bab ii ringkas

22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. DEFINISI Diabetes yang diinduksi steroid didefinisikan sebagai peningkatan gula darah yang tidak normal yang berkaitan dengan penggunaan terapi steroid pada pasien dengan atau tanpa riwayat diabetes melitus. 13 Kelebihan penggunaan steroid dapat menyebabkan gangguan pada metabolisme glukosa, sehingga dapat menginduksi terjadinya diabetes melitus atau memperburuk keadaan diabetes yang sudah ada. 14 2. DIAGNOSIS Penegakkan diagnosis diabetes yang diinduksi steroid sama dengan penegakkan diagnosis diabetes pada umumnya. Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (wholeblood), vena, ataupun angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO.

Upload: fatimah-shellya-shahab

Post on 16-Jan-2016

238 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

lala

TRANSCRIPT

Page 1: Bab II Ringkas

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI

Diabetes yang diinduksi steroid didefinisikan sebagai peningkatan gula

darah yang tidak normal yang berkaitan dengan penggunaan terapi steroid pada

pasien dengan atau tanpa riwayat diabetes melitus.13 Kelebihan penggunaan

steroid dapat menyebabkan gangguan pada metabolisme glukosa, sehingga dapat

menginduksi terjadinya diabetes melitus atau memperburuk keadaan diabetes

yang sudah ada.14

2. DIAGNOSIS

Penegakkan diagnosis diabetes yang diinduksi steroid sama dengan

penegakkan diagnosis diabetes pada umumnya. Diagnosis DM ditegakkan atas

dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas

dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa

darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan

bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (wholeblood), vena,

ataupun angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO.

Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan

menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.15

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan

adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah

ini:15

- Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat

badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

- Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan

disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.

Tabel 1. Kriteria Diagnosis DM15

Page 2: Bab II Ringkas

1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL (11,1 mmol/L)Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaatpada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir

Atau2. Gejala klasik DM

+Kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dL (7.0 mmol/L)

Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jamAtau

3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1 mmol/L)TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa

yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

* Pemeriksaan HbA1c (>6.5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi salah satu kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah terstandardisasi dengan baik. Pemeriksaan HbA1c untuk diabetes yang diinduksi steroid, dilakukan >2/3 bulan setelah terapi steroid dimulai.15-16

Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):

Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan sehari-

hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani

seperti biasa.

Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum

air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.

Diperiksa kadar glukosa darah puasa.

Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/ kgBB (anak-anak),

dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit.

Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam

setelah minum larutan glukosa selesai.

Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa.

Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak

merokok.

Pada diabetes yang diinduksi steroid, pemeriksaan TTGO sebaiknya

dilakukan pada waktu 2 jam setelah makan siang. Pada pemberian dosis satu kali

sehari, glukokortikoid diberikan pada pagi hari untuk mencegah efek supresi

adrenal. Level glukosa mulai meningkat pada pertengahan pagi hari dan berlanjut

Page 3: Bab II Ringkas

meningkat hingga waktu tidur. Dengan melakukan pemeriksaan level glukosa pada

satu hingga dua jam setelah makan siang, maka kita dapat menilai puncak aksi

glukokortikoid dan absorpsi karbohidrat. Jika pada saat ini terjadi hiperglikemi,

maka akan segera terdeteksi. Level glukosa ≥ 200 mg/dL dapat menunjukkan

adanya kemungkinan diabetes melitus.

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM,

bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam

kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu

(GDPT).15

1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan

glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7,8-11,0

mmol/L).

2. GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma

puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/Dl (5,6 – 6,9 mmol/L) dan

pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dL.

Pemeriksaan penyaring

Pemeriksaan penyaring dilakukan pada mereka yang mempunyai risiko

DM namun tidak menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring

bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM, TGT, maupun GDPT, sehingga

dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga

disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara menuju DM.

Kedua keadaan tersebut juga merupakan faktor risiko untuk terjadinya DM dan

penyakit kardiovaskular dikemudian hari. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan

melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah

puasa. Pemeriksaan penyaring untuk tujuan penjaringan masal (mass screening)

tidak dianjurkan mengingat biaya yang mahal, yang pada umumnya tidak diikuti

dengan rencana tindak lanjut bagi merekayang diketemukan adanya kelainan.

Pemeriksaan penyaring dianjurkan dikerjakan pada saat pemeriksaan untuk

Page 4: Bab II Ringkas

penyakit lain atau general check-up. Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa

darah puasa sebagai patokan penyaring dapat dilihat pada tabel 2.15

Tabel 2. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dL)\

Sampel Bukan DM TGT DM

Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dL)

Plasma vena < 100 100-199 ≥ 200

Darah kapiler < 90 90-199 ≥ 200

Kadar glukosa darah puasa (mg/dL)

Plasma vena < 100 100-125 ≥ 126

Darah kapiler < 90 90-99 ≥ 100

Catatan : Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil,

dilakukan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor

risiko lain, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.

Langkah Diagnosa DM dan Gangguan Toleransi Glukosa

Page 5: Bab II Ringkas

3. FAKTOR RESIKO

Resiko untuk terkena diabetes melitus akan lebih tinggi jika dalam terapi

steroid orang tersebut memiliki kriteria sebagai berikut:12,17-18

1. Usia ≥ 45 tahun

2. Indeks massa tubuh (IMT) ≥ 25 kg/m2

3. Waist-hip ratio (WHR) ≥ 0,8

4. HbA1c 42-47 mmol/L (6,0-6,4 %)

5. Riwayat Toleransi Gula Terganggu (TGT) atau Gula Darah Puasa Terganggu

(GDPT)

6. Dislipidemia (HDL ≤ 35 mg/dl atau trigliserid > 210 mg/dl)

7. Hipertensi ≥ 140/90 mmHg

8. Riwayat penyakit kardiovaskular

9. Acanthosis nigricans

10. Riwayat diabetes melitus tipe 1 atau tipe 2

11. Riwayat diabetes pada keluarga tingkat pertama

12. Memiliki riwayat diabetes gestasional

13. Riwayt melahirkan anak dengan berat badan lahir ≥ 4 kg

14. Merupakan kelompok etnis tertentu

15. Menderita polycystic ovarian syndrome

16. Pernah mengalami diabetes saat mendapat terapi steroid

Untuk penyakit yang sering menggunakan steroid dalam pengobatannya,

para klinisi dapat menyesuaikan berapa lama waktu pemberian steroid tersebut.

Sesuai kondisinya penggunaan steroid dapat diklasifikasikan menjadi pemakaian

jangka pendek (3-4 minggu atau kurang, seperti 6 hari penggunaan

metilprednisolon untuk kondisi alergi) atau jangka panjang (lebih dari 3-4

minggu, seperti pada penerima transplantasi organ untuk mencegah mekanisme

penolakan tubuh melalui kerja imun yang berlebihan). Hiperglikemi adalah

Page 6: Bab II Ringkas

keadaan yang dapat terjadi baik pada penggunaan steroid jangka pendek maupun

jangka panjang, namun biasanya kondisi ini terjadi pada penggunaan steroid

dalam jangka waktu yang panjang, yaitu lebih dari 3 bulan.16-17

Jika terapi dengan glukokortikoid dilanjutkan lebih dari 3 - 4 minggu,

maka populasi yang dikhawatirkan akan mengidap diabetes dan harus dilakukan

pengelolaan adalah para penerima transplantasi organ. Menurut guideline dari

konsensus internasional yang dipublikasikan tahun 2003 menyarankan agar pada

penerima transplantasi organ dilakukan pemeriksaan gula darah puasa satu kali

seminggu untuk 4 minggu pertama setelah transplantasi, kemudian 3 bulan sekali,

6 bulan sekali, dan satu tahun sekali. Pemeriksaan gula darah puasa sensitif pada

pasien yang menerima dosis prednison 40 mg atau lebih pada pagi hari, atau

dengan dosis dua kali lipat, namun kurang sensitif pada pasien yang mendapatkan

dosis glukokortikoid yang rendah, seperti 30 mg prednison satu kali sehari.

Pemeriksaan TTGO merupakan yang paling sensitif.16

4. EPIDEMIOLOGI

Glukokortikoid adalah obat yang banyak diresepkan, dan merupakan obat

yang paling sering menginduksi diabetes16. Hampir separuh dari pasien yang

diterapi dengan glukokortikoid dalam jangka waktu lama dapat mengalami

gangguan metabolisme glukosa. Sekitar 50% gangguan metabolisme glukosa

akibat pemakaian steroid ini menetap walaupun terapi telah dihentikan.19 Lebih

dari 40% pasien dengan gangguan ginjal dan 14,7% pasien dengan gangguan

respirasi menderita diabetes melitus selama pengobatan dengan kortikosteroid.7-8

Pada pasien reumatoid arthritis dengan rata-rata usia 62 tahun, sebanyak 9%

menderita diabetes pada 2 tahun setelah pengobatan dengan steroid. Pada pasien

non diabetik dengan penyakit ginjal primer yang diberikan prednisolon 0,75

mg/kg/day, sebanyak 42% ditemukan memiliki kadar glukosa plasma 2 jam

setelah makan siang > 200 mg/dL, namun kadar gula darah puasanya normal. Pada

pasien yang telah mengidap diabetes tipe 1, prednisone 60 mg/hari dapat

meningkatkan kadar glukosa darah setelah 6 jam pemberian prednison. Dilaporkan

Page 7: Bab II Ringkas

juga ketoasidosis diabetik dan status hiperosmolar hiperglikemik dapat terjadi

akibat terapi glukokortikoid.16

5. PATOFISIOLOGI

Glukokortikoid memiliki efek metabolik yang dapat menginduksi

terjadinya diabetes melalui berbagai mekanisme yang berkaitan dengan terjadinya

resistensi insulin, dislipidemia, obesitas, dan hiperglikemi. Glukokortikoid

eksogen menyamai efek glukokortikoid endogen, yaitu hormon nuklear yang

melewati membran sel untuk berikatan ke reseptor spesifik glukokortikoid di

sitoplasma sel target untuk membentuk kompleks glucocorticoid-receptor (GR).

Aktivasi dari kompleks GR adalah translokasi ke nukleus sel dan modulasi

transkripsi DNA. Hasilnya yaitu transaktivasi dari protein anti inflamasi dan

transrepresi dari protein pro inflamasi. Steroid juga memodulasi metabolisme

karbohidrat melalui mekanisme yang kompleks, termasuk efek pada fungsi sel

beta, menginduksi resistensi insulin melalui efek pada reseptor insulin di hati,

otot, dan jaringan adiposa. Efek ini menyebabkan terjadinya hiperglikemi pada

individu yang memiliki resiko.

Steroid dapat digunakan dalam jenis dan dosis yang bervariasi. Steroid

dengan dosis tunggal atau kerja pendek (prednisolon) pada pagi hari mungkin

adalah jenis pemberian yang paling sering. Pada pasien tertentu, hal ini sering

menyebabkan peningkatan glukosa darah pada akhir pagi hingga ke malam. Pada

tengah malam gula darah biasanya turun kembali, sering hingga level basal pada

pagi berikutnya. Pemberian terapi harus dikhususkan untuk memperbaiki

hiperglikemi, namun menghindari hipoglikemi pada tengah malam dan subuh.

Pada kondisi hamil atau kondisi lain, diberikan steroid dosis tunggal atau kerja

pendek. Banyak pasien yang mendapatkan dosis harian ganda steroid. Level

glukosa pada kebanyakan individu dapat diprediksi akan meningkat pada 4-8 jam

sesuai pemberian steroid oral dan selanjutnya dapat diprediksi sesuai pemberian

steroid intravena. Monitoring glukosa darah kapiler sangat penting untuk

menyesuaikan intervensinya. Sebaliknya, level glukosa akan menjadi level

glukosa pre-steroid 24 jam setelah pemberian steroid intravena dihentikan. Jika

Page 8: Bab II Ringkas

steroid oral diturunkan dalam beberapa minggu, level glukosa mungkin menurun

sesuai dosis. Hal ini tidak selalu terjadi, terutama pada individu yang sudah

beresiko terkena diabetes.12

Mekanisme terjadinya diabetes yang diinduksi steroid akan dijabarkan sebagai

berikut: 10,16,18-19

1. Glukokortikoid dapat menyebabkan kerusakan dan menurunkan produksi

insulin oleh sel beta pankreas.

2. Glukokortikoid mensupresi adiponektin (faktor yang dikeluarkan oleh

jaringan adiposa) yang berperan dalam meningkatkan sensitivitas insulin di

jaringan.

3. Efek lipogenik dari glukokortikoid ditandai dengan adanya akumulasi

trigliserida pada hati (steatosis atau fatty liver) yang dapat menurunkan

sensitivitas insulin.

4. Glukokortikoid menginduksi pembentukan pre-adiposit menjadi adiposit,

meningkatkan ukuran dan jumlah sel lemak yang dapat meningkatkan indeks

massa tubuh, yang juga berkaitan dengan timbulnya resistensi insulin melalui

penurunan ambilan glukosa oleh sel. Glukokortikoid meredistribusi adiposit

dari perifer meuju sentral sehingga dapat menyebabkan penumpukan lemak

sentral seperti di intra-abdominal.

5. Peningkatan lipolisis dan oksidasi lipid menyebabkan peningkatan asam

lemak bebas di darah yang dapat menginduksi terjadinya resistensi insulin.

6. Glukokortikoid menginduksi glukoneogenesis oleh hati, sehingga

meningkatkan produksi glukosa oleh hati dan menyebabkan hiperglikemi.

7. Menurunkan transport glukosa ke sel lemak dan sel otot.

8. Menurunkan buangan glukosa.

9. Menurunkan afinitas ikatan dari reseptor insulin.

10. Proteolisis dari otot menyebabkan pelepasan asam amino yang dapat

meningkatkan resistensi insulin. increasing aminoacid concentration which

impairs different steps of insulin signalling,

Page 9: Bab II Ringkas

11. Glukokortikoid juga menghambat kerja osteokalsin yang berperan dalam

mensupresi pembentukan adiposit dan steatosis.

12. Glukokortikoid menghambat beberapa proses dalam jalur pensinyalan insulin

melalui berbagai mekanisme yang berbeda.

13. Adanya defek pensinyalan insulin postreseptor seperti penurunan aksi insulin

receptor substrate-1, phosphatidylinositol-3 kinase, dan protein kinase B di

perifer, yang menyebabkan gangguan translokasi transporter glukosa pada

permukaan sel sehingga menurunkan ambilan glukosa.

14. Glukokortikoid juga mengganggu ambilan dan metabolisme dari glukosa pada

sel beta melalui aksi genomik (seperti modulasi ekspresi gen oleh reseptor

glukokortikoid nuklear) yang mana dapat menyebabkan penurunan efektivitas

dari kalsium sitoplasma padaa proses eksositosis dari pengsekresi insulin.

15. Penggunaan glukokortikoid jangka pendek menurunkan efek insulinotropik

dari GLP-1.

Melalui pemeriksaan dengan metode insulin clamp, didapatkan

penurunan sensitivitas insulin sebesar 50% pada relawan sehat yang diberikan

terapi prednison selama 7 hari. Glukokortikoid dapat mempengaruhi metabolisme

glukosa melalui berbagai mekanisme yang saling berhubungan satu sama lain,

sehingga semua efek samping metabolik tersebut dapat menginduksi terjadinya

diabetes melitus pada penderita yang mendapatkan terapi glukokortikoid.

6. MANIFESTASI KLINIS

Diabetes yang diinduksi steroid memiliki manifestasi klinis yang sama

dengan diabetes tipe 1 dan tipe 2. Manifestasi klinisnya yaitu sebagai berikut:21-22

1. Polidipsia

2. Poliuria

3. Polifagia

4. Penurunan berat badan

5. Penglihatan kabur

6. Mual dan muntah

Page 10: Bab II Ringkas

7. Lelah dan lemas

8. Mood mudah berubah dan tidak stabil

9. Infeksi yang tidak mudah sembuh

10. Gula darah yang tinggi

11. Gula di urine yang tinggi

12. Kulit yang gatal dan kering

13. Sensasi yang menggelitik atau hilang rasa pada tangan dan kaki

7. KOMPLIKASI

Untuk komplikasi jangka panjang diabetes yang diinduksi steroid ini

tidak berbeda dengan komplikasi diabetes pada umumnya. Namun, biasanya

kondisi diabetes ini akan menghilang setelah terapi steroid dihentikan, kecuali

pada beberapa individu yang beresiko tinggi menderita diabetes di kemudian hari,

biasanya diabetes akan tetap ada walaupun terapi dihentikan.11

8. PENATALAKSANAAN

1. Monitoring Glukosa

Pada pasien yang memiliki resiko mengalami diabetes yang diinduksi

steroid atau pada pasien dengan diabetes harus dilakukan monitoring glukosa.

Pada individu yang mendapatkan terapi kortikosteroid dan memiliki resiko

mengalami diabetes yang diinduksi steroid harus dilakukan capillary blood

clucose (CBG) testing satu kali sehari.

a. Tanpa diagnosis diabetes sebelumnya

Paling sedikit dilakukan monitoring satu kali sehari, saat makan siang

atau makan malam atau 1-2 jam sesudah makan siang atau makan malam. Jika

gula darah tidak tinggi maka pemeriksaan dilakukan ulang pada hari

selanjutnya. Namun, jika gula darah tinggi maka frekuensi pemeriksaan

dinaikkan jadi 4 kali sehari, yaitu ditambahkan sebelum makan dan sebelum

tidur. Jika pemeriksaan darah kapiler 2 kali menunjukkan nilai gula darah yang

Page 11: Bab II Ringkas

tinggi dalam kurun waktu 24 jam, maka individu tersebut akan kita lakukan

monitoring sesuai algoritma 1.

ALGORITMA 1

Page 12: Bab II Ringkas

b. Dengan diagnosis diabetes sebelumnya

Dilakukan pemeriksaan gula darah 4 kali sehari, yaitu sebelum dan

sesudah makan, serta sebelum tidur. Jika pemeriksaan darah kapiler 2 kali

menunjukkan nilai gula darah yang tinggi dalam kurun waktu 24 jam, maka

individu tersebut akan kita lakukan monitoring sesuai algoritma 2.

ALGORITMA 2

Page 13: Bab II Ringkas

2. Pilihan tatalaksana untuk diabetes

Semua individu yang mengalami hiperglikemi harus mendapatkan

edukasi yang tepat dan baik mengenai:

a. Pengobatan diabetes

b. Pilihan gaya hidup yang sehat

c. Resiko terjadinya hipoglikemi pada terapi insulin dan non insulin

Pilihan pengobatan untuk individu yang menggunakan terapi steroid satu

kali sehari

1. Terapi non insulin

a. Sulfonilurea, contohnya gliclazide tepat digunakan pada individu yang

mendapatkan terapi steroid satu kali sehari. Kemudian utnuk mencegah

terjadinya hipoglikemi, gliclazide dititrasi hingga dosis maksimum 240

Page 14: Bab II Ringkas

mg pada pagi hari. Dosis glicazide pada malam hari juga harus

disesuaikan agar tercapai dosis maksimum harian yaitu 320 mg.

b. Pioglitazone dianggap merupakan agen yang juga tepat sebagai terapi

diabetes yang diinduksi steroid. Pioglitazone membutuhkan waktu

beberapa minggu untuk mendapatkan efek maksimal, dengan penggunaan

satu kali sehari.

Walaupun masih banyak pengobatan lain, namun tidak ada penelitian

yang mendukung bahwa penggunaan golongan lain seperti DPP-IV inhibitor,

GLP-1, dan SGLT-2 inhibitor memberikan hasil yang baik pada terapi

diabetes yang diinduksi steroid ini.

2. Terapi insulin

Penggunaan insulin basal pada pagi hari. 10 unit insulin basal dengan

dosis harian yang meningkat antara 10% dan 20%, dititrasi sesuai level

glukosa, dan pada beberapa individu diperlukan dosis hingga 40%.

Pilihan pengobatan untuk individu yang menggunakan terapi steroid dengan

dosis harian ganda

Penggunaan dosis harian ganda seperti hidrokortison intravena atau

deksametason oral dapat menyebabkan efek hiperglikemi selama 24 jam.

1. Terapi non insulin

Gliclazide 40 mg 2 kali per hari, kemudian dosis dititrasi setiap hari

hingga mencapai dosis maksimum 160 mg 2 kali per hari. Penggunaan

pioglitazone dan metformin tidak begitu bermanfaat dan tidak ada penelitian

yang mendukung bahwa penggunaan golongan lain seperti DPP-IV inhibitor,

GLP-1, dan SGLT-2 inhibitor baik digunakan pada kondisi ini.

2. Terapi insulin

Terapi insulin subkutan menggunakan insulin basal atau injeksi harian

ganda merupakan terapi yang paling tepat. Terapi dapat 2 kali per hari premixed,

basal bolus, atau penggunaan insulin yang lebih kompleks akan dibutuhkan jika

Page 15: Bab II Ringkas

pengobatan oral , atau insulin 1 kali sehari terbukti tidak mampu mengontrol

hiperglikemi. Monitoring gula darah sangat penting untuk menyesuaikan terapi.

Pada pasien yang gawat, terapi oral non insulin tidak mampu mengontrol

gula darah, sehingga diperlukan infuse insulin intravena (VRIII) dengan

pemantauan ketat.12

9. PENCEGAHAN

Pencegahan dilakukan dengan memperhatikan penggunaan steroid

dengan dosis dan jangka waktu tertentu, serta memastikan adanya faktor resiko

diabetes pada setiap individu. Sedangkan pada individu yang telah terdiagnosis

menderita diabetes melitus, penggunaan terapi steroid harus dilakukan dengan

tepat dan monitoring terhadap kadar gula darah harus selalu diperhatikan.