laporan pbl geriatri fk umi 2012

33
LAPORAN PBL MODUL 3 JATUH KELOMPOK 7 Tutor : dr. Nevi Sulvita 110 210 0001 Rizna Ainun Budiman 110 212 0022 Fachrur Rozi Maulida 110 212 0023 Khaerul Maarif 110 212 0047 Nur Intan Yusuf 110 212 0048 Nita Yulyana Putri 110 212 0115 Kasdianto Bantun 110 212 0128 Fadhillah Islamiah 110 212 0129 Adinda Falind Afianty 110 212 0134 Jihan Asma Putri 110 212 0150 Nurhandayani S. Dahlan 110 212 0151 Dwi Shaqilah FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR 1

Upload: harry-isra

Post on 02-Sep-2015

210 views

Category:

Documents


18 download

TRANSCRIPT

LAPORAN PBL MODUL 3JATUH

KELOMPOK 7Tutor : dr. Nevi Sulvita110 210 0001Rizna Ainun Budiman110 212 0022 Fachrur Rozi Maulida110 212 0023Khaerul Maarif110 212 0047Nur Intan Yusuf110 212 0048Nita Yulyana Putri110 212 0115Kasdianto Bantun110 212 0128Fadhillah Islamiah110 212 0129Adinda Falind Afianty110 212 0134Jihan Asma Putri110 212 0150Nurhandayani S. Dahlan110 212 0151Dwi ShaqilahFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUSLIM INDONESIAMAKASSAR2015

MODUL 3JATUHA. SKENARIO 1Seorang perempuan umur 65 tahun dibawa ke Puskesmas dengan keluhan nyeri pada pangkal paha kanan sehingga tidak dapat berjalan. Keadaan ini dialami sejak 5 hari yang lalu setelah jatuh terduduk di kamar mandi pada saat penderita berjalan tertatih-tatih. Sejak 1 minggu penderita terdengar batuk-batuk, banyak lendir kental kehijauan tetapi tidak demam. Penderita juga beberapa hari ini terlihat makan sangat kurang. Sejak 7 tahun terakhir ini penderita mengkonsumsi obat-obat kencing manis, tekanan darah tinggi, jantung, dan rematik. Penderita pernah mengalami serangan stroke 3 tahun lalu. Pemeriksaan Fisis : TD 160/90 mmHg, Nadi 92x/menit, suhu 37,50 C, Pernapasan 24 x/menit, TB: 160 cm, BB:41 kg. Dari pemeriksaan fisis didapatkan ronki basah kasar di kedua lapangan paru.B. KATA SULIT Tidak terdapat kata sulit pada skenarioC. KATA/KALIMAT KUNCI Perempuan, 65 tahun Keluhan nyeri pangkal paha kanan Tidak dapat berjalan sejak 5 hari lalu Jatuh terduduk di kamar mandi Berjalan tertatih-tatih 1 minggu batuk-batuk Lendir banyak, kental dan kehijauahan Demam (-) Makan sangat kurang Riwayat konsumsi obat kencing manis, TD tinggi, jantung dan rematik 7 tahun terakhir Riwayat serangan stroke 3 tahun lalu

Pemeriksaan fisis :TD 160/90 mmHg, Nadi 92x/menit, suhu 37,50 C, Pernapasan 24 x/menit, TB: 160 cm, BB:41 kg. Ronki basah kasar di kedua lapangan paruD. PERTANYAAN1. Sebutkan Faktor resiko yang bisa menyebabkan jatuh !2. Apakah penyebab pasien berjalan tertatih-tatih ?3. Bagaimana hubungan riwayat penyakit yang ada pada skenario dengan jatuh pada pasien ?4. Bagaimana hubungan obat-obatan yang dikonsumsi oleh pasien dengan jatuh?5. Apakah ada hubungan riwayat batuk, ronki basah kasar pada kedua lapangan paru dengan jatuh pada skenario?6. Adakah hubungan nafsu makan pasien berkurang dengan riwayat jatuh pada pasien?7. Apa dampak yang terjadi pada pasien berdasarkan keluhan pada skenario?8. Bagaimana langkah-langkah diagnosis pada pasien berdasarkan skenario ?9. Bagaimana penanganan awal yang dilakukan pada pasien berdasarkan skenario?

E. JAWABAN 1. Sebutkan Faktor resiko yang bisa menyebabkan jatuh 1 Untuk dapat memahami faktor resiko jatuh, maka harus dimengerti bahwa stabilitas badan ditentukan atau dibentuk oleh :A. SISTEM SENSORIKYang berperan di dalamnya adalah : visus ( penglihatan ), pendengaran, fungsi vestibuler, dan proprioseptif. Semua gangguan atau perubahan pada mata akan menimbulkan gangguan penglihatan. Semua penyakit telinga akan menimbulkan gangguan pendengaran. Vertigo tipe perifer sering terjadi pada lansia yang diduga karena adanya perubahan fungsi vertibuler akibat proses menua. Neuropati perifer dan penyakit degenaritf leher akan mengganggu fungsi proprioseptif. Gangguan sensorik tersebut menyebabkan hampir sepertiga penderita lansia mengalami sensasi abnormal pada saat dilakukan uji klinik.A. SISTEM SARAF PUSAT ( SSP )SSP akan memberikan respon motorik untuk mengantisipasi input sensorik. Penyakit SSP seperti stroke, Parkinson, hidrosefalus tekanan normal sering diderita oleh lansia dan menyebabkan gangguan gungsi SSP sehingga berespon tidak baik terhadap input sensorik.B. KOGNITIFPada beberapa penelitian, dementia diasosiasikan dengan meningkatnya resiko jatuh.C. MUSCULOSKELETALFaktor ini disebutkan oleh beberapa oleh beberapa peneliti merupakan faktor yang benar benar murni milik lansia yang berperan besar terhadap terjadinya jatuh. Gangguan musculoskeletal menyebabkan gangguan gaya berjalan ( gait ) dan ini berhubungan dengan proses menua yang fisiologis. Gangguan gait yang terjadi akibat proses menua tersebut antara lain disebabkan oleh : Kekakuan jarungan penghubung Berkurangnya masa otot Perlambatan massa otot Perlambatan konduksi saraf Penurunan visus / lapangan pandang Kerusakan proprioseptifYang kesemuanya menyebabkan : Penurunan range of motio ( ROM ) sendi Penurunan kekuatan otot, terutama menyebabkan kelemahan ekstremias bawah Perpanjangan waktu reaksi Kerusakan persepsi dalam Peningkatan postural sway ( goyangan badan )Semua perubahan tersebut mengakibatkan kelambanan gerak, langkah pendek, penurunan irama, dan pelebaran bantuan basal. Kaki tidak dapat menapak dengan kuat dan lebih cenderung gampang gouah. Perlambatan reaksi mengakibatkan seorang lansia susah / terlambat mengantisipasi bila terjadi gangguan seperti terpeleset, tersandung, kejadian tiba tiba, sehingga memudahkan jatuh.Secara singkat faktor risiko jatuh pada lansia dibagi dalam dua golongan besar, yaitu :a. Faktor faktor intrinik ( faktor dari dalam ) Kondisi fisik dan neuropsikiatrik Penurunan visus dan pendengaran Perubahan neuro muskuler, gaya berjalan, dan refleks postural karena proses menua

b. Faktor faktor ekstrinsik ( faktor dari luar ) Obat obatan yang diminum Alat alat bantu berjalan Lingkungan yang tidak mendukung ( berbahaya )2. Apakah penyebab pasien berjalan tertatih-tatih ?21. MuskuloskeletalGangguan muskuloskeletal menyebabkan gangguan gaya berjalan (gait) dan ini berhubungan dengan proses menua yang fisiologis. Gangguan Gait yang terjadi akibat proses menua tersebut antara lain disebabkan oleh: Kekakuan jaringan penghubung Berkurangnya massa otot Perlambatan konduksi saraf Penurunan visus / lapang pandang Kerusakan proprioseptifYang kesemuanya menyebabkan: Penurunan range of motion (ROM) sendi Penurunan kekuatan otot, terutama menyebabkan kelemahan ekstremitas bawah Perpanjangan waktu reaksi Kerusakan persepsi dalam Peningkatan postural sway (goyangan badan)Semua perubahan tersebut mengakibatkan kelambatan gerak, langkah yang pendek, penurunan irama, dan pelebaran bantuan basal. Kaki tidak dapat menapak dengan kuat dan lebih cenderung gampang goyah. Perlambatan reaksi mengakibatkan seorang lansia susah/terlambat mengantisipasi bila terjadi gangguan seperti terpeleset, tersandung, kejadian tiba-tiba sehingga memudahkan jatuh.

2. RematikPerubahan-perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada organ dan jaringan tubuh. Keadaan demikian itu tampak pula pada semua sistem muskuloskeletal dan jaringan lain yang ada kaitannya dengan timbulnya beberapa golongan rematik. Rematik dapat mengakibatkan perubahan otot hingga fungsinya dapat menurun bila otot pada bagian yang menderita tidak dilatih guna mengaktifkan fungsi otot. Rematik -> Penumpukan Kristal asam urat di persendian ->Cairan synovial berkurang & mengental -> Nyeri ketika berjalan ->Pasien berjalan tertatih-tatih.Ada tiga keluhan utama rematik pada sistem muskuloskeletal yaitu: nyeri, kekakuan (rasa kaku) dan kelemahan, serta ada tiga tanda utama yaitu: pembengkakan sendi, kelemahan otot dan gangguan gerak 3. Bagaimana hubungan riwayat penyakit yang ada pada skenario dengan jatuh pada pasien ?3Diabetes Melitus pada usia lanjutDiabetes melitus yang terdapat pada usia lanjut mempunyai gambaran klinis yang bervariasi luas, dari tanpa gejala sampai dengan komplikasi nyata dan kadang-kadang menyerupai penyakit atau perubahan yang biasa ditemui pada usia lanjut. Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia dan polifagia, pada DM usia lanjut tidak ada. Umumnya pasien datang dengan keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pada usia lanjut, respon tubuh terhadap berbagai perubahan/gejala penyakit mengalami penurunan.

Komplikasi-komplikasi yang dialami pasien Diabetes Melitus lanjut usiaKomplikasi DM pada usia lanjut ada yang akut dan ada pula yang kronik. Komplikasi DM akut antara lain ketoasidosis, koma diabetikum, dan sebagainya. Sedangkan komplikasi DM kronik antara lain makroangiopati, mikroangiopati dan neuropati. Komplikasi akibat makroangiopati terutama akan meningkatkan mortalitas, sedangkan komplikasi mikroangiopati akan meningkatkan morbiditas. Komplikasi mikroangiopati antara lain retinopati diabetik dan nefropati diabetik; komplikasi makroangiopati antara lain terjadinya atherosklerosis yang menimbulkan komplikasi lebih lanjut pada serebrovaskular; sedangkan komplikasi berupa neuropati, disebut juga neuropati diabetik, yang tersering adalah neuropati perifer. Berbagai komplikasi yang disebutkan di atas dapat menyebabkan jatuh pada usia lanjut. Selain itu, kesalahan dalam mengkonsumsi obat antidiabetik oral oleh karena kelebihan/kekurangan dosis dan ketidakseimbangan antara asupan makanan dan obat antidiabetik oral dengan aktivitas sehari-hari yang menyebabkan hipoglikemi/hiperglikemi juga dapat membuat jatuh pada usia lanjut. Semuanya akan dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut.Retinopati Diabetik dan Katarak KomplikataAda kaitan yang kuat antara hiperglikemia pada penderita DM dengan dengan insidens dan berkembangnya retinopati.Manifestasi dini retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran vaskular kecil) dari arteriole retina.Akibatnya terjadi perdarahan, neovaskularisasi dan jaringan parut retina yang dapat mengakibatkan kebutaan.Ganguan penglihatan lainnya adalah katarak disebabkan komplikasi dari penyakit diabetes melitus (katarak komplikata).Pada katarak komplikata akibat DM ini, terjadi penimbunan sorbitol dalam lensa oleh karena kekurangan insulin. Perlu diketahui, bahwa hiperglikemi pada DM menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan yang dapat mentranspor glukosa tanpa memerlukan insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantaraan enzim aldose reduktase akan diubah menjadi sorbitol yang akan tertumpuk dalam sel/jaringan dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi jaringan tersebut. Penumpukan sorbitol pada lensa ini mengakibatkan katarak dan kebutaan.Kedua penyakit tersebut merupakan faktor resiko intrinsik sebagai komplikasi DM. Oleh karena tidak diobati, maka mata pasien tersebut menjadi kabur dan dapat menyebabkan pasien terjatuh, apalagi jika didukung oleh kelemahan otot akibat proses penuaan dan faktor lingkungan, seperti lantai yang licin, dan sebagainya.Neuropati DiabetikDiabetes melitus seringkali juga menimbulkan komplikasi di susunan saraf pusat dan perifer.Baik di pusat maupun perifer, kerusakan akibat diabetes melitus bersifat sekunder yaitu melalui vaskulitis.Karena itu, endotelium arteri-arteri menjadi rusak yang mempermudah pembentukan trombus.Permeabilitasnya menjadi lebih besar yang memperbesar kemungkinan masuknya mikroorganisme dan toksin dari sawar darah otak dan mempermudah terbentuknya mikro-aneurisme.Neuropati diabetika merupakan komplikasi vaskulitis di susunan saraf perifer.Anoksia akibat mikrotrombosis dan mudah terkena substansi toksik merupakan mekanisme yang mendasari disfungsi susunan saraf perifer, terutama komponen sensoriknya.Neuropati diabetik, selain sebagai komplikasi dari vaskulitis juga disebabkan karena pada jaringan saraf terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa serta penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan neuropati. Perubahan biokimia dalam jaringan saraf akan mengganggu aktivitas metabolik sel-sel Schwann dan menyebabkan kehilangan akson. Akibatnya, kecepatan konduksi motorik akan berkurang, selanjutnya timbul nyeri, parestesia, berkurangnya sensasi getar dan proprioseptik dan gangguan motorik yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon dalam dan kelemahan otot. Hal-hal tersebut dapat memungkinkan pasien lansia pada kasus mengalami jatuh.Nefropati DiabetikNefropati diabetik bermanifestasi secara dini sebagai proteinuria dan merupakan komplikasi dari penyakit hipertensi yang mengenai ginjal. Selain itu, pada nefropati diabetik, terjadi kebocoran pembuluh darah glomerulus akibat penyakit diabetes sehingga glukosa dapat keluar bersama urin dan terjadilah glukosuria.Jatuh yang dialami oleh penderita usia lanjut pada skenario kemungkinan disebabkan oleh karena banyaknya glukosa darah yang terbuang melalui urin akibat nefropati diabetik sehingga kadar glukosa dalam darah kurang. Terlebih lagi jika ternyata pada anamnesis tambahan, pasien seringkali melakukan aktivitas fisik yang cukup berat untuk orang seusianya tanpa didukung asupan makanan yang adekuat disertai mengkonsumsi obat antidiabetik, maka akan terjadi hipoglikemia dan otak kekurangan gukosa sebagai satu-satunya sumber energi sehingga mengakibatkankan pasien tersebut jatuh.HipoglikemiHipoglikemia dapat terjadi pada penderita yang tidak mendapat dosis obat antidiabetik yang tepat, tidak makan cukup atau dengan gangguan fungsi hati dan ginjal.Kecenderungan hipoglikemia pada orang tua disebabkan oleh mekanisme kompensasi dalam tubuh berkurang dan asupan makanan yang tidak adekuat karena kurangnya nafsu makan yang umumnya terjadi pada orang tua.Selain itu, hipoglikemia tidak mudah dikenali pada orang tua karena timbul perlahan-lahan tanpa tanda akut (akibat tidak ada refleks simpatis) dan dapat menimbulkan disfungsi otak sampai koma yang jika berlangsung lama dapat menyebabkan kerusakan otak permanen.Hipoglikemia juga dapat terjadi akibat penurunan ekskresi dan metabolisme klorpropamid (salah satu obat antidiabetik oral golongan sulfonilurea dengan waktu paruh yang lama) pada usia lanjut. Oleh karena itu, pasien pada skenario kemungkinan terjatuh akibat hipoglikemi setelah mengkonsumsi obat antidiabetik oral tersebut sebagaimana telah dijelaskan di atas.Hipertensi Yang penting untuk diketahui pada golngan lanjut usia ialah kecendrungan labiltas tekanan darah, serta mudahnya terjadi hipotensi postural. Maka dari itu dianjurkan untuk selalu mengukur tekanan darah pada posis tidur maupun tegak. Apa bila hipertensi ini tidak terkontrol maka akan dapat menyebabkan penyakit jantung hipertensif dan komplikasi pada target organ lainnya. Pada orang hipetensi, pasien sering mengeluh sakit kepala atau pusing. Gejala-gelaja tersebut dapat menyebabkan pasien jatuh. Jantung Keadaan fisiologis jantung pasien lansia sudah dalam keadaan menurun. Apalagi ditambah dengan kelainan yang ada pada jantungnya sehingga pasien harus mengkonsumsi obat penyakit jantung. Dalam keadaan ini pasien penyakit jantung lebih mudah untuk kelelahan, sesak bahkan sinkope, yang dapat menyebabkan ia jatuh ketika sedang melakukan aktifitas rutinnya. Reumatik Adanya penyakit reumatik pada pasien ini dapat memenpengaruhi gaya berjalannya yang merupakan salah satu factor ekstrinsik yang dapat membuat pasien mudah terjatuh. Penyakit reumatik yang sering diderita oleh lansia terutama pada wanita adalah osteoarthritis, osteoporosis, reumatik arthritis, gout dan lain-lain. Reumatik dapat mengakibatkan perubahan otot, hingga fungsinya menurun bila otot pada bagian tersebut tidak dilatih guna mengakifkan fungsi otot lagi. Ciri khas dari penyakit ini adalah nyeri pada sendi yang terkena, misal coxae ataupun genu maka dapat mempengaruhi cara berjalannya pasien, sehingga pasien berjalan seperti tertatih-tatih. Jalan yang tertatih-tatih ini yang merupakan factor predisposisi terjadinya jatuh pada pasien.

4. Bagaimana hubungan obat-obatan yang dikonsumsi oleh pasien dengan jatuh?4a. Obat Hipertensi Diuretik : Hipokalemi & nyeri kepala Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat kencing) sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan. Contoh obat-obatan yang termasuk golongan diuretik adalah Hidroklorotiazid. Efek samping yang sering dijumpai adalah : hipokalemia dan hiponatremia (kekurang natrium dalam darah) yang dapat mengakibatkan gejala lemas,hiperurisemia (peningkatan asam urat dalam darah) dan gangguan lainnya seperti kelemahan otot, muntah dan pusing. Pada penderita DM, Obat Golongan tiazid juga dapat menyebabkan hiperglikemia karena mengurangi sekresi insulin. Alfa blocker : hipotensi ortostatik, pusing, lemah Beta blocker : bradikardia Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung. Jenis beta bloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial. Contoh obat- obatan yang termasuk dalam golongan betabloker adalah : Metoprolol, Propranolol dan Atenolol. Pada penderita diabetes melitus harus hati-hati, karena dapat menutupi gejala hipoglikemia (kondisi dimana kadar gula dalam darah turun menjadi sangat rendah yang bisa berakibat bahaya bagi penderitanya). Pada orang tua terdapat gejala bronkospasme (penyempitan saluran pemapasan) sehingga pemberian obat harus hati-hati. Antagonis Ca : hipotensi , gangguan penglihatan ACE inhibitor : hipotensi ortostatik, pusing, sesak b. Obat DM Insulin : hipoglikemi Oral : Glibenclamid hipoglikemiaHipoglikemia dapat terjadi pada pasien yang tidak mendapat dosis tepat, tidak makan cukup atau dengan gangguan fungsi hepar dan atau ginjal. Kecenderimgan hipoglikemia pada orang tua disebabkan oleh mekanisme kompensasi berkurang dan asupan makanan yang cenderung kurang. Selain itu, hipoglikemia tidak mudah dikenali pada oarang tua karena timbul perlahan tanpa tanda akut (akibat tidak ada refleks simpatis) dan dapat menimbulkan disfungsi otak sampai koma. Gejala susunan sarafpusat yang lain berupa vertigo, konfusio / bingung, ataksia dan sebagainya c. Obat Rematik (Osteoatritis) Obat AINSObat AINS merupakan analgesic efektif dengan daya antiinflamasi, obat ini sering digunakan pada arthritis dan nyeri musculoskeletal serta keluhan nyeri lain yang berdasarkan atas peradangan. Berbagai obat AINS mengadakan interaksi dengan obat-obat lain yang sering banyak digunakan pada usia lanjut. Efek samping lain yang dapat terjadi antara lain konfusio, tinnitus, agitasi dan retensi cairan (hati-hati pada penderita hipertensi, gagal jantung dan penyakit jantung kongestif). Seperti juga pengobatan pada usia lanjut umumnya, harus diperhatikan bahwa terapi AINS tidak harus diberikan selamanya, dan secara periodik harus diadakan reviu. Apabila inflamasi sudah terkontrol, fisioterapi mungkin dapat mempertahankan fungsi tubuh dan pemberian analgesic sederhana mungkin dapat mempertahankan fungsi tubuh dan pemberian analgesic sederhana mungkin sudah cukup untuk mengobati nyeri ringan yang timbul Alopurinol Alopurinol adalah obat penyakit pirai (gout) yang dapat menurunkan kadar asam urat dalam darah. Alopurinol bekerja dengan menghambat xantin oksidase yaitu enzim yang dapat mengubah hipoxantin menjadi xantin, selanjutnya mengubah xantin menjadi asam urat. Dalam tubuh Alopurinol mengalami metabolisme menjadi oksipurinol (alozantin) yangjuga bekerja sebagai penghambat enzim xantin oksidase. Mekanisme kerja senyawa ini berdasarkan katabolisme purin dan mengurangi produksi asam urat, tanpa mengganggu biosintesa purin. Efek sampingnya yaitu Reaksi hipersensitivitas :ruam makulopapular didahului pruritus, urtikaria, eksfoliatif dan lesi purpura, dermatitis, nefritis, faskulitis dan sindrome poliartritis. Demam, eosinofilia, kegagalan hati dan ginjal, mual, muntah, diare, rasa mengantuk, sakit kepala dan rasa logam. Pemberian Alopurinol bersama dengan azatioprin, merkaptopurin atau siklotosfamid, dapat meningkatkan efek toksik dari obat tersebut. Jangan diberikan bersama-sama dengan garam best dan obat diuretik golongan tiazida. Dengan warfarin dapat menghambat metabolisme obat di hatid. Obat Jantung Beta -Bloker : hipotensi, bradikardi, rasa lelah.Penggunaan B -bloker banyak digunakan untuk terapi gagal jantung kronik. (3 -bloker bekerja terutama dengan menghambat efek merugikan dari aktivitas simpatis pada pasien gagal jantung, dan efek ini jauh lebih menguntungkan dibandingkan efek inotropik negatifhya. Pada gagal jantung yang mengalami pengaktivan adalah sistem RAA nya yang dapat menyebabkan hipertrofi miokard melalui efek vasokontriksi perifer hingga terjadi iskemia miokard. Pemberian B -bloker pada gagal jantung akan mengurangi kejadian iskemia miokard, mengurangi stimulasi sel-sel automatik jantung dan efek aritmia lainnya. B -bloker juga menghambat pelepasan sistem RAA yang dapat menurunkan resiko hipertrofi miokard. namun pemberian B -bloker harus diberikan dengan dosis rendah dan ditingkatkan secara perlahan-lahan agar dosis target dan penyesuaian pada tubuh dapat berjalan. Pemakaian yang tidak sesuai dengan dosis target dapat berhubungan dengan gejala awal dengan terapi B -bloker dimana terdapat gejala hipotensi, retensi cairan, bradikardi dan rasa lelah. 5. Apakah ada hubungan riwayat batuk, ronki basah kasar pada kedua lapangan paru dengan jatuh pada skenario?5 Dengan makin lanjutnya usia seseorang maka kemungkinan terjadinya penurunan anatomik dan fungsional atas organnya masih besar. Batuk dapat disebabkan karena perubahan anatomi dan penurunan fungsi fisiologis dari system respirasi. Perubahan anatomi diantaranya peningkatan diameter trachea dan saluran napas utama, membesarnya duktus alveolaris, berkurangnya elastisitas penyangga parenchyma paru, penurunan massa jaringan massa paru, berkurangnya kekuatan otot-otot pernapasan, dan kekakuan dinding thoraks. Sedangkan penurunan fungsi fisiologis yaitu kekuatan otot pernapasan menurun, ventilasi dan perfusi paru menurun, menurun (CV, FVC, FEV1), meningkat (FRC, RV). Keadaan tersebut dapat menyebabkan penurunan system imun sehingga mudah terkena infeksi dan menyebabkan jatuh.

6. Adakah hubungan nafsu makan berkurang dengan riwayat jatuh pada pasien?6Penurunan berbagai fungsi tubuh pada orang lanjut usia ikut menyebabkan nafsu makan mereka menurun. Sayangnya mereka juga kerap sulit disuruh makan sehingga para lansia tersebut rawan kekurangan gizi.Dr. Wisjnu Wardhana SpPD FINASIM, dari Rumah Sakit Cipto Mangungkusumo menjelaskan, penyebab malnutrisi atau kurang gizi pada orang berusia lanjut bersifat multifaktor. Salah satu faktor pemicunya adalah psiko-kognitif atau gangguan di otak, menurunnya saraf pengecap, turunnya produksi air liur, gigi tanggal, gusi menciut dan refleks peregangan dinding lambung berlebihan .)Hal diatas menunjukkan makin lanjutnya usia seseorang maka kemungkinan terjadinya perubahan anatomic dan fungsional dari organ tersebut akan lebih mudah menimbulkan penyakit pada organ tersebut. Salah satunya dari system gastrointestinal. Mulai dari gigi sampai anus terjadi perubahan morfologik degenerative, antara lain perubahan atrofik pada rahang, sehingga gigi lebih mudah tanggal. Perubahan atrofik juga terjadi pada mukosa, kelenjar, dan oto-otot pencernaan. Berbagai perubahan ini akan menimbulkan perubahan nafsu makan, gangguan mengunyah dan menelan.7. Apa dampak yang terjadi pada pasien berdasarkan keluhan pada skenario?71. Perlukaan (injury) Rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit berupa robekan atau tertariknya jaringan otot, arteri atau vena Patah tulang (faktur)a. Pelvisb. Femurc. Humerusd. Lenganbawahe. Tungkaibawahf. Kista Hematom subdural2. Perawatan rumah sakit Komplikasi akibat tidak dapat bergerak (imobilisasi) Resiko penyakit-penyait iatrogenic3. Disabilitas Penurunan mobilitas yang berhubungan dengan perlukaan fisik Penurunan mobilitas akibat jatuh, kehilangan kepercayaan diri dan pembatasan gerak4. Resiko dimasukkan ke dalam rumah perawatan (nursing home)5. Kematian8. Bagaimana langkah-langkah diagnosis pada pasien berdasarkan skenario ?8A. ANAMNESIS dilakukan baik terhadap penderita ataupun saksi mata jatuh atau keluarganya. Anamnesis meliputi:1. Seputar jatuh : mencari penyebab jatuh misalnya terpeleset, tersandung, berjalan, perubahan posisi badan, waktu mau berdiri dan jongkok, sedang makan, sedang buang air kecil atau besar, sedang batuk atau bersin, sedang menoleh tiba-tiba atau ada aktivitas lain2. Gejala yang menyertai : nyeri dada, berdebar-debar, nyeri kepala tiba-tiba, vertigo,pingsan, lemas, konfusio, inkontinens, sesak napas.3. Riwayat penyakit dahulu : pernah stroke, parkinsonism, osteoporosis, sering kejang, penyakit jantung, rematik, depresi, deficit sensorik.4. Review obat-obatan yang di minum : anti hipertensi, diuretic, autonomic bloker, antidepresan, hipnotik, anxiolitik, analgetik, psikotropik.5. Review keadaan lingkungan : tempat jatuh, rumah maupun tempat-tempat kegiatannya.

B. PEMERIKSAAN FISIK1. Tanda vital : nadi, tensi, respirasi, suhu badan (panas/ hipotermi)2. Kepala dan leher : penurunan visus, penurunan pendengaran, nistagmus, gerakan yang menginduksi ketidak seimbangan, bising.3. Jantung : aritmia, kelainan katub.4. Neurologi : perubahan status mental, deficit fokal, neuropati periver, kelemahan otot, instabilitas, kekakuan tremor.5. Musculoskeletal : perubahan sendi, pembatasan gerak sendi, problem kaki, deformitas.C. ASSESMENT FUNGSIONALDilakukan observasi atau pencarian terhadap :1. Fungsi gait dan keseimbangan : observasi pasien ketika bangkit dari duduk di kursi, ketika berjalan, ketika membelok atau berputar badan, ketika mau duduk dibawah.2. Mobilitas : dapat berjalan sendiri tanpa bantuan, menggunakan alat bantu, memakai kursi roda atau dibantu.3. Aktifitas kehidupan sehari-hari : mandi, berpakaian, bepergian, kontinens.9. Bagaimana penanganan awal yang dilakukan pada pasien berdasarkan skenario?9Nyeri : Analgetik Fraktur : Imobilisasi > operasi/traksi Batuk : Mukolitik Antibiotik Osteoatritis : NSAID/ Analgetik DM : Atur pola makan > olahraga ringan > medikamentosa (Glipizid dan gliburid) Hipertensi : diet rendah garam > medika mentosa (diuretik) Jantung : medikamentosa Stroke : Penatalaksanaan lesi, bedah,perawatan umum,perbaikan gangguan /komplikasi sistemik

Penatalaksanaan dari kasus yaitu dengan menghindari semua yang menjadi faktor resiko jatuh, seperti faktor lingkungan. Lingkungan yang tidak kondusif harus dihindari agar pasien aman. Segala aktivitas yang dilakukan pasien harus diawasi. Hal ini dilakukan agar mencegah terjadinya kemungkinan terburuk seperti kasus di atas. Penggunaan obat sehubungan dengan riwayat penyakit pasien harus kita kontrol dengan memperhatikan waktu pemberian dan besar dosisnya. Apabila pada pemeriksaan didapatkan fraktur, maka dilakukan imobilisasi, terapi operatif. Setelah tindakan bedah dilakukan, apabila diperlukan rehabilitasi medis maka hal tersebut dapat dilakukan. Dapat pula diberikan kalsium dan vitamin D secara oral apabila terdapat tanda-tanda osteoporosis. Operasi.Jika pada pemeriksaan radiologis ditemukan adanya fraktur yang disebabkan karena pasien terjatuh ( terpeleset ) khususnya fraktur tulang belakang yang mengakibatkan kompresi pada saraf sehingga kedua tungkai tidak dapat digerakkan,merupakan indikasi untuk dilakukan operasi mis: fiksasi internal nerve root,spinal cord. Hospitalisasi (perawatan di rumah sakit). Hal ini bertujuan untuk memudahkan penanganan pasien khususnya dengan fraktur akut ( immobilisasi ) yang beresiko tinggi yang juga disertai dengan penyakit kronik,yang membutuhkan perawatan intensif. Operasi mata ( operasi katarak). Gangguan penglihatan pada pasien ini kemungkinan besar berupa katarak senilis. Operasi dapat dilakukan jika pasien & keluarganya menyetujui dan kondisi kesehatan pasien memungkinkan. Tindakan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien yang selama ini terganggu akibat gangguan penglihatan ( kemungkinan salah satu penyebab pasien terjatuh ).

Indikasi operasi katarak : Gangguan penglihatan dengan Snellen aquity ( visus ) 20/50 atau dibawahnya.Ketidakmampuan salah satu mata untuk melihat.Kontraindikasi : Jika penglihatan pasien dapat dikoreksi dengan penggunaan kacamata atau alat bantu lainnya.Kondisi kesehatan pasien tidak memungkinkan.Fisioterapi. Setelah dilakukan tindakan operasi untuk mengatasi fraktur dibutuhkan fisioterapi ( rehabilitasi ) yang penting untuk mengembalikan fungsi alat gerak dan mengurangi disabilitas selama masa penyembuhan. Penggunaan alat bantu berjalan misalnya tongkat biasanya dibutuhkan untuk membantu permulaan berjalan kembali dan untuk mendukung aktifitas sehari-hari lainnya. Perbaikan status gizi. Penyusunan menu disesuaikan dengan kebutuhan kalori pasien setiap harinya dan kemampuan untuk mencerna makanan. Pemberian makanan diberikan secara bertahap.dimulai dengan porsi kecil tetapi sesering mungkin diberikan. Kontrol penyakit dan penggunaan obat-obatan. Hindari polifarmasi yang justru lebih banyak menimbulkan efek samping,khususnya pada pasien beresiko tinggi. Pendidikan keluarga. Jika fraktur yang diderita oleh pasien mengharuskan immobilisasi untuk beberapa lama.keluarga harus senantiasa mengawasi,merawat pasien dengan mencegah pasien terlalu banyak berbaring ( posisi diubah-ubah ) untuk mencegah dekubitus dan penyakit iatrogenik. Berikan perhatian dan kasih sayang agar pasien tidak merasa terisolasi dan depresi

DAFTAR PUSTAKA1. Martono, H.Hadi, Pranarka Kris. Geriatri ilmu kesehatan usia lanjut Edisi 5, Jakarta : Balai penerbit FKUI, 2014. Hal 180-1812. Martono, H.Hadi, Pranarka Kris. Geriatri ilmu kesehatan usia lanjut Edisi 5, Jakarta : Balai penerbit FKUI, 2014. Hal.2793. Martono, H.Hadi, Pranarka Kris. Geriatri ilmu kesehatan usia lanjut Edisi 5, Jakarta : Balai penerbit FKUI, 2014. Hal 399,438,462,537.4. Martono, H.Hadi, Pranarka Kris. Geriatri ilmu kesehatan usia lanjut Edisi 5, Jakarta : Balai penerbit FKUI, 20145. Boedhi, Darmojo,R.2009. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) edisi ke-4, Jakarta : Balai Penerbit FK UI6. http://health.kompas.com/read/2012/07/10/07150427/Penyebab.Berubahnya.Nafsu.Makan.pada.Lansia)7. Darmojo, Boedhi. Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Edisi 4. Balai Penerbit FK UI, 2011.8. Martono, H.Hadi, Pranarka Kris. Geriatri ilmu kesehatan usia lanjut Edisi 5, Jakarta : Balai penerbit FKUI, 2014. Hal 1189. Santoso, 2010. Pemeriksaan pada Geriatri. Hal 13-17

21