isi pembahasan ca mammae

38
BAB I PENDAHULUAN Persalinan adalah suatu proses pengeluaran fetus dan plasenta dari uterus, ditandai dengan peningkatan aktifitas miometrium (frekuensi dan intensitas kontraksi) yang menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks serta keluarnya lendir darah (show) dari vagina. 1,8 Post partum adalah waktu yang diperlukan oleh ibu untuk memulihkan alat kandungannya ke keadaan semula dari melahirkan bayi sampai setelah 2 jam pertama persalinan yang berlangsung antara 6 minggu ( 42 hari ). 1,3 Masa post partum merupakan masa kritis dimana masa post partum akan menimbulkan berbagai komplikasi diantaranya yaitu perdarahan, infeksi puerperalis, endometritis, mastitis, tromboplebitis, thrombosis, emboli, postpartum blues. 6,17 Dimana perdarahan merupakan penyebab terbanyak kematian wanita selama periode post partum. 11 Sehingga untuk menangani dan mencegah komplikasi yang timbul, maka diperlukan pemantauan yang khusus. Postpartum blues sendiri sudah dikenal sejak lama. Savage pada tahun 1875 telah menulis refrensi di literature kedokteran mengenai suatu keadaan disforia ringan pasca salin yang disebut sebagai milk fewer karena gejala disforia tersebut muncul bersamaan dengan laktasi. 17 Dewasa ini postpartum blues (PPB) atau serig juga disebut maternity blues atau baby blues syndrome dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan 1

Upload: yanuar-aditya

Post on 13-Dec-2014

47 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

dr. banyu

TRANSCRIPT

Page 1: Isi Pembahasan ca mammae

BAB I

PENDAHULUAN

Persalinan adalah suatu proses pengeluaran fetus dan plasenta dari uterus, ditandai

dengan peningkatan aktifitas miometrium (frekuensi dan intensitas kontraksi) yang

menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks serta keluarnya lendir darah (show) dari

vagina.1,8

Post partum adalah waktu yang diperlukan oleh ibu untuk memulihkan alat

kandungannya ke keadaan semula dari melahirkan bayi sampai setelah 2 jam pertama

persalinan yang berlangsung antara 6 minggu ( 42 hari ).1,3

Masa post partum merupakan masa kritis dimana masa post partum akan

menimbulkan berbagai komplikasi diantaranya yaitu perdarahan, infeksi puerperalis,

endometritis, mastitis, tromboplebitis, thrombosis, emboli, postpartum blues.6,17 Dimana

perdarahan merupakan penyebab terbanyak kematian wanita selama periode post partum.11

Sehingga untuk menangani dan mencegah komplikasi yang timbul, maka diperlukan

pemantauan yang khusus.

Postpartum blues sendiri sudah dikenal sejak lama. Savage pada tahun 1875 telah

menulis refrensi di literature kedokteran mengenai suatu keadaan disforia ringan pasca

salin yang disebut sebagai milk fewer karena gejala disforia tersebut muncul bersamaan

dengan laktasi.17 Dewasa ini postpartum blues (PPB) atau serig juga disebut maternity

blues atau baby blues syndrome dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan efek ringan

yang sering tampak dalam minggu petama setelah persalinan dan ditandai dengan gejala-

gejala seperti reaksi depresi/sedih/disforia, menangis , mudah tersinggung (iritabilitas),

cemas, labilitas perasaan, cenderung menyalahkan diri sendiri , gangguan tidur dan

gangguan nafsu makan .6 Gejala-gejala ini muncul setelah persalinan dan pada umumnya

akan menghilang dalam waktu antara beberapa jam sampai beberapa hari . Namun pada

beberapa kasus gejala-gejala tersebut terus bertahan dan baru menghilang setelah beberapa

hari, minggu atau bulan kemudian bahkan dapat berkembang menjadi keadaan yang lebih

berat. Banyak wanita sembuh dengan pengobatan yang terdiri dari terapi kelompok atau

dengan cara konseling.

1

Page 2: Isi Pembahasan ca mammae

BAB II

PEMBAHASAN

A. LATAR BELAKANG

Post partum adalah waktu yang diperlukan oleh ibu untuk memulihkan alat

kandungannya ke keadaan semula dari melahirkan bayi sampai setelah 2 jam pertama

persalinan yang berlangsung antara 6 minggu ( 42 hari ).1,3 Pengawasan dan asuhan post

partum masa nifas sangat diperlukan yang tujuannya adalah menjaga kesehatan ibu dan

bayinya, baik fisik maupun psikologis, melaksanakan sekrining yang komprehensif,

mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun

bayinya.

Baby blues syndrome, atau sering juga disebut postpartum blues adalah perasaan sedih

dan gundah yang dialami oleh sekitar 50-80% wanita setelah melahirkan bayinya. Umumnya

terjadi dalam 14 hari pertama setelah melahirkan, dan cenderung lebih buruk sekitar hari ke

tiga atau empat setelah persalinan.2,5,8,10

Reaksi emosional yang biasanya muncul pada perempuan di masa nifas pasca

melahirkan yaitu :

1. Baby blues syndrome / Postpartum blues atau Maternity blues.

2. Depresi pasca persalinan.

3. Psikosis pasca persalinan.

Gejala baby blues syndrome yang biasanya dialami oleh ibu setelah 3-4 hari melahirkan

namun memudar setelah beberapa minggu.7 Baby Blues Syndrome (BBS) adalah depresi

ringan yang dialami ibu setelah melahirkan. BBS juga disebut maternity

blues, atau postpartum blues. Gejalanya berupa gangguan emosi sering menangis, murung,

panik, mudah marah, dan disertai dengan gejala depresi, mood swings, gangguan tidur dan

selera makan, serta gangguan konsentrasi yang kesemuanya merupakan akibat perubahan

hormonal.7,9,10

B. FASE-FASE  PERUBAHAN PSIKOLOGI PADA IBU POSTPARTUM

2

Page 3: Isi Pembahasan ca mammae

Seorang ibu yang berada pada periode pascapartum mengalami banyak perubahan

baik perubahan fisik maupun psikologi. Menurut Reva Rubin (1997) perubahan psikologi

postpartum pada seorang ibu yang baru melahirkan terbagi dalam tiga fase :

a. Fase taking in, yaitu periode ketergantungan yang berlangsung pada hari pertama

sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu focus perhatian ibu hanya pada

dirinya sendiri, pengalaman selama proses persalinan sering berulang-ulang

diceritakannya. Hal ini membuat cenderung ibu menjadi pasif terhadap

lingkungannya.

b. Fase taking hold, yaitu periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah persalinan.

Pada fase ini ibu merasa khawatir akan ketidakmampuannya dan rasa tanggung

jawabnya dalam merawat bayi. Pada fase ini merupakan kesempatan yang baik untuk

menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga timbul

percaya diri.

c. Fase letting-go, merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang

berlangsung kurang lebih 10 hari setelah melahirkan. Pada fase ini ibu sudah dapat

menyesuaikan diri untuk merawat diri dan bayinya, mulai fokus kembali pada

pasangannya dan kembali bekerja mengurus hal-hal lain.

C. POST PARTUM BLUES

a. Definisi

Post Partum Blues (PBB) sering juga disebut sebagai Maternity blues atau Baby blues

syndrome diketahui sebagai suatu sindroma gangguan efek ringan yang sering tampak dalam

14 hari pertama atau 2 minggu setelah persalinan.6,8

Postpartum blues dapat terjadi sejak hari pertama pascapersalinan atau pada saat fase

taking in, cenderung akan memburuk pada hari ketiga sampai kelima. Postpartum blues

merupakan gangguan suasana hati pascapersalinan yang bisa berdampak pada perkembangan

anak karena stres dan sikap ibu yang tidak tulus terus-menerus bisa membuat bayi tumbuh

menjadi anak yang mudah menangis, cenderung rewel, pencemas, pemurungdan mudah sakit.

Keadaan ini sering disebut puerperium atau trimester keempat kehamilan yang bila tidak

3

Page 4: Isi Pembahasan ca mammae

segera diatasi bisa berlanjut pada depresi postpartum yang biasanya terjadi pada bulan

pertama setelah persalinan.

b. Epidemilogi

Dalam dekade terakhir ini, banyak peneliti dan klinisi yang memberi perhatian khusus

pada gejala psikologis yang menyertai seorang wanita pasca persalinan, dan telah melaporkan

beberapa angka kejadian dan berbagai faktor yang diduga mempunyai kaitan dengan gejala-

gejala tersebut. Berbagai studi mengenai post-partum blues di luar negeri melaporkan angka

kejadian yang cukup tinggi dan sangat bervariasi antara 26-85%, yang kemungkinan

disebabkan karena adanya perbedaan populasi dan kriteria diagnosis yang digunakan.

Penelitian di Negara barat menunjukkan kejadian lebih tinggi dibandingkan dengan

yang pernah dilaporkan dari asia, pada penelitia yang dilakukan terhadap 154 wanita pasca

persalinan di Malaysia pada tahun 1995 dilaporkan angka kejadian 3,9% terbanyak dari ras

India (8,9%), Melayu (3,0%), dan tidak adanya kasus pada ras Cina. Penelitian di Singapura

dilaporkan angka kejadiannya sebesar 1%.15 Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh

Jofesson dkk pada tahun 2002 didapatkan angka  baby blues syndrome sekitar 10%-20%.5

Sebenarnya catatan medis tentang PPB telah ada sejak zaman Hippocrates, sekitar

abad ke 5 SM, namun dianggap kurang penting karena dipandang sekedar sebagai efek

kelelahan setelah melahirkan. Dr.dr. Irawati SpKj, M. Epid dari bagian psikiatri UI

melaporkan bahwa 25% dari 580 pasiennya (ibu melahirkan ) menagalami PPB.17 Dr. Irawati

menegemukakan gejala BBS dialami oleh sekitar 50-75% ibu melahirkan, atau 2/3 dari

jumlah ibu melahirkan di seluruh dunia.17 Sedangkan The National Mental Health

Association (2003) mengemukakan bahwa sekitar 80% ibu yang melahirkan bayi untuk

pertama kalinya mengalami gejala tersebut.

Pada penelitian yang pernah dilakukan dibagian/KSMF Obstetri dan Ginekologi

FKUP/RSHS Bandung, didapatkan angka kejadian sebesar 33,1% diantara wanita yang

melahirkan secara spontan, dan ternyata didapatkan pula bahwa baby blues syndrome tersebut

lebih banyak dijumpai pada wanita pekerja dan mereka yang berpendidikan tinggi2, beberapa

penelitian yang telah dilakukan di berbagai tempat di Indonesia anatar lain : di Jakarta,

Yogyakarta, dan Surabaya pada tahun 1998-2001 ternyata angka kejadian mencolok tinggi

4

Page 5: Isi Pembahasan ca mammae

yakni sebesar 11%-30% dibandingkan dengan kejadian di negara lain yang ada di Asia. Dan

penelitian lain didapatkan angka baby blues syndrome yang lebih tinggi yaitu 23,4%-36,7%.2

c. Etiologi

Penyebab pasti Postpartum blues belum diketahui, namun beberapa faktor diduga

menjadi penyebab, diantaranya:

a. Faktor hormonal

Usai bersalin, hormon kortisol pada ibu naik mendekati kadar seperti pada orang

depresi. Pada saat yang bersamaan hormon laktogen dan prolaktin yang memicu

produksi ASI meningkat, dan hormon progesteron mengalami penurunan pada kadar

yang sangat rendah.Pertemuan kesemua hormon ini memicu timbulnya keletihan fisik

pada ibu dan memicu terjadinya depresi.

b. Faktor Usia

Biasanya sering terjadi pada usia < 20 tahun dan seringkali dikaitkan dengan kesiapan

mental perempuan tersebut untuk menjadi seorang ibu.10,15

Sebagian besar masyarakat percaya bahwa saat yang tepat bagi seseorang perempuan

untuk melahirkan pada usia antara 20–30 tahun, dan hal ini mendukung masalah

periode yang optimal bagi perawatan bayi oleh seorang ibu.

c. Faktor fisik 10

Kelelahan merawat bayi seharian bisa menjadi pemicu timbulnya Baby blues ini.

Kurang tidur saat hamil juga dapat mempengaruhi timbulnya Baby blues.

d. Faktor Pengalaman 11

Beberapa penelitian diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Paykel dan

Inwood (Regina dkk, 2001) mengatakan bahwa depresi pascasalin ini lebih banyak

ditemukan pada perempuan primipara, mengingat bahwa peran seorang ibu dan

segala yang berkaitan dengan bayinya merupakan situasi yang sama sekali baru bagi

dirinya dan dapat menimbulkan stres.

5

Page 6: Isi Pembahasan ca mammae

Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Le Masters yang melibatkan suami istri

muda dari kelas sosial menengah mengajukan hipotesis bahwa 83% dari mereka

mengalami krisis setelah kelahiran bayi pertama.

e. Faktor selama proses persalinan 11

Hal ini mencakup lamanya persalinan, serta intervensi medis yang digunakan selama

proses persalinan. Diduga semakin besar trauma fisik yang ditimbulkan pada saat

persalinan, maka akan semakin besar pula trauma psikis yang muncul dan

kemungkinan perempuan yang bersangkutan akan menghadapi depresi pascasalin.

f. Faktor pendidikan

Perempuan yang berpendidikan tinggi menghadapi tekanan sosial dan konflik peran,

antara tuntutan sebagai perempuan yang memiliki dorongan untuk bekerja atau

melakukan aktivitasnya diluar rumah, dibandingkan dengan peran mereka sebagai ibu

rumah tangga dan orang tua dari anak–anak mereka.

g. Faktor Lingkungan

Lingkungan yang tidak memadai lebih sering menimbulkan depresi pada ibu – ibu,

selain kurangnya dukungan dalam perkawinan.

h. Faktor so s ial 11

Ibu yang sulit menyesuaikan diri terhadap peran barunya akan merasa terus terikat

oleh keberadaan sang bayi. Selain itu, banyaknya kerabat yang membantu pada saat

kehamilan, persalinan dan pasca persalinan, beban seorang ibu karena kehamilannya

sedikit banyak berkurang.

i. Faktor psikologis 12

Ibu yang mengalami kelelahan membutuhkan perhatian dari keluarga terutama dari

suami. Kekecewaan atas minimnya dukungan dapat memicu terjadinya Baby blues.

c. Faktor Resiko

6

Page 7: Isi Pembahasan ca mammae

Beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya postpartum blues15 :

1. Kejadian-kejadian sebagai stressor yang terjadi pada ibu hamil, seperti kehilangan

suaminya.

2. Pada kehamilan sebelumnya pernah mengalami postpartum blues.10

3. Kondisi bayi yang cacat, atau memerlukan perawatan khusus pasca melahirkan yang

tidak pernah dibayangkan oleh sang ibu sebelumnya.

4. Melahirkan di bawah usia 20 tahun.

5. Tidak adanya perencanaan kehamilan atau kehamilan yang tidak diharapkan.

6. Hubungan dengan pasangan sedang bermasalah.

7. Ketergantungan pada alkohol atau narkoba.

8. Kurangnya dukungan yang diberikan oleh anggota keluarga, suami, dan teman.

9. Kurangnya komunikasi, perhatian, dan kasih sayang dari suami, atau orang yang

bersangkutan dengan sang ibu.

10. Perubahan dinamika kehidupan.10

11. Mempunyai permasalahan keuangan menyangkut biaya, dan perawatan bayi.

12. Kurangnya kasih sayang dimasa kanak-kanak.

13. Adanya keinginan untuk bunuh diri pada masa sebelum kehamilan.

d. Patofisiologi

Para wanita lebih mungkin mengembangkan depresi post partum jika mereka

terisolasi secara sosial dan emosional serta baru saja mengalami peristiwa kehidupan yang

menekan. Antara 8% sampai 12% wanita tidak dapat menyesuaikan peran sebagai orang tua

dan menjadi sangat tertekan sehingga mencari bantuan dokter.

Beberapa dugaan kemunculan ini disebabkan oleh beberapa faktor dari dalam dan luar

individu. Penelitian dari Dirksen dan De Jonge Andriaansen (1985) menunjukkan bahwa

depresi tersebut membawa kondisi yang berbahaya bagi perkembangan anak di kemudian

hari. De Jonge Andriaansen juga meneliti beberapa teknologi medis (penggunaan alat-alat

obstetrical) dalam pertolongan melahirkan dapat memicu depresi ini. Misalnya saja pada

pembedahan caesar, penggunaan tang, tusuk punggung,episiotomi dan sebagainya.

Perubahan hormon dan perubahan hidup ibu pasca melahirkan juga dapat dianggap

pemicu depresi ini.1,6,8 Diperikiran sekitar 50-70% ibu melahirkan menunjukkan gejala-gejala

7

Page 8: Isi Pembahasan ca mammae

awal kemunculan depresi post partum blues, walau demikian gejala tersebut dapat hilang

secara perlahan karena proses adaptasi dan dukungan keluarga yang tepat.

Faktor biologis yang paling banyak terlibat adalah faktor hormonal. Perubahan kadar

hormone pada wanita memegang peran penting ; perubahan suasana hati biasa terjadi sesaaat

sebelum menstruasi sesaat sebelum menstruasi (ketegangan pramenstruasi) dan setelah

persalinan (depresi postpartum). Perubahan hormone serupa biasa terjadi pada wanita

pemakai pil KB yang mengalami depresi.

Faktor yang berpengaruh pada baby blues syndrome berupa perubahan kadar

esterogen, progeteron, prolaktin dan estriol yang terlalu rendah. Kadar esterogen turun secara

bermakna setelah melahirkan, ternyata esterogen memiliki efek supresi aktifitas enzim

nonadrenalin maupun serotin yang berperan dalam suasana hati dan depresi. Konduksi

impuls dapat terganggu apabila terjadi kelebihan atau kekurangan neurotransmiter di celah

sinaps atau adanya gangguan sensitivitas pada reseptor neurotransmiter tersebut di post

sinaps sistem saraf pusat. Pada depresi telah di identifikasi 2 sub tipe reseptor utama

serotonin yaitu reseptor 5HTIA dan 5HT2A. Kedua reseptor inilah yang terlibat dalam

mekanisme biokimiawi depresi dan memberikan respon pada semua golongan anti depresan.

Pada penelitian dibuktikan bahwa terjadinya depresi disebabkan karena menurunnya

pelepasan dan transmisi serotonin (menurunnya kemampuan neurotransmisi

serotogenik).Beberapa peneliti menemukan bahwa selain serotonin terdapat pula sejumlah

neurotransmiter lain yang berperan pada timbulnya depresi yaitu norepinefrin, asetilkolin dan

dopamin. Sehingga depresi terjadi jika terdapat defisiensi relatif satu atau beberapa

neurotransmiter aminergik pada sinaps neuron di otak, terutama pada sistem limbik. Oleh

karena itu teori biokimia depresi dapat diterangkan sebagai berikut :

a. Menurunnya pelepasan dan transport serotonin atau menurunnya kemampuan

neurotransmisi serotogenik.

b. Menurunnya pelepasan atau produksi epinefrin, terganggunya regulasi aktivitas

norepinefrin dan meningkatnya aktivitas alfa 2 adrenoreseptor presinaptik.

c. Menurunnya aktivitas dopamin.

d. Meningkatnya aktivitas asetilkolin.

8

Page 9: Isi Pembahasan ca mammae

Teori yang klasik tentang patofisiologi depresi ialah menurunnya neurotransmisi

akibat kekurangan neurotransmitter di celah sinaps. Ini didukung oleh bukti-bukti klinis yang

menunjukkan adanya perbaikan depresi pada pemberian obat-obat golongan SSRI (Selective

Serotonin Re-uptake Inhibitor) dan trisiklik yang menghambat re-uptake dari neurotransmiter

atau pemberian obat MAOI (Mono Amine Oxidasi Inhibitor) yang menghambat katabolisme

neurotransmiter oleh enzim monoamin oksidase.

Belakangan ini dikemukakan juga hipotesis lain mengenai depresi yang menyebutkan

bahwa terjadinya depresi disebabkan karena adanya aktivitas neurotransmisi serotogenik

yang berlebihan dan bukan hanya kekurangan atau kelebihan serotonin semata.

Neurotransmisi yang berlebih ini mengakibatkan gangguan pada sistem serotonergik, jadi

depresi timbul karena dijumpai gangguan pada sistem serotogenik yang tidak stabil.

Hipotesis yang belakangan ini dibuktikan dengan pemberian antidepresan golongan

SSRE (Selective Serotonin Re-uptake Enhancer) yang justru mempercepat re-uptake

serotonin dan bukan menghambat. Dengan demikian maka turn over dari serotonin menjadi

lebih cepat dan sistem neurotransmisi menjadi lebih stabil yang pada gilirannya memperbaiki

gejala-gejala depresi.

Kelainan fungsi tiroid yang sering terjadi pada wanita, juga merupakan faktor yang

berperan dalam terjadinya depresi. Depresi juga bisa terjadi karena atau bersamaan dengan

sejumlah penyakit atau kelainan fisik. Kelainan fisik bias menyebabkan terjadinya depresi

secara ; langsung, misalnya ketika penyakit tiroid menyebabkan berubahnya kadar hormone.

Yang bias menyebabkan terjadinya depresi tidak langsung, misalnya ketika penyakit atritis

rematoid menyebabkan nyeri dan cacat, yang bias menyebabkan depresi.

Ada pula kelainan fisik menyebabkan depresi secara langsung dan tidak langsung.

Misalnya AIDS; secara langsung menyebabkan depresi jika virus penyebabnya merusak otak;

secara tidak langsung menyebabkan depresi jika menimbulkan dampak negative terhadap

kehidupan penderitanya.

e. Manifestasi Klinis

9

Page 10: Isi Pembahasan ca mammae

Berikut beberapa gejala Postpartum Blues / Baby blues syndrome atau depresi pasca

melahirkan:

Mudah menangis dan merasa sedih tanpa sebab.

Cenderung menyalahkan diri sendiri, merasa tidak berharga & punya harapan atau

merasa bersalah berlebihan serta hidup tidak menyenangkan.

Merasa lelah, mudah tersinggung.

Perasaan cemas, labil, khawatir akan menyakiti diri sendiri atau bayinya, kadang ibu

seakan-akan ingin membunuh bayi.

Gangguan tidur baik itu sulit untuk tidur atau justru tidur menjadi lebih lama.

Hilangnya nafsu makan, turunnya berat badan atau bahkan terjadi peningkatan berat

badan yang disertai dengan pola makan berlebihan.

Kurangnya energi & motivasi sehingga sulit untuk melakukan kegiatan.

Merasa kurang menyangi bayinya.

Tidak memperhatikan penampilan dan kurang menjaga kebersihan diri.

Jika symptom muncul kurang dari 2 minggu, diagnosis baby blues lebih tepat

digunakan. Baby blues dialami oleh 80% ibu baru, biasanya bertahan dalam hitungan jam

atau hari dan dalam kebanyakan kasus resolve secara spontan pada hari ke sepuluh setelah

kelahiran.

f. Diagnosis

Depresi merupakan gangguan yang betul–betul dipertimbangkan sebagai

psikopatologi yang paling sering mendahului bunuh diri, sehingga tidak jarang berakhir

dengan kematian. Gejala depresi seringkali timbul bersamaan dengan gejala kecemasan.

Manifestasi dari kedua gangguan ini lebih lanjut sering timbul sebagai keluhan umum

seperti : sukar tidur, merasa bersalah, kelelahan, sukar konsentrasi, hingga pikiran ingin

bunuh diri. Menurut Vandenberg , menyatakan bahwa keluhan dan gejala depresi postpartum

tidak berbeda dengan yang terdapat pada kelainan depresi lainnya.8 Hal yang terutama

mengkhawatirkan adalah pikiran – pikiran ingin bunuh diri, waham–waham paranoid dan

ancaman kekerasan terhadap anak–anaknya.

10

Page 11: Isi Pembahasan ca mammae

Kriteria diagnosis spesifik pospartum blues / depresi postpartum tidak dimasukkan di

dalam DSM-IV4, dimana tidak terdapat informasi yang adekuat untuk membuat diagnosis

spesifik. Diagnosis dapat dibuat jika depresi terjadi dalam hubungan temporal dengan

kelahiran anak dengan onset episode dalam 4 minggu pasca persalinan.4

Menurut DSM IV, simptom–simptom yang biasanya muncul pada episode postpartum

antara lain perubahan mood, labilitas mood dan sikap yang berlebihan terhadap bayi.4 Wanita

yang menderita depresi postpartum sering mengalami kecemasan yang sangat hebat dan

sering panik.9

Meskipun belum ada kriteria diagnosis spesifik dalam DSM-IV, secara karakteristik

penderita pospartum blues / depresi postpartum mulai mengeluh kelelahan, perubahan mood,

memiliki episode kesedihan, kecurigaan dan kebingungan serta tidak mau berhubungan

dengan orang lain.4,7 Selain itu, penderita depresi postpartum memiliki perasaan tidak ingin

merawat bayinya, tidak mencintai bayinya, ingin menyakiti bayi atau dirinya sendiri atau

keduanya.

Gejala depresi postpartum ini memang lebih ringan dibandingkan dengan psikosis

postpartum. Meskipun demikian, kelainan–kelainan tersebut memiliki potensi untuk

menimbulkan kesulitan atau masalah bagi ibu yang mengalaminya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa gejala–gejala depresi postpartum

antara lain adalah trauma terhadap intervensi medis yang dialami, kelelahan, perubahan

mood, gangguan nafsu makan, gangguan tidur, tidak mau berhubungan dengan orang lain,

tidak mencintai bayinya, ingin menyakiti bayi atau dirinya sendiri atau keduanya.

g. Pemeriksaan Penunjang

Skrining untuk mendeteksi gangguan mood / depresi sudah merupakan acuan

pelayanan pasca persalinan yang rutin dilakukan. Untuk skrining ini dapat dipergunakan

beberapa kuesioner dengan sebagai alat bantu. Edinburgh Posnatal Depression Scale

11

Page 12: Isi Pembahasan ca mammae

(EPDS)8 merupakan kuesioner dengan validitas yang teruji yang dapat mengukur intensitas

perubahan perasaan depresi selama 7 hari pasca melahirkan.7

Pertanyaan-pertanyaannya berhubungan dengan perasaan, kecemasan, perasaan

bersalah serta mencakup hal-hal lain yang terdapat pada postpartum blues . Kuesioner ini

terdiri dari 10 (sepuluh) pertanyaan, di mana setiap pertanyaan memiliki 4 (empat) pilihan

jawaban yang mempunyai nilai skor dan harus dipilih satu sesuai dengan gradasi perasaan

yang dirasakan ibu pasca melahirkan saat itu.16 Pertanyaan harus dijawab sendiri oleh ibu dan

rata-rata dapat diselesaikan dalam waktu 5 menit. EPDS juga telah teruji validitasnya di

beberapa negara seperti Belanda, Swedia, Australia, Italia, dan Indonesia. EPDS dapat

dipergunakan dalam minggu pertama pasca persalinan dan bila hasilnya meragukan dapat

diulangi 2 (dua) minggu kemudian.

Gambar kuisioner EPDS

h. Diagnosis banding

1. Postpartum Depression / Depresi pasca persalinan

12

Page 13: Isi Pembahasan ca mammae

Definisi

Postpartum depression (PPD) adalah gejala depresi berat yang terjadi 7 hari

setelah melahirkan dan berlangsung selama 30 hari dan dapat mengganggu aktivitas

sehari-hari.8,10 PPD adalah bentuk utama dari depresi dan kurang umum daripada

postpartum blues. PPD mencakup semua gejala depresi, tetapi hanya terjadi pada

pasca persalinan. Hal ini dapat terjadi kapan saja sesaat setelah melahirkan dan dapat

berlangsung lama hingga satu tahun.

Faktor Risiko

PPD terjadi pada 10 sampai 20% wanita setelah melahirkan.13 Meskipun setiap

wanita berisiko, dibawah ini merupakan faktor risiko terjadinya PPD :

Komplikasi dari Baby blues syndrome yang tidak teratasi.

Sebelumnya pernah episode depresi postpartum.

Riwayat depresi sebelumnya.

Riwayat depresi pada keluarga.

Kurangnya dukungan (misalnya, dari suami maupun anggota keluarga).

Kelahiran yang tidak diharapkan.

Etiologi

Etiologi pasti tidak diketahui, namun, sebelumnya pernah memiliki riwayat

depresi adalah faktor risiko utama, perubahan hormonal selama masa nifas, dan

kurang tidur atau istirahat.

Berbeda dengan baby blues, yang biasanya berlangsung 2 sampai 3 hari (sampai

dengan 2 minggu) dan relatif ringan, depresi postpartum berlangsung> 2 minggu dan

dapat mengganggu aktivitas hidup sehari-hari.

Gejala dan Tanda10

Kesedihan yang berlebihan

13

Page 14: Isi Pembahasan ca mammae

Menangis terus menerus

Insomnia atau pola tidur meningkat

Kehilangan nafsu makan atau makan berlebihan

Mudah marah

Sakit kepala

Kelelahan berlebih

Kekhawatiran yang tidak realistik tentang sesuatu

Tidak tertarik pada bayi

Takut mencelakai bayi

Keinginan untuk bunuh diri

Kegelisahan yang berlebihan

Postpartum depression dapat mengganggu kemampuan ibu untuk merawat diri

mereka sendiri dan bayi mereka sendiri. Untuk terjadinya gejala psikosis jarang, tetapi

depresi postpartum meningkatkan risiko bunuh diri dan pembunuhan bayi sendiri,

yang merupakan komplikasi paling parah. Jika seorang ibu tidak bisa membina suatu

ikatan dengan bayinya, akan menimbulkan masalah dari segi emosi, sosial, dan

kognitif pada bayinya dimasa yang akan datang.8

Postpartum depression (atau gangguan mental serius) harus dicurigai jika

perempuan memiliki berikut:

Gejala > 2 minggu

Gejala yang mengganggu aktivitas sehari-hari

Adanya keinginan untuk bunuh diri

Halusinasi, delusi, atau perilaku psikotik

2. Postpartum Psikosis / Psikosis pasca persalinan

Definisi

14

Page 15: Isi Pembahasan ca mammae

Postpartum psikosis merupakan gangguan mental yang paling parah pada ibu

postpartum, kondisi ini biasanya bermanifestasi dalam waktu 2 minggu setelah

persalinan dan biasanya disertai gangguan bipolar.8

Etiologi

Kasus postpartum psikosis (PPP) jarang terjadi pada wanita setelah melahirkan,

suatu kondisi yang hanya terjadi sekitar sepersepuluh dari 1% pada ibu baru. Dalam

suatu studi yang dilakukan oleh Marks dkk (1991) yang diikuti sekitar 88 wanita

hasilnya berisiko tinggi untuk mengalami gangguan kejiwaan

Onset dari PPP cepat dan parah, dan biasanya terjadi dalam dua sampai tiga

minggu pertama setelah melahirkan.8 Disebabkan karena wanita menderita bipolar

disorder atau masalah psikiatrik lainnya yang disebut schizoaffektif disorder. Wanita

tersebut mempunyai resiko tinggi untuk terkena post partum psikosis.

Faktor Risiko8,12

Wanita dengan riwayat penyakit psikotik sebelumnya. (high risk)

Riwayat depresi postpartum sebelumnya.

Riwayat postpartum psikosis sebelumnya.

Gejala8,12

Gejalanya mirip dengan reaksi psikotik umum seperti delusi (suatu keyakinan

yang dipegang secara kuat namun tidak akurat, yang terus ada

walaupun bukti menunjukkan hal tersebut tidak memiliki dasar dalam realitas) dan

halusinasi (persepsi palsu atau  terjadinya persepsi dalam kondisi sadar tanpa

adanya rangsang nyata terhadap indera), sering termasuk :

Gejala fisik : Penolakan untuk makan, ketidakmampuan untuk

menghentikan aktivitas, sangat gelisah.

Gejala mental : Kebingungan ekstrim, kehilangan memori, inkoherensi.

Gejala perilaku : Paranoia, pernyataan irasional, keasyikan dengan hal-hal

sepele.

Penatalaksanaan

15

Page 16: Isi Pembahasan ca mammae

Seorang wanita yang didiagnosis dengan PPP harus dirawat di rumah sakit

sampai ia dalam kondisi stabil. Dokter mungkin akan meresepkan obat mood

stabilizer, antipsikotik atau obat antidepresan untuk mengobati gejala psikosis

postpartum. Ibu yang mengalami PPP sangat mungkin untuk menderita lagi setelah

kehamilan berikutnya.

Pencegahan

Untuk mengurangi jumlah penderita ini sebagai anggota keluarga hendaknya

harus lebih memperhatikan kondisi dan keadaan ibu serta memberikan dukungan

psikis agar tidak merasa kehilangan perhatian.16

Saran kepada penderita untuk:

1. Beristirahat cukup

2. Mengkonsumsi makanan dengan gizi yang seimbang

3. Bergabung dengan orang-orang yang baru

4. Bersikap fleksible

5. Berbagi cerita dengan orang terdekat

6. Sarankan untuk berkonsultasi dengan tenaga medis

Perbedaan Baby Blues Syndrome dengan Postpartum Depression

Perbedaan Baby Blues Syndrome dengan Postpartum Depression yaitu terletak pada

frekuensi, intensitas, serta durasi berlangsungnya gejala-gejala di atas. Pada Postpartum

Depression, Anda akan merasakan berbagai gejala tersebut lebih sering, lebih hebat, serta

lebih lama.6,9

Karakeristik Baby blues syndrome Postpartum depression

Insiden 50% - 80% 10%

Onset 3 – 5 hari post partum 3 – 6 bulan post partum

16

Page 17: Isi Pembahasan ca mammae

Durasi Harian s/d Mingguan Bulanan s/d Tahunan

Riw. Gangguan mood Tidak ada Ada

Gangguan tidur ( Sleep ) Kadang – kadang Hampir selalu ada

Anhedonia ( Interest ) Ada tapi jarang Ada

Merasa berasalah ( Guilty ) Ada tapi ringan Ada

Kehilangan Energi ( Energy ) Ada tapi ringan Ada

Kurang konsentrasi Mungkin ada Ada

Pikiran bunuh diri ( Suicide ) Tidak ada / sedikit Hampir selalu ada

Pikiran untuk mencelakakan

bayinya

Jarang Hampir selalu ada

Cara membedakan keduanya yaitu. salah satunya dengan memperhatikan pola tidur si

ibu. Jika ketika ada orang lain menjaga bayi, si ibu bisa tertidur, maka besar kemungkinan si

ibu hanya menderita Baby Blues Syndrome (BBS). Namun jika si ibu sangat sulit tertidur

walaupun bayinya dijaga oleh orang lain, maka mungkin tingkat depresinya sudah termasuk

ke dalam Postpartum Depression (PPD).

Sedangkan gejala Postpartum Depression yaitu  Cepat marah, bingung, mudah panik,

merasa putus asa, perubahan pola makan dan tidur, ada perasaan takut bisa menyakiti

bayinya, ada perasaan khawatir tidak bisa merawat bayinya dengan baik, timbul perasaan

bahwa ia tidak bisa menjadi ibu yang baik dan PPD bisa berlangsung hingga 1 tahun setelah

kelahiran bayi, pada kasus PPD akut, si ibu bisa saja bunuh diri atau menyakiti bayinya

sendiri.6,9

j. Penatalaksanaan

a) Pendekatan Psikologis

17

Page 18: Isi Pembahasan ca mammae

Penanganan gangguan mental pasca persalinan pada prinsipnya tidak berbeda

dengan penanganan gangguan mental pada momen-momen lainya. Para ibu yang

mengalami postpartum blues membutuhkan pertolongan yang sesungguhnya dan

membutuhkan dukungan psikologis seperti juga kebutuhan fisik lainnya yang harus juga

dipenuhi. Mereka membutuhkan kesempatan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan

mereka dari situasi yang menakutkan. Mungkin juga mereka membutuhkan pengobatan

ataupun istirahat.16

Dengan bantuan dari teman dan keluarga, mereka mungkin perlu untuk mengatur

atau menata kembali kegiatan rutin sehari-hari, atau mungkin menghilangkan beberapa

kegiatan, disesuaikan dengan konsep mereka tentang keibuan dan perawatan bayi.11 Bila

memang diperlukan, dapat diberikan pertolongan dari para ahli, misalnya dari seorang

psikolog atau konselor yang berpengalaman dalam bidang tersebut.

Para ahli obstetri memegang peranan penting untuk mempersiapkan para wanita

untuk kemungkinan terjadinya gangguan mental pasca-salin dan segera memberikan

penanganan yang tepat bila terjadi gangguan tersebut, bahkan merujuk para ahli

psikologi/konseling bila memang diperlukan. Dukungan yang memadai dari para petugas

obstetri, yaitu: dokter dan bidan/perawat sangat diperlukan, misalnya dengan cara

memberikan informasi yang memadai/adekuat tentang proses kehamilan dan persalinan,

termasuk penyulit-penyulit yang mungkin timbul dalam masa-masa tersebut serta

penanganannya.11

Postpartum blues juga dapat dikurangi dengan cara belajar tenang dengan menarik

nafas panjang dan meditasi, tidur ketika bayi tidur, berolahraga ringan, ikhlas dan tulus

dengan peran baru sebagai ibu, tidak perfeksionis dalam hal mengurusi bayi,

membicarakan rasa cemas dan mengkomunikasikannya, bersikap fleksibel, bergabung

dengan kelompok ibu-ibu baru.13 Dalam penanganan para ibu yang mengalami post-partum

blues dibutuhkan pendekatan menyeluruh/holistik. Pengobatan medis, konseling

emosional, bantuan-bantuan praktis dan pemahaman secara intelektual tentang pengalaman

dan harapan-harapan mereka mungkin pada saat-saat tertentu.

Secara garis besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan di tingkat

perilaku, emosional, intelektual, sosial dan psikologis secara bersama-sama,  dengan

melibatkan lingkungannya, yaitu: suami, keluarga dan juga teman dekatnya.

18

Page 19: Isi Pembahasan ca mammae

Ada beberapa cara untuk mengatasi masalah ini yaitu6,13 :

i. Dengan cara pendekatan komunikasi teraupetik

Tujuan dari komunikasi teraupetik adalah menciptakan hubungan baik antara bidan

dengan pasien dalam rangka kesembuhannya dengan cara :

Mendorong pasien mampu meredakan segala ketegangan emosi.

Dapat memahami dirinya.

Dapat mendukung tindakan konstruksi.

ii. Peningkatan support mental/dukungan keluarga dalam mengatasi gangguan psikologis

yang berhubungan dengan masa nifas dalam menjalani periode pasca melahirkan.

b) Medikamentosa 6,9,14

Strategi farmakologis yang diindikasikan untuk gejala depresi sedang sampai

berat atau ketika seorang wanita tidak merespon pengobatan non-farmakologis. Obat

juga dapat digunakan dalam hubungannya dengan terapi non-farmakologis.

Wanita yang sedang hamil atau menyusui harus berkonsultasi dengan dokter

mengenai keuntungan dan resiko dari meminum obat antidepresi. Beberapa wanita

khawatir bahwa obat ini dapat membahayakan bayi mereka. Jika seorang ibu depresi,

akan dapat mempengaruhi perkembangan bayinya, sehingga penting sekali untuk

mendapatkan perawatan bagi ibu dan bayi.

Obat Antidepresan8,7,10,14

Banyak jenis obat antidepresan dengan perbedaan cara kerja dan efek samping

yang telah beredar dimasyarakat. Semuanya dapat mengobati gejala depresi dan dapat

sangat membantu bagi ibu dengan postpartum blues. Untuk ibu yang sedang menyusui,

bagaimanapun, mungkin khawatir tentang keamanan obat antidepresan untuk bayinya.

Untuk postpartum blues pada ibu menyusui, para ahli merekomendasikan obat yang

disebut serotonin reuptake inhibitor (SSRI), yang mempengaruhi serotonin pada otak.

Yang terkenal diantaranya adalah Zoloft (sertraline), obat antidepresi yang paling

banyak dipelajari pada ibu menyusui dan bayi mereka. Sebagian jumlah kecil masuk ke

dalam ASI, dan tidak ada efek samping pada bayi.

19

Page 20: Isi Pembahasan ca mammae

Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI) adalah agen lini pertama dan

efektif pada wanita dengan depresi pasca-melahirkan. Gunakan dosis antidepresan

standar, misalnya, sertraline (Zoloft) 50-200 mg / hari, fluoxetine (Prozac) 10-60 mg /

hari, paroxetine (Paxil) 20-60 mg / hari, citalopram (Celexa) 20-60 mg / hari , atau

escitalopram (Lexapro) 10-20 mg / hari. Akibat yang merugikan dari obat kategori ini

termasuk insomnia, mual, penurunan nafsu makan, sakit kepala, dan disfungsi seksual.

Serotonin-norepinephrine reuptake inhibitors (SNRIs), seperti venlafaxine

(Effexor) 75-300 mg / hari atau duloxetine (Cymbalta) 40-60 mg / hari, juga sangat

efektif untuk depresi dan kecemasan.

Antidepresan trisiklik (misalnya, Nortriptilin 50-150 mg / hari) mungkin berguna

bagi wanita dengan gangguan tidur, walaupun beberapa studi menunjukkan bahwa

perempuan lebih merespon obat kategori SSRI. Akibat yang merugikan dari

antidepresan trisiklik termasuk mengantuk, berat badan bertambah, mulut kering,

sembelit, dan disfungsi seksual.

Biasanya, gejala mulai berkurang dalam 2-4 minggu. Sebuah penyembuhan

penuh dapat berlangsung beberapa bulan. Pada sebagian responden, meningkatkan

dosis dapat membantu. Agen anxiolytic seperti lorazepam dan clonazepam mungkin

berguna sebagai pengobatan adjunctive pada pasien dengan kecemasan dan gangguan

tidur.

Data awal menunjukkan bahwa estrogen, sendiri atau dalam kombinasi dengan

antidepresan, mungkin bermanfaat, namun tetap antidepresan menjadi baris pertama

pengobatan.

Jika ini adalah episode pertama dari depresi, pengobatan selama 6-12 bulan

dianjurkan. Untuk wanita dengan depresi mayor berulang, diindikasikan perawatan

pengobatan jangka panjang dengan antidepresan. Kegagalan untuk mengobati atau

pengobatan yang tidak adekuat dapat mengakibatkan memburuknya hubungan antara

ibu dan bayi atau pasangan. Hal ini juga dapat meningkatkan risiko morbiditas pada ibu

dan bayi, serta kompromi sosial dan pengembangan pendidikan sang bayi.Semakin

cepat pengobatan maka semakin baik prognosisnya. Rawat Inap mungkin diperlukan

untuk depresi pascamelahirkan yang parah.

20

Page 21: Isi Pembahasan ca mammae

Untuk tipe depresi yang sangat parah dimana ibu memiliki gejala psikotik

(halusinasi atau delusi), sangat penting untuk menggabungkan obat antidepresan

dengan obat jenis lain dari golongan antipsikotik. Jika ibu menyusui, para ahli

merekomendasikan jenis yang lebih tua disebut antipsikotik konvensional (seperti

Haldol), jenis baru (antipsikotik atipikal seperti Risperdal atau Zyprexa) lebih

diutamakan sebaliknya, tapi belum cukup teruji untuk ibu menyusui dan untuk bayi.

Jika seorang wanita memiliki gejala yang sangat parah, seperti ingin bunuh diri

atau pikiran psikotik, mungkin dokter perlu menempatkan dia di rumah sakit untuk

memastikan keselamatan dirinya dan bayinya. Terapi electroconvulsive (ECT)8 adalah

cepat, aman, dan efektif untuk perempuan dengan depresi pascamelahirkan yang parah,

khususnya mereka dengan pikiran bunuh diri yang aktif, tidak merespons obat atau

sedang menyusui dan ingin menghindari obat-obatan.. Masih ada terapi yang masih

belum terbukti seperti penggunaan cahaya terang dan terapi gizi (terutama

meningkatkan omega-3 bebas asam lemak ).

k. Dampak Postpartum blues pada bayi

Sekilas baby blues memang tidak berbahaya. Tapi kondisi ini, efeknya sangat nyata

pada perkembangan anak karena biasanya ibu yang mengalami baby blues tidak dapat

merawat anaknya dengan baik, jadi secara otomatis ia juga tidak bias memberikan kebutuhan

yang seharusnya diterima anaknya, baik itu dari segi perhatian maupun nutrisi yang masuk

ketubuhnya.13 Dampak lain juga bisa membuat si kecil lebih rentan mengalami kekerasan

dalam rumah tangga. Padahal, aksi kekerasan yang dialami si kecil tak hanya berdampak

pada dirinya saat itu, tapi bisa berbekas hingga dewasa.

Dalam jurnal Archives of Pediatric & Adolescent Medicine, anak yang mengalami

kekerasan berkepanjangan di masa kecil serta lahir premature berisiko lebih tinggi untuk

tumbuh menjadi remaja yang nakal dan bermasalah. Mereka juga cenderung mengalami

kesulitan belajar dan saat dewasa cenderung memiliki kualitas hidup yang rendah. Yang

paling menyedihkan, anak-anak ini juga terancam menjadi penderita depresi dan mengalami

disfungsi sosial.17

21

Page 22: Isi Pembahasan ca mammae

l. Pencegahan

Post partum blues dapat dicegah dengan cara :

1. Perhatian terhadap ibu

Anjurkan ibu untuk merawat dirinya, yakinkan pada suami atau keluarga untuk selalu

memperhatikan si ibu.

2. Tidur dan makan yang cukup

Diet nutrisi cukup penting untuk kesehatan, lakukan usaha yang terbaik dengan

makan dan tidur yang cukup. Keduanya penting selama periode postpartum dan

kehamilan.

3. Olahraga secara teratur

Olahraga adalah kunci untuk mengurangi resiko postpartum blues. Lakukan

peregangan selama 15 menit dengan berjalan setiap hari, sehingga membuat diri anda

merasa lebih baik dan dapat mengendalikan emosi berlebihan dalam diri ibu.

4. Hindari perubahan hidup sebelum atau sesudah melahirkan

Jika memungkinkan, hindari membuat keputusan besar seperti membeli rumah atau

pindah kerja, sebelum atau setelah melahirkan. Tetaplah hidup secara sederhana dan

menghindari stres, sehingga dapat segera dan lebih mudah menyembuhkan

postpartum yang diderita.

5. Dukungan dari keluarga dan orang yang dicintai

Dukungan dari keluarga atau orang yang dicintai sangat diperlukan. Beritahukan si

ibu jika ada masalah, segera ceritakan kepada pasangan atau  orangtua, atau siapa

saja yang mau bersedia menjadi pendengar yang baik. Yakinkanlah si ibu, bahwa

mereka akan selalu berada disisinya setiap mengalami kesulitan.

6. Persiapkan diri dengan baik

Persiapan fisik, mental, dan ekonomi sebelum melahirkan sangat diperlukan.

22

Page 23: Isi Pembahasan ca mammae

7. Rekreasi

Rencanakan acara keluar bersama suami dan anak. Pergi ke tempat hiburan dapat

mengurangi stres dan dapat meningkatkan keharmonisan dalam rumah tangga.

8. Lakukan pekerjaan rumah tangga

Pekerjaan rumah tangga sedikitnya dapat membantu si ibu agar dapat melupakan

luapan perasaan yang terjadi selama periode postpartum. Jika kondisi si ibu belum

stabil, bias dicurahkan dengan memasak atau membersihkan rumah.

9. Dukungan emosional

Dukungan emosi dari lingkungan, keluarga dan juga orang yang ikut mengalami atau

merasakan hal yang sama dengan si ibu akan dapat membantu si ibu dalam mengatasi

rasa depresi.

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

23

Page 24: Isi Pembahasan ca mammae

Baby blues syndrome sering juga disebut sebagai Maternity blues atau Postpartum

blues diketahui sebagai suatu sindroma gangguan efek ringan yang sering tampak dalam 14

hari pertama atau 2 minggu setelah persalinan dan cenderung lebih buruk sekitar hari ke tiga

atau kelima setelah persalinan.

Banyak faktor diduga berperan pada sindroma ini, antara lain adalah faktor hormonal,

faktor demografik yaitu umur dan paritas, pengalaman dalam proses kehamilan dan

persalinan, takut kehilangan bayi, bayi sakit ( kuning, dll ), takut untuk memulai hubungan

suami istri, anak akan terganggu, dan latar belakang psikososial wanita yang bersangkutan.

Baby blues syndrome memang termasuk dalam gangguan depresi dengan taraf ringan,

namun jika kita tidak menyikapinya dengan cermat tentunya akan mempengaruhi tahap

tumbuh kembang seorang anak. Bagaimana anak bisa mendapat perhatian yang maksimal

jika ibunya sendiri mengalami depresi. Hal tersebut tentunya akan turut mempengaruhi

kondisi psikologis anak, karena bagaimanapun juga ibu adalah significant other utama

seorang anak di bulan-bulan awal kehidupannya. Maka dari itu guna meminimalisir

terjadinya baby blues syndrome pada seorang ibu, penting adanya perencanaan yang matang

antar suami, istri dan lingkungan keluarga dari awal kehamilan hingga proses pembagian

peran penjagaan bayi ketika bayi telah lahir. Sehingga tingkat stress seorang ibu pasca

melahirkan bisa ditekan untuk mencapai depresi dan menerunkan peluang terjadinya baby

blues syndrome.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknojosastro H, 2009. Ilmu Kebidanan. Cetakan Ke-4. Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo; Jakarta.

24

Page 25: Isi Pembahasan ca mammae

2. Wratsangka R, Hasan B, Wijayanegara H. 1996. Tinjauan Kasus “Postpartum Blues”

di RSU Dr. Hasan Sadikin-Bandung; Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia

(POGI).

3. Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal

dan Neonatal. EGC:Jakarta.

4. American Psychiatric Association. 2000. Diagnostic and Statistical Manual of Mental

Disorder IV-TR. Washington DC : APA

5. Jofesson A dkk. 2002. Obstetric, Somatic, and Demographic Risk Factors for

Postpartum Depressive Symptoms; in the American College of Obstetricians and

Gynecologists.

6. Iskandar, Suhandi, Sugi, 2007. Post Partum Blues.

http://www.mitrakeluarga.net/kemayoran/kesehatan005.html (tanggal akses 20

Januari 2013)

7. National Mental Health Association, 2003. Recognizing Postpartum Depression.

Diunduh dari http://www.nmha.org. Diakses pada tanggal 18 Januari 2013)

8. Cunningham, F.Gary, Norman F. Gant, et all. Williams Obstetrics international

edition. 22 nd edition.

9. Wisner KL, Parry BL, Piontek CM. 2002. Postpartum Depression. N Engl J Med ;

347 : 194 -99.

10. Moldenhauer JS. 2012. Postpartum Depression. Merck Manual. Diunduh dari

http://www.merckmanuals.com/professional/gynecology_and_obstetrics/

postpartum_care_and_associated_disorders/postpartum_depression.html. Diakses

tanggal 24 Januari 2013.

11. Kesehatan Ibu & Anak. 2012. Mengenal Penyebab Terjadinya Baby Blues. Diunduh

dari : http://kesehatanibu-anak.blogspot.com/2012/05/mengenal-penyebab-terjadinya-

baby-blues.html. Diakses tanggal 20 Januari 2013.

12. Medicastore. 2012. Depresi Setelah Melahirkan, Bukan Hanya Baby Blues. Diunduh

dar

ihttp://medicastore.com/artikel/354/Depresi_Setelah_Melahirkan_Bukan_Hanya_Bab

y_Blues_Syndrome.html. Diakses tanggal 21 Januari 2013.

25

Page 26: Isi Pembahasan ca mammae

13. Puspawardani, I. 2011. Mengenal Baby Blues Syndrome dan Solusinya. Kompasiana

http://kesehatan.kompasiana.com/ibu-dan-anak/2011/07/29/mengenal-baby-blues-

syndrome-dan-solusinya-382502.html. Diakses tanggal 21 Januari 2013.

14. Mental Health America. 2012. Postpartum disorder. Diunduh dari

http://www.mentalhealthamerica.net/go/postpartum. Diakses tanggal 18 Januari 2013.

15. A.D.A.M. Medical Encyclopedia. 2012. Postpartum depression. Diunduh dari

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0004481/. Diakses tanggal 18

Januari 2013.

16. Elvira, Sylvia D. 2006. Depresi Pasca Persalinan. Balai Penerbit FKUI:Jakarta.

17. Bernadus. 2008. Jangan pandang enteng baby blues. Diunduh dari

http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1825470-jangan-pandang-enteng-baby-

blues/. Diakses tanggal 22 Januari 2013.

26