cr 2 rinda

Upload: ranihimayani

Post on 10-Apr-2018

255 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/8/2019 CR 2 RINDA

    1/29

    STATUS NEUROLOGIS

    RSUD Dr. H. Abdul Moeloek

    Bandar Lampung

    Nama : Ahmad Muhlisin (05180110

    Muhammad Aditya (0518011018)

    Tanggal pemeriksaan : 26/8/2010

    I. IDENTITAS PASIEN

    Nama : Ny. A

    Umur : 54 tahun

    Alamat : Jalan Pemuda, Tanjung Karang

    Agama : Islam

    Pekerjaan : Jualan ayam potong

    Status : Menikah

    Suku Bangsa : Jawa

    Tgl. Masuk RS : 25/8/2010

    Dirawat yang ke : Pertama

    II. RIWAYAT PENYAKIT

    Anamnesis : Autoanamnesa dan Alloanamnesa(anak pasien)

    Keluhan utama : Lengan dan tungkai kanan lemas

    Keluhan tambahan : Sakit kepala, bicara sulit dan sedikit pelo,

    sulit menelan

    Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang

    Pasien datang dengan keluhan lengan dan tungkai kanan lemas dan sulit

    digerakkan sejak 2 hari yang lalu dan terjadi setelah pasien terjatuh di

    kamar mandi namun pasien tidak pingsan, tidak muntah, dan tidak

    merasakan nyeri kepala yang hebat. Saat itu bicara pasien tidak pelo,

    dan sempat menceritakan kejadiannya sebelum dibawa ke rumah sakit.

    1

  • 8/8/2019 CR 2 RINDA

    2/29

  • 8/8/2019 CR 2 RINDA

    3/29

    sebagai pegawai negeri. Pasien sekarang tinggal hanya dengan

    suaminya, karena anak-anaknya sudah berkeluarga semua.

    III.PEMERIKSAAN FISIK

    Status Present

    Keadaan umum : Tampak sakit sedang

    Kesadaran : Compos mentis

    GCS : 15 (E4M6V5)

    E4 = membuka mata secara spontan

    M6

    = mengikuti perintah

    V5 = orientasi baik dengan disatria

    Vital sign :

    Tekanan darah : 160 / 120 mmHg

    Nadi : 112 x/menit

    RR : 21 x/menit

    Suhu : 36,7 oC

    Gizi : overweight

    Status Generalis

    Kepala : Normocephalic

    Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut

    Mata : Konjungtiva ananemis, sklera anikterik

    palpebra udema (-/-)

    Telinga : Liang lapang, serumen (-/-)

    Hidung : Septum tidak deviasi, sekret (-/-), pernafasan

    cuping hidung (-)

    Mulut : bibir tidak kering, sianosis (-)

    Leher :

    Pembesaran KGB : (-)

    Trakhea : Sentral

    Pembesaran tiroid : (-)

    JVP : Tidak meningkat

    3

  • 8/8/2019 CR 2 RINDA

    4/29

    Toraks :

    Cor :

    Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

    Palpasi : Iktus kordis teraba

    Perkusi : Batas atas: intercostal II garis parasternal kiri

    Batas kanan: garis parasternal kanan IV

    Batas kiri: intercostal V garis midklavikula

    kiri

    Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-),

    gallop (+)

    Pulmo

    Inspeksi : Pergerakan pernafasan kanan-kiri simetris

    Palpasi : Fremitus taktil kanan = kiri

    Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru

    Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+), wheezing (-/-)

    Ronkhi (-/-)

    Abdomen

    Inspeksi : Permukaan datar dan simetris

    Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-),

    nyeri lepas (-)

    Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-)

    Auskultasi : Bising usus (+) normal.

    Extremitas :

    Superior : oedem (-/-),sianosis (-/-),turgor kulit

    baik

    Inferior : oedem (-/-),sianosis(-/-), turgor kulit baik

    4

  • 8/8/2019 CR 2 RINDA

    5/29

    IV.PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

    Saraf cranialis (Kanan/kiri)

    N. Olfactorius (N.I)

    Daya penciuman hidung : Normosmia / Normosmia

    N. Opticus (N.II)

    Tajam penglihatan : 3/60 (B.S) / 3/60 (B.S)

    Lapang penglihatan : Sama dengan pemeriksa

    Tes warna : tidak buta warna

    Fundus oculi : Tidak dilakukan

    N. Occulomotorius, N.Trochlearis, N.Abdusen (N.III N.IV N.VI)

    Kelopak mata

    Ptosis : (-/-)

    Endophtalmus : (-/-)

    Exopthalmus : (-/-)

    Pupil

    Ukuran : (3 mm / 3 mm)

    Bentuk : (Bulat / Bulat)

    Isokor/anisokor : (Isokor / Isokor)

    Posisi : (Sentral / Sentral)

    Refleks cahaya lansung : (+/+)

    Refleks chy tdk langsung : (+/+)

    Gerakan bola mata

    Medial, lateral : (+/+)

    Superior, inferior : (+/+)Obliqus, superior : (+/+)

    Obliqus, inferior : (+/+)

    Refleks pupil akomodasi : (+/+)

    Refleks pupil konvergensi: (+/+)

    N. Trigeminus (N.V)

    Sensibilitas

    5

  • 8/8/2019 CR 2 RINDA

    6/29

    Ramus oftalmikus : Normal / Normal

    Ramus maksilaris : Normal / Normal

    Ramus mandibularis : Normal / Normal

    Motorik

    M.maseter : Baik/Baik

    M.tempolaris : Baik/Baik

    M.pterigoideus lateralis : Baik/Baik

    Refleks

    Refleks kornea (sensoris N.VI, motoris N.VII) : (+/+)

    Refleks bersin : Tidak dilakukan

    N. Fascialis (N.VII)

    Inspeksi wajah sewaktu

    Diam : Simetris

    Tertawa : Sudut bibir kanan tertinggal

    Meringis : Sudut bibir kanan tertinggal

    Bersiul : Bibir lebih tertarik ke kiri

    Menutup mata : Simetris

    Pasien disuruh untuk

    Mengerutkan dahi : Simetris bilateral

    Menutup mata kuat-kuat : Simetris bilateral

    Mengembungkan pipi : Kanan lebih lemah

    Sensoris

    Pengecapan 2/3 depan lidah : (+) normal

    N. Acusticus (N.VIII)

    N.cochlearis

    Ketajaman pendengaran : (+/+)

    Tinitus : (-/-)

    N.vestibularis

    Test vertigo : Tidak dilakukan

    Nistagmus : (-/-)

    6

  • 8/8/2019 CR 2 RINDA

    7/29

    N. Glossopharingeus dan N.Vagus (N.IX dan N.X)

    Suara bindeng/nasal : (-)

    Posisi uvula : Sulit dilihat

    Palatum mole : Istirahat : Sulit dilihat

    Bersuara : Tidak dilakukan

    Arcus palatoglossus : Istirahat : Sulit dilihat

    Bersuara : Tidak dilakukan

    Arcus palatoparingeus : Istirahat : Sulit dilihat

    Bersuara : Tidak dilakukan

    Refleks batuk : (+)

    Refleks muntah : (+)

    Peristaltik usus : Bising usus (+) normal

    Bradikardi : (-)

    Takikardi : (+)

    N. Accesorius (N.XI)

    M.Sternocleidomastodeus : ( Normal/Normal )

    M.Trapezius : ( Normal/Normal )

    N. Hipoglossus (N.XII)

    Atropi : (-)

    Fasikulasi : (-)

    Deviasi : Ke kanan,(lidah pada saat dijulurkan)

    Disartria : (+)

    Tanda perangsangan selaput otak

    Kaku kuduk : (-)

    Krnig test : (-)

    Lasseque test : (-)

    Brudzinsky I : (-)

    Brudzinsky II : (-)

    7

  • 8/8/2019 CR 2 RINDA

    8/29

    Sistem motorik Superior kanan/kiri Inferior kanan/kiri

    Gerak : (hipoaktif/aktif) (hipoaktif/aktif)

    Kekuatan otot : (1/5) (1/5)

    Tonus : (Normal/Normal) (Normal/Normal)

    Klonus : (Normal/Normal) (Normal/Normal)

    Tropi : (Normal/Normal) (Normal/Normal)

    Refleks fisiologis : Biceps (+/+) Pattela (+/+)

    Triceps (+/+) Achiles (+/+)

    Refleks patologis : Hoffman trommer (+/-)

    Babinsky (+/-)

    Chaddock (+/-)

    Oppenheim (+/-)

    Schaefer (+/-)

    Gordon (-/-)

    Gonda (+/-)

    Sensibilitas

    Eksteroseptif / rasa permukaan (Superior/Inferior)

    Rasa raba : (+/+)

    Rasa nyeri : (+/+)

    Rasa suhu panas : (+/+)

    Rasa suhu dingin : (+/+)

    Proprioseptif / rasa dalam

    Rasa sikap : (+/+)

    Rasa getar : Tidak dilakukan

    Rasa nyeri dalam : (+/+)Fungsi kortikal untuk sensibilitas

    Asteriognosis/taktil : (-)

    Grafognosis : (-)

    Two point discrimination : Tidak dilakukan.

    Koordinasi

    Tes telunjuk hidung : (+/+)

    Tes pronasi supinasi : (+/-)

    8

  • 8/8/2019 CR 2 RINDA

    9/29

    Susunan saraf otonom

    Miksi : Inkontinensia uri

    Defekasi : Tidak ada keluhan

    Salivasi : Normal

    Fungsi luhur

    Fungsi bahasa : Baik

    Fungsi orientasi : Baik

    Fungsi memori : Baik

    Fungsi emosi : Baik

    Score Djoenaidi

    a. TIA sebelun serangan : Tidak ada

    = 0

    b. Permulaan serangan : Mendadak

    = 6,5

    c. Waktu serangan : Duduk

    = 1

    d. Sakit kepala : Tidak ada

    = 0

    e. Muntah : Tidak ada

    = 0

    f. Kesadaran : Tidak ada gangguan

    = 0

    g. TD sistole : Waktu MRS ( 150/80)

    = 1

    h. Tanda rangsangan : Kaku kuduk tidak ada

    = 0

    i. Pupil : Isochor

    = 0

    j. Fundus Oculi : Tidak dilakukan

    Jumlah = 8,5

    9

  • 8/8/2019 CR 2 RINDA

    10/29

    Total Score :

    > 20 : Stroke Hemoragic

    < 20 : Stroke Non Hemoragic

    RESUME

    Pasien laki-laki umur 75 tahun, MRS RSUD AM 21 Agustus 2008

    datang dengan lengan dan tungkai kanan lemah untuk digerakkan.

    Pingsan (-), Vomittus (-), Disartria (+), Batuk Berdahak (+), Disfagi (+).

    Pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran Compas Mentis, GCS E4M6V5

    TD = 140/70 mmHg. Nadi 80 x/menit, respirasi 22 x/menit,

    suhu 37,1o C.

    Pemeriksaan neurologis ditemukan : hemiparese dextra, parese N.VII

    dextra tipe central, parese N.IX dan X dextra, parese N.XII dextra tipe

    central.

    Refleks patologis : Babinsky (+/-), Chaddock (+/-), openheim (+/-),

    Schaefer (+/-), Gordon (-/-), Gonda (+/-).

    Algoritma stroke gajah mada : penurunan kesadaran (-),

    nyeri kepala (-), Refleks babinsky (+).

    Djunaidi skor : 8,5 (< 20 = Stroke Non Hemoragic)

    DIAGNOSIS

    Klinis = hemiparese dextra, parese N.VII dextra tipe central,

    parese N.IX dan X dextra, parese N.XII dextra tipe

    central, Hernia Scrotalis Congenital Dextra Reponible

    Topis = Sub Korteks Serebri Sinistra

    Etiologi = Stroke non haemoragik e.c. trombosis cerebri

    Faktor resiko : Hipertensi

    Riwayat Diabetes Mellitus

    Usia

    PENATALAKSANAAN

    Umum

    Tirah baring 30o

    Konsul Sp.PD dan Sp.BU

    10

  • 8/8/2019 CR 2 RINDA

    11/29

    Dietetik : Diet 1800 kalori per sonde, makanan bubur saring

    rendah (garam,lemak)

    Therapi medikamentosa

    - Infus ringer laktat 20 tts/mnt

    - Dower cateter

    - Captopril 25 mg 2x1

    - Neurodek inj 1 amp/12 jam

    - Piracetam inj 3 gr / 8 jam.

    - OBH syr 3x1 C

    Rehabilitasi

    - Nursing rehabilitasi : pindah posisi (alih baring) tiap 2 jam

    - Speech therapy

    - Mobilisasi pasif

    - Ocupasi

    - Psikologi

    PEMERIKSAAN PENUNJANG

    Kimia darah

    29 Agustus 2008

    Natrium : 145 mmol/dl (N : 135-150)

    Kalium : 3,4 mmol/dl (N : 3,5-5,5)

    Calsium : 9,5 mmol/dl (N : 8,8-10,5)

    Chlorida : 114 mmol/dl (N : 98-110)

    2 September 2008GDS : 65 mg/dl (N : 70-200)

    5 September 2008

    Gula darah nacture : 209 mg/dL (N :

  • 8/8/2019 CR 2 RINDA

    12/29

    PEMERIKSAAN ANJURAN

    1. Thoraks foto AP

    2. EKG

    3. CT Scan

    PROGNOSA

    - Quo ad vitam = Dubia ad bonam

    - Quo ad Sanationam = Dubia ad malam

    - Quo ad Fungsionam = Dubia ad malam

    12

  • 8/8/2019 CR 2 RINDA

    13/29

    FOLLOW UP

    Tanggal Perjalanan Penyakit Terapi21-08-2008 Hemiplegi dextra Infus Tutofusin15 tts/mnt

    Aspilet 1x1

    Ranitidin 2x1

    Neurodex 2x1

    22-08-2008 Lengan kanan & tungkai kanan lemas

    sulit digerakkan

    Riwayat DM & hipertensi, bicara

    pelo, nyeri di ulu hati

    GCS 15 E4V5M6

    TD : 150/80 mmHg

    2 5

    2 5

    Infus RL 20 tetes/menit

    Aspilet 1x1

    Ranitidin 2x1

    Neurodex 2x1

    23-08-2008 Lengan kanan & tungkai kanan masih

    sulit digerakkan, bicara masih pelo,

    batuk

    TD : 130/80 mmHg

    2 5

    2 5

    Infus RL 20 tetes/menit

    Aspilet 1x1

    Ranitidin 2x1

    Neurodex 2x1

    24-08-2008 Lengan kanan & tungkai kanan masih

    sulit digerakkan, bicara masih pelo,

    batuk

    TD : 130/80 mmHg

    2 5

    2 5

    Infus RL 20 tetes/menit

    Aspilet 1x1

    Ranitidin 2x1

    Neurodex 2x1

    25-08-2008 Lengan kanan & tungkai kanan masih

    sulit digerakkan, bicara masih pelo

    TD : 140/80 mmHg

    2 5

    2 5

    Diltiazem 30 mg 3x1

    Aspilet 1x1

    Neurodex 2x1

    Ranitidin 2x1

    26-08-2008 Lengan kanan & tungkai kanan sulit

    digerakkan, batuk,bicara pelo, kepala

    Diltiazem 30 mg 3x1

    Aspilet 1x1

    13

  • 8/8/2019 CR 2 RINDA

    14/29

    pusing

    TD : 140/70 mmHg

    N : 72 x/menit

    S : 36,2

    P : 18 x/menit2 5

    2 5

    D/ Hemiplegi dextra ac SNH + parese

    N VII + DM

    Neurodex 2x1

    Ranitidin 2x1

    27-08-2008 Lengan kanan & tungkai kanan sulit

    digerakkan, batuk,bicara pelo, kepala

    pusing

    TD : 140/70 mmHg

    N : 72 x/menit

    S : 36,2P : 18 x/menit

    2 5

    2 5

    D/ Hemiplegi dextra ac SNH + parese

    N VII + DM

    Diltiazem 30 mg 3x1

    Aspilet 1x1

    Neurodex 2x1

    Ranitidin 2x1

    Metfarmin 500 mg 1x1

    28-08-2008 Batuk, badan lemas, tidak bisa tidur,

    kepala pusing

    TD : 130/70 mmHg

    N : 78 x/menit

    S : 36,4

    P : 18 x/menit

    2 5

    2 5

    D/ Hemiplegi dextra ac SNH + parese

    N VII + DM

    Diltiazem 30 mg 3x1

    Aspilet 1x1

    Neurodex 2x1

    Ranitidin 2x1

    Glibenklamid 5 mg 1/2x1

    29-08-2008 Batuk, badan lemas

    TD : 150/70 mmHg

    N : 80 x/menit

    S : 36,4P : 18 x/menit

    2 5

    2 5

    D/ Hemiplegi dextra ac SNH + parese

    N VII + DM

    Infus Rl 20 tetes/menit

    Captopril 12,5 mg 2x1

    Ranitidin 2x1

    Aspilet 1x1 Neurodex 2x1

    Diltiazem 30 mg 3x1

    Humolin 8 u/8 jam

    Diet 1900 kalori

    30-08-2008 Batuk, badan lemas, demam

    TD : 150/80 mmHg

    N : 86 x/menit

    S : 37,6

    P : 18 x/menit

    Infus Rl 20 tetes/menit

    Captopril 12,5 mg 2x1

    Ranitidin 2x1

    Aspilet 1x1

    Neurodex 2x1

    14

  • 8/8/2019 CR 2 RINDA

    15/29

    2 5

    2 5

    D/ Hemiplegi dextra ac SNH + parese

    N VII + DM

    Diltiazem 30 mg 3x1

    Humolin 8 u/8 jam

    Diet 1900 kalori

    01-09-2008 Batuk berkurang, malam tidak bisa

    tidur

    TD : 150/80 mmHg

    N : 86 x/menit

    S : 36,5

    P : 18 x/menit

    2 5

    2 5

    D/ Hemiplegi dextra ac SNH + parese

    N VII + DM

    Diltiazem 30 mg 3x1

    Captopril 12,5 mg 2x1

    Ranitidin 2x1

    Aspilet 1x1

    Neurodex 2x1

    02-09-2008 Badan lemas, batuk berkurang

    TD : 120/60 mmHg

    N : 78 x/menit

    S : 36,5

    P : 20 x/menit

    2 5

    2 5

    D/ Hemiplegi dextra ac SNH + parese

    N VII + DM

    Diltiazem 30 mg 3x1

    Captopril 12,5 mg 2x1

    Ranitidin 2x1

    Aspilet 1x1

    Neurodex 2x1

    03-09-2008 Badan lemas, batuk berkurang

    TD : 120/60 mmHg

    N : 78 x/menit

    S : 36,5

    P : 18 x/menit

    2 5

    2 5

    GDS : 65

    Urin kuning kecoklatan

    D/ Hemiplegi dextra ac SNH + parese

    N VII + DM

    Diltiazem 30 mg 3x1

    Captopril 12,5 mg 2x1

    Ranitidin 2x1

    Aspilet 1x1

    Neurodex 2x1

    04-09-2008 Badan lemas, batuk berkurang

    TD : 120/60 mmHg

    N : 78 x/menit

    S : 36,5

    P : 18 x/menit

    2 5

    2 5

    Diltiazem 30 mg 3x1

    Captopril 12,5 mg 2x1

    Ranitidin 2x1

    Aspilet 1x1

    Neurodex 2x1

    15

  • 8/8/2019 CR 2 RINDA

    16/29

    D/ Hemiplegi dextra ac SNH + parese

    N VII + DM

    05-09-2008 Badan lemas, kalau minum tersedak,

    susah menelan

    TD : 130/70 mmHg N : 80 x/menit

    S : 36,8

    P : 28 x/menit

    2 5

    2 5

    D/ Hemiplegi dextra ac SNH + parese

    N VII + DM

    Diltiazem 30 mg 3x1

    Captopril 12,5 mg 2x1

    Ranitidin 2x1Aspilet 1x1

    Neurodex 2x1

    06-09-2008 Badan lemas, kalau minum tersedak,

    susah menelanTD : 140/80 mmHg

    N : 80 x/menit

    S : 36,6

    P : 20 x/menit

    2 5

    2 5

    D/ Hemiplegi dextra ac SNH + parese

    N VII + DM

    Diltiazem 30 mg 3x1

    Captopril 12,5 mg 2x1Ranitidin 2x1

    Aspilet 1x1

    Neurodex 2x1

    Citicholin 250 mg 2x1

    16

  • 8/8/2019 CR 2 RINDA

    17/29

    STROKE NON HEMORAGIK (STROKE ISCHEMIK)

    DEFINISI

    Menurut WHO, stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi

    serebral fokal maupun menyeluruh yang berlangsung dengan cepat, lebih

    dari 24 jam atau berakhir dengan maut tanpa ditemukan penyebab selain

    dari gangguan vaskuler.

    KLASIFIKASI

    Stroke ischemik dijumpai dalam 4 bentuk klinis :

    1. TIA (Transient Ischemic Attack)

    Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan

    peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.

    2. RIND (Reversible Ischemic Neurological Deficit)

    Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu > 24 jam,

    tapi tidak lebih dari seminggu.

    3. Stroke Progresif (Stroke In Evolution)

    Gejala neurologik makin lama makin berat

    4. Stroke Komplit (Stroke Permanent)

    Gejala klinis sudah menetap

    PATOFISIOLOGI

    Infark sistematik serebri sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis

    (terbentuk ateroma) dan arteriosklerosis. Ateroklerosis dapat menimbulkan

    bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara :

    - Menyepitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan

    insufisiensi aliran darah.

    - Oklusi mendadak pembuluh darah oleh karena terjadinya

    trombus atau pendarahan ateroma.

    - Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas

    sebagai emboli.

    17

  • 8/8/2019 CR 2 RINDA

    18/29

    - Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi

    aneurisma yang kemudian dapat robek.

    Karena lesi vaskuler regional di otak timbulah hemiparalisis atau

    hemiparesis yang kontralateral terhadap sisi lesi. Jika lesi vaskuler

    menduduki daerah batang otak sesisi, maka timbulah gambaran penyakit

    hemiperesis atau hemihipestesia / hemihipestesia alternan yang

    mengikutsertakan saraf-saraf otak dikenal sebagai sindroma batang otak.

    Faktor-faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak :

    1. Keadaan pembuluh darah, bila menyempit akibat stenosis atau

    ateroma maupun tersumbat oleh trombus/embolus.

    2. Keadaan darah, viskositas darah yang meningkat, Ht yang

    meningkat (polisitemil) menyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat,

    anemia yang berat menyebabkan oksinasi ke otak menurun.

    3. Kelainan jantung

    - Menyebabkan menurunnya curah jantung, antara lain

    fibrilasi, blok jantung

    - Lepasnya embulus menimbulkan iskemia otak

    4. Tekanan perfusi sangat menurun karena sumbatan di bagian

    proksimal pembuluh arteri seperti sumbatan arteri karotis atau vertebro

    basilar.

    DIAGNOSIS

    Diagnosis didasarkan atas hasil :

    1. Penemuan klinis

    Anamnesis

    - Terutama terjadinya keluhan/gejala defisit neurologik yang

    mendadak (+)

    - Tanpa trauma kepala (-)

    - Adanya faktor resiko gangguan peredaran darah otak

    (GPDO) (+)

    18

  • 8/8/2019 CR 2 RINDA

    19/29

    Pemeriksaan fisik

    - Adanya defisit neurologik fokal (-)

    - Ditemukan faktor resiko (hipertensi, kelainan jantung, dll)

    (+)

    - Bising pada auskultasi atau kelainan pembuluh darah

    lainnya.

    2. Pemeriksaan tambahan (belum dilakukan)

    - Scan tomografik

    - Anginografi serebral

    - Pemeriksaan LCS

    3. Pemeriksaan lain-lain (belum dilakukan)

    - Untuk menemukan faktor resiko, seperti darah rutin (Hb, Ht,

    leukosit, eritrosit, LED), hitung jenis.

    - Komponen kimia darah, gas, elektrolit.

    - Doppler, EKG, ekokardiografi, dll.

    Faktor resiko stroke

    1. Umur

    2. Hipertensi

    3. DM

    4. Penyakit jantung

    5. Merokok

    THERAPY

    Dibedakan pada fase akut dan pasca fase akut :

    1. Fase akut (hari ke 0 14 sesudah onset penyakit)

    - Sasaran pengobatan : menyelamatkan neuron yang menderita

    jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya tidak

    mengancam fungsi otak.

    - Respirasi : jalan nafas harus bersih dan longgar.

    - Jantung : harus berfungsi baik, bila perlu pantau dengan

    EKG.

    19

  • 8/8/2019 CR 2 RINDA

    20/29

    - Tekanan darah : dipertahankan pada tingkat optimal,

    dipantau jangan sampai menurunkan perfusi otak.

    - Kadar gula darah yang tinggi pada fase akut, tidak

    diturunkan dengan drastis, terlebih pada penderita DM lama.

    - Bila gawat atau koma : balans cairan, elektrolit dan asam

    basa darah harus dipantau.

    Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme otak

    yang menderita :

    a. Anti edema otak

    - Gliselor 10% per infus, 1 gr / kgbb / 6 jam

    - Kortikosteroid : deksametason bolus 10 20 mg IV diikuti 4

    5 mg/6 jam selama beberapa hari, lalu diturunkan pelan-

    pelan dan dihentikan setelah fase akut berlalu.

    b. Anti agregasi trombosit

    Yang umum dipakai asam asetil salisilat seperti aspirin, aspilet, dll

    dengan dosis 80 300 mg/hari.

    c. Anti koagulansia, misalnya heparin.

    d. Lain-lain

    - Trombolisin (trombokinase) masih dalam uji coba.

    - Obat baru seperti pentoksifilin, sitikolin, kodergrokin-

    mesilat, pirasetam dan akhir-akhir ini calsium-entry blocker

    selektif yang telah digunakan dan masih terus dalam

    penelitian dan pengkajian.

    2. Fase pasca akut

    Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititik beratkan pada

    tindakan rehabilitasi penderita dan pencegahan terulangnya stroke

    a. Rehabilitasi

    GPDO merupakan penyebab utama kecacatan pada manusia pada usia

    diatas 45 tahun, maka yang paling penting pada masa ini ialah upaya

    20

  • 8/8/2019 CR 2 RINDA

    21/29

    membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental dengan

    fisiotherapy, therapy wicara dan psikotherapy.

    b. Therapy preventif Tujuannya mencegah terulangnya serangan baru sroke dengan

    mengobati dan menghindari faktor-faktor resko stroke seperti :

    pengobatan hipertensi, mengobati DM, menghindari rokok, obesitas,

    stres dan olahraga teratur.

    REHABILITASI MEDIK PENDERITA STROKE

    Rehabilitasi medik adalah suatu program yang disusun untuk memberi

    kemampuan kepada penderita yang mengalami disabilitas fisik dan atau

    penyakit kronis, agar mereka dapat hidup atau bekerja sepenuhnya sesuai

    dengan kapasitasnya.

    Pelayanan rehabilitasi medik berbeda dengan pelayanan kesehatan medik

    lainnya,yang dilakukan oelh tim yang terdiri dari berbagai disiplin :

    Dokter Rehabilitasi medik sebagai ketua tim. Perawat rehabilitasi ,melakukan positioning yang benar,latihan buang

    air besar /kecil,mobilisasi bersama fisioterapi dan terapi okupasional

    yang benar dibangsal.

    Fisioterapis,mmeriksa dan mengevaluasi gangguan motorik dansensorik yang mempengaruhi fungsi dan menyesuaikan program

    fisioterapi secara individu sesuai keadaan pasien.

    Terapi okupasional , dapat memberi alat penyesuaian , alat pelindungatau alat bantu yang dibutuhkan.

    Pekerja sosial medik (PSM) mengadakan penilaian terhadap kebutuhanpenderita dan keluarganya selama dirawat.

    Speech Terapist atau terapi wicara , mengevaluasi problrm komunikasi.

    21

  • 8/8/2019 CR 2 RINDA

    22/29

    Psikolog, mengevaluasi keadaan psikologi penderita secara tuntas ,termasuk keluarganya.

    Penderita dan keluarganya,diskusi yang memadai mengenai penyakitdan defisit neorologik adalah penting untuk mengetahui gangguan

    fungsional yang sebenarnya.

    Rehabilitasi pada jangka pendek dikerjakan pada tahap akut dan awal,

    dengan tujuan agar penderita secepat mungkin dapat bangkit dari tempat

    tidur dan bebas dari ketergantungan pada pihak lain terutama dalam

    kegiatan hidup sehari-hari misalnya makan, minum, dan ganti

    pakaian.Sementara,harapan rehabilitasi adalah percepatan pemulihan

    keadaan sekaligus mengurangi derajat ketidakmampuan.

    Untuk maksud tersebut dikenal empat macam pendekatan, ialah:

    1. Memulihkan keterampilan lama, untuk

    anggota yang lumpuh

    2. Memperkenalkan sekaligus melatih

    keterampilan baru, untuk anggota yangtidak lumpuh

    3. Memperoleh kembali hal-hal atau

    kapasitas yang telah,hilang dan di luar

    kelumpuhan

    4. Mempengaruhi sikap penderita, keluarga,

    dan therapeutic team.

    Prinsip prinsip rehabilitasi

    1. Rehabilitasi dimulai sedini mungkin, bahkan dapat dimulai sejak dokter

    melihat penderita untuk pertama kalinya. Lebih dari itu, sebelum

    diagnosis pasti dapat ditegakkan, maka dokter harus segera mulai

    merancang program untuk mencegah komplikasi.

    22

  • 8/8/2019 CR 2 RINDA

    23/29

    2. Tak ada penderita pun yang boleh berbaring satu hari lebih lama dari

    waktu yang diperlukan.Istirahat baring pada awalnya memberi rasa

    tenteram kepada penderita maupun kepada penderita maupun kepada

    pihak penolong, tetapi hal demikian ini sebenarnya merupakan sumber

    timbulnya dekubitus, kontraktur, tromboplebitis, bronkopneumonia,

    atrofi otot skelet, osteoporosis dengan batu ginjal, dan yang paling

    mengancam adalah munculnya emboli paru-paru dan hilangnya

    kemauan penderita untuk aktif bergerak

    3. Rehabilitasi merupakan terapi secara multidisipliner terhadap seorang

    penderita, dan rehabilitasi merupakan terapi terhadap seorang penderita

    seutuhnya.

    4. Salah satu factor yang paling penting dalam rehabilitasi adalah adanya

    kontinuitas perawatan. Begitu rehabilitasi dimulai maka kemajuan

    penderita harus selalu dipantau untuk mengetahui kapan dicapai suatu

    tahap plateau, apabila keadaan ini sudah dicapai maka ada indikasi

    untuk mengubah metode terapi.

    5. Perhatian untuk rehabilitasi tidak dikaitkan dengan sebab kerusakan

    jaringan otak,melainkan lebih dikaitkan dengan sisa kemampuan fungsi

    neuromuskular yang masih ada,atau dikaitkan dengan sisa kemampuan

    yang masih dapat diperbaikan dengan latihan.

    6. Program rehabilitasi harus bersifat individal,dan tidak ada atau tidak

    dapat diberlakukan suatu standard hemiplegia regimen. Untuk beberapa

    penderita maka program rehabilitasi dapat sedemikian sederhana

    sehingga tidak memerlukan tenaga atau personal rehabilitasi sedemikian

    kompleks dan komprehensif yang melibatkan banyak tenaga yangterampil dan berpengalaman.

    7. Dalam pelaksanaan rehabilitasi termasuk pula upaya pencegahan

    terjadinya serangan ulang. Dalam hal ini perhatian ditujukan pada

    factor-foktor risiko yang mungkin ada pada penderita yang

    bersangkutan.

    8. Penderita GPDO lebih merupakan subyek rehabilitasi dan bukannya

    sekedar obyek rehabilitasi. Pihak medik, peramedik,dan pihak lainnya

    23

  • 8/8/2019 CR 2 RINDA

    24/29

    termasuk keluarga penderita, berperan untuk memberikan pengertian,

    petunjuk, bimbingan dan dorongan agar penderita selalu mempunyai

    motivasi yang kuat untuk dapat segera memperoleh pemulihan

    kesehatan dengan sebaik-baiknya. Lebih jauh penderita harus didorong

    dan diberi keberanian untuk selalu aktif berpartisipasi dalam kegiatan

    hidup sehari-hari ditengah-ditengah keluarganya.

    Tahap-tahap rehabilitasi :

    Tahap akut

    Rehabilitasi harus segera dimulai begitu penderita masuk rumah sakit.Pada

    saat itu mungkin saja penderita jatuh dalam keadaan koma atau renjatan,

    sehingga tatalaksana yang menonjol adalah upaya yang bersifat life-

    saving.Bed positioning atau ubah baring merupakan suatu tatalaksana yang

    mempunyai dua tujuan sekaligus ialah pencegahan terjadinya kontraktur dan

    dekubitus.

    Tahap sub akut

    Apabila penderita sudah sadar dan kembali sudah melewati tahap akut,

    maka tingkat ketidak mampuan dan kemampuan yang tersisa harus segera

    dievaluasi. Lagkah-langkah evaluasi adalah :

    1. Pemeriksaan neurologik yang menyeluruh, meliputi penentuan letak lesi

    serebral dan defisit neurologik yang terjadi.

    2. Pemeriksaan medik yang lengkap untuk mengetahui ada atau tidaknya

    masalah medik yang dapat menghalangi rehabilitasi.Penyakit jantung,

    diabetes,melitus, penyakit vaskular perifer simtomatik, hipertensi,

    gangguan miksi, kombinasi berbagai penyakit tadi bila tidak diatasi akan

    menghalangi restorasi penderita.

    3. Evaluasi psiko-sosiologik. Perencanaan program rehabilitasi

    memerlukan pengertian tentang latarbelakang pendidikan penderita dan

    keluarga, tatacara kehidupan sehari-hari, status emosional penderita

    24

  • 8/8/2019 CR 2 RINDA

    25/29

  • 8/8/2019 CR 2 RINDA

    26/29

    keluarga.Latihan berjalan dimulai dengan pararel bars, kemudian diganti

    dengan walker atau tongkat kaki empat atau kaki tiga ( tripoid).

    Fisoterapi

    Selama latihan berpindah tempat ( berbaring duduk berdiri berjalan )

    dilaksanankan, maka penderita juga mulai dengan program fisioterapi dan

    terapi okupasional.

    Pada awalnya dilakukan latihan penguatan otot anggota yang sehat, yang

    terdiri dariprogressive resistance exercise terutama untuk otot-otot yang

    diperlukan untuk berdiri dan berjalan. Otot otot tersebut antaralain

    depresor bahu, ekstensor siku, fleksor dan ekstensor pergelangan tangan,

    ekstensor dan abduktor sendi paha, dan ekstensor lutut. Pada anggota yang

    lumpuh juga dikerjakan latihan penguatan otot untuk keperluan

    fungsional.Latihan penguatan otot yang lumpuh bergantung pada derajad

    kelemahan yang terjadi,dan latihan untuk sekelompok otot tertentu akan

    bervariasi dari yang bersifat aktive assisted, active manual resistive,

    progresive active active exercise sampai pada progresive exercise.

    Tahap lanjut

    Apabila penderita sudah dapat berjalan, maka penderita segera

    diperkenalkan dengan program ADL ( activity 0f daily living ). Dalam arti

    yang sempit ADL berkonotasi bebas melakukan kegiatan kehidupan sehari

    hari tanpa bantuan pihak lain, misalnya tidur, higiene, makan, berpakaian.

    Dalam arti luas ADL berkaitan dengan aspek psikologik, komunikasi,

    sosial, dan vokasional.

    Perihal komunikasi juga perlu mendapat perhatian secara layak terutama

    untuk penderita hemiplegi kanan yang juga mengalami afasia ataupun

    disfasia. Diperlukan bantuanspeech therapist.

    Rehabilitasi vokasional pada penderita hemiplegi memang cukup sulit.

    Sebagian besar penderita hemiplegi sudah masuk usia pensiun. Kesulitan ini

    26

  • 8/8/2019 CR 2 RINDA

    27/29

    akan bertambah rumit apabila penderita kehilangan kemauan atau semangat

    untuk bekerja sesuai kemampuannya yang masih dimiliki.

    Problem Khusus Dalam Rehabilitasi Stroke :

    a. Spastisitas

    Pada prinsipnya dam menagani masalah spastisitas harus dikaitkan

    dengan tujuan terapi yang akan ditetapkan.Fisioterapis akan

    mempertimbangkan kebutuhan penderita, selain itu juga sosio budaya

    masyarakat dimana penderita tinggal.

    b. Kelumpuhan sebelah kiri

    Pasien dengan kelumpuhan sebelah kiri sering memperlihatkan

    ketidakmampuan persepsi visuomotor , kehilangan memori visual dan

    ketidakacuhan sisi kiri.Kemampuan verbal umumnya baik dan ini

    sering mengelabui kita menyangkut pemahaman tentang contoh gerak

    yang kita uraikan dengan kata-kata Penderita biasanya sering mengalami

    jatuh, sulit belajar dari kesalahan yang dilkukannya.,Selain gangguanpersepsi raba ,propioseptif dan pendengaran ,penderita ini mendapat

    penawasan khusus. Jauhkan dari alat-alat yang dapat membahayakan

    fisik pasien ( api,benda tajam).

    c. Kelumpuhan sebelah kanan

    Penderita golongan ini biasanya mempunyai kekurangan dam

    kemampuan komunikasi verbal.Namun pesepsi dan memorivisuomotornya sangat baik , sehingga dalm melatih perilaku tertentu

    harus dengan cermat diperlihatkan tahap demi tahap secara visual.

    d. Depresi

    Depresi lebih banyak terdapat pada kerusakan otak sebelah kiri.Tanda-

    tanda depersi dapat dilihat dari lamban dan rtidak konsistennya proses

    27

  • 8/8/2019 CR 2 RINDA

    28/29

    pemulihan . Reaksi deppresi ini harus diatasi segera dengan

    medikamentosa dan dukungan psikologik,antara lain :

    1. Sikap yang tegas tapi tampak penuh dengan kasih sayang terhadappasien.

    2. Fisioterapi pasif sedini mungkin agar pasien merasa ada perlakuan

    khusus dan segera terhadap kelumpuhannya.

    3. Sebaiknya menggunakan kursi roda pada pennderita yang belum dapt

    berjalan, agar tidak selalu terkurung dalam kamar.

    4. Sedapat mungkin diuhakan agar pasien menerima kunjungan saudara

    atau relasi diruang tamu denagn duduk dikursi roda.Ini membantu

    penderita merasa hidup normal dan tidak terlalu merasa invalid.

    28

  • 8/8/2019 CR 2 RINDA

    29/29

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Prof. DR. Mahar Mardjono, Prof. DR. Priguna Sidharta :Neurologi

    Klinis Dasar, Dian Rakyat, Edisi 6, 1997.

    2. Prof. DR. S.M. Lumban Tobing :Pemeriksaan Fisik dan Mental;

    Neurologi Klinik, FKUI.

    3. PERDOSSI :Buku Ajar Neurologi Klinis Dasar,Gajah Mada. Edisi1,1999.