catatan koass demam berdarah dengue

22
1 Tinjauan Pustaka Demam Berdarah Dengue Grade II I. PENDAHULUAN Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan gejala utama demam 2-7 hari, nyeri kepala (cephalgia), nyeri retroorbital, nyeri otot dan sendi, yang disertai leukopenia, ruam limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang di tandai oleh hemokonsentrasi atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrom ) adalah demam berdarah yang disertai oleh tanda-tanda syok. 1 Sampai saat ini DBD masih merupakan masalah kesehatan di beberapa negara, terutama daerah tropik seperti Indonesia. Di Indonesia pada tahun 1995-1997 dilaporkan proporsi kasus DBD menurut kelompok umur telah bergeser menjadi lebih banyak ditemukan pada kelompok umur lebih dari 15 tahun. 2 Sejak Januari sampai tanggal 17 Maret 2004 Kejadian Luar Biasa DBD di Indonesia telah menimbulkan 39.938 kasus dengan 498 kematian atau CFR 1,3% dan Incidence Rate 15/100.000 penduduk. 2 Di provinsi Bali pada tahun 2003, jumlah penderita adalah sebesar 2.363 orang dan 7 orang diantaranya meninggal, sedangkan pada tahun 2004 sebesar 1.890 orang dan 8 orang diantaranya meninggal, dan pada tahun 2005 sebesar 3.594 orang dan 18 orang diantaranya meninggal. 9 DBD disebabkan oleh virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Virus ini mempunyai empat jenis serotipe : DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. DEN-3 adalah serotype yang terbanyak yang ditemukan di indonesia. 1 DEN-1 dan DEN-2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke-II, sedangkan DEN-3 dan DEN-4 ditemukan saat wabah di Filipina tahun 1953-1954. Virus dengue berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietil-eter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 70C.

Upload: hendrik-surya-adhi-putra

Post on 21-Jan-2016

144 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Tinjauan pustaka Demam Berdarah Dengue

TRANSCRIPT

Page 1: Catatan Koass Demam Berdarah Dengue

1

Tinjauan Pustaka

Demam Berdarah Dengue Grade II

I. PENDAHULUAN

Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit

infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan gejala utama demam 2-7 hari, nyeri

kepala (cephalgia), nyeri retroorbital, nyeri otot dan sendi, yang disertai leukopenia,

ruam limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi

perembesan plasma yang di tandai oleh hemokonsentrasi atau penumpukan cairan di

rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrom ) adalah demam berdarah

yang disertai oleh tanda-tanda syok.1

Sampai saat ini DBD masih merupakan masalah kesehatan di beberapa negara,

terutama daerah tropik seperti Indonesia. Di Indonesia pada tahun 1995-1997 dilaporkan

proporsi kasus DBD menurut kelompok umur telah bergeser menjadi lebih banyak

ditemukan pada kelompok umur lebih dari 15 tahun.2

Sejak Januari sampai tanggal 17

Maret 2004 Kejadian Luar Biasa DBD di Indonesia telah menimbulkan 39.938 kasus

dengan 498 kematian atau CFR 1,3% dan Incidence Rate 15/100.000 penduduk.2 Di

provinsi Bali pada tahun 2003, jumlah penderita adalah sebesar 2.363 orang dan 7 orang

diantaranya meninggal, sedangkan pada tahun 2004 sebesar 1.890 orang dan 8 orang

diantaranya meninggal, dan pada tahun 2005 sebesar 3.594 orang dan 18 orang

diantaranya meninggal.9

DBD disebabkan oleh virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne

Virus (Arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae.

Virus ini mempunyai empat jenis serotipe : DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang

semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. DEN-3

adalah serotype yang terbanyak yang ditemukan di indonesia.1 DEN-1 dan DEN-2

ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke-II, sedangkan DEN-3 dan

DEN-4 ditemukan saat wabah di Filipina tahun 1953-1954. Virus dengue berbentuk

batang, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietil-eter dan natrium

dioksikolat, stabil pada suhu 70C.

Page 2: Catatan Koass Demam Berdarah Dengue

2

Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue,

yaitu : manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ini sendiri ditularkan melalui

gigitan nyamuk Aedes aegypty betina. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus

dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Sekali virus dapat

masuk dan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan menularkan

virus selama hidupnya (infected). Pada manusia, virus memerlukan waktu 4-6 hari

(intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan sakit.

Gejala klinis DBD sangat bervariasi dari yang ringan atau yang asimtomatik

sampai yang berat dengan syok atau perdarahan, bahkan mungkin dengan kematian.

Infeksi oleh salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi hanya terhadap serotipe yang

bersangkutan, sehingga tidak dapat menimbulkan antibodi dan memberikan perlindungan

yang memadai terhadap serotipe lainnya. Oleh karena itu diperlukan kejelian pemahaman

tentang perjalanan penyakit infeksi virus dengue, patofisiologi, dan ketajaman

pengamatan klinis. Dengan pemeriksaan klinis yang baik dan lengkap, diagnosis DBD

serta pemeriksaan penunjang (laboratorium) dapat membantu terutama bila gejala klinis

kurang memadai.

Jumlah kasus DHF paling tinggi terjadi pada akhir musim hujan. Perubahan

musim agaknya mempengaruhi frekuensi gigitan dan panjang umur nyamuk, perubahan

itu pula yang mempengaruhi kebiasaan manusia untuk tinggal di dalam rumah.

Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit juga disebabkan

karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman baru,

kurangnya perilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang nyamuk, terdapatnya vektor

nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta adanya empat serotipe virus yang

bersirkulasi sepanjang tahun.

Departemen kesehatan telah mengupayakan berbagai strategi dalam mengatasi

kasus ini. Pada awalnya strategi yang digunakan adalah memberantas nyamuk dewasa

melalui pengasapan, kemudian strategi diperluas dengan menggunakan larvasida yang

ditaburkan ke tempat penampungan air yang sulit dibersihkan. Akan tetapi kedua metode

tersebut sampai sekarang belum memperlihatkan hasil yang memuaskan.

Page 3: Catatan Koass Demam Berdarah Dengue

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Demam Dengue, Demam Berdarah Dengue, dan Dengue Shock

Syndrome

2.1.1 Demam Dengue

Demam Dengue adalah infeksi virus Dengue tanpa disertai dengan kebocoran

plasma. Secara klinis ditemukan demam, suhu pada umumnya antara 39-40°C, bersifat

bifasik, menetap antara 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai

berikut:

Nyeri kepala

Nyeri reto-orbital

Mialgia/artralgia

Ruam kulit

Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bending positif)

Leukopenia

2.1.2 Demam Berdarah Dengue

DBD adalah infeksi virus Dengue yang disertai dengan kebocoran plasma.

Perubahan patofisiologi pada infeksi dengue menentukan perbedaan perjalanan penyakit

antara DBD dengan DD. Perubahan patofisiologis tersebut adalah kelainan hemostasis

dan perembesan plasma. Kedua kelainan tersebut dapat diketahui dengan adanya

trombositopenia dan peningkatan hematokrit. Oleh karena itu, trombositopenia (sedang

sampai berat) dan hemokonsentrasi merupakan kejadian yang selalu dijumpai.5

2.1.3 Dengue Shock Syndrome

Dengue Shock Syndrome (DSS) merupakan suatu keadaan infeksi dari Demam

Berdarah Dengue yang ditandai dengan adanya kegagalan dari sirkulasi, termasuk

menyempitnya tekanan nadi (<20 mmHg).1

2.2 Epidemiologi Infeksi Virus Dengue

Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke-18, seperti yang

dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi

Page 4: Catatan Koass Demam Berdarah Dengue

4

virus dengue menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari

(vijfdaagse koorts) kadang-kadang juga disebut sebagai demam sendi (knokkel koorts).

Disebut demikian karena demam yang terjadi menghilang dalam lima hari, disertai

dengan nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala. Pada masa itu infeksi virus dengue

di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit ringan yang tidak pernah menimbulkan

kematian. Tetapi sejak tahun 1952 infeksi virus dengue menimbulakan penyakit dengan

manifestasi berat, yaitu DBD yang ditemukan di Manila, Filipina. Kemudian menyebar

ke negara lain seperti Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia. Pada tahun 1968

penyakit DBD dilaporkan di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian yang sangat

tinggi.5

Epidemi pertama di luar Jawa dilaporkan tahun 1972 yaitu di Sumatera Barat,

Lampung, disusul Riau, Sulawesi Utara, dan Bali tahun 1973. Tahun 1994 DBD telah

menyebar di seluruh propinsi di Indonesia. Pada tahun 1994 insidennya 9,7 per 100.000

penduduk dan sampai tahun 1996 terjadi kecenderungan peningkatan insiden.3

Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran virus Dengue

sangat kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2) urbanisasi yang tidak

terencana dan tidak terkendali, (3) Tidak adanya kontrol vektor nyamuk di daerah

endemis, dan (4) Peningkatan sarana transportasi.5

Morbiditas dan Mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai faktor antara

lain status imunisasi penjamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue,

keganasan (virulensi) virus dengue, dan kondisi geografis setempat. Dalam kurun waktu

30 tahun sejak ditemukannnya virus dengue di Surabaya dan Jakarta, baik dalam jumlah

penderita maupun daerah penyebaran penyakit terjadi peningkatan yang pesat. Sampai

saat ini DBD telah ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah

melaporkan adanya kejadian luar biasa. Incidence Rate meningkat dari 0,005 per 100.000

penduduk pada tahun 1968 menjadi berkisar antara 6-27 per 100.000 penduduk pada

tahun 2000. Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban

udara. Pada suhu yang panas (28-320C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes

akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu yang lama. Di Indonesia, karena pola suhu

dan kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak

berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai

Page 5: Catatan Koass Demam Berdarah Dengue

5

awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekiter bulan

April-Mei setiap tahun.5

2.3 Virus Dengue

Demam Dengue (DD) dan DBD disebabkan virus dengue yang termasuk

kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus

Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis seroptipe, yaitu : DEN-1, DEN-2,

DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe

yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat

kurang, sehingga tidak akan memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe

yang lain tersebut. Seorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3

atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di

berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan

sejak tahun 1975 dibeberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe

ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang

dominan dan diasumsikan benyak yang menunjukkan manifestasi klinis yang berat.5

Virus Dengue mempunyai karakteristik yang sama dengan flavivirus lain,

genomnya terdiri RNA rantai tunggal (single stranded), dikelilingi oleh nukleokapsid

ikosahedral dan ditutupi oleh amplop lipid. Diameter virion sekitar 50nm. Genom

flavivirus panjangnya 11kb (kilobase), disusun oleh 3 gen protein struktural yaitu yang

mengkode nukleokapsid atau protein inti (core: C), protein membran (membrane: M),

dan protein amplop (envelope: E), dan 7 gen protein non struktural (NS) (Rothman,

2004). Untuk menginfeksi sel target, VD menggunakan glikoprotein pada amplop virus,

yang mengandung komponen yang dibutuhkan untuk berikatan dan melakukan fusi

dengan sel target dan juga untuk berinteraksi dengan reseptor di sel target. Sel target

primer yang telah diketahui pada infeksi VD adalah monosit dan makrofag.

Kemungkinan sel target lain adalah sel dendritik dari monosit imatur (immature

monocyte-derived dendritic cells).3

Di Indonesia, serotipe 1, 2, 3, dan 4 telah berhasil diisolasi dari darah penderita.

Dari sebagian besar penderita DBD derajat berat maupun yang meninggal, diisolasi

DEN-3. Selama 17 tahun terakhir serotipe yang mendominasi adalah serotipe DEN-2 dan

Page 6: Catatan Koass Demam Berdarah Dengue

6

DEN-3. Fakta yang ada sekarang adalah semua jenis virus dapat ditemukan pada kasus

fatal. Artinya semua serotipe VD dapat saja membuat kematian.

2.4 Patogenesis Infeksi Virus Dengue

Hipotesis infeksi heterolog sekunder (the secondary heterologous infection

hyphotesis atau the sequential infection hypothesis) sampai saat ini masih dianut sebagai

konsep patogenesis terjadinya DHF. Berdasarkan hipotesis ini seseorang akan menderita

DHF apabila mendapatkan infeksi berulang oleh serotipe virus dengue yang berbeda

dalam jangka waktu tertentu, yang berkisar antara 6 bulan sampai 5 tahun. Hipotesis lain

yang menentangnya adalah hipotesis virulensi virus, menurut hipotesis ini perbedaan

virulensi serotipe virus dengue adalah penyebab terjadinya DHF.1

Kelemahan hipotesis pertama adalah ketika dilaporkan adanya kasus DSS pada

seorang anak wanita berusia 3 tahun di jakarta yang mengalami infeksi primer.

Kelemahan hipotesis kedua adalah tidak adanya bukti eksperimental, baik percobaan

binatang maupun kultur jaringan yang dapat membuktikan perbedaan virulensi keempat

serotiope virus dengue tersebut.1

Hipotesis teori infeksi sekunder menyatakan secara tidak langsung bahwa

penderita yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang

heterolog mempunyai resiko yang lebih besar untuk menderita DBD berat. Antibodi

heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi

dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan

Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog

maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi

dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibodi dependent enhancement

(ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam

sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator

inflamasi seperti TNF α, IL-1,PAF, IL-6 dan histamine menyebabkan peningkatan

permeabilitas vaskuler dan mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma, protein dan

elektrolit. Keadaan ini dapat berkembang menjadi hipovolemia dan syok.1

Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous

infection dapat dilihat pada Gambar 1 yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977.

Page 7: Catatan Koass Demam Berdarah Dengue

7

Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang

pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari

mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi

antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam

limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal

ini akan mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody

complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan

C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding

pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang

ekstravaskular. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai

lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti

dengan adanya peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya

cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara

adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal; oleh karena

itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.5

Page 8: Catatan Koass Demam Berdarah Dengue

8

Gambar 2.1 Patogenesis terjadinya syok pada DBD5

Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi

selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan

mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah (gambar

2). Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit

terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit

mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat

satu sama lain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo

endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan

menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati

konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP

(fibrinogen degradation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.5

Page 9: Catatan Koass Demam Berdarah Dengue

9

Gambar 2.2 Patogenesis Perdarahan pada DBD5

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga

walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain,

aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi

sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat

mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh

trombositpenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit,

dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok

yang terjadi.

2.5 Spektrum Klinis Penyakit

Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh

dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Dengan demikian infeksi virus

dengue dapat menyebabkan keadaan yang bermacam-macam, mulai dari tanpa gejala

(asimtomatik), demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness),

Page 10: Catatan Koass Demam Berdarah Dengue

10

Demam Dengue, atau bentuk yang lebih berat yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD)

dan Sindrom Syok Dengue (SSD).

2.6 Demam Dengue

Gejala klasik dari demam dengue ialah gejala demam tinggi mendadak kadang-

kadang bifasik (saddle back fever), nyeri kepala berat, nyeri belakang bola mata, nyeri

otot, tulang, atau sendi, mual muntah, dan timbulnya ruam. Ruam berbentuk

makulopapular yang bisa timbul pada awal penyakit (1-2 hari) kemudian menghilang

tanpa bekas dan selanjutnya timbul ruam merah halus pada hari ke-6 atau ke-7 terutama

di daerah kaki, telapak kaki dan tangan. Selain itu, dapat juga ditemukan petekie. Hasil

pemeriksaan darah menunjukkan leukopeni kadang-kadang dijumpai trombositopeni.

Masa penyembuhan dapat disertai rasa lesu yang berkepanjangan, terutama pada dewasa.

Pada keadaan wabah telah dilaporkan adanya demam dengue yang disertai dengan

perdarahan seperti : epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna, hematuri, dan

menoragi. Demam Dengue (DD) yang disertai dengan perdarahan harus dibedakan

dengan Demam Berdarah Dengue (DBD). Pada penderita Demam Dengue tidak dijumpai

kebocoran plasma sedangkan pada penderita DBD dijumpai kebocoran plasma yang

dibuktikan dengan adanya hemokonsentrasi, pleural efusi dan asites.5

Page 11: Catatan Koass Demam Berdarah Dengue

11

2.7 Demam Berdarah Dengue

Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari,

disertai dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot,

tulang, sendi, mual, dan muntah sering ditemukan. Beberapa penderita mengeluh nyeri

menelan dengan farings hiperemis ditemukan pada pemeriksaan, namun jarang

ditemukan batuk pilek. Biasanya ditemukan juga nyeri perut dirasakan di epigastrium dan

dibawah tulang iga. Demam tinggi dapat menimbulkan kejang demam terutama pada

bayi.

Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple leede) positif,

kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena atau pada bekas

pengambilan darah. Kebanyakan kasus, petekia halus diternukan tersebar di daerah

ekstremitas, aksila, wajah, dan palatum mole, yang biasanya ditemukan pada fase awal

dari demam. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang ditemukan, perdarahan saluran

cerna ringan dapat ditemukan pada fase demam. Hati biasanya membesar dengan variasi

dari just palpable sampai 2-4 cm di bawah arcus costae kanan. Sekalipun pembesaran

hati tidak berhubungan dengan berat ringannya penyakit namun pembesar hati lebih

sering ditemukan pada penderita dengan syok.

Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi

penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang

bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan

perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada kasus berat penderita dapat

mengalami syok.

Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu ditemukan

pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/l biasa ditemukan pada hari ke-3

sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai

hematokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari

peningkatan nilai hematokrit. Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul

dengan peningkatan nilai hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut biasanya

terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai

hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian cairan atau oleh perdarahan. Jumlah

leukosit bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis, Iimfositosis relatif dengan limfosit

Page 12: Catatan Koass Demam Berdarah Dengue

12

atipik sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau syok. Hipoproteinemi akibat

kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis dan ganggungan koagulasi

tampak pada pengurangan fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan

antitrombin III. PTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD.

Fungsi trombosit juga terganggu. Asidosis metabolik dan peningkatan BUN ditemukan

pada syok berat. Pada pemeriksaan radiologis bisa ditemukan efusi pleura, terutama

sebelah kanan. Berat ringannya efusi pleura berhubungan dengan berat-ringannya

penyakit. Pada pasien yang mengalami syok, efusi pleura dapat ditemukan bilateral.5

2.8 Dengue Shock Syndrome

Syok biasa terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke 3

sampai hari sakit ke-7. Pasien mula-mula terlihat letargi atau gelisah kemudian jatuh ke

dalam syok yang ditandai dengan kulit dingin-lembab, sianosis sekitar mulut, nadi cepat-

Iemah, tekanan nadi < 20 mmHg dan hipotensi. Jadi untuk menilai tekanan nadi

perhatikan tekanan sistolik dan diastolik, misalnya 100/90 mmHg (berarti tekanan nadi

10 mmHg) atau hipotensi (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang).

Syok merupakan tanda kegawatan yang harus mendapat perhatian serius, oleh karena bila

tidak diatasi sebaik-baiknya dan secepatnya dapat menyebabkan kematian. Pasien dapat

dengan cepat masuk ke dalam fase kritis yaitu syok berat (profound shock), pada saat itu

tekanan darah dan nadi tidak dapat terukur lagi. Kebanyakan pasien masih tetap sadar

sekalipun sudah mendekati stadium akhir. Dengan diagnosis dini dan penggantian cairan

adekuat, syok biasanya teratasi dengan segera, namun bila terlambat diketahui atau

pengobatan tidak adekuat, syok dapat menjadi syok berat dengan berbagai penyulitnya

seperti asidosis metabolik, perdarahan hebat saluran cerna, sehingga memperburuk

prognosis. Pada masa penyembuhan yang biasanya terjadi dalam 2-3 hari kadang-kadang

ditemukan sinus bradikardi atau aritmia, dan timbul ruam pada kulit. Tanda prognostik

baik apabila pengeluaran urin cukup dan kembalinya nafsu makan. Sebagian besar pasien

masih tetap sadar walaupun telah memasuki fase terminal. Pasien dengan perdarahan

intraserebral dapat disertai kejang dan koma. Ensefalopati dapat terjadi berhubungan

dengan gangguan metabolik dan elektrolit.4,5

Page 13: Catatan Koass Demam Berdarah Dengue

13

Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan gejala klinis menghilang setelah

demam turun. Demam turun disertai keluarnya keringat, perubahan pada denyut nadi dan

tekanan darah, akral (ujung) ekstremitas teraba dingin, disertai dengan kongesti kulit.

Perubahan ini memperlihatkan gejala gangguan sirkulasi, sebagai akibat dari perembesan

plasma yang dapat bersifat ringan atau sementara. Pasien biasanya akan sembuh spontan

setelah pemberian cairan dan elektrolit. Pada kasus berat, keadaan umum pasien

mendadak menjadi buruk setelah beberapa hari demam. Pada saat atau beberapa saat

setelah suhu turun, antara hari sakit ke 3-7, terdapat tanda kegagalan sirkulasiberupa kulit

teraba dingin dan lembab terutama pada ujung jari dan kaki, sianosis di sekitar mulut,

pasien menjadi gelisah, nadi cepat, lemah, keeil sampai tak teraba. Pada saat akan terjadi

syok, beberapa pasien tampak sangat lemah, dan sangat gelisah. Sesaat sebelum syok

seringkali pasien mengeluh nyeri perut.

2.9 Kriteria Diagnosis dan Derajat Penyakit

Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO lahun 1997

terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. Penggunaan kriteria ini dimaksudkan untuk

mengurangi diagnosis yang berlebihan (overdiagnosis).5

Kriteria Klinis

a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlansung terus menerus selama 2-7

hari.

b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan:

Uji torniquet positif,

Petekie, ekimosis, purpura,

Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau

melena.

c. Pembesaran hati.

d. Syok yang ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,

hipotensi, kaki dan tangan dingin dan pasien tampak gelisah.

Page 14: Catatan Koass Demam Berdarah Dengue

14

Kriteria Laboratoris

a. Trombositopeni (100.000/l atau kurang).

b. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau lebih.

Dua kriteria pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi atau peningkatan

hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosis klinis DBD. Efusi pleura dan atau

hipoalbuminemia dapat memperkuat diagnosis terutama pada pasien anemia dan atau

terjadi perdarahan. Pada kasus syok, peningkatan hematokrit dan adanya trombositopenia

mendukung diagnosis DBD.

Derajat Penyakit (WHO, 1997)5

DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat:

Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya menifestasi

perdarahan ialah uji torniquet.

Derajat II : Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau

perdarahan lain.

Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan

nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut,

kulit dingin dan lembab, adan anak tampak gelisah.

Derajat IV : Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan

darah tidak terukur.

Catatan : Adanya trombositopenia disertai hemokonsentrasi membedakan DBD derajat

I/II dengan DD.

2. 10 Pemeriksaan Penunjang5,6

2.10.1 Pemeriksaan laboratorium

Darah. Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menskrining pasien demam

dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah

trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relative disertai

gambaran limfosit plasma biru.

Page 15: Catatan Koass Demam Berdarah Dengue

15

Uji tourniquet ditujukan untuk menilai ada tidaknya gangguan vaskular. Uji ini juga

dapat memberikan hasil positif pada infeksi virus selain virus dengue. Pemeriksaan

dilakukan dengan membendung lengan atas menggunakan manset pada tekanan sistolik

ditambah diastolik dibagi 2 selama 5 menit. Hasil positif bila ditemukan 10 atau lebih

petekie per 2,5 cm2 atau 1 inchi.

Peningkatan nilai hematokrit yang selalu dijumpai pada DHF merupakan indikator

terjadinya perembesan plasma. Selain hemokonsentrasi juga didapatkan trombositopenia,

dan leukopenia.

Masa pembekuan masih dalam batas normal, tetapi masa perdarahan biasanya

memanjang. Pada pemeriksaan kimia darah tampak hipoproteinemia, hiponatremia serta

hipokloremia pada kebocoran plasma. Serum alanin-aminotransferase (SGOT/SGPT),

ureum dan pH darah mungkin meningkat.

IgM terdeteksi pada hari ke-5, meningkat sampai minggu III, menghilang setelah 60-

90 hari. IgG pada infeksi primer mulai terdeteksi pada hari ke-14, sedangkan pada infeksi

sekunder mulai hari ke-2. Interpretasi pemeriksaan IgM dan IgG :

Urine. Mungkin ditemukan albuminuria ringan

Sumsum tulang. Pada awalnya hiposeluler, kemudian menjadi hiperseluler pada hari ke-

5 dengan gangguan maturasi sedangkan pada hari ke-10 biasanya sudah kembali normal.5

Serologi.

1. Uji Hambatan Hemaglutinasi yang merupakan gold standard WHO untuk

mendiagnosis infeksi virus dengue.

2. Uji fiksasi komplemen dan uji netralisasi

3. Uji ELISA

4. Uji Dengue Blot Dot imunoasai Dengue Stick

Ig M G Interpretasi

+ - Infeksi primer

- + Kemungkinan infeksi sekunder

+ + Infeksi sekunder

Page 16: Catatan Koass Demam Berdarah Dengue

16

Isolasi virus

Ada beberapa cara isolasi dikembangkan , yaitu :

a. Inokulasi intraserebral pada bayi tikus albino umur 1 – 3 hari.

b. Inokulasi pada biakan jaringan mamalia ( LLCKMK2 ) dan nyamuk A. alboptctus.

c. Inokulasi pada nyamuk dewasa secara intratorasik / intraserebri pada larva.

2.10.2. Pemeriksaan Radiologi

Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan namun apabila

terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks.

Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien

tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan

pemeriksaan USG.5

2.11 Diagnosis Banding

1. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus

atau infeksi protozoa, leptospirosis dan malaria.

2. Demam cikungunya.

3. Sepsis, meningokokus.

4. Idiopatic thrombocytopenia purpura.

5. Leukemia atau anemia aplastik.

6. Hepatitis akut dan leptospirosis jika DBD terdapat hepatomegali.

2.12 Penatalaksanaan

Prinsip utama penatalaksanaan DBD adalah terapi suportif, yaitu mengatasi

kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan

sebagai akibat pendarahan. Asupan cairan harus dijaga terutama cairan oral. Jika

asupan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan

melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi. 1,2,3

Page 17: Catatan Koass Demam Berdarah Dengue

17

Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit dalam Indonesia (PAPDI) telah

menyusun protokol penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa berdasarkan kriteria3

:

Penatalaksanaan kasus tersangka DBD dan tanpa syok

Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat

Penatalaksanaan DBD dewasa dengan peningkatan hematokrit >20%

Penatalaksanaan DBD dewasa dengan perdarahan spontan

Penatalaksanaan Sindrom Syok Dengue pada dewasa

Indikasi Pemberian Darah

Taerdapat perdarahan secara klinis

Setelah pemberian cairan kristaloid dan koloid, syok menetap, hematokrit turun,

diduga telah terjadi perdarahan, berikan darah segar 10 ml/kgBB

Apabila kadar hematokrit >40 vol%, maka berikan darah dalam volume kecil

Plasma segar beku dan suspensi trombosit berguna untuk koreksi gangguan

koagulopati atau koagulasi intravaskuler desiminator (DIC) pada syok berat dengan

perdarahan masif

Pemberian transfusi suspensi trombosit harus selalu disertai lasma segar.

2.13 Kriteria Pemulangan Pasien

Pasien dapat dipulangkan apabila :5,6

- Tidak demam selama 24 jam tanpa antipretik

- Nafsu makan membaik

- Secara klinis tampak perbaikan

- Hematokrit stabil

- Tiga hari setelah syok teratasi

- Jumlah trombosit > 50.000 / ul

- Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)

2.14 Prognosis

Prognosis DBD ditentukan oleh derajat penyakit, cepat tidaknya penanganan diberikan,

Page 18: Catatan Koass Demam Berdarah Dengue

18

umur, jenis kelamin, dan keadaan nutrisi. Prognosis DBD derajat I dan II umumnya baik.

DBD derajat II dan IV bila dapat dideteksi secara cepat maka pasien dapat ditolong.

Angka kematian pada syok yang tidak terkontrol sekitar 40-50% tetapi dengan terapi

penggantian cairan yang baik bisa menjadi 1-2%. Tanda-tanda prognosis yang baik pada

DSS adalah pengeluaran urin yang cukup dan kembalinya nafsu makan.5,6

2.15 Komplikasi Dengue Shock Syndrome

Pada syok yang berkepanjangan atau tidak diatasi dengan baik maka dapat terjadi

beberapa komplikasi sebagai berikut :5

1. Ensefalopati Dengue

Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan

dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok.

Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi

penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara, maka

kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh darah otak sementara

sebagai akibat dari koagulasi intravaskular diseminata (KID).

Pada ensefalopati dengue, kesadaran pasien menurun menjadi apati atau

somnolen, dapat disertai kejang, dan dapat terjadi pada DBD/DSS. Apabila pada pasien

syok dijumpai penurunan kesadaran, maka untuk memastikan adanya ensefalopati, syok

harus diatasi terlebih dulu. Apabila syok telah teratasi, maka perlu dievaluasi kembali

mengenai kesadaran pasien. Pungsi lumbal dikerjakan bila syok telah teratasi dan

kesadaran tetap menurun (hati-hati bila jumlah trombosit < 50.000/l). Pada ensefalopati

dengue dapat dijumpai peningkatan kadar transminase (SGOT/SGPT), PT dan PTT

memanjang, kadar gula darah menurun, alkalosis pada analisa gas darah, dan

hiponatremia (bila mungkin periksa kadar amoniak darah).

Page 19: Catatan Koass Demam Berdarah Dengue

19

2. Kelainan Ginjal

Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari syok yang

tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik walaupun jarang.

Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok diobati dengan menggantikan volume

intravaskular, penting diperhatikan apakah benar syok telah teratasi dengan baik. Diuresis

merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan, untuk mengetahui apakah

syok telah teratasi. Diuresis diusahakan > 1 ml/kg berat badan/jam. Oleh karena bila syok

belum teratasi dengan baik, sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok

berulang. Pada keadaan syok berat seringkali dijumpai acute tubular necrosis, ditandai

penurunan jumlah urin, dan peningkatan kadar dan kreatinin

2.16 Demam Berdarah Dengue Grade II

DBD grade II merupakan infeksi virus dengue yang disertai dengan manifestasi

perdarahan spontan dan pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya

trombositopenia (< 100.000/mm3) serta bukti kebocoran plasma. Manifestasi perdarahan

tersebut muncul akibat respon terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi

selain mengaktivasi system komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan

mengaktivasi system koagulasi melalui kerusakan endotel pembuluh darah (gambar 2.1).

Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD.

1. Mekanisme terjadinya perdarahan pada DBD

Pada pasien DBD penyebab terjadinya perdarahan adalah vaskulopati, trombositopeni

dan gangguan fungsi trombosit, serta koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Bagan

yang ditunjukkan pada gambar 2.4. menunjukkan bahwa komplek virus antibodi

mengakibatkan trombositopenia dan juga gangguan fungsi trombosit. Selain itu komplek

virus antibodi ini mengaktifkan faktor Hageman (faktor XIIa) sehingga terjadi gangguan

sistem koagulasi dan fibrinolisis yang memperberat perdarahan, serta mengaktifkan

sistem kinin dan komplemen yang mengakibatkan peningkatan permiabilitas pembuluh

darah dan kebocoran plasma serta meningkatkan risiko terjadinya KID yang juga

memperberat perdarahan yang terjadi.

Page 20: Catatan Koass Demam Berdarah Dengue

20

Perdarahan kulit seperti torniquet (uji Rumple Leede, uji bendung) positif,

petekie, purpura, ekimosis dan perdarahan konjungtiva merupakan jenis perdarahan yang

terbanyak. Petekie muncul pada hari-hari pertama demam dan merupakan tanda yang

tersering ditemukan. Epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan melena merupakan

tanda perdarahan lain yang bisa terjadi pada pasien DBD. Kadang-kadang dijumpai pula

hematuri atau perdarahan subkonjungtiva.

Gambar 2.4. Patofisiologi perdarahan pada DBD10

Tidak semua tanda perdarahan tersebut terjadi pada penderita DBD. Perdarahan

yang paling ringan adalah uji torniquet positif. Hal ini berarti bahwa telah terjadi

peningkatan fragilitas kapiler. Hal ini juga dapat dijumpai pada penyakit yang disebabkan

oleh virus lain seperti juga seperti campak, demam chikungunya, infeksi bakteri seperti

pada tifus abdominalis. Uji torniquet dinyatakan positif jika terdapat lebih dari 10 petekie

dalam diameter 2,5 cm di lengan bawah bagian depan (volar) termasuk pada lipatan siku

(fossa cubiti) 2,3

.

Vi-ab

XIIa

Trombosit Pembekuan Fibrinolisis Kinin Komplemen

Agregasi TF3 Plasmin

RES Fibrin

Anafilatoksin

Trombositopenia FDP

Permeabilitas pb

darah

PERDARAHAN KID

Hipoksia

asidosis

SYOK

Volume plasma

Page 21: Catatan Koass Demam Berdarah Dengue

21

2. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD dewasa (Protokol 4)9

Kasus DBD

Perdarahan spontan dan masif: - Epistaksis tidak terkendali

- Hematemesis melena

- Perdarahan otak

Syok (-)

Hb, Ht, Trombo, Leuko, Pemeriksaan hemostasis (KID)

Golongan adarah, uji cocok serasi

KID (+) KID (-)

Tranfusi komponen darah: Tranfusi komponen darah:

- PRC (Hb<10g/dl) - PRC (Hb<10g%)

FFP FFP

- TC (tromb<100.000) - TC (tromb<100.000)

- Heparinisasi 5000-10000/24jam drip - Monitoring Hb, Ht, Tromb. tiap 4-6 jam

- Monitoring Hb, Ht, Tromb. tiap 4-6 jam - Ulang pemeriksaan hemostasis 24 jam

- Ulang pemeriksaan hemostasis 24 jam kemudian

kemudian

- Cek APTT tiap hari, target 1,5-2,5 kontrol

Page 22: Catatan Koass Demam Berdarah Dengue

22

DAFTAR PUSTAKA

1. Suhendro,Nainggolan L. Demam Berdarah Dengue. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam jilid III. Edisi ketiga. Jakarta;Balai Penerbit FKUI;1996.p.1709-1721

2. Hadinegoro Srh. Satari HI. Demam Berdarah dengue .naskah lengkap pelatihan

bagi Dokter Spesialis Anak dan Spesialis Penyakit Dalam dalam Tatalaksana

Kasus DBD.Jakarta :Balai Penerbit FKUI :2000.

3. Hadinegoro, Sri Rejeki. Soegijanto, Soegeng. Tata Laksana Demam Berdarah

Dengue Di Indonesia. Jakarta ; Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial

Republik Indonesia ; 2001

4. Widodo D. Sindrom renjatan dengue pada orang dewasa. In : Penatalaksanaan

Kedaruratan di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta ; Pusat Informasi dan Penerbitan

Penyakit Dalam FKUI ; 2000

5. Merati, Tuti Parwati. Demam Berdarah Dengue. In : Pedoman Diagnosis Dan

Terapi Penyakit Dalam RSUP Sanglah. Denpasar ; Lab/SMF Penyakit Dalam FK

UNUD/RS Sanglah ; 1994. p.215-220.

6. Rani, A. Azis. Demam Berdarah Dengue. In : Panduan Pelayanan Medik

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta ; Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 2006.

7. Mansjoer Arif, Suprohaita, Ika Wardhani Wahyu, Setiowulan Wiwiek. Kapita

Selekta Kedokteran FK UI edisi III jilid 2 th.2000. h. 430-431.

8. Hien TT, Dougan G, White NJ, Farrar JJ. Dengue Fever. in : N Engl J

Med;2002.p.1770-73.

9. Suseno U, Rosita R, Lebang Y. Direktorat Jendral Pelayanan Medik Indonesia.

In: Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue di Sarana Pelayanan Kesehatan.

Jakarta ; Departemen Kesehatan ; 2005.

10. Chuansumrit A, Tangnararatchakit K. Pathophysiology and management of

dengue hemorrhagic fever. Journal Compilation. Transfusion Alternatives in

Transfusion Medicine. 2006;8(suppl 1);pp3-11.

11. Zein U. Divisi Penyakit Tropik & Infeksi Fakultas Kedokteran USU Medan, In:

Pedoman Penatalaksanaan ODC Pasien DBD Dewasa. Medan ; 2004.