bab ii new

Upload: didick-cii-cvnggkriingg

Post on 18-Jan-2016

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

36

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 TINJAUAN TEORI2.1.1 Gawat Darurat2.1.1.1 DefinisiKegawatdaruratan secara umum dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang dinilai sebagai ketergantungan seseorang dalam menerima tindakan medis atau evaluasi tindakam operasi dengan segera. Berdasarkan definisi tersebut the American College of Emergency Physicians states dalam melakukan penatalaksanaan kegawatdaruratan memiliki prinsip awal, dalam mengevaluasi, melaksanakan, dan menyediakan terapi pada pasien-pasien dengan trauma yang tidak dapat di duga sebelumnya serta penyakit lainnya (Krisanty, 2009). Menurut Krisanty (2009) Penatalaksanaan awal diberikan untuk : a. Mempertahankan hidup b. Mencegah kondisi menjadi lebih buruk c. Meningkatkan pemulihan Menurut Krisanty (2009) Seseorang yang memberikan penatalaksanaan awal harus :

a. Mengkaji sesuatu b. Menentukan diagnosis untuk setiap korban c. Memberikan penanganan yang cepat dan adekuat, mengingat bahwa korban mungkin memiliki lebih dari satu cedera dan beberapa korban akan membutuhkan perhatian dari pada yang lain d. Tidak menunda pengiriman korban ke Rumah Sakit sehubungan dengan kondisi serius Pada penderita trauma, waktu sangat penting, oleh karena itu diperlukan adanya suatu cara yang mudah dilaksanakan. Proses ini dikenal sebagai initial aassesment (penilaian awal) dan meliputi (ATLS, 2004) : a. Persiapan b. Triase c. Primary survey (ABCDE) d. Resusitasi e. Tambahan terhadap primary survey dan resutisasi f. Secondary survey, pemeriksaan head to toe dan anamnesis g. Tambahan terhadap secondary survey h. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinambungan

2.1.1.2 Penanganan definitif a. Primary Survey Penatalaksanaan awal pada primary survey dilakukan pendekatan melalui ABCDE yaitu : A: Airway, menjaga airway dengan kontrol servikal (cervical spine control) B: Breathing, menjaga pernafasan dengan ventilasi C: Circulation dengan kontrol perdarahan (hemorrage control) D: Disability, status neurologis E:Exposure/environmental control, membuka baju penderita, tetapi cegah hipotermia 1) Airway Airway manajemen merupakan hal yang terpenting dalam resusitasi dan membutuhkan keterampilan yang khusus dalam penatalaksanaan keadaan gawat darurat, oleh karena itu hal pertama yang harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas, yang meliputi pemeriksaan jalan nafas yang dapat disebabkan oleh benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur manibula atau maksila, fraktur laring atau trakea. Gangguan airway dapat timbul secara mendadak dan total, perlahan lahan dan sebagian, dan progresif dan/atau berulang (Dewi. 2013)Menurut ATLS 2004, Kematian-kematian dini karena masalah airway seringkali masih dapat dicegah, dan dapat disebabkan oleh : a. Kegagalan mengetahui adanya kebutuhan airway b. Ketidakmampuan untuk membuka airway c. Kegagalan mengetahui adanya airway yang dipasang secara keliru d. Perubahan letak airway yang sebelumnya telah dipasang e. Kegagalan mengetahui adanya kebutuhan ventilasi f. Aspirasi isi lambung Bebasnya jalan nafas sangat penting bagi kecukupan ventilasi dan oksigenasi. Jika pasien tidak mampu dalam mempertahankan jalan nafasnya, patensi jalan nafas harus dipertahankan dengan cara buatan seperti : reposisi, chin lift, jaw thrust, atau melakukan penyisipan airway orofaringeal serta nasofaringeal (Smith, Davidson, Sue, 2007). Usaha untuk membebaskan jalan nafas harus melindungi vertebra servikal. Dalam hal ini dapat dimulai dengan melakukan chin lift atau jaw thrust. Pada penderita yang dapat berbicara, dapat dianggap bahwa jalan nafas bersih, walaupun demikian penilaian terhadap airway harus tetap dilakukan. Penderita dengan gangguan kesadaran atau Glasgow Coma Scale sama atau kurang dari 8 biasanya memerlukan pemasangan airway definitif. Adanya gerakan motorik yang tak bertujuan, mengindikasikan perlunya airway definitif. Teknik-teknik mempertahankan airway : a) Head tilt Bila tidak sadar, pasien dibaringkan dalam posisi terlentang dan horizontal, kecuali pada pembersihan jalan napas dimana bahu dan kepala pasien harus direndahkan dengan posisi semilateral untuk memudahkan drainase lendir, cairan muntah atau benda asing. Kepala diekstensikan dengan cara meletakkan satu tangan di bawah leher pasien dengan sedikit mengangkat leher ke atas. Tangan lain diletakkan pada dahi depan pasien sambil mendorong / menekan ke belakang. Posisi ini dipertahankan sambil berusaha dengan memberikan inflasi bertekanan positif secara intermittena (Alkatri, 2007).b) Chin lift Jari - jemari salah satu tangan diletakkan bawah rahang, yang kemudian secara hati hati diangkat ke atas untuk membawa dagu ke arah depan. Ibu jari tangan yang sama, dengan ringan menekan bibir bawah untuk membuka mulut, ibu jari dapat juga diletakkan di belakang gigi seri (incisor) bawah dan, secara bersamaan, dagu dengan hati hati diangkat. Maneuver chin lift tidak boleh menyebabkan hiperekstensi leher. Manuver ini berguna pada korban trauma karena tidak membahayakan penderita dengan kemungkinan patah ruas rulang leher atau mengubah patah tulang tanpa cedera spinal menjadi patah tulang dengan cedera spinal.c) Jaw thrust Penolong berada disebelah atas kepala pasien. Kedua tangan pada mandibula, jari kelingking dan manis kanan dan kiri berada pada angulus mandibula, jari tengah dan telunjuk kanan dan kiri berada pada ramus mandibula sedangkan ibu jari kanan dan kiri berada pada mentum mandibula. Kemudian mandibula diangkat ke atas melewati molar pada maxila (Arifin, 2012).d) Oropharingeal Airway (OPA) Indikasi : Airway orofaringeal digunakan untuk membebaskan jalan napas pada pasien yang kehilangan refleks jalan napas bawah (Krisanty, 2009). Teknik : Posisikan kepala pasien lurus dengan tubuh. Kemudian pilih ukuran pipa orofaring yang sesuai dengan pasien. Hal ini dilakukan dengan cara menyesuaikan ukuran pipa oro-faring dari tragus (anak telinga) sampai ke sudut bibir. Masukkan pipa orofaring dengan tangan kanan, lengkungannya menghadap ke atas (arah terbalik), lalu masukkan ke dalam rongga mulut. Setelah ujung pipa mengenai palatum durum putar pipa ke arah 180 drajat. Kemudian dorong pipa dengan cara melakukan jaw thrust dan kedua ibu jari tangan menekan sambil mendorong pangkal pipa oro-faring dengan hati-hati sampai bagian yang keras dari pipa berada diantara gigi atas dan bawah, terakhir lakukan fiksasi pipa orofaring. Periksa dan pastikan jalan nafas bebas (Lihat, rasa, dengar). Fiksasi pipa oro-faring dengan cara memplester pinggir atas dan bawah pangkal pipa, rekatkan plester sampai ke pipi pasien (Arifin, 2012)e) Nasopharingeal Airway Indikasi : Pada penderita yang masih memberikan respon, airway nasofaringeal lebih disukai dibandingkan airway orofaring karena lebih bisa diterima dan lebih kecil kemungkinannya merangsang muntah (ATLS, 2004). Teknik : Posisikan kepala pasien lurus dengan tubuh. Pilihlah ukuran pipa naso-faring yang sesuai dengan cara menyesuaikan ukuran pipa naso-faring dari lubang hidung sampai tragus (anak telinga). Pipa nasofaring diberi pelicin dengan jelly (gunakan kasa yang sudah diberi jelly). Masukkan pipa naso-faring dengan cara memegang pangkal pipa naso-faring dengan tangan kanan, lengkungannya menghadap ke arah mulut (ke bawah). Masukkan ke dalam rongga hidung dengan perlahan sampai batas pangkal pipa. Patikan jalan nafas sudah bebas (lihat, dengar, rasa) (Arifin, 2012).Apabila pernafasan membaik, jaga agar jalan nafas tetap terbuka dan periksa dengan cara (Krisanty, 2009) : 1. Lihat (look), melihat naik turunnya dada yang simetris dan pergerakan dinding dada yang adekuat. 2. Dengar (listen), mendengar adanya suara pernafasan pada kedua sisi dada. 3. Rasa (feel), merasa adanya hembusan nafas. 2) Breathing Oksigen sangat penting bagi kehidupan. Sel-sel tubuh memerlukan pasokan konstan O2 yang digunakan untuk menunjang reaksi kimiawi penghasil energi, yang menghasilkan CO2 yang harus dikeluarkan secara terus-menerus (Dewi. 2013). Airway yang baik tidak dapat menjamin pasien dapat bernafas dengan baik pula (Dewi, 2013). Menjamin terbukanya airway merupakan langkah awal yang penting untuk pemberian oksigen. Oksigenasi yang memadai menunjukkan pengiriman oksigen yang sesuai ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolik, efektivitas ventilasi dapat dinilai secara klinis (Krisanty, 2009). Apabila pernafasan tidak adekuat, ventilasi dengan menggunakan teknik bag-valve-face-mask merupakan cara yang efektif, teknik ini lebih efektif apabila dilakukan oleh dua orang dimana kedua tangan dari salah satu petugas dapat digunakan untuk menjamin kerapatan yang baik (ATLS, 2004).Cara melakukan pemasangan face-mask (Arifin, 2012): a) Posisikan kepala lurus dengan tubuh b) Pilihlah ukuran sungkup muka yang sesuai (ukuran yang sesuai bila sungkup muka dapat menutupi hidung dan mulut pasien, tidak ada kebocoran)c) Letakkan sungkup muka (bagian yang lebar dibagian mulut) d) Jari kelingking tangan kiri penolong diposisikan pada angulus mandibula, jari manis dan tengah memegang ramus mandibula, ibu jari dan telunjuk memegang dan memfiksasi sungkup muka e) Gerakan tangan kiri penolong untuk mengekstensikan sedikit kepala pasien f) Pastikan tidak ada kebocoran dari sungkup muka yang sudah dipasangkan g) Bila kesulitan, gunakan dengan kedua tangan bersama-sama (tangan kanan dan kiri memegang mandibula dan sungkup muka bersama-sama) h) Pastikan jalan nafas bebas (lihat, dengar, rasa) i) Bila yang digunakan AMBU-BAG, maka tangan kiri memfiksasi sungkup muka, sementara tanaga kanan digunakan untuk memegang bag (kantong) reservoir sekaligus pompa nafas bantu (squeeze-bag)

3) Circulation Perdarahan merupakan penyebab kematian setelah trauma (Krisanty, 2009). Oleh karena itu penting melakukan penilaian dengan cepat status hemodinamik dari pasien, yakni dengan menilai tingkat kesadaran, warna kulit dan nadi (ATLS, 2004). a) Tingkat kesadaran Bila volume darah menurun perfusi otak juga berkurang yang menyebabkan penurunan tingkat kesadaran. b) Warna kulit Wajah yang keabu-abuan dan kulit ektremitas yang pucat merupakan tanda hipovolemia. c) Nadi Pemeriksaan nadi dilakukan pada nadi yang besar seperti a. femoralis dan a. karotis (kanan kiri), untuk kekuatan nadi, kecepatan dan irama. Dalam keadaan darurat yang tidak tersedia alat-alat, maka secara cepat kita dapat memperkirakan tekanan darah dengan meraba pulsasi (Dewi. 2013) :(1) Jika teraba pulsasi pada arteri radial, maka tekanan darah minimal 80 mmHg sistol.(2) Jika teraba pulsasi pada arteri brachial, maka tekanan darah minimal 70 mmHg sistol.(3) Jika teraba pulsasi pada arteri femoral, maka tekanan darah minimal 70 mmHg sistol Jika teraba pulsasi pada arteri carotid, maka tekanan darah minimal 60 mmHg sistol 4) Disability Menjelang akhir primary survey dilakukan evaluasi terhadap keadaan neurologis secara cepat. Hal yang dinilai adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil. Tanda-tanda lateralisasi dan tingkat (level) cedera spinal (ATLS, 2004). Cara cepat dalam mengevaluasi status neurologis yaitu dengan menggunakan AVPU, sedangkan GSC (Glasgow Coma Scale) merupakan metode yang lebih rinci dalam mengevaluasi status neurologis, dan dapat dilakukan pada saat survey sekunder (Krisanty P. Dkk, 2009,). AVPU, yaitu : A : Alert V : Respon to verbal P : Respon to pain U : Unrespon5) Exposure Merupakan bagian akhir dari primary survey, penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya, kemudian nilai pada keseluruhan bagian tubuh. Periksa punggung dengan memiringkan pasien dengan cara log roll. Selanjutnya selimuti penderita dengan selimut kering dan hangat, ruangan yang cukup hangat dan diberikan cairan intra-vena yang sudah dihangatkan untuk mencegah agar pasien tidak hipotermi (Dewi. 2013). 6) Survei Sekunder Setelah dilakukan survei primer dan masalah yang terkait dengan jalan napas, pernapasan, serkulasi, dan status kesdaran telah selaesai dilakukan tindakan, maka tahapan selanjutnaya adalah survei sekunder. Pada survei sekunder pemeriksaan lengkap mulai dari head to toe(1) Full set of vital signs, five intervensition, and facilitation presence ( tanda tanda vital, 5 intervensi, dan memfasilitasi kehiran keluarga) Full set of vital signs (TTV)Tanda tanda vital ini menjadi dasar untuk penilaian selanjutnya. Pasien yang kemungkinan mengalami trauma dada harus dicatat denyut nadi radial dan apikalnya; nilai tekanan darh pada kedua lengan. Termasuk suhu dan saturasi oksigen sebainya dilengkapi pada tahap ini, jika belum dilakukan.7) Give comfort measures (Memberikan kenyamanan)Korban trauma sering mengalami masalah yang terkait dengan kondisi fisik dan psikologis. Metode farmologi dan non farmakologi banyak digunakan untuk menurunkan rasa nyeri dan kecemasan. Dokter dan perawat yang terlibat dalam tim trauama harus bisa mengenali keluhan dan melakukan intervensi bila dibutuhkan.8. H. History and Head - to Toe Examination Riwayat Pasien (History)Jika pasien sadar dan kooperatif, lakukan pengkajian pada pasien untuk memperoleh informasi penting tentang kondisi sebelumnya sampai di rumah sakit seperti tempat kejadian. Proses cedera, penilaian pasien dan intervensi didapatkan dari peyugas EMS. Untuk mempermudah dalam melakukan pengkajian yang berkaitan dengan riwayat kejadian pasien, maka dapat digunakan mneminic MIVT yaitu mechanism (mikanisme), injuries suspected (dugaan adanya cedera), vital signs on scene (TTV di tempat kejadian), dan treatment received (penawaran yang telah diterima).9. Inspect the posterior surfaces (periksa permukaan bagian belakang)Dengan tetap mempertahankan posisi tulang belakang dalam kondisi netral, meringkan pasien ke satu sisi. Prosedur ini membutuhkan beberapa orang anggota tim. Pemimpin tim menilai keaadaan posterior psien dengan mecari tanda tanda jejas, lebam, perubahan bentuk, pergeseran, atau nyeri. Pemeriksaan rektal dapat dilakukan pada tahap ini apabila belum dilakukan pada saat pemeriksaan pinggul dan pada kesempatan ini juga bisa digunakan untuk mengambil baju pasien yang berada di bawah tubuh pasien. Apabila pada pemeriksaan tulang belakang tidak didapatkan adanya kelainan atau gangguan dan pasien dapat terlentang, maka backboard dapat diambil diambil (dengan mengikuti protokol institusi)

2.1.2 Waktu Tanggap ( Respon Time)2.1.2.1 DefinisiPenanganan gawat darurat ada filosofinya yaitu Time Saving its Live Saving. Artinya seluruh tindakan yang dilakukan pada saat kondisi gawat darurat haruslah benar-benar efektif dan efisien. Hal ini mengingatkan pada kondisi tersebut pasien dapat kehilangan nyawa hanya dalam hitungan menit saja. Berhenti nafas selama 2 - 3 menit pada manusia dapat menyebabkan kematian yang fatal (Sutawijaya, 2009).Waktu tanggap pelayanan merupakan gabungan dari waktu tanggap saat pasien tiba di depan pintu rumah sakit sampai mendapat tanggapan atau respon dari petugas instalasi gawat darurat dengan waktu pelayanan yaitu waktu yang di perlukan pasien sampai selesai. Waktu tanggap pelayanan dapat di hitung dengan hitungan menit dan sangat dipengaruhi oleh berbagai hal baik mengenai jumlah tenaga maupun komponen-komponen lain yang mendukung seperti pelayanan laboratorium, radiologi, farmasi dan administrasi. Waktu tanggap dikatakan tepat waktu atau tidak terlambat apabila waktu yang diperlukan tidak melebihi waktu rata-rata standar yang ada (Haryatun, 2005).Sistem tingkat kedaruratan triage mempunyai arti yang penting karena triage merupakan suatu proses mengomunikasikan kondisi kegawat daruratan pasien di Dalam UGD. Jika data hasil pengkajian triage dikumpulkan secara akurat dan konsisten, maka suatu UGD Dapat menggunakan keterangan tersebut untuk menilai dan menganalisis, serta menentukan suatu kebijakan, seperti berapa lama pasien dirawat di UGD, berapa hari pasien harus dirawat di rumah sakit jika pasien diharuskan untuk rawat inap, dan sebagainya (Kartikawati, 2013).2.1.2.2 Kategori Triagea. Skala Triage AustraliaSkala triage Australia ini banyak digunakan di UGD rumah sakit di Australia. Penghitungan waktu dimulai sejak pasien pertama kali tiba di UGD, pemeriksaan tanda-tanda vital dilakukan hanya jika perawat akan mengambil keputusan tingkat kedaruratan triage. Selain itu, proses triage meliputi pemeriksaan kondisi kegawat daruratan pasien secara menyeluruh.Tabel 2.1.Skala Triage Australia (Kartikawati, 2013)TingkatWaktuPerawatan

Sangat mengancam hidupLangsung

Sedikit mengancam hidup10 menit

Beresiko mengancam hidup30 menit

Darurat60 menit

Biasa120 nit

b. Skala Triage KanadaSekelompok dokter dan perawat di kanada mengembangkan skala akuitas dan triage lima tingkat. Setiap tingkat triage mewakili beberapa keluhan dari pasien. Pada triage tingkat 1, contoh kasusnya: serangan jantung, trauma berat, gagal napas akut, dan lain-lain. Sementara itu, triage tingkat 5, contohnya pasien terkilir, luka ringan, dan sebagainya. Triage yang dilakukan oleh perawat harus berdasarkan ilmu dan pengalaman tentang proses pemilihan pasien berdasarkan tingkat kedaruratannya.Dalam melakukan proses triage , perawat mengambil keputusan tentang: seberapa lama pasien dapat menunggu tindakan sebelum perawat melakukan pengkajian secara komprehensif dan seberapa lama pasien dapat menunggu untuk selanjutnya diperiksa dokter yang akan merawatnya. Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut membantu menentukan tingkat kedaruratan pasien di mana respons pasien pada setiap levelnya dapat berbeda-beda.Tabel 2.2. Skala Triage Kanada (Kartikawati, 2013)TingkatWaktu untukPerawat

ResusitasiLangsung

Gawat DaruratLangsung

Darurat