hyalin membran disease

69
Hyalin Membran Disease (HMD) Pendahuluan Hyaline Membrane Disease (HMD), juga dikenal sebagai respiratory distress syndrome (RDS), adalah penyebab tersering dari gagal nafas pada bayi prematur, khususnya yang lahir pada usia kehamilan 32 minggu. (4) Hyaline Membrane Disease merupakan salah satu penyebab kematian pada bayi baru lahir. Kurang lebih 30 % dari semua kematian pada neonatus disebabkan oleh HMD atau komplikasinya. (9) HMD disebut juga Sindroma Gawat Nafas (SGP) tipe 1, yaitu gawat napas pada bayi kurang bulan yang terjadi segera atau beberapa saat setelah lahir, ditandai adanya kesukaran bernafas, (pernafasan cuping hidung, tipe pernapasan dispnea / takipnea, retraksi dada, dan sianosis) yang menetap atau menjadi progresif dalam 48 – 96 jam pertama kehidupan dan pada pemeriksaan radiologis ditemukan pola retikulogranuler yang uniform dan air bronchogram. (2) Pengenalan surfaktan eksogen sebagai pencegahan dan terapi telah merubah keadaan klinik dari penyakit dan menurunkan morbiditas dan mortalitas dari penyakit. (4) Hyaline Membrane Disease (HMD) Respiratory Distress Syndrome (RDS) 2.1 Definisi

Upload: febria-arma

Post on 16-Feb-2015

75 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hyalin Membran Disease

Hyalin Membran Disease (HMD)

Pendahuluan

Hyaline Membrane Disease (HMD), juga dikenal sebagai respiratory distress

syndrome (RDS), adalah penyebab tersering dari gagal nafas pada bayi prematur, khususnya

yang lahir pada usia kehamilan 32 minggu. (4)

Hyaline Membrane Disease merupakan salah satu penyebab kematian pada bayi baru

lahir. Kurang lebih 30 % dari semua kematian pada neonatus disebabkan oleh HMD atau

komplikasinya. (9)

HMD disebut juga Sindroma Gawat Nafas (SGP) tipe 1, yaitu gawat napas pada bayi

kurang bulan yang terjadi segera atau beberapa saat setelah lahir, ditandai adanya kesukaran

bernafas, (pernafasan cuping hidung, tipe pernapasan dispnea / takipnea, retraksi dada, dan

sianosis) yang menetap atau menjadi progresif dalam 48 – 96 jam pertama kehidupan dan

pada pemeriksaan radiologis ditemukan pola retikulogranuler yang uniform dan air

bronchogram. (2)

Pengenalan surfaktan eksogen sebagai pencegahan dan terapi telah merubah keadaan

klinik dari penyakit dan menurunkan morbiditas dan mortalitas dari penyakit. (4)

Hyaline Membrane Disease (HMD)

Respiratory Distress Syndrome (RDS)2.1 Definisi

HMD disebut juga respiratory distress syndrome (RDS) atau Sindroma Gawat Nafas (SGP) tipe

1, yaitu gawat napas pada bayi kurang bulan yang terjadi segera atau beberapa saat setelah

lahir, ditandai adanya kesukaran bernafas, (pernafasan cuping hidung, grunting, tipe

pernapasan dispnea / takipnea, retraksi dada, dan sianosis) yang menetap atau menjadi

progresif dalam 48 – 96 jam pertama kehidupan. Penyebabnya adalah kurangnya surfaktan.

Gagal nafas dapat didiagnosa dengan analisis gas darah. Edema sering didapatkan pada hari

ke-2, disebabkan oleh retensi cairan dan kebocoran kapiler. Diagnosa dapat dikonfirmasi

dengan foto rontgen. Pada pemeriksaan radiologist ditemukan pola retikulogranuler yang

uniform, gambaran ground glass appearance dan air bronchogram. Namun gambaran ini

bukan patognomonik RDS. (2),(5)

2.2 Insidensi

Page 2: Hyalin Membran Disease

Hyaline Membrane Disease merupakan salah satu penyebab kematian pada bayi baru

lahir. Di US, RDS terjadi pada sekitar 40.000 bayi per tahun. Kurang lebih 30 % dari semua

kematian pada neonatus disebabkan oleh HMD atau komplikasinya. (9),(8)

HMD pada bayi prematur bersifat primer, insidensinya berbanding terbalik dengan

umur kehamilan dan berat lahir. Insidensinya sebesar 60-80% pada bayi kurang dari 28

minggu, 15-30% pada bayi 32-36 minggu, 5% pada bayi kurang dari 37 minggu, dan sangat

jarang terjadi pada bayi matur. (9)

Frekuensinya meningkat pada ibu yang diabetes, kelahiran sebelum usia kehamilan 37

minggu, kehamilan dengan lebih dari 1 fetus, kelahiran dengan operasi caesar, kelahiran yang

dipercepat, asfiksia, stress dingin, dan riwayat bayi terdahulu mengalami HMD. (9) Pada ibu

diabetes, terjadi penurunan kadar protein surfaktan, yang menyebabkan terjadinya disfungsi

surfaktan. Selain itu dapat juga disebabkan pecahnya ketuban untuk waktu yang lama serta

hal-hal yang menimbulkan stress pada fetus seperti ibu dengan hipertensi / drug abuse, atau

adanya infeksi kongenital kronik. (4)

Insiden tertinggi didapatkan pada bayi prematur laki-laki atau bayi kulit putih. (9) Pada

laki-laki, androgen menunda terjadinya maturasi paru dengan menurunkan produksi surfaktan

oleh sel pneumosit tipe II. (4)

Insidensinya berkurang pada pemberian steroid / thyrotropin releasing hormon pada

ibu. (4)

2.3 Etiologi dan Patofisiologi

Pembentukan Paru dan Surfaktan

Pembentukan paru dimulai pada kehamilan 3 - 4 minggu dengan terbentuknya trakea dari

esofagus. Pada 24 minggu terbentuk rongga udara yang terminal termasuk epitel dan kapiler,

serta diferensiasi pneumosit tipe I dan II. Sejak saat ini pertukaran gas dapat terjadi namun

jarak antara kapiler dan rongga udara masih 2 -3 kali lebih lebar dibanding pada dewasa.

Setelah 30 minggu terjadi pembentukan bronkiolus terminal, dengan pembentukan alveoli

sejak 32 – 34 minggu. (4)

Surfaktan muncul pada paru-paru janin mulai usia kehamilan 20 minggu tapi belum

mencapai permukaan paru. Muncul pada cairan amnion antara 28-32 minggu. Level yang

matur baru muncul setelah 35 minggu kehamilan. (9)

Surfaktan mengurangi tegangan permukaan pada rongga alveoli, memfasilitasi

ekspansi paru dan mencegah kolapsnya alveoli selama ekspirasi. Selain itu dapat pula

mencegah edema paru serta berperan pada sistem pertahanan terhadap infeksi. (4),(9)

Page 3: Hyalin Membran Disease

Komponen utama surfaktan adalah Dipalmitylphosphatidylcholine (lecithin) – 80 %,

phosphatidylglycerol – 7 %, phosphatidylethanolamine – 3 %, apoprotein (surfactant protein

A, B, C, D) dan cholesterol. Dengan bertambahnya usia kehamilan, bertambah pula produksi

fosfolipid dan penyimpanannya pada sel alveolar tipe II.(9) Protein merupakan 10 % dari

surfaktan., fungsinya adalah memfasilitasi pembentukan film fosfolipid pada perbatasan

udara-cairan di alveolus, dan ikut serta dalam proses perombakan surfaktan. (4),(13)

Gambar 2.1. Metabolisme surfaktan. (10)

Surfaktan disintesa dari prekursor (1) di retikulum endoplasma (2) dan dikirim ke

aparatus Golgi (3) melalui badan multivesikular. Komponen-komponennya tersusun dalam

badan lamelar (4), yaitu penyimpanan intrasel berbentuk granul sebelum surfaktan

disekresikan. Setelah disekresikan (eksositosis) ke perbatasan cairan alveolus, fosfolipid-

fosfolipid surfaktan disusun menjadi struktur kompleks yang disebut mielin tubular (5).

Mielin tubular menciptakan fosfolipid yang menghasilkan materi yang melapisi perbatasan

cairan dan udara (6) di alveolus, yang menurunkan tegangan permukaan. Kemudian surfaktan

dipecah, dan fosfolipid serta protein dibawa kembali ke sel tipe II, dalam bentuk vesikel-

vesikel kecil (7), melalui jalur spesifik yang melibatkan endosom (8) dan ditransportasikan

untuk disimpan sebagai badan lamelar (9) untuk didaur ulang. Beberapa surfaktan juga

dibawa oleh makrofag alveolar (10). Satu kali transit dari fosfolipid melalui lumen alveoli

biasanya membutuhkan beberapa jam. Fosfolipid dalam lumen dibawa kembali ke sel tipe II

dan digunakan kembali 10 kali sebelum didegradasi. Protein surfaktan disintesa sebagai

poliribosom dan dimodifikasi secara ekstensif di retikulum endoplasma, aparatus Golgi dan

badan multivesikular. Protein surfaktan dideteksi dalam badan lamelar sebelum surfaktan

disekresikan ke alveolus. (10),(4)

Etiologi HMD

Kegagalan mengembangkan functional residual capacity (FRC) dan kecenderungan

dari paru yang terkena untuk mengalami atelektasis berhubungan dengan tingginya tegangan

Page 4: Hyalin Membran Disease

permukaan dan absennya phosphatydilglycerol, phosphatydilinositol, phosphatydilserin,

phosphatydilethanolamine dan sphingomyelin. (4)

Pembentukan surfaktan dipengaruhi pH normal, suhu dan perfusi. Asfiksia,

hipoksemia, dan iskemia pulmonal; yang terjadi akibat hipovolemia, hipotensi dan stress

dingin; menghambat pembentukan surfaktan. Epitel yang melapisi paru-paru juga dapat rusak

akibat konsentrasi oksigen yang tinggi dan efek pengaturan respirasi, mengakibatkan semakin

berkurangnya surfaktan. (9)

Patofisiologi HMD

Imaturitas paru secara anatomis dan dinding dada yang belum berkembang dengan

baik mengganggu pertukaran gas yang adekuat. Pembersihan cairan paru yang tidak efisien

karena jaringan interstitial paru imatur bekerja seperti spons. Edema interstitial terjadi

sebagai resultan dari meningkatnya permeabilitas membran kapiler alveoli sehingga cairan

dan protein masuk ke rongga laveoli yang kemudian mengganggu fungsi paru-paru. Selain itu

pada neonatus pusat respirasi belum berkembang sempurna disertai otot respirasi yang masih

lemah. (13)

Alveoli yang mengalami atelektasis, pembentukan membran hialin, dan edema

interstitial mengurangi compliance paru-paru; dibutuhkan tekanan yang lebih tinggi untuk

mengembangkan saluran udara dan alveoli kecil. Dinding dada bagian bawah tertarik karena

diafragma turun dan tekanan intratorakal menjadi negatif, membatasi jumlah tekanan

intratorakal yang dapat diproduksi. Semua hal tersebut menyebabkan kecenderungan

terjadinya atelektasis. Dinding dada bayi prematur yang memiliki compliance tinggi

memberikan tahanan rendah dibandingkan bayi matur, berlawanan dengan kecenderungan

alami dari paru-paru untuk kolaps. Pada akhir respirasi volume toraks dan paru-paru

mencapai volume residu, cencerung mengalami atelektasis. (9)

Kurangnya pembentukan atau pelepasan surfaktan, bersama dengan unit respirasi yang kecil

dan berkurangnya compliance dinding dada, menimbulkan atelektasis, menyebabkan alveoli

memperoleh perfusi namun tidak memperoleh ventilasi, yang menimbulkan hipoksia.

Berkurangnya compliance paru, tidal volume yang kecil, bertambahnya ruang mati fisiologis,

bertambahnya usaha bernafas, dan tidak cukupnya ventilasi alveoli menimbulkan hipercarbia.

Kombinasi hiperkarbia, hipoksia, dan asidosis menimbulkan vasokonstriksi arteri pulmonal

dan meningkatnkan pirau dari kanan ke kiri melalui foramen ovale, ductus arteriosus, dan

melalui paru sendiri. Aliran darah paru berkurang, dan jejas iskemik pada sel yang

memproduksi surfaktan dan bantalan vaskuler menyebabkan efusi materi protein ke rongga

alveoli. (9)

Page 5: Hyalin Membran Disease

Pada bayi imatur, selain defisiensi surfaktan, dinding dada compliant, otot nafas lemah dapat

menyebabkan kolaps alveolar. Hal ini menurunkan keseimbangan ventilasi dan perfusi, lalu

terjadi pirau di paru dengan hipoksemia arteri progresif yang dapat menimbulkan asidosis

metabolik. Hipoksemia dan asidosis menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah paru dan

penurunan aliran darah paru. Kapasitas sel pnuemosit tipe II untuk memproduksi surfaktan

turun. Hipertensi paru yang menyebabkan pirau kanan ke kiri melalui foramen ovale dan

duktus arteriosus memperburuk hipoksemia. (4)

Aliran darah paru yang awalnya menurun dapat meningkat karena berkurangnya resistensi

vaskuler paru dan PDA. Sebagai tambahan dari peningkatan permeabilitas vaskuler, aliran

darah paru meningkat karena akumulasi cairan dan protein di interstitial dan rongga alveolar.

Protein pada rongga alveolar dapat menginaktivasi surfaktan. (4)

Berkurangnya functional residual capacity (FRC) dan penurunan compliance paru

merupakan karakteristik HMD. Beberapa alveoli kolaps karena defisiensi surfaktan,

sementara beberapa terisi cairan, menimbulkan penurunan FRC. Sebagai respon, bayi

premature mengalami grunting yang memperpanjang ekspirasi dan mencegah FRC semakin

berkurang. Compliance paru <>(4)

Prematuritas

Defisiensi surfaktan

Inaktivasi surfaktan Kerusakan pneumosit tipe II

Kolaps alveolar

Akumulasi cairan dan Ventilasi mekanik

Protein di alveoli Toksisitas oksigan

Pirau intrapulmoner

Peningkatan aliran darah paru

Edema paru

Pirau kiri ke kanan PDA Hipoksemia – asidosis Asfiksia

Gambar 2.2 Patofisiologi HMD (4)

Prematuritas

Sintesa dan pelepasan surfaktan turun

Tegangan permukaan alveoli meningkat

Atelektasis

Hipoksemia, hiperkarbia

Asidosisrespiratorik dan metabolik

Page 6: Hyalin Membran Disease

Resistensi paru dan vasokonstriksi meningkat

Kebocoran kapiler paru

Membran hyalin (hambatan difusi meningkat)

Gambar 2.3 Patofisiologi HMD (2)

SC Prematur Predisposisi familial

Asfiksia intrapartum Asidosis

Surfaktan kurang

Gangguan metabolisme Atelektasis

selular Progresif

Alveolar Hipoventilasi

Hipoperfusi Gangguan V/Q

Vasokonstriksi PCO2 naik TTN

Pulmonal PO2 dan pH turun Asfiksia neonatal

Shock hipotensi Hipotermi

Apnea

Hipovolemi

Gambar 2.4 Faktor –faktor yang Mempengaruhi Patogenesis HMD (9)

2.4 Patologi

Paru nampak merah keunguan dengan konsistensi menyerupai liver. Secara mikroskopis,

terdapat atelektasis luas. Beberapa ductus alveolaris, alveoli dan bronchiolus respiratorius

dilapisi mebran kemerahan homogen atau granuler. Debris amnion, perdarahan intra-alveolar,

dan emfisema interstitial dapat ditemukan bila penderita telah mendapat ventilasi dengan

positive end expiratory pressure (PEEP). Karakteristik HMD jarang ditemukan pada

penderita yang meninggal kurang dari 6-8 hari sesudah lahir. (9) Membran hyalin tidak

didapatkan pada bayi dengan RDS yang meninggal <>(8)

Page 7: Hyalin Membran Disease

Gambar 2.5. Gambaran mikroskopis paru-paru yang mengalami HMD. (7)

Ditandai dengan alveoli yang kolaps berselang-seling dengan alveoli yang mengalami

hiperaerasi, kongesti vaskuler, dan membran hyalin (fibrin, debris sel, eritrosit, netrofil dan

makrofag). Membran hyalin terlihat sebagai materi yang eosinifil dan amorf, membatasi atau

mengisi rongga alveolar dan menghambat pertukaran gas.

Gambar 2.6 Gambaran paru-paru normal dilihat secara mikroskopis (11)

2.5 Manifestasi klinik

Tanda dari HMD biasanya muncul beberapa menit sesudah lahir, namun biasanya baru

diketahui beberapa jam kemudian di mana pernafasan menjadi cepat dan dangkal (60 x /

menit).Bila didapatkan onset takipnea yang terlambat harus dipikirkan penyakit lain.

Beberapa pasien membutuhkan resusitasi saat lahir akibat asfiksia intrapartum atau distres

pernafasan awal yang berat (bila berat badan lahir <>(9)

Biasanya ditemukan takipnea, grunting, retraksi intercostal dan subcostal, dan

pernafasan cuping hidung. Sianosis meningkat, yang biasanya tidak responsif terhadap

oksigen. Suara nafas dapat normal atau hilang dengan kualitas tubular yang kasar, dan pada

inspirasi dalam dapat terdengan ronkhi basah halus, terutama pada basis paru posterior.

Terjadi perburukan yang progresif dari sianosis dan dyspnea. (9),(4)

Bila tidak diterapi dengan baik, tekanan darah dan suhu tubuh akan turun, terjadi

peningkatan sianosis, lemah dan pucat, grunting berkurang atau hilang seiring memburuknya

penyakit.apnea dan pernafasan iregular mucul saat bayi lelah, dan merupakan tanda perlunya

intervensi segera. (9)

Dapat juga ditemukan gabungan dengan asidosis metabolik, edema, ileus, dan

oliguria. Tanda asfiksia sekunder dari apnea atau kegagalan respirasi muncul bila ada

progresi yang cepat dari penyakit. Kondisi ini jarang menyebakan kematian pada bayi dengan

kasus berat. Tapi pada kasus ringan, tanda dan gejala mencapai puncak dalam 3 hari. Setelah

Page 8: Hyalin Membran Disease

periode inisial tersebut, bila tidak timbul komplikasi, keadaan respirasi mulai membaik. Bayi

yang lahir pada 32 – 33 minggu kehamilan, fungsi paru akan kembali normal dalam 1 minggu

kehidupan. Pada bayi lebih kecil (usia kehamilan 26 – 28 minggu) biasanya memerlukan

ventilasi mekanik. (4) ,(9)

Perbaikan ditandai dengan diuresis spontan, dan kemampuan oksigenasi pada kadar

oksigen lebih rendah. Kematian jarang terjadi pada 1 hari pertama, biasanya terjadi pada hari

kedua sampai ketujuh, sehubungan dengan adanya kebocoran udara alveoli (emfisema

interstitial, pneumothorax) perdarahan paru atau intraventrikular. (9)

Kematian dapat terjadi setelah beberapa minggu atau bulan bila terjadi

bronchopulmonary displasia (BPD) pada penderita dengan ventilasi mekanik (HMD berat). (9)

2.6 Diagnosis

Gejala klinis

Bayi kurang bulan (Dubowitz atau New Ballard Score) disertai adanya takipneu

(>60x/menit), retraksi kostal, sianosis yang menetap atau progresif setelah 48-72 jam pertama

kehidupan, hipotensi, hipotermia, edema perifer, edema paru, ronki halus inspiratoir. (2)

Manifestasi klinis berupa distress pernafasan dapat dinilai dengan APGAR score

(derajat asfiksia) dan Silverman Score. Bila nilai Silverman score > 7 berarti ada distress

nafas, namun ada juga yang menyatakan bila nilainya > 2 selama > 24 jam. (2),(12)

Tabel 2.1 Silverman score (3)

Grade Gerakan dada

atas

Dada bawah

(retraksi ICS)

Retraksi

epigastrium

PCH Grunting

0 sinkron - - - -

1 Tertinggal

pada inspirasi

ringan ringan minimal Terdengar pada

stetoskop

2 See-saw jelas jelas jelas Terdengar

tanpa stetoskop

Gambaran Rontgen

Berdasarkan gambaran rontgen, paru-paru dapat memberikan gambaran yang

karakteristik, tapi bukan patognomonik, meliputi gambaran retikulogranular halus dari

parenkim dan gambaran air bronchogram tampak lebih jelas di lobus kiri bawah karena

superimposisi dengan bayangan jantung. Awalnya gambaran rontgen normal, gambaran yang

tipikal muncul dalam 6-12 hari. (9)

Page 9: Hyalin Membran Disease

Gambaran rontgen HMD dapat dibagi jadi 4 tingkat (12):

Stage I : gambaran reticulogranular

Stage II : Stage I disertai air bronchogram di luar bayangan jantung

Stage III : Stage II disertai kesukaran menentukan batas jantung.

Stage IV : Stage III disertai kesukaran menentukan batas diafragma dan thymus. Gambaran

white lung.

Gambar 2.7 RDS klasik. (8)

Thoraks berbentuk seperti lonceng karena aerasi tidak adekuat ke seluruh bagian paru.

Volume paru berkurang, parenkim paru menunjukkan pola retikulogranular difus, serta

adanya gambaran air bronchogram sampai ke perifer.

Gambar 2.8 RDS sedang. (8)

Gambaran retikulogranular lebih jelas dan terdistribusi secara uniform. Paru mengalami

hipoaerasi disertai peningkatan air bronchogram.

Page 10: Hyalin Membran Disease

Gambar 2.9 RDS berat. (8)

Gambaran opak retikulogranuler pada kedua paru. Air bronchogram nyata, gambaran jantung

sukar dinilai. Terdapat area kistik di paru kanan, menunjukan alveoli yang berdilatasi atau

awal dari pulmonary interstitial emphysema (PIE).

2.6.3 Laboratorium

Dari pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan Hb, Ht dan gambaran darah tepi tidak

menunjukan tanda-tanda infeksi. Kultur darah tidak terdapat Streptokokus. Analisis gas darah

awalnya dapat ditemukan hipoksemia, dan pada keadaan lanjut ditemukan hipoksemia

progresif, hipercarbia dan asidosis metabolik yang bervariasi. (9),(2)

Echocardiografi

Echocardiografi dilakukan untuk mendiagnosa PDA dan menentukan arah dan derajat

pirau. Juga berguna untuk mendiagnosa hipertensi pulmonal dan menyingkirkan

kemungkinan adanya kelainan struktural jantung. (8)

Tes kocok (Shake test)

Dari aspirat lambung dapat dilakukan tes kocok. Aspirat lambung diambil melalui

nasogastrik tube pada neonatus <>banyak 0,5 ml. Lalu tambahkan 0,5 ml alkohol 96 %,

dicampur di dalam tabung 4 ml, kemudian dikocok selama 15 detik dan didiamkan selama 15

menit. Pembacaan :

Neonatus imatur : tidak ada gelembung 60 % resiko terjadi HMD

+1 : gelembung sangat kecil pada meniskus (< 1/3) 20 % resiko terjadi HMD

+2 : gelembung satu derat, > 1/3 permukaan tabung

+3 : gelembung satu deret pada seluruh permukaan dan beberapa gelembung pada dua deret

<>

+4 : gelembung pada dua deret atau lebih pada seluruh permukaan neonatus matur (2)

Amniosentesis

Berbagai macam tes dapat dilakukan untuk memprediksi kemungkinan terjadinya

HMD, antara lain mengukur konsentrasi lesitin dari cairan amnion dengan melakukan

amniosentesis (pemeriksaan antenatal). Rasio lesitin-spingomielin <>(2)

2.6.7 Tes apung paru

Tes apung paru-paru (docimacia pulmonum hydrostatica), dikerjakan untuk

mengetahui apakah bayi yang diperiksa pernah hidup. Untuk melakukan test ini syaratnya

mayat harus segar. (1)

Keluarkan alat-alat dalm rongga mulut, leher dan rongga dada dalam satu kesatuan,

pangkal dari esofagus dan trakhea boleh diikat. Apungkan seluruh alat-alat tersebut pada bak

Page 11: Hyalin Membran Disease

yang berisi air. Bila terapung, lepaskan organ paru-paru, baik yang kiri maupun yang kanan.

Apungkan kedua organ paru-paru tadi, bila terapung lanjutkan dengan pemisahan masing-

masing lobus, kanan terdapat 5 lobus, kiri 2 lobus. Apungkan semua lobus tersebut, catat

mana yang tenggelam, mana yang terapung. Lobus yang terapung diambil sebagian, yaitu

tiap-tiap lobus 5 potong dengan ukuran 5mm x 5mm, dari tempat yang terpisah dan perifer.

Apungkan ke-25 potongan kecil-kecil tersebut. Bila terapung, letakan potongan tersebut pada

2 karton, dan lakukan penginjakan dengan berat badan, kemudian dimasukkan kembali ke

dalam air. Bila terapung berarti tes apung positif, paru-paru mengandung udara, bayi tersebut

pernah dilahirkan hidup. Bila hanya sebagian yang terapung, kemungkinan terjadi pernafasan

partial, bayi tetap pernah dilahirkan hidup. (1)

Diagnosis Banding

Pneumonia neonatal

Dalam diagnosis banding, sepsis akibat Streptococcus grup B kurang bisa dibedakan dengan

HMD. Pada pneumonia yang muncul saat lahir, gambaran rontgen dada dapat identik dengan

HMD, namun ditemukan coccus gram positif dari aspirat lambung atau trakhea, dan apus

buffy coat. Tes urin untuk antigen streptococcus positif, serta adanya netropenia. (9)

Gambar 2.10 Rontgen pneumonia AP(8)

Transient Tachypnea of The Newborn

Takipnea sementara dapat disingkirkan karena gejala klinisnya pendek dan ringan. (9)

Gambar 2.11 Rontgen TTN (8)

Hiperaerasi adalah ciri khas TTN (kebalikan dari RDS – hipoaerasi). Densitas

retikulogranular bilateral akan hilang bilang diberi ventilasi, sementara pada RDS gambaran

opak menetap minimal 3 – 4 hari.

Page 12: Hyalin Membran Disease

2.7.3 Sindroma aspirasi mekonium

Gambar 2.12 Rontgen MAS (Meconuim Aspiration Syndrome) (8)

Terlihat adanya air trapping, gambaran opak noduler kasar difus, serta area emfisema fokal.

Berbeda dengan gambaran opak granuler halus pada RDS. Paru-paru biasanya hiperaerasi.

2.7.4 Lain-lain

Penyakit jantung sianotik ( anomali total aliran balik vena pulmonal), sirkulasi fetal

yang persisten, sindroma aspirasi, pneumotorax spontan, efusi pleura, eventrasi diafragma,

dan kelainan kongenital seperti malformasi kistik adenomatoid, limfangiektasi pulmonal,

hernia diafragma, atau emfisema lobaris harus dipertimbangkan, dan untuk membedakannya

diperlukan gambaran rontgen. (9)

Proteinosis alveoli kongenital adalah kelainan familial yang jarang dan kadang

muncul sebagai respiratory distress syndrome (RDS) yang berat dan mematikan. Perdarahan

paru, sepsis. (9)

Hal-hal yang dapat menimbulkan edema paru seperti PDA, obstruction of pulmonary

venous drainage, hypoplastic left heart syndrome, dan edema pulmo neurogenik, sekunder

darimperdarahan intracranial. (8)

Hal-hal yang diasosiasikan dengan hipoaerasi paru seperti sedasi ibu, hipoksemia

berat, hipotermia, kerusakan CNS. Keadan ini tidak menimbulkan gambaran opak granular

bilateral pada rontgen thoraks (berbeda dengan RDS). (8)

Tabel 2.2 Diagnosis banding HMD (4)

predisposisi Usia kehamilan Derajat

distress

Mulainya

gejala

Hipoksemia Hipecapnea Respon

terhadap O2

Respon terhadap

IPPV

Suara

nafas

HMD prematur preterm +++/++++ Beberapa

jam

++/++++ +/+++ ++ Membaik Turun,

crackles

TTN SC

ibu overhidrasi

Full term

Near term

++ Beberapa

jam

+ -/+ +++ Bukan indikasi crackles

Page 13: Hyalin Membran Disease

pneumonia Ibu mengalami

infeksi

Preterm

Full term

++/++++ Hari

pertama /

lebih

++/++++ +/++ ++ Variabel, mungkin

membaik

Turun

crackles

MAS Fetal distress Full term

Post term

++/+++ Sejak

lahir

+/++++ +/+++ ++ Variabel, mungkin

membaik

Crackles.

Suara

bronkial

PPHN Asfiksia :MAS

Sepsis

Paru

hipoplastik

Full term ++/+++ Hari

pertama

++++ -/+ +/++++ Membaik disertai

hiperventilasi

Memburuk dengan

tekanan berlebihan

variabel

Kebocoran

udara paru

Ventilasi

tekanan positif

Preterm

Full term

+/++++ Variabel +/++++ +/++++ ++ variabel Turun

asimetris

CHD

PBF naik

? Full term

Preterm

+/+++ Variabel :

2-3 hari

+ +/++ ++ Variabel, mungkin

membaik

Normal

crackles

PBF turun ? Full term

Preterm

-/+ Hari

pertama

++/++++ - -/+ Tidak ada,

memburuk dengan

tekanan berlebihan

normal

2.8 Pencegahan

2.8.1 Mencegah kelahiran prematur

Yang terpenting adalah mencegah prematuritas, seperti menghindari operasi caesar yang

tidak perlu, penganan yang baik dari kehamilan dan persalinan yang berisiko tinggi, prediksi

dan terapi intra uterin dari imaturitas paru-paru. (9)

Menurut Goldenberg, hal-hal yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kelahiran prematur

adalah, ibu yang merokok, abnormalitas ductus Mulerian, ibu yang bekerja terlalu keras

selama kehamilan. Pemberian preparat Fe mencegah ibu mengalami anemia, hal ini ternyata

dapat mengurangi angka kelahiran prematur. Pada 10 % wanita hamil yang menjalani apus

vagina pada kehamilan 24 – 27 minggu, ditemukan fibronektin yang merupakan penanda

terjadinya infeksi. Infeksi dapat menimbulkan kelahiran yang prematur, oleh karena itu

sedang dilakukan penelitian apakah aman bila ibu hamil dengan infeksi diberikan terapi

metronidazol. (5)

Pada saat menentukan waktu untuk induksi persalinan atau operasi caesar, perkiraan lingkar

kepala fetus dengan USG dan penentuan konsentrasi lecithin pada cairan amnion dengan

rasio lecithin : sphingomyelin, menurunkan kemungkinan lahirnya bayi prematur.

Pemantauan intrauterin antenatal dan intrapartum menurunkan kemungkinan terjadinya

asfiksia, yang dikaitkan dengan meningkatnya insidensi dan beratnya HMD. (9)

Page 14: Hyalin Membran Disease

Cervical cerclage

Wanita yang pernah mengalami keguguran pada trimester kedua > 3x, atau kelahiran

prematur tanpa alasan yang jelas, mungkin mengalami inkompetensi servik. Bila ditemukan

servik berdilatasi dengan membran (ketuban) uth dan tanpa tanda-tanda infeksi, harus

dipertimbangkan untuk segera melakukan cervical cerclage. Dapat dilakukan ultrasound

untuk menentukan panjang servik, sehingga dapat memprediksi kelahiran prematur, dan

melakukan cervical cerclage untuk mencegahnya. (5)

2.8.1.2 Antibiotik untuk ibu

Pemberian antibiotik untuk preterm prelabour rupture of the membrane (ketuban

pecah sebelum waktu), dapat mengurangi insidensi kelahiran premature, infeksi neonatus dan

perdarahan periventrikular, namun tidak berpengaruh terhadap kematian perinatal, dan

efeknya terhadap insidensi RDS masih dipertanyakan. Keuntungan pemberian antibiotik lebih

banyak dari efek buruknya. Karena itu dapat diberikan eritromisin 500 mg qds ditambah

amoxicillin / clavulanic acid (Augmentin) 375 mg qds untuk 7 hari. Apabila organisme

penyebab diperkirakan Mycoplasma hominis, dapat diberikan klindamisin 150 mg qds selama

7 hari. (5)

Tokolitik

Pemberian ritrodine memperlambat persalinan selama 24 jam namun tidak

mengurangi resiko RDS atau kematian perinatal. Penggunaannya dibatasi dalam waktu

singkat untuk mempersiapkan kelahiran prematur dan memberikan sterooid antenatal. Efek

sampingnya antara lain edema paru. Pemberian merupakan kontra indikasi bagi wanita

dengan penyakit jantung, hipertiroid, dan diabetes. Untuk wanita-wanita tersebut dapat

diberikan indometasin sebagai tokolitik. (5)

Membantu pematangan paru

Menurut Gulck dan Kulovich (1973), cairan paru-paru fetus merupakan bagian yang penting

dari cairan amnion. Insidensi HMD hanya 0,5 % bila rasio lecithin : sphingomyelin > 2,

namun hampir 100 % bila rasionya <>(4)

Clements et al (1972) menentukan ada tidaknya surfaktan pada cairan amnion dengan

melakukan tes kocok. Dasar dari tes ini adalah sifat surfaktan yang membentuk buih yang

stabil bila ada ethanol. Sejumlah cairan amnion diencerkan berseri dengan ethanol 95 %.

Masing-masing dikocok 15 detik, diamkan 15 menit. Adanya cincin buih yang tidak terputus

pada meniskus pada tiga tabung pertama atau lebih berarti positif (paru-paru matur). (4),(6)

Page 15: Hyalin Membran Disease

Untuk mengetahui maturitas paru, dapat juga dilakukan pemeriksaan ada tidaknya

phosphatydilglycerol dari cairan amnion. Phosphatydilglycerol muncul di cairan amnion pada

usia kehamilan 36 minggu. Keberadaannya menunjukan kematangan paru. (4)

Tabel 2. 3 Biochemical Assays untuk kematangan paru (6)

Imatur Matur

Lecithin/sphingomyelin <> > 2

Konsentrasi L total <> > 2,5 mg/100 ml

Konsentrasi L disaturasi <> > 35 nM/ml

Phosphatydilglycerol

Pellet pada 10.000xgr

% dari phospholipids total

Determinasi enzimatik

Absent

<>

<>

Present

> 3 %

> 10 nM/ml

Konsentrasi as. palmitat <> > 0,072 nM/L

As. palmitat/as. stearat <> > 5,0

Konsentrasi PL total <> > 2,8 mg / 100 ml

PL phosphorus total <> > 0,140 mg / 100 ml

PAPase <> > 0,50

Surfaktan dengan MW-

apoprotein tinggi

<> > 30 % term pool

Tabel 2.4 Biophysical Assays untuk kematangan Paru (6)

Imatur Matur

Kompresi-dekompresi

permukaan cairan

> 25 mN.m-1 S <> < 20 mN.m-1 S > 0,85

Tes kocok (foam stability

test)

Negative pada 1:1 Positif pada 1:2

Index Kestabilan buih <> > 0,47

Kecepatan aliran kapiler <> > 66 detik

Tes formasi globuler lipid

pada

<> > 460 ul

Polarisasi fluoresensi

(mikroviskositas)

<> > 0,340

OD650 nm <0,15 > 0,15

Corticosteroid

Page 16: Hyalin Membran Disease

Pemberian dexamethasone atau betamethasone pada ibu hamil 48 – 72 hari sebeum

melahirkan fetus berusia 32 minggu kehamilan atau kurang menurunkan insidensi, mortalitas

dan morbiditas HMD. Corticosteroid dapat diberikan secara intramuskular pada wanita hamil

yang kadar lecithin pada cairan amnionnya menunjukan imaturitas paru-paru, dan bagi yang

direncanakan akan melahirkan 1 minggu kemudian, atau persalinan akan ditunda 48 jam atau

lebih. (9)

Steroid berikatan dengan reseptor spesifik di sel paru-paru dan merangsang produksi

phosphatydilcholine ole sel tipe II. Proses ini membutuhkan waktu, karena itulah efektifitas

steroid berkurang bila diberikan kurang dari 24 jam sebelum melahirkan. Efektifitasnya juga

berkurang bila diberikan pada usia kehamilan lebih dari 34 minggu, dan efeknya hilang pada

7 -10 hari setelah pemberian. Keuntungan terbesar didapatkan bila interval pemberian dengan

kelahiran lebih dari 48 jam namun kurang dari 7 hari. Pemberian steroid tidak mempengaruhi

insidensi penyakit paru kronis namun menurunkan kejadian perdarahan intracranial sehingga

menurunkan insidensi cerebral palsy di kemudian hari. (5) ,(4)

Semua wanita dengan usia kehamilan 23 – 34 minggu yang diperkirakan beresiko akan

melahirkan dalam 7 hari, diberikan kortikosteroid. Dapat diberikan bethametasone 12 mg IM

diulang setelah 24 jam (total dosis 24 mg selama 24 – 48 jam diperbolehkan). Dapat juga

diberikan dexamethasone 6 mg IM tiap 12 jam untuk 4 dosis. Terapi tidak disarankan untuk

diulang dalam jangka waktu 7 hari. Kontraindikasi pemberian steroid adalah ibu dengan

tirotoksikosis, kaediomiopati, infeksi aktif atau chorioamnionitis. Diabetes, preeklamsi,

preterm prelabour rupture of the membran, dan chorioamnionitis dalam terapi bukan

merupakan kontraindikasi pemberian steroid. (5),(13)

Terapi glukokortikoid prenatal menurunkan deratnya RDS dan menurunkan insidensi

komplikasi prematuritas yang lain seperti perdarahan intraventrikular, patent ductus

arteriosus (PDA), pneumothorax, dan enterokolitis nekrotikan, tanpa mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan neonatus, mekanisme atau pertumbuhan paru, ataupun

insidensi infeksi. Glukokortikoid prenatal dapat beraksi sinergis dengan terapi surfaktan

eksogen posnatal. (9)

Lain-lain

Bahan –bahan lain yang dapat mempercepat pematangan paru adalah hormon tiroid,

epidermal growth factor, dan cyclic adenosine monophosphate. Bahan – bahan tersebut dapat

memacu sintesa surfaktan, namun penggunaannya sangat jarang. (4)

2.9 Terapi

Page 17: Hyalin Membran Disease

Terapi terutama ditujukan pada pertukaran O2 dan CO2 yang tidak adekuat di paru-paru,

asidosis metabolik dan kegagalan sirkulasi adalah manifestasi sekunder. Beratnya HMD akan

berkurang bila dilakukan penanganan dini pada bayi BBLR, terutama terapi asidosis,

hipoksia, hipotensi dan hipotermia. (9)

Kebanyakan kasus HMD bersifat self-limiting, jadi tujuan terapi adalah untuk

meminimalkan kelainan fisiologis dan masalah iatrogenik yang memperberat. Penanganan

sebaiknya dilakukan di NICU. (9)

Resusitasi di tempat melahirkan

Resusitasi adekuat di kamar bersalin untuk semua kelahiran prematur. Mencegah

perinatal asfiksia yang dapat mengganggu produksi surfaktan. Mencegah terjadinya

hipotermia dengan menjaga suhu bayi sekitar 36,5-37,5 derajat Celcius di mana kebutuhan

oksigen berada pada batas minimum. (9),(4)

Pemberian obat selama resusitasi : (13),(5)

Adrenalin 10 microgram /kg (0,1 mls/kg larutan 1 : 10.000) bila bradikardi persisten setelah

ventilasi dan kompresi yang adekuat. Dosis pertama dapat diberikan intratrachea atau

intravena, 1 dosis lagi diberikan intravena bila bayi tetap bradikardi, dosis ketiga dapat

diberikan sebesar 100 microgram/kg bila situasi sangat buruk.

Pemberian bicarbonat 4 mmol/kg merupakan setengah koreksi untuk defisit basa 20 mmol

(larutan bicarbonat 8,4% mengandung 1 mmol/ml), atau 2 mEq/kg dari konsentrasi 0,5

mEq/ml. Pemberian dilakukan secara intravena dengan hati-hati.

Volume expander 10 ml/kg

Bolus glukosa 10 % 1 ml/kg BB.

Surfaktan Eksogen

Instilasi surfaktan eksogen multidosis ke endotrakhea pada bayi BBLR yang

membutuhkan oksigen dan ventilasi mekanik untuk terapi penyelamatan RDS sudah

memperbaiki angka bertahan hidup dan menurunkan insidensi kebocoran udara dari paru

sebesar 40 %, tapi tidak menurunkan insidensi bronchopulmonary dysplasia (BPD) secara

konsisten. Efek yang segera muncul meliputi perbaikan oksigenasi dan perbedaan oksigen

alveoli – arteri dalam 48 – 72 jam pertama kehidupan, menurunkan tidal volume ventilator,

meningkatkan compliance paru, dan memperbaiki gambaran rontgen dada. Pemberian

surfaktan eksogen menurunkan insidensi BPD, namun tidak berpengaruh terhadap insidensi

PDA, perdarahan intrakranial, dan necrotizing enterocolitis (NEC). Terdapat penigkatan

insiden perdarahan paru pada pemberian surfaktan sintetik sebesar 5 %. (5) ,(9),(4)

Page 18: Hyalin Membran Disease

Surfaktan dapat diberikan segera setelah bayi lahir (terapi profilaksis) atau beberapa

jam kemudian setelah diagnosa RDS ditegakkan (terapi penyelamatan). Terapi profilaksis

lebih efektif dibandingkan bila diberi beberapa jam kemudian. Bayi yang mendapat surfaktan

eksogen sebagai terapi profilaksis membutuhkan oksigen dan ventilasi mekanik lebih sedikit

disertai angka bertahan hidup yang lebih baik. (4) Bayi yang lahir kurang dari 32 minggu

kehamilan harus diberi surfaktan saat lahir bila ia memerlukan intubasi. Terapi biasa dimulai

24 jam pertama kehidupan, melalui ETT tiap 12 jam untuk total 4 dosis. Pemberian 2 dosis

atau lebih memberikan hasil lebih baik dibanding dosis tunggal. Pantau radiologi, BGA, dan

pulse oxymetri. (9), (5)

Ada 4 surfaktan yang memiliki lisensi di UK untuk terapi. Yang berasal dari binatang adalah

Curosurf, diekstrak dari paru-paru babi, diberikan 1,25-2,5 ml/kg, dan Survanta, ekstrak dari

paru-paru sapi dengan penambahan 3 jenis lipid (phosphatidylcholine, asam palmitat, dan

trigliserid), diberikan 4 ml/kg. Kedua surfaktan ini mengandung apoprotein SP-B dan SP-C

dengan proporsi yang berbeda dengan yang dimiliki manusia. Apoprotein SP-A dan SP-D

tidak ditemukan. Surfaktan sintetik tidak mengandung protein. Exosurf merupakan gabungan

phospholipid dipalmitoylphosphatidylcholine (DPPC), hexadecanol dan tyloxapol, diberikan

5 ml/kg. Hexadecanol, dan tyloxapol memperbaiki penyebaran surfaktan di antara alveolus.

ALEC (artificial lung expanding compound) merupakan gabungan DPPC and

phosphatidylglycerol dengan perbandingan 7:3, diberikan 1,2 ml berapapun beratnya. Yang

sedang diteliti adalah Infasurf (alami) (5) ,(9)

Tabel 2.5 Macam-macam surfaktan (8)

Tipe Asal Komposisi Dosis KeteranganSurvanta

Bovine lung mince

DPPC, tripalmitin SP (B<0.5%,>

4 mL (100 mg)/kg, 1-4 doses q6h

RefrigerateSurfactant TA

AlveofactBovine lung lavage

99% PL, 1% SP-B and SP-C

45 mg/mLFederal Republic of Germany

bLES (bovine lipid extract surfaktan)

Bovine lung lavage

75% PC and 1% SP-B and SP-C

Canadian

InfasurfCalf lung lavage

DPPC, tripalmitin, SP (B290 g/mL, C360 g/mL)

3 mL (105 mg)/kg, 1-4 doses, q6-12h

6 mL vials, refrigerate

Calf lung surfactant extract (CLSE)

Sama seperti Infasurf

Page 19: Hyalin Membran Disease

CurosurfMinced pig lung

DPPC, SP-B and SP-C (?amount)

2.5 mL (200 mg)/kg 1.25 mL (100 mg)/kg

1.5 and 3 mL

Exosurf Synthetic

85% DPPC, 9% hexadecanol, 6% tyloxapol

5 mL (67.5 mg)/kg, 1-4 doses, q12h

Lyophilized; dissolve in 8 mL

Surfaxan (KL4) SyntheticDPPC, synthetic peptide

ALEC Synthetic70% DPPC, 30% unsaturated PG

Possibly discontinued

Tabel 2.6 Beractant (8)

Nama ObatBeractant (Survanta, Alveofact) – per

ETT

Dosis Anak

ET: 4 mL/kg (100 mg/kg) dibagi dalam 4

kali pemberian, diberikan minimal 6 jam

untuk 1-4 dosis

Kontraindikasi hypersensitivity

Interaksi -

Kehamilan ?

Peringatan Harus dihangatkan sesuai suhu ruang,

pemberian harus berhati-hati karena

resiko obstruksi jalan nafas akut.

Perbaikan oksigenasi dapat terjadi setelah

pemberian, maka penurunan oksigen dan

tekanan ventilator disesuaikan dengan

analisa gas darah, monitor oksigenasi

sistemik untuk mencegah hiperoksia atau

hipoksia. Surfaktan dapat mengalami

reflux ke dalam ETT (karena itu

sebaiknya berikan secara cepat diikuti

positive pressure ventilation); monitor

denyut jantung dan tekanan darah, karena

Page 20: Hyalin Membran Disease

ETT dapat mengalami oklusi, suction

ETT sebelum pemberian surfaktan.

Perdarahan paru dapat timbul pada bayi

sangat premature. Apnea dan sepsis

nosokomial dapat terjadi.

Tabel 2.7 Calfactant (8)

Nama Obat Calfactant (Infasurf) – per ETT

Dosis AnakET: 3 mL/kg (105 mg/kg) q6-12h untuk

1-4 dosis

Kontraindikasi hypersensitivity

Interaksi -

Kehamilan ?

Peringatan

Pemberian harus berhati-hati karena

resiko obstruksi jalan nafas akut.

Perbaikan oksigenasi dapat terjadi setelah

pemberian, maka penurunan oksigen dan

tekanan ventilator disesuaikan dengan

analisa gas darah, monitor oksigenasi

sistemik dengan pulse oxymetry untuk

mencegah hiperoksia atau hipoksia.

Surfaktan dapat mengalami reflux ke

dalam ETT (karena itu sebaiknya berikan

secara cepat diikuti positive pressure

ventilation); sianosis, bradikardi atau

perubahan tekanan darah dapat terjadi

selama pemberian. Karena ETT dapat

mengalami oklusi, suction ETT sebelum

pemberian surfaktan.

Tabel 2.8 Poractant (8)

Nama Obat Poractant (Curosurf) – per ETT

Dosis Anak ET: 2.5 mL/kg (200 mg/kg); lalu 1.25

Page 21: Hyalin Membran Disease

mL/kg (100 mg/kg) dengan interval 12-h

prn dalam 2 dosis

Kontraindikasi hypersensitivity

Interaksi -

Kehamilan ?.

Peringatan

Koreksi asidosis, hipotensi, anemia,

hipoglikemi dan hipotermia sebelum

pemberian. Perbaikan oksigenasi muncul

dalam beberapa menit, monitor

oksigenasi sistemik untuk mencegah

hiperoksia.

Tabel 2.9 Colfosceril (8)

Nama Obat Colfosceril (Exosurf Neonatal) – per ETT

Dosis AnakET: 5 mL/kg (67.5 mg/kg) q12h untuk 1-

4 dosis

Kontraindikasi hypersensitivity

Interaksi -

Kehamilan ?

Peringatan

Mempengaruhi oksigenasi dan

compliance paru dengan cepat. Hanya

untuk instilasi ke dalam trakhea.

Surfaktan dapat mengalami reflux ke

dalam ETT (karena itu sebaiknya berikan

secara cepat diikuti positive pressure

ventilation); Karena ETT dapat

mengalami oklusi, suction ETT sebelum

pemberian surfaktan. Perdarahan paru

dapat muncul pada bayi <>

Studi yang membandingkan antara surfaktan natural dan sintetik menunjukan bahwa

oksigenasi arteri lebih cepat pulih (onset of action surfaktan natural lebih cepat dari surfaktan

sintetik) dan komplikasi kebocoran udara lebih jarang terjadi pada bayi yang diterapi dengan

surfaktan natural. (4)

Page 22: Hyalin Membran Disease

Komplikasi pemberian surfaktan antara lain hipoksia transien dan hipotensi, blok

ETT, dan perdarahan paru. (9) Perdarahan paru terjadi akibat menurunnya resistensi pambuluh

darah paru setelah pemberian surfaktan, yang menimbulkan pirau kiri ke kanan melalui

duktus arteriosus. (4)

Gambar 2.13 Gambaran HMD sebelum dan sesudah terapi surfaktan.% (4)

Gambaran 0,5 jam sesudah lahir : diffuse ground glass appearance akibat atelektasis, disertai

air bronkogram. Gambaran 3 jam sesudah lahir, setelah terapi dengan surfaktan eksogen :

perbaikan aerasi.

2.9.3 Oksigenasi dan monitoring analisa gas darah

Oksigen lembab hangat diberikan untuk menjaga agar kadar O2 arteri antara 55 – 70

mmHg dengan tanda vital yang stabil untuk mempertahankan oksigenasi jaringan yang

normal, sementara meminimalkan resiko intoksikasi oksigen. Bila oksigen arteri tak dapat

dipertahankan di atas 50 mmHg saat inspirasi oksigen dengan konsentrasi 70%, merupakan

indikasi menggunakan continuous positive airway pressure (CPAP). (9)

Monitor frekuensi jantung dan nafas, PO2, PCO2, pH arteri, bikarbonat, elektrolit,

gula darah, hematokrit, tekanan darah dan suhu tubuh, kadang diperlukan kateterisasi arteri

umbilikalis. Transcutaneus oxygen electrodes dan pulse oxymetry diperlukan untuk

memantau oksigenasi arteri. Namun yang terbaik tetaplah analisa gas darah karena dapat

memberi informasi berkelanjutan serta tidak invasif, memungkinkan deteksi dini komplikasi

seperti pneumotoraks, juga merefleksikan respon bayi terhadap berbagai prosedur seperti

intubasi endotrakhea, suction, dan pemberian surfaktan. PaO2 harus dijaga antara 50 – 80

mmHg, dan Sa O2 antara 90 – 94 %. Hiperoksia berkepanjangan harus dihindarkan karena

merupakan faktor resiko retinopathy of prematurity (ROP). (4)

Kateter radioopak harus selalu digunakan dan posisinya diperiksa melalui foto

rontgen setelah pemasangan. Ujung dari kateter arteri umbilikalis harus berada di atas

bifurkasio aorta atau di atas aksis celiaca (T6 – T10). Penempatan harus dilakukan oleh orang

yang ahli. Kateter harus diangkat segera setelah tidak ada indikasi untuk penggunaan lebih

lanjut, yaitu saat PaO2 stabil dan Fraction of Inspiratory O2 (FIO2) kurang dari 40 %. (9)

Page 23: Hyalin Membran Disease

Pengawasan periodik dari tekanan oksigen dan karbondioksida arteri serta pH adalah

bagian yang penting dari penanganan, bila diberikan ventilasi buatan maka hal – hal tersebut

harus dilakukan. Darah diabil dari arteri umbilikal atau perifer. Arteri temporalis merupakan

kontra indikasi karena menimbulkan emboli cerebral retrograd. PO2 jaringan harus selalu

dipantau dari elektroda yang ditempatka di kulit atau pulse oximetry (saturasi oksigen). Darah

kapiler tidak berguna untuk menentukan PO2 tapi dapat digunakan untuk memantau PCO2

dan pH. (9)

2.9.4 Fluid and Nutrition

Kalori dan cairan diberikan secara intravena. Dalam 24 jam pertama berikan infus glukosa

10% dan cairan melalui vena perifer sebanyak 65-75 ml/kg/24 jam. Kemudian tambahkan

elektrolit, volume cairan ditingkatkan bertahap sampai 120-150 ml/kg/24 jam. Cairan yang

berlebihan akan menyebabkan terjadinya Patent Ductus Arteriosus (PDA). Pemberian nutrisi

oral dapat dimulai segera setelah bayi secara klinis stabil dan distres nafas mereda. ASI

adalah pilihan terbaik untuk nutrisi enteral yang minimal, serta dapt menurunkan insidensi

NEC. (9),(4) ,(5)

2.9.5 Ventilasi Mekanik

2.9.5.1 Continuous Positive Airway Pressure (CPAP)CPAP memperbaiki oksigenasi dengan meningkatkan functional residual capacity

(FRC) melalui perbaikan alveoli yang kolaps, menstabilkan rongga udara, mencegahnya

kolaps selama ekspirasi. (4) CPAP diindikasikan untuk bayi dengan RDS PaO2 <>> 50%.

Pemakainan secara nasopharyngeal atau endotracheal saja tidak cukup untuk bayi kecil, harus

diberikan ventilasi mekanik bila oksigenasi tidak dapat dipertahankan. Pada bayi dengan

berat lahir di atas 2000 gr atau usia kehamilan 32 minggu, CPAP nasopharyngeal selama

beberapa waktu dapat menghindari pemakaian ventilator. Meski demikian observasi harus

tetap dilakukan dan CPAP hanya bisa diteruskan bila bayi menunjukan usaha bernafas yang

adekuat, disertai analisa gas darah yang memuaskan. (5)

CPAP diberikan pada tekanan 6-10 cm H2O melalui nasal prongs. Hal ini

menyebabkan tekanan oksigen arteri meningkat dengan cepat. Meski penyebabnya belum

hilang, jumlah tekanan yang dibutuhkan biasanya berkurang sekitar usia 72 jam, dan

penggunaan CPAP pada bayi dapat dikurangi secara bertahap segera sesudahnya. Bila dengan

CPAP tekanan oksigen arteri tak dapat dipertahankan di atas 50 mmHg (sudah menghirup

oksigen 100 %), diperlukan ventilasi buatan. (9)

2.9.5.2 Ventilasi Mekanik

Page 24: Hyalin Membran Disease

Bayi dengan HMD berat atau disertai komplikasi, yang berakibat timbulnya apnea

persisten membutuhkan ventilasi mekanik buatan. Indikasi penggunaannya antara lain : (9),(4) ,

(5)

Analisa gas darah menunjukan hasil buruk

pH darah arteri <>

pCO2 arteri > 60 mmHg

pO2 arteri < 50 mmHg pada konsentrasi oksigen 70 – 100 %

Kolaps cardiorespirasi

apnea persisten dan bradikardi

Memilih ventilator mekanik

Ventilasi tekanan positif pada bayi baru lahir dapat diberikan berupa ventilator

konvensional atau ventilator berfrekuensi tinggi (150 x / menit). (5)

Ventilator konvensional dapat berupa tipe “volume” atau “tekanan”, dan dapat

diklasifikasikan lebih lanjut dengan dasar cycling mode – biasanya siklus inspirasi

diterminasi. Pada modus pressure limited time cycled ventilation, tekanan puncak inspirasi

diatur dan selama inspirasi udara dihantarkan untuk mencapai tekanan yang ditargetkan.

Setelah target tercapai, volume gas yang tersisa dilepaskan ke atmosfer. Hasilnya,

penghantaran volume tidal setiap kali nafas bervariabel meski tekanan puncak yang dicatat

konstan. Pada modus volume limited, pre-set volume dihantarkan oleh setiap nafas tanpa

memperhatikan tekanan yang dibutuhkan. Beberapa ventilator menggunakan aliran udara

sebagai dasar dari cycling mode di mana inspirasi berakhir bila aliran telah mencapai level

pre-set atau sangat rendah (flow ventilators). Ada juga ventilator yang mampu menggunakan

baik volume atau pressure controlled ventilation bergantung pada keinginan operator. (5)

Ventilasi dengan fekuensi tinggi biasanya diberikan dengan high frequency

oscillatory ventilators (HFOV). Terdapat piston pump atau vibrating diaphragm yang

beroperasi pada frekuensi sekitar that 10 Hz (1 Hz = 1 cycle per second, 60 cycles per

minute). Selama HFOV, baik inspirasi maupun ekspirasi sama-sama aktif. Tekanan oscillator

pada jalan udara memproduksi volume tidal sekitar 2-3 ml dengan tekanan rata-rata jalan

udara dipertahankan konstan, mempertahankan volume paru ekivalen untuk menggunakan

CPAP dengan level sangat tinggi. Volume gas yang dipindahkan pada volume tidal

ditentukan oleh ampiltudo tekanan jalan udara oscillator (P). (5)

Ventilator konvensional

Hipoksemia pada RDS biasanya terjadi karena ketidakseimbangan ventilasi dan

perfusi (V/Q) atau pirau dari kanan ke kiri, abnormalitas difusi dan hipoventilasi merupakan

Page 25: Hyalin Membran Disease

factor tambahan. Oksigenasi terkait langsung pada FiO2 dan tekanan rata-rata jalan udara

(mean airway pressure - MAP). MAP dapat ditingkatkan dengan perubahan tekanan puncak

inspirasi (peak inspiratory pressure - PIP), positive end expiratory pressure (PEEP) atau

dengan mengubah rasio inspirasi : ekspirasi (I:E) dengan memperpanjang waktu inspirasi

sementara kecepatannya tetap konstan. MAP yang sangat tinggi dapat menyebabkan distensi

berlebihan, meski oksigenasi adekuat, transport oksigen berkurang karena penurunan curah

jantung. Pembuangan CO2 berbanding lurus dengan minute ventilation, ditentukan oleh

produk volume tidal (dikurangi ventilasi ruang mati) dan kecepatan pernafasan. Untuk minute

ventilation yang sama, perubahan penghantaran volume tidal lebih efektif untuk merubah

eliminasi CO2 dibanding perubahan kecepatan pernafasan karena ventilasi ruang mati tetap

konstan. (5)

a. Peak Inspiratory Pressure (PIP)

Perubahan pada PIP mempengaruhi oksigenasi (dengan mengubah MAP) dan CO2

dengan efek pada volume tidal dan ventilasi alveolar. Peningkatan PIP menurunkan PaCO2

dan memperbaiki oksigenasi (PaO2 meningkat). Pemakainan PIP ditentukan oleh compliance

system pernafasan dan bukan oleh ukuran atau berat bayi. Gunakan PIP terendah yang

menghasilkan ventilasi adekuat berdasarkan pemeriksaan klinik (gerakan dada dan suara

nafas) dan analisa gas darah. PIP berlebih dapat menyebabkan paru mengalami distensi

berlebihan dan meningkatkan resiko baro/volutrauma dan menimbulkan kebocoran udara. (5)

b. Positive End Expiratory Pressure (PEEP)

PEEP yng adekuat mencegah kolaps alveoli dan dengan mempertahankan volume

paru saat akhir respirasi, memperbaiki keseimbangan V/Q. Peningkatan PEEP memperbesar

MAP dan memperbaiki oksigenasi. Sebaliknya, PEEP berlebih (> 8 cm H2O) menginduksi

hiperkarbia dan memperburuk compliance paru dan mengurangi hantaran volume tidal karena

alveoli terisi berlebihan P = PIP - PEEP). PEEP berlebih juga dapat menimbulkan efek

sampping pada hemodinamik karena paru mengalami distensi berlebih, menyebabkan

penurunan venous return, yang kemudian menurunkan curah jantung. Tekanan 3 – 6 cm H2O

memperbaiki oksigenasi pada bayi baru lahir dengan RDS tanpa mengganggu mekanisme

paru-paru, eliminasi CO2 atau stabilitas hemodinamik. (5)

Frekuensi

Terdapat 2 metode dasar, frekuensi rendah dan frekuensi tinggi Frekuensi rendah

dimulai pada kecepatan 30 - 40 nafas / menit (bpm). Metode cepat sekitar 60 bpm dan dapat

ditingkatkan hingga 120 bpm bila bayi bernafas lebih cepat dari ventilator. Waktu ekspirasi

harus lebih panjang dari inspirasi untuk mencegah alveoli mengalami distensi berlebihan,

Page 26: Hyalin Membran Disease

waktu inspirasi harus dibatasi maksimum 0,5 detik selama ventilasi mekanik kecuali dalam

keadaan khusus. Pada frekuensi tinggi terjadi penurunan insidensi pneumotoraks , mungkin

karena frekuensi ini sesuai dengan usaha nafas bayi. Waktu inspirasi memanjang akan

meningkatkan MAP dan memperbaiki oksigenasi, dan merupakan alternative dari

peningkatan PIP. Namun hal ini merupakan predisposisi dari distensi berlebihan pada paru

serta air trapping karena waktu ekspirasi berkurang. (5)

Kecepatan Aliran

Aliran minimum setidaknya 2 kali minute ventilation bayi (normal : 0.2 – 1 L / menit)

cukup adekuat, tapi dalam prakteknya digunakan 4 – 10 L / menit. Bila digunakan frekuensi

nafas lebih tinggi dengan waktu inspirasi lebih pendek, kecepatan aliran di atas kisaran harus

diberikan untuk menjamin penghantaran volume tidal. Kecepatan aliran yang tinggi

memperbaiki oksigenasi karena efeknya pada MAP. Beberapa ventilator memiliki kecepatan

aliran yang tetap, yaitu sebesar 5 L / menit. (5)

Kegagalan surfaktan

Bila oksigenasi arteri tetap rendah setelah pemberian 2 dosis surfaktan, bayi dikatakan

tidak berespon terhadap surfaktan. Penyebabnya antara lain sepsis, hipertensi pulmonal,

pneumotoraks, atau pulmonary interstitial emphysema (PIE). Segera naikan FiO2 hingga

90%, kemudian naikan PIP and PEEP sambil mengobservasi pergerakan dada. Lakukan

roentgen thoraks. Usahakan menjaga waktu inspirasi agar terjadi sinkronisasi. Bila tetap

asinkron setelah pemberian sedasi dan analgesi lakukan paralysis (pankuronium bromide IV

0,04 – 0,1 mg/kg). Waktu inspirasi dapat diperpanjang > 0,5 detik, dengan frekuensi

ventilator diturunkan hingga 30-60 nafas / menit. Beberapa bayi berespon terhadap HFOV. (5)

Aktivitas pernafasan bayi

Bernafas tidak selaras dengan ventilator merupakan factor resiko dari beberapa komplikasi

seperti pertukaran udara yang tidak efektif, air trapping, pneumothorax, dan perdarahan

intraventricular. Sedasi dapat mengurangi aktivitas pernafasan bayi atau dapat digunakan

penghambat muscular non-depolarising (tidak disarankan). Pilihan lain adalah dengan

menaikan kecepatan ventilator atau menggunakan patient triggered ventilation (PTV). (5)

Patient-Triggered Ventilation (PTV)

Pada modus ini, mesin membantu pernafasan diinisiasi sebagai respon terhadap sinyal

yang berasal dari usaha nafas bayi. Ada 4 macam sinyal yang dapat digunakan yaitu airway

impedance, tekanan dan aliran, atau mengukur aktivitas bayi dengan Graesby capsule

monitor yang ditempelkan di atas abdomen. Masing-masing punya kelebihan dan

Page 27: Hyalin Membran Disease

kekurangan. PTV dapat digunakan baik dalam modus pressure-limited maupun volume

controlled. modes. (5)

High frequency oscillation

Ada tiga macam oscillator yang dapat digunakan. Sensormedics 3100/3100A,

Draeger, dan SLE 2000. HFOV menyelamatkan beberapa bayi dengan RDS berat yang tidak

berespon terhadap ventilator konvensional dan surfaktan. HFOV dikaitkan dengan penurunan

kebocoran udara namun meningkatkan perdarahan intraventrikular. HFOV efektif dalam

penanganan hiperkarbia. (5)

Kisaran frekuensi ventilator konvensional adalah 10 – 60 nafas / menit, ventilasi jet

berfrekuensi tinggi (High frequency jet ventilation – HFJV) 150 – 600 nafas / menit dan

oscillator 300 – 1800 nafas / menit. HFJV dan oscillator dapat memperbaiki eliminasi

karbondioksida, menurunkan tekanan udara rata-rata, memperbaiki oksigenasi pada pasien

yang tidak berespon pada ventilator konvensional, yang terkena HMD, emfisema interstitial,

pneumotoraks multipel, atau pneumonia akibat aspirasi mekonium.(9) HFJV dan oscillator

menurunkan insidensi terjadinya penyakit paru kronik bila dibandingkan ventilator

konvensional. Penggunaan ventilasi berfrekuensi tinggi akan sangat bermanfaat pada bayi

yang berkembang menjadi pulmonary interstitial emphysema (PIE). (4)

HFJV dapat menimbulkan kerusakan trakhea yang nekrotik, terutama jika didapatkan

hipotensi atau proses melembabkan yang buruk. Oscillator dikaitkan dengan peningkatan

kebocoran udara, perdarahan intraventrikular, dan leukomalacia periventrikular. Kedua

metode tersebut dapat menimbulkan terperangkapnya gas. (9)

Kegagalan respirasi dan hipoksemia pada bayi dengan HMD disebabkan pirau

intrapulmoner yang disebabkan perfusi rongga udara dengan ventilasi yang buruk. Untuk itu

diperlukan keikutsertan alveoli untuk memperoleh oksigenasi yang adekuat dan hal ini dapat

diperoleh dengan meningkatkan tekanan udara rata-rata, yaitu fungsi dari waktu inspirasi,

tekanan puncak inspirasi, dan PEEP. (4)

Tujuan ventilasi mekanik adalah memperbaiki oksigenasi dan eliminasi

karbondioksida tanpa menimbulkan barotrauma paru yang berat atau intoksikasi O2. Untuk

menyeimbangkan resiko hipoksia dan asidosis terhadap ventilasi mekanik, harus didapatkan

cakupan nilai gas darah yaitu PaO2 55 – 70 mmHg, PCO2 35 – 55 mmHg, dan pH 7,25 –

7,45. Selama ventilasi mekanik, oksigenasi diperbaiki dengan meningkatkan FIO2 atau

tekanan udara rata-rata. Tekanan udara rata-rata dapat ditingkatkan dengan meningkatkan

tekanan inspirasi puncak, aliran udara, rasio inspirasi : ekspirasi, atau PEEP. (9)

Page 28: Hyalin Membran Disease

Melepaskan bayi secara bertahap dari IPPV merupakan proses yang panjang dan sulit,

terutama pada bayi dengan berat lahir sangat rendah. Methylxanthines seperti teophylline dan

caffeine bekerja sebagai stimulan pernafasan danmemfasilitasi pelepasan bertahap. Juga

dapat diberikan CPAP nasal segera sesudah ekstubasi. (4)

Keseimbangan asam basa

Asidosis respiratoar mungkin membutuhkan ventilasi buatan jangka pendek atau

jangka panjang. Pada asidosis respiratoar yang berat dengan disertai hipoksia, terapi dengan

sodium karbonat dapat menimbulkan hiperkarbia. (9)

Asidosis metabolik harus dicegah karena dapat menggangu produksi surfaktan,

meningkatkan resistensi pembuluh darah paru, dan memberi pengaruh buruk pada sistem

cardiovaskular. Meski demikian infus cepat sodium bikarbonat harus dihindari karena

meningkatkan insidensi perdarahan intraventrikular. (4)

Asidosis metabolik pada HMD bisa merupakan hasil asfiksia perinatal, sepsis,

perdarahan intraventrikular dan hipotensi (kegagalan sirkulasi), dan biasanya muncul saat

bayi telah membutuhkan resusitasi. Sodium bicarbonat 1 – 2 mEq/kg dapat diberikan untuk

terapi selama 10 – 15 menit melalui vena perifer, dengan pengulangan kadar asam – basa

dalam 30 menit atau dapat pula diberikan selama beberapa jam. Sodium bikarbonat lebih

sering diberikan pada kegawatan melalui kateter vena umbilikalis. Terapi alkali dapat

menimbulkan kerusakan kulit akibat terjadinya infiltrasi, peningkatan osmolaritas serum,

hipernatremia, hipokalsemia, hipokalemia, dan kerusakan hepar bila larutan berkonsentrasi

tinggi diberikan secara cepat melalui vena umbilikalis. (9),(4)

Tekanan darah dan Cairan

Monitor tekanan darah aorta melalui kateter vena umbilikalis atau oscillometric dapat

berguna dalam menangani keadaan yang menyerupai syok yang dapat muncul selama 1 jam

atau lebih setelah kelahiran prematur dari bayi yang telah mengalami asfiksia atau mengalami

distres nafas. (9)

Monitor tekanan darah arteri diperlukan. Hipotensi arterial memfasilitasi pirau kanan

ke kiri melalui PDA lalu menimbulkan hipoksemia. Hipotensi juga dapat menimbulkan

perdarahan serebral. Hipotensi umumnya ditimbulkan oleh asfiksia perinatal, sepsis dan

hipotensi. Terapi lini I adalah dengan memberikan volume expander (10 – 20 mls/kg larutan

saline atau koloid). Terapi lini II dengan memberi obat inotropik. Dopamin lebih efektif

disbanding dobutamin. Dopamin meningkatkan tahanan sistemik, sementara

dobutaminmeningkatkan output ventrikel kiri. Dosis dopamine 10 micrograms / kg / menit.

Dosis > 15 micrograms / kg / menit meningkatkan tahanan paru, menimbulkan hipertensi

Page 29: Hyalin Membran Disease

paru. Terapi lini III diberikan pada kasus yang resisten. Mula-mula dapat dicoba

menambahkan dobutamin 10-20 micrograms / kg / menit pada dopamine. Dapat pula dicoba

memberikan hydrocortisone, adrenaline dan isoprenaline. (9),(4),(5)

Edema paru merupakan bagian dari patofisiologi HMD, bayi yang mengalaminya

cenderung menghasilkan sedikit urin output selama 48 jam pertama, diikuti fase diuretik

dengan penurunan berat badan. Pemberian cairan berlebih harus dihindari, masukan cairan

biasa dimulai dengan 60 – 80 ml/kg/hari kemudian ditingkatkan secara bertahap. Asupan

cairan lebih tinggi diperlukan untuk bayi dengnan berat lahir sangat rendah dengan insensible

water loss tinggi. Asupan cairan harus selalu dikoreksi bila terdapat perubahan pada berat

badan, output urin, dan kadar elektrolir serum. Penggunaan fototerapi, kelembaban rendah,

dan penghangat radiant meningkatkan kebutuhan cairan. Pemberian cairan berlebih pada hari

pertama dapat menimbulkan PDA dan BPD. Penggunaan diuretik tidak dianjurkan karena

dapat menimbulkan deplesi volume yang tidak diinginkan. (4)

Antibiotik

Karena sulit untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi streptokokus grup B atau

infeksi lain dari HMD, diindikasikan untuk memberikan antibakteri sampai hasil kultur darah

selesai. Penisilin atau ampisilin dengan kanamisin atau gentamisin dapat diberikan,

tergantung pola sensitivitas bakteri di rumah sakit tempat perawatan. Hal –hal yang

diasosiasikan dengan peningkatan insidensi infeksi pada bayi prematur antara lain ketuban

pecah untuk waktu yang lama, ibu demam selama persalinan, fetus mengalami takikardi,

leukositosis / leukopeni, hipotensi dan asidosis. (9)(4)

2.9.9 Nitrit Oxide

Pada kasus HMD berat dapat diberikan nitrit oxide per inhalasi (iNO). Nitrit oxide dapat

memperbaiki oksigenasi dengan cepat namun tidak memperbaiki hasil akhir pada bayi

dengan HMD. (9)

iNO merupakan vasodilator pulmonal yang poten dan selektif (ekivalen dengan faktor

relaksasi dari endotel). Dosis inisial 6 -20 ppm dapat memperbaiki oksigenasi dan

menurunkan kebutuhan akan ECMO. Meski pemberian 40-80 ppm dikatakan aman, namun

pemberian jangka panjang dapat memberikan efek samping. Respon terhadap iNO dapat

berupa :

tak adanya perbaikan,

ada perbaikan awal namun tidak berlanjut sehingga dibutuhkan ECMO,

ada perbaikan awal yang berlanjut sehingga dapat dilepaskan bertahap pada hari ke-5 trapi,

atau

Page 30: Hyalin Membran Disease

respon awal baik disertai ketergantungan jangka panjang (akibat hipoplasia paru / displasia

kapiler alveoli).

Efek samping iNO adalah methemoglobinemia. Hingga saat ini belum diketahui berapa lama

iNO aman diberikan. (9)

ECMO

ECMO (Extracorporeal Membrane Oxygenation), adalah teknik memberikan oksigen pada

pasien yang paru-parunya tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik.(14)

ECMO dilakukan bila pasien tidak memberikan respon terhadap O2 100%, ventilasi

mekanik dan obat-obatan. Perbedaan O2 antara arteri dan alveoli, PaCO2 – PaO2 : 760 – 47

(setinggi permukaan laut) atau index oksigenasi (OI) dapat memprediksi mortalitas > 80 %. (9)

OI = (Tekanan jalan udara rata-rata x FiO2 x 100)/ PaO2 postduktal.

Indikasi ECMO

Beda alveoli dan arteri > 620 untuk 8-12 jam

OI > 40 yang tidak berespon terhadap iNO

Bayi yang mengalami gagal nafas hipoksemia karena HMD, aspirasi mekonium, hernia

diafragmatika, PPHN, dan sepsis. (9)

Mesin ECMO memompa darah dari pasien secara terus menerus melalui membran

oksigenator yang mengimitasi proses pertukaran udara di paru (membuang CO2 dan

menambahkan O2). Darah yang mengandung oksigen kemudian kembali ke pasien. ECMO

dapat menghasilkan oksigenasi yang cukup selama beberapa hari sampai beberapa minggu,

memberi kesempatan bagi paru-paru untuk membaik dan menghindari kemungkinan cedera

tambahan akibat ventilasi mekanik yang agresif. ECMO banyak digunakan di NICU untuk

neonatus dengan distres pernafasan. BB minimal untuk dilakukannya ECMO adalah 4,5

pound (1 pound = 0,454 kg). (14)

Dilakukan bypass kardiopulmoner yang memperbesar perfusi sistemik dan

menghasilkan pertukaran udara. Bypass yang biasa dilakukan adalah antara vena dan arteri.

Kateter besar dipasang di pembuluh darah besar yaitu di vena jugularis interna kanan dan

arteri carotis, dilakukan ligasi arteri carotis (ligasi dilepas bila terapi ECMO dihentikan).

Dapat juga dilakukan bypass vena ke vena untuk mencegah ligasi. Cara ini dapat

menghasilkan pertukaran udara namun tidak membantu curah jantung. (9)

Darah dipompa melalui sirkuit ECMO dengan kecepatan + 80% kecepatan curah

jantung, yaitu 150 – 200 ml/kg/menit. Venous return melalui membran oksigenator,

dihangatkan, lalu kembali ke aorta. Saturasi O2 vena dapat memonitor penghantaran O2

Page 31: Hyalin Membran Disease

jaringan. Kecepatan aliran ECMO disesuaikan untuk mencapai SaO2 vena > 65% disertai

COV yang stabil. (9)

Saat ECMO dimulai, ventilator dilepas ke udara ruangan pada frekuensi dan tekanan

rendah untuk menurunkan resiko toksisitas O2 dan barotrauma, sambil membiarkan paru-

paru beristirahat dan mengalami perbaikan. (9)

Diperlukan heparinisasi untuk mencegah terbentuknya clot pada sirkuit. Pasien yang

beresiko mengalami Intraventrikular Hemorrhage (IVH) yaitu BB <>(9)

Komplikasi ECMO antara lain tromboemboli, emboli udara, perdarahan, stroke,

kejang, atelektasis, cholestatic jaundice, trombositopeni, neutropen, hemolisis, infeksi karena

proses transfusi darah, edema, dan hipertensi sistemik. (9)

Gambar 2.14 ECMO

2.10 Komplikasi dari HMD dan Perawatan intensif

Berdasarkan waktu terjadinya, komplikasi dapat dibagi menjadi akut dan kronis. Yang

tergolong akut adalah kebocoran udara, infeksi, perdarahan intrakranial, dan PDA.

Sedangkan yang tergolong kronis adalah penyakit paru kronis, retinopathy of prematurity

(ROP), serta kelainan neurologis. (2)

Komplikasi akibat pemasangan ETT

Komplikasi yang paling serius dari intubasi trachea adalah asfiksia akibat obstruksi yang

ditimbulkan pipa, henti jantung selama intubasi atau suctioning, dan kadang dapat terjadi

Page 32: Hyalin Membran Disease

stenosis subglottis. Komplikasi lain meliputi perdarahan dari trauma selama intubasi,

pseudodivertikel pada posterior faring, extubasi yang sulit sehingga memerlukan

tracheostomi, ulserasi nasal akibat tekanan pipa, penyempitan permanen rongga hidung

akibat kerusakan jaringan dan scar dari iritasi atau infeksi sekitar pipa, erosi palatum, avulsi

pita suara, ulkus laring, papiloma pita suara, dan edema laring, stridor atau suara serak yang

persisten. (9)

Untuk mengurangi terjadinya hal-hal di atas harus dilakukan observasi yang baik,

menggunakan pipa endotrachel polivinil 7ang tidak mengandung logam yang bersifat toksik

bagi sel. Menggunakan pipa dengan ukuran terkecil untuk mengurangi iskemia lokal dan

nekrosis akibat tekanan, jangan menganti ganti pipa terlalu sering, jangan menggerkan pipa

sewaktu terpasang di trakhea, jangan melakukan suction terlalu sering atau agresif, hindari

infeksi dengan melakukan sterilisasi semua alat yang terpasang atau melalui pipa. (9)

Komplikasi ETT (memasukkan, ekstubasi, granuloma subglotis dan stenosis) dan

ventilasi mekanik (pneumotoraks, emfisema interstitial, penurunan cardiac output) dapat

diminimalkan dengan intervensi dari tenaga ahli. (9)

Komplikasi akibat kateterisasi

Resiko dari kateterisasi arteri umbilikalis meliputi emboli vaskular, trombosis, spasme, dan

perforasi, nekrosis viscera abdominal baik akibat iskemia atau zat kimia. Infeksi, perdarahan,

dan gangguan sirkulasi ke kaki yang dapat menimbulkan gangren. Meski saat necropsy

insiden komplikasi trombosis berkisar 1 – 23 %, aortografi menunjukkan clot ditemukan di

atau sekitar ujung kateter yang dimasukan ke arteri umbilikalis (95%). USG aorta dapat

digunakan untuk mendeteksi adanya trombosis. Resiko terjadinya komplikasi yang serius dari

kateterisasi umbilikal antara 2 – 5 %. (9)

Kaki dapat menjadi pucat traansien selama kateterisasi arteri umbilikal. Hal tersebut terjadi

akibat reflex spasme arteri. Insidensinya dikurangi dengan menggunakan kateter berukuran

kecil, terutama pada bayi yang sangat kecil. Kateter harus diangkat segera, kemudian

dilakukan kateterisasi pada arteri yang lain. Spasme yang persisten setelah pengangkatan

kateter dapat diringankan dengan nitrogliserin topikal pada daerah di atas arteri femoralis.

Atau dengan menghangankan kaki yang bersebrangan. Pengambilan darah dari arteri radialis

juga dapat menimbulkan spasme atau trombosis, diberikan terapi yang sama. Spasme

intermiten yang berat dapat diterapi dengan nitrogliserin topikal atau infus lokal dengan

tolazolin (Priscolin) 1 – 2 mg diinjeksikan intraarteri selama 5 menit. Bila secara tidak

sengaja menempatkan kateter pada arteri yang kecil, dapat terjadi blok total atau spasme

Page 33: Hyalin Membran Disease

vaskular lokal, dapat terjadi gangren pada organ atau area yang diperdarahi. Untuk

mencegahnya, kateter harus dipindahkan bila darah tidak dapat melaluinya. (9)

Perdarahan yang serius pada pemindahan kateter jarang terjadi. Trombus dapat terbentuk

pada arteri atau kateter, insidensinya berkurang dengan menggunakan kateter yang berujung

lunak dengan lubang hanya pada ujungnya, membilas kateter dengan larutan saline ditambah

heparan dalam jumlah kecil. Atau dengan infus continuous dengan larutan yang mengandung

1 – 10 unit heparin. Resiko terbentuknya trombus dengan emungkinan oklusi vaskuler dapat

dikurangi dengan memindahkan kateter bila ada tanda –tanda terjadinya trombosis, seperti

tekanan nadi yang menyempit, dan hilangnya dicrotic notch. Hipertensi renovaskular dapat

muncul beberapa hari sampai beberapa minggu setelah kateterisasi arteri umbilikalis pada

sejumlah kecil neonatus. (9)

Kateterisasi vena umbilikalis memeliki resiko yang sama dengan arteri, ditambah

kemungkinan terjadinya hipertensi portal dari trombosis vena porta. (9)

Komplikasi akut

Patent Ductus Arteriosus

Konstriksi dan penutupan duktus biasanya terjadi dalam 48 jam setelah lahir pada bayi term

dan preterm tanpa distress nafas. PDA terjadi sebanyak 36% pada bayi prematur dengan

ventilasi buatan. PDA memberikan gejala bila diameter duktus > 1,5 mm. Pemberian steroid

antenatal atau indometasin profilaksis mencegah terjadinya PDA. (5)

Insidensi PDA pada bayi prematur dengan HMD sekitar 90%. Dengan meningkatnya

angka bertahan hidup bayi sangat kecil disertai penggunaan surfaktan eksogen, PDA sebagai

komplikasi HMD merupakan masalah dari penanganan HMD pada awal kehidupan. (4)

Mungkin terjadi pirau yang bermakna melalui PDA pada neonatus dengan HMD,

penutupan yang terlambat terjadi akibat hipoksia, asidosis, meningkatnya tekanan paru secara

sekunder akibat vasokonstriksi, hipertensi sistemik, imaturitas, pelepasan prostaglandin E2

secara lokal yang akan mendilatasi duktus. Sepsis juga dapat meningkatkan resiko terjadinya

PDA, yang juga dimediasi peningkatan prostaglandin. (9),(4)

PDA diasosiasikan dengan pirau dari kanan ke kiri dan peningkatan aliran darah paru

dan tekanan arteri pulmonal. Peningkatan aliran darah paru menyebabkan berkurangnya

compliance paru yang akan membaik setelah ligasi PDA. Peningkatan aliran darah paru akan

menimbulkan kegagalan ventrikel kiri dan edema paru serta mempengaruhi keseimbangan

cairan paru. Kebocoran protein plasma ke rongga alveoli menghambat fungsi surfaktan. Hal

ini akan meningkatkan kebutuhan oksigen serta ventilasi mekanik. (4)

Page 34: Hyalin Membran Disease

Pirau dapat terjadi ke dua arah atau dari kanan ke kiri melalui duktus arteriosus.

Setelah HMD membaik, resistensi vaskular paru turun, dan dapat terjadi pirau dari kiri ke

kanan yang menimbulkan volume ventrikel kiri berlebih dan edema paru. (9)

Manifestasi PDA meliputi : (9),(4)

1. Apnea persisten dengan alasan yan tidak jelas pada bayi yang pulih dari HMD

2. precordium yang bekerja secara aktif, nadi di perifer yang kuat, tekanan nadi lebar,

murmur sistolik to and fro (paling baik didengar di bawah klavikula kiri), crackles,

perfusi perifer yang buruk

3. Retensi karbondioksida

4. Peningkatan ketergantungan akan oksigen

5. Bukti rontgen akan adanya kardiomegali dan peningkatan corakan vaskuler paru

(edema paru)

6. Hepatomegali

Diagnosis dipastikan dengan echocardiografi Doppler yang menunjukan danya bukti

aliran pirau dari kiri ke kanan. (9)

Kebanyakan bayi berespon terhadap terapi suportif umum, meliputibantuan nafas

yang adekuat, pemberian diuretik dan restriksi cairan. Pada beberapa pasien di mana

penutupan spontan tidak terjadi, namun terjadi perburukan meski telah diberi terapi suportif

dan kardiotonik, pemberian indometasin Intravena 0,2 mg/kg dengan interval 12 – 24 jam

untuk 3 dosis, dapat menginduksi penutupan secara farmakologis dengan menghambat

pembentukan prostaglandin. Protokol yang lain yaitu 0,1 mg/kg/24 jam selama 6 hari,

mungkin diperlukan pengulangan dari kedua protokol. Kontraindikasi indometasin meliputi

trombositopeni (<>1,8 mg/dl). Indikasi penutupan secara bedah adalah kegagalan penutupan

setelah pemberian indometasin, gagal jantung persisten disertai ketergantungan pada

ventilator. Penutupan PDA simtomatik harus segera dilakukan karena meningkatkan insidensi

terjadinya oenyakit paru kronik. (9)

Hemorrhagic Pulmonary Edema

Perdarahan paru seringkali terjadi sekunder akibat edema paru berat yang merupakan

komplikasi dari HMD dan PDA. Insidensinya pada bayi prematur sekitar 1 % namun pada

otopsi ditemukan sekitar 55 %. Cairan hemoragis di rongga udara merupakan filtrat kapiler

yang berasal dari rongga interstitial atau perdarahan alveoli. Bentuk interstitial ditandai

dengan perdarahan pleura, septum interlobularis, peribronkial, perivaskular, dan dinding

aleolar. Bila perdarahan masuk ke alveoli, eritrosit memenuhi rongga udara dan meluas

hingga ke bronkiolus dan bronkus. (4)

Page 35: Hyalin Membran Disease

Faktor predisposisinya antara lain asfiksia perinatal, hipotermia, hipoglikemi, gagal

jantung kongestif, koagulopati, pneumonia, dan pemberian cairan berlebih. Pada bayi yang

mendapat terapi surfaktan eksogen, terjadi peningkatanpirau kanan ke kiri melalui duktus

arteriosus yang memicu terjadinya edema paru hemoragis. (4)

Perdarahan paru biasanya muncul hari ke-5 sampai 7 kehidupan. Apabila bersifat

masif, dapat terjadi hal-hal yang mematikan. Perburukan mendadak dari pernafasan dikaitkan

dengan bradikardi, asidosis metabolik dan syok. Darah keluar dari hidung dan mulut melalui

ETT. Gambaran rontgen menunjukan gambaran opak difus dari kedua paru. (4)

Penanganan segera meliputi ventilasi buatan yang adekuat. Meningkatkan tekanan

jalan udara dengan menggunakan PEEP dapat mencegah perdarahan lebih lanjut. Transfusi

PRC dan FFP mungkin diperlukan untuk mengganti volume yang hilang, namun restriksi

cairan diindikasikan bila perdarahan terjadi akibat kegagalan ventrikel kiri. Bila penyebabnya

PDA, maka PDA harus diterapi. (4)

Pulmonary Interstitial Emphysema (PIE)

PIE dapat terjadi simetris, asimetris atau terlokalisasi pada satu bagian paru. PIE yang

terletak di perifer dapat menimbulkan bleb subpleura yang bila pecar akan menimbulkan

pneumotoraks. Bisa juga menyebabkan terjadinya pneumomediastinum atau

pneomopericardium. Bila alveoli ruptur, udara dapat terlokalisasi dan bersatu di parenkim

membentuk pseudokista. Rupturnya alveoli dapat menyebabkan udara masuk ke vena

pulmonalis, menimbulkan emboli udara. (8)

Gambar 2.15 Rontgen PIE (8)

Merupakan komplikasi HMD setelah terapi ventilasi buatan. Gambaran linear berbatas tegas

serta kumpulan udara berbentuk kistik dan radiolusen di paru kanan.

Kebocoran Udara

Ekstravasasi udara ke ekstrapulmonal juga merupakan komplikasi dari penanganan HMD. (9)

Page 36: Hyalin Membran Disease

Gambar 2.16 Rontgen Tension pneumothorax kanan AP (8)

Infeksi

Infeksi dapat manifes sebagai kegagalan untuk membaik, perburukan mendadak,

perubahan jumlah leukosit, trombositopenia. Terdapat peningkatan insidensi septicemia

sekunder terhadap staphylococcal epidermidis dan/atau Candida. Bila curiga akan adanya

septicemia, lakukan kultur darah dari 2 tempat berbeda dan berikan antibiotik (8)

Perdarahan intracranial dan leukomalasia periventrikuler

Perdarahan intrakranial didapatkan pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi

lebih tinggi pada bayi RDS yang membutuhkan ventilasi mekanik. Ultrasound kepala

dilakukan dalam minggu pertama. Terapi indometasin profilaksis dan pemberian steroid

antenatal menurunkan insidensinya. Hipokarbia dan chorioamnionitis dikaitkan dengan

peningkatan periventricular leukomalacia. (8)

Necrotizing Enterocolitis (NEC)

Semua bayi dengan abnormalitas abdomen pada pemeriksaan fisik harus dicurigai

mengalami necrotizing enterocolitis dan/atau perforasi gastrointestinal. Pemeriksaan roentgen

abdomen dapat dilakukan untuk memastikan. Perforasi spontan (tidak selalu merupakan

bagian dari NEC) dapat muncul pada bayi dengan sakit berat dan diasosiasikan dengan

penggunaan steroid dan/atau indometasin. (8)

Apnea

Apnea pada premature sering terjadi pada bayi imatur, insidensinya meningkat

dengan adanya terapi surfaktan, mungkin disebabkan karena ekstubasi terlalu dini. (8)

Anemia

Anemia sekunder akibat pengambilan sampel darah berulang juga dapat terjadi. Penggantian

dengan transfusi PRC diperlukan bila jumlah total darah yang diambil diperkirakan 10 -15 %

dari volume darah total, atau bila ada penurunan yang signifikan dari hematokrit. Bayi yang

Page 37: Hyalin Membran Disease

bergantung pada terapi oksigen, hematokritnya harus dipertahankan mendekati 40 %. Terapi

dengan eritropoietin dapat mengurangi seringnya transfusi. (9),(8)

Persistent Pulmonary Hipertension (PPHN) / Persistent Fetal Circulation

PPHN dapat terjadi pada bayi term dan posterm. Faktor predisposisinya antara lain asfiksia

saat lahir, pneumonia akibat aspirasi mekonium, sepsis onset dini, HMD, hipoglikemi,

polisitemia, ibu yang menggunakan AINS dengan konstriksi in utero dari Duktus Arteriosus,

dan adanya hipoplasia pulmo sebagai hasi dari hernia diafragmatika, kebocoran cairan

amnion, oligohidramnion atau efusi pleura. PPHN sering kali bersifat idiopatik. (9)

Etiologi :

Beberapa pasien dengan PPHN memiliki kadar arginin dan nitrit oksida metabolit yang

rendah dalam plasma, disertai polimorfisme gen carbamoyl phosphate synthase. Penemuan

tersebut menyebabkan adanya perkiraan mengenai penyebab PPHN yaitu defek produksi

nitrit oksida. (9)

Pada neonatus normal, segera sesudah lahir terjadi perubahan sirkulasi yang didorong oleh

meningkatnya masukan O2 dan turunnya resistensi vaskuler paru. Resistensi vaskular paru

turun 80 % dalam 12 – 24 jam pertama kehidupan, dan mencapai kadar normal dalam 2 – 4

minggu. Proses ini melibatkan 2 mediator utama yaitu nitrit oksida (vasodilator) dan

endothelin-1 (vasokonstriktor). (13)

Insidensi :

Insidensi PPHN adalah 1 / 500 – 1500 kelahiran hidup dengan adanya varian yang

luas. (9)

Patofisiologi :

Persistensi pola sirkulasi fetal (pirau dari kanan ke kiri) melalui duktus arteriosus persisten

dan foramen ovale setelah lahir terjadi karena peningkatan resistensi vaskular paru. Resistensi

vaskular paru biasanya meningkat relatif terhadap tekanann pulmonal postnatal / tekanan

sistemik fetus. Keadaan fetus memungkinkan pirau darah vena umbilikalis yang mengandung

banyak oksigen ke atrium kiri (dan otak) melalui foramen ovale dan melewati paru melalui

duktus arteriosus ke aorta desenden. (9)

Setelah lahir, resistensi paru normalnya menurun dengan cepat sebagai konsekuensi

vasodilatasi sekunder terhadap masuknya udara ke paru, peningkatan Pa O2 postnatal,

penurunan PCO2, peningkatan pH, pelepasan zat vasoaktif. (9)

Peningkatan resistensi vaskular pulmonal neonatus dapat

Maladaptif dari injuri akut (peningkatan O2 dan perubahan lain sesudah lahir), di mana

pembuluh darah tidak mengalami vasodilatasi normal sebagai respon

Page 38: Hyalin Membran Disease

Hasil peningkatan ketebalan otot medial arteri pulmonal dan ekstensi lapisan otot polos ke

arteriol pulmanal yang biasanya non muskular, yang letaknya lebih perifer, sebagai

respon dari hipoksia kronik.

Hipoplasia pulmonal (hernia diafragna, sindroma Potter)

Menjadi obstruktif karena polisitemia / total anomalous pulmonal venous return

Displasia kapiler alveoli, kelainan familial yang bersifat letal, ditandai dengan penebalan

septumalveoler dan penurunan jumlah kapiler dan arteri pulmonal kecil, hipoksia berat

terjadi karena pirau kanan ke kiri serta PCO2 yang normal atau meningkat. (9)

Secara anatomi, terdapat 4 tipe berbeda dari kelainan pembuluh darah paru :

Hipoplasia pulmonal primer : jumlah arteri di paru berkurang sehingga aliran darah ke paru

juga berkurang

Jumlah arteriolar dan muskularisasi normal namun tidak terjadi penurunan resistensi vaskular

paru ( atau turun kemudian naik kembali) karena berkurangnya sekresi vasodilator,

meningkatnya vasokonstriktor , otot polos kurang responsif terhadap stimulus.

Arteriol pulmonal dengan muskularisasi berlebih dan ekstensi otot ke arteri intra-asinus yang

biasanya tidak mengandung otot polos

Displasia kapiler alveolar (13)

Manifestasi klinik :

Gejala dapat muncul di tempat persalinan atau dalam 12 jam pertama kehidupan. PPHN yang

berhubungan dengan polisitemia, idiopatik, hipoglikemi atau asfiksia; hasil akhirnya berupa

sianosis berat dengan takipnea, meski awalnya tanda distres nafas minimal. (9)

Bayi dengan PPHN yang dikaitkan dengan MAS, GBS pneumonia, hernia diafragma /

hipoplasia pulmonal, biasanya menunjukkan sianosis, grunting, PCH, retraksi, takikardi dan

shock. (9)

Pada PPHN didapatkan keterlibatan multiorgan. Iskemia miokard, disfungsi muskulus

papilaris dengan regurgitasi mitral dan trikuspid disertai jantung tidak bergerak. Semua hal

tersebut dapat menimbulkan shock kardiogenik dengan penurunan aliran darah pulmonal,

perfusi jaringan serta hantaran O2. (9)

Diagnosa

PPHN harus dicurigai pada semua bayi term dengan sianosis, dengan / tanpa fetal distress,

IUGR, cairan amnion terwarna mekonium, hipoglikemi, polisitemia, hernia diafragma, efusi

pleura dan asfiksia lahir. (9)

Page 39: Hyalin Membran Disease

Hipoksia yang terjadi tidak berespon terhadap O2 100 % yang diberikan melalui hood.

Respon bersifat transien terutama hiperventilasi hiperoksia yang diberikan setelah dilakukan

intubasi endotrakheal atau dari mask dan bag. (9)

Perbedan PaO2 praduktal (arteri radialis kanan) dan postduktal (arteri umbilikalis) tempat

diambilnya sampel darah > 20 mmHg menandakan adanya pirau dari kanan ke kiri melalui

duktus arteriosus. (9),(13)

Echocardiografi dan Doppler dapat memperlihatkan aliran dari kanan ke kiri melalui PDA

dan foramen ovale. Deviasi septum interatrial ke atrium kiri pada PPHN berat. Insufisiensi

Mitral atau Trikuspid pada auskultasi didapatkan murmur holosistolik, disertai kontraktilitas

yang buruk pada Echocardiografi (bila terkait dengan iskemia miokard). Dengan menentukan

tingkat regurgitasi trikuspid dapat diperkirakan tekanan arteri pulmonalis. Bunyi jantung 2

terdengar keras dan tunggal. (9)

Pada PPHN yang terkait asfiksia dan idiopatik gambaran radiologis normal, Pada PPHN yang

terkait pneumonia dan hernia diafragma didapatkan lesi opak spesifik pada perenkim dan

adanya usus di dada. (9)

Diagnosa Banding

Diagnosa banding meliputi penyakit jantung sianotik, serta hal-hal yang merupakan

predisposisi (hipoglikemi, polisitemia, sepsis). (9)

Terapi :

Yang terutama adalah koreksi predisposisi dan perbaikan oksigenasi jaringan. Terapi inisial

meliputi O2, koreksi asidosis, hipotensi dan hipercapnea. Bila hipoksia persisten lakukan

intubasi dan ventilasi mekanik. (9)

Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan atau tanpa pancuronium (paralisis) dan harus

dipertahankan PaO2 50 -70 mmHg, PCO2 50-55 mmHg. Pemberian Tolazoline 1 mg/kg (α

bloker nonselektif) untuk vasodilatasi sistem arteri pulmonalis. Efek sampingnya berupa

hipotensi sistemik sehingga diperlukan volume expander dan dopamin. (9)

Hiperventilasi untuk menurunkan vasokonstriksi paru dengan menurunkan PCO2 sekitar 25

mmHg dan meningkatkan pH 7,5-7,55 (diperlukan PIP tinggi danfrekuensi nafas cepat)

kadang perlu pancuronium paralisis untuk mengontrol ventilasi hingga mencapai PaO2 90 -

100%. Komplikasi hiperventilasi adalah hiperinflasi, penurunan eliminasi CO2, penurunan

curah jantung, barotrauma, pneumotoraks, penurunan aliran darah serebral, peningkatan

kebutuhan cairan dan edema karena paralisis. (9)

Page 40: Hyalin Membran Disease

Alkalinisasi dengan natrium bicarbonat dilakukan untuk meningkatkan pH sehingga terjadi

vasodilatasi arteri pulmonalis. Shock kardiogenik harus ditangani dengan pemberian dopamin

dan dobutamin. (9)

Surfaktan eksogen dan iNO dapat diberikan.Untuk langkah terakhir, bila tak ada respon

terhadap terapi sebelumnya, dapat dlakukan ECMO. (9)

Prognosa :

Yang perlu menjadi perhatian adalah hipoksik iskemik ensefalopati dan kemampuan

menurunkan resistensi vaskuler paru. Dengan pemakaian ECMO 85 – 90 % dapat bertahan

hidup. (9)

Komplikasi Kronik

Bronchopulmonary Dysplasia (BPD)

Oksigen bersifat toksik bagi paru-paru, terutama bila diberikan dengan respirator tekanan

positif, menyebabkan terjadinya BPD. Selain itu, BPD juga dapat disebabkan oleh robeknya

alveoli akibat tekanan, volutrauma, saponifikasi hipokapnea, atelektasis akibat absorpsi, dan

terjadinya inflamasi. Beberapa bayi yang mendapat bentuan nafas berupa intermittent positive

– pressure secara berkepanjangan dengan konsentrasi oksigen yang ditingkatkan,

menunjukkan perburukan paru pada gambaran rontgen. Distres nafas menetap ditandai

hipoksia, hiperkarbia, ketergantungan pada oksigen, dan terjadinya gagal jantung kanan.

Gambaran rontgen berubah, sebelumnya menunjukan gambaran opak hampir menyeluruh

disertai air bronchogram dan emfisema interstitial, menjadi area lusen bulat kecil berselang –

seling dengan area dengan densitas yang iregular, seperti gambaran spons. (9)

Gambar 2.17 Rontgen BPD AP (8)

Merupakan komplikasi terapi ventilasi buatan. Terdapat hiperinflasi paru sedang, gambaran

opak kasar di interstitial, gambaran honeycomb appearance di kedua paru, dan atelectasis

(lobus kanan atas)

Tabel 2.10 Definisi BPD : Kriteria Diagnosa (9)

Usia <> > 32 minggu

Page 41: Hyalin Membran Disease

kehamilan

Waktu

Diagnosa

36 minggu PMA / dibawa pulang

(tergantung yang mana yang lebih

dulu)

Terapi dengan 21% O2 untuk

minimal 28 hari ditambah :

>28 hari tapi <>

Terapi dengan 21% O2 untuk

minimal 28 hari ditambah :

BPD

ringan

Bernafas dalam udara ruangan

pada 36 minggu PMA / dibawa

pulang (tergantung yang mana

yang lebih dulu)

Bernafas dalam udara ruangan >28

hari tapi <>

BPD

moderate

Kebutuhan untuk <> Kebutuhan untuk <>28 hari tapi <>

BPD

berat

Kebutuhan untuk > 30 % O2

dan/atau PPV atau NCAP (Nasal

Continuous Positive Airway

Pressure) pada 36 minggu PMA /

dibawa pulang (tergantung yang

mana yang lebih dulu)

Kebutuhan untuk > 30 % O2

dan/atau PPV atau NCAP (Nasal

Continuous Positive Airway

Pressure) >28 hari tapi <>

Dari gambaran histologis pada stadium ini (10-20 hari setelah terapi oksigen dimulai)

hanya ada sedikit bukti akan adanya pembentukan membran hyalin, bersatunya alveoli secara

progresif dengan atelektasis di sekelilingnya, edema interstitial, penebalan membran basal

setempat, metaplasia dan hiperplasia mukosa bronkus dan bronkiolus secara luas. Hal ini

terjadi akibat maldistribusi ventilasi yang berat. Ketergantungan akan oksigen selama 1 bulan

(secara berselang-seling pada usia kehamilan 36 minggu) merupakan BPD. (9)

Kebanyakan neonatus yang bertahan dengan gambaran rontgen yang berubah secara

persisten mengalami perbaikan dalam 6 -12 bulan, tapi beberapa membutuhkan perawatan

lebih panjang dan dapat mengalami gejala respirasi yang persisten setelahnya. Gagal jantung

kanan dan bronchiolitis nekrotikan karena virus adalah penyebab utama kematian. Terjadi

pembesaran jantung dan perubahan paru meliputi daerah fokal dengan alveoli yang

mengalami emfisema dengan hipertrofi otot polos peribronkial, fibrosis perimukosa, dan

metaplasia luas dari mukosa bronkiolus, penebalan membran basal, dan terpisahnya kapiler

dari sel epitel alveolar. (9)

Page 42: Hyalin Membran Disease

Bayi yang beresiko terkena BPD mengalami distres nafas berat yang memerlukan ventilasi

mekanik jangka panjang dan terapi oksigen. BPD dapat pula terjadi akibat emfisema

interstitial paru, usia kehamilan muda, laki-laki, kadar PCO2 rendah pada usia 48 jam, PDA,

tingginya tekanan puncak inspirasi, meningkatnya resistensi aliran udara pada 1 minggu

pertama kehidupan, serta riwayat keluarga dengan asma. Bayi dengan berat badan sangat

rendah tanpa HMD yang memerlukan ventilasi mekanik karena apnea, mengalami penyakit

paru kronis yang tidak mengikuti pola klasik BPD. (9)

BPD berat memerlukan ventilasi mekanik terus-menerus sampai mampu bertahan tanpa

respirator. Konsentrasi gas darah yang dapat diterima oleh pasien BPD meliputi PCO2 50 –

70 mmHg (bila pH > 7,30) dan PaO2 55 -60 mmHg dengan saturasi oksigen 90 – 95 %.

Kadar PaO2 lebih rendah dapat menimbulkan hipertensi pulmonal, yang mengakibatkan

terjadinya cor pulmonal dan hambatan pertumbuhan. Obstruksi aliran udara pada BPD dapat

terjadi akibat produksi mukus dan terjadinya edema, spasme brokus, dan kolaps akibat

trakeomalasia yang didapat. Keadaan ini dapat menimbulkan blue spells. Sebagai alternatif

lain, blue spells dapat terjadi akibat cor pulmonal akut atao iskemia miokard. (9)

Terapi BPD meliputi, penggunaan bronkodilator seperti agen β2 adrenergik secara aerosol

dan teofilin, diuretik, pembatasan cairan serta terapi infeksi (Ureaplasma urealiticum,

respiratory syncytial virus), formula berkalori tinggi, CPAP untuk trakeomalasia, dan

dexamethasone. (9),(5)

Pemantauan pertumbuhan harus dilakukan karena pemulihan bergantung pada

pertumbuhan jaringan paru dan remodeling vaskuler paru. Nutrisi diberikan untuk mencapai

kalori yang ditambahkan (24 – 30 kalori / 30 ml formula) dan protein (3-3,5 gr/kg/24 jam)

yang diperlukan. (9)

Diuretik memberikan perbaikan cepat dari mekanisme paru dan dapat menurunkan

kebutuhan O2 dan ventilator. Furosemid (1 mg/kg/dosis IV 2x/hari atau 2 mg/kg/dosis oral

2x/hari) setiap hari atau selang sehari, dan HCT saja / kombinasi dengan potassium chlorida

bila diperlukan, atau bisa juga diberikan spironolakton. (9)

Bronkodilator memperbaiki mekanisme paru-paru dengan menurunkan resistensi

jalan udara. Baik β2 adrenergik dan sistemik aminofilin atau teofilin ( pada level serum 12 –

15 mg/L) digunakan. (9)

Oksigenasi diberikan dengan mempertahankan saturasi antara 92 – 96 % untuk

mencegah / mengobati cor pulmonale dan menunjang pertumbuhan optimal, serta hasil

neurodevelopmental yang baik. (9)

Page 43: Hyalin Membran Disease

Dexamethasone 0,5 mg/kg/24 jam diberikan dalam 2 dosis secara intravena, dimulai

setelah 2 – 6 minggu mengalami penyakit paru kronis. Dosis tersebut diberikan selama 3 hari,

kemudian diturunkan menjadi 0,3 mg/kg/24 jam selama 3 hari. Kemudian dosis diturunkan

10 % tiap 3 hari sampai mencapai 0,1 mg/kg/24 jam, Dosis akhir diberikan setiap selang

sehari selama 1 minggu kemudian dihentikan. Beberapa memulai pemberian setelah 7 – 14

hari muncul ketergantungan terhadap ventilator. Penggunaan steroid telah memperbaiki

kemampuan untuk melepas pasien secara bertahap dari ventilator tapi meningkatkan resiko

hipertensi, pertumbuhan yang buruk, perdarahan saluran cerna, hiperglikemi infeksi, dan juga

kardiomiopati. Beberapa bayi dapat berespon pada terapi vasodilator dengan berkurang

resistensi pembuluh darah paru. (9)

Pada kasus berat dapat diberikan nitrit oxide inhalasi (iNO) untuk memperbaiki oksigenasi. (9)

Komplikasi BPD meliputi gagal tumbuh, retardasi psikomotor sementara, serta

sekuele seperti nefrolitiasis (akibat pemberian diuretik dan total IV alimentation), osteopenia,

stenosis subglotis, yang mungkin membutuhkan trakeotomi atau prosedur memisahkan

cricoid anterior untuk mengurangi obstruksi saluran nafas atas. (9)

Pasien dengan BPD sering pulang ke rumah dengan oksigen, diuretik, dan terapi

bronkodilator. Prognosis janga panjang baik pada bayi yang telah lepas dari oksigen terapi

sebelum keluar dari ICU. Ventilasi yang lebih lama, perdarahan interventrikel, hipertensi

pulmonal, cor pulmonal, dan ketergantungan akan oksigen sebelum usia 1 tahun adalah tanda

prognosis yang buruk. Obstruksi saluran nafas, hiperaktivitas dan hiper inflasi dapat

ditemukan pada remaja. (9)

Angka kematian sebesar 10 – 25 % terutama pada yang bergantung pada ventilator > 6 bulan.

Penyebab kematian tersering adalah kegagalan jantung dan respirasi (cor pulmonal) dan

infeksi (RSV). (9)

Retinopathy of prematurity (ROP)

Bayi dengan RDS dan PaO2 > 100 mmHg memiliki resiko terkena ROP, maka monitor

PaO2 harus dilakukan secara ketat dan dipertahankan antara 50-70 mmHg. Pulse oximetry

tidak membantu mencegah ROP pada bayi sangat kecil karena kurva disosiasi oksigen-

hemoglobin hampir rata. Bila ROP berlanjut, terapi laser atau cryotherapy dilakukan untuk

mencegah terlepasnya retina dan kebutaan. (8)

Gangguan neurologis

Terjadi pada + 10-70 % bayi, dan dikaitkan dengan usia kehamilan, tipe patologi

intracranial, adanya hipoksia, serta adanya infeksi. Gangguan pendengaran dan penglihatan

Page 44: Hyalin Membran Disease

dapat mengganggu perkembangan bayi di kemudian hari. Dapat terjadi gangguan belajar dan

perilaku. (8)

Prognosa

Melakukan observasi intensif dan perhatian pada bayi baru lahir beresiko tinggi dengan

segera akan mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat HMD dan penyakit neonatus akut

lainnya. Hasil yang baik bergantung pada kemampuan dan pengalaman personel yang

menangani, unit rumah sakit yang dibentuk khusus, peralatan yang memadai, dan kurangnya

kmplikasi seperti asfiksia fetus atau bayi yang berat, perdarahan intrakranial, atau malformasi

kongenital. Terapi surfaktan telah mengurangi mortalitas 40 %. (9)

Mortalitas dari bayi dengan berat lahir rendah yang dirujuk ke ICU menurun dengan pasti, 75

% dari bayi dengan berat <> 2.500 gr bertahan. Meski 85 – 90 % bayi yang selamat setelah

medapat bantuan respirasi dengan ventilator adalah normal, penampakan luar lebih baik pada

yang berta badannya > 1.500 gr, sekitar 80 % dari yang beratnya <>(9)