bab ii anoreksia geriatri

27
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Definisi Anoreksia adalah tidak adanya selera makan atau individu tersebut tidak tertarik untuk menelan makanan. Pada istilah klinik, anoreksia total adalah hilangnya rasa lapar yang diakibatkan proses patologis. Anoreksia biasanya berkaitan dengan proses penyakit yang secara langsung menghambat atau menekan pusat lapar atau merangsang aktivitas pusat kenyang. Oleh karena anoreksia berkaitan dengan banyak proses penyakit, maka tugas utama tenaga medis adalah menentukan apakah anoreksia yang terjadi pada pasien bersifat patologik atau fisiologik/psikologik, dan mengoreksi penyebab utamanya (5). Anoreksia dapat terjadi karena penurunan selera makan (anoreksia sejati) atau terjadi karena faktor lain yang tidak mempengaruhi selera makan 5

Upload: alvina-ulfah-rusmayuni

Post on 29-Oct-2015

1.111 views

Category:

Documents


46 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II Anoreksia Geriatri

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi

Anoreksia adalah tidak adanya selera makan atau individu tersebut tidak

tertarik untuk menelan makanan. Pada istilah klinik, anoreksia total adalah

hilangnya rasa lapar yang diakibatkan proses patologis. Anoreksia biasanya

berkaitan dengan proses penyakit yang secara langsung menghambat atau

menekan pusat lapar atau merangsang aktivitas pusat kenyang. Oleh karena

anoreksia berkaitan dengan banyak proses penyakit, maka tugas utama tenaga

medis adalah menentukan apakah anoreksia yang terjadi pada pasien bersifat

patologik atau fisiologik/psikologik, dan mengoreksi penyebab utamanya (5).

Anoreksia dapat terjadi karena penurunan selera makan (anoreksia sejati)

atau terjadi karena faktor lain yang tidak mempengaruhi selera makan

(pseudoanoreksia). Penurunan selera makan yang bersifat sementara dapat terjadi

karena rasa takut, latihan berat, atau perubahan menu makanan (5).

Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mengobati kondisi dan

penyakit yang dikaitkan dengan proses menua dan usia lanjut (6). Batas umur

untuk usia lanjut dari waktu ke waktu berbeda. WHO membagi umur tua sebagai

berikut:

1. Umur lanjut (elderly): 60-74 tahun

2. Umur tua (old): 75-90 tahun

5

Page 2: BAB II Anoreksia Geriatri

3. Umur sangat tua (very-old): > 90 tahun

II.2 Teori Penuaan

Beberapa teori mengenai proses menua tersebut ialah :

1) Teori Radikal Bebas, yang menyebutkan bahwa produk hasil metabolisme

oksidatif yang sangat reaktif (radikal bebas) dapat bereaksi dengan berbagai

komponen penting seluler, termasuk protein, DNA, dan lipid, dan menjadi

molekul-molekul yang tidak berfungsi namun bertahan lama dan mengganggu

fungsi sel lainnya.

2) Teori Glikosilasi, yang menyatakan bahwa proses glikosilasi nonenzimatik

yang menghasilkan pertautan glukosa-protein yang disebut sebagai advanced

glycation end products (AGEs) dapat menyebabkan penumpukan protein dan

makromolekul lain yang termodifikasi sehingga menyebabkan disfungsi pada

manusia yang menua.

3) Teori DNA repair, yang menunjukkan adanya perbedaan pola laju repair

kerusakan DNA yang diinduksi sinar ultraviolet (UV) pada berbagai fibroblas

yang dikultur (6).

II.3 Malnutrisi karena anoreksia geriatri

Seorang lanjut usia selalu dalam keadaan risiko malnutrisi karena terjadi

penurunan asupan makanan karena adanya perubahan fungsi usus, metabolisme

yang tidak efektif, kegagalan homeostasis dan defek utilisasi nutrien. Keadaan

tersebut diperberat dengan ko-insidensi dari penyakit akut atau kronik, trauma,

keadaan hiperkatabolik, infeksi dan terapi obat yang dapat mengubah kebutuhan 6

Page 3: BAB II Anoreksia Geriatri

nutrisi. Banyak faktor bisa menyebabkan deteriorasi status gizi yang

menyebabkan kegagalan perbaikan jaringan dan fungsi kekebalan sehingga dari

keadaan tersebut perbaikan menjadi sulit atau tidak mungkin terjadi. Tujuan hidup

manusia ialah menjadi tua tetapi tetap sehat sehingga keadaan patologik pun

dicoba untuk disembuhkan untuk mempertahankan healthy aging karena proses

patologik mempercepat penderita meninggal dunia (11).

Apabila seseorang berhasil mencapai usia lanjut, maka salah satu upaya

utama adalah status gizi yang bersangkuan dipertahankan pada kondisi optimum

agar kualitas kehidupan yang bersangkutan tetap baik. Perubahan status gizi pada

lansia disebabkan perubahan lingkungan atau kondisi kesehatan. Covinsky dan

kawan-kawan meneliti hubungan antara kajian klinis status gizi dan outcome tidak

baik pada penderita tua yang dirawat di rumah sakit dan mendapatkan hasil dari

219 penderita yang diteliti 24,4% malnutrisi sedang dan 16,3% malnutrisi berat.

Penderita dengan malnutrisi berat lebih banyak meninggal dalam waktu 90 hari

setelah meninggalkan rumah sakit dibanding penderita yang malnutrisi sedang

maupun gizi baik (31,7%, 23,3% dan 12,3%) (10).

Malnutrisi pada lansia terutama malnutrisi energi protein adalah suatu

keadaan kekurangan energi dan atau protein untuk memenuhi kebutuhan

metabolik. Malnutrisi energi protein (MEP) biasanya berkembang karena

berkurangnya asupan diet kalori atau protein, meningkatnya kebutuhan metabolik

sebagai hasil dari keadaan sakit atau trauma atau peningkatan pelepasan nutrien

(12,13)

7

Page 4: BAB II Anoreksia Geriatri

Mempertahankan status gizi dalam keadaan optimal merupakan komponen

penting dalam penanganan geriatri paripurna, terlebih karena keadaan malnutrisi

akut berhubungan dengan outcome peningkatan komplikasi penyakit dan

perburukan kesehatan. Status gizi yang jelek dan MEP berhubungan dengan

perubahan imunitas, penyembuhan luka terganggu, penurunan status fungsional,

peningkatan penggunaan fasilitas kesehatan dan peningkatan angka mortalitas.

(12).

II.4 Fisiologi yang Mempengaruhi Keadaan Gizi Seorang Lansia

Perubahan komposisi tubuh.

Bertambahnya usia akan terjadi banyak perubahan komposisi tubuh yang

mempengaruhi kebutuhan nutrisi seorang lansia. Setelah berusia 60 tahun atau

lebih berat badan cenderung turun dan untuk mempertahankannya semakin

sulit dengan bertambahnya usia. Perubahan komposisi tubuh dicirikan dengan

kehilangan secara progresif lean body mass, peningkatan relatif massa lemak

dan redistributif lemak dari perifer ke lokasi sentra tubuh. Kehilangan lean

body mass yang berlanjut berhubungan dengan peningkatan prevalensi

penyakit kronik pada lansia. Kehilangan lean body mass terutama terdiri dari

otot skeletal terutama tipe II atau serat fast-twich. Lean body mass sentra

misalnya hepar dan lien relatif dipertahankan. Kehilangan masa otot yang

terkait dengan usia tampak sebagai hasil dari faktor-faktor yang berhubungan

meliputi perubahan metabolisme, fungsi dan struktur jaringan organ, penyakit-

penyakit dan pilihan tingkah laku serta cara hidup secara individual (14).

8

Page 5: BAB II Anoreksia Geriatri

Perubahan nafsu makan dan regulasi ambilan energi

Mempertahankan berat badan yang stabil pada usia tua membutuhkan

keadaan yang tetap antara pemasukan nutrien dan kebutuhan energi. Dengan

bertambahnya usia, alur metabolik, neural, dan humoral yang secara normal

dapat mempertahankan keseimbangan regulasi selera makan dan rasa lapar

kehilangan keseimbangan responsibilitasnya untuk mengubah energi yang

dibutuhkan oleh tubuh. Keterkaitan psikologis, sosial dan ekonomi dan kultural

dan bermacam-macam penyakit memperberat disregulasi keseimbangan

masukan energi (14).

Perubahan patofisiologi yang menyebabkan kehilangan pengecapan lidah, penciuman, dan nafsu makan dengan bertambahnya usia.

Perubahan besar fisiologis dan patologis yang terkait dengan usia

mempunyai andil untuk seorang lansia kesulitan mempertahaankan

keseimbangan kebutuhan metabolik dan asupan nutrien. Penglihatan,

penciuman, pengecapan, dan tekstur makanan mempunyai andil untuk

keinginan makan dan dapat menstimulasi atau menghambat konsumsi

berikutnya. Sistem sensor normal penting untuk menikmati makanan.

Kemampuan mencium dan mengecap makanan merupakan unsur yang

terpenting. Aroma makanan akan membangkitkan stimulasi selera makan (14).

Rasa, aroma, penglihatan, dan tekstur / bentuk merupakan komponen

penting dari penilaian kenikmatan makanan. Orang-orang yang indera

penciuman dan pengecapnya berkurang, cenderung mengalami penurunan

nafsu makan dan hingga akhirnya mereka akan mempertanyakan untuk apa

9

Page 6: BAB II Anoreksia Geriatri

mereka makan. Doty et al menemukan bahwa >60% peserta antara usia 65 dan

80 tahun dan >80% peserta dengan usia ≥80 tahun memiliki gangguan pada

indera pengecap dan penciuman dibandingkan dengan indera pengecap dan

penciuman peserta yang berusia ≤50 tahun (15).

Orang lansia mengalami "peningkatan ambang rasa, kesulitan dalam

mengenali berbagai rasa, peningkatan persepsi rasa yang tidak nyaman, dan

menurunnya cita rasa." Banyak studi menunjukkan bahwa ambang batas untuk

mendeteksi selera tertentu (misalnya, manis, asin, pahit) akan meningkat

dengan semakin bertambahnya usia dan obat-obatan tertentu dapat mengurangi

fungsi indera pengecap dan penurunan sensitifitas rasa. Suatu penelitian

melaporkan bahwa orang lansia yang mengkonsumsi obat-obatan, kurang

mampu mendeteksi rasa tertentu pada batas normal. Penelitian yang

membandingkan persepsi rasa antara orang dewasa muda dan dewasa tua

menemukan hasil bahwa orang lanjut usia memiliki penurunan dalam menilai

cita rasa. Orang-orang dengan penurunan indera pengecap dan penciuman pada

akhirnya akan mengalami penurunan dalam nafsu makan (16).

Pengosongan lambung yang tertunda (gastroparesis)

Orang dewasa yang tidak selera makan karena cepat merasa kenyang dan

berlangsung dalam kurun waktu yang lama lebih cenderung untuk makan

makanan ringan dengan porsi lebih sedikit, yang dapat menyebabkan asupan

kalori kurang dan malnutrisi. Tertundanya pengosongan lambung atau

gastroparesis, dapat menyebabkan rasa cepat kenyang. Gejala lain dari

10

Page 7: BAB II Anoreksia Geriatri

gastroparesis ialah muntah setelah makan, mual, nyeri perut, penurunan berat

badan, dan kekurangan gizi. Sebuah penelitian oleh Di Francesco et al

mengamati lansia yang selama 4 jam setelah mereka mengkonsumsi makanan

sebesar 800 kkal, menemukan bahwa pengosongan lambung menjadi tertunda

lebih dari 2 jam, rasa kenyang berlangsung lebih lama, dan terjadi penekanan

rasa lapar. Seiring bertambahnya usia, ada perubahan dalam fungsi sensorik

pencernaan, yang dapat menyebabkan cepatnya rasa kenyang pada orang

dewasa tua (17).

Menurut Morley, penuaan berhubungan dengan kerusakan relaksasi

reseptif dari fundus lambung, yang menghasilkan lebih cepatnya makanan

mengisi daerah antrum, distensi lambung, dan rasa kenyang yang lama.

Distensi lambung adalah indikasi untuk mengakhiri makan, namun, karena

gangguan relaksasi reseptif, dimana terjadi pengisian antrum cepat, orang

lansia akan merasakan rasa kenyang sebelum mereka mengkonsumsi kalori

yang cukup untuk memenuhi gizi mereka. Hormon cholecystokinin (CCK),

yang disekresikan oleh usus proksimal juga berperan dalam memberikan

respon kenyang dan membantu memperantarai pengosongan lambung.

Penelitian menunjukkan bahwa sensitivitas terhadap efek CCK akan meningkat

seiring dengan peningkatan usia, dimana lansia memiliki sensitifitas lebih

tinggi terhadap CCK. Meningkatnya sirkulasi CCK ditambah dengan

meningkatnya sensitifitas, dapat memperlambat pengosongan lambung (18).

11

Page 8: BAB II Anoreksia Geriatri

Faktor fisiologis lainnya

Selain CCK, beberapa hormon lain juga berkontribusi terhadap

penurunan berat badan secara tidak disengaja. Leptin, hormon peptida yang

diproduksi dalam jaringan adiposa, berfungsi untuk membantu menjaga

keseimbangan energi dalam tubuh. Di Francesco et al mencatat bahwa

"rendahnya kadar leptin akan memberikan sinyal untuk penurunan jumlah

lemak tubuh dan kebutuhan asupan energi, sedangkan tingkat leptin yang

tinggi akan memicu lemak tubuh dan adanya rasa untuk tidak memerlukan

asupan makanan lebih lanjut." Penelitian menunjukkan bahwa orang lansia

memiliki tingkat leptin yang lebih tinggi dari dewasa muda, sehingga akan

memicu cadangan makanan berupa lemak dalam tubuh dan tidak adanya

keinginan untuk makan. Insulin yang dikatakan sebagai hormon kenyang,

merupakan regulator lain dalam metabolisme glukosa. Insulin akan

meningkatkan nafsu makan dengan cara meningkatkan sinyal leptin ke

hipotalamus dan menghambat sekresi hormon ghrelin (hormon yang

merangsang nafsu makan). Beberapa peneliti telah menemukan hubungan

antara kadar insulin dan anoreksia geriatri, dan menyimpulkan bahwa kadar

insulin yang lebih tinggi merupakan produk sampingan dari resistensi insulin

dan resistensi insulin merupakan respon terhadap adanya peningkatan

penimbunan lemak tubuh yang merupakan efek dari proses penuaan (17,19).

12

Page 9: BAB II Anoreksia Geriatri

Masalah mengunyah dan menelan

Kondisi mulut, gigi yang buruk, atau gigi palsu yang tidak pas dapat

menyebabkan proses mengunyah sulit, yang akan menyebabkan pasien untuk

membatasi pilihan makannya, sehingga mengganggu jumlah pemasukan /

asupan energi. Gerakan mengunyah mandibula pada masing-masing lansia

tidak sama, bahkan pada lansia yang memiliki gigi yang bagus. Di Amerika

Serikat, 23% lansia berusia 65-75 tahun dan 36% lansia berusia ≥75 tahun

memiliki penyakit berat periodontal, dan 30% lansia berusia ≥ 65 tahun

tersebut sudah kehilangan banyak gigi. Penyebab adanya masalah menelan dan

mengunyah harus diselidiki dan dilakukan tindakan yang tepat (20).

Penggunaan obat-obatan

Banyak lansia secara rutin mengkonsumsi obat-obatan untuk beberapa

kondisi medis, seperti obat hipertensi, nyeri, hiperkolesterolemia, dan masalah

gangguan pernapasan. Penggunaan obat tersebut dapat menyebabkan mulut

kering, mual, muntah, sembelit, dan diare yang merupakan efek buruk yang

biasanya menghambat nafsu makan. Efek samping kemoterapi, seperti mual

dan infeksi pada mukosa mulut, juga dapat menurunkan pemasukan energi.

Beberapa obat, seperti digoxin dan metformin dapat menyebabkan

malabsorpsi. Seperti dijelaskan sebelumnya, antikolinergik dan narkotika juga

dapat memperlambat proses pencernaan dan meningkatkan risiko penurunan

berat badan yang tidak diinginkan (21).

13

Page 10: BAB II Anoreksia Geriatri

Menutup diri dan Depresi

Kehilangan pasangan dan teman-teman atau perubahan dalam rutinitas

sehari-hari setelah pensiun dapat berkontribusi untuk timbulnya masalah sosial

dan dalam beberapa kasus, perasaan depresi serta kesepian dapat mengurangi

nafsu makan. Van Staveren melaporkan bahwa lansia akan makan dengan porsi

lebih banyak ketika makan bersama dengan orang sekitar dibandingkan ketika

makan sendirian. Sebuah penelitian kepada lansia yang tinggal di daerah kota

menunjukan hasil bahwa lansia yang memiliki pengunjung/teman pada saat

makan (tidak sendirian saat makan) akan mengurangi risiko lansia tersebut

terserang dysphoria (perasaan tidak bahagia). Para pengasuh diharapkan dapat

menumbuhkan aspek rasa senang dan sosial dengan cara memotivasi lansia

untuk makan dengan seseorang/orang lain agar tidak merasa kesepian (22,23).

Depresi juga dapat disebabkan masalah patologis. Sekitar 30% dan 40%

dari pasien dengan penyakit Parkinson akan berujung pada depresi (24).

Tingginya tingkat depresi juga telah dilaporkan untuk individu dengan

penyakit Alzheimer, demensia vaskular, penyakit jantung, diabetes mellitus

tipe 2, arthritis, kanker, dan stroke, meskipun tidak jelas apakah kasus depresi

ini berhubungan dengan penyakit yang mendasari proses tersebut. Berbeda

halnya dengan manusia dewasa muda, dimana pada saat mereka depresi

cenderung untuk meningkatkan asupan makanannya, sedangkan pada lansia

akan makan dengan porsi yang sedikit ketika sedang dalam keadaan depresi.

14

Page 11: BAB II Anoreksia Geriatri

Hal tersebut akan menyebabkan masalah anoreksia geriatri berkepanjangan dan

malnutrisi pada akhirnya (25).

II. 5 Patofisiologi anoreksia geriatri

Regulasi pencernaan makanan adalah suatu yang sangat kompleks, dengan

berbagai mekanisme untuk memastikan proses pencernaan makanan tetap

optimal. Secara garis besar, pemasukan makanan diregulasi oleh pusat makan

yang bekerjasama dengan sistem pengaturan nafsu makan perifer. Sistem pusat

pengaturan makan akan menerima stimulasi dari sinyal sel lemak perifer (leptin),

nutrisi yg diabsorbsi dan hormon yang bersirkulasi. Pada studi yang dilakukan

pada manusia dan binatang menunjukan bahwa perubahan pada berbagai macam

sistem diatas terjadi pada proses penuaan, yang menghasilkan proses anoreksia

geriatri. Beberapa studi pada binatang dan manusia berusia tua telah memberikan

petunjuk tentang kemungkinan patogenesis fisiologi anoreksia geriatri (18).

Penjelasan tentang beberapa faktor yang mungkin terlibat dalam patogenesis dari

fisiologi anoreksia geriatri diberikan dalam Gambar 2.1.

15

Page 12: BAB II Anoreksia Geriatri

Gambar 2.1 Faktor yang Terlibat dalam Patofisiologi Anoreksia Geriatri (26).

Ketika glukosa dan triacilgliserol masuk ke duodenum orang muda,

menyebabkan pengurangan rasa lapar dan pemasukan makanan. Ketika nutrisi

masuk lewat duodenum pada orang tua / lansia, pengurangan pada rasa lapar dan

pemasukan makanan lebih sedikit ditemukan. Hal ini menyebabkan peningkatan

rasa lapar yang terlihat di orang dewasa selama pencernaan makanan terjadi

bukan karena tidak banyaknya sinyal pengatur rasa makan atau peningkatan

respon untuk mengabsorbsi nutrisi di usus halus, tetapi karena adanya sinyal nafsu

makan lain yang berasal dari lambung (26).

Hipotesis ini sesuai dengan penemuan cairan preload yang lebih cepat

kosong dari lambung, dimana tidak terlihat menurunkan atau meningkatkan

pemasukan energi pada orang tua bila dibandingkan orang muda. Penelitian yang

16

Page 13: BAB II Anoreksia Geriatri

lebih jauh diperlukan dalam pengukuran hormon gastrointestinal dari usus halus

dan perbedaan pada efek agonis dan antagonis pada orang muda dan tua untuk

mendukung hipotesis ini (26).

Sebuah penelitian menunjukkan nilai rata-rata pengosongan lambung yang

lebih lambat pada orang tua dibandingkan orang muda. Dengan penggunaan USG,

menunjukkan derajat distensi antrum yang secara langsung dengan perkembangan

nafsu makan setelah makan. Dengan bertambahnya usia, makanan lebih cepat

bergerak dari fundus ke antrum dan lebih lama berdiam di antrum, memicu

distensi antrum yang lebih cepat dan hebat. Beberapa studi menunjukkan peran

nitrit oxide memerankan peran yang penting dalam pengaturan makanan. Nitrit

oxide diproduksi untuk menghasilkan efek pada pemasukan makanan pada sisi

central dan perifer. Di perifer, nitrit oxide bertanggung jawab untuk relaksasi

fundus lambung untuk makanan, menyebabkan dilatasi fundus untuk berperan

sebagai penampung makanan sebelum membawa makanan ke antrum. Nitrit oxide

melambatkan pengosongan lambung lewat mekanisme pengaturan tonus pylorus

dan dilatasi fundus. Pada penelitian kepada binatang yang berusia tua, terdapat

pengurangan pada messenger RNA untuk nitrit oxide sintesis yang disebabkan

penuaan. Hal ini menunjukkan bahwa di orang yang lebih tua, pengurangan nitrit

oxide fundus memacu penurunan relaksasi adaptif, yang menyebabkan nafsu

makan yang lebih cepat pada orang tua (26).

Colesistokinin adalah prototipe hormon penstimulasi nafsu makan dan

bertanggung jawab untuk 10-20 persen sinyal yang bertanggung jawab untuk

17

Page 14: BAB II Anoreksia Geriatri

penyetop makan pada manusia. Penelitian pada binatang telah menunjukkan

peningkatan efek nafsu makan pada colesistokinin pada orang dewasa bila

dibandingkan pada binatang yang muda. Konsentrasi colesistokinin di sirkulasi

menunjukkan peningkatan pada lansia, tapi satu penelitian menunjukkan hal ini

terjadi hanya pada lansia dengan anorexia dan konsentrasi colesistokinin akan

normal pada orang muda setelah berat badan kembali ke batas normal. Peran

penting colesistokinin pada regulasi lapar pada orang muda dan tua masih belum

pasti pada saat ini. Opioid feeding drive dimediasi sebagian besar oleh dynorphin,

yang memeran peran penting untuk transport lemak pada binatang dan manusia,

penelitian pada tikus menunjukkan menurunnya kemampuan opioid untuk

meningkatkan pemasukan makanan pada binatang tua. Hal ini menurunkan

efektivitas untuk mengurangi reseptor opioid yang terjadi karena pertambahan

usia (26).

Tidak ada penelitian yang memeriksa efektivitas antagonis opioid dalam

mengurangi pemasukan makanan pada orang tua. Tetapi, penurunan asupan

makanan dari penambahan usia telah menyebabkan pengurangan fungsi opioid

pada binatang, silver morley menunjukaan bahwa pada orang tua terjadi

kegagalan dalam pengurangan pemasukan cairan ketika disuntikkan antagonis

opioid. Ketika penemuan ini digabung dengan fakta bahwa penurunan nafsu

makan yang besar pada orang lansia berhubungan dengan pencernaan lemak, hal

ini terlihat sebagai bukti preemsumtif bahwa penurunan pemasukan opioid

memegang peranan penting pada perkembangan psikologis dari anoreksia geriatri.

18

Page 15: BAB II Anoreksia Geriatri

Opoid endogen juga menjembatani indra perasa manis dan konsumsi makanan

manis tidak terlihat menurun oleh penuaan, bahkan mungkin meningkat.

Kemungkinan bahwa pemasukan lemak dipicu oleh opioid (26).

Neuropeptida Y (NPY) adalah agen orexegenic yang baru ditemukan.

Konsentrasi NPY menurun seiring bertambahnya usia. Efek NPY lebih dominan

pada makanan kaya karbohidrat. Penelitian lebih jauh menunjukkan peran NPY

dalam regulasi pemasukan makanan. Namun efektivitas dari neurotransmiter yang

diketahui mengatur nafsu makan, seperti corticotropin releasing factor, tidak

berhubungan dengan usia (26).

Insulin telah terbukti sebagai salah satu agen pemicu nafsu makan dan

konsentrasi insulin meningkat seiring pertumbuhan usia. Amylin adalah agen

anorectic yang terdapat di perifer dan sentral, yang dapat menurunkan

pengosongan lambung. Pada manusia konsentrasi amylin meningkat dari dewasa

muda hingga lansia. Peningkatan ini menunjukkan peran amylin dalam kejadian

anoreksia geriatri (26).

II.6 Presentasi Klinis Malnutrisi pada Lansia

Penilaian status nutrisi dengan antropometri standar, biokimia, dan

pengukuran imunologis sangat kompleks. Monitor ketat berat badan yang

mencerminkan ketidakseimbangan antara asupan kalori dan kebutuhan energi,

merupakan cara yang paling sederhana dan paling dapat dipercaya untuk menilai

malnutrisi. Perubahan berat badan dinyatakan dalam persentase perubahan

dibandingkan saat sebelum sakit. Kehilangan ≥5% berat badan biasanya berkaitan

19

Page 16: BAB II Anoreksia Geriatri

dengan meningkatnya morbiditas dan mortalitas. Bila kehilangan berat badan

>10% biasanya berkaitan dengan penurunan status fungsional dan hasil

pengobatan. Kehilangan berat badan 15-20% atau lebih biasanya secara tidak

langsung menunjukan manutrisi berat. Pengukuran antropometri cadangan lemak

dan massa otot dapat membantu penilaian malnutrisi. Evaluasi klinis kehilangan

turgor kulit, atrofi otot interosseus tangan dan otot temporalis kepala juga dapat

menilai hilangnya lemak subkutan dan massa otot. Meskipun tidak ada kriteria

definitif untuk klasifikasi derajat manutrisi energi protein, bila berat badan turun

>20% berat badan sebelum sakit, albumin serum kurang dari 2,1 mg/dl, dan

trasferin serum kurang dari 80 U/ul, biasanya telah terjadi malnutrisi berat (27).

II.7 Tatalaksana Malnutrisi pada Lansia

a. Atasi problem akut (jika ada) seperti mengatasi infeksi, kontrol tekanan

darah, dan menjaga kondisi keseimbangan metabolik, elektrolit, dan cairan.

Setelah masalah akut teratasi, pasien diminta mengkonsumsi sebanyak

mungkin makanan. Tujuannya adalah memberikan asupan kalori kira – kira

35 kkal/kgBB ideal. Lakukan upaya intervensi nutrisi yang agresif. Sebagai

patokan umum, dalam 48 jam pertama perawatan sudah diberikan asupan

gizi adekuat. Pendekatan yang diambil tergantung kondisi klinis pasien,

apakah memerlukan support nutrisi jangka pendek atau jangka panjang.

Bagi yang membutuhkan support jangka pendek (<10hari) diberikan

hiperalimentasi melalui vena perifer berupa larutan asam amino, dekstrosa

10%, dan intralipid.

20

Page 17: BAB II Anoreksia Geriatri

b. Pemberian diet per NGT harus dihindari pada pasien usia lanjut dengan

delirium karena resiko aspirasi dan tarikan selang oleh pasien. Bila pasien

tidak delirium dapat diberikan diet per flowcare. Selang ini tidak mengiritasi

dan tidak terlalu mengganggu mobilitas atau kemampuan menelan makanan.

Untuk pasien yang membutuhkan terapi nutrisi selama 6 minggu atau lebih,

dianjurkan pemberian melalui gastrostomi atau jejunostomi. Diet cair harus

mengandung tidak lebih dari 1 kkal/ml dengan kecepatan 25 ml/jam agar

tidak terlalu kental dan dapat masuk ke selang dengan mudah.

c. Target utama adalah kemandirian fungsional dan meningkatkan kekuatan

otot sehingga strategi yang bertujuan memperbaiki massa otot sangatlah

penting. Latihan fisik yang sesuai dapat dilakukan untuk tujuan ini.

Sangatlah penting memahami perlunya pendekatan terpadu dalam

tatalaksana malnutrisi pada usia lanjut. Intervensi nutrisi agresif hanya

merupakan bagian dari keseluruhan strategi (27).

21