bab ii peb

27
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PREEKLAMPSIA 2.1.1 Definisi Preeklampsia (PE) merupakan kumpulan gejala atau sindroma yang mengenai wanita hamil dengan usia kehamilan >20 minggu dengan tanda utama berupa adanya hipertensi dan proteinuria. Bila seorang wanita memenuhi kriteria preeklampsia dan disertai kejang yang bukan disebabkan oleh penyakit neurologis dan atau koma maka ia dikatakan mengalami eklampsia. Umumnya wanita hamil tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskular atau hipertensi sebelumnya. 1 2.1.2 Etiologi Etiologi preeklampsia sampai sekarang belum diketahui dengan pasti. Banyak teori yang mengemukakannya. Oleh karena itu, preeklampsia sering disebut sebagai “the disease of theory”. Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal-hal berikut: 2 1. peningkatan angka kejadian preeklampsia pada primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan mola hidatidosa 2. peningkatan angka kejadian preeklampsia seiring bertambahnya usia kehamilan 3. perbaikan keadaan pasien dengan kematian janin dalam uterus 4. penurunan angka kejadian preeklampsia pada kehamilan-kehamilan berikutnya

Upload: fatya

Post on 22-Jan-2016

42 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

BAB II peb

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II peb

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PREEKLAMPSIA

2.1.1 Definisi

Preeklampsia (PE) merupakan kumpulan gejala atau sindroma yang mengenai wanita

hamil dengan usia kehamilan >20 minggu dengan tanda utama berupa adanya hipertensi dan

proteinuria. Bila seorang wanita memenuhi kriteria preeklampsia dan disertai kejang yang bukan

disebabkan oleh penyakit neurologis dan atau koma maka ia dikatakan mengalami eklampsia.

Umumnya wanita hamil tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskular atau

hipertensi sebelumnya.1

2.1.2 Etiologi

Etiologi preeklampsia sampai sekarang belum diketahui dengan pasti. Banyak teori yang

mengemukakannya. Oleh karena itu, preeklampsia sering disebut sebagai “the disease of theory”.

Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal-hal berikut:2

1. peningkatan angka kejadian preeklampsia pada primigravida, kehamilan ganda, hidramnion,

dan mola hidatidosa

2. peningkatan angka kejadian preeklampsia seiring bertambahnya usia kehamilan

3. perbaikan keadaan pasien dengan kematian janin dalam uterus

4. penurunan angka kejadian preeklampsia pada kehamilan-kehamilan berikutnya

5. mekanisme terjadinya tanda-tanda preeklampsia, seperti hipertensi, edema, proteinuria, kejang

dan koma

Sedikitnya terdapat empat hipotesis mengenai etiologi preeklampsia hingga saat ini, yaitu:3,4

1. Iskemia plasenta, yaitu invasi trofoblas yang tidak normal terhadap arteri spiralis

sehingga menyebabkan berkurangnya sirkulasi uteroplasenta yang dapat berkembang

menjadi iskemia plasenta.

Implantasi plasenta pada kehamilan normal dan PE Implantasi plasenta normal yang

memperlihatkan proliferasi trofoblas ekstravilus membentuk satu kolom di bawah vilus

penambat. Trofoblas ekstravilus menginvasi desidua dan berjalan sepanjang bagian

Page 2: BAB II peb

dalam arteriol spiralis. Hal ini menyebabkan endotel dan dinding pembuluh vaskular

diganti diikuti oleh pembesaran pembuluh darah.

Gambar 2.1. Etiologi preeklampsia menurut teori iskemik plasenta3

2. Peningkatan toksisitas very low density lipoprotein (VLDL).

3. Maladaptasi imunologi, yang menyebabkan gangguan invasi arteri spiralis oleh sel-sel

sinsitiotrofoblas dan disfungsi sel endotel yang diperantarai oleh peningkatan pelepasan

sitokin, enzim proteolitik dan radikal bebas.

4. Genetik.

Page 3: BAB II peb

2.1.3 Epidemiologi

Insidens preeklampsia sebesar 4–5 kasus per 10.000 kelahiran hidup pada Negara maju.

Di negara berkembang insidensnya bervariasi antara 6–10 kasus per 10.000 kelahiran hidup.

Angka kematian ibu akibat kasus preeklampsia bervariasi antara 0-4%. Angka kematian ibu

meningkat karena komplikasi yang dapat mengenai berbagai sistem tubuh. Penyebab kematian

terbanyak wanita hamil akibat preeklampsia adalah perdarahan intraserebral dan edema paru.

Efek preeklampsia pada kematian perinatal berkisar antara 10-28%. Penyebab terbanyak

kematian perinatal disebabkan prematuritas, pertumbuhan janin terhambat, dan solutio plasenta.

Sekitar 75% eklampsia terjadi antepartum dan sisanya terjadi pada postpartum. Hampir semua

kasus (95%) eklampsia antepartum terjadi pada trimester ketiga 6,7

Angka kejadian preeklampsia rata-rata sebanyak 6% dari seluruh kehamilan dan 12%

pada kehamilan primigravida. Kejadian penyakit ini lebih banyak dijumpai pada primigravida

terutama primigravida pada usia muda daripada multigravida. Penelitian mengenai prevalensi

preeklampsia dan PEB di Indonesia dilakukan di Rumah Sakit Denpasar. Pada primigravida

frekuensi preeklampsia/eklampsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama

primigravida muda. Hasil penelitian tersebut menunjukkan insidensi preeklampsia pada

primigravida 11,03%. Angka kematian maternal akibat penyakit ini 8,07% dan angka kematian

perinatal 27,42%. Sedangkan pada periode Juli 1997 s/d Juni 2000 didapatkan 191 kasus (1,21%)

PEB dengan 55 kasus di antaranya dirawat konservatif.

2.1.4 Faktor Resiko

Selain primigravida, faktor risiko preeklampsia lain di antaranya adalah:3,8

1. Nullipara

2. kehamilan ganda

3. obesitas

4. riwayat keluarga dengan preeklampsia atau eklampsia

5. riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya

6. diabetes melitus gestasional

7. trombofilia

8. hipertensi atau penyakit ginjal

Page 4: BAB II peb

2.1.5 Klasifikasi

Preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat

(PEB):5

1. Preeklampsia ringan

Dikatakan preeklampsia ringan bila :

a. Tekanan darah sistolik antara 140-160 mmHg dan tekanan darah

b. diastolik 90-110 mmHg

c. Proteinuria minimal (< 2g/L/24 jam)

d. Tidak disertai gangguan fungsi organ

2. Preeklampsia berat

Dikatakan preeklampsia berat bila :

a. Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau tekanan darah diastolik > 110 mmHg

b. Proteinuria (> 5 g/L/24 jam) atau positif 3 atau 4 pada pemeriksaan kuantitatif

c. Bisa disertai dengan :

i. Oliguria (urine ≤ 400 mL/24jam)

ii. Keluhan serebral, gangguan penglihatan

iii. Nyeri abdomen pada kuadran kanan atas atau daerahepigastrium

iv. Gangguan fungsi hati dengan hiperbilirubinemia

v. Edema pulmonum, sianosis

vi. Gangguan perkembangan intrauterine

vii. Microangiopathic hemolytic anemia, trombositopenia

3. Jika terjadi tanda-tanda preeklampsia yang lebih berat dan disertai dengan adanya kejang,

maka dapat digolongkan ke dalam eklampsia. Preklampsia berat dibagi dalam beberapa kategori,

yaitu:

a. PEB tanpa impending eclampsia

b. PEB dengan impending eclampsia dengan gejala-gejala impending di antaranya nyeri

kepala, mata kabur, mual dan muntah, nyeri epigastrium, dan nyeri abdomen kuadran

kanan atas

Page 5: BAB II peb

2.1.6 Patofisiologi

Perubahan yang terjadi pada preeklampsia adalah adanya spasme pembuluh darah disertai

dengan retensi garam dan air. Bila spasme arteriolar juga ditemukan di seluruh tubuh merupakan

kompensasi mengatasi kenaikan tahanan perifer agar oksigenasi jaringan tetap tercukupi.

Sedangkan peningkatan berat badan dan edema yang disebabkan penimbunan cairan yang

berlebihan dalam ruang interstitial belum diketahui penyebabnya. Beberapa literatur

menyebutkan bahwa pada preeklampsia dijumpai kadar aldosteron yang rendah dan kadar

prolaktin yang tinggi dibandingkan pada kehamilan normal. Aldosteron penting untuk

mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air serta natrium. Pada preeklampsia

permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat.3,4

1. Regulasi volume darah

Pengendalian garam dan homeostasis meningkat pada preeklampsia. Kemampuan untuk

mengeluarkan natrium juga terganggu, tetapi pada derajat mana hal ini terjadi sangat bervariasi

dan pada keadaan berat mungkin tidak dijumpai adanya edema. Bahkan jika dijumpai edema

interstitial, volume plasma adalah lebih rendah dibandingkan pada wanita hamil normal dan akan

terjadi hemokonsentrasi. Terlebih lagi suatu penurunan atau suatu peningkatan ringan volume

plasma dapat menjadi tanda awal hipertensi.

2. Volume darah, hematokrit, dan viskositas darah

Rata-rata volume plasma menurun 500 ml pada preeklampsia dibandingkan hamil normal,

penurunan ini lebih erat hubungannya dengan wanita yang melahirkan bayi dengan berat bayi

lahir rendah (BBLR).

3. Aliran Darah di Organ-Organ

a. Aliran darah di otak

Pada preeklampsia arus darah dan konsumsi oksigen berkurang 20%. Hal ini

berhubungan dengan spasme pembuluh darah otak yang mungkin merupakan suatu faktor

penting dalam terjadinya kejang pada preeklampsia maupun perdarahan otak.

Page 6: BAB II peb

b. Aliran darah ginjal dan fungsi ginjal

Terjadi perubahan arus darah ginjal dan fungsi ginjal yang sering menjadi

penanda pada kehamilan muda. Pada preeklampsia arus darah efektif ginjal rata-rata

berkurang 20%, dari 750 ml menjadi 600ml/menit, dan filtrasi glomerulus berkurang

rata-rata 30%, dari 170 menjadi 120ml/menit, sehingga terjadi penurunan filtrasi. Pada

kasus berat akan terjadi oligouria, uremia dan pada sedikit kasus dapat terjadi nekrosis

tubular dan kortikal. Plasenta ternyata membentuk renin dalam jumlah besar, yang

fungsinya mungkin sebagai cadangan menaikkan tekanan darah dan menjamin perfusi

plasenta yang adekuat. Pada kehamilan normal renin plasma, angiotensinogen,

angiotensinogen II, dan aldosteron meningkat nyata di atas nilai normal wanita tidak

hamil. Perubahan ini merupakan kompensasi akibat meningkatnya kadar progesteron

dalam sirkulasi. Pada kehamilan normal efek progesteron diimbangi oleh renin,

angiotensin, dan aldosteron, tetapi keseimbangan ini tidak terjadi pada preeklampsia.

Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya preeklampsia adalah iskemi

uteroplasenter dimana terjadi ketidakseimbangan antara massa plasenta yang meningkat

dengan aliran perfusi sirkulasi darah plasenta yang berkurang. Apabila terjadi hipoperfusi

uterus, akan dihasilkan lebih banyak renin uterus yang mengakibatkan vasokonstriksi dan

meningkatnya kepekaan pembuluh darah. Di samping itu angiotensin menimbulkan

vasodilatasi lokal pada uterus akibat efek prostaglandin sebagai mekanisme kompensasi

dari hipoperfusi uterus.

Laju filtrasi glomerulus dan arus plasma ginjal menurun pada preeklampsia, tetapi

karena hemodinamik pada kehamilan normal meningkat 30% sampai 50%, nilai pada

preeklampsia masih di atas atau sama dengan nilai wanita tidak hamil. Klirens fraksi

asam urat yang menurun, kadang-kadang beberapa minggu sebelum ada perubahan pada

GFR, dan hiperuricemia dapat merupakan gejala awal. Dijumpai pula peningkatan

pengeluaran protein biasanya ringan sampai sedang. Preeklampsia merupakan penyebab

terbesar sindrom nefrotik pada kehamilan. Penurunan hemodinamik ginjal dan

peningkatan protein urin adalah bagian dari lesi morfologi khusus yang melibatkan

Page 7: BAB II peb

pembengkakan sel-sel intrakapiler glomerulus yang merupakan tanda khas patologi ginjal

pada preeklampsia.

c. Aliran darah uterus dan choriodesidua

Perubahan arus darah di uterus dan choriodesidua adalah perubahan patofisiologi

terpenting pada preeklampsia, dan mungkin merupakan faktor penentu hasil kehamilan.

Namun yang disayangkan adalah belum ada satu pun metode pengukuran arus darah yang

memuaskan baik di uterus maupun di desidua.

d. Aliran darah di paru-paru

Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya karena edema paru yang

menimbulkan dekompensasi cordis.

e. Aliran darah di mata

Dapat dijumpai adanya edema dan spasme pembuluh darah orbital. Bila terjadi

hal hal tersebut, maka harus dicurigai terjadinya preeklampsia berat. Gejala lain yang

mengarah ke eklampsia adalah skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh

adanya perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam

retina.

f. Keseimbangan air dan elektrolit

Terjadi peningkatan kadar gula darah yang meningkat untuk sementara, asam

laktat dan asam organik lainnya, sehingga konvulsi selesai, zat-zat organik dioksidasi dan

dilepaskan natrium yang lalu bereaksi dengan karbonik dengan terbentuknya natrium

bikarbonat. Dengan demikian cadangan alkali dapat pulih kembali.

2.1.7 Manifestasi Klinis

Dua gejala yang sangat penting pada preeklampsia adalah hipertensi dan proteinuria.

Gejala ini merupakan keadaan yang biasanya tidak disadari oleh wanita hamil. Pada waktu

keluhan lain seperti sakit kepala, gangguan penglihatan, dan nyeri epigastrium mulai timbul,

hipertensi dan proteinuria yang terjadi biasanya sudah berat.15

Page 8: BAB II peb

Tekanan darah. Kelainan dasar pada preeklampsia adalah vasospasme arteriol sehingga tanda

peringatan awal muncul adalah peningkatan tekanan darah. Tekanan diastolik merupakan tanda

prognostik yang lebih baik dibandingkan tekanan sistolik dan tekanan diastolik sebesar 90

mmHg atau lebih menetap menunjukan keadaan abnormal.15

Kenaikan berat badan. Peningkatan berat badan yang terjadi tiba-tiba dan kenaikan berat badan

yang berlebihan merupakan tanda pertama preeklampsia. Peningkatan berat badan sekitar 0,45

kg per minggu adalah normal, tetapi bila lebih dari 1 kg dalam seminggu atau 3 kg dalam

sebulan maka kemungkinan terjadinya preeklampsia harus dicurigai. 21-3 Peningkatan berat

badan yang mendadak serta berlebihan terutama disebabkan oleh retensi cairan dan selalu dapat

ditemukan sebelum timbul gejala edema nondependent yang terlihat jelas, seperti edema kelopak

mata, kedua lengan, atau tungkai yang membesar.

Proteinuria. Derajat proteinuria sangat bervariasi menunjukan adanya suatu penyebab fungsional

dan bukan organik. Pada preeklampsia awal, proteinuria mungkin hanya minimal atau tidak

ditemukan sama sekali. Pada kasus yang berat, proteinuria biasanya dapat ditemukan dan

mencapai 10 gr/l. Proteinuria hampir selalu timbul kemudian dibandingkan dengan hipertensi

dan biasanya terjadi setelah kenaikan berat badan yang berlebihan. 10,11,15

Nyeri kepala. Gejala ini jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi semakin sering terjadi pada

kasus yang lebih berat. Nyeri kepala sering terasa pada daerah frontalis dan oksipitalis, dan tidak

sembuh dengan pemberian analgesik biasa. Pada wanita hamil yang mengalami serangan

eklampsia, nyeri kepala hebat hampir selalu mendahului serangan kejang pertama. 10,11,15

Nyeri epigastrium. Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas merupakan keluhan yang

sering ditemukan pada preeklampsia berat dan dapat menjadi presiktor serangan kejang yang

akan terjadi. Keluhan ini mungkin disebabkan oleh regangan kapsula hepar akibat edema atau

perdarahan. 10,11,15

Page 9: BAB II peb

Gangguan penglihatan. Gangguan penglihatan yang dapat terjadi di antaranya pandangan yang

sedikit kabur, skotoma, hingga kebutaan sebagian atau total. Keadaan ini disebabkan oleh

vasospasme, iskemia, dan perdarahan petekie pada korteks oksipital. 10,11,15

2.1.8 Penatalaksanaan12

Tujuan dasar dari penatalaksanaan preeklampsia adalah:

1. terminasi kehamilan dengan kemungkinan setidaknya terdapat trauma pada ibu maupun

janin

2. kelahiran bayi yang dapat bertahan

3. pemulihan kesehatan lengkap pada ibu

Persalinan merupakan pengobatan untuk preeklampsia. Jika diketahui atau diperkirakan janin

memiliki usia gestasi preterm, kecenderungannya adalah mempertahankan sementara janin di

dalam uterus selama beberapa minggu untuk menurunkan risiko kematian neonatus.9

Khusus pada penatalaksanaan preeklampsia berat (PEB), penanganan terdiri dari

penanganan aktif dan penanganan ekspektatif. Wanita hamil dengan PEB umumnya dilakukan

persalinan tanpa ada penundaan. Adapun terapi medikamentosa yang diberikan pada pasien

dengan PEB antara lain adalah: 1,19,11

a. tirah baring

b. oksigen

c. kateter menetap

d. cairan intravena. Cairan intravena yang dapat diberikan dapat berupa kristaloid maupun

koloid dengan jumlah input cairan 1500 ml/24 jam dan berpedoman pada diuresis,

insensible water loss, dan central venous pressure (CVP). Balans cairan ini harus selalu

diawasi.

e. Magnesium sulfat (MgSO4). Loading dose 4 gram MgSO4 40% dalam 10cc IV selama

15 menit. Maintenance dose : 6gram larutan ringer/6jam atau 4-5gram i.m. selanjunya

maintenance dose diberikan 4gram i.m tiap 4-6jam. Magnesium sulfat ini diberikan

dengan beberapa syarat, yaitu:

refleks patella normal

frekuensi respirasi >16x per menit

Page 10: BAB II peb

produksi urin dalam 4 jam sebelumnya >100cc atau 0.5 cc/kgBB/jam

disiapkannya kalsium glukonas 10% dalam 10 cc sebagai antidotum. Bila

nantinya ditemukan gejala dan tanda intoksikasi maka kalsium glukonas

tersebut diberikan dalam tiga menit.

f. Diuretik tidak diberikan secara rutin. Hanya pada kasus edema paru, payah jantung

kongestif atau edema anasarka.

g. Antihipertensi

Antihipertensi diberikan jika tekanan darah diastolik >110 mmHg. Pilihan antihipertensi

lini pertama adalah nifedipin 10-20 mg peroral, diulangi setelah 30menit maksimum dose 120mg

dalam 24jam. Antihipertensi lini kedua sodium nitroprusside : 0,25ug i.v/kg/menit, infuse

ditingkatkan 0,25 ug i.v/kg/5menit atau diazokside 30-60mg i.v/5menit atau iv infuse

10mg/menit dititrasi. Penurunan tekanan darah pada PEB tidak boleh terlalu agresif yaitu

tekanan darah diastol tidak kurang dari 90 mmHg atau maksimal 30%.

h. Kortikosteroid

Penggunaan kortikosteroid direkomendasikan pada semua wanita usia kehamilan 32-34

minggu 2x24jam yang berisiko melahirkan prematur, termasuk pasien dengan PEB. Obat ini juga

diberikan pada sindrom HELLP. National Institutes of Health (NIH) merekomendasikan: 13,14

1. Semua wanita hamil dengan kehamilan antara 24–34 minggu yang dalam persalinan

prematur mengancam merupakan kandidat untuk pemberiankortikosteroid antenatal dosis

tunggal.

2. Kortikosteroid yang dianjurkan adalah betametason 12 mg sebanyak dua dosis dengan

selang waktu 24 jam atau deksametason 6 mg sebanyak 4 dosis intramuskular dengan

interval 12 jam.

3. Keuntungan optimal dicapai 24 jam setelah dosis inisial dan berlangsung selama tujuh

hari.

Page 11: BAB II peb

Gambar 2.2. Penanganan preeklampsia berat

Page 12: BAB II peb

2.1.8.1 Penanganan Aktif

Kehamilan dengan PEB sering dihubungkan dengan peningkatan mortalitas perinatal dan

peningkatan morbiditas serta mortalitas ibu. Sehingga beberapa ahli berpendapat untuk terminasi

kehamilan setelah usia kehamilan mencapai 34 minggu. Terminasi kehamilan adalah terapi

definitif yang terbaik untuk ibu untuk mencegah progresifitas PEB. 16

Indikasi untuk penatalaksanaan aktif pada PEB dilihat baik indikasi pada ibu maupun janin:

1. Indikasi penatalaksanaan PEB aktif pada ibu:

a. kegagalan terapi medikamentosa:

setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa, terjadi kenaikan darah

yang persisten

setelah 24 jam sejak dimulainya pengobatan medikamentosa, terjadi kenaikan

desakan darah yang persisten

b. tanda dan gejala impending eklampsia

c. gangguan fungsi hepar

d. gangguan fungsi ginjal

e. dicurigai terjadi solusio plasenta

f. timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, dan perdarahan

g. umur kehamilan ≥ 37 minggu

h. Intra Uterine Growth Restriction (IUGR) berdasarkan pemeriksaan USG timbulnya

oligohidramnion

2. Indikasi penatalaksanaan PEB aktif pada janin

3. Indikasi lain yaitu trombositopenia progresif yang menjurus ke sindrom HELLP

(hemolytic anemia, elevated liver enzymes, and low platelet count).

Dalam ACOG Practice Bulletin mencatat terminasi sebagai terapi untuk PEB. Akan tetapi,

keputusan untuk terminasi harus melihat keadaan ibu dan janinnya. Sementara Nowitz ER29 dkk

membuat ketentuan penanganan PEB dengan terminasi kehamilan dilakukan ketika diagnosis

PEB ditegakkan. Hasil penelitian juga menyebutkan tidak ada keuntungan terhadap ibu untuk

melanjutkan kehamilan jika diagnosis PEB telah ditegakkan. Sebelum terminasi, pasien telah

diberikan dengan antikejang, magnesium sulfat, dan pemberian antihipertensi

Page 13: BAB II peb

2.1.8.2 Penanganan Ekspektatif

Terdapat kontroversi mengenai terminasi kehamilan pada PEB yang belum cukup bulan.

Beberapa ahli berpendapat untuk memperpanjang usia kehamilan sampai seaterm mungkin

sampai tercapainya pematangan paru atau sampai usia kehamilan di atas 37 minggu. Adapun

penatalaksanaan ekspektatif bertujuan:17

1. mempertahankan kehamilan sehingga mencapai umur kehamilan yang memenuhi syarat

janin dapat dilahirkan

2. meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi keselamatan ibu

Berdasarkan luaran ibu dan anak, berdasarkan usia kehamilan, pada pasien PEB

yang timbul dengan usia kehamilan dibawah 24 minggu, terminasi kehamilan lebih diutamakan

untuk menghindari komplikasi yang dapat mengancam nyawa ibu (misalnya perdarahan otak).

Sedangkan pada pasien PEB dengan usia kehamilan 25 sampai 34 minggu, penanganan

ekspektatif lebih disarankan.

Penelitian ini menyimpulkan penanganan PEB secara ekspektatif pada usia kehamilan 24-33

minggu menghasilkan luaran perinatal yang lebih baik dengan risiko minimal pada ibu.

Pada pasien dengan PEB, sedapat mungkin persalinan diarahkan pervaginam dengan beberapa

hal yang harus diperhatikan, yaitu:

1. Penderita belum inpartu

a. Dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop ≥8

Dalam melakukan induksi persalinan, bila perlu dapat dilakukan pematangan

serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan harus sudah mencapai kala II

dalam waktu 24 jam. Bila tidak, induksi persalinan dianggap gagal dan harus

disusul dengan pembedahan sesar.

b. Pembedahan sesar dapat dilakukan jika tidak ada indikasi untuk persalinan

pervaginam atau bila induksi persalinan gagal, terjadi maternal distress, terjadi

fetal distress, atau umur kehamilan <33 minggu.

Page 14: BAB II peb

2. Bila penderita sudah inpartu

a. Perjalan persalinan diikuti dengan grafik Friedman

b. Memperpendek kala II

c. Pembedahan cesar dilakukan bila terdapat maternal distress dan fetal distress.

d. Primigravida direkomendasikan pembedahan cesar.

e. Anastesi: regional anastesia, epidural anastesia. Tidak dianjurkan anastesia umum.

2.2 SINDROMA HELLP

2.2.1 Definisi

Definisi dari sindroma HELLP masih kontroversi. Menurut Godlin (1982)

sindroma HELLP merupakan bentuk awal dari PEB. Weinstein (1982) melaporkan sindroma

HELLP merupakan varian yang unik dari preeklampsia, tetapi Mackenna dkk (1983) melaporkan

bahwa sindroma ini tidak berhubungan dengan preeklampsia. Di lain pihak banyak penulis

melaporkan bahwa sindroma HELLP merupakan bentuk lain dari disseminated intravascular

coagulation (DIC) yang terlewatkan karena proses pemeriksaan laboratorium yang tidak

adekuat.1

2.2.2 Insidens

Sampai saat ini insidens sindroma HELLP belum diketahui dengan pasti. Hal ini

disebabkan sindroma ini sulit diduga serta gambaran klinisnya mirip dengan penyakit

nonobstetri. 1,12

Angka kejadian sindroma HELLP berkisar antara 4 -14% dari seluruh penderita PEB, sedangkan

angka kejadian Sindroma HELLP pada seluruh kehamilan adalah 0,2 – 0,6%. Sindroma ini

secara bermakna lebih tinggi pada wanita kulit putih dan multigravida.1

2.2.3 Klasifikasi1,12

Terdapat 2 klasifikasi yang digunakan pada Sindroma HELLP, yaitu:

1. Berdasarkan jumlah keabnormalan yang dijumpai.

Sindroma HELLP murni bila didapati ketiga parameter, yaitu (1) hemolisis, peningkatan

enzim hepar, dan penurunan jumlah trombosit dengan karakteristik gambaran darah tepi

Page 15: BAB II peb

dijumpainya burr cell, schistocyte, atau spherocytes, LDH > 600 IU/L,, SGOT > 70 IU/

L, bilirubin >1,2 ml/dl, dan jumlah trombosit <100.000/mm3, (2) sindroma HELLP

parsial bila

dijumpai hanya satu atau dua parameter sindroma HELLP.

2. Berdasarkan jumlah trombosit.

a. kelas I : jumlah trombosit ≤ 50.000/mm3

b. kelas II : jumlah trombosit > 50.000 - ≤ 100.000/mm3

c. kelas III : jumlah trombosit > 100.000 - ≤ 150.000/mm3

2.2.4 Gejala dan Tanda Klinis

Gejala yang paling sering dijumpai adalah nyeri pada daerah epigastrium atau kuadran

kanan atas (90%), nyeri kepala, malaise sampai beberapa hari sebelum dibawa ke rumah

sakit (90%), serta mual dan muntah (45 – 86%).1,4 Selain itu, dapat pula ditemukan

penambahan berat badan dan edema (60%). Hipertensi tidak dijumpai sekitar 20% kasus,

hipertensi ringan 30%, dan hipertensi berat 50%.1,12

Pada beberapa kasus dijumpai hepatomegali, kejang-kejang, jaundice, perdarahan

gastrointestinal, dan perdarahan gusi. Sangat jarang dijumpai hipoglikemi, koma,

hiponatremia, gangguan mental, buta kortikal, dan diabetes insipidus yang nefrogenik.

Edema pulmonum dan gagal ginjal akut biasa dijumpai pada kasus sindroma HELLP

yang onsetnya postpartum atau antepartum yang ditangani secara konservatif. 1,12

2.2.5 Penatalaksanaan1,12

1. Penanganan dimulai sebagaimana penanganan pada PE berat.

2. Adanya Sindroma HELLP bukan merupakan indikasi untuk segera melakukan

terminasi kehamilan. Stabilisasi ibu adalah prioritas utama

2.3 EKLAMPSIA

2.3.1 Definisi1

Istilah eklampsia berasal dari bahasa Yunani dan berarti "halilintar". Kata tersebut

dipakai karena seolah-olah gejala-gejala eklampsia timbul dengan tiba-tiba tanpa didahului

Page 16: BAB II peb

oleh tanda-tanda lain. Secara defenisi eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan

kejang tonik klonik disusul dengan koma.

Menurut saat timbulnya, eklampsia dibagi atas:

1. eklampsia antepartum (eklampsia gravidarum), yaitu eklampsia yang terjadi sebelum

masa persalinan 4-50%

2. eklampsia intrapartum (eklampsia parturientum), yaitu eklampsia yang terjadi pada

saat persalinan 4-40%

3. eklampsia postpartum (eklampsia puerperium), yaitu eklampsia yang terjadi setelah

persalinan 4-10%

2.3.2 Frekuensi1

Frekuensi eklampsia bervariasi antara satu negara dengan negara yang lain. Frekuensi

rendah pada umumnya merupakan petunjuk tentang adanya pengawasan antenatal yang baik,

penyediaan tempat tidur antenatal yang cukup, dan penanganan preeklampsia yang sempurna. Di

negara-negara berkembang frekuensi eklampsia berkisar antara 0,3% - 0,7%, sedangkan di

negara-negara maju angka tersebut lebih kecil, yaitu 0,05% - 0,1%.

2.3.3 Gejala dan Tanda1

Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya preeklampsia dan terjadinya

gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual yang hebat, nyeri

epigastrium, dan hiperreflexia. Bila keadaan ini tidak dikenal dan tidak segera diobati, akan

timbul kejang.

Konvulsi eklampsia dibagi dalam 4 tingkat, yakni :

1. Stadium Invasi (tingkat awal atau aura)

Mula-mula gerakan kejang dimulai pada daerah sekitar mulut dan gerakan-gerakan

kecil pada wajah. Mata penderita terbuka tanpa melihat, kelopak -mata dan tangan bergetar.

Setelah beberapa detik seluruh tubuh menegang dan kepala berputar ke kanan dan ke kiri. Hal ini

berlangsung selama sekitar 30 detik.

Page 17: BAB II peb

2. Stadium kejang tonik

Seluruh otot badan menjadi kaku, wajah kaku, tangan menggenggam dan kaki

membengkok ke dalam, pernafasan berhenti, muka mulai kelihatan sianosis, dan lidah

dapat tergigit. Stadium ini berlangsung kira-kira 20 - 30 detik.

3. Stadium kejang klonik

Spasmus tonik menghilang. Semua otot berkontraksi berulang-ulang dalam tempo

yang cepat. Mulut terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa, lidah dapat tergigit, mata melotot,

muka kelihatan kongesti, dan sianotik. Kejang klonik ini dapat demikian hebatnya hingga

penderita dapat terjatuh dari tempat tidurnya. Setelah berlangsung selama 1 - 2 menit, kejang

klonik berhenti dan penderita tidak sadar, menarik nafas seperti mendengkur.

4. Stadium koma

Koma berlangsung beberapa menit hingga beberapa jam. Secara perlahan-lahan

penderita mulai sadar kembali. Kadang-kadang antara kesadaran timbul serangan baru dan

akhirnya penderita tetap dalam keadaan koma.

2.3.4 Diagnosis1,12

Diagnosis eklampsia umumnya tidak mengalami kesukaran. Dengan adanya tanda dan

gejala preeklampsia yang disusul oleh serangan kejang seperti telah diuraikan, diagnosis

eklampsia sudah tidak diragukan. Walaupun demikian, eklampsia harus dibedakan dari :

1. Epilepsi

Pada anamnesis pasien epilepsi akan didapatkan episode serangan sejak sebelum

hamil atau pada hamil muda tanpa tanda preeklampsia.

2. Kejang karena obat anestesi

Apabila obat anestesi lokal disuntikkanke dalam vena, kejang baru timbul.

3. Koma karena sebab lain, seperti diabetes melitus, perdarahan otak, meningitis,

ensefalitis, dan lain-lain.

2.3.5 Prognosis1,12

Page 18: BAB II peb

Kriteria Eden adalah kriteria untuk menentukan prognosis eklampsia. Kriteria Eden

antara lain:

1. koma yang lama (prolonged coma)

2. nadi diatas 120

3. suhu 39,4°C atau lebih

4. tekanan darah di atas 200 mmHg

5. konvulsi lebih dari 10 kali

6. proteinuria 10 g atau lebih

7. tidak ada edema, edema menghilang

Bila tidak ada atau hanya satu kriteria di atas, eklampsia masuk ke kelas ringan; bila dijumpai

2 atau lebih masuk ke kelas berat dan prognosis akan lebih buruk. Tingginya kematian ibu dan

bayi di negara-negara berkembang disebabkan oleh kurang sempurnanya pengawasan masa

antenatal dan natal. Penderita eklampsia sering datang terlambat sehingga terlambat memperoleh

pengobatan yang tepat dan cepat. Biasanya preeklampsia dan eklampsia murni tidak

menyebabkan hipertensi menahun.

2.3.6 Penatalaksanaan1,12

Prinsip penatalaksanaan eklampsia sama dengan PEB. Tujuan utamanya ialah menghentikan

berulangnya serangan konvulsi dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman

setelah keadaan ibu mengizinkan.37-40 Pada dasarnya pengobatan eklampsia terdiri pengobatan

medikamentosa dan obstetrik. Namun, pengobatan hanya dapat dilakukan secara simptomatis

karena penyebab eklampsia belum diketahui dengan pasti.