    Tujuan penulisan referat ini adalah untuk menambah pengetahuan dan pemahaman

    penulis tentang penyakit hirschsprung. Selain itu juga untuk memenuhi tugas dari kepaniteraan

    klinik stase bedah RSUD Cianjur.

    2

  • 7/27/2019 Hirschsprung's Disease (Autosaved).doc

    3/27

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Sejarah Penyakit

    Walaupun kondisi ini di deskripsikan oleh Ruysch pada tahun 1691 dan dipopulerkan

    oleh Hirschprung tahun 1886, patofisiologinya tidak dapat ditentukan dengan jelas sampai

    pertengahan abad ke-20, ketika Whitehouse dan Kernohan menggambarkan aganglionosis pada

    usus bagian distal sebagai penyebab obstruksi pada pasien mereka.

    Pada tahun 1949, Swenson menjelaskan prosedur definitive pertama yang konsisten

    untuk penyakit hirschsprung, yaitu rektosigmoidektomi dengan anastomosis coloanal. Sejak saat

    itu, operasi lain telah dijelaskan, termasuk teknik Duhamel dan Soave. Baru baru ini, kemajuan

    dalam teknik bedah, termasuk prosedur minimal invasive dan diagnosis dini telah menghasilkan

    penurunan morbiditas dan mortalitas bagi pasien dengan penyakit Hirschsprung.

    Sebagian besar kasus penyakit Hirschsprung sekarang didiagnosis pada masa neonates.

    Penyakit hirschsprung harus dipertimbangkan pada setiap bayi baru lahir yang gagal

    mengeluarkan mekonium dalam 24 48 jam setelah lahir. Meskipun penggunaan kontras enemaberguna dalam menegakkan diagnosis, tapi biopsy tebal rectum tetap menjadi kriteria standar.

    Setelah diagnosis dikonfirmasi, pengobatan dasar adalah untuk menghapus usus aganglionik dan

    membuat anastomosis pada rectum distal dengan usus yang persyarafannya sehat.

    2.2 Epidemiologi

    Penyakit Hirschsprung merupakan penyebab tersering dari obstruksi usus bagian bawah

    pada neonates yang terjadi kira kira 1 : 5000 kelahiran hidup. Laki laki mempunyai frekuensi

    4 kali lebih sering dibandingkan dengan perempuan.

    3

  • 7/27/2019 Hirschsprung's Disease (Autosaved).doc

    4/27

    2.3 Embriologi dan Anatomi

    a. Embriologi

    Embriologi traktus gastrointestinal (GI) dimulai pada minggu ke-empat masa gestasi.

    Usus primitif terbentuk dari lapisan endoderm dan dibagi menjadi tiga segmen: foregut, midgut,

    dan hindgut. Midgut dan hindgut nanti akan membentuk kolon, rektum, dan anus.

    Midgut akan membentuk usus halus, kolon asenden, dan kolon transversum proksimal,

    dan menerima suplai darah dari arteri mesenterika superior. Saat minggu ke-enam masa gestasi,

    midgut bergerak menuju keluar kavitas abdomen, dan berputar 270 berlawanan arah jarum jam

    disekitar arteri mesenterika superior dan akhirnya akan menempati tempat terakhirnya, yaitu di

    dalam kavitas abdomen pada minggu kesepuluh masa gestasi.

    Hindgut akan berkembang menjadi kolon transversus distalis, kolon desenden, rektum,

    dan anus proksimal, semuanya menerima suplai darah dari arteri mesenterika inferior. Saat

    minggu keenam masa gestasi, bagian ujung distal hindgut (kloaka) terbagi menjadi septum

    urorektal pada sinus urogenital dan rektum.

    Bagian distal kanalis analis terbentuk dari ektoderm dan mendapat suplai darah dari arteri

    pudenda interna.

    4

  • 7/27/2019 Hirschsprung's Disease (Autosaved).doc

    5/27

    Gambar 1. Pada minggu ketiga masa gestasi, usus primitif terbagi menjadi tiga bagian,

    foregut (F) pada bagian kepala, hindgut (H) pada bagian ekor, dan midgut (M) diantara

    hindgut dan foregut. Tahap perkembangan midgut: herniasi fisiologis (B), kembali ke

    abdomen (C), fiksasi (D). Pada minggu keenam masa gestasi, septum urogenital

    bermigrasi kea arah kaudal (E) dan memisahkan traktus urogenital dan intestinal (F, G).

    (Sumber: Corman ML [ed]: Colon & Rectal Surgery, 4th ed. Philadelphia, Lippincott-

    Raven, 1998, p 2.)

    b. Anatomi

    Kolon berjalan sepanjang katup ileosekal sampai ke anus. Secara anatomis, dibagi

    menjadi kolon, rektum, dan kanalis analis. Dinding dari kolon dan rektum terdiri dari lima

    lapisan: mukosa, submukosa, otot sirkular dalam, otot longitudinal luar, dan tunika serosa. Pada

    kolon, otot longitudinal luarnya terbagi menjadi tiga taeniae coli, yang bertemu dengan apendiks

    pada ujung proksimal dan rektum pada bagian distal. Pada rektum distal, lapisan otot polos

    dalam saling menggabung sehingga membentuk sfingter anus internal pada minggu ke duabelas

    5

  • 7/27/2019 Hirschsprung's Disease (Autosaved).doc

    6/27

    masa gestasi. Kolon intraperitoneal dan sepertiga proksimal rektum terlapisi oleh serosa;

    sedangkan bagian tengah dan bawah rektum kurang mengandung serosa.

    Rektum memiliki 3 buah valvula : superior kiri, medial kanan dan inferior kiri. 2/3 bagian

    distal rectum terletak di rongga pelvis dan terfiksir, sedangkan 1/3 bagian proksimal terletak di

    rongga abdomen dan relative mobile. Kedua bagian ini dipisahkan oleh peritoneum reflektum

    dimana bagian anterior lebih panjang dibanding bagian posterior.

    Saluran anal ( anal canal ) adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi sebagai pintu

    masuk ke bagian usus yang lebih proksimal; dus, dikelilingi oleh sfingter ani ( eksternal dan

    internal ) serta otot otot yang mengatur pasase isi rectum ke dunia luar. Sfingter ani eksterna

    terdiri dari 3 sling: atas, medial dan depan

    c. Posisi Kolon

    Kolon mulai berjalan dari awal ileus terminal dan sekum dan berjalan sepanjang 3 sampai

    5 kaki sampai ke rektum. Perbatasan rektosigmoid dapat ditentukan yaitu ketika tiga taeniae coli

    membentuk otot polos longitudinal luar rektum. Sekum mempunyai diameter kolon yang paling

    lebar (7,5 8,5 cm) dan mempunyai dinding otot yang tipis. Hal ini membuat sekum menjadi

    rentan terhadap perforasi dan yang paling jarang terjadi obstruksi. Kolon asenden bagian

    posterior menempel pada retroperitoneum, sedangkan bagian lateral dan anteriornya merupakan

    bagian dari struktur intraperitoneal. White line of Toldt merupakan gabungan antara

    mesenterium dengan peritoneum posterior. Bagian yang halus ini membuat pembedah sebagai

    panduan untuk memobilisasi kolon dan mesenterium dari retroperitoneum.

    Flexura hepatica (flexura coli dextra) menjadi penanda transisi kolon asenden (panjang

    15 cm) menjadi kolon transversum (panjang 45 cm). Kolon transversum intraperitoneal relatif

    dapat bergerak, namun terikat dengan ligamentum gastrokolika dan mesenterium kolon.

    Omentum majus menempel pada ujung anterior/superior kolon transversum, hal inilah yang

    menyebabkan gambaran seperti segitiga pada kolon tranversum ketika dilihat pada kolonoskopi.

    Fleksura splenika (flexura coli sinistra) menjadi penanda transisi kolon transversum

    menjadi kolon desendens (panjang 25 cm). Ikatan antara fleksura kolika dan limpa (ligamentum

    ileokolika) merupakan ligamen yang pendek dan tebal, yang akibatnya membuat kolektomi

    menjadi cukup sulit. Kolon desenden umumnya menempel pada retroperitoneum. Kolon sigmoid

    6

  • 7/27/2019 Hirschsprung's Disease (Autosaved).doc

    7/27

    bagian dari kolon dengan panjang yang bervariasi (15 50 cm, rata-rata 38 cm) dan diameter

    yang sempit namun mempunyai pergerakan yang luas. Meskipun kolon sigmoid terletak pada

    kuadran kiri bawah, akbiat mobilitasnya yang hebat dapat berpindah ke kuadran kanan bawah.

    Pergerakan ini menjelaskan mengapa volvulus umum ditemukan di kolon sigmoid dan mengapa

    penyakit yang mengenai kolon sigmoid, contohnya divertikulitis, dapat mempunyai gejala nyeri

    pada kuadran kanan bawah. Diameter yang sempit pada kolon sigmoid membuat bagian ini

    sangat rentan terhadap obstruksi.

    d. Suplai Vaskular Kolon dan Rektum

    Suplai arteri pada kolon mempunyai banyak variasi (gambar 2). Singkatnya, arteri

    mesenterika superior bercabang menjadi arteri ileokolika (sebanyak 20% populasi tidak memiliki

    arteri ini), yang menyuplai darah ke ileus terminalis dan kolon asenden proksimal, arteri kolika

    dekstra, yang menyuplai darah ke kolon asenden, dan arteri kolika media yang menyuplai kolon

    tranversum. Arteri mesenterika inferior (SMA) bercabang menjadi arteri kolika sinistra yang

    menyuplai kolon desenden, beberapa cabang arteri sigmoid, yang menyuplai kolon sigmoid, dan

    arteri rektal superior yang menyuplai rektum proksimal.

    Pengecualian pada vena mesenterika inferior, vena-vena pada kolon mempunyai

    terminologi yang sama seperti arteri. Vena mesenterika inferior berjalan naik pada

    retroperitoneum melewati muskulus psoas dan berjalan posterior ke pancreas untuk bergabung

    dengan vena splenika. Pada kolektomi, vena ini di gerakkan secara independen dan di ligasi pada

    ujung inferior pankreas. Drainase vena pada kolon transversum proksimal menuju ke vena

    mesenterika superior yang begabung dengan vena splenika untuk membentuk vena porta. Kolon

    transversum distal, kolon desenden, kolon sigmoid, dan sebagian besar rektum terdrainase oleh

    vena mensenterika inferior yang bergerak ke atas menuju vena splenika.

    Perdarahan rektum berasal dari a. hemorroidalis superior dan medialis ( a. hemorroidalis

    medialis biasanya tidak ada pada wanita, diganti oleh a. uterine ) yang merupakan cabang dari a.mesenterika inferior. Sedangkan a. hemorroidalis inferior adalah cabang dari a. pudendalis

    interna, berasala dari a. iliaka interna, mendarahi rektum bagian distal dan daerah anus.

    7

  • 7/27/2019 Hirschsprung's Disease (Autosaved).doc

    8/27

    .

    Gambar 2. Drainase vena pada kolon. Dan rektum (Sumber: Gordon PH, Nivatvongs S

    [eds]: Principles and Practice of Surgery for the Colon, Rectum, and Anus, 2nd ed. St.

    Louis, Quality Medical Publishing, 1999, p 30)

    Drainase limfatik juga dinamakan sesuai dengan arterinya. Drainase lmimfatik bermulai

    dari jaringan-jaringan limfatik dari muskularis mukosa. Pembuluh limfa dan limfonodusnya

    dinamakan sesuai dengan arteri regional yang ada. Limfonodus epikolik ditemukan pada dinding

    usus dan pada epiploika. Nodus yang berdekatan pada arteri disebut limfonodus parakolika.

    Limfonodus intermediet terletak pada cabang utama pembuluh darah besar; limfonodus primer

    rerletak pada arteri mesenterika superior atau inferior.

    8

  • 7/27/2019 Hirschsprung's Disease (Autosaved).doc

    9/27

    Gambar 3. Drainasi limfatik pada kolon (Sumber: Corman ML [ed]: Colon & Rectal Surgery,

    4th ed. Philadelphia, Lippincott-Raven, 1998, p 21)

    e. Suplai Saraf Kolon dan Rektum

    Kolon terinervasi oleh saraf simpatis (inhibisi) dan saraf parasimpatis (eksitasi/stimulasi),

    yang keduanya berjalan paralel dengan arteri. Saraf simpatis muncul dari T6 T12 dan

    preganglion lumbal splanchnikus L1 L3. Inervasi parasimpatis pada bagian kanan dan kolon

    transversum dan berasal dari nervus vagus dextra (N. X). Sedangkan inervasi parasimpatik untuk

    kolon bagian kiri bermulai dari nervi erigentes S2 S4. Nervus preganglion parasimpatis

    bergabung dengan nervus postganglion simpatis yang muncul pada akhir foramina sakralis.

    Serat-serat saraf ini, melalui pleksus pelvis, mengelilingi dan menginervasi prostat, uretra, vesika

    semilunaris, vesika urinaria, dan otot dasar panggul. Diseksi rektal dapat mengganggu pleksus

    pelvis dan subdivisinya, menyebabkan disfungsi neurogenik vesika urinaria dan seksual

    (sebanyak 45% kasus). Derajat dan tipe disfungsi tergantung pada derajat keparahan cedera

    neurologinya. Ligasi arteri mesenterika inferior yang menyuplai nervus hipogastrium

    menyebabkan disfungsi saraf simpatis yang dicirikan sebagai ejakulasi retrograde dan disfungsi

    9

  • 7/27/2019 Hirschsprung's Disease (Autosaved).doc

    10/27

    vesika urinaria. Cedera pada saraf simpatis dan parasimpatis akan menghasilkan impotensi dan

    atonia vesika urinaria.

    Sistem saraf intestinal merupakan sekumpulan sel-sel saraf pada saluran pencernaan yang

    fungsinya tidak tergantung pada sistem saraf pusat. Sistem ini mengatur gerakan usus, sekresi

    eksokrin, sekresi endokrin dan mikrosirkulasi saluran pencernaan disamping mengatur proses

    immunitas dan inflamasi. Sistem saraf intestinal mula-mula diperkirakan sebagai bagian otonom

    dari sistem saraf perifer dan sel saraf pada dinding usus dianggap sebagai sel saraf parasimpatis

    postganglion. Akan tetapi pada penelitianpenelitian selanjutnya ternyata menunjukkan bahwa

    usus mempunyai sistem pengaturan tersendiri, kontraksi peristaltik diatur oleh reflek-reflek

    yang melibatkan saraf intramural dan kebanyakan sel saraf usus tidak berhubungan dengan axon

    parasimpatis sistem saraf pusat secara langsung.

    Penelitian selanjutnya mengenai fungsi dan dan aktivitas kimiawi sistem saraf intestinal

    ternyata sangat mirip dengan sistem saraf pusat dimana jumlah sel saraf mencapai 100 milyar

    mendekati jumlah sel saraf pada medula spinalis. Bagian sistem saraf pusat yang berhubungan

    dengan sistim saraf intestinal adalah jaringan saraf sentral otonom. Sistem saraf intestinal

    bersama jaringan-jaringan penghubung dengan sistem saraf pusat tersebut secara simultan

    mengontrol seluruh fungsi saluran pencernaan.

    Pada sistem saraf intestinal, sel bodi saraf akan berkelompok menjadi ganglion yang

    dihubungkan dengan bundel-bundel saraf untuk membentuk dua pleksus besar yaitu pleksus

    mienterius Auerbach yang terletak antara lapisan sirkuler dan lapisan longitudinal serta pleksus

    submukosus Meissner yang terletak pada submukosa antara lapisan sirkuler dan muskularis

    mukosa. Pleksus mienterikus Auerbach berfungsi sebagai inervasi motorik pada kedua lapisan

    otot dan inervasi sekretomotor pada mukosa sedang pleksus submukosus Meissner berperan pada

    pengaturan fungsi sekrresi.

    Nervus parasimpatis berasal dari cabang anterior nervi Sakralis 2, 3, 4. Persarafan

    preganglion ini membentuk dua saraf erigentes yang memberikan cabang langsung ke rektum

    dan melanjutkan diri sebagai cabang utama ke pleksus pelvis untuk organ-organ intra pelvis.

    Didalam rektum serabut saraf ini berhubungan dengan pleksus ganglion Auerbach. Persarafan

    10

  • 7/27/2019 Hirschsprung's Disease (Autosaved).doc

    11/27

    simpatis berasal dari ganglion lumbal 2, 3, 4 dan pleksus praaorta. Persarafan ini menyatu pada

    kedua sisi membentuk pleksus hipogastrikus didepan vertebra lumbal lima dan melanjutkan diri

    kearah postero lateral sebagai persarafan presakral yang bersatu dengan ganglion pelvis pada

    kedua sisi.

    Persarafan simpatis dan parasimpatis ke rektum dan saluran anal berperan melalui

    ganglion pleksus Auerbach dan Meissner untuk mengatur peristaltik dan tonus sfingter interna.

    Serabut simpatis sebagai inhibitor dinding usus dan motor sfingter interna sedang parasimpatis

    sebagai motor dinding usus dan inhibitor sfingter. Sistem saraf parasimpatis juga merupakan

    persarafan sensorik untuk rasa distensi rektum.

    Inervasi somatik pada otot-otot seranlintang terutama pada bagian atas muskulus levator,

    musculus ischiococcygeus dan pubococcygeus mendapat inervasi dari radix anterior nervus

    sakralis 3 dan 4. Nervus pudendalis yang berasal dari nervus sakralis 2, 3 dan 4 juga memberikan

    persarafan pada otot-otot tersebut. Bagian bawah muskulus levator yaitu muskulus puborektalis

    dan muskulus sfingter eksternus membentuk bangunan terpisah dan menerima inervasi cabang

    perineal nervus sakralis 4, hemorrhoid inferior dan cabang perineal nervus pudendus.

    Inervasi sensoris kanalis anal, termasuk daerah 1 cm diatas linea pectinea dan kebawah

    sampai kulit anus merupakan daerah-daerah yang sangat sensitif. Terdapat akhiran-akhiran sarafyang mampu mendeteksi rasa nyeri (intra epitelial), sensasi sentuhan (Meissners corpuscle),

    sensasi dingin (Krauses end-bulb) sensasi tekanan atau regangan (Pacini dan Golgi-Mazzoni)

    dan sensasi gesekan (genital corpuscles). Bagian atas kanalis anal rektum, tidak sensitif terhadap

    rangsangan-rangsangan tersebut diatas akan tetapi sensitif pada rangsangan distensi yang

    diberikan oleh inervasi parasimpatis pada otot polos dan reseptor proprioseptiv yang terletak

    pada otot seranlintang disekitar rektum.

    2.4 Fisiologi Kolon

    Secara garis besar, fungsi kolon adalah sebagai pencerna nutrien, sedangkan dimana

    fungsi rektum adalah eleminasi feses. Pencernaan nutrien tergantung pada koloni flora normal,

    motilitas usus, dan absorpsi dan ekskresi mukosa.

    11

  • 7/27/2019 Hirschsprung's Disease (Autosaved).doc

    12/27

    a. Pencernaan Nutrien

    Saat terjadi proses pencernaan, nutrien yang masuk ke dalam tubuh tercampu oleh cairan

    biliopankreas dan GI. Usus halus mengabsorpsi sebagian besar nutrien, dan juga beberapa cairan

    garam empedu yang tersekresi ke lumen. Namun untuk cairan, elektrolit, dan nutrien yang sulit

    terabsorpsi oleh usus halus akan diabsorpsi oleh kolon agar tidak kehilangan cairan, elektrolit,

    nitrogen, dan energi terlalu banyak. Untuk mencapai ini, kolon sangat bergantung pada flora

    normal yang ada. Kira-kira sebanyak 30% berat kering feses mengandung bakteri sebanyak 1011

    sampai 1012 bakteri/gram feses. Orgnasime yang paling banyak adalah bakteri anaerob dengan

    spesies yang terbanuak dari kelas Bacteroides (1011 sampai 1012 organisme/mL). Eschericia coli

    merupakan bakteri spesies yang paling banyak 108 sampai 1010 organisme/mL). Flora normal ini

    berguna untuk memecah karbohidrat dan protein serta mempunyai andil dalam metabolism

    bilirubin, asam empedu, estrogen, dan kolesterol, dan juga vitamin K. Flora normal juga berguna

    untuk menekan jumlah bakteri patogen, seperti Clostridium difficile. Jumlah bakteri yang tinggi

    dapat menyebabkan sepsis pada pasien dengan keadaan umum yang buruk dan dapat

    menyebabkan sepsis inta-abdomen, abses, dan infeksi pada luka post-operasi kolektomi.

    b. Urea Recycling

    Urea merupakan produk akhir dari metabolisme nitrogen. Pada manusia dan sebagian

    besar mamalia tidak mempunyai enzim urease, namun flora normal bakteri pada ususnya kaya

    akan enzim urease. Kondisi patologis urea yang paling umum adalah gagal hepar. Ketika hepar

    tidak mampu menggunakan kembali urea nitrogen yang diabsorpsi kolon, ammonia masuk ke

    blood-brain barrier dan menyebabkan gangguan neurotransmiter, dimana akan menyebabkan

    koma hepatik.

    c. Absorpsi

    Total luas absorpsi kolon kurang lebih sekitar 900 cm 2 dan air yang masuk kedalam

    kolon perharinya mencapai 1000 1.500 mL. Air yang tersisa di kolon hanya sekitar 100 150

    mL/hari. Absorpsi natrium per harinya juga cukup tinggi, yaitu dari sebanyak 200 mEq/L

    natrium per hari yang masuk ke kolon, pada feses hanya tersisa 25 50 mEq/L.

    Epitel kolon dapat memakai berbagai macam sumber energi; namun, n-butirat akan

    teroksidasi ketika ada glutamin, glukosa, atau badan keton. Karena sel mamalia tidak bisa

    menghasilkan n-butirat, epitel kolon bergantung pada bakteri lumen untuk memproduksinya

    12

  • 7/27/2019 Hirschsprung's Disease (Autosaved).doc

    13/27

    dengan cara fermentasi. Kurangnya n-butirat disebabkan oleh inhibisi fermentasi akibat

    antibiotik spektrum luas, yang menyebabkan kurangnya absorpsi sodium dan air sehingga

    menyebabkan diare.

    Sebagai penyeimbang akibat kehilangan natrium dan air, mukosa kolon menyerap asam

    empedu. Kolon menyerap asam empedu yang lolos terserap dari ileus terminalis, sehingga

    membuat kolon menjadi bagian sirkulasi enterohepatika. Ketika absorpsi asam empedu pada di

    kolon melewati batas, bakteri akan mengkonjugasi asam empedu. Asam empedu yang

    terkonjugasi akan mengganggu absorpsi natrium dan air, sehingga menyebabkan diare sekretoris

    atau diare koleretik. Diare sekretoris dapat dilihat saat setelah hemikolektomi sebagai fenomena

    transien dan lebih permanen reseksi ileus ekstensif.

    d. Motilitas

    Fermantasi pada kolon terbentuk sesuai morfologi-morfologi kolon. Kolon dapat dibagi

    menjadi tiga segmen anatomis: kolon dextra, kolon sinistra, dan rektum. Kolon dextra

    merupakan ruangan fermentasi pada traktus GI, dengan sekum sebagai segmen kolon yang

    memiliki aktivitas bakteri yang aktif. Kolon bagian kiri merupakan tempat penyimpanan

    sementara dan dehidrasi feses. Transit pada kolon diatur oleh system saraf autonom. Sistem saraf

    parasimpatis mensuplai kolon melalui nervus vagus dan nervus pelvikus. Serat-serat saraf saat

    mencapai kolon akan membentuk beberapa pleksus;pleksus subserosa, pleksus myenterika

    (Auerbach), submukosa (Meissner), dan pleksus mukosa.

    Motilitas usus berbeda-beda tiap segmen anatomi. Pada kolon sebelah kanan, gelombang

    antiperistaltik, atau retropulsif, menimbulkan aliran retrograd sehingga isi dari usus terdorong

    kembali ke sekum. Pada kolon sebelah kiri, isi dari lumen usus terdorong ke arah kaudal oleh

    kontraksi tonis, sehingga terpisah-pisah menjadi globulus-globulus. Kontraksi yang ketiga, mass

    peristaltic, merupakan gabungan antara gerakan retropulsif dan tonis.

    2.5 Patologi

    13

  • 7/27/2019 Hirschsprung's Disease (Autosaved).doc

    14/27

    Dalam buku klasik berjudul Bedah Anak , karangan Dr. Orvar Swenson yang terkait

    dengan salah satu perawatan bedah klasik untuk penyakit hirschsprung, kondisi ini digambarkan

    sebagai berikut : megakolon kongenital disebabkan oleh malformasi dalam sistem parasimpatis

    dengan tidak adanya sel ganglion di plexus auerbach dari segmen kolon distal. Tidak hanya tidak

    adanya sel ganglion, tetapi serabut saraf yang besar dan berlebihan dalam jumlah, menunjukkan

    bahwa kelainan mungkin lebih luas daripada tidak adanya sel ganglion. Gambaran penyakit

    hirschsprung sudah jelas sekarang seperti yang terangkum lebih dari 50 tahun lalu mengenai fitur

    patologis dari penyakit ini : tidak adanya pleksus auerbach dan hipertrofi dari batang saraf

    terkait. Penyebab penyakit hirschsprung tetap tidak sempurna dipahami meskipun pemikiran saat

    ini adalah bahwa penyakit yang dihasilkan dari kecacatan dalam migrasi sel neural crest

    ( Krista neuralis ), yang merupakan precursor embrio dari sel ganglion usus. Dalam kondisi

    normal, sel sel neural crestbermigrasi ke usus dari bagian atas ( cephal ) ke bagian bawah

    ( caudal ). Proses ini selesai pada minggu ke 12 kehamilan, tetapi migrasi dari kolon

    midtransversal ke anus butuh waktu 4 minggu. Selama periode akhir itulah, janin paling rentan

    terhadap kecacatan dalam migrasi sel neural crest. Hal ini mungkin menjelaskan mengapa

    kebanyakan kasus aganglionik melibatkan rektosigmoid. Panjang segmen aganglionik usus

    ditentukan oleh daerah paling distal dimana sel sel neural cresttidak bermigrasi. Pada kasus

    yang jarang, aganglionik kolon total dapat terjadi.

    Untuk mengetahui penyebab terjadinya penyakit Hirschsprung diperlukan pemahaman

    yang mendalam perihal perkembangan embriologis sistem saraf intestinal. Sel-sel krista neuralis

    berasal dari bagian dorsal neural tube yang kemudian melakukan migrasi keseluruh bagian

    embrio untuk membentuk bermacam-macam struktur termasuk sistim saraf perifer, sel-sel

    pigmen, tulang kepala dan wajah serta saluran saluran pembuluh darah jantung. Sel-sel yang

    membentuk sistim saraf intestinal berasal dari bagian vagal krista neuralis yang kemudian

    melakukan migrasi ke saluran pencernaan. Sebagian kecil sel-sel ini berasal dari sakral krista

    neuralis untuk ikut membentuk sel-sel saraf dan sel-sel glial pada kolon. Selama waktu migrasi

    disepanjang usus, sel-sel krista neuralis akan melakukan proliferasi untuk mencukupi kebutuhan

    jumlah sel diseluruh saluran pencernaan. Sel-sel tersebut kemudian berkelompok membentuk

    agregasi badan sel. Kelompok-kelompok ini disebut ganglia yang tersusun atas sel-sel ganglion

    yang berhubungan dengan sel bodi saraf dan sel-sel glial. Ganglia ini kemudian membentuk dua

    14

  • 7/27/2019 Hirschsprung's Disease (Autosaved).doc

    15/27

    lingkaran cincin pada stratum sirkularis otot polos dinding usus, yang bagian dalam disebut

    pleksus submukosus Meissnerr dan bagian luar disebut pleksus mienterikus Auerbach.

    Secara embriologis sel-sel neuroenterik bermigrasi dari krista neuralis menuju saluran

    gastrointestinal bagian atas dan selanjutnya meneruskan kearah distal. Pada minggu ke lima

    kehamilan sel-sel saraf tersebut akan mencapai esofagus, pada minggu ke tujuh mencapai mid-

    gut dan akhirnya mencapai kolon pada minggu ke dua belas. Proses migrasi mula pertama

    menuju ke dalam pleksus Auerbachi dan selanjutnya menuju kedalam pleksus submukosa

    Meissneri. Apabila terjadi gangguan pada proses migrasi sel-sel kristaneuralis ini maka akan

    menyebabkan terjadinya segmen usus yang aganglionik dan terjadilah penyakit Hirschsprung

    Penelitian terbaru menjelaskan dasar molekuler untuk penyakit hirschsprung. Pasien

    dengan penyakit hirschsprung memiliki peningkatan frekuensi mutasi pada beberapa gen,salah

    satunya GDNF. Selain itu, mutasi pada gen ini juga menyebabkan megakolon aganglionik pada

    tikus, yang menyediakan kesempatan untuk mempelajari fungsi protein yang dikodekan.

    Penyelidikan awal menunjukkan bahwa GDNF mempromosikan kelangsungan hidup, proliferasi,

    dan migrasi populasi campuran sel sel neural crest . Penelitian lain mengungkapkan bahwa

    GDNF dinyatakan dalam usus sebelum migrasi sel sel neural crestdan bersifat kemoatraktif.

    Temuan ini meningkatkan kemungkinan bahwa mutasi pada gen GDNF bisa menyebabkan

    gangguan migrasi saraf dalam rahim dan perkembangan pada penyakit hirschsprung.

    Pada tahun 1994 ditemukan dua gen yang berhubungan dengan kejadian penyakit

    Hirschsprung yaitu RET (receptor tyrosin kinase) dan EDNRB (endothelin receptor B). RET

    ditemukan pada 20% dari kasus penyakit Hirschsprung dan 50% dari kasus tersebut bersifat

    familial, sedang EDNRB dijumpai pada 5 sampai 10% dari semua kasus penyakit Hirschsprung.

    Interaksi antara EDN-3 dan EDNRB sangat penting untuk perkembangan normal sel ganglion

    usus. Pentingnya interaksi EDN-3 dan EDNRB didalam memacu perkembangan normal sel-sel

    krista neuralis telah dibuktikan dengan jelas. Baik EDN-3 maupun EDNRB keduanya ditemukan

    pada sel mesenkim usus dan sel neuron usus, dan ini memperkuat dugaan bahwa EDN-3 dan

    EDNRB dapat mengatur regulasi antara krista neuralis dan sel mesenkim usus yang diperlukan

    untuk proses migrasi normal

    15

  • 7/27/2019 Hirschsprung's Disease (Autosaved).doc

    16/27

    2.6 Manifestasi Klinis

    Karena peristaltik usus normal tidak dapat terjadi di usus aganglionik, anak dengan

    penyakit hirschsprung ditandai dengan obstruksi fungsional usus distal. Pada periode baru lahir,

    gejala yang paling umum adalah distensi abdomen, kegagalan keluarnya mekonium dan muntah

    empedu. Setiap bayi yang tidak mengeluarkan mekonium dalam waktu 48 jam setelah lahir harus

    diselidiki tentang penyakit hirschsprung. Kadang kadang disertai dengan komplikasi

    enterokolitis. Pola dari presentasinya ditandai dengan distensi abdomen dan nyeri, serta

    berhubungan dengan toksisitas sistemik meliputi demam, kegagalan tumbuh, dan kelesuan. Bayi

    sering mengalami dehidrasi dan menunjukkan leukositosis. Pada rectal toucher expulsi yang kuat

    dan berbau busuk pada kotoran. Pengobatan meliputi rehidrasi, antibiotic sistemik, dekompresi,

    dan irigasi rectal sambil menunggu konfirmasi dari diagnosis penyakit hirschsprung. Pada anak anak yang tidak merespon manajemen non operatif, stoma dekompresif diperlukan. Dokter

    bedah harus memastikan bahwa stoma ini ditempatkan pada usus yang mengandung ganglion

    dan harus dikonfirmasi dengan analisis frozen section pada jaringan usus pada saat penciptaan

    stoma. Pada sekitar 20% kasus, diagnosis penyakit hirschsprung dibuat setelah periode bayi baru

    lahir.

    Setiap neonatus yang meninggalkan rumah sakit tanpa diagnosis biasanya akan hadir

    dengan sembelit kronis dalam waktu dua tahun ( tabel 61.1 ). Sembelit ini sering menyertai

    perubahan makanan seperti perubahan dari ASI ke susu formula atau susu formula ke makanan

    padat.

    16

  • 7/27/2019 Hirschsprung's Disease (Autosaved).doc

    17/27

    2.7 Diagnosis

    Diagnosis definitive penyakit hirschsprung dibuat dengan biopsy rectal. Sampel mukosa

    dan submukosa diperoleh pada 1 cm, 2 cm, 3 cm, dari garis dentata. Pada periode neonatal ini

    biopsi dapat dilakukan disamping tempat tidur tanpa anestesi, karena sampel yang diambil dalam

    usus tidak memiliki persarafan somatik dan dengan demikian prosedur ini tidak menyakitkan

    untuk anak. Pada anak yang lebih tua, prosedur harus dilakukan dengan biopsi dubur terbuka

    dengan menggunakan sedasi IV. Fitur histopatologi penyakit hirschsprung adalah tidak adanya

    sel ganglion pada pleksus myenterik, pewarnaan acetilkolinesterase meningkat, dan kehadiran

    kumpulan saraf yang hipertrofi.

    Pemeriksaan barium enema harus dilakukan pada anak yang dicurigai dengan

    hirschsprung. Tes ini dapat menunjukkan lokasi dan zona transisi antara usus ganglionik yang

    dilatasi dengan segmen distal usus konstriksi. Meskipun barium enema hanya dapat

    menunjukkan diagnosis penyakit hirschsprung dan kurang dapat dipercaya untuk menegakkan

    diagnosis, tapi tes ini sangat berguna dalam menyingkirkan penyebab penyebab lain obstruksi

    17

  • 7/27/2019 Hirschsprung's Disease (Autosaved).doc

    18/27

    usus distal. Termasuk sindrom usus kecil kiri ( seperti yang terjadi pada bayi dan ibu dengan

    diabetes ), atresia kolon, mekonium plug syndrom.

    Beberapa ahli bedah telah menemukan penggunaan manometri dubur, terutama pada

    anak yang lebih tua, meskipun hasilnya relative akurat.

    Pemeriksaan manometri anorektal adalah suatu pemeriksaan obyektif mempelajari fungsi

    fisiologi defekasi pada penyakit yang melibatkan spinkter anorektal. Dalam prakteknya,

    manometri anorektal dilaksanakan apabila hasil pemeriksaan klinis, radiologis dan histologis

    meragukan. Pada dasarnya, alat ini memiliki 2 komponen dasar : transduser yang sensitif

    terhadap tekanan seperti balon mikro dan kateter mikro, serta sisitem pencatat seperti poligraph

    atau computer.

    Beberapa hasil manometri anorektal yang spesifik bagi penyakit Hirschsprung adalah :

    1. Hiperaktivitas pada segmen yang dilatasi;

    2. Tidak dijumpai kontraksi peristaltik yang terkoordinasi pada segmen usus aganglionik;

    3. Sampling reflex tidak berkembang. Tidak dijumpai relaksasi spinkter interna setelah

    distensi rektum akibat desakan feces. Tidak dijumpai relaksasi spontan

    18

  • 7/27/2019 Hirschsprung's Disease (Autosaved).doc

    19/27

    2.8 Diagnosa Banding

    Diagnosis banding kelainan ini antara lain ileus mekonium akibat penyakit fibrokistik,

    atresia ileum, atresia rekti. Ileus mekonium terjadi dimana obstruksi intraluminal yang tidak

    rumit. Neonatus mempunyai gejala obstruksi usus distal, perut kembung, muntah bilious

    biasanya mulai dari hari pertama kehidupan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan suatu abdomen

    yang distensi, teraba loop usus yang terisi mekonium seperti adonan. Pemeriksaan colok dubur

    ditemukan lendir yang putih atau abu abu tanpa warna khas empedu, tetapi hal ini belum

    menyingkirkan kemungkinan lain yang menyebabkan obstruksi di usus proksimal.

    Meconium plug syndrome, disebabkan karena adanya obstruksi kolon distal atau rektum

    karena mekonium. Bayi menjadi cepat kembung dan gagal untuk mengeluarkan mekonium,

    muntah bilious. Colok dubur bisa dilakukan sekaligus sebagai terapi. Tetapi pemeriksaan dengan

    kontras dapat menyingkirkan kemungkinan lain seperti cystic fibrosis dan penyakit hirschsprung.

    Secara anatomi dan fungsi kolon dan rektum normal.

    19

  • 7/27/2019 Hirschsprung's Disease (Autosaved).doc

    20/27

    Penelitian lain menyatakan banyak kelainan-kelainan yang menyerupai penyakit

    Hirschsprung akan tetapi pada pemeriksaan patologi anatomi ternyata didapatkan sel-sel

    ganglion. Kelainan-kelainan tersebut antara lain Intestinal neuronal dysplasia, Hypoganglionosis,

    Immature ganglia, Absence of argyrophyl plexus, Internal sphincter achalasia dan kelainan-

    kelainan otot polos.

    2.9 Penatalaksanaan

    Sebuah diagnosis penyakit hirschsprung membutuhkan operasi dalam semua kasus.

    Pendekatan bedah klasik terdiri dari prosedur beberapa tahap. Hal ini termasuk kolostomi pada

    periode baru lahir, dimaksudkan sebagai tindakan darurat untuk mencegah komplikasi dan

    kematian. Pada tahapan ini dilakukan kolostomi, sehingga akan menghilangkan distensi

    abdomen dan akan memperbaiki kondisi pasien. diikuti dengan operasi pull through definitive,

    dengan membuang segmen yang aganglionik dan kemudian melakukan anastomosis antara usus

    yang ganglionik dengan dengan bagian bawah rectum, setelah anak ditimbang lebih dari 10 kg.

    Ada tiga pilihan untuk prosedur definitive yang saat ini digunakan. Walaupun ahli bedah

    individu bisa mendukung satu prosedur, penelitian telah menunjukkan bahwa hasil setiap jenis

    operasi serupa. Untuk setiap operasi yang dilakukan, prinsip prinsip pengobatan termasuk

    mengkonfirmasi lokasi di usus mana zona transisi antara usus aganglionik dengan ganglionik

    ada.

    Dikenal beberapa prosedur operasi yaitu prosedur Swenson, prosedur Duhamel, prosedur

    Soave, prosedur Rehbein.

    1. Prosedur Swenson

    Swenson memperkenalkan prosedur rektosigmoidektomi dengan preservasi spingter ani,

    anastomosis dilakukan secara langsung.. Pembedahan ini disebut sebagai prosedur tarik terobos

    atau pull through abdomino perineal. Merupakan prosedur pembedahan pertama yang berhasil

    menangani pasien penyakit hirschprung.

    Dalam prosedur ini puntung rectum ditinggalkan 2-3 cm dari garis mukokutan, yang

    pascabedah ditemukan beberapa enterokolitis diduga disebabkan oleh spasme rectum yang

    20

  • 7/27/2019 Hirschsprung's Disease (Autosaved).doc

    21/27

    ditinggalkan. Rektum yang ditinggalkan sebenarnya merupakan segmen yang masih

    aganglionsis yang tidak direseksi . Karena dapat terjadi inkontinensia, prosedur ini dikenal

    sebagai SWENSON I. Untuk mengurangi spasme spingter ani. Swenson melakukan

    spingterotomi posterior. dengan cara puntung rectum ditinggalkan 2 cm di bagian anterior dan

    0,5 1 cm di bagian posterior, dikenal sebagai SWENSON II.

    2. Prosedur Duhamel

    Teknik prosedur duhamel tahun 1956 adalah dengan mempertahankan rectum, kolon

    proksimal ditarik rekto rectal transanal dan dilakukan anastomosis kolorektal end to side,

    prosedur ini sering terjadi stenosis, inkontinensia, dan pembentukan fekaloma dalam puntung

    rectum yang ditinggalkan terlalu panjang,untuk mengatasi hal tersebut dilakukan berbagai

    modifikasi

    Prinsipnya pada membiarkan rektum tetap ada, kemudian usus yang sehat (normal

    persarafannya) dimasukkan ke dalam rektum melalui celah pada dinding posterior dari arah

    retrorektal. Hasil yang dicapai berupa enterotomi. Dinding rektum bagian depan yang

    aganglionik tetap ada, sehingga reflek kontrol defekasi tetap baik. Dinding belakang rektum

    nantinya terdiri dari kolon yang normal. Pada permulaan operasi, rektum ditutup dan dipotong

    seperti pada operasi Hartman. Kemudian kolon proksimal dipotong sampai pada daerah yangdiinginkan pada daerah dengan persarafan normal. Duhamel sendiri menganjurkan seluruh

    kolon yang menyempit dan yang melebar direseksi karena biasanya bagian tersebut atoni dan

    mudah terjadi pengerasan feses. Pada tahap berikutnya dilakukan insisi endoanal, yaitu insisi

    semisirkular pada dinding posterior dan kanalis analis kira-kira 1 cm di atas pinggir anus.

    Mukosa dan sfingter dibuka langsung ke arah retrorektal yang sudah dibebaskan sebelumnya.

    Kedua ujung insisi ditahan dengan jahitan sementara, sebagai tempat untuk anastomosis

    koloanal. Ujung yang normal persarafannya diturunkan melalui daerah retrorektal menembus

    mukosa dan keluar melalui anus.

    3. Prosedur Soave

    21

  • 7/27/2019 Hirschsprung's Disease (Autosaved).doc

    22/27

    Soave melakukan prosedur bedah dengan pendekatan abdominoperineal dengan

    membuang lapisan mukosa rekto sigmoid dari lapisan seromuskuler, selanjutnya dilkukan

    penarikan kolon normal keluar anus melalui selubung seromuskuler rektosigmoid . Prosedur ini

    disebut pula sebagai prosedur tarik terobos endorektal, kemudian setelah 21 hari sisa kolon yang

    diprolapkan dipotong . Boley melakukan modifikasi prosedur soave dengan meperkenalkan

    prosedur tarik terobos endorektal dengan anastomosis langsung tanpa kolon diprolapkan . Teknik

    ini dilakukan untuk mencegah retraksi kolon bila terjadi nekrosis kolon yang diprolapkan.

    Prosedur ini sebenarnya adalah prosedur yang asli (original) untuk pengobatan bedah

    pada aganglionosis kolon. Hal penting yang diperhatikan pada teknik ini adalah membebaskan

    rektum, diseksi tepat pada dinding rektum, terus ke bawah ke arah sfingter, kemudian reseksi

    seluruh anus yang tidak mengandung ganglion (segmen aganglionik). Kedua ujung yangdipotong yakni bagian proksimal , yaitu usus yang normal dan bagian distal yang patologik

    ditutup sementara dengan jahitan. Setelah rektum dibebaskan dari jaringan sekitarnya, ujung

    rektum dibalik / prolaps ke arah anus. Ujung bagian proksimal yang normal persarafannya

    dilakukan pull-through melalui lumen rektum yang terbalik, kemudian dilakukan anastomosis

    dengan ujung anorektal. Anastomosis dilakukan di perineal dan bukan intraabdominal. Letak

    anastomosis tepat di atas anus. Reseksi rektum meninggalkan 1,5 cm dinding rektum bagian

    depan dan hampir seluruh rektum bagian belakang. Prosedur ini kalau dikerjakan oleh pakar

    yang berpengalaman akan memberikan hasil yang baik tanpa penyulit. Untuk mencegah

    penyulit berupa enterokolitis, maka Swenson menganjurkan reseksi yang lebih luas termasuk

    posterior sfingterotomi.

    Anastomosis 2 lapis, mokosa dengan chromic catgut, muskulus dengan silk 5-0

    Prosedur ini berbeda dengan prosedur Swenson dan Duhamel . Ia melakukan pendekatan

    abdomino-perineal dengan mengelupas mukosa rekto-sigmoid dari lapisan seromuskular.

    Kemudian dilakukan penarikan kolon keluar anus melalui selubung seromuskular rekto-

    sigmoid. Prosedur ini disebut juga metode tarik terobos endorektal. Setelah beberapa hari

    dilakukan pemotongan sisa kolon yang diprolapskan (Aschcraft, 1997). Prosedur operasi

    modifikasi Soewarno adalah sebagai berikut, dilakukan penutupan kolostomi, yang pada

    umumnya adalah standart double barrel. Dilakukan irisan tranversal pada dinding depan

    22

  • 7/27/2019 Hirschsprung's Disease (Autosaved).doc

    23/27

    abdomen mulai 4 cm sebelah medial SIAS kanan melalui garis Langer sampai mencapai lobang

    kolostomi. Irisan dilanjutkan melengkung ke kraniolateral secukupnya. A hemorroidalis superior

    dan a. sigmoidalis diidentifikasi selanjutnya diikat dan dipotong. Dilakukan reseksi kolon 3 4

    cm diproksimal kolostomi dan 1 2 cm di proksimal refleksi peritoneum. Pungtum proksimal

    kemudian ditutup. Dilakukan pengupasan mukosa rektum dari lapisan seromuskuler, dengan cara

    memegang mukosa dengan 4 buah klem ellis. Irisan pertama dilakukan secara tajam selanjutnya

    seromuskuler dipegang dengan 4 buah klem ellis, selanjutnya dilakukan pengupasan secara

    tumpul. Pengupasan ke anal sejauh mungkin sehingga mencapai linea dentata. Selanjutnya

    dilakukan pembebasan kolon proksimal yang sehat, sampai cukup untuk diteroboskan keluar

    anus. Pembebasan ini harus hati-hati sehingga arkade pembuluh darah tetap terjamin. Bila sudah

    dinilai cukup, maka operasi dilanjutkan lewat perineum. Anus disiapkan, kemudian cerobong

    mukosa ditarik, dengan jalan memasukkan sonde khusus dengan ujung berbentuk kepala yang

    lebih besar. Mukosa diikat pada leher sonde tersebut dan ditarik keluar secara melipat terbalik.

    Kolon yang sehat kemudian diteroboskan di dalam cerobong mukosa. Lapisan mukosa difiksasi

    dengan kolon dengan benang plain catgut, dan dipasang rektal tube di dalam kolon yang

    diteroboskan tersebut sampai melewati sfingter ani.

    Operasi dilanjutkan lewat abdominal, vesika urinaria, dan organ abdomen yang lain ditata

    kembali, cerobong seromuskuler difiksasi dengan serosa kolon yang diteroboskan dengan

    chromik catgut. Dilakukan appendektomi insidental. Rongga abdomen dicuci dan ditutup lapis

    demi lapis. Sepuluh hari setelah dioperasi endorectal pullthrough, telah terjadi perlekatan antara

    cerobong seromuskuler dengan serosa kolon. Dilakukan pemotongan pungtum kolon yang

    diteroboskan 1 cm proksimal linea dentata, dilajutkan dengan penjahitan mukosa dengan

    mukosa. Selama 3 hari rectal tube terus dipasang pada rektum yang baru sehingga gangguan

    obstruksi akibat udema di daerah anorektal dapat dihindari.

    Operasi definitif pada penyakit megakolon merupakan trauma fisik dan psikis yang

    cukup besar bagi pasien. Pada penyembuhan luka operasi sangat tergantung pada sistem imun,

    dan sistem imun dipengaruhi oleh status gizi dari pasien, malabsorpsi, kekurangan asam amino

    esensial, mineral maupun vitamin .

    23

  • 7/27/2019 Hirschsprung's Disease (Autosaved).doc

    24/27

    4. Prosedur Rehbein

    Pada dasarnya prosedur rehbein adalah prosedur reseksi anterior yang diektensikankedistal sampai dengan pengangkatan sebagian besar rectum. Reseksi segmen aganglionik

    termasuk sigmoid dilanjutkan dengan anastomosis ujung keujung dikerjakan intra abdomen

    ekstra peritoneal.

    2.10 Komplikasi Pasca Operasi

    Komplikasi pasca bedah dapat terjadi secara dini (< 4 minggu pasca operasi) dan lambat.

    Angka mortalitas pasca operasi lebih banyak terjadi pada prosedur Swenson dan lebih rendah

    pada prosedur Duhamel dan Soave. Kebocoran anastomosis lebih sering terjadi pada prosedur

    Swenson ,stenosis sering terjadi pada endorectal dan pada Swenson dari pada prosedur duhamel..

    Angka mortalitas pada megakolon congenital yang tidak mendapatkan penanganan adalah 80 %,

    pada yang mendapatkan penanganan angka kematian kurang lebih 30 % yang diakibatkan oleh

    enterokolitis dan komplikasi pasca bedah seperti kebococran anastomosis ,striktur anastomosis,

    abses pelvis dan infeksi luka operasi

    1. Abses seromuskuler

    2. Retraksi puntung kolon

    3. Nekrosiskolon endorektal

    4. Kebocoran anastomose

    Kebocoran anastomosis ringan menimbulkan gejala peningkatan suhu tubuh, terdapat

    infiltrat atau abses, kebocoran berat dapat terjadi demam tinggi, pelvioperitonitis atau peritonitis

    umum. Keadaan ini dapat terjadi akibat dari disrupsi anastomosis akibat retraksi atau nekrosis

    kolon. Pencegahan kebocoran dengan memperhatikan factor predisposisi seperti

    ketegangan anastomosis, vaskularisasi tepi sayatan yang tidak adekuat, infeksi sekitar

    24

  • 7/27/2019 Hirschsprung's Disease (Autosaved).doc

    25/27

    anastomosis, pemasangan rectal tube yang terlalu besar, colok dubur dan businasi terlalu dini.

    Bila terjadi kebocoran anastomosis sgera dilakukan kolostomi segmen proksimal.

    Stenosis

    Disebabkan oleh gangguan penyembuhan luka didaerah anastomosis, infeksi yang

    menyebabkan terbentuknya jaringan fibrosis. Prosedur Swenson atau Rehbein dapat

    menyebabkan stenosis sirkular pada garis anastomosis, sedang prosedur Duhamel dapat

    menyebabkan stenosis posterior dan prosedur tarik terobos endorektal menyebabkan stenosis

    memanjang. Stenosis ini menyebabkan gangguan defekasi , enterokolitis dan fistulo rekto

    perineal

    Gangguan fungsi sfingter paska operasi

    Pembedahan dikatakan berhasil bila penderita dapat defekasi teratur dan kontinen.

    Gangguan fungsi sfingter berupa : Inkontinensia, soiling(keciprit) dan obstipasi berulang

    Enterokolitis

    Enterokolitis dapat terjadi pada semua prosedur tetapi lebih kecil pada pasien dengan

    endorektal pullthrough. Enterokolitis merupakan penyebab kecacatan dan kematian padamegakolon congenital, mekanisme timbulnya enterokolitis menurut Swenson adalah karena

    obtruksi parsial. Obtruksi usus pasca bedah disebabkan oleh stenosis anastomosis ,sfingter ani

    dan kolon aganlionik yang tersisa masih spastik.Manifestasi klinis enterokolitis berupa distensi

    abdomen di ikuti tanda obtruksi seperti muntah hijau atau fekal dan feses keluar eksplosif cair

    dan berbau busuk. Enetrokolitis nekrotikan merupakan komplikasi paling parah dapat terjadi

    nekrosis, infeksi dan perforasi

    Penatalaksanaan dengan terapi medik meliputi resisutasi cairan, pemasangan rectal tube

    dan pembilasan dengan NaCl fisilogis 2-3 kali sehari serta pemberian antibiotik.Tindakan bedah

    berupa businasi pada stenosis, sfingterotomi posterior untuk spasme spingterani dapat juga

    dilakukan reseksi ulang stenosis. Hal yang sulit pada megakolon congenital adalah terdapatnya

    25

  • 7/27/2019 Hirschsprung's Disease (Autosaved).doc

    26/27

    gangguan defekasi pasca pullthrough, kadang ahli bedah dihadapkan pada konstipasi persisten

    dan enterokolitis berulang pasca bedah.

    DAFTAR PUSTAKA

    26

  • 7/27/2019 Hirschsprung's Disease (Autosaved).doc

    27/27

    1. Brunicardi, F. Charles. Schwartzs Principles of Surgery, ninth edition. The McGraw-Hill

    Companies, Inc. United States of America. 2010.

    2. Skandalakis Surgical Anatomy. The McGraw-Hill Companies, Inc. United States of

    America. 2006

    3. Irwan, Budi., Tesis : Pengamatan Fungsi Anorektal pada Penderita Penyakit Hirschsprung

    Pasca Operasi Pull - Through, Medan. FK USU, 2003.

    4. Ashcraft, Keith W.Pedicatric Surgery 2nd. W.B. Saunders Company. Philadelphia. 1993

    5. Hollwarth, M.Pediatric Surgery. Springer. Germany. 2006

    6. Arensman, Robert M,Pediatric Surgery, second edition. Landes Bioscience. USA. 2006.

    7. Whitehouse FR, Kernohan JW. The myenteric plexus in congenital megacolon.Arch Int Med.

    1948;82:75

    8. http://emedicine.medscape.com/article/178493-overview#showall

    27