cr ulkus korneaf
DESCRIPTION
fsfTRANSCRIPT
CASE REPORT
ULKUS KORNEA
Pembimbing:
dr. Aryanti Ibrahim, SpM
Oleh :
Pascallinda Thenia
SMF MATA
RSUD Dr. Hi. ABDUL MOELOEK
BANDAR LAMPUNG
OKTOBER 2012
BAB 1
LAPORAN KASUS
1. Identitas
- N a m a : Tn. M
- U m u r : 41 tahun
- Jenis kelamin : Laki – laki
- Pekerjaan : Buruh
- Alamat : Jln. Perindustrian, Kota Bumi
- Masuk RSUAM : 25 Oktober 2012
2. Anamnesa
Autoanamnesa, 25 Oktober 2012
- Keluhan utama : Mata kiri penglihatan kabur
- Keluhan tambahan : Mata kiri sakit, merah, gatal dan berair
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan penglihatan kabur pada mata kiri sejak 2 bulan SMRS.
Keluhan disertai dengan mata kiri sakit seperti ditusuk-tusuk, gatal, merah dan
berair yang dirasakan sejak 2 bulan sebelumnya dikarenakan mata kirinya terkena
percikan lumpur. Setelah mata kiri terkena lumpur, penglihatan pasien menjadi
kabur dan makin menurun. Pasien lalu berobat ke puskesmas terdekat dan diberi
obat tetes mata dan obat tablet satu macam ( pasien tidak ingat nama obatnya ).
Setelah memakai obat tersebut selama seminggu keluhan-keluhan pasien tidak
membaik. Akhirnya pergi ke puskesmas dan dari pihak puskesmas dirujuk ke
RSUAM.
Riwayat penyakit dahulu
Pasien menyangkal memiliki riwayat alergi obat
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita sakit seperti ini
2
3. Pemeriksaan Fisik
Status Present
- Keadaan umum : Tampak sakit ringan
- Kesadaran : Compos mentis
- Tanda vital : T:110/80 mmHg, N: 84x/mnt, R: 20x/mnt, S: 36,2 o C
Status Generalis
- Kepala
Bentuk : Simetris
Mata : Lihat status oftalmologis
Hidung : Tidak ada kelainan
Telinga : Tidak ada kelainan
Mulut : Tidak ada kelainan
- Toraks
Jantung : Dalam batas normal
Paru : Dalam batas normal
- Abdomen
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
- Ekstremitas
Tidak ada kelainan
STATUS OFTALMOLOGIS
OCULUS DEXTRA OCULUS SINISTRA
6/7,5
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
VISUS
KOREKSI
SKIASKOPI
6/60
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
3
cokelat
putih
Tidak dilakukan
Kedudukan Normal
Tidak ada kelainan
Tidak ada
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Tenang
Tenang
Tenang
Anikterik
jernih
Sedang, jernih
Gambaran kripta baik
Bulat, sentral, RC ( + )
jernih
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Normal
Normal
SENSUS KOLORIS
BULBUS OCULI
SUPER CILIA
PARESE/PARALYSE
PALPEBRA SUPERIOR
PALPEBRA INFERIOR
KONJUNGTIVA PALPEBRA
KONJUNGTIVA FORNICES
KONJUNGTIVA BULBI
SKLERA
KORNEA
CAMERA OCULI ANTERIOR
IRIS
PUPIL
LENSA
FUNDUS REFLEKS
CORPUS VITREUM
TENSIO OCULI
SISTEM CANALIS LACRIMALIS
Tidak dilakukan
Kedudukan normal
Tidak ada kelainan
Tidak ada
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Tenang
Tenang
Tenang
Anikterik
Keruh, defek ( + )
Sedang, jernih
Gambaran kripta baik
Bulat, sentral, RC ( + )
Agak keruh
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Normal
Normal
RESUME
Pasien laki – laki, berusia Pasien 41 tahun datang dengan keluhan penglihatan kabur
pada mata kiri sejak 2 bulan SMRS. Keluhan disertai dengan mata kiri sakit seperti
ditusuk-tusuk, gatal, merah dan berair yang dirasakan sejak 2 bulan sebelumnya
dikarenakan mata kirinya terkena percikan lumpur. Setelah mata kiri terkena
lumpur, penglihatan pasien menjadi kabur dan makin menurun. Pasien lalu berobat
ke puskesmas terdekat dan diberi obat tetes mata dan obat tablet satu macam
( pasien tidak ingat nama obatnya ). Setelah memakai obat tersebut selama
seminggu keluhan-keluhan pasien tidak membaik. Akhirnya pergi ke puskesmas dan
dari pihak puskesmas dirujuk ke RSUAM.
4
Pada pemeriksaan fisik ditemukan
Status present : Dalam batas normal
Status generalis : Dalam batas normal
Status oftalmologi :
Oculus sinistra
Visus : 6/60
Konjungtiva palpebra : Tenang
Konjungtiva fornices : Tenang
Konjungtiva Bulbi : Tenang
Kornea : Keruh, defek ( + )
Iris : Gambaran kripta baik
Pupil : Bulat, sentral, RC ( + )
Lensa : agak keruh
Pemeriksaan Anjuran
1. Pemeriksaan Mikrobiologi / Bakteriologi dengan pewarnaan Gram
( sediaan apus dari kerokan kornea )
2. Kultur dan tes resistensi
3. Tes fluorescein
Diagnosa Kerja
ULKUS KORNEA OS
Therapy
1. Bed rest
2. Diet nasi biasa
3. Medikamentosa
a. Vigamox ED 6x1
b. Cendo Lyters ED 6x1
c. Interhistin 50mg 2x1 tab
d. Ciprofloksasin 500mg 2x1 tab
5
Prognosa
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad Fungtionam : dubia ad bonam
- Quo ad Sanationam : dubia ad bonam
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Kornea
Kornea adalah struktur transparan yang merupakan lapisan terluar dari mata.
Kornea membiaskan cahaya dan melindungi isi mata. Ketebalan kornea berkisar antara
410 sampai dengan 610 mikrometer dan ketebalan rata-rata kornea orang caucasia 550
mikrometer. Sedangkan pada orang Indian ketebalan rata-ratanya lebih tipis yaitu
kurang dari 510 mikrometer. Nervus trigeminus mensyarafi kornea melalui nervus
ciliaris longus. Terdapat reseptor nyeri di lapisan terluar dan reseptor tekanan pada
lapisan yang lebih dalam.
Kondisi transparan kornea disebabkan karena tidak adanya pembuluh darah,
pigmentasi, dan keratin dimana lapisan-lapisan ini merupakan serat-serat kolagen. Serat
kolagen melalui seluruh diameter dari kornea secara paralel dan menerima 99% cahaya
yang melalui mata dengan membiaskannya dengan pembiasan 40 dioptri.
Terdapat lima lapisan kornea dari luar ke dalam, yaitu :
1. Epithelium
- Epitel berasal dari ektoderm permukaan.
- Tebalnya terdiri atas 5 lapis sel epitel gepeng tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih, sel poligonal dan satu lapis sel basal. Memiliki ketebalan sekitar
25 sampai 40 mikrometer
- Sel basal sering terlihat mitosis dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi
lapis sel poligonal dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng. Sel basal
berkaitan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya
melalui desmosom dan makula okluden. Ikatan ini menghambat pengaliran air,
elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier. Epithelium ini menahan lapisan
air mata dan juga mencegah air yang masuk ke kornea dan mengganggu serat
kolagen. Hal ini melindungi terjadinya edema kornea, yang dapat menyebabkan
pandangan berkabut.
- Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila
terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
2. Lapisan Bowman
7
- Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen
yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan
stroma.
- Lapisan ini tidak memiliki daya regenerasi.
3. Stroma
- Terdiri atas lamela yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di
bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen
memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit
merupakan sel stroma kornea yaitu fibroblast yang terletak diantara serat
kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen
dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
- Stroma kornea merupakan 90 % ketebalan kornea
- Posterior dari stroma adalah membrana descemet, dan pada bagian
dasarnya adalah endothelium kornea.
4. Membrana Descemet
- Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma
kornea yang dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya
- Bersifat sangat elastik dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai
tebal 40 mikrometer. 7
5. Endothelium
- Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40
mikrometer. Endothelium melekat pada membran descemet melalui
hemidesmosom dan zonula okluden.
8
Gambar 2.1 Lapisan-lapisan kornea 6
2.2 Definisi
Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian
jaringan kornea. Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin banyak ditentukan oleh
adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel radang (Ilyas, 2009)
Gambar 2.2 Ulkus kornea
2.3 Etiologi
9
Terjadinya ulkus kornea biasanya didahului oleh faktor pencetus yaitu rusaknya
barier epitel kornea oleh penyebab-penyebab seperti :
1. Kelainan pada bulu mata (trikiasis) dan sistem air mata (insufisiensi air mata,
sumbatan saluran lakrimal)
2. Oleh faktor eksternal yaitu : luka pada kornea (erosio kornea) karena trauma,
penggunaan lensa kontak, luka bakar pada daerah muka
3. Kelainan-kelainan kornea yang disebabkan oleh edema kornea kronil, exposure
keratitis (pada lagoftalmus, bius umum, koma) keratitis karena defisiensi vitamin
A, keratitis neuropatik, keratitis superfisualis virus
4. Kelainan-kelainan sistemik seperti malnutrisi, alkoholisme, sindrom steven-
johnson, sindrom defisiensi imun
5. Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun misalnya kortikosteroid, IDU
(idoxyuridine), anastetik lokal dan golongan imunosupresif
Secara etiologi ulkus kornea dapat disebabkan oleh
1. Bakteri : kuman yang murni dapat menyebabkan ulkus kornea adalah
Streptococcus pneumonia
2. Virus : herpes simpleks, zooster, vaksinia, variola
3. Jamur : golongan kandida, fusarium, aspergilus, sefalosporium
4. Reaksi hipersensitivitas : terhadap stafilococcus (ulkus marginal), TBC
(keratokunjungtivitis flikten), alergen tidak diketahui (ulkus cincin)
(Ilyas, 2009).
2.4 Patofisiologi
Epithelium yang rusak terinfeksi oleh agen patologik yang muncul pada
perkembangan ulkus kornea dapat dideskribsikan menjadi empat stadium, yaitu
infiltrasi, ulkus aktif, regresi, dan sikatrik. Hasil akhir dari ulkus kornea tergantung
kepada virulensi agen infektif, mekanisme daya tahan tubuh, dan terapi yang diberikan.
Bergantung kepada tiga faktor tersebut, maka ulkus kornea dapat menjadi :
a. ulkus terlokalisir dan sembuh
b. penetrasi lebih dalam sampai dapat terjadi perforasi, atau
c. menyebar secara cepat pada seluruh kornea dalam bentuk ulkus kornea.
10
Patologi Ulkus Kornea yang Terlokalisir
1. Stadium infiltrasi progresif
Karakteristik yang menonjol adalah infiltrasi dari polymorphonuklear dan/atau
limfosit ke epithelium dari suplementasi sirkulasi perifer melalui stroma jika
jaringan ini juga terkena. Nekrosis pada jaringan juga dapat terjadi, tergantung
pada virulensi agen dan ketahanan daya tahan tubuh pasien.
2. Stadium ulkus aktif
Ulkus aktif adalah suatu hasil dari nekrosis dan pelepasan epithelium. Lapisan
Bowman dan stroma. Dinding dari ulkus aktif membengkak pada lamella dengan
menginhibisi cairan dan sel-sel leukosit yang ada diantara lapisan bowman dan
stroma. Zona infiltrasi memberikan jarak antara jaringan sekitar dan tepi ulkus.
Pada stadium ini, sisi dan dasar ulkus tampak infiltrasi keabu-abuan dan
pengelupasan.
Pada stadium ini, akan menimbulkan hiperemia pada pembuluh darah jaringan
circumcorneal yang menimbulkan eksudat purulen pada kornea. Muncul juga
kongesti vaskular pada iris dan badan silier dan beberapa derajat iritis yang
disebabkan oleh absorbsi toksin dari ulkus. Eksudasi menuju kamera okuli
anterior melalui pembuluh darah iris dan badan silier dapat menimbulkan
hipopion.
Ulserasi mungkin terjadi kemajuan dengan penyebaran ke lateral yang
ditunjukkan pada ulkus superfisial difus atau kemajuan itu lebih ke arah dalam
dan dapat menyebabkan pembentukan desmetocele dan dapat menyebabkan
perforasi. Bila agen infeksius sangat virulen dan/atau daya tahan tubuh
menurun maka dapat penetrasi ke tempat yang lebih dalam pada stadium ulkus
aktif.
3. Stadium regresi
Regresi dipicu oleh daya tahan tubuh natural (produksi antibodi dan immune
selular) dan terapi yang dapat respon yang baik. Garis demarkasi terbentuk
disekeliling ulkus, yang terdiri dari leukosit yang menetralisir dan phagosit yang
menghambat organisme dandebris sel nekrotik. Proses ini didukung oleh
vaskularisasi superfisial yang meningkatkan respon imun humoral dan sesuler.
11
Ulkus pada stadium ini mulai membaik dan epithelium mulai tumbuh pada
sekeliling ulkus.
4. Stadium sikatrik
Stadium ini, proses penyembuhan berlanjut dengan semakin progresifnya
epithelisasi yang membentuk lapisan terluar secara permanen. Selain
epithelium, jaringan fibrous juga mengambil bagian dengan membentuk
fibroblast pada kornea dan sebagian sel endotelial untuk membentuk pembuluh
darah baru. Stroma yang menebal dan mengisi lapisan bawah epithelium ,
mendorong epithel ke anterior.
Derajat jaringan parut (scar) pada penyembuhan bervariasi. Jika ulkus sangat
superfisial dan hanya merusak epithelium saja, maka akan sembuh tanpa ada
kekaburan pada kornea pada ulkus tersebut. Bila ulkus mencapai lapisan
Bowman dan sebagian lamella stroma, jaringan parut yang terbentuk disebut
dengan nebula. Makula dan leukoma adalah hasil dari proses penyembuhan
pada ulkus yang lebih dari 1/3 stroma kornea.
Patologi Ulkus Kornea yang Perforasi
Perforasi ulkus kornea dapat terjadi bila proses ulkus lebih dalam dan
mencapai membrana descemet. Membran ini keluar sebagai descemetocele.
Pada stadium ini, tekanan yang meningkat pada pasien secara tiba-tiba seperti
batuk, bersin, mengejan, dll akan menyebabkan perforasi, kehilangan aqueous,
tekanan intraokuler yang menurun dan dispraghma iris dan lensa yang pindah
ke anterior. Efek dari perforasi ini tergantung pada posisi dan ukuran perforasi.
Bila perforasi kecil,dapat terjadi proses penyembuhan dan pembentukan sikatrik
yang cepat. Leukoma adheren adalah tampilan yang paling sering terdapat pada
kondisi akhir.
2.5 Klasifikasi
Ulkus kornea dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasinya sebagai berikut:
1. Ulkus kornea sentral
Etiologi ulkus sentral biasanya karena bakteri (pseudomonas, pneumokok,
Moraxela liquefaciens, Sreptococcus β hemoliticus, Klebsiella pneumosi, E. Coli,
proteus), jamur (Candida albicans, Fusarium solani, Nocardia Sp., sefalosporium,
dan aspergilus), virus (herpes simpleks, herpes zoster). Mikroorganisme ini tidak
mudah masuk ke dalam kornea dengan epitel sehat. Terdapat faktor
12
predisposisi untuk terjadinya ulkus kornea seperti erosi pada kornea, keratitis
neurotrofik, pemakai kortikosteroid atau immunosupresan, pemakai obat lokal
anastetika, pemakai IUD, pasien DM, dan ketuaan.
2. Ulkus kornea perifer (marginal)
Merupakan peradangan kornea bagian perifer berbentuk khas yang biasanya
terdapat di daerah jernih antara limbus kornea dengan tempat kelainannya.
Sumbu memanjang daerah peradangan biasanya sejajar dengan limbus kornea.
Diduga karena reaksi toksik, alergi, autoimun, dan infeksi (kuman stafilokok
aureous, H.influenza dan M. lacunata).
Sedangkan klasifikasi berdasarkan etiologi sebagai berikut:
1. Infektif keratitis
a. Bakterial
b. Viral
c. Fungal
d. Klamidial
e. Protozoal
f. Spirochaetal
2. Allergic keratitis
a. Phlyctenular keratitis
b. Keratitis vernal
c. Keratitis atopik
3. Tropic corneal ulcers
a. Exposure keratitis
b. Neuroparalytic keratitis
4. Keratitis yang berhubungan dengan penyakit kulit dan mukus membran
5. Keratitis yang berhubungan dengan penyakit vaskuler kolagen sistemik
6. Keratitis traumatik
7. Keratitis idiopatik (Ulkus Mooren)
2.6 Manifestasi Klinis Ulkus Kornea
Gejala ulkus kornea yang didapat dari anamnesa pada umumnya adalah penurunan
ketajaman penglihatan, fotofobia, sensasi adanya benda asing pada mata, rasa sakit,
mata merah, mata bengkak, dan discharge. 11,12 Penurunan tajam penglihatan
13
disebabkan terganggunya fungsi pembiasan cahaya oleh kornea terutama jika lesi
terletak di tengah. Fotofobia diakibatkan kontraksi iris beradang yang sakit. Pada
sebagain besar penyakit kornea terdapat fotofobia yang berat, fotofobia ringan hanya
terdapat pada keratitis herpes karena hipestesi yang terjadi. Fotofobia merupakan salah
satu tanda diagnostik penyakit kornea. Rasa sakit dikarenakan kornea memiliki banyak
serabut nyeri. Rasa sakit ini diperhebat oleh gesekan palpebra (terutama palpebra
superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Discharge biasanya tidak disertai
kotoran mata, kecuali pada ulkus bakteri purulen 5 Perlu juga ditanyakan adanya
riwayat penggunaan lensa kontak, trauma, operasi atau luka pada mata, dan adanya
penyakit sistemik atau penyakit mata. Serta penggunaan obat-obatan topikal pada
mata, seperti kortikosteroid. Tingkat keparahan gejala tergantung pada jenis organisme
penyebab, kondisi pasien, dan durasi gejala.
Pada pemeriksaan fisik, penurunan tajam penglihatan bergantung pada lokasi
ulkus kornea.Terdapat inflamasi pada palpebra dan konjungtiva. Reaksi konjungtiva
biasanya tidak spesifik. Discharge purulent tampak pada sakus konjungtiva dan di atas
permukaan ulkus. Secara khas terdapat pericorneal vascular injection. Infiltrasi stroma
menghasilkan kekeruhan berwarna putih pada kornea. Spasme muskulus siliaris dan
inflamasi pada iris menyebabkan miosis pupil. Ulkus seringkali berbentuk bulat atau oval
dengan batas yang jelas, dasar ulkus kasar dan berwarna kelabu.
Pada ulkus aktif dengan pemeriksaan slitlamp akan tampak sejumlah sel atau
flare dan debris pada lapisan prekorneal, menghilangnya epitel kornea di daerah ulkus,
edema stoma, lipatan descemet, descemetokel dan perforasi. Juga ditemukan dilatasi
pembuluh iris yang merupakan fenomena refleks yang disebabkan iritasi pada ujung
saraf kornea. Gangguan vaskularisasi iris menimbulkan reaksi jaringan uvea berupa
hipopion, hifema, dan sinechia posterior. Dengan pemeriksaan slitlamp dapat
ditentukan derajat keparahan ulkus kornea seperti tampak pada tabel. Pembagian
derajat ini dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan terapi.
Tabel 2.1 Derajat ulkus kornea 11
Karakteristik Ringan Sedang Berat
Ukuran ulkus (mm)
Kedalaman ulkus (%)
< 2
< 20
2-5
20-50
> 5
> 50
14
Infiltrat
Sklera
Dense, superfisial,
terbatas pada
dasar ulkus
Tidak terlibat
Dense, meluas ke
mid stroma
Tidak terlibat
Dense, meluas lebih
dalam dari mid
stroma hingga
mencapai sklera
Mungkin terlibat
Pada tes fluoresens akan tampak defek epitel kornea yang akan memberikan
reaksi berwarna hijau. Pemeriksaan mikrobiologis sangat berguna untuk menegakkan
diagnosis kausa. Pemeriksaan mikrobiologis tersebut meliputi pewarnaan gram, kultur,
dan tes sensitivitas terhadap antibiotik.
1. Ulkus kornea bakterial
Banyak ulkus kornea bakteri mirip satu sama lain dan hanya bervariasi dalam
beratnya penyakit. Hal ini terutama berlaku untuk ulkus yang disebabkan bakteri
opportunistik (misal: Sreptococcus alfa-hemolyticus, Staphylococcus aureus,
Staphylococcus epidermidis, Nocardia, dan M. Fortuitum-chelonei).
a. Manifestasi klinis
Ulkus kornea bakterial dapat bermanifestasi sebagai:
1. Ulkus kornea purulen tanpa hipopion
2. Ulkus kornea hipopion
Secara umum didapatkan gejala dan tanda sebagai berikut :
Gejala :
1. Nyeri dan sensasi benda asing, terjadi efek mekanik dari kelopak mata dan efek
kimia dari toksin pada ujung saraf yang terekspos
2. Mata berair, terjadi karena reflek hiperlakrimasi
3. Fotofobia, terjadi karena stimulasi ujung-ujung saraf
4. Pandangan kabur akibat gangguan pembiasan oleh kornea
5. Mata merah, terjadi karena kongesti pembuluh darah disekitar kornea
Tanda :
1. Kelopak mata bengkak
2. Blefarospasme
3. Konjungtiva kemosis dan hiperemi serta kongesti silier
4. Diawali dengan defek epitelial berupa infiltrat putih keabu-abuan. Kemudian
membesar dan berkembang menjadi edema stroma. Gambarannya bisa
15
berbentuk oval dan ireguler, tepinya bengkak dan meninggi, dasar ditutupi
material nekrotik, edema stromal di sekitar ulkus
5. Pupil bisa mengecil karena toksin mengakibatkan iritis
6. Tekanan intraokuli kadang meningkat
Ulkus kornea hipopion dapat disebabkan oleh berbagai organisme piogenik,
tetapi yang paling berbahaya yaitu Pseudomonas pyocyanea dan pneumococcus.
Ulkus kornea hipopion yang disebabkan oleh pneumococcus disebut ulcus serpens.10
Ulkus serpenginosa akut berbentuk tukak kornea sentral yang menjalar
dengan bentuk khusus seperti binatang melata pada kornea. Ulkus serpens adalah
ulkus kornea sentral yang berjalan cepat kebanyakan disebabkan kuman
pneumokok.
Penyakit ini banyak diderita oleh petani, buruh tambang, orang-orang
jompo, atau pecandu alkohol dan obat bius. Biasanya ulkus ini terjadi didahului oleh
trauma yang merusak epitel kornea dan akibat cacat pada kornea tersebut maka
mudah terjadi invasi kuman ke dalam kornea.
Gejala :
Nyeri pada mata dan kelopak
Silau
Nrocoh
Pandangan kabur
Tanda :
Kekeruhan kornea mulai dari sentral dengan ciri khas ulkus yang berbatas tegas
pada sisi-sisi yang aktif disertai infiltrat yang berwarna kekuningan yang mudah
pecah dan menyebabkan pembentukan ulkus
Hipopion steril akibat rangsangan toksin kuman pada badan siliar.
Injeksi konjungtiva
Injeksi siliar
16
Gambar 2.3 Ulkus kornea bakterial
2. Ulkus kornea jamur ( Mycotic corneal ulcer )
Ulkus kornea fungi yang sebelumnya banyak dijumpai pada masyarakat
pertanian kini banyak juga ditemukan pada masyarakat perkotaan. Hal ini disebabkan
pemakaian kortikosteroid dalam jangka waktu lama. Sebelum pemakaian kortikosteroid,
ulkus kornea fungi hanya timbul jika stroma kornea kemasukan organisme dalam jumlah
sangat banyak. Mata yang belum terpengaruh kortikosteroid dapat mengatasi invasi
organisme dalam jumlah sedikit.
Ulkus fungi bersifat indolen dengan infiltrat kelabu, filamentous disertai
hipopion, peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi satelit
(umumnya infiltrat, di tempat yang jauh dari daerah ulserasi utama). Ulkus tampak
kering, putih keabu-abuan, dengan tepi meninggi. Khas pada ulkus kornea jamur adalah
adanya feathery finger-like extensions, selain itu juga nampak adanya sterile immune
ring (garis demarkasi kuning).
Pemeriksaan laboratorium pada ulkus kornea jamur meliputi pemeriksaan KOH
basah, Calcoflour white, Gram dan giemsa yang ditemukan hifa fungi serta kultur pada
Saboraud’s agar.
Gambar 2.4 Keratitis jamur
3. Ulkus kornea virus
17
Herpes Simpleks
a. Manifestasi Klinis
Gejala :
1) Awal berupa iritasi, fotofobia, dan berair mata.
2) Sedikit gangguan penglihatan jika kornea bagian pusat terkena
3) Kadang terdapat anestesi sehingga pasien tidak datang lebih awal.
Tanda :
1) Lesi paling khas adalah ulkus dendritik.
2) Ulserasi geografis.
3) Keratitis epitelial ”blotchy”, keratitis epitelial stellata, keratitis filamentosa yang
bersifat sementara dan kemudian menjadi dendritik yang khas.
4) Kekeruhan subepitelial
5) Pada stroma terjadi keratitis diskiformis.
6) Endapan presipitat di bawah lesi diskiformis atau menyebar ke seluruh endotel.
b. Laboratorium
Kerokan dari lesi epitel keratitis HSV dan cairan lesi mengandung sel-sel raksasa
multinuklear. Virus ini dapat dibiakkan pada membran korio-allantois embrio telur
ayam dan sel jaringan lain seperti sel HeLa dengan bentuk plak-plak khusus.
Gambar 2.5 Ulkus kornea pada Herpes Simplex
Virus Varicella-Zoster
a. Manifestasi Klinis
Gejala : demam, malaise, nyeri neuralgia, dan lesi di kulit
Tanda :
1) Konjungtivitis
18
2) Zooster keratitis : keratitis epitelial pungtat, mikrodendritik, numular, disciform,
ulserasi neuroparalitik.
3) Episkleritis dan skleritis
4) Iridosiklitis
5) Nekrosis retina akut
6) Nekrosis segmen anterior dan phthisis bulbi
7) Glaukoma sekunder
4. Ulkus k ornea a canthamoeba
a. Manifestasi klinis
Gejala : Rasa sakit yang lebih hebat dibanding tanda klinisnya
Tanda :
1) Mata kemerahan dan fotofobia.
2) Khas : ulkus kornea indolen, cincin stroma, dan inflitrat perineural.
b. Laboratorium
1) KOH menunjukkan adanya bentukan amoeba (kista atau trofozoit).
2) Calcofluor white stain
3) Lactophenol cotton blue stained film
4) Kultur di agar nor nutrient
Gambar 2.6. Ring infiltrate in Acanthamoeba keratitis
5. Ulkus neuroparalitik
Ulkus neuroparalitik adalah ulkus yang terjadi akibat gangguan nervus
trigeminus atau ganglion Gaseri yang mempersarafi kornea terputus karena trauma,
tindakan bedah, tumor, peradangan, atau karena cara lain. Akibatnya kornea kehilangan
kepekaan (anastetik) dan refleks berkedip sehingga benda asing pada kornea bertahan
19
tanpa memberikan keluhan, serta kuman dapat berkembang biak tanpa adanya reaksi
pertahanan tubuh.
Gejala yang khas adalah tidak didapatkan rasa nyeri, tidak ada lakrimasi dan
kehilangan sensari kornea total.
Tanda yang didapatkan pada ulkus neuroparalitik adalah :
1. Kongesti siliar
2. Perubahan awal kornea berupa erosi pungtat epitel pada daerah
interpalpebral diikuti dengan ulserasi karena eksfoliasi epitel kornea.
6. Ulkus kornea phlyctenular
Penyakit hipersensitivitas ini (akibat hipersensitivitas tipe lambat terhadap
produk bakteri, misal basil tuberkel manusia) dulunya merupakan penyebab kebutaan di
Amerika Serikat. Phlycten adalah akumulasi limfosit, monosit, makrofag dan akhirnya
neutrofil. Lesi ini mula-mula muncul di limbus, namun pada serangan-serangan
berikutnya akan mengenai konjungtiva bulbi dan kornea.
Keratokonjungtivitis phlyctenular dapat berbentuk ulcerative dan diffuse
infiltratif. Ulcerative phlyctenular keratitis dapat berupa 3 bentuk: ulkus sacrofulous,
ulcus fascicular dan ulcus military. Ulcus sacrofulous tampak berupa ulcus yang dangkal.
Tidak ada jarak yang jelas antara ulkus dan limbus dan aksisnya sering perpendicular
terhadap limbus. Ulkus fasikular berupa pembuluh darah parallel yang permanent. Ulkus
military berupa ulkus kecil yang multiple. Diffuse infiltrative phlyctenular konjunctivits
berebntuk infiltrasi sentral dengan vaskularisasi dari perifer disekitar limbus.
7. Ulkus Mooren
Penyebab ulkus mooren belum diketahui, namun diduga autoimun. Ulkus Mooren
paling sering terdapat pada usia tua namun tidak berhubungan dengan penyakit
sistemik yang sering diderita orang tua.
Terdapat dua bentuk :
1. Pasien tua terutama laki-laki, 75 %, unilateral dengan rasa sakit yang tidak berat,
prognosis sedang, dan jarang perforasi
2. Pasien muda laki-laki, 75 % binokular, dengan rasa sakit dan berjalan progresif.
Prognosis buruk, 1/3 kasus terjadi perforasi kornea.
20
Gejala yang ditemukan adalah nyeri yang tidak hebat, fotofobi, lakrimasi dan defek
penglihatan.
Tanda yang ditemukan adalah :
- Merupakan ulkus superfisial yang dimulai pada tepi kornea berupa bercak
infiltrat berwarna abu-abu
- Ulcus menggaung dibagian epitel dan lamelar stroma superfisial, membentuk
tepi yang menggantung. Dasar ulkus segera mengalami vaskularisasi.
Penyebaran dapat self limiting atau progresif
- Ulkus jarang menimbulkan perforasi dan tidak melibatkan sklera.
8. Ulkus Kornea akibat Defisiensi Vitamin A
Ulkus kornea tipikal avitaminosis A terletak di pusat dan bilateral, berwarna
kelabu dan indolen, disertai kehilangan kilau kornea di daerah sekitarnya. Kornea
melunak dan nekrotik (keratomalacia), dan sering timbul perforasi. Epitel konjungtiva
berlapis keratin, yang terlihat di bintik bitot. Bintik bitot adalah daerah berbentuk baji
pada konjungtiva, biasanya pada tepi temporal, dengan limbus dan apeksnya melebar ke
arah katus lateral. Di dalam segitiga ini konjungtiva berlipat-lipat konsentris terhadap
limbus, dan materi kering bersisik dapat rontok dari daerah ini ke dalam cul-de-sac
inferior. Kerokan konjungtiva dari bintik bitot, setelah dipulas menampakkan banyak
basil xerosis saprofitik (Corynebacterium xerosis; batang-batang berlengkung pendek)
dan sel-sel epitel berkeratin.
Ulserasi kornea akibat avitaminosis A terjadi karena kekurangan vitamin A dari
makanan atau gangguan absorbsi saluran cerna dan gangguan pemanfaatan oleh tubuh.
Ulkus dapat terjadi pada bayi yang mempunyai masalah makanan; pada orang dewasa
dengan diet ketat atau tidak adekuat; atau pada orang dengan obstruksi bilier, karena
empedu dalam saluran cerna diperlukan dalam penyerapan vitamin A. Kekurangan
vitamin A menyebabkan keratinisasi umum pada epitel di seluruh tubuh. Perubahan
pada konjungtiva dan kornea bersama-sama dikenal sebagai xeropthalmia. Karena
epithel jalan nafas juga terkena, banyak pasien, bila tidak diobati, akan meninggal
karena pneumonia. Avitaminosis A juga menghambat pertumbuhan tulang. Ini terutama
penting pada bayi; misalnya jika tulang-tulang tengkorak tidak tumbuh dan otak
tumbuh terus, timbullah peningkatan tekanan intrakranial dan papiledema.
21
Defisiensi vitamin A ringan harus diterapi; pada orang dewasa dengan dosis
30.000 unit/hari selama 1 minggu. Kasus-kasus berat mula-mula memerlukan dosis yang
jauh lebih tinggi (20.000/kg/hari). Salep sulfonamida atau antibiotika dapat digunakan
secara lokal pada mata untuk mencegah infeksi bakteri sekunder. Rata-rata keperluan
harian vitamin A adalah 1500-5000 IU untuk anak-anak, menurut usia, dan 5000 IU
untuk dewasa.
9. Keratitis Pajanan/Eksposur
Keratitis ini dapat timbul akibat kornea tidak cukup basah dan ditutup oleh
palpebra, seperti pad eksoftalmus, ektropion, sindrom palpebra lunak, hilangnya
sebagian palpebra akibat trauma, dan ketidakmampuan palpebra menutup secukupnya
seperti pada Bell’s palsy. Faktor penyebabnya adalah kekeringan kornea dan pajanan
terhadap trauma minor. Kornea yang terbuka mudah mengering selama jam-jam tidur.
Jika timbul ulkus, umumnya terjadi setelah trauma minor dan terletak di sepertiga
kornea bagian bawah.
Keratitis ini bersifat steril, kecuali terjadi infeksi sekunder. Tujuan pengobatan
adalah memberi perlindungan dan membasahi seluruh permukaan kornea. Metode yang
digunakan sesuai penyebabnya, misalnya bedah plastik pada palpebra atau koreksi
eksoftalmus.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan menggunakan:
Slit lamp pada ulkus di kornea
Uji fluoresensi
Digunakan untuk melihat adanya defek epitel kornea. Kertas fluoresen yang dibasahi
terlebih dahulu dengan garam fisiologik diletakkan pada sakus konjungtiva inferior.
Penderita diminta untuk menutup matanya selama 20 detik, beberapa saat
kemudian kertas ini diangkat. Dilakukan irigasi konjungtiva dengan garam fisiologik.
Dilihat permukaan kornea bila terlihat warna hijau dengan sinar biru berarti ada
kerusakan epitel kornea misalnya terdapat pada keratitis superfisial epithelial, erosi
kornea, dan tukak kornea. Defek kornea akan terlihat berwarna hijau, akibat pada
setiap defek kornea, maka bagian tersebut akan bersifat basa dan memberikan
warna hijau pada kornea. Pada keadaan ini disebut uji fluoresen positif.
22
Pengecatan menggunakan tinta Rose-Bengal, tetapi pengecatan ini sangat iritatif
pada mata. Pada descemetoceles, membrana descemet akan terlihat keluar dan
setelah pengecatan akan timbul sebagai lingkaran gelap dengan pinggir berwarna
hijau, karena membrana descemet tidak mengabsorbsi tinta.
Melakukan swab pada kornea dan melihatnya dengan mikroskop dengan
pengecatan Gram dan preparasi KOH mungkin dapat melihat adanya bakteri dan
jamur dengan jelas.
Kultur mikroba penting untuk mengisolasi organisme penyebab pada beberapa
kasus. Test lainnya yang mungkin penting adalah test Schimer untuk
keratokonjungtivitis sicca dan menganalisa fungsi nervus facialis.
Uji sensibilitas kornea
Diketahui bahwa serabut sensible kornea melalui saraf trigeminus. Bila dirangsang
akan terdapat refleks aferen pada saraf fasial dan mata akan berkedip. Penderita
yang diminta melihat jauh ke depan dirangsang dengan kapas kering dari bagian
lateral kornea. Dilihat terjadinya refleks mengedip, rasa sakit, dan mata berair. Bila
ada refleks tersebut berarti fungsi trigeminus dan fasial baik.
23
2.8 Terapi
Diagnosa tepat sangat penting untuk memberikan terapi secara optimal.
Ulkus kornea bakterial membutuhkan antibiotik yang intensif untuk mengobati
infeksi, seperti:
- Aminoglikosida, efektif terhadap pseudomonas, streptokokus, dan stafilokokus
- Basitrasin, efektif untuk kokus gram positif, niseria, hemofilus, dan basil gram
(+).
- Cefazolin, stafilokokus gram (+)
- Eritromisin, efektif untuk gram (+), niseria, spiroketa, dan hemofilus
- Gentamisin, kokus gram (+),gram (-) basil, dan pseudomonas.
- Kloramfenikol, gram (-) dan (+), klamidia, dan riketsia.
- Penisilin, efektif terhadap streptokokus, neiseria, haemophillus, klebsiella,
stafilokokus, dan actinomices (filamen gram +)
- Polimiksin, pseudomonas, bakteri gram (-) kecuali proteus dan neiseria
- Sefalosporin, stafilookus, streptokokus, dan gram (-) tertentu.
- Sulfonamida kokus dan basil gram (+) dan (-), klamidia, aktinomices, dan
nokardia
- Surbenisilin pseudomonas dan bakteri anaerob
- Tetrasiklin untuk bakteri (+) dan (-), klamidia, dan mikoplasma.
- Vancomicin kokus gram (+) dan batang gram (-)
Ulkus kornea jamur membutuhkan agen anti-fungal topikal secara intensif, seperti :
- Natamisin (pimafulin), efektif untuk kandida dan fusarium aspergilus,
penicillium, cephalosporium
- Nistatin (mycostatin) efektif untuk kandida
- Amfoterisin (fungisida) efektif untuk aspergillus, histoplasma, blastomyces, dan
coccidiodes
- Amfoterisin B, turunan streptomyces nodosus.
Ulkus kornea viral yang disebabkan herpes virus mungkin membutuhkan anti viral
topikal seperti topikal acyclovir dalam bentuk salep 3% yang diberikan 4 jam sekali,
sedikitnya lima kali sehari.
24
Secara umum ulkus kornea diobati sebagai berikut :
1. Tidak boleh dibebat, karena akan menaikkan suhu sehingga berfungsi sebagai
inkubator.
2. Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali sehari
3. Diperhatikan kemungkinan terjadinya glaukoma sekunder.
4. Debridement sangat membantu penyembuhan.
5. Diberi antibiotika yang sesuai dengan kausa. Biasanya diberi secara lokal, kecuali
pada keadaan yang berat.
Pengobatan dihentikan bila sudah terjadi epitelialisasi dan mata terlihat tenang,
kecuali bila penyebabnya Pseudomonas yang memerlukan tambahan pengobatan
selama 1-2 minggu.
Pada ulkus kornea dilakukan pembedahan atau keratoplasti apabila:
1. Dengan pengobatan tidak sembuh
2. Terjadinya jaringan parut yang mengganggu penglihatan.
Pengobatan yang paling ideal terhadap ulkus kornea adalah pencegahan terjadinya
ulkus dengan mengobati setiap trauma kornea sesteril mungkin. Kalau terdapat
debu, maka debu tersebut dikeluarkan dengan alat-alat yang steril, kemudian beri
antibiotik lokal yang berspektrum, luas, kalau perlu juga sistemik dan mata ditutup
dengan kasa steril dan diganti setiap hari sampai sembuh. Bila telah terbentuk ulkus,
maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan mikrobiologi dan tes resistensi, supaya
pengobatannya tepat guna.
Disamping itu juga diberikan Sulfas Atropin sebagai salep atau larutan sebagai
midriatika, mata ditutup serta diberikan roborantia, analgetika, sedative. Kalau tidak
sembuh dapat dilakukan:
Kauterisasi kimia dan mekanik
Parasentesa
Membuat flap konjungtiva, dll
2.9 Prognosis
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya
mendapat pertolongan, jenis mikro organisme penyebabnya, dan ada tidaknya
25
komplikasi yang timbul. Dengan pengobatan yang adekuat, ulkus kornea akan terus
membaik dan sembuh. Oleh karena jaringan kornea bersifat avaskuler, ulkus kornea
yang luas memerlukan waktu penyembuhan yang lama. Jika ulkus semakin meluas dan
tidak terjadi penyembuhan, perlu dipertimbang-kan diagnosis dan terapi yang lain.
Apabila ulkus kornea segera diterapi, infeksi pada kornea biasanya dapat
sembuh, mungkin bahkan tanpa terjadinya ulkus pada kornea. Bagaimanapun, infeksi
yang tidak diterapi dapat menyebabkan ulkus kornea yang dapat menimbulkan scar atau
bahkan perforasi pada kornea. Masalah lainnya dapat muncul termasuk glaucoma.
Pasien dengan penyakit sistemik dapat menghambat proses peyembuhan (seperti
diabetes mellitus atau rheumatoid arthritis) yang membutuhkan terapi agresif. Semakin
lambat terapi yang diberikan, akan semakin menambah kerusakan yang terjadi dan scar
yang lebih luas. Transplantasi kornea adalah standar terapi yang memiliki kemungkinan
keberhasilan yang besar.
2.10 Pencegahan
Pemakaian kontak lensa yang baik akan mengurangu insiden kerusakan kornea
dan ulserasi. Kuman pada mulut dan tangan dapat merusak mata, jadi pemakai lensa
kontak harus mencuci tangannya sebelum menyentuh lensa tersebut dan tidak boleh
menggunakan air ludah untuk melembabkannya. Air pipa tidak boleh digunakan untuk
mencuci kontak lensa. Kontak lensa harus dilepas bila terjadi iritasi dan tidak boleh
dipakai lagi sampai mata menjadi normal kembali. Tidak disarankan menggunakan
kontak lensa untuk berenang atau saat di pemandian air panas. Kontak lensa yang sekali
pakai lebih tidak beresiko daripada kontak lensa yang dipakai sepanjang hari (dipakai
berulang kali). Organisme yang telah dikultur dari tempat kontak lensa, jadi tempat
tersebut harus dicuci menggunakan air panas dan dikeringkan. Tempat tersebut harus
diganti setiap tiga bulan sekali. Pasien harus mematuhi jadwal dokter untuk mengganti
kontak lensa.
Perlindungan terhadap mata di tempat kerja, atau dimanapun dimana terdapat
partikel kecil beterbangan sangat penting. Pelindung ultraviolet pada kacamata atau
kaca mata hitam dapat membantu melindungi mata dari cahaya matahari. Memberikan
perhatian pada mata merah dapat mencegah kerusakan yang progresif. Untuk orang
yang tidak memiliki air mata yang adekuat, penggunaan tetes mata buatan dapat
mencegah kerusakan akibat kekeringan.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Polsdorfer, J. Ricker, MD. 2002. Corneal. http://www.healthatoz. c om/
healthatoz/Atoz/common/standard/transform.jsp?requestURI=/healthatoz/
Atoz/ency/corneal_ulcers.jsp. diakses pada tanggal 21 Januari 2011
2. Wikipedia. 2008. Corneal Ulcer. http://en.wikipedia.org/wiki/Corneal_ulcer.
diakses pada tanggal 21 Januari 2011
3. Suhardjo, Widodo Fatah, Dewi Upik M.Tingkat Keparahan Ulkus Kornea di RS Dr.
Sardjito Sebagai Tempat Pelayanan Mata Tertier. Bagian Ilmu Penyakit Mata FK
UGM, Yogyakarta.http://www.tempo.co.id/medika/online. diakses pada tanggal
21 Januari 2011
4. Vaughan, Daniel G; Asburg, Taylor; Riordan-Eva, Paul. 2006. Oftalmologi Umum
(General Ophtalmology). Alih bahasa: dr. Jan Tambajong dan dr. Brahm U. Pendit,
SpKK. Editor: dr. Y. Joko Suyono. Widya Madika. Jakarta.
5. USA Today.com. Corneal Ulcer. 2006. http://www.healthscout.
com/ency/68/616/main.html . diakses pada tanggal 20 Januari 2011
6. Ilyas, sidarta, dkk. 2008. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI
7. Naradzay, Jerome FX.2006. Corneal Ulceration and Ulcerative Keratitis.
http://www.emedicine.com/ diakses pada tanggal 20 Januari 2011
8. Khurana, AK. 2007. Comprehensive Opthalmology : Disease Of The Cornea. New
Age Int : New Delhi.
9. Smolin,Gilbert dan Richard A. Thoft. 1987. The Cornea: Scientific Foundation and
Clinical Practice, 2nd Edition. Little, Brown and Company Boston/Toronto. United
States.
10. Grigsby, W. S. 2004. Corneal Ulceration and Ulcerative Keratitis. http:// www.
emedicine .com/emerg/ topic115.htm. diakses pada tanggal 20 Januari 2011
11. Aldina, Rosy. 2005. Kuliah: Penyakit Infeksi dan Imunologi pada Kornea dan Sklera.
Sub. Bagian Infeksi dan Imunologi Lab. SMF Ilmu Penyakit Mata FK UNIBRAW/RSU
Dr. Saiful Anwar. Malang
27