bst - hirschsprung's disease

64
Bed Site Teaching Hirschsprung’s Disease Disusun oleh: Ester Sibarani 090100091 Shinly Meivinita Ginting 090100251 Christine R.T Simanjuntak 090100335 Johannes D.I.U Hutapea 090100282 Mark Timotius Siahaan 090100252 Sweet Chatherine Marpaung 090100303 Prasti Windika Syafitri 090100171 Maya Fitrie Nadya Lubis 090100176 T. Abdurrahman Johan 090100244 Arif Fadhilah Nasution 090100246 M. Dwi Harlianta T 080100270 Pembimbing: dr. Erjan Fikri, M.Ked (Surg), Sp.B, Sp.BA DEPARTEMEN ILMU BEDAH UMUM

Upload: ester-sibarani

Post on 17-Dec-2015

64 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

bst

TRANSCRIPT

Bed Site TeachingHirschsprungs Disease

Disusun oleh:Ester Sibarani

090100091Shinly Meivinita Ginting

090100251Christine R.T Simanjuntak

090100335Johannes D.I.U Hutapea

090100282Mark Timotius Siahaan

090100252Sweet Chatherine Marpaung090100303Prasti Windika Syafitri

090100171Maya Fitrie Nadya Lubis

090100176T. Abdurrahman Johan

090100244Arif Fadhilah Nasution

090100246M. Dwi Harlianta T

080100270Pembimbing:

dr. Erjan Fikri, M.Ked (Surg), Sp.B, Sp.BADEPARTEMEN ILMU BEDAH UMUMFAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP HAM MEDAN2014

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul Hirschsprung disease. Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Bedah Umum, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada dokter pembimbing, dr. Erjan Fikri, M.Ked (Surg), Sp.B, Sp.BA yang telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan makalah presentasi ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat, akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Oktober 2014

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

iDAFTAR ISI

ii

BAB 1 PENDAHULUAN

1BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

32.1. Definisi

32.2. Epidemiologi

32.3. Embriologi Kolon .

42.4. Anatomi dan Fisiologi Kolon

52.5. Etiologi

62.6. Patogenesis

72.7. Diagnosis

92.8. Diagnosis Banding

152.9. Penatalaksanaan

152.10. Komplikasi

182.11. Prognosis

18BAB 3 LAPORAN KASUS

19BAB 4 PEMBAHASAN

33BAB 5 KESIMPULAN

36DAFTAR PUSTAKA

37BAB IPENDAHULUAN

Penyakit Hirschsprung adalah salah satu kelainan kongenital berupa aganglionik usus yaitu tidak dijumpainya sel-sel ganglion yang pada usus besar yang dimulai dari sfingter ani internal ke arah proksimal dengan panjang yang bervariasi. Penyakit Hirschsprung dapat pula dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital dimana tidak terdapat sel ganglion parasimpatik pada pleksus Auerbach di usus besar (kolon). Keadaan abnormal tersebut dapat menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi usus secara spontan sehingga dapat menyebabkan dilatasi usus proksimal.6

Penyakit Hirschsprung pertama kali dilaporkan oleh Herald Hirschsprung pada tahun 1886. Hirschsprung mengemukakan dua kasus obstipasi sejak lahir yang dianggapnya disebabkan oleh dilatasi kolon. Sampai pada tahun 1930-an etiologi penyakit Hirschsprung belum jelas diketahui. Penyebab sindrom tersebut dapat diketahui dengan jelas setelah Robertson dan Kernohan (1938) serta Tiffin, Chandler, dan Feber (1940) mengemukakan bahwa megakolon pada penyakit Hirschsprung disebabkan oleh gangguan peristaltik usus dengan defisiensi ganglion usus pada usus bagian distal. 7,9

Insidens penyakit Hirschsprung di dunia adalah 1 : 5.000 kelahiran hidup. Di Amerika dan Afrika dilaporkan penyakit Hirschsprung terjadi pada satu kasus setiap 5.400-7.200 kelahiran hidup.7 Di Eropa Utara, insidens penyakit ini adalah 1,5 dari 10.000 kelahiran hidup sedangkan di Asia tercatat sebesar 2,8 per 10.000 kelahiran hidup.8,10

Angka kematian untuk penyakit Hirschsprung berkisar antara 1-10%. Penelitian Pini dkk. Pada tahun 1993-2010 di Genoa, Italia mencatat ada 8 orang dari 313 penderita penyakit Hirschsprung yang meninggal (CFR= 2,56%).14 Penyakit Hirschsprung yang tidak segera ditangani atau diobati dapat menyebabkan kematian sebesar 80% yang terutama akibat terjadinya enterokolitis dan perforasi usus. Penanganan penyakit Hirschsprung yang dilakukan lebih dini efektif menurunkan kejadian enterokolitis menjadi 30%.12

Irwan (2003) mencatat ada 163 kasus penyakit Hirschsprung dari enam provinsi yang diteliti yaitu Sumatera Utara, Aceh, Riau, Sumatera Barat, Jambi dan Bengkulu pada kurun waktu Januari 1997 sampai dengan Desember 2002 .14

Dari hasil survei karya tulis ilmiah di RSUP H. Adam Malik Medan, terdapat 110 bayi yang menderita penyakit Hirschsprung pada tahun 2010-2012. Rincian setiap tahunnya yaitu pada tahun 2010 ada sebanyak 35 bayi, tahun 2011 sebanyak 25 bayi, dan tahun 2012 sebanyak 50 bayi.13

Penyakit Hirschsprung harus dicurigai apabila seorang bayi cukup bulan dengan berat lahir 3 kg (penyakit ini tidak bisa terjadi pada bayi kurang bulan) yang terlambat mengeluarkan tinja.15 Trias klasik gambaran klinis pada neonatus adalah pengeluaran mekonium yang terlambat, yaitu lebih dari 24 jam pertama, muntah hijau, dan perut membuncit keseluruhan.16 Penyakit hirschsprung lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan, dengan rasio laki-perempuan sekitar 4:1.8Diagnosis penyakit Hirschsprung harus dapat ditegakkan sedini mungkin mengingat berbagai komplikasi yang dapat terjadi dan sangat membahayakan jiwa pasien seperti enterokolitis, pneumatosis usus, abses perikolon, perforasi, dan septikimia yang dapat menyebabkan kematian. Enterokolitis merupakan komplikasi yang amat berbahaya sehingga mortalitasnya mencapai 30% apabila tidak ditangani dengan sempurna. Diagnosis penyakit ini dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan rontgen dengan enema barium, pemeriksaan manometri, serta pemeriksaan patologi anatomi.15Penatalaksanaan Penyakit Hirschsprung terdiri dari tindakan non bedah dan tindakan bedah. Tindakan non bedah dimaksudkan untuk mengobati komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi atau untuk memperbaiki keadaan umum penderita sampai pada saat operasi defenitif dapat dikerjakan. Tindakan bedah pada penyakit ini terdiri dari tindakan bedah sementara yang bertujuan untuk dekompresi abdomen dengan cara membuat kolostomi pada kolon yang mempunyai ganglion normal di bagian distal dan tindakan bedah definitif yang dilakukan antara lain menggunakan prosedur Duhamel, Swenson, Soave, dan Rehbein.15BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. DefinisiPenyakit Hirschprung di karakteristikan sebagai tidak adanya sel ganglion di pleksus myenterikus (auerbachs) dan submukosa (meissners).13 Penyakit Hirschsprung juga disebut dengan aganglionik megakolon kongenital adalah salah satu penyebab paling umum dari obstruksi usus neonatal (bayi berumur 0-28 hari).12 Penyakit Hirschsprung merupakan penyakit dari usus besar (kolon) berupa gangguan perkembangan dari sistem saraf enterik. Pergerakan dalam usus besar didorong oleh otot. Otot ini dikendalikan oleh sel-sel saraf khusus yang disebut sel ganglion. Pada bayi yang lahir dengan penyakit Hirschsprung tidak ditemui adanya sel ganglion yang berfungsi mengontrol kontraksi dan relaksasi dari otot polos dalam usus distal. Tanpa adanya sel-sel ganglion (aganglionosis) otot-otot di bagian usus besar tidak dapat melakukan gerak peristaltik (gerak mendorong keluar feses).13,14

Gambar 2.1. Gambaran colon normal dan penyakit Hirschsprung2.2EpidemiologiPenyakit Hirschprung dapat terjadi dalam 1:5000 kelahiran. Risiko tertinggi terjadinya penyakit Hirschprung biasanya pada pasien yang mempunyai riwayat keluarga penyakit Hirschprung dan pada pasien penderita Down Syndrome. Laki-laki lebih banyak dengan perbandingan 4:1. Tidak terdapat distribusi rasial tetapi ditemukan angka yang paling tinggi pada negara federal Micronesia yaitu 1 dari 3000 kelahiran. Hampir semua penyakit ini didiagnosis dalam 2 tahun pertama kehidupan. Anak kembar dan adanya riwayat keturunan meningkatkan resiko terjadinya penyakit Hirschsprung. Laporan insidensi tersebut bervariasi sebesar 1.5 sampai 17,6% dengan 130 kali lebih tinggi pada anak laki dan 360 kali lebih tinggi pada anak perempuan. Penyakit Hirschsprung lebih sering terjadi secara diturunkan oleh ibu aganglionosis dibanding oleh ayah. Sebanyak 12.5% dari kembaran pasien mengalami aganglionosis total pada colon (sindroma Zuelzer-Wilson). Salah satu laporan menyebutkan empat keluarga dengan 22 pasangan kembar yang terkena yang kebanyakan mengalami long segment aganglionosis.6Di Indonesia insidensi penyakit ini tidak diketahui secara pasti tetapi berkisar 1 dari 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit Hirschsprung. Kartono mencatat 20-40 pasien penyakit Hirschsprung yang dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta.62.3Embriologi Kolon

Dalam perkembangan embriologis normal, sel-sel neuroenterik bermigrasi dari krista neural ke saluran gastrointestinal bagian atas kemudian melanjutkan ke arah distal. Sel-sel saraf pertama sampai di esofagus dalam gestasi minggu kelima. Sel-sel saraf sampai di midgut dan mencapai kolon distal dalam minggu kedua belas. Migrasi berlangsung mula-mula ke dalam pleksus Auerbach, selanjutnya sel-sel ini menuju ke dalam pleksus submukosa. Sel-sel krista neural dalam migrasinya dibimbing oleh berbagai glikoprotein neural atau serabut-serabut saraf yang berkembang lebih awal daripada sel-sel krista neural.7

Glikoprotein yang berperan termasuk fibronektin dan asam hialuronik, yang membentuk jalan bagi migrasi sel neural. Serabut saraf berkembang ke bawah menuju saluran gastrointestinal dan kemudian bergerak menuju intestine, dimulai dari membran dasar dan berakhir di lapisan muskular.7Secara embriologik, kolon kanan berasal dari usus tengah, sedangkan kolon kiri berasal dari usus belakang. Lapisan otot longitudinal kolon membentuk tiga buah pita yang disebut taenia yang berukuran lebih pendek dari kolon itu sendiri sehingga kolon berlipat-lipat dan berbentuk seperti sakulus (kantong kecil) dan biasa disebut haustra (bejana). Kolon tranversum dan kolon sigmoideum terletak intraperitoneal dan dilengkapi dengan mesentrium.7

Gangguan rotasi usus embrional dapat terjadi dalam perkembangan embriologik sehingga kolon kanan dan sekum mempunyai mesentrium yang lengkap. Keadaan ini memudahkan terjadinya putaran atau volvulus sebagian besar usus yang sama halnya dapat terjadi dengan mesentrium yang panjang pada kolon sigmoid dengan radiksnya yang sempit.72.4Anatomi dan Fisiologi Kolon

Usus besar atau kolon berbentuk tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 1,5 m yang terbentang dari sekum hingga kanalis ani. Diameter usus besar lebih besar daripada usus kecil yaitu sekitar 6,5 cm (2,5 inci), namun semakin dekat dengan anus diameternya pun semakin kecil. Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon, dan rektum. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileosekal mengendalikan aliran kimus dari ileum ke dalam sekum dan mencegah terjadinya aliran balik bahan fekal dari usus besar ke dalam usus halus. Kolon terbagi atas kolon asenden, tranversum, desenden, dan sigmoid. Kolon membentuk kelokan tajam pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut disebut dengan fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi Krista iliaka dan membentuk lekukan berbentuk-S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri sewaktu kolon sigmoid bersatu dengan rektum. Bagian utama usus yang terakhir disebut sebagai rektum dan membentang dari kolon sigmoid hingga anus (muara ke bagian luar tubuh). Satu inci terakhir dari rektum disebut sebagai kanalis ani dan dilindungi oleh otot sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum dan kanalis ani adalah sekitar 15 cm (5,9 inci).17

Usus besar memiliki berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah absorpsi air dan elektrolit. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah terdehidrasi sampai berlangsungnya defekasi. Kolon mengabsorpsi sekitar 800 ml air per hari dengan berat akhir feses yang dikeluarkan adalah 200 gram dan 80%-90% diantaranya adalah air. Sisanya terdiri dari residu makanan yang tidak terabsorpsi, bakteri, sel epitel yang terlepas, dan mineral yang tidak terabsorpsi.17

Gambar 2.2 Anatomi Usus besar (Kolon)2.5Etiologi

Sel neuroblas bermigrasi dari krista neuralis saluran gastrointestinal bagian atas dan selanjutnya mengikuti serabut-serabut vagal yang telah ada ke kaudal. Penyakit Hirschsprung terjadi bila migrasi sel neuroblas terhenti di suatu tempat dan tidak mencapai rektum. Sel-sel neuroblas tersebut gagal bermigrasi ke dalam dinding usus dan berkembang ke arah kraniokaudal di dalam dinding usus.18Mutasi gen banyak dikaitkan sebagai penyebab terjadinya penyakit Hirschsprung. Mutasi pada Ret proto-onkogen telah dikaitkan dengan neoplasia endokrin 2A atau 2B pada penyakit Hirschsprung. Gen lain yang berhubungan dengan penyakit Hirschsprung termasuk sel neurotrofik glial yang diturunkan dari faktor gen yaitu gen endhotelin-B dan gen endothelin -3. 19

Gambar 2.3 Dilatasi kolon akibat tidak ditemukannya sel saraf pada bagian akhir usus pleksus Myenterik (Auerbach) dan pleksus Submukosal (Meissner)

2.6. PatogenesisKelainan pada penyakit ini berhubungan dengan spasme pada distal colon dan sphincter anus internal sehingga terjadi obstruksi. Maka dari itu bagian yang abnormal akan mengalami kontraksi di segmen bagian distal sehingga bagian yang normal akan mengalami dilatasi di bagian proksimalnya. Bagian aganglionik selalu terdapat dibagian distal rectum.20

Dasar patofisiologi dari penyakit Hirschsprung adalah tidak adanya gelombang propulsive dan abnormalitas atau hilangnya relaksasi dari sphincter anus internus yang disebabkan aganglionosis, hipoganglionosis atau disganglionosis pada usus besar.

Hipoganglionosis 20Padaproximal segmen dari bagianaganglion terdapat area hipoganglionosis. Area tersebut dapat juga merupakan terisolasi. Hipoganglionosis adalah keadaan dimana jumlah sel ganglion kurang dari 10 kali dari jumlah normal dan kerapatan sel berkurang 5 kali dari jumlah normal. Pada colon inervasi jumlah plexus myentricus berkurang 50% dari normal. Hipoganglionosis kadang mengenai sebagian panjang colon namun ada pula yang mengenai seluruh colon.

Imaturitas dari sel ganglion 20Sel ganglion yang imatur dengan dendrite yang kecil dikenali dengan pemeriksaan LDH (laktat dehidrogenase). Sel saraf imatur tidak memiliki sitoplasma yang dapat menghasilkan dehidrogenase. Sehingga tidak terjadi diferensiasi menjadi sel Schwanns dan sel saraf lainnya. Pematangan dari sel ganglion diketahui dipengaruhi oleh reaksi succinyldehydrogenase (SDH). Aktivitas enzim ini rendah pada minggu pertama kehidupan. Pematangan dari sel ganglion ditentukan oleh reaksi SDH yang memerlukan waktu pematangan penuh selama 2 sampai 4 tahun. Hipogenesis adalah hubungan antara imaturitas dan hipoganglionosis.

Kerusakan sel ganglion 20Aganglionosis dan hipoganglionosis yang didapatkan dapat berasal dari vaskular atau nonvascular. Yang termasuk penyebab nonvascular adalah infeksi Trypanosoma cruzi (penyakit Chagas), defisiensi vitamin B1, infeksi kronis seperti Tuberculosis. Kerusakan iskemik pada sel ganglion karena aliran darah yang inadekuat, aliran darah pada segmen tersebut, akibat tindakan pull through secara Swenson, Duhamel, atau Soave.

Tipe Hirschsprungs Disease:20,21Hirschsprung dikategorikan berdasarkan seberapa banyak colon yang terkena. Tipe Hirschsprung disease meliputi:

Ultra short segment: Ganglion tidak ada pada bagian yang sangat kecil dari rectum.

Short segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian kecil dari colon. Long segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian besar colon. Very long segment: Ganglion tidak ada pada seluruh colon dan rectum dan kadang sebagian usus kecil.

Gambar 2.4. Tipe Hirschsprung Disease berdasarkan seberapa banyak colon yang terkena2.7. Diagnosis

Berbagai teknologi tersedia untuk menegakan diagnosis penyakit Hirschsprung. Namun demikian, dengan melakukan anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik yang teliti, pemeriksaan radiografik, serta pemeriksaan patologi anatomi biopsi isap rectum, diagnosis penyakit Hirschsprung pada sebagian besar kasus dapat ditegakkan.15Anamnesis 13,15,22a. Muntah hijau

b. mekonium terlambat keluar lebih dari 24 jam

c. distensi abdomen

d. tidak dapat buang air besar dalam waktu 24-48 jam

e. Adanya obstipasi masa neonatus, jika terjadi pada anak yang lebih besar obstipasi semakin sering, perut kembung, dan pertumbuhan terhambat.

f. Adanya riwayat keluarga sebelumnya yang pernah menderita keluhan serupa, misalnya anak laki-laki terdahulu meninggal sebelum usia 2 minggu dengan riwayat tidak dapat defekasi.

Apabila pada masa neonates tidak ditemukan gejala akan bertambah berat dengan bertambahnya usia pada masa anak-anak dengan gejala :

a. kontsipasi berat

b. pertumbuhan terhambat

c. anoreksia

d. berat badan tidak bertambah

Diagnosis akhir dibutuhkan pemeriksaan patologi anatomi dari biopsy rectal yang ditemukan aganglionik.Manifestasi Klinis

Gambaran klinis penyakit Hirschsprung dapat kita bedakan berdasarkan usia, dan gejala klinis yang mulai terlihat pada :

1. Periode Neonatal Pada bayi yang baru lahir, kebanyakan gejala muncul 24 jam pertama kehidupan. Dengan gejala yang timbul: distensi abdomen dan bilious emesis. Tidak keluarnya mekonium pada 24 jam pertama kehidupan merupakan tanda yang signifikan mengarah pada diagnosis ini. Pada beberapa bayi yang baru lahir dapat timbul diare yang menunjukkan adanya enterocolitis

Manifestasi penyakit Hirschsprung yang khas biasanya terjadi pada neonatus cukup bulan. Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran mekonium yang terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran mekonium yang terlambat (lebih dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis yang signifikans. Pada lebih dari 90% bayi normal, mekonium pertama keluar dalam usia 24 jam pertama, namun pada lebih dari 90% kasus penyakit Hirschsprung mekonium keluar setelah 24 jam. Mekonium normal berwarna hitam kehijauan, sedikit lengket dan dalam jumlah yang cukup. Muntah hijau dan distensi abdomen biasanya dapat berkurang manakala mekonium dapat dikeluarkan segera. Distensi abdomen merupakan manifestasi obstruksi usus letak rendah dan dapat disebabkan oleh kelainan lain, seperti atresia ileum dan lain-lain. Muntah yang berwarna hijau disebabkan oleh obstruksi usus, yang dapat pula terjadi pada kelainan lain dengan gangguan pasase usus, seperti pada atresia ileum, enterokolitis netrotikans neonatal, atau peritonitis intrauterine. Tanda-tanda edema, bercak-bercak kemerahan khususnya di sekitar umbilicus, punggung, dan di sekitar genitalia ditemukan bila telah terdapat komplikasi peritonitis. Sedangkan enterokolitis merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi penderita penyakit Hirschsprung ini, yang dapat menyerang pada usia kapan saja, namun paling tinggi saat usia 2-4 minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu. Gejalanya berupa diarrhea, distensi abdomen, feces berbau busuk dan disertai demam. Swenson mencatat hampir 1/3 kasus Hirschsprung datang dengan manifestasi klinis enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi meski telah dilakukan kolostomi.13,15,222.Anak

Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat gerakan peristaltik usus di dinding abdomen. Jika dilakukan pemeriksaan colok dubur, maka feces biasanya keluar menyemprot, konsistensi semi-liquid dan berbau tidak sedap. Penderita biasanya buang air besar tidak teratur, sekali dalam beberapa hari dan biasanya sulit untuk defekasi.13,15,22Pemeriksaan Fisik 13,15,22a. Pada neonatus biasa ditemukan perut kembung karena mengalami obstipasi

b. Bila dilakukan colok dubur maka sewaktu jari ditarik keluar maka feses akan menyemprot keluar dalam jumlah yang banyak dan kemudian tampak perut anak sudah kempes lagi

Gambar 2.5 Foto pasien penyakit Hirschsprung berusia 3 hari. Tampak abdomen sangat distensi, dan dinding abdomen kemerahan yang menandakan awal terjadi komplikasi infeksi. Pasien tampak amat menderita akibat distensi abdomennyaPemeriksaan Penunjang 13,15,22Radiologi

Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang penting pada penyakit Hirschsprung. Pada foto polos abdomen dapat dijumpai gambaran obstruksi usus letak rendah, meski pada bayi sulit untuk membedakan usus halus dan usus besar.

Pemeriksaan yang merupakan standard dalam menegakkan diagnosa Hirschsprung adalah barium enema, dimana akan dijumpai 3 tanda khas:

Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang panjangnya bervariasi.

Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah daerah dilatasi.

Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi.

Terlihat gambar barium enema penderita Hirschsprung. Tampak rektum yang mengalami penyempitan, dilatasi sigmoid dan daerah transisi yang melebar

Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas penyakit Hirschsprung, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto setelah 24-48 jam barium dibiarkan membaur dengan feces. Gambaran khasnya adalah terlihatnya barium yang membaur dengan feces kearah proksimal kolon. Sedangkan pada penderita yang bukan Hirschsprung namun disertai dengan obstipasi kronis, maka barium terlihat menggumpal di daerah rektum dan sigmoid.Biopsy Rectal

Metode definitif untuk mengambil jaringan yang akan diperiksa adalah dengan biopsy rectal full-thickness. Spesimen yang harus diambil minimal berjarak 1,5 cm diatas garis dentata karena aganglionosis biasanya ditemukan pada tingkat tersebut.

Kekurangan pemeriksaan ini yaitu kemungkinan terjadinya perdarahan dan pembentukan jaringan parut dan penggunaan anastesia umum selama prosedur ini dilakukan. Simple Suction Rectal Biopsy Lebih terkini, simple suction rectal biopsy telah digunakan sebagai teknik mengambil jaringan untuk pemeriksaan histologist

Mukosa dan submukosa rektal disedot melalui mesin dan suatu pisau silinder khusus memotong jaringan yang diinginkan.

Manometri Anorectal Manometri anorektal mendeteksi refleks relaksasi dari internal sphincter setelah distensi lumen rektal. Refleks inhibitorik normal ini diperkirakan tidak ditemukan pada pasien penyakit Hirschsprung.

Swenson pertama kai menggunakan pemeriksaan ini. Pada tahun 1960, dilakukan perbaikan akan tetapi kurang disukai karena memiliki banyak keterbatasan. Status fisiologik normal dibutuhkan dan sedasi seringkali penting. Hasil positif palsu yang telah dilaporkan mencapai 62% kasus, dan negatif palsu dilaporkan sebanyak 24% dari kasus.

Karena keterbatasan ini dan reliabilitas yang dipertanyakan, manometri anorektal jarang digunakan di Amerika Serikat

Keunggulan pemeriksaan ini adalah dapat dengan mudah dilakukan diatas tempat tidur pasien.

Akan tetapi, menegakkan diagnosis penyakit Hirschsprung secara patologis dari sampel yang diambil dengan simple suction rectal biopsy lebih sulit dibandingkan pada jaringan yang diambil dengan teknik full-thickness biopsy

Kemudahan mendiagnosis telah diperbaharui dengan penggunaan pewarnaan asetilkolinesterase, yang secara cepat mewarnai serat saraf yang hipertropi sepanjang lamina propria dan muskularis propria pada jaringan.

Penemuan Histologis

Baik pleksus mienterik (Auerbach) dan pleksus submukosa (Meissner) tidak ditemukan pada lapisan muskuler dinding usus. Serat saraf yang mengalami hipertropi yang terlihat dengan pewarnaan asetilkolinesterase juga ditemukan sepanjang lamina propria dan muskularis propria. Sekarang ini telah terdapat pemeriksaan imunohistokimia dengan calretinin yang juga telah digunakan untuk pemeriksaan histologis usus aganglionik, dan terdapat penelitian yang telah menyimpulkan bahwa pemeriksaan ini kemungkinan lebih akurat dibandingkan asetilkolinesterase dalam mendeteksi aganglionosis.2.8. Diagnosis BandingDiagnosis banding kelainan ini antara lain mekonium ileus akibat penyakit fibrokistik, atresia ileum, atresia rekti, malrotasi, duplikasi intestinal dan sindrom pseudo obstruksi intestinal. Banyak kelainan-kelainan yang menyerupai penyakit Hirschsprung akan tetapi pada pemeriksaan patologi anatomi ternyata didapatkan sel-sel ganglion. Kelainan-kelainan tersebut antara lain Intestinal neuronal dysplasia, Hypoganglionosis, Immature ganglia, Absence of argyrophyl plexus, Internal sphincter achalasia dan kelainan-kelainan otot polos. 132.9. Penatalaksanaan 13,22Pengobatan medisTujuan umum dari pengobatan ini mencakup 3 hal utama: a. Penanganan komplikasi dari penyakit Hirschsprung yang tidak terdeteksi:

Penatalaksanaan komplikasi diarahkan pada penyeimbangan cairan dan elektrolit, menghindari distensi berlebihan, dan mengatasi komplikasi sistemik, seperti sepsis. Maka dari itu, hidrasi intravena, dekompressi nasogastrik, dan jika diindikasikan, pemberian antibiotik intravena memiliki peranan utama dalam penatalaksanaan medis awal.b. Penatalaksanaan sementara sebelum operasi rekonstruktif definitif dilakukan: Pembersihan kolon, yaitu dengan melakukan irigasi dengan rectal tube berlubang besar dan cairan untuk irigasi. Cairan untuk mencegah terjadinya ketidakseimbangan elektrolit. Irigasi colon secara rutin dan terapi antibiotik profilaksis telah menjadi prosedur untuk mengurangi resiko terjadinya enterocolitisc. Untuk memperbaiki fungsi usus setelah operasi rekonstruksi:

Injeksi BOTOX pada sphincter interna terbukti memicu pola pergerakan usus yang normal pada pasien post-operatif.

Tindakan bedah

Tindakan bedah sementara pada penderita penyakit Hirschsprung adalah berupa kolostomi pada usus yang memiliki ganglion normal paling distal. Tindakan ini dimaksudkan guna menghilangkan obstruksi usus dan mencegah enterokolitis sebagai salah satu komplikasi yang berbahaya. Manfaat lain dari kolostomi adalah : menurunkan angka kematian pada saat dilakukan tindakan bedah definitif dan mengecilkan kaliber usus pada penderita Hirschsprung yang telah besar sehingga memungkinkan dilakukan anastomose. Kolostomi tidak dikerjakan bila dekompresi secara medic berhasil dan direncanakan bedah defenitif langsung.Kolostomi merupakan kolokutaneostomi yang disebut juga anus preternaturalis yang di buat untuk sementara atau menetap. Indikasi kolostomi adalah dekompresi usus pada obstruksi, stoma sementara untuk bedah reseksi usus pada radang, atau perforasi, dan sebagai anus setelah reseksi usus distal untuk melindungi anastomosis distal. Kolostomi dapat berupa stoma ikat atau stoma ujung.

Beberapa prosedur definitif telah digunakan, kesemuanya telah memberikan hasil yang sempurna jika dilakukan oleh ahli bedah yang berpengalaman. Tiga jenis teknik yang sering digunakan adalah prosedur Swenson, Duhamel, dan Soave. Apapun teknik yang dilakukan, tujuannya adalah membersihan kolon.1. Prosedur Swenson

Prosedur Swenson merupakan teknik definitif pertama yang digunakan untuk menangani penyakit Hirschsprung.

Segmen aganglionik direseksi hingga kolon sigmoid kemudian anastomosis oblique dilakukan antara kolon normal dengan rektum bagian distal.

2. Prosedur Duhamel Prosedur Duhamel pertama kali diperkenalkan pada tahun 1956 sebagai modifikasi prosedur Swenson

Poin utamanya adalah pendekatan retrorektal digunakan dan beberapa bagian rektum yang aganglionik dipertahankan.

Usus aganglionik direseksi hingga ke bagian rektum dan rektum dijahit. Usus bagian proksimal kemudian diposisikan pada ruang retrorektal (diantara rektum dan sakrum), kemudian end-to-side anastomosis dilakukan pada rektum yang tersisa

3. Prosedur Soave Prosedur Soave diperkenalkan pada tahun 1960, intinya adalah membuang mukosa dan submukosa dari rektum dan menarik usus ganglionik ke arah ujung muskuler rektum aganglionik.

Awalnya, operasi ini tidak termasuk anastomosis formal, tergantung dari pembentukan jaringan parut antara segmen yang ditarik dan usus yang aganglionik. Prosedur ini kemudian dimodifikasi oleh Boley dengan membuat anastomosis primer pada anus.

2.10. Komplikasi

Komplikasi awal pull through:Termasuk obstruksi intestinal yang membutuhkan laparotomi, muncul pada 8-13% kasus. insidensi dari infeksi luka operasi mirip dengan prosedur kolorektal kebanyakan, kira-kira 10-20% dan biasanya bisa dilakukan businasi di rumah. kebocoran anastomosis muncul kira-kira 2%, yang menarik adalah cara mengatasi yaitu dengan menarik segmen pull through keluar dan dilakukan anastomosis sekunder seperti cara Soave. 13Komplikasi lambat pull through:Secara umum, masalah yang paling sering dihadapi adalah inkontinensia, konstipasi dan enterokolitis. Komplikasi lain yang jarang adalah fistula, obstruksi, dan impotensi.21

2.11. Prognosis

Prognosis umumnya baik tergantung kondisi pasien, ketrampilan spesialis bedahnya dan perawatan pasca bedah. tiap prosedur bedah definitif mempunyai tujuan yang sama, yaitu menyelesaikan secara tuntas penyakit ini. komplikasi yang timbul yaitu kebocoran anastomosis, stenosis, gangguan fungsi sfingter anal dan enterokolitis.13,21BAB IIILAPORAN KASUS3.1.Anamnesis

Identitas Pribadi

Nama:Muhammad Reyhan PratamaJenis Kelamin:Laki-lakiUsia:1 tahun 7 bulan (23/02/2013)Agama:IslamAlamat:Kota Padang SidempuanTanggal Masuk:10 Oktober 2014

Berat Badan: 10 kg3.2.Riwayat Perjalanan Penyakit

Keluhan Utama: Susah BABTelaah: - Hal ini dialami os sejak dari lahir dan sudah disarankan untuk operasi tetapi orang tua oa belum mau BAB dibantu dengan menggunakan sabun/ microlax Mual dan muntah tidak dijumpai Demam tidak dijumpai

BAK kesan normalRPT: Tidak jelas

RPO: Tidak jelasPemeriksaan Fisik :

Status Presens Anemia: tidak dijumpai

Sens : CM

Sianosis: tidak dijumpai

HR: 120x/i

Edema

: tidak dijumpai

RR: 25 x/i

Dispnue: tidak dijumpai

Temp: 36,8oC

BB: 10 kgPB: 80 cm

Status Lokalisata

Kepala :

Mata : reflex cahaya (+/+), pupil isokor, conjungtiva palp. Pucat (-/-)

T/H/M : dbn/dbn/dbnLeher : Pembesaran KGB (-)

Thoraks : Inspeksi : simetris fusiform, retraksi (-)

Auskultasi : SP : vesikuler ; ST : (-)

Frek. Jantung 120 x/menit, desah tidak dijumpai

Abdomen: Inspeksi: Distensi

Palpasi: soepel

Perkusi: timpani

Auskultasi : Peristaltik (+)

Ekstremitas: akral :hangat, CRT < 3

Anogenital: Laki-laki, anus (+)

RT : feses menyemprot

Hasil Laboratorium Darah Lengkap

Hb

: 13,7gr%

Eri/Leu/ Tromb : 6,33.106/13,04.103/502.103Ht

: 42,10 PT/INR/aPTT/TT: 13,0(14,50)/0,90/36,8(37,4)/15,9(18,0)

Albumin

: 4,7 SGOT/ SGPT : 33/13 KGDS

: 51 Ur/Cr

: 10,00/0,22 Na/K/Cl

: 138/4,7/106Foto Rontgen (3 posisi) Foto thorax AP/erect

Kesimpulan: Tidak tampak kelainan pada cor dan pulmo Foto abdomen AP/erect

Kesimpulan: Suspek sub ileus dengan faecal mass prominent Foto abdomen AP/supine

Kesimpulan: Tidak tampak kelainan pada abdomen3.5. Diagnosis : Susp. Hirschsprungs disease3.6. Penatalaksanaan di IGD IVFD D5% + NaCl 0,45% 10 gtt/i Inj. Ceftriaxon 250 mg/ 12 jam

Foto Rontgen 3 posisi

Cek darah

Pasang NGT Kateter urin

3.7. Follow up:

TglSOAPHasil Laboratorium

04-05/10/2014Sens : CM, Suhu 36,8oC

Kepala :

Mata : reflex cahaya (+/+), pupil isokor, conjungtiva palp. Pucat (-/-)

T/H/M:dbn/dbn/NGT terpasangLeher : Pembesaran KGB (-)Thoraks :

I : simetris fusiform, retraksi(-)

A: sp :vesikuler ; st : (-)

Frek. Jantung 120 x/menit, desah tidak dijumpaiAbdomen:

I: Distensi

P: Soepel

P: timpaniA: Peristaltik (+)

Ekstremitas: akral :hangat, CRT < 3

Anogenital: anus (+)Susp. Hirschsprungs disease IVFD D5% Nacl 0,45% 10 gtt/i Inj. Ceftriaxone 250 mg/12 jam/IVRencana : Barium Enema 06/10/2014

06/09/ 2014Sens: CM, Suhu 36,8oC

Kepala :

Mata : reflex cahaya (+/+), pupil isokor, conjungtiva palp. Pucat (-/-)

T/H/M:dbn/dbn/ngt terpasang

Leher : Pembesaran KGB (-)Thoraks :

I : simetris fusiform, retraksi(-)

A: sp :vesikuler ; st : (-)

Frek. Jantung 120 x/menit, desah tidak dijumpaiAbdomen:

I: Distensi

P: Soepel

P: TimpaniA: Peristaltik (+)

Ekstremitas: akral :hangat, CRT < 3

Anogenital: anus (+)Susp. Hirschsprungs disease IVFD D5% Nacl 0,45% 10 gtt/i Inj. Ceftriaxone250mg/12 jam/IV

Pasien dipuasakan untuk pemeriksaan barium enema Rencana: Barium Retensi besok (07/10/14)

07/10/ 2014Kepala :

Mata : reflex cahaya (+/+), pupil isokor, conjungtiva palp. Pucat (-/-)

T/H/M:dbn/dbn/ngt terpasang

Leher : Pembesaran KGB (-)Thoraks :

I : simetris fusiform, retraksi(-)

A: sp :vesikuler ; st : (-)

Frek. Jantung 120 x/menit, desah tidak dijumpaiAbdomen:

I: Distensi

P: Soepel

P: TimpaniA: Peristaltik (+)

Ekstremitas: akral :hangat, CRT < 3

Anogenital: anus (+)Susp. Hirschsprungs disease IVFD D5% Nacl 0,45% 10 gtt/i Cefadroxil Syr 2x1 cth Barium retensi hari ini

08/10/2014Sens: CM, Suhu 36,8oC

Kepala :

Mata : reflex cahaya (+/+), pupil isokor, conjungtiva palp. Pucat (-/-)

T/H/M:dbn/dbn/ongt terpasang

Leher : Pembesaran KGB (-)Thoraks :

I : simetris fusiform, retraksi(-)

A: sp :vesikuler ; st : (-)

Frek. Jantung 120x/menit, desah tidak dijumpaiAbdomen:

I: Distensi

P: Soepel

P: TimpaniA: Peristaltik (+)

Ekstremitas: akral :hangat, CRT < 3

Anogenital: anus (+)

Susp. Hirschsprungs disease IVFD D5% Nacl 0,45% 10 gtt/i Cefadroxil Syr 2x1cthRencana: Operasi Jumat 10/10/2014 di COT

- Cek lab terbaru (DL, HST, RFT, elektrolit, albumin, KGD)

09/10/2014Perut kembungSens : CM, Suhu 36,8oC

Kepala :

Mata : reflex cahaya (+/+), pupil isokor, conjungtiva palp. Pucat (-/-)

T/H/M:dbn/dbn/NGT terpasang

Leher : Pembesaran KGB (-)

Thoraks :

I : simetris fusiform, retraksi(-)

A: sp :vesikuler ; st : (-)

Frek. Jantung 120 x/menit, desah tidak dijumpai

Abdomen:

I: Distensi

P: Soepel

P: timpani

A: Peristaltik (+)Ekstremitas: akral :hangat, CRT < 3

Anogenital: anus (+)Susp. Hirschsprungs disease IVFD D5% Nacl 0,45% 10 gtt/i Cefadroxil syr 2x1 cthRencana : Operasi besok10/10/2014Pemeriksaan Lab:Hb/Ht/Leu/Tro: 13,80/42,30/14,64/445

PT/INR/aPTT/TT:

13,2 (13,7) /0,96/36,7 (35,0) / 16,6 (17,8)

Albumin: 4,3

KGD: 71,00

Ur/ Cr: 10,10/0,20

Na/K/Cl: 140/3,7/105

10/10/2014Sens : CM, Suhu 36,8oC

Kepala :

Mata : reflex cahaya (+/+), pupil isokor, conjungtiva palp. Pucat (-/-)

T/H/M:dbn/dbn/NGT terpasang

Leher : Pembesaran KGB (-)

Thoraks :

I : simetris fusiform, retraksi(-)

A: sp :vesikuler ; st : (-)

Frek. Jantung 120 x/menit, desah tidak dijumpai

Abdomen:

I: Distensi

P: Soepel

P: timpani

A: Peristaltik (+)Ekstremitas: akral :hangat, CRT < 3

Anogenital: anus (+)Hirschsprungs disease Rencana: Colostomy Wash out (pagi sore)

Inj. Ceftriaxone 500 mg/12 jam/ Inj. Ketorolac 10 mg/ 8 jam

Inj. Ranitidin 20 mg/ 12 jam

11/10/2014Sens : CM, Suhu 36,8oC

Kepala :

Mata : reflex cahaya (+/+), pupil isokor, conjungtiva palp. Pucat (-/-)

T/H/M:dbn/dbn/NGT terpasang

Leher : Pembesaran KGB (-)

Thoraks :

I : simetris fusiform, retraksi(-)

A: sp :vesikuler ; st : (-)

Frek. Jantung 120 x/menit, desah tidak dijumpai

Abdomen:

I: Stoma viabel, produksi (+)P: Soepel

P: timpani

A: Peristaltik (+)

Ekstremitas: akral :hangat, CRT < 3

Anogenital: anus (+)Post Colostomy d/t Hirschsprungs disease IVFD RL 10 gtt/i Inj. Ceftriaxone 500 mg/12 jam

Inj. Novalgin 200 mg/ 8jam

Inj. Ranitidin 10mg/ 12 jam

12/10/2014Demam (-), nyeri (-)Sens : CM, Suhu 36,8oC

Kepala :

Mata : reflex cahaya (+/+), pupil isokor, conjungtiva palp. Pucat (-/-)

T/H/M:dbn/dbn/NGT terpasang

Leher : Pembesaran KGB (-)

Thoraks :

I : simetris fusiform, retraksi(-)

A: sp :vesikuler ; st : (-)

Frek. Jantung 120 x/menit, desah tidak dijumpai

Abdomen:

I: Distensi(-)P: Soepel

P: timpani

A: Peristaltik (+)

Ekstremitas: akral :hangat, CRT < 3

Anogenital: anus (+)Post Colostomy d/t Hirschsprungs disease IVFD RL10 gtt/i Inj. Ceftriaxone 250 mg/12 jam/ Inj. Novalgin 200mg/ 8 jam

Injm Ranitidin 10 mg/ 12 jam

13/10/2014Nyeri (-), demam (-)Sens : CM, Suhu 36,8oC

Kepala :

Mata : reflex cahaya (+/+), pupil isokor, conjungtiva palp. Pucat (-/-)

T/H/M:dbn/dbn/NGT terpasang

Leher : Pembesaran KGB (-)

Thoraks :

I : simetris fusiform, retraksi(-)

A: sp :vesikuler ; st : (-)

Frek. Jantung 120 x/menit, desah tidak dijumpai

Abdomen:

I:SimetrisP: Soepel

P: timpani

A: Peristaltik (+)Ekstremitas: akral :hangat, CRT < 3

Anogenital: anus (+)Post Colostomy d/t Hirschsprungs diseaseRencana : PBJ- Cefadroxil syr 2x1 cth

- Paracetamol syr 3x1 cth

Barium Enema (06/10/2014)

(Foto dilakukan tetapi hasil foto tidak ada pada keluarga)Barium Retensi (07/10/2014)

Kesimpulan: Barium retensi kesan Hirschsprung disease.Foto Pasien (Post colostomy)

BAB IVPEMBAHASANTEORIKASUS

Penyakit Hirschsprung juga disebut dengan aganglionik megakolon kongenital adalah salah satu penyebab paling umum dari obstruksi usus neonatal (bayi berumur 0-28 hari). Biasanya dialami pada pasien cukup bulan dengan berat lahir 3 kg 12 Pasien usia 1 tahun 7 bulan datang dengan keluhan susah BAB sejak lahir, dan BAB sedikit-sedikit dibantu dengan sabun/ microlax, kesan ada obstruksi saluran cerna akibat kelainan kongenital.

Dari anamnesis pada pasien Hirschsprung usia neonatus (0-28 hari) dijumpai keluhan mekonium yang terlambat keluar lebih dari 24 jam, perut membesar, muntah berwarna hijau, tidak ada buang air besar dalam waktu 24-48 jam, Adanya riwayat keluarga sebelumnya yang pernah menderita keluhan serupa, misalnya anak laki-laki terdahulu meninggal sebelum usia 2 minggu dengan riwayat tidak dapat defekasiDari anamnesis pada pasien dijumpai keluhan susah BAB sejak lahir.

Dari pemeriksaan fisik pada pasien Hirschsprung usia neonatus biasa ditemukan perut kembung karena mengalami obstipasi. Bila dilakukan colok dubur maka sewaktu jari ditarik keluar maka feses akan menyemprot keluar dalam jumlah yang banyakDari pemeriksaan fisik pada pasien ini dijumpai distensi abdomen, perkusi timpani, dan feses menyemprot pada pemeriksaan colok dubur

Pemeriksaan radiologi yang dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis Hirschsprung antara lain foto polos abdomen yaitu dapat dijumpai gambaran obstruksi usus letak rendah. Pemeriksaan yang merupakan standard dalam menegakkan diagnosa Hirschsprung adalah barium enema, dimana akan dijumpai 3 tanda khas:

1. Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang panjangnya bervariasi.

2. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah daerah dilatasi.

3. Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi

Setelah dilakukan barium enema, selanjutnya dilakukan barium retensi, yakni foto setelah 24-48 jam barium dibiarkan membaur dengan feces. Gambaran khasnya adalah terlihatnya barium yang membaur dengan feces kearah proksimal kolon. Sedangkan pada penderita yang bukan Hirschsprung namun disertai dengan obstipasi kronis, maka barium terlihat menggumpal di daerah rektum dan sigmoid.

Pada pasien telah dilakukan foto barium enema. Selanjutnya dilakukan foto barium retensi dengan hasil: masih tampak sisa kontras, sisa barium di dalam rectum dan colon dengan kesan Hirschsprung Disease.

Pemeriksaan biopsi dilakukan untuk menegakkan diagnosis Hirchsprung yakni akan dijumpai histologi usus aganglionik

Pada pasien masih dilakukan penjajakan dan belum dilakukan biopsi

Penatalaksanaan pasien Hirschsprung meliputi 3 hal yakni penanganan awal dengan tujuan untuk mencegah komplikasi yaitu dengan pemberian cairan, dekompresi nasograstik dan pemberian antibiotik IV; penatalaksanaan sementara sebelum operasi rekonstruktif definitif dilakukan pembersihan kolon dengan melakukan irigasi dengan rectal tube berlubang besar dan cairan untuk irigasi; tindakan definitive yakni bedah sementara berupa kolostomi pada usus yang memiliki ganglion normal paling distal

Pada pasien telah dilakukan penanganan awal yakni pasien dirawat dilakukan pemasangan NGT, pemasangan kateter urin, diberikan nutrisi parenteral dan enteral, antibiotik, washout, dan kolostomi

BAB VKESIMPULAN

Seorang pasien perempuan berusia 1 tahun 7 bulan, masuk ke IGD RSUP HAM pada tanggal 3 Oktober 2014 dengan keluhan susah BAB yang dialami os sejak lahir. BAB dibantu dengan menggunakan sabun/ microlax. Dari pemeriksaan fisik dijumpai distensi abdomen, perkusi timpani, dan feses menyemprot pada pemeriksaan colok dubur. Di IGD RSUP HAM pasien ditangani dengan pemberian cairan IVFD D5% + NaCl 0,45% 10 gtt/i, inj Ceftriaxone 250mg/12 jam, pemasangan NGT, dan pemasangan kateter urin. Pemeriksaan laboratorium dalam batas normal. Dari pemeriksaan radiologi barium enema, selanjutnya dilakukan foto barium retensi dengan hasil masih tampak sisa kontras, sisa barium di dalam rectum dan colon dengan kesan Hirschsprung disease. Pasien dirawat di ruang rawat inap terpadu Rindu B kamar 2.1 dengan penanganan yaitu pemberian nutrisi parenteral dan enteral, antibiotik, washout, dan kolostomi. DAFTAR PUSTAKA1. WHO. 2010. Prevention and Control of Birth Defectsin South-East Asia Region. India. http://203.90.70.117/PDS_DOCS/B4941.pdf. Diakses pada tanggal 13 Oktober 20142. Wijaya, A. M., 2012. Kondisi Angka Kematian Neonatal (AKN), Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Balita (AKBAL), Angka Kematian Ibu (AKI), dan Penyebabnya di Indonesia. http://www.infodokterku.com. Diakses pada tanggal 13 Oktober 20143. Markum, A. H., 2002. Ilmu Kesehatan Anak Jilid I. Balai Penerbit FKUI. Jakarta4. Effendi, S.H. dan Indrasanto, E. 2008. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta. Ikatan Dokter Anak Indonesia5. Milla, P. J., 2006. Penyakit Hirschsprung dan Neuropati Lain. Dalam : Buku Pediatri Rudolph Volume 2. Edisi 20. EGC. Jakarta6. Kartono, D., 2010. Penyakit Hirschsprung. Cetakan Kedua. Sagung Seto. Jakarta7. Wagner J.P.,2014. Penyakit Hirschsprung. Medscape. Available from http://emedicine.medscape.com/article/178493-overview#a0199 Diakses pada tanggal 13 Oktober 2014 8. Behrman, R. E. dan William T. S., 1995. Penyakit Hirschsprung. Dalam : Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Cetakan Ketiga. EGC. Jakarta Universitas Sumatera Utara9. Parisi, M. A. 2010. Hirschsprung Disease Overview. National Institutes of Health. Maryland. http:// www. ncbi . nlm. nih. gov/ books/ NBK1439 /#hirschsprung-ov.REF.parisi.2000.610. Diakses pada tanggal 13 Oktober 201410. Pini, P.A. dan dkk., 2011. Hirschsprung's disease: what about mortality?. Pediatr Surg Int. 2011 May;27(5):473-8. doi: 10.1007/s00383-010- 2848-2. Diakses pada tanggal 13 Oktober 201411. Greene, E. 2010. Hirschsprung Disease : A Personal Perspective. www.springer.com/cda/content/.../cda.../9783540339342-c1.pdf. Diakses pada tanggal 13 Oktober 201412. Kedokteran UGM. 2010. Megacolon Congenital/Hirschsprung Disease. http://dokterugm.wordpress.com/2010/04/27/megacolon congenitalhirschprung-disease/. Diakses pada tanggal 13 Oktober 201413. Irwan, B., 2003. Pengamatan Fungsi Anorektal pada Penderita Penyakit Hirschsprung Pasca Operasi Pull-Through. Tesis Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara14. National Digestive Diseases Information Clearinghouse. 2010. What I Need to Know About Hirschsprung Disease. http:// digestive. niddk. nih.gov/ddiseases/pubs/hirschsprungs_ez/. Diakses pada tanggal 13 Oktober 2014

15. Wyllie, Robert, 2000. Megakolon Aganglionik Bawaan (Penyakit Hirschsprung) . Behrmann, Kliegman, Arvin. Dalam : Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15, Jilid II. Jakarta: EGC, 1316-1319.

16. Pieter, John, 2005. Usus Halus, Apendiks, Kolon, dan Anorektum. Sjamsuhidajat.R, De Jong,Wim. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 646-647.17. Lindseth, G. N., 2006. Gangguan Usus Besar. Dalam Patofisiologi. Edisi Keenam. EGC. Jakarta18. Sodikin, 2011. Gangguan Sistem Gastrointestinal dan Hepatobilier. Salemba Medika. Jakarta

19. Eketjall, S. dan Carlos F. I., 2002. Functional Characterization of Mutations in the GDNF gene of Patients with Hirschsprung Disease. Human Molecular Genetics, 2002, Vol. 11, No.3 hal. 325-32. Diakses pada tanggal 13 Oktober 201420. Brunicardi, F.C. et al., 2010. Pediatric Surgery. In: Schwartzs Principles of Surgery 9th ed. New York: McGraw-Hill, 3398-3402.

21. Keith E. Georgeson., 2009. Ashcrafts Pediatric Surgery 5th ed. Hirschsprung disease, 456-467.