cr 2 rinda
TRANSCRIPT
-
8/8/2019 CR 2 RINDA
1/29
STATUS NEUROLOGIS
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Bandar Lampung
Nama : Ahmad Muhlisin (05180110
Muhammad Aditya (0518011018)
Tanggal pemeriksaan : 26/8/2010
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A
Umur : 54 tahun
Alamat : Jalan Pemuda, Tanjung Karang
Agama : Islam
Pekerjaan : Jualan ayam potong
Status : Menikah
Suku Bangsa : Jawa
Tgl. Masuk RS : 25/8/2010
Dirawat yang ke : Pertama
II. RIWAYAT PENYAKIT
Anamnesis : Autoanamnesa dan Alloanamnesa(anak pasien)
Keluhan utama : Lengan dan tungkai kanan lemas
Keluhan tambahan : Sakit kepala, bicara sulit dan sedikit pelo,
sulit menelan
Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan lengan dan tungkai kanan lemas dan sulit
digerakkan sejak 2 hari yang lalu dan terjadi setelah pasien terjatuh di
kamar mandi namun pasien tidak pingsan, tidak muntah, dan tidak
merasakan nyeri kepala yang hebat. Saat itu bicara pasien tidak pelo,
dan sempat menceritakan kejadiannya sebelum dibawa ke rumah sakit.
1
-
8/8/2019 CR 2 RINDA
2/29
-
8/8/2019 CR 2 RINDA
3/29
sebagai pegawai negeri. Pasien sekarang tinggal hanya dengan
suaminya, karena anak-anaknya sudah berkeluarga semua.
III.PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
GCS : 15 (E4M6V5)
E4 = membuka mata secara spontan
M6
= mengikuti perintah
V5 = orientasi baik dengan disatria
Vital sign :
Tekanan darah : 160 / 120 mmHg
Nadi : 112 x/menit
RR : 21 x/menit
Suhu : 36,7 oC
Gizi : overweight
Status Generalis
Kepala : Normocephalic
Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva ananemis, sklera anikterik
palpebra udema (-/-)
Telinga : Liang lapang, serumen (-/-)
Hidung : Septum tidak deviasi, sekret (-/-), pernafasan
cuping hidung (-)
Mulut : bibir tidak kering, sianosis (-)
Leher :
Pembesaran KGB : (-)
Trakhea : Sentral
Pembesaran tiroid : (-)
JVP : Tidak meningkat
3
-
8/8/2019 CR 2 RINDA
4/29
Toraks :
Cor :
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba
Perkusi : Batas atas: intercostal II garis parasternal kiri
Batas kanan: garis parasternal kanan IV
Batas kiri: intercostal V garis midklavikula
kiri
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-),
gallop (+)
Pulmo
Inspeksi : Pergerakan pernafasan kanan-kiri simetris
Palpasi : Fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+), wheezing (-/-)
Ronkhi (-/-)
Abdomen
Inspeksi : Permukaan datar dan simetris
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-),
nyeri lepas (-)
Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Extremitas :
Superior : oedem (-/-),sianosis (-/-),turgor kulit
baik
Inferior : oedem (-/-),sianosis(-/-), turgor kulit baik
4
-
8/8/2019 CR 2 RINDA
5/29
IV.PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Saraf cranialis (Kanan/kiri)
N. Olfactorius (N.I)
Daya penciuman hidung : Normosmia / Normosmia
N. Opticus (N.II)
Tajam penglihatan : 3/60 (B.S) / 3/60 (B.S)
Lapang penglihatan : Sama dengan pemeriksa
Tes warna : tidak buta warna
Fundus oculi : Tidak dilakukan
N. Occulomotorius, N.Trochlearis, N.Abdusen (N.III N.IV N.VI)
Kelopak mata
Ptosis : (-/-)
Endophtalmus : (-/-)
Exopthalmus : (-/-)
Pupil
Ukuran : (3 mm / 3 mm)
Bentuk : (Bulat / Bulat)
Isokor/anisokor : (Isokor / Isokor)
Posisi : (Sentral / Sentral)
Refleks cahaya lansung : (+/+)
Refleks chy tdk langsung : (+/+)
Gerakan bola mata
Medial, lateral : (+/+)
Superior, inferior : (+/+)Obliqus, superior : (+/+)
Obliqus, inferior : (+/+)
Refleks pupil akomodasi : (+/+)
Refleks pupil konvergensi: (+/+)
N. Trigeminus (N.V)
Sensibilitas
5
-
8/8/2019 CR 2 RINDA
6/29
Ramus oftalmikus : Normal / Normal
Ramus maksilaris : Normal / Normal
Ramus mandibularis : Normal / Normal
Motorik
M.maseter : Baik/Baik
M.tempolaris : Baik/Baik
M.pterigoideus lateralis : Baik/Baik
Refleks
Refleks kornea (sensoris N.VI, motoris N.VII) : (+/+)
Refleks bersin : Tidak dilakukan
N. Fascialis (N.VII)
Inspeksi wajah sewaktu
Diam : Simetris
Tertawa : Sudut bibir kanan tertinggal
Meringis : Sudut bibir kanan tertinggal
Bersiul : Bibir lebih tertarik ke kiri
Menutup mata : Simetris
Pasien disuruh untuk
Mengerutkan dahi : Simetris bilateral
Menutup mata kuat-kuat : Simetris bilateral
Mengembungkan pipi : Kanan lebih lemah
Sensoris
Pengecapan 2/3 depan lidah : (+) normal
N. Acusticus (N.VIII)
N.cochlearis
Ketajaman pendengaran : (+/+)
Tinitus : (-/-)
N.vestibularis
Test vertigo : Tidak dilakukan
Nistagmus : (-/-)
6
-
8/8/2019 CR 2 RINDA
7/29
N. Glossopharingeus dan N.Vagus (N.IX dan N.X)
Suara bindeng/nasal : (-)
Posisi uvula : Sulit dilihat
Palatum mole : Istirahat : Sulit dilihat
Bersuara : Tidak dilakukan
Arcus palatoglossus : Istirahat : Sulit dilihat
Bersuara : Tidak dilakukan
Arcus palatoparingeus : Istirahat : Sulit dilihat
Bersuara : Tidak dilakukan
Refleks batuk : (+)
Refleks muntah : (+)
Peristaltik usus : Bising usus (+) normal
Bradikardi : (-)
Takikardi : (+)
N. Accesorius (N.XI)
M.Sternocleidomastodeus : ( Normal/Normal )
M.Trapezius : ( Normal/Normal )
N. Hipoglossus (N.XII)
Atropi : (-)
Fasikulasi : (-)
Deviasi : Ke kanan,(lidah pada saat dijulurkan)
Disartria : (+)
Tanda perangsangan selaput otak
Kaku kuduk : (-)
Krnig test : (-)
Lasseque test : (-)
Brudzinsky I : (-)
Brudzinsky II : (-)
7
-
8/8/2019 CR 2 RINDA
8/29
Sistem motorik Superior kanan/kiri Inferior kanan/kiri
Gerak : (hipoaktif/aktif) (hipoaktif/aktif)
Kekuatan otot : (1/5) (1/5)
Tonus : (Normal/Normal) (Normal/Normal)
Klonus : (Normal/Normal) (Normal/Normal)
Tropi : (Normal/Normal) (Normal/Normal)
Refleks fisiologis : Biceps (+/+) Pattela (+/+)
Triceps (+/+) Achiles (+/+)
Refleks patologis : Hoffman trommer (+/-)
Babinsky (+/-)
Chaddock (+/-)
Oppenheim (+/-)
Schaefer (+/-)
Gordon (-/-)
Gonda (+/-)
Sensibilitas
Eksteroseptif / rasa permukaan (Superior/Inferior)
Rasa raba : (+/+)
Rasa nyeri : (+/+)
Rasa suhu panas : (+/+)
Rasa suhu dingin : (+/+)
Proprioseptif / rasa dalam
Rasa sikap : (+/+)
Rasa getar : Tidak dilakukan
Rasa nyeri dalam : (+/+)Fungsi kortikal untuk sensibilitas
Asteriognosis/taktil : (-)
Grafognosis : (-)
Two point discrimination : Tidak dilakukan.
Koordinasi
Tes telunjuk hidung : (+/+)
Tes pronasi supinasi : (+/-)
8
-
8/8/2019 CR 2 RINDA
9/29
Susunan saraf otonom
Miksi : Inkontinensia uri
Defekasi : Tidak ada keluhan
Salivasi : Normal
Fungsi luhur
Fungsi bahasa : Baik
Fungsi orientasi : Baik
Fungsi memori : Baik
Fungsi emosi : Baik
Score Djoenaidi
a. TIA sebelun serangan : Tidak ada
= 0
b. Permulaan serangan : Mendadak
= 6,5
c. Waktu serangan : Duduk
= 1
d. Sakit kepala : Tidak ada
= 0
e. Muntah : Tidak ada
= 0
f. Kesadaran : Tidak ada gangguan
= 0
g. TD sistole : Waktu MRS ( 150/80)
= 1
h. Tanda rangsangan : Kaku kuduk tidak ada
= 0
i. Pupil : Isochor
= 0
j. Fundus Oculi : Tidak dilakukan
Jumlah = 8,5
9
-
8/8/2019 CR 2 RINDA
10/29
Total Score :
> 20 : Stroke Hemoragic
< 20 : Stroke Non Hemoragic
RESUME
Pasien laki-laki umur 75 tahun, MRS RSUD AM 21 Agustus 2008
datang dengan lengan dan tungkai kanan lemah untuk digerakkan.
Pingsan (-), Vomittus (-), Disartria (+), Batuk Berdahak (+), Disfagi (+).
Pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran Compas Mentis, GCS E4M6V5
TD = 140/70 mmHg. Nadi 80 x/menit, respirasi 22 x/menit,
suhu 37,1o C.
Pemeriksaan neurologis ditemukan : hemiparese dextra, parese N.VII
dextra tipe central, parese N.IX dan X dextra, parese N.XII dextra tipe
central.
Refleks patologis : Babinsky (+/-), Chaddock (+/-), openheim (+/-),
Schaefer (+/-), Gordon (-/-), Gonda (+/-).
Algoritma stroke gajah mada : penurunan kesadaran (-),
nyeri kepala (-), Refleks babinsky (+).
Djunaidi skor : 8,5 (< 20 = Stroke Non Hemoragic)
DIAGNOSIS
Klinis = hemiparese dextra, parese N.VII dextra tipe central,
parese N.IX dan X dextra, parese N.XII dextra tipe
central, Hernia Scrotalis Congenital Dextra Reponible
Topis = Sub Korteks Serebri Sinistra
Etiologi = Stroke non haemoragik e.c. trombosis cerebri
Faktor resiko : Hipertensi
Riwayat Diabetes Mellitus
Usia
PENATALAKSANAAN
Umum
Tirah baring 30o
Konsul Sp.PD dan Sp.BU
10
-
8/8/2019 CR 2 RINDA
11/29
Dietetik : Diet 1800 kalori per sonde, makanan bubur saring
rendah (garam,lemak)
Therapi medikamentosa
- Infus ringer laktat 20 tts/mnt
- Dower cateter
- Captopril 25 mg 2x1
- Neurodek inj 1 amp/12 jam
- Piracetam inj 3 gr / 8 jam.
- OBH syr 3x1 C
Rehabilitasi
- Nursing rehabilitasi : pindah posisi (alih baring) tiap 2 jam
- Speech therapy
- Mobilisasi pasif
- Ocupasi
- Psikologi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kimia darah
29 Agustus 2008
Natrium : 145 mmol/dl (N : 135-150)
Kalium : 3,4 mmol/dl (N : 3,5-5,5)
Calsium : 9,5 mmol/dl (N : 8,8-10,5)
Chlorida : 114 mmol/dl (N : 98-110)
2 September 2008GDS : 65 mg/dl (N : 70-200)
5 September 2008
Gula darah nacture : 209 mg/dL (N :
-
8/8/2019 CR 2 RINDA
12/29
PEMERIKSAAN ANJURAN
1. Thoraks foto AP
2. EKG
3. CT Scan
PROGNOSA
- Quo ad vitam = Dubia ad bonam
- Quo ad Sanationam = Dubia ad malam
- Quo ad Fungsionam = Dubia ad malam
12
-
8/8/2019 CR 2 RINDA
13/29
FOLLOW UP
Tanggal Perjalanan Penyakit Terapi21-08-2008 Hemiplegi dextra Infus Tutofusin15 tts/mnt
Aspilet 1x1
Ranitidin 2x1
Neurodex 2x1
22-08-2008 Lengan kanan & tungkai kanan lemas
sulit digerakkan
Riwayat DM & hipertensi, bicara
pelo, nyeri di ulu hati
GCS 15 E4V5M6
TD : 150/80 mmHg
2 5
2 5
Infus RL 20 tetes/menit
Aspilet 1x1
Ranitidin 2x1
Neurodex 2x1
23-08-2008 Lengan kanan & tungkai kanan masih
sulit digerakkan, bicara masih pelo,
batuk
TD : 130/80 mmHg
2 5
2 5
Infus RL 20 tetes/menit
Aspilet 1x1
Ranitidin 2x1
Neurodex 2x1
24-08-2008 Lengan kanan & tungkai kanan masih
sulit digerakkan, bicara masih pelo,
batuk
TD : 130/80 mmHg
2 5
2 5
Infus RL 20 tetes/menit
Aspilet 1x1
Ranitidin 2x1
Neurodex 2x1
25-08-2008 Lengan kanan & tungkai kanan masih
sulit digerakkan, bicara masih pelo
TD : 140/80 mmHg
2 5
2 5
Diltiazem 30 mg 3x1
Aspilet 1x1
Neurodex 2x1
Ranitidin 2x1
26-08-2008 Lengan kanan & tungkai kanan sulit
digerakkan, batuk,bicara pelo, kepala
Diltiazem 30 mg 3x1
Aspilet 1x1
13
-
8/8/2019 CR 2 RINDA
14/29
pusing
TD : 140/70 mmHg
N : 72 x/menit
S : 36,2
P : 18 x/menit2 5
2 5
D/ Hemiplegi dextra ac SNH + parese
N VII + DM
Neurodex 2x1
Ranitidin 2x1
27-08-2008 Lengan kanan & tungkai kanan sulit
digerakkan, batuk,bicara pelo, kepala
pusing
TD : 140/70 mmHg
N : 72 x/menit
S : 36,2P : 18 x/menit
2 5
2 5
D/ Hemiplegi dextra ac SNH + parese
N VII + DM
Diltiazem 30 mg 3x1
Aspilet 1x1
Neurodex 2x1
Ranitidin 2x1
Metfarmin 500 mg 1x1
28-08-2008 Batuk, badan lemas, tidak bisa tidur,
kepala pusing
TD : 130/70 mmHg
N : 78 x/menit
S : 36,4
P : 18 x/menit
2 5
2 5
D/ Hemiplegi dextra ac SNH + parese
N VII + DM
Diltiazem 30 mg 3x1
Aspilet 1x1
Neurodex 2x1
Ranitidin 2x1
Glibenklamid 5 mg 1/2x1
29-08-2008 Batuk, badan lemas
TD : 150/70 mmHg
N : 80 x/menit
S : 36,4P : 18 x/menit
2 5
2 5
D/ Hemiplegi dextra ac SNH + parese
N VII + DM
Infus Rl 20 tetes/menit
Captopril 12,5 mg 2x1
Ranitidin 2x1
Aspilet 1x1 Neurodex 2x1
Diltiazem 30 mg 3x1
Humolin 8 u/8 jam
Diet 1900 kalori
30-08-2008 Batuk, badan lemas, demam
TD : 150/80 mmHg
N : 86 x/menit
S : 37,6
P : 18 x/menit
Infus Rl 20 tetes/menit
Captopril 12,5 mg 2x1
Ranitidin 2x1
Aspilet 1x1
Neurodex 2x1
14
-
8/8/2019 CR 2 RINDA
15/29
2 5
2 5
D/ Hemiplegi dextra ac SNH + parese
N VII + DM
Diltiazem 30 mg 3x1
Humolin 8 u/8 jam
Diet 1900 kalori
01-09-2008 Batuk berkurang, malam tidak bisa
tidur
TD : 150/80 mmHg
N : 86 x/menit
S : 36,5
P : 18 x/menit
2 5
2 5
D/ Hemiplegi dextra ac SNH + parese
N VII + DM
Diltiazem 30 mg 3x1
Captopril 12,5 mg 2x1
Ranitidin 2x1
Aspilet 1x1
Neurodex 2x1
02-09-2008 Badan lemas, batuk berkurang
TD : 120/60 mmHg
N : 78 x/menit
S : 36,5
P : 20 x/menit
2 5
2 5
D/ Hemiplegi dextra ac SNH + parese
N VII + DM
Diltiazem 30 mg 3x1
Captopril 12,5 mg 2x1
Ranitidin 2x1
Aspilet 1x1
Neurodex 2x1
03-09-2008 Badan lemas, batuk berkurang
TD : 120/60 mmHg
N : 78 x/menit
S : 36,5
P : 18 x/menit
2 5
2 5
GDS : 65
Urin kuning kecoklatan
D/ Hemiplegi dextra ac SNH + parese
N VII + DM
Diltiazem 30 mg 3x1
Captopril 12,5 mg 2x1
Ranitidin 2x1
Aspilet 1x1
Neurodex 2x1
04-09-2008 Badan lemas, batuk berkurang
TD : 120/60 mmHg
N : 78 x/menit
S : 36,5
P : 18 x/menit
2 5
2 5
Diltiazem 30 mg 3x1
Captopril 12,5 mg 2x1
Ranitidin 2x1
Aspilet 1x1
Neurodex 2x1
15
-
8/8/2019 CR 2 RINDA
16/29
D/ Hemiplegi dextra ac SNH + parese
N VII + DM
05-09-2008 Badan lemas, kalau minum tersedak,
susah menelan
TD : 130/70 mmHg N : 80 x/menit
S : 36,8
P : 28 x/menit
2 5
2 5
D/ Hemiplegi dextra ac SNH + parese
N VII + DM
Diltiazem 30 mg 3x1
Captopril 12,5 mg 2x1
Ranitidin 2x1Aspilet 1x1
Neurodex 2x1
06-09-2008 Badan lemas, kalau minum tersedak,
susah menelanTD : 140/80 mmHg
N : 80 x/menit
S : 36,6
P : 20 x/menit
2 5
2 5
D/ Hemiplegi dextra ac SNH + parese
N VII + DM
Diltiazem 30 mg 3x1
Captopril 12,5 mg 2x1Ranitidin 2x1
Aspilet 1x1
Neurodex 2x1
Citicholin 250 mg 2x1
16
-
8/8/2019 CR 2 RINDA
17/29
STROKE NON HEMORAGIK (STROKE ISCHEMIK)
DEFINISI
Menurut WHO, stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi
serebral fokal maupun menyeluruh yang berlangsung dengan cepat, lebih
dari 24 jam atau berakhir dengan maut tanpa ditemukan penyebab selain
dari gangguan vaskuler.
KLASIFIKASI
Stroke ischemik dijumpai dalam 4 bentuk klinis :
1. TIA (Transient Ischemic Attack)
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan
peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2. RIND (Reversible Ischemic Neurological Deficit)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu > 24 jam,
tapi tidak lebih dari seminggu.
3. Stroke Progresif (Stroke In Evolution)
Gejala neurologik makin lama makin berat
4. Stroke Komplit (Stroke Permanent)
Gejala klinis sudah menetap
PATOFISIOLOGI
Infark sistematik serebri sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis
(terbentuk ateroma) dan arteriosklerosis. Ateroklerosis dapat menimbulkan
bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara :
- Menyepitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan
insufisiensi aliran darah.
- Oklusi mendadak pembuluh darah oleh karena terjadinya
trombus atau pendarahan ateroma.
- Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas
sebagai emboli.
17
-
8/8/2019 CR 2 RINDA
18/29
- Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi
aneurisma yang kemudian dapat robek.
Karena lesi vaskuler regional di otak timbulah hemiparalisis atau
hemiparesis yang kontralateral terhadap sisi lesi. Jika lesi vaskuler
menduduki daerah batang otak sesisi, maka timbulah gambaran penyakit
hemiperesis atau hemihipestesia / hemihipestesia alternan yang
mengikutsertakan saraf-saraf otak dikenal sebagai sindroma batang otak.
Faktor-faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak :
1. Keadaan pembuluh darah, bila menyempit akibat stenosis atau
ateroma maupun tersumbat oleh trombus/embolus.
2. Keadaan darah, viskositas darah yang meningkat, Ht yang
meningkat (polisitemil) menyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat,
anemia yang berat menyebabkan oksinasi ke otak menurun.
3. Kelainan jantung
- Menyebabkan menurunnya curah jantung, antara lain
fibrilasi, blok jantung
- Lepasnya embulus menimbulkan iskemia otak
4. Tekanan perfusi sangat menurun karena sumbatan di bagian
proksimal pembuluh arteri seperti sumbatan arteri karotis atau vertebro
basilar.
DIAGNOSIS
Diagnosis didasarkan atas hasil :
1. Penemuan klinis
Anamnesis
- Terutama terjadinya keluhan/gejala defisit neurologik yang
mendadak (+)
- Tanpa trauma kepala (-)
- Adanya faktor resiko gangguan peredaran darah otak
(GPDO) (+)
18
-
8/8/2019 CR 2 RINDA
19/29
Pemeriksaan fisik
- Adanya defisit neurologik fokal (-)
- Ditemukan faktor resiko (hipertensi, kelainan jantung, dll)
(+)
- Bising pada auskultasi atau kelainan pembuluh darah
lainnya.
2. Pemeriksaan tambahan (belum dilakukan)
- Scan tomografik
- Anginografi serebral
- Pemeriksaan LCS
3. Pemeriksaan lain-lain (belum dilakukan)
- Untuk menemukan faktor resiko, seperti darah rutin (Hb, Ht,
leukosit, eritrosit, LED), hitung jenis.
- Komponen kimia darah, gas, elektrolit.
- Doppler, EKG, ekokardiografi, dll.
Faktor resiko stroke
1. Umur
2. Hipertensi
3. DM
4. Penyakit jantung
5. Merokok
THERAPY
Dibedakan pada fase akut dan pasca fase akut :
1. Fase akut (hari ke 0 14 sesudah onset penyakit)
- Sasaran pengobatan : menyelamatkan neuron yang menderita
jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya tidak
mengancam fungsi otak.
- Respirasi : jalan nafas harus bersih dan longgar.
- Jantung : harus berfungsi baik, bila perlu pantau dengan
EKG.
19
-
8/8/2019 CR 2 RINDA
20/29
- Tekanan darah : dipertahankan pada tingkat optimal,
dipantau jangan sampai menurunkan perfusi otak.
- Kadar gula darah yang tinggi pada fase akut, tidak
diturunkan dengan drastis, terlebih pada penderita DM lama.
- Bila gawat atau koma : balans cairan, elektrolit dan asam
basa darah harus dipantau.
Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme otak
yang menderita :
a. Anti edema otak
- Gliselor 10% per infus, 1 gr / kgbb / 6 jam
- Kortikosteroid : deksametason bolus 10 20 mg IV diikuti 4
5 mg/6 jam selama beberapa hari, lalu diturunkan pelan-
pelan dan dihentikan setelah fase akut berlalu.
b. Anti agregasi trombosit
Yang umum dipakai asam asetil salisilat seperti aspirin, aspilet, dll
dengan dosis 80 300 mg/hari.
c. Anti koagulansia, misalnya heparin.
d. Lain-lain
- Trombolisin (trombokinase) masih dalam uji coba.
- Obat baru seperti pentoksifilin, sitikolin, kodergrokin-
mesilat, pirasetam dan akhir-akhir ini calsium-entry blocker
selektif yang telah digunakan dan masih terus dalam
penelitian dan pengkajian.
2. Fase pasca akut
Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititik beratkan pada
tindakan rehabilitasi penderita dan pencegahan terulangnya stroke
a. Rehabilitasi
GPDO merupakan penyebab utama kecacatan pada manusia pada usia
diatas 45 tahun, maka yang paling penting pada masa ini ialah upaya
20
-
8/8/2019 CR 2 RINDA
21/29
membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental dengan
fisiotherapy, therapy wicara dan psikotherapy.
b. Therapy preventif Tujuannya mencegah terulangnya serangan baru sroke dengan
mengobati dan menghindari faktor-faktor resko stroke seperti :
pengobatan hipertensi, mengobati DM, menghindari rokok, obesitas,
stres dan olahraga teratur.
REHABILITASI MEDIK PENDERITA STROKE
Rehabilitasi medik adalah suatu program yang disusun untuk memberi
kemampuan kepada penderita yang mengalami disabilitas fisik dan atau
penyakit kronis, agar mereka dapat hidup atau bekerja sepenuhnya sesuai
dengan kapasitasnya.
Pelayanan rehabilitasi medik berbeda dengan pelayanan kesehatan medik
lainnya,yang dilakukan oelh tim yang terdiri dari berbagai disiplin :
Dokter Rehabilitasi medik sebagai ketua tim. Perawat rehabilitasi ,melakukan positioning yang benar,latihan buang
air besar /kecil,mobilisasi bersama fisioterapi dan terapi okupasional
yang benar dibangsal.
Fisioterapis,mmeriksa dan mengevaluasi gangguan motorik dansensorik yang mempengaruhi fungsi dan menyesuaikan program
fisioterapi secara individu sesuai keadaan pasien.
Terapi okupasional , dapat memberi alat penyesuaian , alat pelindungatau alat bantu yang dibutuhkan.
Pekerja sosial medik (PSM) mengadakan penilaian terhadap kebutuhanpenderita dan keluarganya selama dirawat.
Speech Terapist atau terapi wicara , mengevaluasi problrm komunikasi.
21
-
8/8/2019 CR 2 RINDA
22/29
Psikolog, mengevaluasi keadaan psikologi penderita secara tuntas ,termasuk keluarganya.
Penderita dan keluarganya,diskusi yang memadai mengenai penyakitdan defisit neorologik adalah penting untuk mengetahui gangguan
fungsional yang sebenarnya.
Rehabilitasi pada jangka pendek dikerjakan pada tahap akut dan awal,
dengan tujuan agar penderita secepat mungkin dapat bangkit dari tempat
tidur dan bebas dari ketergantungan pada pihak lain terutama dalam
kegiatan hidup sehari-hari misalnya makan, minum, dan ganti
pakaian.Sementara,harapan rehabilitasi adalah percepatan pemulihan
keadaan sekaligus mengurangi derajat ketidakmampuan.
Untuk maksud tersebut dikenal empat macam pendekatan, ialah:
1. Memulihkan keterampilan lama, untuk
anggota yang lumpuh
2. Memperkenalkan sekaligus melatih
keterampilan baru, untuk anggota yangtidak lumpuh
3. Memperoleh kembali hal-hal atau
kapasitas yang telah,hilang dan di luar
kelumpuhan
4. Mempengaruhi sikap penderita, keluarga,
dan therapeutic team.
Prinsip prinsip rehabilitasi
1. Rehabilitasi dimulai sedini mungkin, bahkan dapat dimulai sejak dokter
melihat penderita untuk pertama kalinya. Lebih dari itu, sebelum
diagnosis pasti dapat ditegakkan, maka dokter harus segera mulai
merancang program untuk mencegah komplikasi.
22
-
8/8/2019 CR 2 RINDA
23/29
2. Tak ada penderita pun yang boleh berbaring satu hari lebih lama dari
waktu yang diperlukan.Istirahat baring pada awalnya memberi rasa
tenteram kepada penderita maupun kepada penderita maupun kepada
pihak penolong, tetapi hal demikian ini sebenarnya merupakan sumber
timbulnya dekubitus, kontraktur, tromboplebitis, bronkopneumonia,
atrofi otot skelet, osteoporosis dengan batu ginjal, dan yang paling
mengancam adalah munculnya emboli paru-paru dan hilangnya
kemauan penderita untuk aktif bergerak
3. Rehabilitasi merupakan terapi secara multidisipliner terhadap seorang
penderita, dan rehabilitasi merupakan terapi terhadap seorang penderita
seutuhnya.
4. Salah satu factor yang paling penting dalam rehabilitasi adalah adanya
kontinuitas perawatan. Begitu rehabilitasi dimulai maka kemajuan
penderita harus selalu dipantau untuk mengetahui kapan dicapai suatu
tahap plateau, apabila keadaan ini sudah dicapai maka ada indikasi
untuk mengubah metode terapi.
5. Perhatian untuk rehabilitasi tidak dikaitkan dengan sebab kerusakan
jaringan otak,melainkan lebih dikaitkan dengan sisa kemampuan fungsi
neuromuskular yang masih ada,atau dikaitkan dengan sisa kemampuan
yang masih dapat diperbaikan dengan latihan.
6. Program rehabilitasi harus bersifat individal,dan tidak ada atau tidak
dapat diberlakukan suatu standard hemiplegia regimen. Untuk beberapa
penderita maka program rehabilitasi dapat sedemikian sederhana
sehingga tidak memerlukan tenaga atau personal rehabilitasi sedemikian
kompleks dan komprehensif yang melibatkan banyak tenaga yangterampil dan berpengalaman.
7. Dalam pelaksanaan rehabilitasi termasuk pula upaya pencegahan
terjadinya serangan ulang. Dalam hal ini perhatian ditujukan pada
factor-foktor risiko yang mungkin ada pada penderita yang
bersangkutan.
8. Penderita GPDO lebih merupakan subyek rehabilitasi dan bukannya
sekedar obyek rehabilitasi. Pihak medik, peramedik,dan pihak lainnya
23
-
8/8/2019 CR 2 RINDA
24/29
termasuk keluarga penderita, berperan untuk memberikan pengertian,
petunjuk, bimbingan dan dorongan agar penderita selalu mempunyai
motivasi yang kuat untuk dapat segera memperoleh pemulihan
kesehatan dengan sebaik-baiknya. Lebih jauh penderita harus didorong
dan diberi keberanian untuk selalu aktif berpartisipasi dalam kegiatan
hidup sehari-hari ditengah-ditengah keluarganya.
Tahap-tahap rehabilitasi :
Tahap akut
Rehabilitasi harus segera dimulai begitu penderita masuk rumah sakit.Pada
saat itu mungkin saja penderita jatuh dalam keadaan koma atau renjatan,
sehingga tatalaksana yang menonjol adalah upaya yang bersifat life-
saving.Bed positioning atau ubah baring merupakan suatu tatalaksana yang
mempunyai dua tujuan sekaligus ialah pencegahan terjadinya kontraktur dan
dekubitus.
Tahap sub akut
Apabila penderita sudah sadar dan kembali sudah melewati tahap akut,
maka tingkat ketidak mampuan dan kemampuan yang tersisa harus segera
dievaluasi. Lagkah-langkah evaluasi adalah :
1. Pemeriksaan neurologik yang menyeluruh, meliputi penentuan letak lesi
serebral dan defisit neurologik yang terjadi.
2. Pemeriksaan medik yang lengkap untuk mengetahui ada atau tidaknya
masalah medik yang dapat menghalangi rehabilitasi.Penyakit jantung,
diabetes,melitus, penyakit vaskular perifer simtomatik, hipertensi,
gangguan miksi, kombinasi berbagai penyakit tadi bila tidak diatasi akan
menghalangi restorasi penderita.
3. Evaluasi psiko-sosiologik. Perencanaan program rehabilitasi
memerlukan pengertian tentang latarbelakang pendidikan penderita dan
keluarga, tatacara kehidupan sehari-hari, status emosional penderita
24
-
8/8/2019 CR 2 RINDA
25/29
-
8/8/2019 CR 2 RINDA
26/29
keluarga.Latihan berjalan dimulai dengan pararel bars, kemudian diganti
dengan walker atau tongkat kaki empat atau kaki tiga ( tripoid).
Fisoterapi
Selama latihan berpindah tempat ( berbaring duduk berdiri berjalan )
dilaksanankan, maka penderita juga mulai dengan program fisioterapi dan
terapi okupasional.
Pada awalnya dilakukan latihan penguatan otot anggota yang sehat, yang
terdiri dariprogressive resistance exercise terutama untuk otot-otot yang
diperlukan untuk berdiri dan berjalan. Otot otot tersebut antaralain
depresor bahu, ekstensor siku, fleksor dan ekstensor pergelangan tangan,
ekstensor dan abduktor sendi paha, dan ekstensor lutut. Pada anggota yang
lumpuh juga dikerjakan latihan penguatan otot untuk keperluan
fungsional.Latihan penguatan otot yang lumpuh bergantung pada derajad
kelemahan yang terjadi,dan latihan untuk sekelompok otot tertentu akan
bervariasi dari yang bersifat aktive assisted, active manual resistive,
progresive active active exercise sampai pada progresive exercise.
Tahap lanjut
Apabila penderita sudah dapat berjalan, maka penderita segera
diperkenalkan dengan program ADL ( activity 0f daily living ). Dalam arti
yang sempit ADL berkonotasi bebas melakukan kegiatan kehidupan sehari
hari tanpa bantuan pihak lain, misalnya tidur, higiene, makan, berpakaian.
Dalam arti luas ADL berkaitan dengan aspek psikologik, komunikasi,
sosial, dan vokasional.
Perihal komunikasi juga perlu mendapat perhatian secara layak terutama
untuk penderita hemiplegi kanan yang juga mengalami afasia ataupun
disfasia. Diperlukan bantuanspeech therapist.
Rehabilitasi vokasional pada penderita hemiplegi memang cukup sulit.
Sebagian besar penderita hemiplegi sudah masuk usia pensiun. Kesulitan ini
26
-
8/8/2019 CR 2 RINDA
27/29
akan bertambah rumit apabila penderita kehilangan kemauan atau semangat
untuk bekerja sesuai kemampuannya yang masih dimiliki.
Problem Khusus Dalam Rehabilitasi Stroke :
a. Spastisitas
Pada prinsipnya dam menagani masalah spastisitas harus dikaitkan
dengan tujuan terapi yang akan ditetapkan.Fisioterapis akan
mempertimbangkan kebutuhan penderita, selain itu juga sosio budaya
masyarakat dimana penderita tinggal.
b. Kelumpuhan sebelah kiri
Pasien dengan kelumpuhan sebelah kiri sering memperlihatkan
ketidakmampuan persepsi visuomotor , kehilangan memori visual dan
ketidakacuhan sisi kiri.Kemampuan verbal umumnya baik dan ini
sering mengelabui kita menyangkut pemahaman tentang contoh gerak
yang kita uraikan dengan kata-kata Penderita biasanya sering mengalami
jatuh, sulit belajar dari kesalahan yang dilkukannya.,Selain gangguanpersepsi raba ,propioseptif dan pendengaran ,penderita ini mendapat
penawasan khusus. Jauhkan dari alat-alat yang dapat membahayakan
fisik pasien ( api,benda tajam).
c. Kelumpuhan sebelah kanan
Penderita golongan ini biasanya mempunyai kekurangan dam
kemampuan komunikasi verbal.Namun pesepsi dan memorivisuomotornya sangat baik , sehingga dalm melatih perilaku tertentu
harus dengan cermat diperlihatkan tahap demi tahap secara visual.
d. Depresi
Depresi lebih banyak terdapat pada kerusakan otak sebelah kiri.Tanda-
tanda depersi dapat dilihat dari lamban dan rtidak konsistennya proses
27
-
8/8/2019 CR 2 RINDA
28/29
pemulihan . Reaksi deppresi ini harus diatasi segera dengan
medikamentosa dan dukungan psikologik,antara lain :
1. Sikap yang tegas tapi tampak penuh dengan kasih sayang terhadappasien.
2. Fisioterapi pasif sedini mungkin agar pasien merasa ada perlakuan
khusus dan segera terhadap kelumpuhannya.
3. Sebaiknya menggunakan kursi roda pada pennderita yang belum dapt
berjalan, agar tidak selalu terkurung dalam kamar.
4. Sedapat mungkin diuhakan agar pasien menerima kunjungan saudara
atau relasi diruang tamu denagn duduk dikursi roda.Ini membantu
penderita merasa hidup normal dan tidak terlalu merasa invalid.
28
-
8/8/2019 CR 2 RINDA
29/29
DAFTAR PUSTAKA
1. Prof. DR. Mahar Mardjono, Prof. DR. Priguna Sidharta :Neurologi
Klinis Dasar, Dian Rakyat, Edisi 6, 1997.
2. Prof. DR. S.M. Lumban Tobing :Pemeriksaan Fisik dan Mental;
Neurologi Klinik, FKUI.
3. PERDOSSI :Buku Ajar Neurologi Klinis Dasar,Gajah Mada. Edisi1,1999.