ca bronko

45
LAPORAN INDIVIDU Disusun untuk Memenuhi Kompetensi Profesi Ners Departemen Keperawatan Medikal di R.27 RS Dr. Saiful Anwar Malang Disusun Oleh : Sheradika Intan R 150070300113006

Upload: aq-sheradika-bukan-shandika

Post on 10-Jul-2016

25 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: ca bronko

LAPORAN INDIVIDU

Disusun untuk Memenuhi Kompetensi Profesi Ners Departemen Keperawatan Medikal di R.27

RS Dr. Saiful Anwar Malang

Disusun Oleh :

Sheradika Intan R 150070300113006

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS BRAWIJAYA

2016

Page 2: ca bronko

LAPORAN PENDAHULUANKARSINOMA BRONKOGENIK

Disusun untuk Memenuhi Kompetensi Profesi Ners Departemen Keperawatan Medikal di R.27

RS Dr. Saiful Anwar Malang

Disusun Oleh :

Sheradika Intan R 150070300113006

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS BRAWIJAYA

Page 3: ca bronko

2016HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

Klien dengan KARSINOMA BRONKOGENIK di R. 27

RS. Dr. Saiful Anwar Malang

Disusun Oleh:

Sheradika Intan R

150070300113006

Kelompok 13

Relah diperiksa kelengkapannya ada:

Hari :

Tanggal :

Dan dinyatakan memenuhi kompetensi

Mengetahui,

Perseptor Klinik

( )

Perseptor Akademik

( )

Page 4: ca bronko

KARSINOMA BRONKOGENIK

A. DefinisiKarsinoma bronkogenik atau kanker paru dapat berupa metastasis

atau lesi primer. Tumor ganas dapat ditemukan di bagian tubuh mana saja.

Metastasis pada kolon dan ginjal merupakan tumor ganas yang paling sering

ditemukan di klinik, keduanya dapat menyebabkan tumor paru. Metastasis

tumor paru sering ditemukan terlebih dahulu sebelum lesi primernya diketahui.

Hal yang berbahaya adalah pada keadaan klinis lokasi lesi primer sering tidak

diketahui selama hidup klien (Muttaqin, 2007).

Karsinoma bronkogenik adalah tumor ganas paru primer yang

berasal dari saluran pernafasan Di dalam kepustakaan selalu dilaporkan

adanya peningkatan insiden kanker paru secara progresif, yang bukan hanya

sebagai akibat peningkatan umur rata-rata manusia serta kemampuan

diagnosis yang lebih baik, namun karsinomabronkogenik memang lebih sering

terjadi (Alsagaff&mukty, 2002).

B. KlasifikasiPembagian praktis untuk tujuan pengobatan (Sudoyono, 2007).

1. SCLC (small ceel lung cancer)

Karsinoma sel kecil biasanya terletak di tengah di sekitar percabangan

utama bronki.Karsinoma sel kecil memiliki waktu pembelahan yang

tercepat dan prognosis yang terburuk dibandingkan dengan semua

karsinoma bronkogenik.Sekitar 70% dari semua pasien memiliki bukti-bukti

yang ekstensif (metastasis ke distal) pada saat diagnosis, dan angka

kelangsungan hidup 5 tahun kurang dari 5%.

Gambaran histologi karsinoma sel kecil yang khas adalah nominasi sel-sel

kecil hampir semuanya diisi oleh mukus dengan sebaran kromatin dan

sedikit sekali/tanpa nukleoli.Bentuk sel bervariasi dan fusiform, poligonal,

dan bentuk seperti limfosit.

2. NSCLC (non small cell lung cancer)

Karsinoma Epidermoid/ Karsinoma Sel Skuamos

Perubahan karsinoma sel skuamosa biasanya terletak sentral di sekitar

hilus, dan menonjol ke dalam bronki besar.Diameter tumor jarang

melampaui beberapa sentimeter dan cenderung menyebar secara

Page 5: ca bronko

langsung ke kelenjar getah benig hilus, dinding dada dan

mediastinum.Karsinoma sel skuamos seringkali disertai batuk dan

hemoptisis akibat iritasi atau ulserasi, pneumonia, dan pembentukan

abses akibat obstruksi dan infeksi sekunder.Karena tumor ini cenderung

agak lambat dalam bermetastasis, maka pengobatan dini dapat

memperbaiki prognosis.

Adenokarsinoma

Adenokarsinoma memperlihatkan susunan seluler seperti kelenjar

bronkus dan dapat mengandung mukus.Kebanyakan dari jenis tumor ini

timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang-kadang dapat

dikaitkan dengan jaringan parut lokal pada paru dan fibrosis interstisial

kronik.Lesi sering kali meluas ke pembuluh darah dan limfe pada

stadium dini, dan sering bermetastatis jauh sebelum lesi primer.

Karsinoma Sel Besar

Karsinoma sel besar adalah sel-sel ganas besar dan berdiferensiasi

sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-

macam.Sel-sel ini cenderung muncul pada jaringan paru perifer, tumbuh

cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat yang

jauh.

Klasifikasi lengkap tumor paru (jinak dan ganas) Menurut 

(Tjokronegoro&utama, 2004).

1. Tumor jinak

Hamartoma

Chondroma bronchus

Cystadenoma bronchus

Fibroma

Leiomyoma

Lipoma

Papiloma

Neurofibroma

Pulmonary angioma dengan arteriovenous vistula

Histiocytoma (plasma cell granuloma, sclerosing haemangioma)

Endometriosis

Lymphocysts

Page 6: ca bronko

Lympphangioleiomyomatosis

Pulmonary chemadectoma

2. Tumor jinak yang dapat menjadi ganas

Bronchial adenoma

Haemangiopericytoma

Pulmonary blastoma

Myoblastoma

Tumor ganas

karsinoma bronkogenik

Alveolar cell carcinoma

Pilmonary lymphoma

Melanoma

Leiomyosarcoma

C. EtiologiSeperti kanker pada umumnya, etiologi yang pasti dari tumor paru belum

diketahui, namun diperkirakan inhalasi jangka panjang bahan-bahan

karsinogen merupakan factor utama, tanpa mengesampingkan kemungkinan

peranan predisposisi hubungan keluarga ataupun suku bangsa, ras serta

status imunologis. Bahan inhalasi karsinogen yang banyak disorot adalah

rokok

1. Pengaruh Rokok

Dari beberapa kepustakaan telah dilaporkan bahwa etiologi kanker

paru sangat berhubungan dengan kebiasaan merokok.Lombard dan

Doering (1928), telah melaporkan tingginya insiden kanker paru pada

perokok dibandingkan dengan yang tidak merokok.Terdapat hubungan

antara rata-rata jumlah rokok yang dihisap per hari dengan tingginya

insiden kanker paru. Dikatakan bahwa, 1 dari 9 perokok berat akan

menderita kanker paru.

Belakangan, dari laporan beberapa penelitian mengatakan bahwa

perokok pasif pun akan be risiko terkena kanker paru. Anak-anak yang

terpapar asap rokok selama 25 tahun pada usia dewasa akan terkena

risiko kanker paru dua kali lipat dibandingkan dengan yang tidak terpapar

dan perempuan yang hidup dengan suami/pasangan perokok juga terkena

Page 7: ca bronko

risiko kanker paru 2-3 kali lipat. Diperkirakan 25% kanker paru dari bukan

perokok adalah berasal dari perokok pasif. Insiden kanker paru pada

perempuan di USA dalam 10 tahun terakhir ini juga naik menjadi 5% per

tahun, antara lain karena meningkatnya jumlah perempuan perokok atau

sebagai perokok pasif.Efek rokok bukan saja mengakibatkan kanker paru,

tapi dapat juga menimbulkan kanker pada organ lain seperti mulutt laring

dan esofagus.

Laporan dari NCI (National Cancer Institute) di USA tahun 1992

menyatakan kanker pada organ lain seperti ginjal, vesika urinaria, ovarium,

uterus, kolon, rektum, hati, penis dan Iain-lain lebih tinggi pada pasien yang

merokok daripada yang bukan perokok.Diperkirakan terdapat metabolit

dalam asap rokok yang bersifat karsinogen terhadap organ tubuh tersebut.

Zat-zat yang bersifat karsinogen (C), kokarsinogenik (CC), tumor promoter

(TP), mutagen (M) yang telah dibuktikan terdapat dalam rokok. Kandungan

zat  yang bersifat karsinogenik dalam rokok inilah yang dapat

mengakibatkan perubahan epitel bronkus termasuk metaplasia atau

displasia.

Rokok yang dihirup juga mengandung komponen gas dan partikel

yang berbahaya Nikotin dalam rokok dapat mempercepat proses

penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah. Penyumbatan dan

penyempitan ini bisa terjadi pada pembuluh darah koroner, yang bertugas

membawa oksigen ke jantung. Nikotin, merupakan alkaloid yang bersifat

stimulant dan beracun pada dosis tinggi. Zat yang terdapat dalam

tembakau ini sangat adiktif, dan mempengaruhi otak dan system saraf.

Efek jangka panjang penggunaan nikotin akan menekan kemampuan otak

untuk mengalami kenikmatan, sehingga perokok akan selalu membutuhkan

kadar nikotin yang semakin tinggi untuk mendapatkan tingkat kepuasan.

Tar, mengandung zat kimia sebagai penyebab terjadinya kanker dan

menganggu mekanisme alami pembersih paru-paru, sehingga banyak

polusi udara tertinggal menempel di paru-paru dan saluran bronchial. Tar

dapat membuat system pernapasan terganggu salah satu gejalanya adalah

pembengkakan selaput mucus.

Dibawah ini dapat dilihat hubungan antara jumlah rokok yang dihisap

dengan besar resiko terjadinya tumor paru pada perokok. Dalam jangka

panjang (10-20 tahun merokok), merokok:1-10 batang/hari meningkatkan

Page 8: ca bronko

resiko 15 kali, 20-30 batang/hari meningkatkan resiko 40-50 kali, 40-50

batang/hari meningkatkan resiko 70-80 kali (Sudoyo, 2007)

2. Pengaruh paparan industri

Yang berhubungan dengan paparan zatkaninogen, seperti :

3. Asbestos, sering menimbulkan mesoteliom, dinyatakan bahwa asbestos

dapat meningkatkan risiko kanker 6-10 kali

4. Radiasi ion pada pekerja tambang uranium, para penambang uranium

mempunyai resiko menderita kanker paru 4 kali lebih besar daripada

populasi umum.

5. Radon, arsen, kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, vinil klorid

6. Pengaruh Genetik dan status imunologis

Terdapat perubahan/mutasi beberapa gen yang berperanan dalam

kanker paru, yakni: Protooncogen, Tumor supressor gene, Gene encoding

enzyme.Teori Onkogenesis. Terjadinya kanker paru didasari dari tampilnya

gen supresor tumor dalam genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah

gen supresor tumor dengan cara menghilangkan (delesi/del) atau

penyisipan (insersi/inS) sebagian susunan pasangan basanya, tampilnya

gen erbB 1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti apoptosis (mekanisme

sel untuk mati secara alamiahprogrammed cell death) Pcrubahan tampilan

gen kasus ini menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru berubah

menjadi sel kanker dengansifat pertumbuhan yang otonom.

Status imunologis penderita yang dipantau dari respon imun seluler

menunjukkkan adanya derajat diferensiasi sel, stadium penyakit,

tanggapan terhadap pengobatan, serta prognosis. Penderita yang anergi

umumnya tidak memberikan tanggapan yang baik terhadap pengobatan

lebih cepat meninggal (Alsagaff&mukty, 2002)

7. Diet

Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap

betakarotene, selenium dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko

terkena kanker paru. Hipotesis ini didapatkan dari penelitian yang

menyimpulkan bahwa vitamin A dapat menurunkan resiko peningkatan

jumlah sel-sel kanker. Hal ini berkaitan dengan fungsi utama vitamin A

yang turut berperan dalam pengaturan diferensiasi sel.

Page 9: ca bronko

8. Pengaruh penyakit lain/predisposisi oleh karena penyakit lain

Tuberculosis paru banyak dikaitkan sebagai faktor predisposisi tumor paru

melalui mekanisme hiperplasia metaplasia. Karsinoma insitu dari

karsinoma bronkogenik diduga timbul sebagai akibat adanya jaringan parut

tuberkulosis. Data dari Aurbach (1979) menyatakan bahwa 6,9% dari kasus

karsinoma bronkogenik berasal dari jaringan parut. Dari 1186 karsinoma

parut tersebut 23,2% berasal dari bekas tuberkulosis. Patut dicatat bahwa

data ini berasal dari Amerika serikat dimana insiden tuberkulosis paru

hanya 0,015% atau ±1/20 insiden tuberkulosis di Indonesia

(Alsagaff&mukty, 2002).

D. PatofisiologiTerlampir

E. Manifestasi KlinisMenurut Sudoyo (2007), pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak

menunjukkan gejala-gejala klinis. Bila sudah menampakkan gejala berarti

pasien dalam stadium lanjut.Gejala-gejala dapat bersifat :

a. Lokal (tumor tumbuh setempat) :

Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis.

Hemoptisis

Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran napas

Kadang terdapat kavitas seperti abses paru

Atelektasis

Nyeri dada

Dispnea karena efusi pleura

Invasi ke perikardium —> terjadi tamponade atau aritmia

Sindrom vena cava superior

Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis) 

Suara serak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent 

Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf

simpatis servikalis.

b. Gejala Penyakit Metastasis :

Pada otak, tulang, hati, adrenal

Page 10: ca bronko

Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai

metastasis)

c. Sindrom Paraneoplastik : Terdapat pada 10% kanker paru, dengangejala:

Sistemik: penurunan berat badan, anoreksia, demam

Hematologi: leukositosis, anemia, hiperkoagulasi, hipertrofi

osteoartropati,

Neurologik : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer, neuromiopati

Endokrin: sekresi berlebihan hormon paratiroid (hiperkalsemia)

Dermatologik : eritema multiform, hiperkeratosis, jari tabuh

Renal: syndrome of inappropriate andiuretic hormone (SIADH)

d. Asimtomatik dengan kelainan radiologis

Sering terdapat pada perokok  dengan PPOK/COPD yang terdeteksi

secara radiologis

Kelainan berupa nodul soliter

(Alsagaff dan mukty, 2002)

Manifestasi klinis karsinoma bronkogenik dibagi menjadi 4, yaitu:

a. Gejala intrapulmonal

Merupakan gejala lokal yang disebabkan oleh tumor di paru. Terjadi

karena ada gangguan pergerakan silia serta ulserasi bronkus, sehingga

memudahkan terjadinya radang berulang. Keluhan batuk lebih dari 2

minggu. K eluhan batuik terdapat pada 70-90% kasus. Batuk darah

sebagai akibat ulserasi terjadi pada 6-51% kasus. Disamping batuik,

keluhan lain adalah nyeri dada, yang bersifat : kemeng atau nyeri tumpul

sering unilateral.

b. Gejala intratorasik ekstrapulmoner

Penyebaran tumor ke mediastinum akan menekan/merusak struktur-

struktur di dalam mediastinum dengan akibat antara lain :

N. Phrenicus : parase/paralise diafragma

N. Recurrens : parase/paralise korda vokalis

Saraf simpatik : sindroma horner: enoftalmus, miosis, ptosis, dan

anhidrosis

Page 11: ca bronko

Esofagus: disfagi

Vena kava superior: sindroma vena kava superior yang terjadi karena

bendungan pada vena cava superior disertai pembengkakan muka dan

lengan

Trakea/bronkus: sesak, oleh karena atelektasis lokal

Jantung : gangguan fungsional, terjadi efusi perikardial

c. Gejala ekstrapulmonal non metastasik. Dapat dibagi atas:

Manifestasi neuromuskuler

Mempunyai insiden sebesar 4-15%, biasanya berupa “neuropatia

karsinomatosa” terutama didapatkan pada kasus lanjut. Bersifat

progresif serta paling sering ditemukan pada karsinoma sel kecil.

Sindroma neuropatia karsinomatosa terdiri dari miopatia, neuropatia

perifer, degenerasi serebeler subakut, ensefalomiopatia dan mielopati

nekrotik

Manifestasi jaringan ikat dan tulang

Manifestasi yang paling terkenal adalah hypertropic pulmonary

osteoarthropathy, terutama didapatkan pada karsinoma epidermoid,

dan dikatakan belum pernah ditemukan pada karsinoma sel kecil.

Kelainan ini dihubungkan dengan peningkatan kadar human growth

hormon yang imunoreaktif di dalam plasma. Secara radiologik

didapatkan pembentiukan tulang baru sub periosteal, terutama tulang-

tulang ekstremitas bagian distal, yaitu jari tabuh.

Manifestasi vaskuler dan hematologik

Tidak begitu sering didapatkan, sering dalam bentuk migratory

trhomboplebitis, purpura dan anemia

d. Gejala ekstratorasik metastasik

Karsinoma bronkogenik adalah satu-satunya tumor yang mampu

berhubungan langsung dengan sirkulasi arterial, sehingga kanker tersebut

dapat menyebar hampir ke semua organ, terutama otak, hati dan tulang.

Page 12: ca bronko

F. Stadium KlinisPembagian stadium klinis kanker paru berdasarkan sistem TNM menurut International Union Against (IUAC)/The American Joint Comittee on Cancer (AJCC) 1997 yang dikutip oleh Nuzulul (2011) adalah sebagai berikut: 

STADIUM TNM

Karsinoma

tersembunyi

Tx, N0, M0 Spuntum mengandung sel-sel ganas  tetapi tidak

dapat dibuktikan adanya tumor primer atau

metastasis

Stadium 0 Tis, N0, M0 Karsinoma in situ

Stadium IA T1, N0, M0 Tumor termasuk T1 tanpa adanya bukti

metastasis pada kelenjar getah bening regional

atau tempat yang jauh

Stadium IB T2, N0, M0 Tumor termasuk klasifikasi T2 dengan bukti

metastasis pada kelenjar getah bening regional

atau tempat yang jauh 

Stadium IIA T1, N1, M0 tumor termasuk klasifikasi T1 dengan bukti hanya

terdapat metastasis ke peribrokial ipsilateral atau

hilus kelenjar limfe ; tidak ada metastasis ke

tempat yang jauh

Stadium IIB T2, N1, M0 atau

T3, N0, M0

tumor termasuk klasifikasi T2 atau T3 dengan

atau tanpa bukti metastasis ke peribronkial

ipsilateral atau hilus kelenjar limfe ; tidak ada

metastasis ke tempat yang jauh

Stadium IIIA T3, N1, M0  atau 

T1-3, N2, M0

tumor termasuk klasifikasi T1, T2, atau T3

dengan atau tanpa bukti adanya metastasis ke

peribronkial

Stadium IIIB T berapa pun, N3,

M0 atau T4, N

berapa pun, M0

tumor dengan metastasis hilus kontralateral atau

kelenjar getah bening mediastinum atau ke

skalenus atau kelenjar limfe supraklafikular ; atau

setiap tumor yang diklasifikasikan sebagai T4

dengan atau tanpa metastasis ke kelenjar getah

bening regional ; tidak ad metastasis ke tempat

Page 13: ca bronko

yang jauh

Stadium IV T berapa pun, N

berapa pun, M1

Keterangan :

Status Tumor Primer (T) T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer.

Tx : Kanker yang tersembunyi terlihat pada sitologi bilasan bronkus, tetapi

tidak terlihat pada radiogram atau bronkoskopi.

Tis : Karsinoma in situ.

T1 : Tumor berdiameter ≤ 3 cm dikelilingi paru atau pleura viseralis yang

normal.

T2 : Tumor berdiameter > 3 cm atau ukuran berapa pun yang sudah

menyerang pleura viseralis atau mengakibatkan ateletaksis yang meluas ke

hilus; harus berjarak > 2 cm distal dari karina.

T3 : Tumor ukuran berapa saja yang langsung meluas ke dinding dada,

diafragma, pleura mediastinalis, dan perikardium parietal atau tumor di

bronkus utama yang terletak 2 cm dari distal karina, tetapi tidak melibatkan

karina, tanpa mengenai jantung, pembuluh darah besar, trakea, esofagus,

atau korpus vertebra.

T4 : Tumor ukuran berapa saja dan meluas ke mediastinum, jantung,

pembuluh darah besar, trakea, esofagus, korpus vertebra, rongga

pleura/perikardium yang disertai efusi pleura/perikardium, satelit nodul

ipsilateral pada lobus yang sama pada tumor primer.

Keterlibatan Kelenjar Getah Bening Regional (N) N0 : Tidak dapat terlihat metastasis pada kelenjar getah bening regional. N1 : Metastasis pada peribronkial dan/atau kelenjar hilus ipsilateral

N2 : Metastasis pada mediastinal ipsilateral atau kelenjar getah bening

subkarina.

N3 : Metastasis pada mediastinal atau kelenjar getah bening hilus

kontralateral; kelenjar getah bening skalenus atau supraklavikular ipsilateral

atau kontralateral.

Metastasis Jauh (M)

Page 14: ca bronko

M0 : Tidak diketahui adanya metastasis jauh.

M1 : Metastasis jauh terdapat pada tempat tertentu misalnya otak

G. Pemeriksaan Diagnosis1. Anamnesis

Gambaran klinik penyakit kanker paru tidak banyak berbeda dari penyakit

paru lainnya, terdiri dari keluhan subyektif dan gejala obyektif. Dari

anamnesis akan didapat keluhan utama dan perjalanan penyakit, serta

faktor–faktor lain yang sering sangat membantu tegaknya diagnosis.

Keluhan utama dapat berupa :

Batuk-batuk dengan / tanpa dahak (dahak putih, dapat juga purulen)

Batuk darah

Sesak napas

Suara serak

Sakit dada

Sulit / sakit menelan

Benjolan di pangkal leher

Sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab lengan

dengan rasa nyeri yang hebat.

Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan akibat

metastasis di luar paru, seperti kelainan yang timbul karena kompresi

hebat di otak, pembesaran hepar atau patah tulang kaki. Gejala dan

keluhan yang tidak khas seperti :

Berat badan berkurang

Nafsu makan hilang

Demam hilang timbul

Sindrom paraneoplastik, seperti "Hypertrophic pulmonary

osteoartheopathy", trombosis vena perifer dan neuropatia.

Page 15: ca bronko

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara menyeluruh dan teliti. Hasil

yang didapat sangat bergantung pada kelainan saat pemeriksaan

dilakukan. Tumor paru ukuran kecil dan terletak di perifer dapat

memberikan gambaran normal pada pemeriksaan. Tumor dengan ukuran

besar, terlebih bila disertai atelektasis sebagai akibat kompresi bronkus,

efusi pleura atau penekanan vena kava akan memberikan hasil yang

lebih informatif. Pemeriksaan ini juga dapat memberikan data untuk

penentuan stage penyakit, seperti pembesaran KGB atau tumor diluar

paru. Metastasis keorgan lain juga dapat dideteksi dengan perabaan

Page 16: ca bronko

hepar, pemeriksaan funduskopi untuk mendeteksi peninggian tekanan

intrakranial dan terjadinya fraktur sebagai akibat metastasis ke tulang.

a. Sistem pernafasan

- Sesak nafas

- Nyeri dada

- Batuk produktif tak efektif

- Suara nafas mengi pada inspirasi

- Serak, paralysis pita suara.

b. Sistem kardiovaskuler

- Tachycardia, disritmia

- Menunjukkan efusi (gesekan pericardial)

c. Sistem gastrointestinal

- Anoreksia

- Disfagia (kesulitan menelan)

- Penurunan intake makanan, frekuensi minum meningkat

- Berat badan menurun

d. Sistem urinarius

- Peningkatan frekuensi dan jumlah urine.

e. Sistem neurologis

- Perasaan takut/takut hasil pembedahan

- Gelisah

3. Gambaran radiologis

Hasil pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan penunjang

yang mutlak dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer dan

metastasis, serta penentuan stadium penyakit berdasarkan sistem TNM.

Pemeriksaan radiologi paru yaitu Foto toraks PA/lateral, bila mungkin CT-

scan toraks, bone scan, Bone survey, USG abdomen dan Brain-CT

dibutuhkan untuk menentukan letak kelainan, ukuran tumor dan

metastasis.

Foto toraks

Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral akan dapat dilihat bila masa

tumor dengan ukuran tumor lebih dari 1 cm. Tanda yang mendukung

keganasan adalah tepi yang ireguler, disertai identasi pleura, tumor

satelit tumor, dll. Pada foto tumor juga dapat ditemukan telah invasi ke

Page 17: ca bronko

dinding dada, efusi pleura, efusi perikar dan metastasis intrapulmoner.

Sedangkan keterlibatan KGB untuk menentukan N agak sulit

ditentukan dengan foto toraks saja. Kewaspadaan dokter terhadap

kemungkinan kanker paru pada seorang penderita penyakit paru

dengan gambaran yang tidak khas untuk keganasan penting

diingatkan. Seorang penderita yang tergolong dalam golongan resiko

tinggi (GRT) dengan diagnosis penyakit paru, harus disertai difollowup

yang teliti. Pemberian OAT yang tidak menunjukan perbaikan atau

bahkan memburuk setelah 1 bulan harus menyingkirkan kemungkinan

kanker paru, tetapi lain masalahnya pengobatan pneumonia yang tidak

berhasil setelah pemberian antibiotik selama 1 minggu juga harus

menimbulkan dugaan kemungkinan tumor dibalik pneumonia tersebut.

Bila foto toraks menunjukkan gambaran efusi pleura yang luas harus

diikuti dengan pengosongan isi pleura dengan punksi berulang atau

pemasangan WSD dan ulangan foto toraks agar bila ada tumor primer

dapat diperlihatkan. Keganasan harus difikirkan bila cairan bersifat

produktif, dan/atau cairan serohemoragik.

CT-Scan toraks

Tehnik pencitraan ini dapat menentukan kelainan di paru secara lebih

baik daripada foto toraks. CT-scan dapat mendeteksi tumor dengan

ukuran lebih kecil dari 1 cm secara lebih tepat. Demikian juga tanda-

tanda proses keganasan juga tergambar secara lebih baik, bahkan bila

terdapat penekanan terhadap bronkus, tumor intra bronkial,

atelektasis, efusi pleura yang tidak masif dan telah terjadi invasi ke

mediastinum dan dinding dada meski tanpa gejala. Lebih jauh lagi

dengan CT-scan, keterlibatan KGB yang sangat berperan untuk

menentukan stage juga lebih baik karena pembesaran KGB (N1 s/d

N3) dapat dideteksi. Demikian juga ketelitiannya mendeteksi

kemungkinan metastasis intrapulmoner.

Pemeriksaan radiologik lain

Kekurangan dari foto toraks dan CT-scan toraks adalah tidak mampu

mendeteksi telah terjadinya metastasis jauh. Untuk itu dibutuhkan

pemeriksaan radiologik lain, misalnya Brain-CT untuk mendeteksi

metastasis di tulang kepala / jaringan otak, bone scan dan/atau bone

survey dapat mendeteksi metastasis diseluruh jaringan tulang tubuh.

Page 18: ca bronko

USG abdomen dapat melihat ada tidaknya metastasis di hati, kelenjar

adrenal dan organ lain dalam rongga perut.

4. Pemeriksaan khusus

Bronkoskopi

Bronkoskopi adalah pemeriksan dengan tujuan diagnostik sekaligus

dapat dihandalkan untuk dapat mengambil jaringan atau bahan agar

dapat dipastikan ada tidaknya sel ganas. Pemeriksaan ada tidaknya

masa intrabronkus atau perubahan mukosa saluran napas, seperti

terlihat kelainan mukosa tumor misalnya, berbenjol-benjol, hiperemis,

atau stinosis infiltratif, mudah berdarah. Tampakan yang abnormal

sebaiknya di ikuti dengan tindakan biopsi tumor/dinding bronkus,

bilasan, sikatan atau kerokan bronkus.

Biopsi aspirasi jarum

Apabila biopsi tumor intrabronkial tidak dapat dilakukan, misalnya

karena amat mudah berdarah, atau apabila mukosa licin berbenjol,

maka sebaiknya dilakukan biopsi aspirasi jarum, karena bilasan dan

biopsi bronkus saja sering memberikan hasil negatif.

Transbronchial Needle Aspiration (TBNA)

TBNA di karina, atau trakea 1/1 bawah (2 cincin di atas karina) pada

posisi jam 1 bila tumor ada dikanan, akan memberikan informasi

ganda, yakni didapat bahan untuk sitologi dan informasi metastasis

KGB subkarina atau paratrakeal.

Transbronchial Lung Biopsy (TBLB)

Jika lesi kecil dan lokasi agak di perifer serta ada sarana untuk

fluoroskopik maka biopsi paru lewat bronkus (TBLB) harus dilakukan.

Biopsi Transtorakal (Transthoraxic Biopsy, TTB)

Jika lesi terletak di perifer dan ukuran lebih dari 2 cm, TTB dengan

bantuan flouroscopic angiography. Namun jika lesi lebih kecil dari 2 cm

dan terletak di sentral dapat dilakukan TTB dengan tuntunan CTscan.

Biopsi lain

Biopsi jarum halus dapat dilakukan bila terdapat pembesaran KGB

atau teraba masa yang dapat terlihat superfisial. Biopsi KBG harus

dilakukan bila teraba pembesaran KGB supraklavikula, leher atau

aksila, apalagi bila diagnosis sitologi/histologi tumor primer di paru

Page 19: ca bronko

belum diketahui. Biopsi Daniels dianjurkan bila tidak jelas terlihat

pembesaran KGB suparaklavikula dan cara lain tidak menghasilkan

informasi tentang jenis sel kanker. Punksi dan biopsi pleura harus

dilakukan jika ada efusi pleura.

Torakoskopi medik

Dengan tindakan ini massa tumor di bagaian perifer paru, pleura

viseralis, pleura parietal dan mediastinum dapat dilihat dan dibiopsi.

Sitologi sputum

Sitologi sputum adalah tindakan diagnostik yang paling mudah dan

murah. Kekurangan pemeriksaan ini terjadi bila tumor ada di perifer,

penderita batuk kering dan tehnik pengumpulan dan pengambilan

sputum yang tidak memenuhi syarat. Dengan bantuan inhalasi NaCl

3% untuk merangsang pengeluaran sputum dapat ditingkatkan.

Semua bahan yang diambil dengan pemeriksaan tersebut di atas

harus dikirim ke laboratorium Patologi Anatomik untuk pemeriksaan

sitologi/histologi. Bahan berupa cairan harus dikirim segera tanpa

fiksasi, atau dibuat sediaan apus, lalu difiksasi dengan alkoholabsolut

atau minimal alkohol 90%. Semua bahan jaringan harus difiksasi

dalamformalin 4%

5. Pemeriksaan invasif lain

Pada kasus kasus yang rumit terkadang tindakan invasif seperti

Torakoskopi dan tindakan bedah mediastinoskopi, torakoskopi,

torakotomi eksplorasi dan biopsi paru terbuka dibutuhkan agar diagnosis

dapat ditegakkan. Tindakan ini merupakan pilihan terakhir bila dari semua

cara pemeriksaan yang telah dilakukan, diagnosis histologis / patologis

tidak dapat ditegakkan. Semua tindakan diagnosis untuk kanker paru

diarahkan agar dapat ditentukan :

Jenis histologis.

Derajat (staging).

Tampilan (tingkat tampil, "performance status").

Sehingga jenis pengobatan dapat dipilih sesuai dengan kondisi

penderita.

Page 20: ca bronko

6. Pemeriksaan lain

a. Petanda Tumor

Petanda tumor yang telah, seperti CEA, Cyfra21-1, NSE dan lainya

tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis tetapi masih digunakan

evaluasi hasil pengobatan.

b. Pemeriksaan biologi molekuler

Pemeriksaan biologi molekuler telah semakin berkembang, cara paling

sederhana dapat menilai vekspresi beberapa gen atau produk gen

yang terkait dengan kanker paru,seperti protein p53, bcl2, dan lainya.

Manfaat utama dari pemeriksaan biologi molekuler adalah menentukan

prognosis penyakit.

7. Jenis histologis

Untuk menentukan jenis histologis, secara lebih rinci dipakai klasifikasi

histologis menurut WHO tahun 1999 (Lampiran 1), tetapi untuk kebutuhan

klinis cukup jika hanya dapat diketahui :

1. Karsinoma skuamosa (karsinoma epidermoid)

2. Karsinoma sel kecil (small cell carcinoma)

3. Adenokarsinoma (adenocarcinoma)

4. Karsinoma sel besar (large Cell carcinoma)

Berbagai keterbatasan sering menyebabkan dokter specialis Patologi

Anatomi mengalami kesulitan menetapkan jenis sitologi/histologis yang

tepat. Karena itu, untuk kepentingan pemilihan jenis terapi, minimal

harusditetapkan, apakah termasuk kanker paru karsinoma sel kecil

(KPKSK atau small cell lung cancer, SCLC) atau kanker paru jenis

karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK, nonsmall cell lung cancer, NSCLC).

(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).

H. PenatalaksanaanPengobatan kanker paru adalah combined modality therapy (multi-modaliti

terapi). Kenyataannya pada saat pemilihan terapi, sering bukan hanya

diharapkan pada jenis histologi, derajat dan tampilan penderita saja tetapi

juga kondisi non-medis seperti fasilitas rumah sakit dan ekonomi penderita

juga merupakan faktor yang amat menentukan.

Page 21: ca bronko

1. PembedahanIndikasi pembedahan pada kanker paru adalah untuk KPKBSK

stadium I dan II. Pembedahan juga merupakan bagian dari “combine

modality therapy”, misalnya kemoterapi neoadjuvan untuk KPBKSK

stadium IIIA. Indikasi lain adalah bila ada kegawatan yang memerlukan

intervensi bedah, seperti kanker paru dengan sindroma vena kava

superiror berat. Prinsip pembedahan adalah sedapat mungkin tumor

direseksi lengkap berikut jaringan KGB intrapulmoner, dengan lobektomi

maupun pneumonektomi. Segmentektomi atau reseksi baji hanya

dikerjakan jika faal paru tidak cukup untuk lobektomi. Tepi sayatan

diperiksa dengan potong beku untuk memastikan bahwa batas sayatan

bronkus bebas tumor. KGB mediastinum diambil dengan diseksi sistematis,

serta diperiksa secara patologi anatomis. (PDPI, 2003).

Penderita terhadap jenis tindakan bedah yang akan dilakukan.

Toleransi penderita yang akan dibedah dapat diukur dengan nilai uji faal

paru dan jika tidak memungkin dapat dinilai dari hasil analisis gas darah

(AGD) :

Syarat untuk reseksi paru

Resiko ringan untuk Pneumonektomi, bila KVP paru kontralateral baik,

VEP1>60%

Risiko sedang pneumonektomi, bila KVP paru kontralateral > 35%,

VEP1 > 60%

Page 22: ca bronko

2. RadioterapiRadioterapi pada kanker paru dapat menjadi terapi kuratif atau

paliatif. Pada terapi kuratif, radioterapi menjadi bagian dari kemoterapi

neoadjuvan untuk KPKBSK stadium IIIA. Pada kondisi tertentu, radioterapi

saja tidak jarang menjadi alternatif terapi kuratif.Radiasi sering merupakan

tindakan darurat yang harus dilakukan untuk meringankan keluhan

penderita,seperti sindroma vena kava superiror, nyeri tulang akibat invasi

tumor ke dinding dada dan metastasistumor di tulang atau otak.Penetapan

kebijakan radiasi pada KPKBSK ditentukan beberapa faktor

1. Staging penyakit

2. Status tampilan

3. Fungsi paru

Bila radiasi dilakukan setelah pembedahan, maka harus diketahui :

- Jenis pembedahan termasuk diseksi kelenjar yang dikerjakan

- Penilaian batas sayatan oleh ahli Patologi Anatomi (PA)

Page 23: ca bronko

Dosis radiasi yang diberikan secara umum adalah 5000 – 6000 cGy,

dengan cara pemberian 200 cGy/x, 5hari perminggu.

Syarat standar sebelum penderita diradiasi adalah :

1. Hb > 10 g%

2. Trombosit > 100.000/mm3

3. Leukosit > 3000/dl

Radiasi paliatif diberikan pada unfavourable group, yakni :

1. PS < 70.

2. Penurunan BB > 5% dalam 2 bulan.

3. Fungsi paru buruk

3. KemoterapiKemoterapi dapat diberikan pada semua kasus kanker paru. Syarat

utama harus ditentukan jenis histologis tumor dan tampilan (performance

status) harus lebih dan 60 menurut skala Karnosfky atau 2 menurut skala

WHO. Kemoterapi dilakukan dengan menggunakan beberapa obat

antikanker dalam kombinasi regimen kemoterapi. Pada keadaan tertentu,

penggunaan 1 jenis obat anti kanker dapat dilakukan.

Prinsip pemilihan jenis antikanker dan pemberian sebuah regimen

kemoterapi adalah:

Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)

Respons obyektif satu obat antikanker s 15%

Toksisiti obat tidak melebihi grade 3 skala WHO

harus dihentikan atau diganti bila setelah pemberian 2 sikius pada

penilaian terjadi tumor progresif.

Regimen untuk KPKBSK adalah :

1. Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)

2. PE (sisplatin atau karboplatin + etoposid)

3. Paklitaksel + sisplatin atau karboplatin

4. Gemsitabin + sisplatin atau karboplatin

5. Dosetaksel + sisplatin atau karboplatin

Syarat standar yang harus dipenuhi sebe/um kemoterapi

Page 24: ca bronko

Tampilan > 70-80, pada penderita dengan PS < 70 atau usia lanjut,

dapat diberikan obat antikanker dengan regimen tertentu dan/atau

jadual tertentu.

Hb > 10 g%, pada penderita anemia ringan tanpa perdarahan akut,

meski Hb < 10 g% tidak pertu tranfusi darah segera, cukup diberi terapi

sesuai dengan penyebab anemia.

Granulosit > 1500/mm3

Trombosit > 100.000/mm3

Fungsi hati baik

Fungsi ginjal baik (creatinin clearance lebih dari 70 ml/menit).

Dosis obat anti-kanker dapat dihitung berdasarkan ketentuan

farmakologik masing masing. Ada yang menggunakan rumus antara lain,

mg/kg BB, mg/luas permukaan tubuh (BSA), atau obat yang menggunakan

rumusan AUC (area under the curve) yang menggunakan CCT untuk

rumusnya.

Luas permukaan tubuh (BSA) diukur dengan menggunakan

parameter tinggi badan dan berat badan, lalu dihitung dengan

menggunakan rumus atau alat pengukur khusus (nomogram yang

berbentuk mistar)

Untuk obat anti-kanker yang mengunakan AUC ( misal AUC 5), maka

dosis dihitung dengan menggunakan rumus atau nnenggunakan

nomogram. Dosis (mg) = (target AUC) x ( GFR + 25) Nilai GFR atau

gromenular filtration rate dihitung dari kadar kreatinin dan ureum darah

penderita.

Evaluasi hasil pengobatanUmumnya kemoterapi diberikan sampai 6 sikius/sekuen, bila

penderita menunjukkan respons yang memadai. Evaluasi respons terapi

dilakukan dengan melihat perubahan ukuran tumor pada foto toraks PA

Page 25: ca bronko

setelah pemberian (sikius) kemoterapi ke-2 dan kalau memungkinkan

menggunakan CT-Scan toraks setelah 4 kali pemberian.

Evaluasi dilakukan terhadap

- Respons subyektif yaitu penurunan keluhan awal

- Respons semisubyektif yaitu perbaikan tampilan, bertambahnya berat

badan

- Respons obyektif

- Efek samping obat

Respons obyektif dibagi atas 4 golongan dengan ketentuan

Respons komplit (complete response , CR) : bila pada evaluasi tumor

hilang 100% dan keadan ini menetap lebih dari 4 minggu.

Respons sebagian (partial response, PR) : bila pengurangan ukuran

tumor > 50% tetapi < 100%.

Menetap {stable disease, SD) : bila ukuran tumor tidak berubahatau

mengecil > 25% tetapi < 50%.

Tumor progresif (progresive disease, PD) : bila terjadi petambahan

ukuran tumor > 25% atau muncul tumor/lesi baru di paru atau di tempat

lain.

4. ImunoterapiAda beberapa cara dan obat yang dapat digunakan meskipun belum ada

hasil penelitian di Indonesia yang menyokong manfaatnya.

5. HormonoterapiAda beberapa cara dan obat yang dapat digunakan meskipun belum ada

hasil penelitian di Indonesia yang menyokong manfaatnya.

6. Terapi GenTehnik dan manfaat pengobatan ini masih dalam penelitian

PENGOBATAN PALIATIF DAN REHABILITASIA. Pengobatan Paliatif

Hal yang perlu ditekankan dalam terapi paliatif adalah tujuannya untuk

meningkatkan kualitas hidup penderita sebaik mungkin. Gejala dan tanda

karsinoma bronkogenik dapat dikelompokkan pada gejala bronkopulmoner,

ekstrapulmoner intratorasik, ekstratoraksik non metastasis dan ekstratorasik

metastasis. Sedangkan keluhan yang sering dijumpai adalah batuk, batuk

Page 26: ca bronko

darah, sesak napas dan nyeri dada. Pengobatan paliatif untuk kanker paru

meliputi radioterapi, kemoterapi, medikamentosa, fisioterapi, dan

psikososial. Pada beberapa keadaan intervensi bedah, pemasangan stent

dan cryotherapy dapat dilakukan.

B. Rehabilitasi MedikPada penderita kanker paru dapat terjadi gangguan muskuloskeletal

terutama akibat metastasis ke tulang. Manifestasinya dapat berupa inviltrasi

ke vetebra atau pendesakan syaraf. Gejala yang tirnbul berupa kesemutan,

baal, nyeri dan bahkan dapat terjadi paresis sampai paralisis otot, dengan

akibat akhir terjadinya gangguan mobilisasi/ambulasi.

Upaya rehabilitasi medik tergantung pada kasus, apakah operabel atau

tidak.

- Bila operabel tindakan rehabilitasi medik adalah preventif dan restoratif.

- Bila non-operabel tindakan rehabilitasi medik adalah suportif dan paliatif.

Untuk penderita kanker paru yang akan dibedah perlu dilakukan rehabilitasi

medik prabedah dan pascabedah, yang bertujuan membantu memperoleh

hasil optimal tindakan bedah, terutama untuk mencegah komplikasi

pascabedah (misalnya: retensi sputum, paru tidak mengembang) dan

mempercepat mobilisasi. Tujuan program rehabilitasi medik untuk kasus

yang nonoperabel adalah untuk memperbaiki dan mempertahankan

kemampuan fungsional penderita yang dinilai berdasarkan skala

Karnofsky. Upaya ini juga termasuk penanganan paliatif penderita kanker

paru dan layanan hospis (dirumah sakit atau dirumah).

(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).

I. Pencegahan Berhenti merokok adalah satu-satunya upaya pencegahan yang paling

efektif, meskipun risikonya tidak pernah kembali ke normal (setengah dari

semua orang yang didiagnosa kanker paru baru dulunya adalah perokok)

Diet tinggi buah dan sayuran terbukti mengurangi kanker

Antioksidan memiliki hasil campuran. Beberapa studi memperlihatkan

bahwa kadar retinoid dan vitamin E dapat mengurangi risiko kanker, tetapi

beberapa studi  memperlihatkan peningkatan yang bermakna pada

perokok yang mengkonsumsi beta karoten (Brashers, 2007).

Page 27: ca bronko

J. Komplikasi Komplikasi pada penyakit kanker paru meliputi

Hiperkalsemia : Peningkatan kadar kalsium dalam darah

Efusi Pleura : Adanya cairan dalam rongga dada

Pneumonia : Adanya udara / gas dalam rongga dada

Metastese Otak : Penyebaran kanker pada cel-cel otak

KompresiMedula Spinalis : Penekanan pada medula spinalis

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN1. Bersihan Jalan nafas tidak efektif b/d peningkatan jumlah/viskositas

sekret, keterbatasan gerakan dada/nyeri

2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan invasi kanker ke

pleura atau dinding dada.

3. Pola pernafasan tidak efektif b/d obstruksi trakeobronkial oleh sekret,

perdarahan aktif, penurunan ekspansi paru, proses inflamsi.

4. Ansietas b/d ketakutan /ancaman akan kematian, tindakan diagnostik,

penyakit kronis.

5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d  intake inadekuat, peningkatan

metabolisme, proses keganasan.

L. RENCANA KEPERAWATAN1) Bersihan Jalan nafas tidak efektif b/d peningkatan jumlah/viskositas

sekret, keterbatasan gerakan dada/nyeri

Tujuan-Kriteria Hasil:

Bersihan jalan nafas efektif.

Kriteria :

o Menunjukan potensi jalan nafas.

o Cairan sekret mudah dikeluarkan/dibatukan.

o Bunyi nafas jelas.

o Whezing(-)/berkurang

Intervensi

1. Auskultasi bunyi dada, untuk karakter bunyi nafas dan adanya sekret.

2. Bantu untuk nafas dalam efektif anjurkan batuk dengan posisi duduk.

Page 28: ca bronko

3. Observasi jumlah dan karakter sputum/aspirasi sekret.

4. Lakukan penghisapan dengan menggunakan suction. Bila klien tidak

dapat batuk.

5. Dorong masukan cairan/oral sedikitnya 2500 CC/hari dalam toleransi

jantung.

6. Kolaborasi : Berikan/bantu dengan IPBB , spirometri, meniup botol

7. Gunakan oksigen humidifikasi/nebulizer ultrasonik . Berikan cairan

tambahan melalui IV sesuai indikasi.

8. Berikan bronkodilator, ekspektoran, atau analgetik sesuai indikasi.

Rasional

1. Pernafasan bising, ronki, mengi menunjukan tertahannya

sekret/obstruksi jalan nafas

2. Posisi duduk memungkinkan ekspansi paru maksinal, upaya batuk

untuk membuang sekret..

3. Perubahan sekret menunjukan progresifitas penyakit.

4. Penghisapan dapat merangsang batuk efektif.

5. Hidrasio adekuat untuk mempertahankan sekret hilang/peningkatan

pengeluaran.

6. Memudahkan pembuangan sekret.

7. Memberikan hidrasi maksimal/pengenceran sekret untuk

meningkatkan pengeluaran

8. Menghilangkan spasme bronkus untuk memperbaiki aliran

udara. Ekspektoiran meningkatkan produksi mu.kus untuk

mengencerkan secret

2) Nyeri b/d. invasi kanker ke pleura atau dinding dada.

Tujuan-Kriteria

o Nyeri   hilang/ berkurang

o Kriteria

o :Klien nampak rileks.

o Kliuen dapat tidur.

o Berpartisi dalam aktivitas.

Intervensi

1. Tanyakan pasien tentang nyeri, Tentukan karaktersitik nyeri

Page 29: ca bronko

2. Kaji  pernyataan verbal dan non verbal nyeri pasien.

3. Evaluasi keefektifan pemberian obat

4. Berikan tindakan kenyamanan, ubah posisi, pijatan punggung dll.

5. Berikan lingkungan tenang.

6. Kolaborasi: Berikan analgesik rutin s/d indikasi.

Rasional

1. Membantu dalam evaluasi gejala nyeri kanker yang dapat

melibatkan visera, saraf atau jaringan tulang

2. Ketidaksesuaian antara verbal dan non verbal menunjukan.derajat

nyeri

3. Memberikan obat berdasarkan aturan.

4. Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian..

5. Penurunan stress, menghemat energi

6. Mempertahankan kadar obat, menghindari puncak periode nyeri.

3) Pola nafas tidak efektif b/d obstruksi trakeobronkial  oleh bekuan darah,

sekret banyak, peradarahan aktif, penurunan ekspansi paru, proses

inflamsi

Tujuan-Kriteria

Pola nafas efektif.

Kriteria :

o Frekuensi nafas dalam rentang normal

o Suara paru jelas dan bersih.

o Berpartisipasi dalam aktivitas

Intervensi

1. Kaji frekuensi , kedalaman pernafasan dan ekspansi dada, catat

upaya pernafasan ( penggunaan otot bantu pernafasan )

2. Auskultasi bunyi nafas, dan catat adanya bunyi nafas.

3. Observasi pola batuk dan karakter sekret

4. Dorong dalam nafas dalam.dan latihan batuk.

5. Kolaborasi:

a. Berikan oksigen tambahan.

Page 30: ca bronko

b. Berikan humidifikasi tambahan.

c. Bantu fisioterapi dada.

d. Siapkan/bantu bronkoskopi

Rasional

1. Kedalamam pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas.,

ekspansi pada terbatas terjadi pada atelektasis.

2. Perubahan bunyi nafas menunjukan obstruksi sekunder.

3. Kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering/iritatif

4. Meningktkan banyaknya sputum.

5. Rasional kolaborasi

a. Memaksimalkan pernafasan dan menurunkan kerja nafas.

b. Memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu

pengenceran sekret.

c. Memudahkan upaya pernafasan dalam. Meningktkan drainase

sekret.

d. Kadang-kadang berguna untuk membuang bekuan darah, sekret

serta membersihkan jalan nafas.

4) Ansietas b/d ketakutan /ancaman akan kematian, tindakan diagnostik,

penyakit kronis.

Tujuan-Kriteria

Ansietas hilang/ berkurang

Kriteria :

o Klien tampak rileks

o Klien dapat beristirahat.

o Dapat bekerjasama dalam terapi.

Intervensi

1. Evaluasi tingkat pemahaman pasien/orang terdekat tentang

diagnosa.

2. Akui rasa takut,  masalah pasien, dan dorong mengekspresikan

perasaan.

Page 31: ca bronko

3. Kolaborasi : Libatkan pasien/orang terdekat dalam perencanaan

keperawatan

Rasional

1. Pemahaman persepsi melibatkan susunan tekanan  perawatan

individu dan memberikan informasi.

2. Memberi waktu untuk mengidentifikasi perasaan.

3. Dapat memperbaiki perasaan control

5) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d  intake inadekuat, peningkatan

metabolisme, proses keganasan.

Tujuan-Kriteria

Nutrisi terpenuhi.

Kriteria :

o Menunjukan perubahan beratbadan.

o Menunjukan perubahan pola makan.

o Hb. Albumin dalam rentang normal.

Intervensi

1. Catat ststus nutrisi pasien pada penerimaan, catat turgor kulit,

berat badan dan derajat kekurangan berat badan

2. Pastikan pola diet pasien yang disukai/tidak disukai

3. Awasi pemasukan/pengeluaran dan berat badan secara periodik

4. Selidiki mual, muntah, anoreksia dan catat kemungkinan

hubungannya dengan obat

5. Berikan periode istirahat sering.

6. Berikan perawatan mulut, sebelum dan sesudah tindakan

pernafasan.

7. Berikan Diet TKTP.

8. Kolaborasi :

a. Rujuk ke ahli diet

b. Awasi pemeriksaan lab. ( BUN, protein serum, albumin Hb.)

c. Bila perlu berikan nutrisi parenteral

Page 32: ca bronko

Rasional

1. Berguna dalam mengidentifikasi derajat kurang nutrisi dan

menentukan pilihan intervensi.

2. Pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masukan

diet.

3. Mengukur kefektifan nutrisi dan dukungan cairan.

4. Mencari pemecahan masalah, untuk meningkatkan pemasukan

nutrien.

5. Membantu menghemat energi., khususnya bila kebutuhan

metabolik meningkat

6. Menurunkan perasaan tak enak, bekas sputum, obat merangsang

pusat muntah.

7. Memaksimalkan masukan nutrisi.

8. Nilai rendah menunjukan malnutrisi. Meningkatkan masukan

nutrisi adekuat.

Page 33: ca bronko

DAFTAR PUSTAKA

Barbara Engram., 1999,  Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Vol. 1,

Penerbit EGC, Jakarta.

Corwin E., 2001, Patofisiologi, Cetakan I, EGC, Jakarta

Mansjoer, Arif., et all., 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Fakultas Kedokteran

UI : Media Aescullapius Jakarta.

Perhimpunan Doter Paru Indonesia, 2003. Kanker Paru Pedoman Diagnosis dan

Penatalaksanaan di Indonesia.

Alsagaff,H, dan Mukty, A,. Eds (2002). Dasar-dasar Ilmu Penyakit paru. Cetakan

Ketiga . Surabaya : Airlangga University Press.

Sudoyo, Aru W, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Edisi 4, Jilid 1.Jakarta

: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI

Muttaqin, A dan Sari, K. 2007. Asuhan Keperawatan perioperatif Konsep,

Proses,dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika

Brashers, Valentina L. (2007). Aplikasi Klinis Patofisiologi : pemeriksaan dan

manajemen ; alih bahasa H.Y Kuncara ; editor edisi bahasa Indonesia,

Devi Yulianti, Edisi 2. Jakarta : EGC.

Arjatmo Tjokronegoro dan Hendra Utama, editors: Buku Ajar Kardiologi. Jakarta :

Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. p7-12