tinjauan pustaka cr ortopedi

Upload: mike-fandri

Post on 04-Apr-2018

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/29/2019 Tinjauan Pustaka Cr Ortopedi

    1/23

    1

    BAB I. ILUSTRASI KASUS

    I. IDENTITAS Nama : Tn. RM

    Umur : 20 Thn

    Jenis Kelamin :laki-laki

    Agama : Islam

    Suku : Lampung

    Alamat :pesawaran

    Masuk RSUDAM : 25 Juni 2012

    Pekerjaan : mahasiswa

    II. ANAMNESAAlloanamnesis

    KeluhanUtama :Tungkai kanan terasa lebih panjang

    KeluhanTambahan :Nyeri pada paha kanan

    Riwayat Penyakit Sekarang

    Pasien laki-laki datang ke rsam dengan keluhan tungkai kanan lebih

    panjang dari tungkai kiri. Pasien mengalami kecelakaan motor tahun

    2008 silam, pada kecelakaan tersebut pasien merasakan sangat nyeri

    pada paha kanan pasien selain itu pasien juga merasakan paha

    kanannya membengkak dan sulit untuk digerakkan. Pasien sempat di

    rawat di sanggah putu selama 1bulan namun tidak ada perubahan

  • 7/29/2019 Tinjauan Pustaka Cr Ortopedi

    2/23

    2

    sehingga pasien memutuskan untuk ke rsam serta dilakukan traksi

    selama satu bulan. Setelah melaksanakan traksi selama sebulan pasien

    akhirnya memutuskan untuk menjalani operasi pada paha kanannya.

    Enam bulan setelah kecelakaan pasien bisa berjalan. Pasien merasa

    bila ia berjalan normal namun banyak yang mengatakan bahwa pasien

    berjalan agak pincang.

    Riwayat Penyakit Dahulu

    Tidak ada riwayat penyakit tulang pada pasien sebelumnya, pernah

    fraktur (+)

    Riwayat Penyakit Keluarga

    Tidak ada dari keluarga yang menderita penyakit kelainan tulang.

    III. PEMERIKSAAN FISIKStatus Present

    KeadaanUmum :Tampak sakit ringan

    Kesadaran : compos mentis (GCS=15)

    Nadi : 80x/menit,teratur

    Pernafasan : 20x/menit

    Suhu : 36,70C

    TinggiBadan : 170 cm

    BeratBadan : 60 kg

    KeadaanGizi :Baik

    Status Generalis

    Kepala

    Kepala :Hematom (-)

    Bentuk :Bulat, simetris

    Rambut :Hitam, lurus, tidak mudah dicabut

  • 7/29/2019 Tinjauan Pustaka Cr Ortopedi

    3/23

    3

    Mata :Konjungtiva anemis (-), sclera anikterik,

    pupil isokor, reflek cahaya (+/+)

    Wajah :Tidak tampak luka atau perdarahan

    Hidung :Tidak tampak darah pada kedua lubanghidung, tidak ada patah pada tulang hidung

    Mulut :Sianosis(-), perdarahan(-), faring

    hiperemis(-)

    Telinga :Serumen (-), liang telinga lapang

    Leher

    Tidak ada deviasi trachea, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan

    getah bening, JVP tidak meningkat.

    Paru

    Inspeksi : Bentuk dan pergerakan pernafasan kanan-

    kiri

    Palpasi : Fremitus taktil simetris kanan- kiri

    Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

    Auskultasi : vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

    Jantung

    Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

    Palpasi : ictus cordis tidak teraba

    Perkusi : Batas atas sela iga III garis parasternal kiri

    Batas kanan sela iga V garis sterna kanan

    Batas kiri sela iga V garis midkavikula kiri

    Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, murmur (-)

    Abdomen

    Inspeksi : Perut datar simetris

    Palpasi : Turgor baik, hepar dan lien tidak

    membesar, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-)

    Perkusi : Timpani, pekak hati (+), shifting

    dullness(+)

    Auskultasi : Bisingusus (+) normal

  • 7/29/2019 Tinjauan Pustaka Cr Ortopedi

    4/23

    4

    Ekstremitas

    Superior : Clubbing finger (-), sianosis (-), oedem (-)

    Inferior : Desktra : status lokalis

    Sinistra : tidak ada kelainan

    Genitalia

    Tidak ada indikasi

    Status lokalis

    Regio femur Dextra

    Look :Deformitas (-), bengkak (-), merah (-), pemanjanggan(+)

    Feel :Nyeri tekan (-), krepitasi (-), nyeri sumbu (-) Move :Nyeri gerak aktif (+), nyeri gerak pasif (-)

    NVD :Sensoris (baik)

    Motoris (baik)

    A. dorsalispedis: pulsasi baik

    True length

    Dextra: 85 cmSinistra: 83 cm

    Apparent length

    Dextra 93 cmSinistra 89 cm

    IV. PEMERIKSAAN PENUNJANGDarah

    Hb : 14,1 gr %

    Leukosit : 10.700/MM3

    Hematokrit : 42%

    Hitungjenis :0/2/0/65/26/7

    SGOT :9U/L

    SGPT :9 U/L

  • 7/29/2019 Tinjauan Pustaka Cr Ortopedi

    5/23

    5

    Foto Rontgen

    RESUME

    Pasien laki-laki 20 thn datang setelah 4 tahun kecelakaan dan telah dilakukan

    traksi dan operasi pada paha kanannya. Pasien merasa kaki kanannya kini lebih

    panjang dibandingkan kaki kirinya.

    Pemeriksaan fisik

    1. Status Present : Dalam Batas Normal

    2. Status Generalis : Dalam Batas Normal

    3. Status Lokalis

    Regio femur Dextra Sinistra

    Look : Deformitas (-),bengkak(-), pemanjangan (+)

    Feel : Nyeri tekan (-), krepitasi (-), nyeri sumbu (-)

    Move : Nyeri gerak aktif (+), nyeri gerak pasif(-)

    NVD : sensoris (baik)

  • 7/29/2019 Tinjauan Pustaka Cr Ortopedi

    6/23

    6

    Motoris (baik)

    A. dorsalis pedis: pulsasi baik

    Pemeriksaan Penunjang

    Darah

    Hb : 14,1 gr %

    Leukosit : 10.700/MM3

    Hematokrit : 42%

    Hitungjenis :0/2/0/65/26/7

    SGOT :9U/L

    SGPT :9 U/L

    DiagnosaKerja

    Fraktur femur 1/3 midle dekstra

    Medikamentosa

    Vitamin

    Tindakan

    Tindakan operatif orif

    Perawatan luka

    Prognosa

    Ad vitam : Dubia ad bonam

    Ad functionam : Dubia ad bonam

    Ad sanationam : Dubia ad bonam

  • 7/29/2019 Tinjauan Pustaka Cr Ortopedi

    7/23

    7

    BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

    A. AnatomiFemur adalah tulang terkuat, terpanjang, dan terberat di tubuh dan amat

    penting untuk pergerakan normal. Tulang ini terdiri atas tiga bagian, yaitu

    femoral shaft atau diafisis, metafisis proximal, dan metafisis distal. Femoral

    shaftadalah bagian tubular dengan slight anterior bow, yang terletak antara

    trochanter minor hingga condylus femoralis. Ujung atas femur memiliki caput,

    collum, dan trochanter major dan minor. Bagian caput merupakan lebih

    kurang dua pertiga bola dan berartikulasi dengan acetabulum dari os coxae

    membentuk articulatio coxae. Pada pusat caput terdapat lekukan kecil yang

    disebut fovea capitis, yaitu tempat perlekatan ligamen dari caput. Sebagian

    suplai darah untuk caput femoris dihantarkan sepanjang ligamen ini dan

    memasuki tulang pada fovea.

    Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang femur, berjalan

    kebawah, belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125 derajat

    (pada wanita sedikit lebih kecil) dengan sumbu panjang batang femur.

    Besarnya sudut ini perlu diingat karena dapat dirubah oleh penyakit.

    Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas leher dan

    batang. Yang menghubungkan dua trochanter ini adalah linea

    intertrochanterica di depan dan crista intertrochanterica yang mencolok di

    bagian belakang, dan padanya terdapat tuberculum quadratum. Bagian batang

    femur umumnya menampakkan kecembungan ke depan. Ia licin dan bulat

    pada permukaan anteriornya, namun pada bagian posteriornya terdapat

    rabung, linea aspera. Tepian linea aspera melebar ke atas dan ke bawah.

    Tepian medial berlanjut ke bawah sebagai crista supracondylaris medialis

    menuju tuberculum adductorum pada condylus medialis. Tepian lateral

    menyatu ke bawah dengan crista supracondylaris lateralis.

  • 7/29/2019 Tinjauan Pustaka Cr Ortopedi

    8/23

    8

    Pada permukaan posterior batang femur, di bawah trochanter major terdapat

    tuberositas glutealis, yang ke bawah berhubungan dengan linea aspera. Bagian

    batang melebar ke arah ujung distal dan membentuk daerah segitiga datar pada

    permukaan posteriornya, disebut fascia poplitea. Ujung bawah femur memiliki

    condylus medialis dan lateralis, yang di bagian posterior dipisahkan oleh

    incisura intercondylaris. Permukaan anterior condylus dihubungkan oleh

    permukaan sendi untuk patella. Kedua condylus ikut membentuk articulatio

    genu. Di atas condylus terdapat epicondylus lateralis dan medialis.

    Tuberculum adductorium berhubungan langsung dengan epicondylus medialis

    Gambar 1. Tulang paha, femur, tampak depan, belakang, medial

    B. Definisi FrakturFraktur adalah hilangnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan epifisis dan

    atau tulang rawan sendi baik yang bersifat total maupun yang parsial. Frakturdapat terjadi akibat peristiwa trauma tunggal, tekanan yang berulang-ulang,

    atau kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik). Sebagian besar

    fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang dapat

    berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran, atau penarikan.

    Fraktur dapat disebabkan trauma langsung atau tidak langsung. Trauma

    langsung berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat

    itu. Trauma tidak langsung bila titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur

  • 7/29/2019 Tinjauan Pustaka Cr Ortopedi

    9/23

    9

    berjauhan. Tekanan yang berulang-ulang dapat menyebabkan keretakan pada

    tulang. Fraktur dapat pula terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu

    lemah (misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh.

    C. EtiologiUntuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan, kita

    harus mengetahui kondisi fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat

    menyebabkan tulang patah. Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat

    menahan kompresi dan tekanan memuntir (shearing). Kebanyakan fraktur

    terjadi akibat truma yang disebabkan oleh kegagalan tulang menahan tekanan

    membengkok, memutar dan tarikan. Trauma yang dapat menyebabkan fraktur

    dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung.

    a. Trauma LangsungTrauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan

    terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya

    bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.

    b. Trauma Tidak LangsungApabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah

    fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan

    fraktur pada clavicula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap

    utuh.

    Tekanan pada tulang dapat berupa:

    1. Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat oblik atau spiral.

    2.

    Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal.3. Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur

    impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi.

    4. Kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur kominutif atau

    memecah, misalnya pada badan vertebra talus atau fraktur buckle pada

    anak-anak.

    5. Trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu

    akan menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z.

  • 7/29/2019 Tinjauan Pustaka Cr Ortopedi

    10/23

    10

    6. Fraktur oleh karena remuk.

    7. Trauma karena tarikan pada ligamen atau tendo akan menarik sebagian

    tulang.

    D. Klasifikasi FrakturKlasifikasi Etiologis:

    Fraktur traumatik: terjadi karena trauma yang tiba-tiba.

    Fraktur patologis: terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat

    kelainan patologis di dalam tulang.

    Fraktur stres: terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu

    tempat tertentu

    Klasifikasi Klinis:

    Fraktur tertutup (simple fracture)

    Fraktur tertutup adalah suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan

    dengan dunia luar.

    Fraktur terbuka (compound fracture)

    Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia

    luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentukfrom

    within (dari dalam) ataufrom without(dari luar).

    Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat:

    - Derajat I : Terdapat hubungan dengan dunia luar, timbul luka kecil (1 cm), biasa disebabkan benturan

    dari luar.

    - Derajat III: Luka lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak

    banyak yang ikut rusak (otot,saraf,pembuluh darah). Adapun derajat

    III dibagi lagi menjadi:

    a. Adekuat penutupan kulit dari tulang fraktur. Fraktur berhubungan

    dengan ukuran dari luka.

  • 7/29/2019 Tinjauan Pustaka Cr Ortopedi

    11/23

    11

    b. Kerusakan soft tissue yang hebat dengan stripping periosteal dan

    bone exposed. Biasanya berhubungan dengan kontaminasi yang

    massif.

    c. Fraktur terbuka yang berhubungan dengan kerusakan arteri yang

    memerlukan repair.

    d. Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture) adalah fraktur

    yang disertai dengan komplikasi misalnya malunion, union,

    nonunion, infeksi tulang.

    Klasifikasi Radiologis

    1. Lokalisasi

    - Diafisial

    - Metafisial

    - Intra-artikuler

    - Fraktur dengan dislokasi

    2.

    Konfigurasi- Fraktur transversal

    - Fraktur oblik

    - Fraktur spiral

    - Fraktur Z

    - Fraktur segmental

    - Fraktur kominutif, fraktur lebih dari dua fragmen

    - Fraktur baji biasanya pada vertebra karena trauma kompresi

  • 7/29/2019 Tinjauan Pustaka Cr Ortopedi

    12/23

    12

    - Fraktur avulsi, fragmen kecil tertarik oleh otot atau tendo misalnya

    fraktur epikondilus humeri, fraktur trokanter mayor, fraktur patella

    - Fraktur depresi, karena trauma langsung misalnya pada tulang

    tengkorak

    - Fraktur impaksi

    - Fraktur pecah (burst) dimana terjadi fragmen kecil yang berpisah

    misalnya pada fraktur vertebra, patella, talus, kalkaneus

    - Fraktur epifisis

    3. Menurut ekstensi

    - Fraktur total

    - Fraktur tidak total

    - Fraktur buckle atau torus

    - Fraktur garis rambut

    - Fraktur green stick

    4. Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya

    - Bersampingan

    - Angulasi

    - Rotasi

    - Distraksi

    - Over-riding

    - Impaksi

  • 7/29/2019 Tinjauan Pustaka Cr Ortopedi

    13/23

    13

    E. Gambaran Klinis FrakturAnamnesis :

    Pasien datang dengan suatu trauma (traumatik fraktur), baik yang hebat

    maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidak mampuan untuk

    menggunakan anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat,

    karena fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur

    terjadi pada daerah lain. Trauma dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas,

    jatuh dari ketinggian, penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan karena

    trauma olah raga. Pasien biasanya datang karena adanya nyeri,

    pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, deformitas, kelainan gerak,

    krepitasi atau datang dengan gejala lain.

    Pemeriksaan fisik

    Pada pemeriksaan awal penderita perlu diperhatikan:

    - Syok, anemia atau perdarahan.

    - Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang

    atau organ-organ dalam rongga thoraks, panggul dan abdomen.

    - Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis

    Pemeriksaan lokal

    a. Inspeksi (look)

    - Bandingkan dengan bagian yang sehat

    - Perhatikan posisi anggota gerak secara keseluruhan

    - Ekspresi wajah karena nyeri

    -

    Lidah kering atau basah- Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan

    - Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk

    membedakan fraktur tertutup atau terbuka

    - Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari

    - Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan

    - Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-

    organ lain

  • 7/29/2019 Tinjauan Pustaka Cr Ortopedi

    14/23

    14

    - Perhatikan kondisi mental penderita

    - Keadaan vaskularisasi

    b. Palpasi (feel)

    Palpasi dilakukan secara hati-hati karena pasien biasanya mengeluh sangat

    nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan:

    - Temperatur setempat yang meningkat

    - Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh

    kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang

    - Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara

    hati-hati- Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri

    radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota

    gerak yang terkena. Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit

    pada bagian distal daerah trauma, temperatur kulit

    - Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui

    adanya perbedaan panjang tungkai.

    c. Pergerakan (move)

    Periksa pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara

    aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma.

    Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat

    sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga

    dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah

    dan saraf.

    d. Pemeriksaan neurologis

    Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris

    serta gradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau

    neurotmesis.

  • 7/29/2019 Tinjauan Pustaka Cr Ortopedi

    15/23

    15

    e. Pemeriksaan radiologi

    Macam-macam pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan untuk

    menetapkan kelainan tulang dan sendi :

    1. Foto PolosDengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur.

    Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan

    keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan bidai yang

    bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan

    pemeriksaan radiologis.

    Tujuan pemeriksaan radiologis :o Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi

    o Untuk konfirmasi adanya fraktur

    o Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta

    pergerakannya

    o Untuk menentukan teknik pengobatan

    o Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak

    o Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstraartikuler

    o Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang

    o Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru.

    2. CT-ScanSuatu jenis pemeriksaan untuk melihat lebih detail mengenai bagian tulang

    atau sendi, dengan membuat foto irisan lapis demi lapis. Pemeriksaan ini

    menggunakan pesawat khusus.

    3. MRIMRI dapat digunakan untuk memeriksa hampir semua tulang, sendi, dan

    jaringan lunak. MRI dapat digunakan untuk mengidentifikasi cedera

    tendon, ligamen, otot, tulang rawan, dan tulang

  • 7/29/2019 Tinjauan Pustaka Cr Ortopedi

    16/23

    16

    Prinsip dan Metode Penanganan Fraktur

    1. Penatalaksanaan awal

    Sebelum dilakukan pengobatan definitf pada satu fraktur, maka diperlukan:

    Pertolongan pertama

    Pada penderita dengan fraktur yang penting dilakukan adalah

    membersihkan jalan napas, menutup luka dengan verban yang bersih dan

    imobilisasi fraktur pada anggota gerak yang terkena agar penderita merasa

    nyaman dan mengurangi nyeri.

    Penilaian klinis

    Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian klinis,

    apakah luka itu luka tembus tulang, adakah trauma pembuluh darah/saraf

    ataukah ada trauma alat-alat dalam lainnya.

    Resusitasi

    2. Prinsip umum pengobatan fraktur

    Ada empat prinsip pengobatan fraktur:

    a. Recognition, diagnosis dan penilaian fraktur

    Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan

    anamnesis, pemeriksan klinis dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu

    diperhatikan:

    1. Lokalisasi fraktur

    2. Bentuk fraktur

    3. Menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan

    4. Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan

    b. Reduction; reduksi fraktur apabila perlu Restorasi fragmen fraktur

    dilakukan untuk mendapatkan posisi yang dapat diterima. Pada fraktur

    intraartikuler diperlukan reduksi anatomis dan sedapat mungkin

    mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti

    kekakuan, deformitas, serta perubahan osteoartritis di kemudian hari.

  • 7/29/2019 Tinjauan Pustaka Cr Ortopedi

    17/23

    17

    Posisi yang baik adalah :

    1. Alignment yang sempurna

    2. Aposisi yang sempurna

    c. Retention; imobilisasi fraktur

    d. Rehabilitation; mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin

    3. Metode Pengobatan Fraktur Tertutup

    Metode pengobatan fraktur pada umumnya dibagi dalam:

    a. Konservatif

    Terdiri atas:

    1) Proteksi semata-mata (tanpa reduksi atau imobilisasi) Proteksi fraktur

    terutama untuk mencegah trauma lebih lanjut misalnya dengna cara

    memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat pada

    anggota gerak bawah.

    2) Imobilisasi dengan bidai eksterna. Imobilisasi pada fraktur dengan

    bidai eksterna hanya memberikan sedikit imobilisasi, biasanya

    mempergunakan plaster of Paris (gips) atau dengan bermacam-macam

    bidai dari plastik atau metal. Indikasi: digunakan pada fraktur yang

    perlu dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan.

    3) Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilissi eksterna,

    mempergunakan gips. Indikasi:

    o Sebagai bidai pada fraktur untuk pertolongan pertama

    o Imobilisasi sebagai pengobatan definitif pada fraktur

    o Diperlukan manipulasi pada fraktur yang bergeser dan diharapkan

    dapat direduksi dengan cara tertutup dan dapat dipertahankan.

    Fraktur yang tidak stabil atau bersifat kominutif akan bergerak di

    dalam gips sehingga diperlukan pemeriksaan radiologis yang

    berulang-ulang.

    o Imobilisasi untuk mencegah fraktur patologis

    o Sebagai alat bantu tambahan pada fiksasi interna yang kurang kuat

  • 7/29/2019 Tinjauan Pustaka Cr Ortopedi

    18/23

    18

    4) Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut diikuti dengan imobilisasi.

    Reduksi tertutup pada fraktur yang diikuti dengan traksi berlanjut

    dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu traksi kulit dan traksi

    tulang.

    5) Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Dengan

    mempergunakan alat-alat mekanik seperti bidai Thomas, bidai Brown

    Bohler, bidai Thomas dengan Pearson knee flexion attachment.

    Tindakan ini mempunyai dua tujuan utama berupa reduksi yang

    bertahap dan imobilisasi.

    Indikasi:o Bilamana reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi tidak

    memungkinkan serta untuk mencegah tindakan operatif misalnya

    pada fraktur batang femur, fraktur vertebra servikalis.

    o Bilamana terdapat otot yang kuat mengelilingi fraktur pada tulang

    tungkai bawah yang menarik fragmen dan menyebabkan angulasi,

    over-riding, dan rotasi yang dapat menimbulkan malunion,

    nonunion atau delayed union.

    o Bilamana terdapat fraktur yang tidak stabil, oblik, fraktur spiral

    atau kominutif pada tulang panjang.

    o Fraktur vertebra servikalis yang tidak stabil.

    o Fraktur femur pada anak-anak (traksi Bryant=traksi Gallow).

    o Fraktur dengan pembengkakan yang sangat hebat desertai dengan

    pergeseran yang hebat serta tidak stabil, misalnya fraktur

    suprakondiler humerus.

    o Jarang pada fraktur metakarpal

    o Sekali-kali pada fraktur colles atau fraktur pada orang tua dimana

    reduksi tertutup dan imobilisasi eksterna tidak memungkinkan.

    b. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksterna atau fiksasi perkutaneus dengan

    K-wire.

  • 7/29/2019 Tinjauan Pustaka Cr Ortopedi

    19/23

    19

    c. Reduksi terbuka dengan fiksasi interna atau fiksasi eksterna tulang.

    Indikasi reduksi terbuka dengan fiksasi interna:

    o Fraktur intra-artikuler misalnya fraktur maleolus, kondilus,

    olekranon, patela.

    o Reduksi tertutup yang mengalami kegagalan misalnya fraktur

    radius dan ulna disertai malposisi yang hebat atau fraktur yang

    tidak stabil.

    o Bila terdapat interposisi jaringan di antara kedua fragmen.

    o Bila diperlukan fiksasi rigid misalnya pada fraktur leher femur.

    o Bila terjadi fraktur dislokasi yang tidak dapat direduksi secara baik

    dengan reduksi secara baik dengan reduksi tertutup misalnya

    fraktur Monteggia dan fraktur Bennett.

    o Fraktur terbuka.

    o Bila terdapat kontraindikasi pada imobilisasi eksterna sedangkan

    diperlukan mobilisasi yang cepat, misalnya fraktur pada orang tua.

    o Eksisi fragmen yang kecil.

    o Eksisi fragmen tulang yang kemungkinan mengalami nekrosis

    avaskuler misalnya fraktur leher femur pada orang tua.

    o Fraktur avulsi misalnya pada kondilus humeri.

    o Fraktur multiple.

    o Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis

    tinggi.

    o Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup.

    o Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan.

    o

    Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebihbaik dengan operasi, misalnya fraktur femur.

    Indikasi pemasangan k-nail

    Untuk tulang panjang yang lebih besar (femur)

    Pemasangan K-Nail (Kuntscher-Nail) secara terbuka pada fraktur femur

    1/3 tengah.

    Adapun teknik pemasangan K-nail adalah sebagai berikut:

    Pasien tidur miring ke sisi sehat dengan fleksi sendi panggul dan lutut

  • 7/29/2019 Tinjauan Pustaka Cr Ortopedi

    20/23

    20

    A pproach posterolateral dari trochanter mayor ke condylus lateral

    sepanjang 15cm di atas daerah fraktur

    Fascia lata dibelah dan m. vastus lateralis dibebaskan secara tajam dan

    septum intermuskularis disisihkan ke anterior

    Ligasi a/v perforantes

    Bebaskan periosteum untuk mencapai kedua fragmen fraktur.

    Bebaskan kedua fragmen fraktur dari darah dan otot

    Ukur panjang K-nail. Pasang guide ke arah fragmen proksimal dan

    Ietakkan di tengah, dengan posisi fleksi dan adduksi sendi panggul. Bagian

    kulit yang tertembus dibuat sayatan.

    K-nail dipasang dengan guide menghadap posteromedial

    Ujung proksimal K-nail dibenamkan 1-2 cm di atas tulang, jika terdapat

    rotational instability, beri anti rotation bar atau pakai cerelage wiring atau

    ganti K-nail

    Pemasangan K-nail sebaiknya setelah 7-14 hari pasca trauma.

    Cara lain pemasangan K-nail dengan bantuan fluoroscopy.

    Indikasi reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna :

    o Fraktur terbuka grade II dan grade III.

    o Fraktur terbuka disertai hilangnya jaringan atau tulang yang hebat.

    o Fraktur dengan infeksi atau infeksi pseudoartrosis.

    o Kadang-kadang pada fraktur tungkai bawah penderita diabetes

    mellitus

    Komplikasi reduksi terbuka:

    o Infeksi (osteomielitis)

    o Kerusakan pembuluh darah dan saraf

    o Kekakuan sendi bagian proksimal dan distal

    o Kerusakan periosteum yang hebat sehingga terjadi delayed union

    atau nonunion

    o Emboli lemak

    d. Eksisi fragmen tulang dan penggantian dengan protesis.

  • 7/29/2019 Tinjauan Pustaka Cr Ortopedi

    21/23

    21

    F. PrognosisPrognosis dari fraktur femur untuk kehidupan adalah bonam. Pada sisi fungsi

    dari kaki yang cedera, kebanyakan pasien kembali ke performa semula, namun

    hal ini sangat tergantung dari gambaran frakturnya, macam terapi yang dipilih,

    dan bagaimana respon tubuh terhadap pengobatan. Bahaya besar pada fraktur

    femur adalah cedera pada arteri femoralis, iskemia perifer dapat terjadi dengan

    segera dan hebat. Sering disertai edema lengan bawah dan kompartemen

    sindrom yang makin menghebat yang mengakibatkan nekrosis otot dan saraf.

    Nyeri hebat ditambah satu tanda positif (nyeri saat dorsofleksi jari kaki secara

    pasif, tungkaibawah yang nyeri tekan dan tegang, tak ada nadi dan tumpulnya

    sensasi) membutuhkan tindakan yang cepat. Jika tidak tertangani dengan cepat

    dan baik maka prognosisnya dapat menjadi jelek.Lesi saraf jarang terjadi pada

    fraktur tertutup. Komplikasi yang sering terjadi pada fraktur femur adalah

    tungkai yang tidak sama panjang setelah sembuh, malrotasi atau deformitas

    anguler, pembentukan spur yang menonjol pada otot yang mengganggu

    pergerakan dan kontraktu rkuadrisep. Komplikasi infeksi yang menyebabkan

    osteomielitis biasanya merupakan akibat dari fraktur terbuka meskipun tidak

    jarang terjadi setelah reposisi terbuka.

  • 7/29/2019 Tinjauan Pustaka Cr Ortopedi

    22/23

    22

  • 7/29/2019 Tinjauan Pustaka Cr Ortopedi

    23/23

    23

    DAFTAR PUSTAKA

    Apley AG, Solomon L. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Jakarta:

    Widya Medika. 1995.

    Bergman, Ronald, Ph.D. Anatomy of First Aid: A Case Study Approach.

    Available from:http://www.anatomyatlases.org/firstaid/ThighInjury.shtml

    Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi ketiga. Jakarta: Media

    Aesculapius. 2000.

    Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Bintang

    Lamumpatue. 2003.

    Reksoprodjo, Soelarto. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Fakultas Kedoktran

    Universitas Indonesia. Jakarta: Binarupa Aksara. 1995

    Snell, Anatomi Klinik. Bagian 2. Edisi ketiga. Jakarta: EGC. 1998

    Sjamsuhidajat R, Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta: EGC. 2004.

    http://www.anatomyatlases.org/firstaid/ThighInjury.shtmlhttp://www.anatomyatlases.org/firstaid/ThighInjury.shtmlhttp://www.anatomyatlases.org/firstaid/ThighInjury.shtmlhttp://www.anatomyatlases.org/firstaid/ThighInjury.shtml