bab ii dias

Upload: susiasnati

Post on 31-Oct-2015

27 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bab II

TRANSCRIPT

BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Proses Keperawatan

2.1.1Pengertian prosses keperawatan

Proses keperawatan adalah suatu pendekatan untuk pemecahan masalah yang dilakukan perawat untuk mengatur dan memberikan asuhan keperawatan (Poterr & Perry, 2005: 137). Proses keperawatan menurut Hidayat (2004: 95) merupakan cara yang siistematis yang dilakukan oleh perawat bersama klien dalam menentukan kebutuhan asuhan keperawatan dengan melakukan pengkajian, menentukan diagnosis, merencanakan tindakan yang akan dilakukan, melaksanakan tindakan serta mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan dengan berfokus pada klien, berorientasi pada tujuan setiap tahap saling terjadi ketergantunagn dan saling berhubungan .

2.1.2Pentingnya proses keperawatan

Proses keperawatan sebagaia lat bagi perawat untk melaksanakan asuhan keperawatan yang dilakukan pada pasien memiliki arti penting bagi kedua belah pihak yaitu perawat dan klien. Sebagai seorang perawat proses keperawatan dapat digunakan sebagai pedoman dalam pemecahan masalah klien, dapat menunjuan profesi yang memiliki professional yang tinggi, serta dapat memberikan ke absahan kepada klien untuk mendapatkan pelayanan yang cukup sesuai dengan kebutuhannya, sehingga dapat dirasakan manfaatnya baik dari perawat maupun klien, manfaat tersebut antara lain dapat meningkatkan kemandirian pada perawat dalam melaksanakan tugasnya karena didalam proses keperawatan terdapat metode ilmiah keperawatan yang berupa langkah-langkah proses keperwatan, akan dapat meningkatkan kepercayaan diri perawat dalam melaksanakan tugas , karena klien akan merasakan kepuasan setelah dilakukan asuhan keperawatan dengan pendekatan proses keperawatan (Hidayat, 2004 : 96)

2.1.3Tujuan proses keperawatan

Tujuan dari proses keperawtaan adalah untuk mengidentifikasi kebutuhan perawat kesehatan klien, menentukan prioritas, menetapkan tujuan dan hasil asuhan yang diberikan, menetapkan dan mendokumentasikan rencana asuhan yang berpusat pada klien, dan mengevaluasi keefektifan asuhan keperawtan dalam mencapai hasil tujuan klien yang diharapkan (Potter&Perry, 2005: 136). Menurut Hidayat (2004: 97) pelaksanaan proses keperawatan secara umum bertujuan untuk menghasilkan asuhan keperawatan yang berkualitas sehingga berbagai masalah kebutuhan klien dapat teratasi.

2.1.4Komponen dalam proses keperawatan

Dalam Potter & Perry (2005: 138) proses keperawatan itu mencakup lima tahap yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, impementasi dan evaluasi. Dalam Hidayat juga disebutkan (2004: 98) terdapat beberapa komponen dalam proses keperawatan diantaranya tahapan pengkajian, hatapan diagnosis keperawtan, tahapan perencanaan, tahap pelaksanaan serta tahap evaluasi.

2.1.4.1Tahap pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sisitematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu (Handayaningsih, 2007 : 35)

Dalam mengaji, harus memperhatikan data dasar pasien, Informasi yang dipat dari klien (sumber data primer), data yang didapat dari orang lain (data sekunder), catatan kesehatan klen, informasi atau laporan laboratorium, tes diagnosik, keluarga dan orang terdekat, atau anggota tim kesehatan merupakanm pengkajian data dasar. Pengumpulan data menggunakan berbagai metode seeprti observasi (data yang dikumpulkan berasai dari pengamatan), wawancaar (bertujuan mendapatkan respond dari klien dengan cara tatap muka , konsultasi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, ataupun pemeriksaan tabahan (Hidayat, 2001 : 12 ).

2.1.4.2Tahap diagnosis

Diagnosa keperawatan adalah suatu pelayanan yang menjelaskan respons manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari indivisu atau kelompok dimana perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah (Carpenito dalam Nursalam, 2001 : 35).

Perumusan diagnose keperawatan adalah bagaimana diagnose keperawatan digunakan dalam proses pemecahan masalah. Melalui identifikasi, dapat digambarkan berbagai masalah keperawatan yang dibutuhkan asuhan keperawatan. Tipe diagnose keperawatn terdiri dari diagnose keperawatan actual, resiko, kemungkinan, sehat dan sejahtera, dan sindrom (Hidayat, 2001 : 25).

2.1.4.3Tahap perencanaan

Perencanaan merupakan suatu proses penyusunan berbagai intervensi keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah , menurunkan atau mengurangi masalah-masalah klien. Perencanaan ini merupakan langkah ketiga dalam membuat suatu proses keperawatan.

Dalam menentukan tahap perencanaan bagi perawatan diperlukan berbagai pengetahuan dan ketrampilan diantaranya pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan klien, nilai dan kepercayaan klien, batasan praktek keperawatan, peran dari tenaga kesehatan lainnya, kemampuan dalam memecahkan masalah, menagmbil keputusan, menulis tujuan sarta memilih dan membuat strategi keperawatan yang aman dalam memenuhi tujuan, menulis instruksi keperawatan serta kemampuan dalam melaksanaan kerja sama denagn meningkatkan kesehatan laian (Hidayat, 2004 : 117).

2.1.4.4Tahap pelaksanaan

Tahap pelaksanaan merupakan langkah keempat dalam proses keperawtan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatn (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawtaan. Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal diantaranya nahaya-bahaya fisik dan perlindunagn pada klien, tehnik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak dati pasien serta dama memahami perkembangan pasien. Dalam pelaksanaan rencana tindakan terdapat dua jenis, yaitu tindakan mandiri dan tindkana kolaborasi (Hidayat, 2004 : 122).

Dalam Nursalam (2001: 63) tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan menfasilitasi koping.

2.1.4.5Tahap evaluasi

Tahap evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan denagn cara melakukan indentifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatn tercapai atau tidak .

Dalam melakukan ecaluasi perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan jkemampuan dalam memahami respons terhadap intervensi keperawatan, kemampuan mengambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam mneghubungkan tindakana keprawatan pada criteria hasil. Pada tahap evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan yait kegiaatn yang dilkaukan dengan mengevaluasi selama peroses keperawatn berlangsung atau menilai dari respons klien si sebut evaluasi proses, dan kegiatan melakukan evaluasi denagn tearget tujuan yang diharapkan desebut evaluasi hasil (Hidayat, 2004: 124).

2.2Dokumentasi

2.2.1Pengertian Dokumentasi

Dokumentasii didefinisikan sebagai sasuatu yang tertulis atau tercetak yang dapat diandalkan sebagai catatan tentang bukti bagi individu yang berwenang (Potter & perry, 2005: 233). Tungpalan (1983) dalam Hanayaningsih (2007: 1) menyatakan bahwa dokumentasi adlah suatu catatan yang dpaat dibuktikan atau dijadikan bukti dalam persoalan hokum, sedangkan proses pendokumentasian adalah ,erupakan pekerjaan mencatat atau merekam peristiwa baik dari objek maupun pemberi jasa yang dianggap herharga dan penting.

2.2.2Pentingnya Dokumentasi

Dokumentasi memegang peranan yang snagat penting, dalam Lyer (2004)dijelaskan bahwa alasan pentingdibuatnya dokumentasi yang akurat adalah sebagai responsbilitas dan akuntabilitas professional. Dokumentasi juga dapat memberiakn informasi yang benar dan jelas kepada semau karyawan dan semua pihak yang terkait (Adisasmito 2007: 98). Alasan lain dibuatnay dokumentasi adalah ketika terjadi masalh yang terkait dengan hokum, menuttr Hidayat (2001: 1) dokumentasi merupakan catatan otentik atau semua warkat asli yang dpat dibuktikan atau diajadikan bukti dalam persoalan hukum. Handayaningsih (207: 17) juga menyatakan bahwa dokumentasi dapat digunakan sebagai barang bukti di penagdilan.2.3Dokumentasi Keperawatan

2.3.1Penertian Dokumentasi Kperawtaan

Dokumentasi keperawatan merupakan bukrti pencatatan dan pelaporan yang dimiliki perawat dalam melakukan catatan peraawatan yang berguna untuk kepentinagnn klien, perawat dan tim kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan denagn dasar komunikasi yang akurat dan lengakp secara tertulis dengan tamnggung jawad perawat (Hidayat, 2001: 1).

2.3.2Manfaat dan pentingnya Dokumentasi Keperawatan

Menurut Nursalam (2001: 83) dokumentasi keperawatn mempunyai makna yang penting bila dilihat dari berbadai aspek : (1) Huku: (2) Jaminan mutu; (3) Kominikasi; (4) Keuangan; (5) Edukasi; (6) Riset.

2.3.2.1Perlindunagn Hukum

Semua catatan informasi tentang klein merupakan dokuentasi resmi dan bernilai hukum. Bila terjadi suatu masalah yang berhubungan dengan profesi keperawatn, dimana perawat sebagai pemberi jasa dank lien sebagai pengguna jasa, maka dokumentasi diperlukan sewaktu-waktu (Nursalam, 2001: 83). Alasan lain dilakukannya pencatatan adlah bahwa keperawatan dapat digunakan pada kasus malpraktek. Informsi yang dicatat oleh perawat dapat menajdi dasar untuk melindungi penggugat dalam melawan pemberi pelayanan akesehatan. Jika terjadi gugatan, dokumentasi dapat persifat kritis dalam menentukan standar perawatan apakah telah dipenuhi atau tidak (Lyer, 2004: 2). Oleh karena itu data-data harus didefinisikan secara lengkap, jelas, obyektif dan ditandatangani oleh tenaga kesehatn (perawat), tanggal, dan perlunya dihindari adanya penulisan yang dapat menimbulkan interprestasi (Nursalam, 2001: 83).

2.3.2.2Jaminan Mutu

Pencatatan data klien yang lengkap dan akurat, akan memnberikan kemudahan bagi perawat dalam membantu menyelesaikan masalah klien. Dan untk mengetahui sejauh mana masalah klien dapat teratasi dan seberapa jauh masalah baru dapat didentifikasi dan dimonitor melalui catatan yang kaurat. Hal ini akan membantu meningkatkan mut pelayanan kesehatan (Nursalam, 2001: 83). Suatu perbaikan tidak da[at diwujudkan tanpa dokumentasi yang kuntinu, akurat dan ruti baik yang dilakukan perawat maupun tenaga kesehatan lainya. Ausit jaminan kualitas membantu untuk menetapkan suatu akreditasi pelayanan keperawtan dalam mencapai standar yang ditetapkan (Handayaningsih, 2007: 10).

2.3.2.3Komunikasi

Dokumentasi keperawatan sebagai alat komunikasi. Dokumentasi dalam memberikan asuahn keperawatn yang terkoordinasi dengan baik akan menghindari atau mencegah informasi yang berulang. Kesalahan juga akan berkurang sehingga dapat meningkatkan kualitas asuhan keperaweatn. Disamping itu, komunikasi juga dapat dilakukan secara efektif dan efisien (Hidaya, 2001: 6).

2.3.2.4Tagihan financial

Catatan p[erawatan klien adalah suatu dokumentasi yang memeperhatikan samapi sajauh mana perawatan kesehatan harus di-renbruse untuk pelayanan yang diberikan hal tersebut adlah tagihan klien (Potter & Perry, 2005: 233)

2.3.2.5Edukasi

Catatan klien mengandung berbagai informasi, terasuk diagnose medis dan keperawatan, tanda gejala penyakit, terapi yang berhasil dan yang tidak berhasil, temuan diagnotik, dan perilaku klien. Peserta didik perawatan dan kedokteran,d an disiplin lain yang berkaitan ddenagn kesehatan menggunakan catatan ini sebagai sumber edukasi. Suatu cara efektif untuk mempelajari tentang sifat daru suatu penyakit dan responnya terhadap penyakit tersebut adlah denagn mencatat perawatan klien. Meski tidak ada dua klien yang mempunyai datatan didentitas, pola informasi dapat didentifikasi dalam catatab klien yang mempunyai masalah kesehatan serupa. Denagn informasi ini peserta didik belajar tentang pola yang harus ditemui dalam berbagai masalah kesehatan manjadi mampu lebih baik untuk mengantisipasi tipe peawatan yang dibutuhkan klien (Poteer & Perry, 2005: 233).

2.3.2.6Riset

Dokumentasi keperawatan mempunayi nilai penelitian. Data yang terdapat didalamnta menagndung informasi ang dapt dijasikan sebagai bahan atau objek riset dan pengmbangan profesi keperawatan (Nursalam, 2001: 84).

Data statistic menunjukan frekuensi gangguan klilnik, komplikasi, penggunaan terapi keperawatn ata medis tertentu, kematian dari penyakit dapat dikumpulkan dari catatan klien. Catatan meupakan sumber berharga untuk menjabarkan karakteristik populasi klien dalam lembanga perawatan kesehatan. Perawat dapat menggunakan catatan klien selama studi riset untuk mengumpulkan informasi tentang faktor-faktor tertentu. Sebagai contoh, suatu studi untuk menentukan insidens infeksi pada klien dengan tipe kateter intravemna dapat ditemukan dnegan cara menelaah cataan klien (Potter & Perry, 2005: 234).

2.3.3Standar Dokumentasi Keperawtan

Standar Dokumentasi adalah suatu pernaytaan tentang kualitas dan kuantitas dokumentasi yang dipertimbangkan secra adekuat dalam suatu situasi tertentu. Dengan adanya standar dokumentasi memebriakn informasi bahwa adanya suatu ukuran terhadap kualitas dokumentasi keperawtan. Perawat memerlukan suatu standar dokumentasi untuk memperkuat pola pencatatan dan sebagai petunjuk atau pedoman praktik pendokumntasian dalam memberikan tindakan keperawatan. Fakta tentang kemampuan [erawat dalam pendokumntasian ditunjukkan dapa keteramoilan menuliskan sesuai denagn standar dokumentasi yang konsisten, pola yang efektif, lengkap, dan akurat (Hadayaningsih, 2007: 8).

2.3.4Faktor social yang mempenagruhi Dokumentasi Keperawtan

Sebagai perunahan social telah mempengauhi industry kesehatan. menurut Lyer (2004: 3) perubahan tersebut anatra lain meningkatnay kesadaran konsumen, meningkatnya keakutan pasien yang dihospitalisasi, dan meningkatna penekanan pada hasil pelayanan kesehatan.

2.3.4.1Faktor social yang mempenagrhi Dokumentasi Keperawtan

Dengan meningkatkan informasi yang diperoleh masyarakat tentang pelayanan kesehatan, maka peawat dituntut untuk memberikan pelayana keperawtan yang berkualiatas. Lyer (2004: 3) menjelaskan masyarakat luas mendapatkan berbagai informasi tentang pelayanan kesehatan seperti melalui majalah dan televise sehingga informasi tersebut mendidik pasien tentang masalah medis, keperawatn dan pengobatan pilihan. Konsumen pelayanan kesehatn menuntut perawatan yangberkualitas tinggo dengan biaya yang masuk akal dan enekan pemberi pelayanan kesehatan, dokter, dan perawta agar memberikan pelayanan yang sempurna. Konsumen mengharapkan perawat yang cerdas, kompeten, dan peduli pda pendekatan yang digunakan saat memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas tinggi dengan cara yang seefektif mungkin. Bukti tentang asuhan yang diberikan ini hars tercantm dalam rekaman medis.

2.3.4.2Peningkatan keakutan (acuity) pasien yang dihospitaisasi

Meningkatnya keakutan pasien yang menerima asuhab keperawtan di rumah sakit, pearwat jangka panjang, dan pearwat di rumah (home care) mengharuskan peawat memeriksa dan mnegubah peralatan yang akan digunakan untuk mengmpulkan data. Alat dokumentasi harus dirancang untuk mendapatkan data yangberkaitan dnegan masalah potensial dan faktor resiko yang berkemang di mamsayarakat.

Pada pasien lansia yang mempunyai masalha lebih kompleks dalam perawatan dan penatalksanaannya semakin bertambahnya penyakitt kronis, bertambah pula tuntutan pelayanan keperawatan yang harus diberiakn. Gabungan dari situasi tersebut adalah menurnya lama rawat inap berkaitan dengan manajeman perawatan yang menyebabkan meningkatnya inetnsitas pearwat, sehingga perlunya menetapkan prioritas perawatan. KArena hos[italisasi pasien menjadi lebih singkat, maka perawat harus mampu mendekatkan data-data penting dengan cepat, membuat pengkajian yang akurat, membuat rencana dan mengimplemasikan perawtan yang tetap, serta melakukan laporan tertulis. Oleh Karen itu sejalan denagn ssemakin ajunya prosedur dan pemetaan klinis asuhankeperawatan pasien, maka metode dokumentasi harus diubah untuk mengimbangi ketinggalan tersebut )Lyer, 2004: 4).

2.3.4.3Peningkatan penekanan pada hasil

Dokumentasi menjadi perhatian penting dengan adanya penekanan pada pemantauan kuatitas perawatan kesehatan yang dibuktikan dengan hasl yang dicapai pasien. Ketika sumber dana berlim[ah dan perawatan yang baik sudah mnajdi suatu kebiasaan, evaluasi perawatan diabaikan oleh tenaga kesehatan prifesional atau tidak dilakukan sama sakali.

Dokuemntasi adalah satah satu mekanisme yang digunakan untk mengevaluasi perawtan yang dberikan. Sampai saat ini, dokumentasi tetap berorientasi pada proses, menekankan pada tugas yang dilakukan oleh pemberi perawatn. Pendekatan ini tidak mewakili status pasien secara adekuat. Perkembangan standard a criteria hasil menjadikan evaluasi atatus pasien sebagai satua hal yang mungkin dilakukan serta meningkatkan kemajuan dan kemunduran dokumentasi, yang berfokus pada hasil yang dicapai pasien (Lyer, 2004: 4).

2.4Dokumentasi Proses Keperawatan

2.4.1makna dokumentasi proses keperawatan

Proses keperawatan merupakan salah satu alat bagi perawta untuk memecahkan masalah yang terjadi pada pasien yang mengandung unsure-unsur yangbermanfaat nagi perawat dank lien. Perawat dan klien membutuhkan prises asuhan keperawat, merencanakan, melaksanakan,dan menilai hasil dari asuhan keperawatan (Hidayat, 2001: 8)

Proses keperawatan sebagai alat bagi perawta untuk lemaksanakan asuahna keperawtan, pada tahaun 1982 dari National Council of Sate Boards of Nursing mengemukakan bahwa proses keperawtan dibagi menjadi lima tahap, diantaranya tahap pengkajian, tahap analisis (diagnose), tahap perencanaan, tahap implamentasi dan tahap evaluasi (Hidayat, 2004: 96).

Semua itu memerlukan pendokumentasian sehingga mendapatan ddata klien denagn sistematis. Melalui dokumentasi poengkajian, perawta dapat mengidentifikasi denagn jelas kekuatan dan kelemahan klien, melalui dokumentasi diagnose keperawatn, perawat mengembangkan rencana yang holistic, melalui dokumenatsi rencana keperawtan, perawta melakjsanakan rencana asuhan keperawtan, dan menilai keefektifan rencana asuhan keperawtan melalui dokumentai evaluasi (Hidayat, 2001: 8)

2,4,2Dokumentasi pengkajian keperawatan

Dokumentasi pengkajiaan keperawatn merupakan catatan tentang hasil pengkajian yang dilaksanakan untuk mnegumpulkan informasi dari pasien, membuat data dasar tentang klein, dan membuat catatan tentang respons kesehtaan klien (Hidayat, 2001: 12).

2.4.2.1Tujuan dokumentasi pengkajian adalah :

Menurut Nursalam (2001: 90) tujuan dai dat catatan pengakajian keperawatn adalah sebagai berikut :

1) Utuk mengidentifikasi kebutuhan pasein yang unik danresponden pasien terhadap masalah-masalh dinyatakans ebagai diagnosis keperawatn yang mempenagruhi tindakan rencana keperawatn yang diperlukan.

2) Untuk menggabungkan ddan mengorganisir informasi yang dikumpulkan dari beberapa sumber menjadi satu sumber yang umum, sehingga pola-pola kesehatan pasien dapat dianalisa dan masalah-masalah dapat diidentifikasikan.

3) Untuk menyajinkan garis dasar informasi yang ada dan untuk bertindak sebagai point referensi untk mengukur perubahan-perubahan pada kondisi pasien.

4) Untuk mengidentifikasi katakteristik unik dari kondisi pasien dan reponden ang akan mempenagruhi rencana dan pemberian keperawatan.

5) Untuk mensuplai data yang cukup guna memberikan alsan akan kebutuhan pasien untuk perawtana kepewaratan.

6) Untuk memberikan dasar guna penulisan rencana keperawtan yang efektif.

2.4.2.2Metode penulisan dokumentasi pengkajian

Menurut Nursalam (2001: 94) ada beberpa petunjuk dalam penulisan pengkajian keperawtan, yaitu :

1) Gunakan format yang sistematis untuk mencatat pengkajian, yang meliputi :

Riwayat pasien untuk masuk rumah sakit

Respon klien yang berhubungan dengan persepsi kesehatan pasien

Riwayat pengaobatan

data pasien rujukan, pulang dan keuangan

2) Kelompokkan data-data berdasarkan model pendekatan yang digunakan

3) Tulis data obyektif tanpa bias (tanpa mengartikan), menilai, memasukakan pendapat pribadi.

4) Sertakan pernyataan ang mendukung interpretasi data obyektif

5) Jelaskan observasi dan temuan sacra sistemasis, termasuk definisi karakteristiknya.

6) Ikuti aturan atau prosedur yang dipakai dan disepakati di instalasinya

7) Tuliskan secara jelas dan ringkas.

2.4.3Dokumentasi diagnose keperawatan

Dokumentasi diagnose keperawatan merupakan catatan tentang penilaian klinis mengenai respon-respons individu, keluarga, atau komuntas terhadap asalah kesehatan/proses kehidupan actual atau potensial. Diagnosa keperawtan memberikan dasar pemilihan intervensi keperawtan untuk mencapai hasil yang manjadi tanggung jawab perawat (Hidayat, 2001: 24).

2.4.3.1Tujuan pencatatan diagnose keperawtan

maksud pencatatab diagnose keperawatn menurut Nursalam (2001: 98) yaitu :

1) Menyampakan masalah pasien dalam istilah-istilah yang dapt diengerti untuk semua parawat

2) Mengenali masalah masalah pasien yang utama pada pengakajian data.

3) Mengenal perkembangan tindakan keperawatan

2.4.3.2Metode untuk penulisan diagnose keperawatan

Meurut Hidayat (2001: 27) ada beberapa pedoman dalam penulisan diagnose keperawatan, yaitu :

1) Gunakan format PES untuk diagnose keperawatan actual PE untuk masalah risiko

2) Catat diagnos kearawatan risiko dan risiko tinggi ke dalam masalah atau fpormat diagnose keperawatn

3) Gunakan istilah diagnoa keperawatan yang dibuat dari daftar NANDA atau lainya.

4) Mulai pertanyakan diagnose keperawtan dengan mengidentifikasi informasi tentang daa untuk diagnose keperawatan dengan mengidentifikasi informasi tentang data untuk diagnose keperawatan

5) Mulai pertanyakain diagnose denagn mengubah redaksinya kedalam suatu keadaan diagnose keperawatan

6) Masukkan pertanyaan diagnose keperawtan ke dalam daftar masalh

7) Hubungkan setiap diagnose keperawtan ketika menemukan masalah perawatn.

8) Gunakan diagnose keperawtan sebagai pedoman untuk mengkaji, perencanaan, intervensi dan evaluasi

9) Suatu agenda atau pencatatan mengkin memerlukan untk membuta diagnose keperawtan dan system pencatatan yang relevan

2.4.4Dokumentasi rencana tindakan keperawtan

Dokumentasi rencana keperawatan merupakan catatab tenatng penyusunan Rencana tindakan keperawatn yang akan dilakukan. Hal ini dilakukan untuk menganggulangi asalh. Selain itu memberikan kesempatan pada parataw, klien, serta orang terdekat dalam merumuskan rencana tindakan (Hidayat, 2001: 30).

2.4.4.1Metode penulisan rencana tindakan keperawtan

Menurut Nursalam (2001: 110) ada beberpa petunjuk yang hars diperhatikan dalampenulisan rencana tindkan keperawatan yang efektif yaitu :

1) Sebelum menuliskan rencana tindakan keperawtan, kaji uklang semua data yang ada sumber data yang memuaskan meliputi :

pengkajian sewaktu klien masuk rumah sakit

diagnose perawatan waku rmah sakit

keluhan utama klien atau alasan dalam berhubungan dnegan pelayanan kesehatan

laboratorium ritme

latar belakang social budaya

riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik

observasi dari tim kesehatan lain.

2) Daftar dan jenis masalah actual, resiko dan kemungkinan.

Berikan prioritas utama pada masalah actual yang menagncam jiwa, ang dihubungkan dengan masalah yang mengancam kesehatan

3) Untuk mempermudah dan bias diengerti dalam membuat rencana tindakan berilah gambaran dan ilustrasi (contoh) bila mungkin diagnose khususnya sangat membantu jika teknologi yang canggih digunakan untuk perawatan klien atau ketika menggambarkan lokasi anotomi

4) Tuliskan denagn jelas, khusus, terukur, criteria hasil yang diharapkan untukl menetapkan msalah. Bersalam denagn klien tentukan keterampilan kognitif, afektif dan psikomotor yang memerlukan perhatian .

5) Selalu ditanda tangani dan diberi tanggal rencana tindakan, hal ini penting karena perawat professional akan bertanggung jawab dan tanggung gugat untuk melaksanakan rencana tindakan yang telah tertulis.

6) Mulai rencana tindakan denagn mengguanak action verb catat tanda-tanda vital setap penggantian dinas

timbang BB etiap hari

informasikan kepada klien alasan isolasi

7) Alasan prinsip specivicity untuk menuliskan diagnose keperawatan :

bagaimana prosedur akan dilaksanakan

kapan dan berapa lama

jelaskan secara singkat keperluan apa ang hars dipenuhi, termasuk tahap-tahap tindakan.

8) Tuliskan rasional dari rencana tindakan. Hal ini sanagt membantu tenaga keperawtan untuk bekerja secara rasional yang tidak hanya berdasarkan kegaitan rutinitas pasa semua permasalahan klien dan hal ii akan membantu dalam mengevaluasi efektifitas tindakan.

9) Rencana tindakan harus selalu tertulis dan ditanda tangani

10) Rencana tindakan harus dicatat sebagai hal yang permanen

11) Klien dab keluarga jika memungkinkan diikutsertakan dalam perencanaan

12) Rencana tindakan harus sesuai denagn waktu yang ditentukan dan diusahakan untuk selalu san diperbaharui : misalnya setiap pergantian dinas, setiap hari dan atau sewaktu-waktu diperlukan.

2.4.5Dokumentasi tindakan keperawatan (Intervensi keperawatan)

Dokumentasi intervensi merpakan catatan tentang tindakan yang diberikan perawat. Dokumentasi intervensi mencatat pelakasaan rencana,peralatan, pemenuhan criteria hasil dari tindakan keperawatn mandiri, dan tindakan kolaboratif (Hidayat, 201: 38).

2.4.5.1Tindakan keperawatan yang memerlukan suatu dokumentasi khusus

Ada dua intervevsi yang memerlukan dokumentasi khusu Hidayat (2001: 115), yaitu (1) Prosedur/ tindakan invasive dan (2) Pendidiakn kesehatan kepada klien.

(1) Prosedur Invansive

Tindakan invansive merupakan bagian yang penting dati proses keperawatan, karena memerlukan pengetahuan tentang IPTEK yang tinggi. Untuk it pengetahuan lanjutandiperlukan dalam upaya meningkatkan tanggung jawab dalam pemberian intervensi. Misalnya perawat memberiakn tranfusi darah, chemothrepie, memasang kateter. Tindakan tersebut diatas akan membawa risiko yang tinggi pada klien terhadap komplikasi, yang tentunya perlu informend consent sebelum tindakan dilaksanakan

(2)Intervensi mendidik klien

Perawat berperan penting dalam mnegenal kebuthan belajar klien. Dalam rencana mendidik klein dan memelihara laporan kegiatannya membutuhkan pendidikan. Kegiatan ini dilakukan secara ters menerus agar kllien memahami betul sertav merubah sikap dan tingkah lakunya. Apabila perencanaan tidak dapat dilaksanakan kama akan dilanjutkan pada pertemuan berikutnya. mendokumentasikan pendidikan pada klien dapat memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada klien sendiri.

2.4.5.2Metode pencatatan tindakan keperawtan

Beberapa epdoman menurut Hidayat (2001: 40) yang dipakai dalam pencatatan intervensi keperawatan, yaitu :

1) Gunakan deskriptif tindakan untuk menentukan apa yang telah dikerjakan

2) Identifikasi alat dan bahan yang digunakan dalam amembantuk yang tepat

3) Berikan keamanan, kenyamanan, dan perhatikan faktor lingkunganpasien dalam memberikan intervensi keperawtan

4) Catat waktu dan orang yang bertanggungjawab dalam memberikan intervensi

5) Catat preosedur yang tepat

6) Catat semua informasi tentang pasien.

2.4.6Dokumentasi evaluasi

Dokumentasi evaluasi merpakan catatan tentang indikasi kemajuan pasien terhadap tujuan yang dicapai. Evaluasi bertujuan untuk menilai keefektifan perawtan dan untuk mengomunikasikan status pasien dari hasil tindakan keperawatan. Evaluasi memberikan informasi, sehingga memungkinkan revisi perawtan 9Hidayat, 2001: 41).

2.4.6.1Tujuan dokumentasi evaluasi

Menrut Nursalam (2001: 119) komponen evaluasi dicatat untuk :

1) Mengkomunikasikan status kklilen dan hasilnya yang berhubungan dnegan semua arti umum untuk semua perawatan

2) Memberikan informasi yang bermanfaat untuk memutuskan apakah mengawali, melanjutkan, memodifikasi atau menghentikan tindakna keperawatan.

3) Menberikan bukti revisi untk perencanaan perawatan yang berdasarkan pada catatan penilaianulang atau reformulasi deagnosa perawatan

4) Standar dokumentasi unmtuk Bagian III adalah terus emncatat pernyataan evaluasi perawatn yang merefleksikan keefektifan asuhan keperawatan, respon klien untuk intervensi perawatan, dan revisi rencana keperawatan.2.4.6.2metose pencatatan evalausi

Dalam menuliskan pernaytaan evaluasi yangterdiri dari evaluasi formatif dan sumatif, terdapat system penulisan ang berbed, evaluasi formastif biasanya ditulis dalam catatan perkembanagn sedangkan sevaluasi sumatif dicatat naratif (Hidayat, 2001: 43)

Beberapa petunjuk menurut Hidayat (2001: 43) yang dipakai dalam pencatatan evaluasi keperawatn, yaitu :

1) Awali atau ikuti evaluasi denagan data penunjang, Contohnya pasioen infark miokard data evaluasi akan menyatakan tidak ada sesak.

2) Ikuti dokumentasi intervebsi keperawatan dengan evaluasi formatif. Contohnya setelah menggunakan kateter, warna urine kuning, jumlah urine 300cc.

3) Gunakan evaluasi sumatif ketika pasien dipulangkan atau dipindahkan.

4) Catat evaluasi sumatif melalui pengkajian dan intervensi. catat juga respon pasien

5) Pernyatan evaluasi formatif dan sumatif dimasukka ke dalam catatan kesehatan,

6) Koreksilah data khusus yang ditapilkan dengan kesimpulan yang dicapai perawat.

7) Data pengkajaindan hasil yang diharapkan digunakan untuk mengukur perkembangan pasien.

2.5Konsep Diabetes Melitus

2.5.1 Pengertian Diabetes Melitus

Diabetes Melitus adalah suatu gangguan metabolisme yang sifatnya kronik dan progresif yang ditandai dengan terjadinya intoleransi glukose. Berdasarkan tingkatannya intoleransi glukose, dikenal 2 tipe Diabetes Melitus, yaitu: Tipe I : Insulin-Dependent Diabetes Melitus = IDDM dan Tipe II : Non Insulin Dependent Diabetes Melitus = N-IDDM. (Brunner & Suddarth,2002)

2.5.2 Etiologi Diabetes Melitus

Diabetes Tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel pankreas. Kombinasi faktor genetik, imonologi dan mungkin pula lingkungan. Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui.faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.

2.6 Pengendalian Diabetes

2.6.1 Pengendalian Diabetes dan Uji Komplikasi

Pengendalian Diabetes dan Uji komplikasi (The Diabetes Control and Complications Trial (DCCT) merupakan uji coba klinik prospektif selama 10 tahun untuk menentukan dampak pengendalian glukosa yang intensif terhadap proses timbulnya dan perkembangan komplikasi diabetes seperti retinopati, netropati serta neuropati. Suatu kohor yang terdiri atas 1.441 penderita diabetes tipe 1 secara random ditangani dengan terapi tradisional (penyuntikan insulin 1 hingga 2 kali per hari) atau terapi yang intensif (penyuntikan insulin 3 hingga 4 kali perhari atau terapi dengan pompa insulin). Data end-point dikumpulkan selama 9 tahun (1993).

Hasil-hasil DCCT memperlihatkan bahwa resiko terjadinya retinopati menurun sebanyak 76%. Disamping itu, insidens mikroalbuminuria yang merupakan tanda dini nefropati diabetes masing-masing berkurang sebesar 39% dan 54%. Lebih lanjut, insidens neuropati juga mengalami penuruni sebesar 60% melalui pengendalian kadar glukosa serum hingga mencapai tingkat yang normal atau mendekati normal. Berdasarkan hasil-hasil ini, kini direkomendasikan agar semua penderita diabetes berusaha untuk mencapai pengendalian glukosa yang paling optimal untuk menurunkan resiko terjadinya komplikasi.

Efek utama terapi intensif yang merugikan adalah peningkatan insidens hipoglikemia yang mencapai tiga kali lipat (yang cukup berat sehingga memerlukan bantuan orang lain), koma dan kejang-kejang. Karena efek yang merugikan ini, terapi intensif harus dilakukan dengan hati-hati dan disertai pendidikan yang intensif kepada pasien beserta keluarganya, selain pasien sendiri harus memiliki perilaku yang penuh tanggung jawab. Skrining pasien yang cermat merupakan langkah penting dalam memulai terapi intensif. Ada beberapa keadaan yang menyebabkan upaya pengendalian glukosa darah yang sangat ketat ini tidak mengkin dilakukan.

2.6.2 Pemantauan Kadar Glukosa dan Keton

Pemantauan Kadar Glukosa Darah Secara mandiri.

Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri (SMBG; self monitoring of blood glucose), penderita diabetes kini dapat mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa darah secara optimal. Cara ini memungkinkan deteksi dan pencegahan hipoglikemia serta hiperglikemia, dan berperan dalam menentukan kadar glukosa darah normal yang kemungkinan akan mengurangi komplikasi diabetes jangka panjang.

Berbagai metode kini tersedia untuk melakukan pemantauan mandiri kadar glukosa darah. Kebanyakan metode tersebut mencakup pengambilan setetes darah dari ujung jari tangan, aplikasi darah tersebut pada strip pereaksi khusus dan kemudian darah tersebut dibiarkan pada strip selama periode waktu tertentu (biasanya antara 45 dan 60 detik sesuai ketentuan pabrik). Untuk beberapa produk, darah diapus dari strip (dengan menggunakan kapat atau kertas tissue sesuai dengan ketentuan pabrik). Bantalan pereanksi pada strip akan berubah warnanya dan kemudian dapat dicocokan dengan peta warna pada kemasan produk atau disisipkan kedalam alat pengukur yang memperlihatkan angka digital kadar glukosa darah.

Beberapa alat pemantau kadar glukosa darah terbaru tidak lagi menggunakan tahap pengahapusan darah dari strip. Strip tersebut pertama-tama dimasukkan ke dalam alat pengukur sebelum darah ditempelkan pada strip. Setelah darah melekat pada strip, darah tersebut dibiarkan selama pelaksanaan tes. Alat pengukur akan memperlihatkan kadar glukosa darah dalam waktu yang singkat (kurang dari 1 menit). Salah satu produk terbaru menggunakan cartridge sensor glukosa (sebagai pengganti strip) yang ditetesi darah. Tipe alat pengukur ini memberikan hasil pengukuran kadar glukosa darah dalam waktu yang lebih singkat, dan kebanyakan diantaranya memiliki alat pengatur waktu otomatis yang tidak perlu diaktifkan oleh pemakainya.

Alat pengukur tersebut telah dikembangkan sehingga dapat digunakan oleh pasien dengan gangguan pada penglihatan. Alat ini memiliki komponen audio yang membantu pasien dalam melakukan tes dan mengetahui hasilnya.

2.6.2.1 Keuntungan dan Kekurangan pada Sistem Pemantauan Mandiri.

Metode yang digunakan harus sesuai dengan tingkat ketrampilan pasien. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemantauan mandiri glukosa darah mencakup ketajaman penglihatan, koordinasi motorik yang baik, kemampuan intelektuan. Kebiasaan dalam menggunakan teknologi, kemauan dan biaya.

Metode visual merupakan metode yang paling murah dan tidak memerlukan banyak peralatan. Namun demikian, metode ini membutuhkan kemanpuan untuk membedkan warna dan ketepatan dalam mengatur waktu pelaksanaan prosedur pemeriksaan. Alat pengukur pada umumnya mahal (paling tidak pada permulaannya), tetapi dapat menghilangkan aspek subyektif dalam upaya mencocokkan warna secara visual.

Alat pengukur yang memerlukan apusan darah dari strip memiliki lebih banyak tahap yang harus dilaksanakan. Meskipun demikian, alat ini memungkinkan pengecekan ganda hasil-hasilnya lewat pembacaan strip secara vusual. Alat pengukur generasi terbaru yang tidak memerlukan apusan darah dari strip umumnya lebih mudah digunakan, namun sebagian besar alat ini tidak mempunyai metode pendukung untuk menilai hasil-hasil pengukuran secara visual.

Bahaya potensial yang mengancam semua metode pemantauan mandiri glukosa darah terletak pada kemungkinan bahwa pasien mencatat dan melaporkan hasil pemeriksaan glukosa darah yang salah sebagai akibat dari penggunaan teknik yang salah. Beberapa sumber kekeliruan yang sering terjadi adalah :

Aplikasi darah yang tidak benar (misalnya, tetesannya terlalu sedikit)

Pengaturannya yang tidak benar

Pengapusan darah yang tidak benar (misalnya, mengapus terlalu kuat atau mengapus tanpa menggunakan bahan yang dianjurkan untuk pengapusan)

Pembersihan dan pemeliharaan alat pengukur yang tidak benar (misalnya, membiarkan debu atau darah bertumpuk pada jendela optik).

Perawat berperan penting dalam mengajarkan tentang teknik pemantauan mandiri glukosa darah. Hal yang sama pentinya adalah mengevaluasi teknik yang digunakan oleh pasien yang sudah berpengalaman dalam pemantauan mandiri glukosa darah. Kepada pasien harus diberitahukan agar tidak membeli produk pemantauan mandiri dari toko atau katalog yang tidak menyertakan petunjuk pemakaian. Setiap 6 sampai 12 bulan sekali, pasien harus membandingkan hasil pengukuran alat yang dimilikinya dengan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah yang dilakukan oleh laboratorium pada saat yang bersamaan. Di samping itu, akurasi alat pengukur atau strip harus dikaji dengan larutan kontrol khusus jika pasien akan menggunakan strip dari kemasan yang baru atau jika validitas hasil pengukurannya meragukan.

2.6.2.2 Calon untuk Pemeriksaan Pemantauan mandiri

Pemantauan kadar glukosa darah merupakan prosedur yang berguna bagi semua penderita diabetes. Pemantauan ini merupakan dasar untuk melaksanakan terapi insulin yang intensif (termasuk dua hingga empat kali penyuntikan insulin perhari atau penggunaan pompa insulin) dan untuk menangani kehamilan yang dipersulit oleh penyakit diabetes. Pemeriksaan ini juga sangat dianjurkan bagi pasien-pasien dengan : Penyakit diabetes yang tidak stabil.

Kecenderungan untuk mengalami ketosis berat atau hipoglikemia.

Hipoglikemia tanpa agejala peringatan

Ambang glukosa renal yang abnormal.

Bagi penderita yang tidak menggunakan insulin, pemantauan mandiri glukosa darah sangat membantu dalam melakukan pemantauan terhadap efektivitas latihan, diet dan obat hipoglikemia oral. Metode ini juga dapat membantu memotivasi pasien untuk melanjutkan terapinya. Bagi penderita diabetes tipe II, pemantauan mandiri glukosa darah harus dianjurkan dalam kondisi yang diduga dapat menyebabkan hiperglikemia (misalnya, pengkatan aktivitas yang berlebihan).

2.6.2.3 Frekuensi Pemantauan Mandiri Glukosa Darah

Bagi sebagaian besar pasien yang memerlukan insulin, pemeriksaan kadar glukosa darah sebanyak dua hingga empat kali sehari dapat dianjurkan (biasanya pemeriksaan dilakukan sebelum makan dan pada saat akan tidur malam. Bagi pasien yang menggunakan insulin sebelum makan, diperlukan sedikitnya tiga kali pemeriksaan perhari untuk menentukan dosis yang aman. Pasien yang tidak memakai insulin diperbolehkan untuk mengukur kadar glukosa darahnya minimal dua hingga tiga kali perminggu. Tes ini diajurkan bagi setiap pasien yang dicurigai mengalami hipoglikemia atau hiperglikemia.

2.6.2.4 Interpretasi Hasil Pemantauan Mandiri.

Pasien harus diberitahukan agar menyimpan hasil pemeriksaan glukosa darah dalam buku catatan atau log book sehingga pasien tersebut dapat mengetahui Pola kenaikan glukosa darahnya. Jadwal pemeriksaan yang ideal adalah 30 menit sebelum makan dan pada saat akan tidur malam. Pasien yang mendapat suntikan insulin pada saat akan tidur malam atau menggunakan pompa infus insulin harus memeriksa kadar glukosa darahnya pada pukul 3.00 pagi seminggu sekali untuk mengetahui bahwa kadar glukosa darah tidak mengalami penurunan di malam hari.

Jika pasien tidak bersedia atau tidak mampu untuk melakukan pemeriksaan dengan sering, maka pemeriksaan satu atau dua kali sehari mungkin sudah adekuat jika waktu pemeriksaannya divariasikan (misalnya, pemeriksaan sebelum sarapan pada hari pertama, pemeriksaan sebelum makan siang pada hari berikutnya, dan seterusnya).

Kecenderungan untuk menghentikan pemantauan mandiri glukosa darah dapat terlihat pada pasien yang tidak pernah mendapatkan instruksi tentang cara memanfaatkan hasil pemantauan untuk mengubah terapi. Instruksi dapat bervariasi sesuai dengan tingkat pemahaman pasien dan pilosofi dokter tentang penatalaksanaan diabetes. Pasien dengan terapi insulin yang intensif harus mempelajari cara penggunaan algoritma (alur tindakan yang harus diambil) untuk mengubah dosis insulin berdasarkan pola rentang nilai kadar glukosa darah.

2.6.2.5 Hiperglikemia Pagi Hari

Kenaikan kadar glukosa darah yang terjadi pada pagi hari dapat disebabkan oleh dosis insulin yang tidak adekuat, fenomena fajar (dawn phenomenon) atau efek somogyi. Fenomena fajar ditandai oleh naiknya kadar glukosa darah pada pukul 3.00 pagi. Fenomena ini diperkirakan terjadi akibat limpahan nokturnal sekresi hormon pertumbuhan yang menyebabkan peningkatan kebutuhan akan insulin saat dini hari pada penderita diabetes tipe I. Fenomena ini harus dibedakan dengan keadaan yang dinamakan penyusutan insulin (insulin waning, peningkatan progresif kadar glukosa darah dari saat akan tidur malam hingga pagi harinya), atau efek somogyi (hipoglikemia nokturnal yangdiikuti oleh hiperglikemia reaktif (rebound hyperglycemial).

Penyebab hipoglikemia pagi hari sering sulit ditentukan dari riwayat pasien. Untuk mengetahuinya, pasien harus dibangunkan satu atau dua kali pada malam hari untuk menjalani pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan kadar glukosa darah yang dikerjakan saat akan tidur malam, pada pukul 3.00 pagi dan saat bangun tidur akan memberikan informasi yang dapat digunakan dalam pengaturan pemberian insulin untuk menghindari hiperglikemia pagi hari yang disebabkan oleh fenomena fajar.2.7 Pengaturan Makan Penderita Diabetes Mellitus

2.7.1 Pengaturan Makanan Pada Penderita Diabetes Melitus

Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan diabetes. Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk mencapai tujuan berikut ini :

1. Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya : vitamin dan mineral)

2. Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai

3. Memenuhi kebutuhan energi

4. Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan mengupayakan kadar glukosa darah dan mendekati normal melalui cara yang man dan praktis

5. Menurunkan kadar lemak darah bila kadar ini meningkat. (Brunner & Suddarth,2001)

Meskipun sudah maju riset di bidang pengobatan diabetes dengan ditemukannya berbagai jenis insulin dan obat oral yang muktahir, diet masih tetap merupakan pengobatan yang utama pada penatalaksanaan diabetes, terutama pada Diabetes Melitus tipe 2. Peran diet jelas sekali terutama pada pasien gemuk yang toleransi glukosanya jelas menjadi normal dengan menurunnya berat badan.

2.7.1.1 Karbohidrat

Keungulan diet tinggi karbohidrat telah lama diketahui bukan saja di negara kita, di negara barat pun demikian. Diet ini sudah menjadi standar di Indonesia. Sedangkan di negara barat, mereka sudah meningkatkan jumlah karbohidratnya dari 45 50 % menjadi 55 60 % sedangkan lemak dan protein masing-masing 35 % dan 15 %. Dengan diet semacam ini ternyata kadar glukosa darah lebih mudah terkendali dan bagi mereka masih cukup palatable.(Suyono, 2007)

Bertambahnya sekresi insulin atau meningkatnya sensitivitas insulin di jaringan perifer pada diet tinggi karbohidrat merupakan sebab mengapa kadar glukosa darah menjadi lebih mudah terkendali. Pada keadaan demikian diet tinggi karbohidrat ternyata meningkatkan kadar glukosa darah lebih dibandingkan dengan yang mendapat karbohidrat rendah.(Suyono, 2007)

2.7.1.2 Lemak

Rekomendasi tentang kandungan lemak dalam diet diabetes mencakup penurunan persentase total kalori yang beasal dari sumber lemak hingga kurang dari 30% total kalori dan pembatasan jumlah lemak jenuh hingga 10% total kalori. Selain itu,pembatasan asupan total kolesterol dari makanan hingga kurang dari 300 mg/hari sangat dianjurkan. Rekomendasi ini sangat dianjurkan untuk mengurangi faktor resiko,seperi kenaikan kadar kolesterol serum yang berhubungan dengan proses terjadinya penyakit koroner yang merupakan penyebab utama kematian dan ketidakmampuan di antara para penderita diabetes. (Brunner & Suddarth, 2001)

2.7.1.3 Protein

Rencana makan dapat mencakup penggunaan beberapa makanan sumber protein nabati, misalnya:kacang-kacangan dan bijian utuh untuk mengurangi asupan kolesterol serta lemak jenuh. (Brunner & Suddarth,2001)

2.7.1.4 Serat Makanan

Penggunaan serat makanan pada diabetes telah mendapat perhatian setelah para ahli mengkaji pengaruh diet tinggi serat tinggi karbohidrat pada diabetes. Tipe diet ini berperan dalam penurunan kadar total kolesterol dan LDL (low-density lipoprotein) kolesterol dalam darah. Peningkatan kandungan serat dalam diet dapat pula memperbaiki kadar glukosa darah sehingga kebutuhan insulin dari luar dapat dikurangi. (Brunner & Suddarth,2001)2.8 Perencanaan makan

Pengaturan makan pada penderita diabetes pada intinya mengikuti rumus 3 J yaitu: jumlah dihabiskan, jadwal diikuti dan jenis dipatuhi.

Gula harus dihindari penderita diabetes untuk selamanya ayau seumur hidup. Gula bisa didapat dari makan nasi, kue-kue, yang terbentuk dari tepung, hidra arang olahan. Yang bisa dikonsumsi adalah hidra arang yang masih alami, seperti jagung, nasi pera. Kalaupun bubur harus yang ada seratnya atau dicampur dengan serat. Selain menghindari konsumsi gula dan bahan makanan yang mengandung gula, penderita diabetes juga harus mengurangi lemak dalam konsumsi sehari-hari. Lemak yang dimaksud dalam makanan antara lain lemak binatang (gajih), santan, semua jenis minyak goreng, mentega, dan semua produk olahan susu (Tjokroprawiro,2006).

Dalam melakukan perencanaan makan yang perlu diketahui penyandang diabetes adalah kebutuhan kalorinya, kebutuhan bahan makanan dalam sehari serta penggunaan daftar bahan makanan penukar. Kebutuhan kalori dan penentuan makanan pasien ditentukan kebutuhan bahan makanan sehari dan menjelaskan penggunaan daftar bahan makanan penukar dengan prinsif tidak ada diit khusus dan tidak ada bahan makanan yang tidak boleh dikonsumsi seorang dengan diabetes.

Kebutuhan kalori sesuai untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal. Komposisi energi adalah 60-70% dari karbohidrat, 10-15% dari protein dan 20-25% dari lemak.

2.9 Perawatan Luka Gangrene

Perawatan kaki yang bersifat preventif mencakup tindakan mencuci kaki dengan benar, mengeringkan dan meminyakinya; kita harus berhati-hati agar jangan sampai celah di antara jari-jari kaki menjadi basah (oleh air atau lotion yang terakumulasi di bagian ini). Inspeksi kaki harus dilakukan setiap hari untuk memeriksa apakah terdapat gejala kemerahan, lepuh, fisura, kalus atau ulserasi. Bagi pasien yang penglihatannya terganggu atau gerakan sendinya sudah menurun (khususnya lansia) sediakan cermin untuk melihat telapak kaki atau jika diperlukan, minta bantuan seorang anggota keluarga untuk melakukan inspeksi kaki.

Permulaan interior sepatu juga harus diperiksa untuk mencari apakah terdapat bagian yang kasar atau adanya benda asing. Kaki pasien juga harus diperiksa secara teratur oleh podiatris (ahli perawatan kaki), dokter atau perawat. Pasien yang memiliki bagian-bagian yang menonjol pada kaki sehingga mudah terkena tekanan, seperti kalus, atau pasien yang memiliki kuku jari kaki yang tebal, harus menemui podiatris secara rutin untuk mendapatkan perawatan kaki serta pemotong kuku.

Pasien harus diberitahu untuk menggunakan sepatu yang pas dan tertutup pada bagian jari kaki. Podiatris dapat memberikan pelapis sepatu untuk menghilangkan tekanan pada bagian-bagian kaki pasien yang menonjol. Sepatu yang baru harus digunakan sebentar-sebentar (yaitu, mula-mula dikenakan selama 1-2 jam per hari, kemudian lama pemakaiannya ditingkatkan secara berangsur-angsur) agar jangan terjadi lepuh. Perilaku berisiko tinggi harus di hindari, seperti berjalan dengan kaki telanjang, menggunakan bantal pemanas pada kaki, menggunakan sepatu terbuka pada bagian jari kakinya dan memangkas kalus. Kuku jari kaki harus dipotong rata tanpa membuat lengkungan pada sudut-sudutnya. Jika pasien mengalami gangguan penglihatan atau memiliki kuku jari kaki tebal, pemotongan kuku tersebut harus dilakukan oleh seorang podiatris.

Pasien harus mendapatkan penyuluhan untuk mengurangi faktor resiko, seperti konseling tentang kebiasaan merokok dan kenaikan lemak darah yang turut menimbulkan kelaianan vaskuler perifer. Pengendalian glukosa darah sangat penting untuk menghindari penurunan resistensi terhadap infeksi dan mencegah neuropati diabetik.

2.10 Asuhan Keperawatan Luka GangrenPAGE 41