ca serviks

38
DAFTAR ISI Kata Pengantar .................................................... .............................................................. ....... 2 BAB I Pendahuluan .................................................. .............................................................. ..............3 BAB II Epidemilogi................................................... .............................................................. .............. 4 Etiologi .......... …………………....................................................... ........................................ 4 Patologi ..................................................... .............................................................. .................. 5 Klasifikasi .................................................. .............................................................. ................. 6 Tingkatan Pra Maligna ………………………… …………………………………………… 8 Page 1 of 38

Upload: prabawanti-puji-lestari

Post on 05-Jul-2015

889 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Ca serviks

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ......................................................................................................................... 2

BAB I

Pendahuluan ..............................................................................................................................3

BAB II

Epidemilogi............................................................................................................................... 4

Etiologi ..........…………………............................................................................................... 4

Patologi ..................................................................................................................................... 5

Klasifikasi ................................................................................................................................. 6

Tingkatan Pra Maligna ………………………… …………………………………………… 8

Pembagian Tingkat Keganasan……......................................................................................... 9

Gambaran Klinik .....................................................................................................................12

Diagnosis ................................................................................................................................ 13

Penanganan.............................................................................................................................. 17

Karsinoma Serviks Uteri dalam Kehamilan ........................................................................... 19

Pengamatan Lanjut ................................................................................................................. 22

Prognosis .................................................................................................................................22

BAB III

Kesimpulan ..............................................................................................................................24

Daftar Pustaka .........................................................................................................................25

Page 1 of 25

Page 2: Ca serviks

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas kehendakNya

sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sebagai tugas mata kuliah ilmu kebidanan

dan kandungan semester VIII TA 2008/2009.

Pada makalah ini dibahas mengenai karsinoma serviks yang merupakan kanker

genital yang paling banyak diderita perempuan Indonesia dan menduduki peringkat pertama

diantara tumor ganas lainnya . Makalah ini membahas mengenai etiologi, klasifikasi,

patologi, gejala klinis, diagnosis, penanganan, sampai prognosis dari kanker serviks.

Diharapkan kita dapat memahami benar tentang penyakit ini agar dapat mendiagnosis secara

dini sehingga dapat mengurangi angka kematian perempuan akibat kanker serviks.

Kami ingin mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada seluruh

dosen Obstetri dan Gynekologi yang telah memberikan pengajaran ilmu yang sangat berarti

bagi kami.

Kami merasa masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Maka dari itu

kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi tercapainya kesempurnaan dari

penulisan ini.

Mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan masukan ilmu yang berharga bagi

mahasiswa yang membacanya.

Jakarta, Maret 2009

Tim Penulis

Page 2 of 25

Page 3: Ca serviks

BAB I

PENDAHULUAN

Kanker serviks merupakan penyebab kematian utama kanker pada wanita di negara-

negara sedang berkembang. Setiap tahun diperkirakan terdapat 500.000 kasus kanker serviks

baru di seluruh dunia, 77 % di antaranya ada di negara-negara sedang berkembang. Di

Indonesia diperkirakan sekitar 90-100 kanker baru di antara 100.000 penduduk pertahunnya,

atau sekitar 180.000 kasus baru pertahun, dengan kanker serviks menempati urutan pertama

di antara kanker pada wanita.

Penyakit ini berawal dari infeksi virus yang merangsang perubahan perilaku sel epitel

serviks. Pada saat ini sedang dilakukan penelitian vaksinasi sebagai upaya pencegahan dan

terapi utama penyakit ini di masa mendatang.

Risiko terinfeksi virus HPV dan beberapa kondisi lain seperti perilaku seksual,

kontrasepsi, atau merokok akan mempromosi terjadinya kanker serviks. Mekanisme

timbulnya kanker serviks ini merupakan suatu proses yang kompleks dan sangat bervariasi

hingga sulit untuk dipahami.

Insiden dan mortalitas kanker serviks di dunia menempati urutan kedua setelah kanker

payudara. Sementara itu, di negara berkembang masih menempati urutan pertama sebagai

penyebab kematian akibat kanker pada wanita usia reproduktif. Hampir 80% kasus berada di

negara berkembang. Sebelum tahun 1930, kanker serviks merupakan penyebab utama

kematian wanita dan kasusunya turun secara drastic semenjak diperkenalkannya teknik

skrining pap smear oleh Papanicolau. Namun, saying hingga saat ini program skrining belum

lagi memasyarakat di negara berkembang, hingga mudah dimengerti mengapa insiden kanker

serviks masih tetap tinggi.

Hal terpenting menghadapi penderita kanker serviks adalah menegakkan diagnosis

sedini mungkin dan memberikan terapi yang efektif sekaligus prediksi prognosisnya. Saat ini

pilihan terapi sangat bergantung pada luasnya penyebaran penyakit secara anatomis dan

senantiasa berubah seiring dengan kemajuan teknologi kedokteran. Penentuan pilihan terapi

dan prediksi prognosisnya atau untuk membandingkan tingkat keberhasilan terapi baru harus

berdasarkan pada perluasan penyakit. Secara universal disetujui penentuan luasnya

penyebaran penyakit melalui system stadium.

Page 3 of 25

Page 4: Ca serviks

BAB II

ISI

EPIDEMIOLOGI

Diantara tumor ganas, kanker serviks uterus masih menduduki peringkat pertama di

Indonesia. Selama kurun waktu 5 tahun (1975-1979) penulis menemukan di RSUGM/RSUP

Sardjito 179 di antara 263 kasus (68,1%). Soeripto dkk menemukan frekuensi relatif

karsinoma serviks di Propinsi D.I.Y 25,7% dalam kurun 1970-1973 dan 20% dalam kurun

1980-1982 diantara 5 jenis kanker terbanyak pada wanita sebagai peringkat pertama.

Sedangkan di Amerika Serikat karsinoma serviks adalah kanker genital kedua paling sering

pada perempuan dan bertanggung jawab untuk 6% dari semua kanker pada perempuan

(CancerNet,2001).Umur penderita antara 30-60 tahun, terbanyak antara 45-50 tahun. Periode

laten dari fase prainvasif untuk menjadi invasif memakan waktu sekitar 10 tahun. Hanya 9%

dari wanita berusia < 35 tahun menunjukkan kanker serviks yang invasif pada saat

didiagnosis, sedangkan 53% dari KIS terdapat pada wanita di bawah usia 35 tahun.

Mempertimbangkan keterbatasan yang ada, kita sepakat secara nasional melacak (mendeteksi

dini) setiap wanita sekali saja setelah melewati usia 30 tahun dan menyediakan sarana

penanganannya untuk berhenti sampai usia 60 tahun. Yang penting dalam pelacakan ini

adalah cakupannya (coverage). Bahkan direncanakan melatih tenaga sukarelawati (dukun,

ibu-ibu PKK di Dasawisma) untuk mengenali bentuk porsio yang mencurigakan untuk dapat

di Pap smear oleh dokter / bidan / di puskesmas / puskesling (puskesmas keliling)

sebagaimana disarankan oleh WHO (down-staging concept). Menurut Martin dan Dajoux,

dari 1000 serviks uterus ternyata hanya 48 yang betul-betul normal, 950 mengandung

kelainan jinak dan 2 tumor ganas.

ETIOLOGI

Sebab langsung dari kanker serviks belum diketahui. Ada bukti kuat kejadiannya

mempunyai hubungan erat dengan sejumlah faktor ekstrinsik, diantaranya yang penting :

jarang ditemukan pada perawan (virgo), insidensi lebih tinggi pada mereka yang kawin

daripada yang tidak kawin, terutama pada gadis yang koitus pertama (coitarche) dialami pada

usia amat muda (<16 tahun), insidensi meningkat dengan tingginya paritas, apa lagi bila jarak

Page 4 of 25

Page 5: Ca serviks

persalinan terlampau dekat, mereka dari golongan sosial ekonomi rendah, hygiene seksual

yang jelek, aktivitas seksual yang sering berganti-ganti pasangan (promiskuitas), jarang

dijumpai pada masyarakat yang suaminya disunat (sirkumsisi), sering ditemukan pada wanita

yang mengalami infeksi virus HPV (Human Papilloma Virus) – tipe 16 atau 18, infeksi HIV,

infeksi chlamydia, kebiasaan merokok, faktor makanan, kontrasepsi hormonal, terpajan oleh

obat hormonal diethylstilbestrol (DES), dan riwayat keluarga yang menderita kanker serviks.

Ada kemungkinan faktor genetic yang berhubungan dengan HLA-B7.

Faktor resiko mayor untuk kanker serviks adalah infeksi dengan HPV yang ditularkan

secara seksual. Penelitian epidemiologi di seluruh dunia menegaskan bahwa infeksi HPV

adalah faktor penting dalam perkembangan kanker serviks (Bosch et al, 1995). Lebih dari 20

tipe HPV yang berbeda mempunyai hubungan dengan kanker serviks. Penelitian

memperlihatkan bahwa perempuan dengan HPV-16, 18, dan 31 mempunyai angka neoplasia

intraepithelial cervical (CIN) yang lebih tinggi. Penelitian terbaru memperlihatkan bahwa

perempuan dengan HPV strain 18 memiliki angka mortalitas yang lebih tinggi dan prognosis

yang lebih buruk.

PATOLOGI

Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan

endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squamo-columnar junction (SCJ).

Histologik antara epitel gepeng berlapis (squamous complex) dari porsio dengan epitel

kuboid / silindris pendek selapis bersilia dari endoserviks kanalis serviks. Pada wanita muda

SJC ini berada di luar ostium uteri eksternum, sedang pada wanita berumur > 35 tahun, SCJ

berada di dalam kanalis serviks. Maka untuk melakukan pap smear yang efektif, yang dapat

mengusap zona transformasi, harus dikerjakan dengan skraper dari Ayre atau cytobrush sikat

khusus. Pada awal perkembangannya kanker serviks tak memberi tanda-tanda dan keluhan.

Pada pemeriksaan dengan speculum, tampak sebagai porsio yang erosif (metaplasi skuamosa)

yang fisiologik atau patologik.

Tumor dapat tumbuh : 1.) eksofitik mulai dari SCJ ke arah lumen vagina sebagai

masa proliferatif yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis; 2.) endofitik mulai dari SCJ

tumbuh ke dalam stroma serviks dan cenderung untuk mengadakan infiltrasi menjadi ulkus;

3.) ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dengan

melibatkan awal forniks vagina untuk menjadi ulkus yang luas.

Page 5 of 25

Page 6: Ca serviks

Serviks yang normal, secara alami mengalami proses metaplasi (erosio) akibat saling

desak mendesaknya kedua jenis epitel yang melapisi. Dengan masuknya mutagen, porsio

yang erosif (metaplasia skuamosa) yang semula faali/fisiologik dapat berubah menjadi

patologik (displastik-diskariotik) melalui tingkatan CIN-I, II, III dan CIS untuk akhirnya

menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi mikro invasif atau invasif, proses keganasan akan

berjalan terus.

Periode laten (dari CIN-I s/d CIS) tergantung dari daya tahan tubuh penderita.

Umumnya fase prainvasif berkisar antara 3-20 tahun (rata-rata 5-10 tahun). Perubahan epitel

displastik serviks secara kontinu yang masih memungkinkan terjadinya regresi spontan

dengan pengobatan / tanpa diobati itu dikenal dengan unitarian concept dari Richart.

Histopatologik sebagian terbesar (95-97%) berupa epidermoid atau squamous cell carcinoma,

sisanya adenokarsinoma, clearcell carcinoma / mesonephroid carcinoma, dan yang paling

jarang adalah sarkoma.

KLASIFIKASI

Terminologi yang semula banyak digunakan dalam pelaporan mengacu pada

klasifikasi Papanicolaou (Papaniculaou & Traut 1943) yang dinyatakan dalam kelas I - kelas

V yaitu:

Kelas I: Tidak ditemukan sel atipik atau sel abnormal

Kelas II: Sitologi atipik tetapi tidak ditemukan keganasan

Kelas III: Sitologi sugestif tetapi tidak konklusif keganasan

Kelas IV: Sitologi sangat sugestif keganasan

Kelas V: Sitologi konklusif keganasan

Namun klasifikasi ini banyak ditinggalkan karena:

1. Tidak mencerminkan pengertian neoplasia serviks/vagina

2. Tidak memiliki padanan dengan terminologi histopatologi

3. Tidak mencantumkan diagnosis non kanker

4. Interpretasinya tidak seragamPage 6 of 25

Page 7: Ca serviks

5. Tidak menunjukkan pernyataan diagnosis

Penamaan dan klasifikasi dari karsinoma serviks telah berubah sejak abad ke 20.

System klasifikasi WHO menjelaskan lesi, penamaan mild, moderate, atau severe dysplasia

atau carcinoma in situ (CIS). Selain itu, dikembangkan klasifikasi CIN (Cervical

Intraepithelial Neoplasia untuk membantu penanganan. Klasifikasi mild dysplasia sebagai

CIN 1, moderate dysplasia sebagai CIN 2, dan severe dysplasia dan CIS sebagai CIN 3.

Kanker serviks secara rutin disaring dengan uji pulasan Papanicolaou (Pap). Table 1-4

memperlihatkan terminologi baru Bethesda untuk klasifikasi hasil uji Pap dan dibandingkan dengan

system klasifikasi neoplasia intraepithelial servikal (CIN) yang terdahulu.

Terminology Pulasan Papanicolaou (Pap) dan Klasifikasi

KLASIFIKASI UJI PAP SISTEM BETHESDA (PEMAKAIAN TERBARU)

ASCUS: sel skuamosa atipikal yang tidak dapat ditentukan secara signifikan. (Sel

skuamosa adalahsel datar, tipis, yang membentuk permukaan serviks).

LSIL: tingkat rendah (perubahan dini dalam ukuran dan bentuk sel) lesi intraepithelial

skuamosa. Lesi mengacu pada daerah jaringan abnormal; intraepithelial berarti bahwa

sel abnormal hanya terdapat pada permukaan lapisan sel-sel.

HSIL: lesi skuamosa intraepithelial tingkat tinggi. Tingkat tinggi berarti bahwa

terdapat perubahan yang lebih jelas dalam ukuran dan bentuk abnormal sel-sel

Page 7 of 25

Page 8: Ca serviks

(prakanker) yang terlihat berbeda dengan sel normal.

PERBANDINGAN TERMINOLOGI ANTARA SISTEM BETHESDA TERBARU

DENGAN NEOPLASIA INTRAEPITHELIAL SERVIKAL (CIN) (PEMAKAIAN

TERBARU DAN YANG LEBIH LAMA)

Dysplasia ringan dapat juga diklasifikasikan sebagai LSIL atau CIN 1.

Dysplasia sedang dapat juga diklasifikasikan sebagai HSIL atau CIN 2.

Dysplasia berat dapat juga diklasifikasikan sebagai HSIL atau CIN 3.

Karsinoma in situ (CIS) dapat juga diklasifikasikan sebagai HSIL atau CIN 3.

TINGKATAN PRA-MALIGNA

Pada umumnya secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju 3 arah : a.)

ke arah forniks dan dinding vagina, b.) kea rah korpus uterus, dan c.) ke arah parametrium

dan dalam tingkatan yang lanjut menginfiltrasi septum rektovaginal dan kandung kemih.

Melalui pembuluh getah bening dalam parametrium kanan dan kiri sel tumor dapat

menyebar ke kelenjar iliak luar dan iliak dalam (hipogastrika). Penyebaran melalui

pembuluh darah (bloodborne metastasis) tidak lazim. Karsinoma serviks umumnya terbatas

pada daerah panggul saja. Tergantung dari kondisi imunologik tubuh penderita CIS akan

berkembang menjadi mikro invasif dengan menembus membrana basalis dengan kedalaman

invasi < 1 mm dan sel tumor belum terlihat dalam pembuluh limfa atau darah. Jika sel tumor

sudah terdapat > 1 mm dari membrana basalis, atau < 1 mm tetapi sudah tampak berada

dalam pembuluh limfa atau darah, maka prosesnya sudah invasif. Tumor mungkin telah

menginfiltrasi stroma serviks, akan tetapi secara klinis belum tampak sebagai karsinoma.

Tumor yang demikian disebut sebagai ganas praklinik (tingkat IB-occult). Sesudah tumor

menjadi invasif, penyebaran secara limfogen menuju kelenjar limfa regional dan secara

perkontinuitatum (menjalar) menuju forniks vagina), korpus uterus, rectum, dan kandung

kemih, yang pada tingkat akhir (terminal stage) dapat menimbulkan fistula rektum atau

kandung kemih. Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju kelenjar limfa regional

melalui ligamentum latum, kelenjar-kelenjar iliak, obturator, hipogastrika, prasakral,

Page 8 of 25

Page 9: Ca serviks

praaorta, dan seterusnya secara teoritis dapat lanjut melalui trunkus limfatikus di kanan dan

vena subklavia di kiri mencapai paru-paru, hati, ginjal, tulang, dan otak.

Biasanya penderita sudah meninggal lebih dahulu disebabkan oleh perdarahan-

perdarahan yang eksesif dan gagal ginjal menahun akibat uremia oleh karena obstruksi ureter

di tempat ureter masuk ke dalam kandung kemih.

Table 1-1. Hubungan tingkat klinik dengan kelenjar daerah yang mengandung tumor

Tingkat Persentase mengandung tumor :

I-B

II

III

IV

10 – 20 %

30 %

60 %

> 80 %

STADIUM

Stadium (tingkat keganasan) dibagi menurut klasifikasi FIGO 2000 sebagai berikut :

Table 1-2. Tingkat keganasan klinik menurut FIGO, 1978

Stadium Kriteria

0 Carsinoma In Situ (CIS) atau karsinoma intraepitel: membrana basalis masih

utuh

I Karsinoma masih terbatas pada serviks walaupun ada perluasan ke korpus

uteri.

Ia Invasi kanker ke stroma hanya dapat dikenali secara mikroskopik, lesi yang

dapat dilihat secara langsung walau dengan invasi yang sangat superficial

dikelompokkan sebagai stadium Ib. kedalaman invasi ke stroma tidak lebih

dari 5 mm dan lebarnya lesi tidak lebih dari 7 mm.

Ia1 Invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih dari 3 mm dan lebar tidak lebih

Page 9 of 25

Page 10: Ca serviks

dari 7 mm

Ia2 Invasi ke stroma dengan kedalaman lebih dari 3 mm tapi kurang dari 5 mm dan

lebar tidak lebih dari 7 mm

Ib Lesi terbatas di serviks atau secara mikroskopis lebih dari Ia

Ib1 Besar lesi secara klinis tidak lebih dari 4 cm

Ib2 Besar lesi secara klinis lebih dari 4 cm

II Telah melibatkan vagina, tetapi belum sampai 1/3 bawah atau infiltrasi ke

parametrium belum mencapai dinding panggul

IIa Telah melibatkan vagina, tetapi belum melibatkan parametrium

IIb Infiltrasi ke parametrium, tetapi belum mencapai dinding panggul

III Telah melibatkan 1/3 bawah vagina atau adanya perluasan sampai dinding

panggul. Kasus dengan hidronefrosis atau gangguan fungsi ginjal dimasukkan

dalam stadium ini, kecuali kelainan ginjal dapat dibuktikan oleh sebab lain

IIIa Keterlibatan 1/3 bawah vagina dan infiltrasi parametrium belum mencapai

dinding panggul

IIIb Perluasan sampai dinding panggul atau adanya hidronefrosis atau gangguan

fungsi ginjal

IV Perluasan ke luar organ reproduktif

IVa Keterlibatan mukosa kandung kemih atau mukosa rektum

IVb Metastase jauh atau telah keluar dari rongga panggul

Page 10 of 25

Page 11: Ca serviks

Table 1-3. Pembagian tingkat keganasan menurut system TNM

Tingkat Kriteria

T Tak ditemukan tumor primer

T1S Karsinoma pra-invasif, ialah CIS (Carcinoma In Situ)

T1 Karsinoma terbatas pada serviks, walaupun adanya perluasan ke korpus uteri.

T1a Pra-klinik adalah karsinoma yang invasif dibuktikan dengan pemeriksaan

histologik

T1b Secara klinis jelas karsinoma yang invasif.

T2 Karsinoma telah meluas sampai di luar serviks, tetapi belum sampai dinding

panggul, atau karsinoma telah menjalar ke vagina, tetapi belum sampai 1/3

bagian distal.

T2a Karsinoma belum menginfiltrasi parametrium.

T2b Karsinoma telah menginfiltrasi parametrium.

T3 Karsinoma telah melibatkan 1/3 bagian distal vagina atau telah mencapai

dinding panggul (tak ada celah bebas antara tumor dengan dinding panggul).

NB: Adanya hidronefrosis atau gangguan faal ginjal akibat stenosis ureter karena

infiltrasi tumor, menyebabkan kasus dianggap sebagai sebagai T3 meskipun

pada penemuan lain kasus itu seharusnya masuk kategori yang lebih rendah

(T1 atau T2)

T4 Karsinoma telah menginfiltrasi mukosa rectum atau kandung kemih, atau

meluas sampai di luar panggul. Ditemukannya edema bullosa tidak cukup

bukti untuk mengklasifikasi sebagai T4.

T4a Karsinoma melibatkan kandung kemih atau rectum saja dan dibuktikan secara

histologik.

Page 11 of 25

Page 12: Ca serviks

T4b Karsinoma telah meluas sampai di luar panggul.

NB: Pembesaran uterus saja belum ada alasan untuk memasukkannya sebagai T4

NX Bila tidak memungkinkan untuk menilai kelenjar limfa regional. Tanda - / +

ditambahkan untuk tambahan ada/tidak adanya informasi mengenai

pemeriksaan histologik, jadi: NX + atau NX -.

N0 Tidak ada deformitas kelenjar limfa pada limfografi.

N1 Kelenjar limfa regional berubah bentuk sebagaimana ditunjukkan oleh cara-

cara diagnostic yang tersedia (misalnya limfografi, CT-scan panggul).

N2 Teraba massa yang padat dan melekat pada dinding panggul dengan celah

bebas infiltrate diantara massa ini dengan tumor.

M0 Tidak ada metastasis berjarak jauh.

M1 Terdapat metastasis berjarak jauh, termasuk kelenjar limfa di atas bifurkasio

arteri iliaka komunis.

GAMBARAN KLINIK

Keputihan merupakan gejala yang sering ditemukan. Getah yang keluar dari vagina

ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Dalam hal demikian,

pertumbuhan tumor menjadi ulseratif. Perdarahan yang dialami segera sehabis sanggama

(disebut perdarahan kontak) merupakan gejala karsinoma serviks (75-80%).

Perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah makin lama akan lebih

sering terjadi, juga di luar sanggama (perdarahan spontan). Perdarahan spontan umumnya

terjadi pada tingkat klinik yang lebih lanjut (II atau III), terutama pada tumor yang bersifat

eksofitik. Pada wanita usia lanjut yang sudah tidak melayani suami secara seksual, atau

wanita yang sudah menopause bilamana mengidap kanker serviks sering terlambat datang

berobat ke dokter. Perdarahan spontan saat defekasi akibat tergesernya tumor eksofitik dari

serviks oleh skibala, memaksa mereka datang ke dokter. Adanya perdarahan spontan

pervaginam saat defekasi, perlu dicurigai kemungkinan adanya karsinoma serviks tingkat

Page 12 of 25

Page 13: Ca serviks

lanjut. Adanya bau busuk yang khas memperkuat dugaan adanya karsinoma. Anemia akan

menyertai sebagai akibat perdarahan pervaginam yang berulang. Rasa nyeri akibat infiltrasi

sel tumor ke serabut saraf, memerlukan anestesi umum untuk dapat melakukan pemeriksaan

dalam yang cermat, khususnya pada lumen vagina yang sempit dan dinding yang sklerotik

dan meradang. Gejala lain yang dapat timbul ialah gejala-gejala yang disebabkan oleh

metastasis jauh. Sebelum tingkat akhir (terminal stage), penderita meninggal akibat

perdarahan yang eksesif, kegagalan faal ginjal (CRF = Chronic Renal Failure) akibat infiltrasi

tumor ke ureter sebelum memasuki kandung kemih, yang menyebabkan obstruksi total.

DIAGNOSIS

Membuat diagnosis karsinoma serviks uteri yang klinis sudah agak lanjut tidaklah

sulit. Yang menjadi masalah ialah, bagaimana mendiagnosis dalam tingkat yang sangat awal,

misalnya dalam tingkat pra-invasif, lebih baik bila dapat menangkapnya dalam tingkatan pra-

maligna (dysplasia / diskariosis serviks).

Sitologi

Pemeriksaan ini yang dikenal sebagai tes Papanicolaou (tes Pap) sangat bermanfaat

untuk mendeteksi lesi secara dini, tingkat ketelitiannya melebihi 90% bila dilakukan dengan

baik. Sitodiagnosis didasarkan pada kenyataan, bahwa sel-sel permukaan secara terus

menerus dilepaskan oleh epitel dari permukaan traktus genitalis. Sel-sel yang dieksfoliasi

atau dikerok dari permukaan epitel serviks merupakan mikrobiopsi yang memungkinkan kita

mempelajari proses dalam keadaan seha dan sakit. Sitologi adalah cara skrining sel-sel

serviks yang tampak sehat dan tanpa gejala untuk kemudian diseleksi. Kanker hanya dapat

didiagnosis secara histologik. Sitodiagnosis yang tepat tergantung pada sediaan yang

representatif, fiksasi dan pewarnaan yang baik, serta tentu saja interpretasi yang tepat. Enam

puluh dua persen kesalahan disebabkan karena pengambilan sampel yang tidak adekuat dan

23 % karena kesalahan interpretasi. Supaya ada pengertian yang baik antara dokter dan

laboratorium, maka informasi klinis penting sekali. Dokter yang mengirim sediaan harus

memberikan informasi klinis yang lengkap, seperti usia, hari pertama haid terakhir, macam

kontrasepsi (bila ada), kehamilan, terapi hormon, pembedahan, radiasi, kemoterapi, hasil sito-

logi sebelumnya, dan data klinis yang meliputi gejala dan hasil pemeriksaan ginekologik.

Sediaan sitologi harus meliputi komponen ekto- dan endoserviks. NIS lebih mungkin terjadi

pada SSK sehingga komponen endoserviks menjadi sangat penting dan harus tampak dalam

Page 13 of 25

Page 14: Ca serviks

sediaan. Bila komponen endoserviks saja yang diperiksa kemungkinan negatif palsu dari NIS

kira-kira 5%. Untuk mendapatkan informasi sitologi yang baik dianjur-kan melakukan

beberapa prosedur. Sediaan harus diambil sebelum pemeriksaan dalam; spekulum yang

dipakai harus kering tanpa pelumas. Komponen endoserviks didapat dengan menggunakan

ujung spatula Ayre yang tajam atau kapas lidi, sedangkan komponen ektoserviks dengan

ujung spatula Ayre yang tumpul. Sediaan segera difiksasi dalam alkohol 96% selama 30

menit dan dikirim (bisa melalui pos) ke laboratorium sitologi terdekat.

Pap smear :

Hasil pemeriksaan sitologi Pap smear normal :

Hasil pemeriksaan sitologi Pap smear abnormal :

Page 14 of 25

Page 15: Ca serviks

Kolposkopi

Tes diagnostik lain ialah kolposkopi, dengan bantuan kolposkop bila sarana

memungkinkan. Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan kolposkop, suatu alat

yang dapat disamakan dengan sebuah mikroskop bertenaga rendah dengan sumber cahaya di

dalamnya (pembesaran 6-40 kali). Kalau pemeriksaan sitologi menilai perubahan morfologi

sel-sel yang mengalami eksfoliasi, maka kolposkopi menilai perubahan pola epitel dan

vaskular serviks yang mencerminkan perubahan biokimia dan perubahan metabolik yang

terjadi di jaringan serviks. Hampir semua NIS terjadi di daerah transformasi, yaitu daerah

yang terbentuk akibat proses metaplasia. Daerah ini dapat dilihat seluruhnya dengan alat

kolposkopi, sehingga biopsi dapat dilakukan lebih terarah. Jadi tujuan pemeriksaan

kolposkopi bukan untuk membuat diagnosis histologik tetapi menentukan kapan dan di mana

biopsi harus dilakukan. Pemeriksaan kolposkopi dapat mempertinggi ketepatan diagnosis

sitologi menjadi hampir mendekati 100%.

Biopsi

Page 15 of 25

Page 16: Ca serviks

Biopsi dilakukan di daerah abnormal jika sambungan skuamosa-kolumnar (SSK)

terlihat seluruhnya dengan kolposkopi. Jika SSK tidak terlihat seluruhnya atau hanya terlihat

sebagian sehingga kelainan di dalam kanalis servikalis tidak dapat dinilai, maka contoh

jaringan diambil secara konisasi. Biopsi harus dilakukan dengan tepat dan alat biopsi harus

tajam sehingga harus diawetkan dalam larutan formalin 10 %. Dikenal ada beberapa prosedur

biopsy, yaitu:

Cone biopsy (atau cold cone biopsy atau cold knife cone biopsy): prosedur yang

menggunakan laser atau scalpel bedah untuk mengambil jaringan.

Loop electrosurgical excision procedure (LEEP): prosedur yang menggunakan kabel

yang berbentuk ikal untuk mengambil jaringan.

Endocervical curettage: prosedur yang menggunakan instrument kecil berbentuk sendok,

yang disebut kuret untuk mengikis jaringan dari dalam serviks.

Konisasi (Cone biopsy atau cold cone biopsy atau cold knife cone biopsy)

Konisasi serviks ialah pengeluaran sebagian jaringan serviks sedemikian rupa

sehingga yang dikeluarkan berbentuk kerucut (konus), dengan kanalis servikalis sebagai

sumbu kerucut. Untuk tujuan diagnostik, tindakan konisasi harus selalu dilanjutkan dengan

kuretase. Batas jaringan yang dikeluarkan ditentukan dengan pemeriksaan kolposkopi. Jika

karena suatu hal pemeriksaan kolposkopi tidak dapat dilakukan, dapat dilakukan tes Schiller.

Pemeriksaan ini dikerjakan dengan sebelumnya memulas porsio dengan larutan lugol dan

jaringan yang akan diambil hendaknya pada batas antara jaringan normal (berwarna coklat

tua karena menyerap Iodium) dengan bagian porsio yang pucat (jaringan abnormal yang tidak

menyerap Iodium). Kemudian jaringan direndam dalam larutan formalin 10% untuk dikirim

Page 16 of 25

Page 17: Ca serviks

ke Laboratorium Patologi Anatomi. Konisasi diagnostik dilakukan pada keadaan-keadaan

sebagai berikut :

1. Proses dicurigai berada di endoserviks.

2. Lesi tidak tampak seluruhnya dengan pemeriksaan kolposkopi.

3. Diagnostic mikroinvasi ditegakkan atas dasar specimen biopsy.

4. Ada kesenjangan antara hasil sitologi dan histopatologik.

Perlu disadari mengerjakan biopsy yang benar dan tidak mengambil bagian yang

nekrotik. Pada tingkat klinik 0, Ia, Ib-occ, penentuan tingkat keganasan secara klinis

didasarkan atas hasil pemeriksaan histologik. Oleh karena itu untuk konfirmasi diagnosis

yang tepat sering diperlukan tindak lanjut seperti kuretase endoserviks (ECC = Endo-Cervical

Curretage) atau konisasi serviks.

Imaging studies — x-ray dada, CT scan, MRI, dan PET untuk mengetahui adanya

penyebaran sel-sel kanker.

PENANGANAN

Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan secara

histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim yang sanggup

melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker / onkologi).

Pada tingkat klinik (CIS) tidak dibenarkan dilakukan elektrokoagulasi atau

elektrofulgerasi, bedah krio (cryosurgery) atau dengan sinar laser, kecuali bila yang

menangani seorang ahli dalam kolposkopi dan penderitanya masih muda dan belum

mempunyai anak. Dengan biopsy kerucut (conebiopsy) meskipun untuk diagnostic, acapkali

menjadi terapeutik. Ostium uteri internum tidak boleh sampai rusak karenanya. Bila penderita

telah cukup tua, atau sudah mempunyai cukup anak, uterus tidak perlu ditinggalkan, agar

penyakit tidak kambuh (relapse) dapat dilakukan histerktomi sederhana (simple vaginal

hysterectomy).

Pada kasus tertentu dimana operasi merupakan suatu kontraindikasi aplikasi radium

dengan dosis 6500 – 7000 rads/cGy di titik A tanpa penambahan penyinaran luar, dapat

dilakukan.

Page 17 of 25

Page 18: Ca serviks

Pada tingkat klinik Ia, umumnya dianggap dan ditangani sebagai kanker yang invasif.

Bilamana kedalaman invasi kurang dari atau hanya 1 mm dan tidak meliputi area yang luas

serta tidak melibatkan pembuluh limfa atau pembuluh darah, penanganannya dilakukan

seperti pada CIS di atas.

Pada klinik Ib dan IIa dilakukan histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul.

Pasca bedah biasanya dilanjutkan dengan penyinaran, tergantung ada/tidak adanya sel tumor

dalam kelenjar limfa regional yang diangkat.

Pada tingkat IIb, III, dan IV tidak dibenarkan melakukan tindakan bedah, untuk ini

primer adalah radioterapi. Sebaiknya kasus dengan karsinoma serviks selekasnya dikirim ke

pusat penanggulangan kanker, dimana berkumpul para pakar onkologi yang berpengalaman

dan tersedianya sarana yang mutakhir. Bilamana diperlukan penyinaran pasca bedah, maka di

Yogyakarta (RSUP Dr. Sardjito) dilakukan radiasi luar dengan Cobalt-60 dosis 5000 rads

(fraksi 200 rads/hari selama 25 hari (5 minggu) karena sabtu dan minggu tak ada penyinaran,

disusul 2 minggu kemudian dengan radiasi dalam dengan aplikasi radium 2 kali (interval 1-2

minggu) @ 750 R (=Roentgen) di titik A (= setinggi 2 cm dari oue dan sejauh 2 cm dari

sumbu uterus) dan titik B (= setinggi titik A sejauh 3 cm ke lateral di daerah obturator), atau

menggunakan metode Fletchner dengan afterloading memakai bola-bola dari Cesium-137

(brachytherapy). Di Jakarta dengan tersedianya pesawat Linac (Lnear Accelerator) di RSCM,

RSPP, dan RSPAD Gatot Soebroto tekhnik penyinaran sudah lebih canggih, karena penetrasi

sinar jauh lebih dalam disbanding dengan sinar yang dikeluarkan oleh sumber Cobalt-60

apalagi Cesium-137. Penggunaan radiosensitizers dan radio-enchancers masih dalam taraf

eksperimental.

Pada tingkat klinik IVa dan IVb penyinaran hanya bersifat paliatif. Pemberian

khemoterapi dapat dipertimbangkan. Pada penyakit yang kambuh satu tahun sesudah

penanganan lengkap, dapat dilakukan operasi jika terapi terdahulu adalah radiasi dan

prosesenya masih terbatas pada panggul. Bilamana proses sudah jauh atau operasi tak

mungkin dilakukan, harus dipilih kemoterapi bila syarat-syaratnya terpenuhi. Untuk ini tak

digunakan sitostatika tunggal, tetapi berbentuk regimen yang terdiri dari kombinasi beberapa

sitostatika (polikemoterapi). Jika terapi terdahulu adalah operasi, sebaiknya dilakukan

penyinaran bila prosesnya masih terbatas dalam panggul (lokoregional), sedangkan kalau

penyinaran tak mungkin dikerjakan atau prosesnya sudah lanjut penyebarannya, maka dipilih

Page 18 of 25

Page 19: Ca serviks

polikemoterapi bila syarat-syaratnya terpenuhi. Penyinaran ulang pada kasus-kasus yang

sebelumnya pernah mendapat radiasi, dengan mesin Linac dan ditangan yang ahli, hasilnya

tidak selalu mengecewakan. Penggunaan imunoterapi masih dalam taraf eksperimen.

Gambaran klinik dan penanganan adenokarsinoma serviks uterus pada umumnya

tidak berbeda dengan karsinoma epidermoid.

KARSINOMA SERVIKS UTERI DALAM KEHAMILAN

Tumor ganas di serviks tidak menghalangi untuk adanya kehamilan. Terdapat kira-

kira 1 diantara 3000 kehamilan. Tidak ada perbedaan antara karsinoma serviks dalam dan di

luar kehamilan, mengenai perjalanan penyakitnya, dalam rasio kesembuhan pada tingkat

klinik yang sama. Untuk penanganan primer dipilih pembedahan, karena penyinaran

mempunyai efek samping yang merugikan penderita yang berusia muda.

Kanker serviks memberi pengaruh yang tidak baik pada kehamilan, persalinan, dan

nifas. Selain kemandulan, sering pula terjadi abortus akibat infeksi, perdarahan, dan

hambatan dalam pertumbuhan janin karena neoplasma tersebut. Apabila penyakit ini tidak

diobati, pada kira-kira dua pertiga diantara para penderita, kehamilannya dapat mencapai

cukup bulan. Kematian janin dapat pula terjadi.

Karena serviks kaku oleh jaringan kanker, persalinan kala satu menjadi hambatan.

Ada kalanya tumornya lunak dan hanya terbatas pada bagian serviks, sehingga pembukaan

dapat menjadi lengkap dan anak lahir spontan. Selain itu, dapat pula terjadi ketuban pecah

dini dan inersia uteri. Dalam masa nifas sering terjadi infeksi.

Dahulu disangka bahwa kehamilan menyebabkan tumor bertumbuh lebih cepat dan

menyebabkan prognosis menjadi lebih buruk. Akan tetapi, bahwa kehamilan sendiri tidak

mempengaruhi kanker serviks.

Diagnosis

Tumor yang sudah lanjut mudah dikenal. Lain halnya dengan tumor stadium dini,

lebih-lebih tumor yang belum memasuki jaringan dibawah epitel (preinvasive carcinoma,

Page 19 of 25

Page 20: Ca serviks

karsinoma in situ). Oleh karena itu dibeberapa negara pemeriksaan sitologi vaginal

merupakan pemeriksaan rutin pada setiap perempuan hamil, yang kemudian dilanjutkan

dengan pemeriksaan biopsy apabila diperoleh hasil yang mencurigakan. Diagnosa karsinoma

in situ dalam kehamilan sangat sulit karena dalam kehamilan dapat terjadi perubahan-

perubahan pada epitel serviks, yang secara mikroskopis hamper tidak dapat dibedakan dari

tumor tersebut. Untuk membuat diagnosis yang pasti perlu dilakukan pemeriksaan yang teliti

berulang kali, bahkan kepastian baru diperoleh setelah bayi lahir. reversible, sedang

karsinoma in situ ada setelah bayi lahir. Apabila terdeteksi pada pemeriksaan prenatal, maka

diagnosisnya lebih dini.

Diagnosis Definitif ditegakkan berdasarkan :

- Biopsi punch dari lesi serviks yang luas. Namun, masih kontroversi, apakah

masih dilakukan bila telah ada bukti kanker serviks invasif dari pemeriksaan

kolposkopi, dan apakah dilakukan pada semua lesi servikal yang dapat

dideteksi dengan kolposkopi

- Evaluasi yang tepat dari apusan abnormal

- Evaluasi kolposkopi.

- Biopsy kerucut (cone biopsy), dilakukan pada keadaan khusus (trimester

kedua dan diagnosis tidak dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan lain).

Stadium

Dinilai berdasarkan kategori FIGO (2000) berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan

pencitraan. Pada kehamilan penentuan diagnosis lebih rumit karena adanya keterbatasan

pemeriksaan pencitraan yang dapat dilakukan (MRI). Evaluasi klinik pada saat hamil kurang

akurat untuk menentukan diagnosis kanker serviks.

Penanganan

Penatalaksanaan merupakan multidisiplin yang meliputi obstetric, onkologi

ginekologi, radiology, neonatology, dan patologi.

Page 20 of 25

Page 21: Ca serviks

Modalitas penatalaksanaan yang dipilih harus sepengetahuan ibu (penderita), terutama

mengenai resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan janin. Secara umum,

penatalaksanaan bergantung pada stadium kanker dan usia kehamilan.

Dalam menghadapi perempuan hamil dengan kanker serviks perlu dibedakan tiga hal,

yakni tuanya kehamilan, umur penderita, dan jumah anak. Dalam trimester pertama penderita

harus diobati, baik dengan penyinaran maupun dengan operasi radikal. Penyinaran dengan

sinar Rontgen sebanyak 2000 rad pada seluruh pelvis biasanya menyebabkan hasil konsepsi

mati akibat abortus. Selanjutnya penyinaran dilakukan sampai dosis lengkap. Kemudian

setelah terjadi involusi uteri, penderita diberi penyinaran dengan radium.

Dalam trimester kedua segera dilakukan histerotomi untuk mengosongkan rahim,

yang kemudian disusul dengan penyinaran; atau segera dilakukan operasi radikal apabila

kanker tersebut masih dalam tingkat dini.

Lain halnya dengan trimester ketiga. Apabila kehamilan sudah mencapai 36 minggu

atau lebih, segera dilakukan seksio sesarea dan kemudian diberi penyinaran atau lakukan

operasi. Akan tetapi, apabila kehamilan sudah mendekati 36 minggu, tetapi belum mencapai

36 minggu, sedapat-dapatnya seksio sesarea ditunda sampai berat badan jnin ditaksir 2500

gram. Penundaan satu sampai dua minggu pada umumnya masih dianggap cukup aman.

Dalam hal ini hendaknya diperhitungkan sungguh-sungguh jumlah anak yang hidup serta

keinginan suami istri.

Dalam menghadapi kemungkinan karsinoma in situ, atau apabila diagnosis sudah

pasti, hendaknya kehamilan dibiarkan sampai cukup bulan, asal dilakukan pemeriksaan ulang

secara teratur supaya segera diketahui apabila terjadi perubahan ke arah karsinoma invasif.

Partus spontan dapat diharapkan. Sikap demikian cukup aman karena perubahan dari

karsinoma in situ ke karsinoma invasif sering memakan waktu beberapa tahun.

Perempuan muda yang masih sangat menginginkan pertambahan anak dapat dibiarkan

hamil lagi setelah dilakukan konisiasi atau amputasi porsio lebih dahulu. Apabila tidak

demikian sebaiknya dilakukan histerektomi setelah anak lahir.

Prognosis

Page 21 of 25

Page 22: Ca serviks

Kehamilan tidak mempengaruhi luaran dari perempuan dengan kanker serviks.

Prognosis kemudian lebih buruk pada perempuan yang diagnosis kanker serviks ditegakkan

pada periode 12 bulan pascapersalinan dibandingkan yang ditegakkan selama kehamilan.

PENGAMATAN LANJUT

Tiap 3 bulan selama 2 tahun pertama dan kemudian tiap 6 bulan, tergantung dari

keadaan. Jangan dilupakan meraba kelenjar inguinal dan supraklavikular, perabaan abdomen,

perabaan abdomino-rektal, pemeriksaan sitologik puncak vagina dan foto roentgen thoraks

(setiap 6 bulan). Kolposkopi sangat penting untuk meneliti puncak vagina, untuk menemukan

bentuk-bentuk pra-maligna. Rektoskopi, sistoskopi dan pemeriksaan lain seperti renogram,

IVP (Intravenous Pielography) dan CT-scan panggul atau limfografi dilakukan menurut

indikasi. Dewasa ini MRI dapat pula digunakan.

PROGNOSIS

Faktor-faktor yang menentukan prognosis ialah: 1.) umur penderita, 2.) keadaan

umum, 3.) tingkat klinik keganasan, 4.) cirri-ciri histologik sel tumor, 5.) kemampuan ahli

atau tim ahli yang menangani, 6.) sarana pengobatan yang ada.

Table 1-4. Angka Ketahanan Hidup (AKH) 5 tahun menurut data internasional adalah sebagai berikut:

Tingkat AKH 5 tahun

T1S

T1

T2

T3

T4

Hampir 100%

70 – 85%

40 – 60%

30 – 40%

< 10%

Sumber: UICC / Clinical Oncology; Springer-Verlag, New York, Heidelberg, Berlin; 1973, p:218

Uji Pap telah menurunkan angka kematian akibat kanker serviks secara signifikan di

Amerika Serikat –angka kematian menurun 70% dari tahun 1950-1970 dan 40% dari tahun

1970-1995. Rekomendasi terbaru dari American College of Obstetricians and Gynecologist

dan the American Cancer Society adalah untuk melakukan pemeriksaan pelvis dan penapisan

Page 22 of 25

Page 23: Ca serviks

pulasan pap setiap tahun bagi semua perempuan yang telah aktif secara seksual atau telah

mencapai usia 18 tahun. Setelah tiga kali atau lebih secara berturut-turut hasil pemeriksaan

tahunan ternyata normal, uji Pap dapat dilakukan dengan frekuensi yang lebih jarang atas

kebijaksanaan dokter. Walaupun deteksi kanker serviks pada stadium yang sangat dini (dan

dapat disembuhkan) dapat dilakukan dengan menggunakan uji pulasan Pap, banyak

perempuan yang tidak melakukannya. Diperkirakan sekitar sepertiga perempuan yang

memenuhi syarat tidak melakukan pulasan Pap. Tujuh puluh persen perempuan dengan

kanker serviks invasif yang baru didiagnosis, tidak melakukan pulasan Pap selama 5 tahun

terakhir (American Cancer Society,2001). Puncak insidens karsinoma in situ adalah usia 20

hingga 30 tahun pada perempuan keturunan Afrika-Amerika maupun Kaukasian. Perempuan

yang lebih tua dari 65 tahun dilaporkan 25% menderita karsinoma servikal invasif dan 40%

hingga 50% kematian terjadi akibat karsinoma serviks (CancerNet,2001).

RESIDIF DAN PENANGANANNYA

Kasus kekambuhan merupakan keadaan tanpa harapan karena 80 – 100% penderita

akan meninggal kurang dari setahun semenjak kekambuhan dan sampai saat ini belum ada

terapi pilihan yang efektif untuk mengatasinya. Secara keseluruhan kelangsungan hidup lima

tahun kasus berulang kurang dari 5% dan hampir 90% terjadi dalam 2 tahun pertama. Kasus

berulang setelah menjalani operasi radikal dapat dicoba dengan pengobatan radiasi.

Kasus berulang setelah mendapat terapi radiasi dapat dilakukan operasi atau

kemoterapi terutama untuk lesi kambuh berada di luar lapangan radiasi sebelumnya.

Pembedahan dilakukan bila lesi soliter seperti pada paru-paru atau daerah sentral (central

recurrence) dan masih memberikan hasil yang cukup baik. Jenis pembedahan yang dapat

dilakukan seperti eksenterasi pelvic asalkan fasilitas perawatan pascaoperatif di daerah pelvis

dapat diobati dengan radiasi.

Akhir-akhir ini ada upaya lain untuk meningkatkan kualitas hidup penderita

pascaeksenterasi dengan membentuk “urinary conduit” dan rekonstruksi vagina. Pemberian

kemoterapi pada kasus berulang yang sebelumnya telah radiasi atau operasi tidak

memberikan hasil yang baik.

BAB III

Page 23 of 25

Page 24: Ca serviks

KESIMPULAN

Kanker serviks merupakan penyebab kematian utama kanker pada wanita di negara-

negara sedang berkembang. Setiap tahun diperkirakan terdapat 500.000 kasus kanker serviks

baru di seluruh dunia, 77 % di antaranya ada di negara-negara sedang berkembang. Meskipun

data mengenai pengetahuan ini belum lengkap, namun diketahui bahwa kanker serviks

mempunyai perkembangan yang bertahap dan bukan secara eksplosif. Keadaan dini yang

mendahului keganasan dapat terdiri dari displasia dan karsinoma in-situ atau dikenal juga

sebagai tingkat pra-kanker. Jika penyakit dapat dideteksi pada tingkat ini, maka perjalanan

penyakit selanjutnya menjadi kanker invasif dapat dicegah.

Karsinoma serviks jarang ditemukan pada perawan (virgo), insidensi lebih tinggi pada

mereka yang kawin daripada yang tidak kawin, terutama pada gadis yang koitus pertama

(coitarche) dialami pada usia amat muda (<16 tahun), insidensi meningkat dengan tingginya

paritas, apa lagi bila jarak persalinan terlampau dekat, mereka dari golongan sosial ekonomi

rendah, hygiene seksual yang jelek, aktivitas seksual yang sering berganti-ganti pasangan

(promiskuitas), jarang dijumpai pada masyarakat yang suaminya disunat (sirkumsisi), sering

ditemukan pada wanita yang mengalami infeksi virus HPV (Human Papilloma Virus) – tipe

16 atau 18, infeksi HIV, infeksi chlamydia, kebiasaan merokok, faktor makanan, kontrasepsi

hormonal, terpajan oleh obat hormonal diethylstilbestrol (DES), dan riwayat keluarga yang

menderita kanker serviks.

Keputihan merupakan gejala yang sering ditemukan. Getah yang keluar dari vagina

ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Dalam hal demikian,

pertumbuhan tumor menjadi ulseratif. Perdarahan yang dialami segera sehabis sanggama

(disebut perdarahan kontak) merupakan gejala karsinoma serviks (75-80%).

Hingga saat ini piliha terapi masih terbatas pada operasi, radiasi, dan kemoterapi, atau

kombinasi dari beberapa modalitas terapi ini.

DAFTAR PUSTAKA

Page 24 of 25

Page 25: Ca serviks

Wiknjosastro, Hanifa. Ilmu Kandungan. Edisi Kedua. Jakarta: PT Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo.2008.

Saifuddin, Abdul Bari. Ilmu Kebidanan. Edisi Keempat. Jakarta: PT Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo.2008.

Price & Wilson. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 2. Edisi

6. Jakarta: EGC. 2006.

M. Farid Aziz, dkk. Buku Acuan Nasional Onkologi Ginekologi. Edisi Pertama.

Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.2006.

www.pap-smear.info/pap-smear-pictures.shtml

http://www.obgyn-unsri.org

www.sh.lsuhsc.edu/.../PapSmear.htm

http://www.nytco.com/

www.cermin dunia kedokteran.com

http://www.ridgeviewmedical.org/HealthInformation

www.gfmer.ch

http://jama.ama-assn.org/cgi/content/full/298/19/2336

www.wikipedia.com

Page 25 of 25