lp ca cervix

20
DEPARTEMEN MATERNITAS LAPORAN PENDAHULUAN CARCINOMA CERVIX Disusun untuk memenuhi tugas Pendidikan Profesi Keperawatan Departemen Maternitas di Ruang 9 Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Saiful Anwar Malang Disusun oleh: Kelompok 4 ATIKATSANI LATIFAH 115070200111023 JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Upload: divyanisaavantikarahayu

Post on 06-Dec-2015

39 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Lp CA Cervix

TRANSCRIPT

DEPARTEMEN MATERNITAS

LAPORAN PENDAHULUAN

CARCINOMA CERVIX

Disusun untuk memenuhi tugas Pendidikan Profesi Keperawatan Departemen Maternitas

di Ruang 9

Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Saiful Anwar Malang

Disusun oleh:

Kelompok 4

ATIKATSANI LATIFAH

115070200111023

JURUSAN KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2015

LAPORAN PENDAHULUAN CARCINOMA CERVIX

1. Definisi

Kanker leher rahim atau carcinoma cervix adalah keganasan dari serviks yang

ditandai dengan adanya perdarahan lewat jalan lahir atau vagina, tetapi gejala tersebut

tersebut tidak muncul sampai tingkat lanjut, dimana tanda dan diagnosa pasti bisa

ditegakkan dengan menggunakan pap smear. Kanker serviks adalah terjadinya

pertumbuhan sel abnormal yang tidak terkendali sehingga menimbulkan benjolan atau

tumor pada serviks. Berawal dari serviks, apabila telah memasuki tahap lanjut, kanker ini

bisa menyebar ke organ-organ lain di seluruh tubuh (Mansjoer dkk, 2008). Kanker

serviks dapat disebabkan oleh infeksi Human Papilloma Virus (HPV). HPV sangat

mudah menular dan dapat menginfeksi siapa saja yang sudah aktif secara seksual, baik

pria atau wanita. Tujuh puluh persen penularan HPV terjadi melalui hubungan seksual

sehingga kanker serviks dapat dikategorikan kedalam penyakit menular seksual.

Golongan HPV yang menyebabkan kanker serviks disebut sebagai HPV onkogenik yang

berperan dalam 99,7% kanker serviks. HPV tipe 16 dan 18 merupakan golongan high

risk penyebab utama pada 70% kasus kanker serviks di dunia.

2. Etiologi

Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui namun ada beberapa faktor resiko

dan predisposisi yang menonjol, antara lain :

a. Umur pertama kali melakukan hubungan seksual

Penelitian menunjukkan bahwa semakin muda wanita melakukan hubungan seksual

semakin besar mendapat kanker serviks. Menikah pada usia 20 tahun dianggap

masih terlalu muda

b. Jumlah kehamilan dan partus

Kanker serviks terbanyak dijumpai pada wanita yang sering partus. Semakin sering

partus semakin besar kemungkinan resiko mendapat karsinoma serviks.

c. Jumlah perkawinan

Wanita yang sering melakukan hubungan seksual dan berganti-ganti pasangan

mempunyai faktor resiko yang besar terhadap kankers serviks ini.

d. Infeksi virus

Infeksi virus herpes simpleks (HSV-2) dan virus papiloma atau virus kondiloma

akuminata diduga sebagai factor penyebab kanker serviks

e. Sosial Ekonomi

Karsinoma serviks banyak dijumpai pada golongan sosial ekonomi rendah mungkin

faktor sosial ekonomi erat kaitannya dengan gizi, imunitas dan kebersihan

perseorangan. Pada golongan sosial ekonomi rendah umumnya kuantitas dan

kualitas makanan kurang hal ini mempengaruhi imunitas tubuh.

f. Hygiene dan sirkumsisi

Diduga adanya pengaruh mudah terjadinya kankers serviks pada wanita yang

pasangannya belum disirkumsisi. Hal ini karena pada pria non sirkum hygiene penis

tidak terawat sehingga banyak kumpulan-kumpulan smegma.

g. Merokok dan AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim)

Merokok akan merangsang terbentuknya sel kanker, sedangkan pemakaian AKDR

akan berpengaruh terhadap serviks yaitu bermula dari adanya erosi diserviks yang

kemudian menjadi infeksi yang berupa radang yang terus menerus, hal ini dapat

sebagai pencetus terbentuknya kanker serviks.

3. Klasifikasi

Klasifikasi kanker serviks menurut KOmite Ginekologi Onkologi FIGO

merekomendasikan (Faradina, 2006):

Stadium FIGO Keterangan

I Kanker serviks terbatas di serviks (penyebaran ke corpus uteri

diabaikan)

IA Kanker invasive didiagnosa hanya dengan mikroskopis. Semua lesi yg

dapat terlihat dengan mikroskop – meskipun dengan invasi superficial

– adalah stadium IB/T1B

IA1 Invasi stroma dengan kedalaman tidak lebih dari 3 mm atau dengan

penyebaran horizontal 7 mm atau kurang

IA2 Invasi stroma dengan kedalaman >3 mm dan <5 mm dengan

penyebaran horizontal 7 mm atau kurang

IB Lesi yg dapat dilihat secara klinis dikhususkan di serviks atau lesi

mikroskopik lebih besar dari IA2

IB2 Lesi yg dapat dilihat secara klinis >4 cm pada dimensi yg paling besar

II Telah melibatkan vagina, tetapi belum sampai 1/3 bawah atau infiltrasi

ke parametrium belum mencapai dinding panggul

IIA Besar tumor mempunyai prognosis yg sama dengan stadium IB

IIA1 Besar tumor ≤4 cm dengan keterlibatan vagina <2/3 atas

IIA2 Besar tumor >4 cm dengan keterlibatan vagina <2/3 atas

IIB Dengan invasi parametrium

III Tumor meluas ke dinding pelvis dan/atau melibatkan 1/3 bawah

vagina dan/atau menyebabkan hidronefrosis atau afungsi ginjal

IIIA Tumor melibatkan 1/3 bawah vagina & infiltrasi parametrium, tidak

terdapat perluasan ke dinding pelvis

IIIB Tumor meluas ke dinding pelvis dan/atau menyebabkan hidronefrosis

atau afungsi ginjal

IVA Tumor menginvasi mukosa kandung kencing atau rectum dan/atau

meluas ke pelvis

IVB Metastasis jauh

Klasifikasi tingkat keganasan menurut sistem TNM:

Tingkat Kriteria

T Tidak ditemukan tumor primer

T1S Karsinoma pra invasif (KIS)

T1 Karsinoma terbatas pada serviks

T1a Pra klinik: karsinoma yang invasif terlibat

dalam histologik

T1b Secara klinik jelas karsinoma yang invasif

T2 Karsinoma telah meluas sampai di luar

serviks, tetapi belum sampai dinding

panggul, atau Ca telah menjalar ke

vagina, tetapi belum sampai 1/3 bagian

distal

T2a Ca belum menginfiltrasi parametrium

T2b Ca telah menginfiltrasi parametrium

T3 Ca telah melibatkan 1/3 distal vagina /

telah mencapai dinding panggul (tidak

ada celah bebas)

T4 Ca telah menginfiltrasi mukosa rektum,

kandung kemih atau meluas sampai

diluar panggul

T4a Ca melibatkan kandung kemih / rektum

saja, dibuktikan secara histologik

T4b Ca telah meluas sampai di luar panggul

Nx Bila memungkinkan untuk menilai

kelenjar limfa regional. Tanda -/+

ditambahkan untuk tambahan

ada/tidaknya informasi mengenai

pemeriksaan histologik, jadi Nx+ / Nx-.

N0 Tidak ada deformitas kelenjar limfa pada

limfografi

N1 Kelenjar limfa regional berubah bentuk

(dari CT Scan panggul, limfografi)

N2 Teraba massa yang padat dan melekat

pada dinding panggul dengan celah

bebas infiltrat diantara massa ini dengan

tumor

M0 Tidak ada metastasis berjarak jauh

M1 Terdapat metastasis jarak jauh, termasuk

kele. Limfa di atas bifurkasio arrteri iliaka

komunis.

4. Manifestasi Klinis

Gejala umum yg dapat ditemukan yaitu: perdarahan kontak, keputihan campur

darah & berbau, serta tanda2 anemia. Sedangkan gejala khusus yg dijumpai yaitu: keluar

cairan dari kemaluan berupa darah bercampur dengan keputihan & berbau khas. Dengan

semakin berlanjutnya penyakit, tanda-tanda klinis akan terlihat jelas, berupa serviks yg

membesar, irregular & padat. Pertumbuhan serviks dapat berupa endofitik, eksofitik

maupun ulseratif. Dapat melibatkan vagina, parametrium maupun dinding panggul.

Menurut Dalimartha (2004) pada tahap awal, terjadinya kanker serviks tidak ada

gejala2 khusus. Biasanya timbul gejala berupa ketidakteraturannya siklus haid,

amenorrhea, hipermenorrhea, & penyaluran secret vagina yg sering atau perdarahan

intermenstrual, post koitus serta latihan berat. Perdarahan yg khas terjadi pada penyakit

ini yaitu darah yg keluar berbentuk mukoid. Nyeri yg dirasakan dapat menjalar ke

ekstremitas bagian bahwah dari daerah lumbal.

Gejala yang muncul :

a) Keputihan: makin lama, makin berbau busuk, diakibatkan infeksi dan nekrosis jaringan

b) Perdarahan Kontak: perdarahan yang dialami setelah senggama, merupakan gejala

Ca serviks (75-80%)

c) Perdarahan spontan: perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah dan

makin lama makin sering terjadi, terutama pada tumor yang bersifat eksofitik.

d) Anemia: terjadi akibat perdarahan pervaginam yang berulang.

e) Nyeri : ditimbulkan oleh infiltrasi sel tumor ke serabut saraf.

f) Gagal ginjal: infiltrasi sel tumor ke ureter yang menyebabkan obstruksi total.

5. Pemeriksaan diagnostik

a. Pemeriksaan pap smear

Dilakukan untuk mendeteksi sel kanker lebih awal pada pasien yg tidak

memberikan keluhan. Sel kanker dapat diketahui pada secret yg diambil dari posio

serviks. Pemeriksaan ini harus mulai dilakukan pada wanita usia 18 tahun atau ketika

telah melakukan aktivitas seksual sebelum itu. Setelah 3x hasil pemeriksaan pap

smear setiap 3 tahun sekali sampai usia 65 tahun.

b. Pemeriksaan DNA HPV

Pemeriksaan ini dimasukkan pada skrining bersama-sama dengan pap’s smear

untuk wanita diatas 30 tahun. Deteksi DNA HPV yg positif yg ditemukan kemudian

dianggap sebagai HPV yg persisten. Apabila hal ini dialami pada wanita dengan usia

yg lebih tua maka akan terjadi peningkatan resiko kanker serviks.

c. Biopsy

Biopsy dilakukan jika pemeriksaan panggul tampak suatu pertumbuhan atau luka

pada serviks atau jika hasil pemeriksaan pap smear emnunjukkan suatu abnormalitas

atau kanker. Teknik yg biasa dilakukan adalah punch biopsy yg tdk memerlukan

anastesi & teknik cone biopsy yg menggunakan anastesi. Biopsy dilakukan untuk

mengetahui kelainan yg ada pada serbiks. Jaringan yg diambil dari daerah bawah

kanal servikal. Hasil biopsy akan memperjelas apakah yg terjadi itu kanker invasive

atau hanya tumor saja.

d. Kolposkopi (pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar)

Kolposkopi dilakukan untuk melihat daerah yg terkena proses metaplasia.

Pemeriksaan ini kurang efisien dibandingkan dengan pap smear karena kolposkopi

memerlukan ketrampilan & kemampuan kolpokospi dalam mengetes darah yg

abnormal.

e. Tes schiller

Pada pemeriksaan ini serviks diolesi dengan larutan iodium. Pada serviks yg

normal akan membentuk bayangan yg terjadi pada sel epitel serviks karena adanya

glikogen. Sedangkan pada sel epitel serviks yg mengadnung kanker akan

menunjukkan warna yg tidak berubah karena tidak ada glikogen.

f. Radiologi

Pemeriksaan radiologi direkomendasikan untuk mengevaluasi kandung kemih &

rectum yg meliputi sitoskopi, pielogram intravena (IVP), enema barium, &

sigmoidoskopi. Magnetic resonance imaging (MRI) atau CT scan abdomen/pelvis

digunakan untuk menilai penyebaran local tumor &/atau terkenanya nodus limpa

regional.

Pelvic limphangiografi dapat menunjukkan adanya gangguan pada saluran

pelvic atau peroartik limfe

Pemeriksaan intravena urografi dilakukan pada kanker serviks tahap lanjut, yg

dapat menunjukkan adanya obstruksi pada ureter terminal.

6. Penatalaksanaan

a. Radiasi

Radiasi merupakan perawatan standart pada penderita kanker servik untuk penyakit

kanker yang sudah lanjut (stadium 1B keatas ) dan untuk wanita yang tidak cocok

dengan pembedahan. Secara umum radioterapi akan memberikan efek secara fisik,

psikologis dan sosial hidup penderita sehingga hal ini akan menyebabkan penurunan

kualitas hidup pasien yang mendapatkan perawatan dengan radiasi. Efek samping

utama yang terjadi adalah diare, kelemahan, mual, dan abdominal kram.

b. Kemoterapi

Tujuan pengobatan menggunakan kemoterapi tergantung jenis kanker dan fase saat

diagnosis. Kemoterapi disebut sebagai pengobatan adjuvant ketika kemoterapi

digunakan untuk mencegah kanker kambuh. Kemoterapi sebagai pengobatan paliatif

ketika kanker sudah menyebar luas dan dalam fase akhir, sehingga dapat

memberikan kualitas hidup yang baik. (Galle, 2000). Kemoterapi bekerja saat sel aktif

membelah, namun kerugian dari kemoterapi adalah tidak dapat membedakan sel

kanker dan sel sehat yang aktif membelah seperti folikel rambut, sel disaluran

pencernaan dan sel batang sumsum tulang. Pengaruh yang terjadi dari kerja

kemoterapi pada sel yang sehat dan aktif membelah menyebabkan efek samping yang

umum terlihat adalah kerontokan rambut, kerusakan mukosa gastrointestinal dan

mielosupresi. Sel normal dapat pulih kembali dari trauma yang disebabkan oleh

kemoterapi, jadi efek samping ini biasanya terjadi dalam waktu singkat.

Macam-Macam kemoterapi

Obat golongan Alkylating agent, platinum Compouns, dan Antibiotik Anthrasiklin obst

golongan ini bekerja dengan antara lain mengikat DNA di inti sel, sehingga sel-sel

tersebut tidak bisa melakukan replikasi.

Obat golongan Antimetabolit, bekerja langsung pada molekul basa inti sel, yang

berakibat menghambat sintesis DNA.

Obat golongan Topoisomerase-inhibitor, Vinca Alkaloid, dan Taxanes bekerja pada

gangguan pembentukan tubulin, sehingga terjadi hambatan mitosis sel.

Obat golongan Enzim seperti, L-Asparaginase bekerja dengan menghambat sintesis

protein, sehingga timbul hambatan dalam sintesis DNA dan RNA dari sel-sel kanker

tersebut.

c. Pembedahan

Tahap awal dari kanker, biasanya Total Abdominal Hysterectomy (TAH) sering kali

digunakan untuk mengendalikan perluasan, namun jika kanker sudah metastasis

maka operasi, radiasi akan dikombinasikan. Kebanyakan ahli bedah dalam

memberikan histerektomi dilakukan pada tumor atau kanker yang kecil seringkali

<4cm.

7. Komplikasi

a. Komplikasi yang terjadi karena radiasi

Waktu fase akut terapi radiasi pelvik, jaringan-jaringan sekitarnya juga terlibat seperti

intestines, kandung kemih, perineum dan kulit. Efek samping gastrointestinal secara

akut termasuk diare, kejang abdominal, rasa tidak enak pada rektal dan perdarahan

pada GI. Diare biasanya dikontrol oleh loperamide atau atropin sulfate. Sistouretritis

bisa terjadi dan menyebabkan disuria, nokturia dan frekuensi. Antispasmodik bisa

mengurangi gejala ini. Pemeriksaan urin harus dilakukan untuk mencegah infeksi

saluran kemih. Bila infeksi saluran kemih didiagnosa, terapi harus dilakukan segera.

Kebersihan kulit harus dijaga dan kulit harus diberi salep dengan pelembap bila terjadi

eritema dan desquamasi. Squele jangka panjang (1 – 4 tahun setelah terapi) seperti :

stenosis pada rektal dan vaginal, obstruksi usus kecil, malabsorpsi dan sistitis kronis.

b. Komplikasi akibat tindakan bedah

Komplikasi yang paling sering akibat bedah histerektomi secara radikal adalah

disfungsi urin akibat denervasi partial otot detrusor. Komplikasi yang lain seperti vagina

dipendekkan, fistula ureterovaginal, pendarahan, infeksi, obstruksi usus, striktur dan

fibrosis intestinal atau kolon rektosigmoid, serta fistula kandung kemih dan

rektovaginal.

8. Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

Pengkajian meliputi:

Identitas pasien dan penanggung jawab (nama, usia, jenis kelamin, alamat,

pekerjaan, pendidikan, dll)

Keluhan utama

Riwayat penyakit sekarang

Riwayat kesehatan masa lalu

Riwayat kesehatan keluarga

Riwayat psikososial

Pola kebiasaan sehari-hari (pola nutrisi, pola eliminasi, pola aktivitas dan latihan,

pola istirahat dan tidur)

Pemeriksaan fisik (pemeriksaan kesadaran, tanda-tanda vital, dan pemeriksaan

head to toe)

Pemeriksaan penunjang

b. Diagnosa dan Intervensi

Nyeri akut

Tujuan :

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam klien tidak mengalami

nyeri

Kriteria hasil :

Klien melaporkan nyeri berkurang

Klien mengatakan mampu mengontrol nyeri

Klien mampu mengenali nyeri

INTERVENSI RASIONAL

Lakukan pengkajian nyeri secara

komprehensif termasuk lokasi nyeri,

durasi, frekuensi, kualitas dan faktor

presipitasi

Memudahkan menentukan inetrvensi

selanjutnya

Observasi reaksi nonverbal dari

ketidaknyamanan

Mengidentifikasi adanya nyeri pada

klien

Kontrol tekanan darah klien Perubahan tekanan darah dapat

mengindikasikan adanya reaksi dari

pemberian obat-obatan

Kontrol lingkungan yang dapat

mempengaruhi nyeri seperti suhu

Mengurangi faktor pencetus nyeri

ruangan, pencahayaan, dan kebisingan

Kurangi faktor presipitasi nyeri Apabila faktor pencetus berkurang

maka intensitas nyeri akan berkurang

Bantu klien dan keluarga untuk mencari

dan menemukan dukungan

Dukungan dari keluarga dapat

membantu klien mengatasi nyeri

Ajarkan tentang teknik non farmakologi:

napas dada, relaksasi, distraksi, kompres

hangat/dingin

Teknik non farmakologi yang benar

akan membuat klien rileks dan nyaman

sehingga dapat mengurangi nyeri

Tingkatkan istirahat Istirahat akan membuat klien merasa

nyaman, sehingga nyeri dapat

berkurang

Kolaborasi:

Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri,

seperti

Penggunaan agens-agens farmakologi

untuk mengurangi atau menghilangkan

nyeri

Resiko Infeksi

Tujuan :

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam resiko infeksi tidak

menjadi aktual

Kriteria hasil :

Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi

Klien menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi

Jumlah leukosit dalam batas normal

Klienmenunjukkan perilaku hidup sehat

Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam batas normal

INTERVENSI RASIONAL

Pantau tanda/gejala infeksi (missal.suhu

tubuh, denyut jantung, pembuangan,

penampilan luka, sekresi, penampilan urin,

suhu kulit, lesi kulit, keletihan, malaise)

Mengetahui tanda infeksi secara dini

memungkinkan pencegahan terhadap

infeksi dan mengurangi keparahan

infeksi yg mungkin sudah terjadi

Kaji faktor yg meningkatkan serangan

infeksi (missal.usia lanjut, tanggap imun

rendah, dan malnutrisi)

Faktor pemberat dapat mengakibatkan

infeksi berkembang leboh cepat

Pantau hasil laboratorium (DPL, hitung

granulosit absolut, hasil-hasil yg berbeda,

Perubahan hasil laboratorium

protein serum, dan albumin) mengidentifikasikan adanya infeksi

Ajarkan pasien teknik mencuci tangan yg

benar

Cuci tangan dengan benar dapat

mencegah transmisi organism

Ajarkan kepada pasien dan keluarganya

tanda/gejala infeksi dan kapan harus

melaporkannya ke pusat kesehatan

Pengetahuan tentang tanda gejala

infeksi memungkinkan pencegahan

infeksi lebih dini

Berikan terapi antibiotic bila diperlukan Mencegah infeksi

Ansietas

Tujuan :

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam kecemasan klien teratasi

Kriteria hasil :

TTV klien dalam batas normal

Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan

berkurangnya kecemasan

Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas

Klien mampu mengungkapkan dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas

INTERVENSI RASIONAL

Identifikasi tingkat kecemasan Membantu menentukan intervensi

selanjutnya

Bantu klien mengenali situasi yang

menimbulkan kecemasan

Mengidentifikasi sumber kecemasan

klien

Dorong klien untuk mengungkapkan

perasaan, ketakutan, persepsi

Mengungkapkan perasaan, ketakutan,

dan persepsi akan mengurangi

kecemasan klien

Dengarkan dengan penuh perhatian Membuat klien merasa tenang dan

mengurangi kekhawatiran klien

Temani klien untuk memberikan

keamanan dan mengurangi takut

Memberikan keamanan pada klien dan

mengurangi takut

Jelaskan semua prosedur dan apa yang

dirasakan selama prosedur

Mengurangi kecemasan klien,

meningkatkan pemahaman klien

mengenai prosedur tindakan yang akan

dilakukan

Libatkan keluarga untuk mendampingi

klien

Keluarga dapat member dukungan

positif kepada klien

Instruksikan pada klien untuk

menggunakan teknik relaksasi

Untuk mengurangi kecemasan yang

dirasakan klien

Kolaborasi:

Berikan obat anti cemas

Pemberian obat anti cemas sesuai

dengan kebutuhan klien dapat

mengurangi kecemasan klien

DAFTAR PUSTAKA

Abdul bari, Saifuddin. 2002. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan

Neonatal.YBPSP. Jakarta

Aria wibawa dept obstetri dan ginekologi FKUI-RSUPN CM

Andrijono, 2005. Sinopsis Kanker Gynekologi, Divisi Onkologi Departemen Obstetri dan

Gynecologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Bryant, E. (2012). The Impact of policy and screening on cervical cancer in england. British

Journal of Nursing , Volume 21, s4-s10.

Cunningham G.F., Leveno K.J., Bloom S.L., Hauth J.C., Rouse D.J., Spong C.Y., et al.

2010. Williams Obstetrics. 23rd ed. USA : McGraw-Hill Company.

Diananda, Rama, 2009. Kanker Payudara. Dalam: Mengenal Seluk-Beluk Kanker. Edisi

Baru. Jogjakarta.

Kedokteran, Jakarta : Media Aesculapius Nursalam, M.Nurs, dkk, (2005), Asuhan

Keperawatan Bayi dan Anak, Jakarta : Salemba Medika

Mansjoer, Arif, dkk, (2008), Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Aesculapius

Puteh, S. E. (2008). Economic burden of cervical cancer in malaysia. Med J Indones ,

Volume 17, 272-280.

Sarjadi.2001 . Patologi Ginekologi, Jakarta Hipokrates

Sugeng Seto Mansjoer, Arif, dkk, (2001), Kapita Selekta

Supriadi dan Rita Yuliani, (2006), Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam Edisi 2, Jakarta :

Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo.

Wilkinson, M. Judith (2007), Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan

Kriteria Hasil NOC, Jakarta : EGC

Winkjosastro, hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. 2006. YBPSP. Jakarta