jatuh geriatri
DESCRIPTION
GeriatriTRANSCRIPT
LAPORAN TUTORIAL III
MODUL “JATUH”
BLOK TUMBUH KEMBANG DAN GERIATRI
Tutor : dr. Asmaun Nadjamuddin, Sp.RM
DISUSUN OLEH : KELOMPOK 2A
Sukri Lakowani 1102070090Agung Dirgantara 1102080103Zarah Alifani Dzulhijjah 1102090115L.M Akhiruddin 1102090079Assafahani Sibua 1102090038M. Taufik Syarifuddin 1102090010Fadli 1102090131Tasia Ma’bud 1102090044Risda Nurfadila 1102090018Rismawaty Samonding 1102090096Andi Fajar Apriani 1102090106
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2012
1
Skenario 1
Seorang perempuan umur 65 tahun dibawa ke Puskesmas dengan keluhan nyeri pada pangkal
paha kanan sehingga tidak dapat berjalan. Keadaan ini dialami sejak 5 hari yang lalu setelah
jatuh terduduk di kamar mandi pada saat penderita berjalan tertatih-tatih. Sejak 7 tahun terakhir
ini penderita mengkonsumsi obat-obat kencing manis, tekanan darah tinggi, jantung, dan
rematik. Penderita pernah mengalami serangan stroke 3 tahun lalu.
Kata Sulit
Rematik : Beragam Keluhan nyeri pada sendi (William Heberden) ; berbagai kelainan yg
ditandai oleh peradangan, degenerasi, atau kekacauan metabolik struktur jaringan ikat terutama
sendi dan struktur yg berhubungan, dan disertai oleh rasa nyeri, kekakuan atau pembatasan
gerak
Tertatih – tatih : Cara jalan yang terganggu yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti
perubahan fungsi organ dan penyakit
Kata Kunci
- Perempuan 65 tahun
- Nyeri pada pangkal paha kanan
- 5 hari yang lalu jatuh terduduk di kamar mandi
- Riwayat konsumsi obat Kencing manis, tekanan darah tinggi, jantung dan rematik
- Riwayat Stroke 3 tahun yang lalu
Analisa Kasus
Usia
Lanjut usia (Lansia) merupakan suatu keadaan dimana seseorang berada pada usia di
atas 60 tahun. Sedangkan Pasien geriatri adalah pasien berusia lanjut (> 60 tahun) dengan
penyakit majemuk (multipatologi) akibat gangguan fungsi jasmani dan rohani, kondisi sosial
yang bermasalah. Ciri-ciri Pasien Geriatri yaitu memiliki beberapa penyakit
2
kronis,menurunnya daya cadangan faali, tampilan gejala penyakit tidak khas, tingkat
kemandiriannya berkurang, dan sering disertai dengan masalah nutrisi. Dengan alasan
tersebut, perawatan pasien geriatri berbeda dari pasien dewasa muda. Pendekatan yang
digunakan adalah Pendekatan Paripurna pada Pasien Geriatri (P3G) yang bertujuan dapat
mengidentifikasi dan menilai pasien geriatri untuk tatalaksana dan target terapi yang dapat
meningkatkan kualitas hidup pasien. Berdasarkan skenario, pasien berusia 65 tahun dan
memiliki banyak penyalit bawaan, maka dapat didefinisikan pasien termasuk dalam kategori
pasien geriatri.
Tertatih-tatih
Tertatih-taih dapat didefinisikan sebagai gangguan cara berjalan yang disebabkan oleh
beberapa faktor, seperti faktor visus, keseimbangan dan gangguan pada alat gerak. Dari segi
usia, maka dapat dihubungkan dengan perubahan fisiologis pada pasien. Jika pasien
mempunyai gangguan pada otot dan tulang, maka cara berjalan pasien dapat terganggu
Nyeri pada pangkal paha (femur)
Nyeri dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti faktor trauma dan infeksi. Pada
skenario, terdapat riwayat nyeri pada pangkal paha tepat setelah jatuh terduduk di kamar
mandi. Jatuh dapat didefinisikan sebagai kejadian yang tak diharapkan dimana seseorang
jatuh dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah atau sama tingginya (Masud
Morris 2006)
Maka jika dihubungkan dengan faktor jatuh dan trauma, maka keduanya dapat saling
berhubungan jika ditinjau pada kerusakan pada daerah pangkal paha. Apakah kerusakan
terjadi pada jaringan lunak atau tulang di sekitar paha. Berdasarkan segi morbiditas dan
prevalensi, jatuh merupakan salah satu penyebab terbesar dan utama pada fraktur tulang yang
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti penyakit dan lingkungan. (Tinetti 1992). Fraktur
pada kolum femoris merupakan komplikasi utama akibat jatuh pada lansia, diderita oleh
200.000 lebih lansia AS pertahun dan sebagian besat wanita. Namun dapat pula diestimasikan
dengan fraktur pada tulang yang lain seperti tulang iga, humerus dan pelvis. Sedangkan pada
jaringan lunak, dapat menyebabkan perlukaan seperti memar dan keseleo otot (Kane et al
1994)
3
Nyeri pada pangkal paha juga dapat memberikan penjelasan bahwa persarafan sensoriknya
pada daerah femur masih belum mengalami kerusakan. Sedangkan motoriknya ada
kemungkinan mengalami gangguan karena adanya keluhan tidak dapat berjalan.
Tidak dapat berjalan
Pasien yang tidak dapat berjalan dapat dihubungkan dengan kerusakan anggota gerak pada
daerah kaki, yaitu pada jaringan otot/tulang. Fungsi dari jaringan otot pada alat gerak adalah
sebagai media kontraksi alat gerak, sedangkan jaringan tulang berfungsi sebagai penopang
tubuh dan tempat perlekatan otot. Jika yang mengalami kerusakan adalah jaringan lunak
seperti otot, maka dapat menyebabkan memar dan keseleo, namun kaki masih dapat
digerakkan jika tidak sampai pada tahap robekan.
Sedangkan jika yang mengalami kerusakan adalah daerah tulang, maka dapat menyebabkan
fraktur pada tulang dengan gejala klinis pembengkakan dan ketidak mampuan untuk
menggunakan anggota gerak, yang bisa disebabkan karena nyeri hebat dan keterbatasan
anggota sendi. Pasien yang jatuh terduduk dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan otot
maupun tulang yang disebabkan dari cara jatuhnya dan lokalisasi kerusakan, jika kerusakan
dapat mencapai derajat tertentu dan dihubungkan dengan faktor lain yang dapat
menyebabkan kerapuhan pada jaringan, seperti proses menua dan osteoporosis.
Konsumsi Obat-obatan
Pasien mempunyai riwayat konsumsi obat sejak 7 tahun yang lalu karena adanya penyakit
yang diderita. Namun riwayat mengonsumsi obat mempunyai efek lanjutan yang selanjutnya
dapat memperparah penyakit yang diderita. Seperti obat untuk gagal jantung, obat DM seperti
sulfoniurea yamg justru dapat menyebabkan hipoglikemia dan beberapa obat lainnya.
Riwayat Stroke
Penyakit Stroke adalah gangguan fungsi saraf yang terjadi mendadak akibat pasokan darah
ke suatu bagian otak (karena pembuluh darah yang pecah/hambatan dipembuluh darah)
sehingga peredaran darah ke otak terganggu. kurangnya aliran darah dan oksigen
menyebabkan serangkaian reaksi biokimia, yang dapat merusakkan atau mematikan sel-sel
saraf di otak sehingga menyebabkan kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, penurunan
kesadaran. penyakit stroke banyak dialami oleh orang-orang yang berusia lanjut karena
4
proses penuaan menyebabkan pembuluh darah mengeras dan menyempit (arteriosclerosis).
Adanya hambatan pasokan dapat menyebabkan serangan yang dapat menyebabkan
koma/pingsan mendadak.
5
Pertanyaan1. Perubahan fisiologis apa yang terjadi pada usia lanjut?
2. Faktor resiko apa yang terjadi jika jatuh terduduk?
3. Adakah riwayat konsumsi obat dengan perubahan fisiologis dan riwayat jatuh?
4. Hubungan riwayat penyakit terdahulu dengan keluhan!
5. Jelaskan Penanganan awal dari skala prioritas pada skenario!
6. Langkah diagnosis!
7. Komplikasi yang dapat terjadi akibat jatuh terduduk!
8. Penanganan untuk komplikasi dari segi geriatri!
6
Jawaban1. Perubahan fisiologis apa yang terjadi pada usia lanjut?
Dengan makin bertambahnya usia seseorang, maka kemungkinan terjadinya
penurunan anatomik dan fungsional atas organ-organ tubuhnya makin besar. Peneliti
Andres dan Tobin, mengintroduksi hukum 1 % yang menyatakan bahwa fungsi organ
akan menurun sebanyak 1 % setiap tahunnya setelah usia 30 tahun. Walaupun
penelitian Svanborg et al. menyatakan bahwa penurunan tersebut tidak sedramatis
seperti diatas, tetapi memang terdapat penurunan fungsional yang nyata setelah usia
70 tahun. Penurunan anatomik dan fungsional dari organ-organ pada lansia akan
mempermudah timbulnya penyakit pada organ tersebut (Martono, 2009).
Berbagai perubahan tersebut antara lain (Martono, 2009):
Sistem panca indra
Terdapat perubahan morfologik pada panca indra. Perubahan fungsional yang
bersifat degeneratif ini, memberi manifestasi pada morfologi berbagai organ panca
indra tersebut baik pada fungsi melihat, mendengar, keseimbangan ataupun perasa
dan perabaan. Pada keadaan yang ekstrim dapat bersifat patologik, misalnya terjadi
ekstropion/entropion, ulkus kornea, glaukoma, dan katarak pada mata, sampai
keadaan konfusio akibat penglihatan yang terganggu. Pada telinga, dapat terjadi tuli
konduksi dan sindroma Meniere (keseimbangan).
Sistem kardiovaskuler
Meskipun tanpa disertai adanya penyakit, pada usia lanjut jantung sudah
menunjukkan penurunan kekuatan kontraksi, kecepatan kontraksi dan isi sekuncup.
Terjadi pula penurunan yang signifikan dari cadangan jantung dan kemampuan untuk
meningkatkan kekuatan curah jantung, misalnya pada keadaan latihan/ exercise.
Golongan lansia sering kali kurang merasakan nyeri dibandingkan usia muda dan
gejala awal infark miokard akut seringkali adalah gagal jantung, embolus, hipotensi
atau konfusio.
Pada usia lanjut juga terjadi perubahan pada pembuluh darah. Terjadi
penebalan intima (akibat proses aterosklerosis) atau tunika media (akibat proses
menua) yang pada akhirnya menyebabkan kelenturan pembuluh darah tepi meningkat.
7
Hal ini akan menyebabkan peningkatan tekanan darah terutama tekanan darah
sistolik, walaupun tekanan diastolik juga sering meningkat sebagai akibat banyak
faktor lain termasuk genetik.
Sistem respirasi
Sistem respirasi sudah mencapai kematangan pertumbuhan pada usia 20-25
tahun, setelah itu mulai menurun fungsinya. Elastisitas paru menurun, kekakuan
dinding dada meningkat, kekuatan otot dada menurun. Semua ini mengakibatkan
turunnya rasio ventilasi-perfusi di bagian paru yang tak bebas dan pelebaran gradien
alveolar arteri untuk oksigen. Disamping itu, pada sistem respirasi juga terjadi
penurunan gerak silia di dinding sistem respirasi, penurunan refleks batuk dan refleks
fisiologik lain, yang menyebabkan peningkatan kemungkinan terjadinya infeksi akut
pada saluran nafas bawah. Berbagai penurunan morfologik dan fungsional tersebut,
akan mempermudah terjadinya berbagai keadaan patologik diantaranya PPOK
(penyakit paru obstruktif kronis), penyakit infeksi paru akut/ kronis, dan keganasan
pada paru-bronkus.
Sistem endokrinologik
Pada sekitar 50% lansia menunjukkan intoleransi glukosa, dengan kadar
glukosa puasa normal. Pada lansia juga terjadi penurunan tingkat produksi hormon
tiroid dan tingkat bersihan metabolik tiroid. Pada lansia pria terjadi penurunan respon
RSH terhadap TRH. Pada wanita, terjadi penurunan hormon estrogen pasca
menopause sehingga bisa menimbulkan osteoporosis. Pada usia lebih tua, kejadian
osteoporosis pada pria juga meningkat karena faktor-faktor inaktivitas, asupan
kalsium kurang, pembuatan vitamin D melalui kulit menurun, dan juga faktor
hormonal.
Sistem hematologik
Pola pertumbuhan sel darah merah (SDM) dan sel darah putih (SDP) secara
kualitatif tidak berubah pada penuaan, akan tetapi sumsum tulang secara nyata
mengandung lebih sedikit sel hemopoitik dengan respon terhadap stimuli buatan agak
menurun. Respon regeneratif terhadap hilang darah atau terapi anemia pernisiosa agak
kurang dibanding waktu muda. Rentang hidup SDM tidak berubah akibat proses
menua, juga morfologi tidak menunjukkan perubahan penting. Berbagai jenis anemia
8
yang sering didapatkan pada usia lanjut antara lain anemia defisiensi besi, anemia
megaloblastik, dan anemia akibat penyakit kronis.
Sistem persendian
Pada sinovial sendi terjadi perubahan berupa tidak ratanya permukaan sendi,
fibrilasi, dan pembentukan celah dan lekukan di permukaan tulang rawan. Erosi
tulang rawan hialin menyebabkan eburnasi tulang dan pembentukan kista di rongga
subkondra dan sumsum tulang. Semua perubahan ini serupa dengan yang terdapat
pada osteoartrosis. Keadaan tersebut baru bisa dikatakan patologik bila terdapat stres
tambahan, misalnya bila terjadi trauma atau pada sendi penanggung beban. Diantara
penyakit sendi yang sering terdapat pada usia lanjut adalah osteoartritis, rematoid
artritis, gout dan pseudogout, artritis monoartikuler senilis dan rematika polimialgia.
Sistem urogenital
Pada usia lanjut ginjal mengalami perubahan, antara lain penebalan kapsula
bowman dan gangguan permeabilitas terhadap solut yang akan difiltrasi, nefron
mengalami penurunan jumlah dan mulai terlihat atrofi. Akan tetapi, fungsi ginjal
secara keseluruhan dalam keadaan istirahat tidak terlihat menurun. Bila terjadi stres
fisik (latihan berat, infeksi, gagal jantung, dan lain-lain) ginjal tidak dapat mengatasi
peningkatan kebutuhan tesebut dan mudah terjadi gagal ginjal. Pada usia lanjut,
kreatinin juga tidak menggambarkan keadaan fungsi ginjal karena jumlah protein
tubuh dalam massa otot (yang merupakan kontributor kadar kreatinin darah) sudah
menurun.
Sistem saraf pusat dan otonom
Terjadi penurunan berat otak sekitar 10 % pada penuaan antara umur 30
sampai 70 tahun. Disamping meningen menebal, giri dan sulci otak berkurang
kedalamannya. Akan tetapi kelainan ini tidak menimbulkan kelainan patologik yang
berarti. Pada semua sitoplasma sel juga terjadi deposit lipofusin yang sering disebut
sebagai pigmen wear and tear. Yang bersifat patologis adalah adanya degenerasi
pigmen substansia nigra, kekusutan neurofibriler dan pembentukan badan-badan
Hirano. Keadaan ini sesuai dengan proses terjadinya patologi pada sindrom Parkinson
dan demensia tipe Alzeimer. Pada pembuluh darah terjadi penebalan tunika intima
dan tunika media sehingga sering terjadi gangguan vaskularisasi otak yang berakibat
terjadinya TIA, stroke, dan demensia vaskuler. Vaskularisasi yang menurun pada
9
daerah hipotalamus menyebabkan terjadinya gangguan saraf otonom, disamping
mungkin sebagai akibat pengaruh berkurangnya berbagai neurotransmiter. Penyakit
metabolik seperti diabetes, hipotiroid, dan hipertiroid dapat menyebabkan gangguan
pada susunan saraf tepi, baik yang bersifat otonom atau tidak.
Otot dan tulang
Otot-otot mengalami atrofi karena berkurangnya aktivitas, gangguan
metabolik, atau denervasi saraf. Dengan bertambahnya usia, proses berpasangan
(coupling) penulangan yaitu perusakan dan pembentukan tulang melambat, terutama
pembentukannya. Hal ini selain akibat menurunnya aktivitas tubuh, juga akibat
penurunan hormon estrogen (pada wanita), vitamin D (terutama orang yang kurang
terkena sinar matahari) dan beberapa hormon lain seperti kalsitonin dan parathormon.
Tulang-tulang terutama trabekulae menjadi lebih berongga-rongga, mikroarsitektur
berubah dan sering berakibat patah tulang baik akibat benturan ringan maupun
spontan.
Badan Menyeluruh
Pada lansia terjadi penurunan tinggi badan (postur bungkuk karena kifosis),
berat badan menurun, rasio lemak atau BB bersih meningkat, dan air tubuh total juga
menurun.
2. Faktor resiko dan komplikasi apa yang terjadi jika jatuh terduduk?
Jatuh dapat didefinisikan sebagai kejadian yang tak diharapkan dimana seseorang
jatuh dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah atau sama
tingginya (Masud Morris 2006). Faktor resiko dari jatuh terduduk ada beberapa
macam dan merupakan gabungan dari beberapa faktor :
a. Kecelakaan : merupakan penyebab jatuh yang utama (30-50% kasus jatuh
lansia).
- Murni kecelakaan misalnya terpeleset, tersandung
- Gabungan antara lingkungan yang jelek dengan kelainan-kelainan akibat
proses menua misalnya karena mata kurang awas, benda-benda yang ada di rumah
tertabrak, lalu jatuh.
b. Nyeri kepala dan atau vertigo
10
c. Hipertensi othostatik :
- Hipovolemia/curah jantung rendah
- Disfunfsi otonom
- Penurunan kembali darah vena ke jantung
- Terlalu lama berbaring
- Pengaruh obat-obat hipotensi
- Hipotensi sesudah makan
d. Obat-obatan
- Diuretik/antihipertensi
- Antidepressan trisiklik
- Sedativa
- Antipsikotik
- Obat-obat hipoglikemik
- Alkohol
e. Proses penyakit yang spesifik
Penyakit-penyakit akut seerti :
Kardiovaskuler :
- Aritmia
- Stenosis aorta
- Sinkope sinus carotis
Neurologi :
- TIA
- Stroke
- Serangan kejang
- Parkinson
- Kompressi saraf spinal karena spondilosis
- Penyakit serebellum
f. Idiopatik : tak jelas sebabnya
g. Sinkope : kehilangan kesadaran secara tiba-tiba
- Drop attack (serangan roboh)
- Penurunan darah ke otak secara tiba-tiba
- Terbakar matahari
Sedangkan dari faktor lingkungan :
11
- Alat-alat/perlengkapan rumah tangga yang sudah tua, tidak stabil, atau tergeletak di
bawah
- Tempat tidur/WC yang rendah/jongkok
- Tempat berpegangan yang tidak kuat/tidak mudah dipegang
- Lantai yang licin atau basah
- Penerangan yang tidak baik
- Alat bantu jalan yang tidak tepat ukuran, berat, maupun cara penggunaannya
Faktor situasional :
- Aktivitas, sebagian besar jatuh terjadi pada saat lansia melakukan aktivitas biasa
seperti berjalan, naik atau turun tangga, mengganti posisi dan beberapa kegiatan
olahraga
- Lingkungan, sekitar 70% lansia jatuh di rumah, 10% terjadi di tangga karena
disebabkan tersandung/menabrak perlengkapan rumah tangga
- Penyakit akut, seperti dizzines dan syncope, sering menyebabkan jatuh.
Eksaserbasi akut dari penyakit kronik yang diderita lansia juga sering
menyebabkan jatuh, misalnya sesak nafas akuit, nyeri dada tiba-tiba pada penderita
jantung sistemik dan lain-lain.
Sedangkan komplikasi dari jatuh terduduk, semuanya amat berhubungan dengan
lokasi jatuh, posisi jatuh dan lokalisasi kerusakan. Jika pasien jatuh dalam posisi
terduduk, maka kemungkinan kerusakan berada pada daerah anggota gerak bawah,
yaitu daerah os coccygeus hingga pada daerah paha. Kerusakan tersebut meliputi :
- Perlukaan dan trauma pada jaringan lunak pada daerah bokong dan paha, dapat
menyebabkan memar dan robekan otot
- Patah tulang (fraktur), meliputi fraktur panggul dan fraktur femur
- Nyeri hebat dan deformitas pada daerah panggul dan paha
- Dislokasi
- Anemia dan syok jika menyebabkan perdarahan hebat
- kematian
12
3. Adakah riwayat konsumsi obat dengan perubahan fisiologis dan riwayat jatuh?
1. Obat Hipertensi
Diuretik : Hipokalemi & nyeri kepala
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh
(lewat kencing) sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang
mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan. Contoh obat-obatan
yang termasuk golongan diuretik adalah Hidroklorotiazid. Efek samping yang
sering dijumpai adalah : hipokalemia dan hiponatremia (kekurang natrium
dalam darah) yang dapat mengakibatkan gejala lemas, hiperurisemia
(peningkatan asam urat dalam darah) dan gangguan lainnya seperti kelemahan
otot, muntah dan pusing. Pada penderita DM, Obat Golongan tiazid juga
dapat menyebabkan hiperglikemia karena mengurangi sekresi insulin.
Alfa blocker : hipotensi ortostatik, pusing, lemah
Beta blocker : bradikardia
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya
pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah
diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial. Contoh obat-
obatan yang termasuk dalam golongan betabloker adalah : Metoprolol,
Propranolol dan Atenolol. Pada penderita diabetes melitus harus hati-hati,
karena dapat menutupi gejala hipoglikemia (kondisi dimana kadar gula dalam
darah turun menjadi sangat rendah yang bisa berakibat bahaya bagi
penderitanya). Pada orang tua terdapat gejala bronkospasme (penyempitan
saluran pernapasan) sehingga pemberian obat harus hati-hati.
Antagonis Ca : hipotensi , gangguan penglihatan
ACE inhibitor : hipotensi ortostatik, pusing, sesak
2. Obat DM
Insulin : hipoglikemi
Oral : hipoglikemi, vertigo
Sulfonilurea
13
Hipoglikemia dapat terjadi pada pasien yang tidak mendapat dosis tepat, tidak
makan cukup atau dengan gangguan fungsi hepar dan atau ginjal.
Kecenderungan hipoglikemia pada orang tua disebabkan oleh mekanisme
kompensasi berkurang dan asupan makanan yang cenderung kurang. Selain
itu, hipoglikemia tidak mudah dikenali pada oarang tua karena timbul perlahan
tanpa tanda akut (akibat tidak ada refleks simpatis) dan dapat menimbulkan
disfungsi otak sampai koma. Gejala susunan saraf pusat yang lain berupa
vertigo, konfusio / bingung, ataksia dan sebagainya
3. Obat Rematik
Alopurinol
Alopurinol adalah obat penyakit pirai (gout) yang dapat menurunkan kadar
asam urat dalam darah. Alopurinol bekerja dengan menghambat xantin
oksidase yaitu enzim yang dapat mengubah hipoxantin menjadi xantin,
selanjutnya mengubah xantin menjadi asam urat. Dalam tubuh Alopurinol
mengalami metabolisme menjadi oksipurinol (alozantin) yang juga bekerja
sebagai penghambat enzim xantin oksidase. Mekanisme kerja senyawa ini
berdasarkan katabolisme purin dan mengurangi produksi asam urat, tanpa
mengganggu biosintesa purin. Efek sampingnya yaitu Reaksi
hipersensitivitas :ruam makulopapular didahului pruritus, urtikaria, eksfoliatif
dan lesi purpura, dermatitis, nefritis, faskulitis dan sindrome poliartritis.
Demam, eosinofilia, kegagalan hati dan ginjal, mual, muntah, diare, rasa
mengantuk, sakit kepala dan rasa logam. Pemberian Alopurinol bersama
dengan azatioprin, merkaptopurin atau siklotosfamid, dapat meningkatkan
efek toksik dari obat tersebut. Jangan diberikan bersama-sama dengan garam
besi dan obat diuretik golongan tiazida. Dengan warfarin dapat menghambat
metabolisme obat di hati.
Obat Jantung
β –Bloker : hipotensi, bradikardi, rasa lelah
Penggunaan β –bloker banyak digunakan untuk terapi gagal jantung
kronik. β –bloker bekerja terutama dengan menghambat efek merugikan
dari aktivitas simpatis pada pasien gagal jantung, dan efek ini jauh lebih
menguntungkan dibandingkan efek inotropik negatifnya. Pada gagal
14
jantung yang mengalami pengaktivan adalah sistem RAA nya yang dapat
menyebabkan hipertrofi miokard melalui efek vasokontriksi perifer hingga
terjadi iskemia miokard. Pemberian β –bloker pada gagal jantung akan
mengurangi kejadian iskemia miokard, mengurangi stimulasi sel-sel
automatik jantung dan efek aritmia lainnya. β –bloker juga menghambat
pelepasan sistem RAA yang dapat menurunkan resiko hipertrofi miokard.
namun pemberian β –bloker harus diberikan dengan dosis rendah dan
ditingkatkan secara perlahan-lahan agar dosis target dan penyesuaian pada
tubuh dapat berjalan. Pemakaian yang tidak sesuai dengan dosis target
dapat berhubungan dengan gejala awal dengan terapi β –bloker dimana
terdapat gejala hipotensi, retensi cairan, bradikardi dan rasa lelah.
4. Hubungan riwayat penyakit terdahulu dengan keluhan!
Kencing manis
Kencing manis dapat didefinisikan sebagai kadar gula yang tinggi dalam urin.
Penyebab dari kencing manis adalah penyakit Diabetes mellitus (DM). Penyakit
diabetes mellitus (DM)-yang dikenal masyarakat sebagai penyakit gula atau kencing
manis-terjadi pada seseorang yang mengalami peningkatan kadar gula (glukosa)
dalam darah akibat kekurangan insulin atau reseptor insulin tidak berfungsi baik.
Diabetes yang timbul akibat kekurangan insulin disebut DM tipe 1 atau Insulin
Dependent Diabetes Mellitus (IDDM). Sedang diabetes karena insulin tidak berfungsi
dengan baik disebut DM tipe 2 atau Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM). Insulin adalah hormon yang diproduksi sel beta di pankreas, sebuah
kelenjar yang terletak di belakang lambung, yang berfungsi mengatur metabolisme
glukosa menjadi energi serta mengubah kelebihan glukosa menjadi glikogen yang
disimpan di dalam hati dan otot. Pada penderita DM tipe 2, insulin yang ada tidak
bekerja dengan baik karena reseptor insulin pada sel berkurang atau berubah struktur
sehingga hanya sedikit glukosa yang berhasil masuk sel. Akibatnya, sel mengalami
kekurangan glukosa, di sisi lain glukosa menumpuk dalam darah. Kondisi ini dalam
jangka panjang akan merusak pembuluh darah dan menimbulkan berbagai
komplikasi. Jika tidak tepat ditangani, dalam jangka panjang penyakit diabetes bisa
menimbulkan berbagai komplikasi akibat gangguan pembuluh darah. Gangguan bisa
terjadi pada pembuluh darah otak (stroke), pembuluh darah mata (gangguan
15
penglihatan), pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner), pembuluh darah
ginjal (gagal ginjal), serta pembuluh darah kaki (luka yang sukar sembuh/gangren).
Gangguan tersebut dapat berakibat dengan faktor penyebab jatuh pada pasien.
Tekanan darah tinggi (Hipertensi)
Hipertensi dapat disebabkan karena adanya gangguan pada curah jantung dan
vaskular perifer. Faktor di atas banyak ditentukan sistem saraf simpatis, parasimpatis,
SRAA dan faktor lokal. Hipertensi yang berlangsung lama dapat menyebabkan sakit
kepala yang intermitten dan kerusakan organ pada jantung, otak dan ginjal.
Penyakit Jantung
Gangguan pada jantung mempunyai banyak faktor dan penyebab. Seperti gagal
jantung dan PJK. Adanya gangguan pada jantung dapat menyebabkan gangguan pada
kontraksi dan curah jantung. Hubungan yang sangat berhubungan dengan faktor jatuh
adalah karena adanya high output dan gangguan kontraksi. High output disebabkan
karena curah jantung yang meningkat namun di atas normal tapi tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan oksigen pada otak, sedangkan gangguan kontraksi disebabkan
karena adanya hipertrofi dinding ventrikel dan ekspansi volume ventrikel jika
gangguan berlangsung lama dan dapat berakibat apoptosis sel jantung dan proliferasi
jaringan ikat. Sehingga distribusi darah dan oksigen dapat terganggu. Kurangnya
distribusi darah dan oksigen dapat berakibat buruk pada organ tubuh khususnya pada
otak, sehingga dapat menyebabkan sinkop dan jatuh mendadak.
Rematik
Rematik dapat didefinisikan sebagai berbagai kelainan yg ditandai oleh peradangan,
degenerasi, atau kekacauan metabolik struktur jaringan ikat terutama sendi dan
struktur yg berhubungan, dan disertai oleh rasa nyeri, kekakuan atau pembatasan
gerak. Rematik banyak dialami oleh orang yang lanjut usia dengan berbagai macam
kelainan. Seperti osteoporosis, osteoarthritis, rematoid artritis, gout dan pseudogout.
Adanya gangguan-gangguan tersebut dapat menyebabkan Sakit / nyeri hilang timbul,
Nyeri setelah melakukan suatu aktifitas, rasa kaku pada persendian, dan Kelemahan
otot / tulang. Akibatnya pasien sulit berjalan dan tertatih-tatih dan mempunyai resiko
jatuh jika cara berjalan kurang baik.
16
5. Penatalaksanaan skala prioritas pada penderita!
Penatalaksanaan awal
Skala Prioritas
1. Nyeri
paracetamol 500 mg/ hr dosis max 3000 mg
kodein 10 mg
Pantau perkembangan nyeri dengan VAS ( visual analgesik scale)
Tahapan pemberian anlgesik pada lansia :
a. analgesik
b. analgesik + opioid tinggi
c. analgesik + opioid tinggi + anti anxietas
2. Fraktur
Terapi operatif pada FRAKTUR-nya. Terapi operatif hampir selalu dilakukan
pada penderita fraktur leher femur baik orang dewasa muda maupun pada orang
tua karena :
Perlu reduksi yang akurat dan stabil
Diperlukan mobilisasi yang cepat pada orang tua untuk mencegah komplikasi
Tindakan operatif : dilakukan pemasangan prostesis Moore.
3. Osteoporosis
Untuk nyeri tulang yang disebabkan oleh osteoporosis, prinsip pengobatannya
adalah:
Meningkatkan pembentukan tulang, obat-obat yang dapat meningkatkan
pembentukan tulang adalah:Na-flurida dan steroid anabolic.
Menghambat resorbsi tulang,obat-obat yang dapat menghambat resorbsi
tulang adalah; kalsium, estrogen, kalsitonin dan difosfonat. Disamping itu
juga diberikan obat anti nyeri.
17
4. Diabetes
Obat Diabetik Oral:
a. Biguanide : metformin
b. Alpha- glucoside inhibitor
c. PPAR- gamma agonis/thiazolidinedions: pioglitazon
d. Sulphonylureas
5. Hipertensi dan Jantung
Diet Jantung I-IV ( 835 – 2023 kkal)
Diet rendah garam (untuk hipertensi)
Medika mentosa
a. ACE inhibitors : Catopril
b. Angiotensin II receptor blockers :
c. Beta-blockers: propanolol,asebutolol
d. Calcium antagonists : Dihidropitridin (Nifedipin), Benzodtiazepin
(Diltiazem), Difenalkilamin (Verapamil)
e. Central Sympatolitic : methyldopa,clonidine
f. Direct vasodilators : Hydrolazine, Na-Nitroprusside)
g. Diuretics: Thiazide (Hydrochlorothiazide, Chlorthalidon,Indapamide),
Loop (Furosemide,Bumetadine), K sparing (spirolactone, amilorita)
18
Rekomendasi untuk Hipertensi dengan komplikasi penyakit lain
DM: ACE-I
Dislipidemia : α bloker
Isolated sistolik HT : Diuretik, Ca++ antagonis
Osteoporosis: Thiazide
6. Rematik
Dukungan psikologis
Istirahat
Medika mentosa:
Penggunaan asetaminofen (hingga 4 g/hari).
NSAID oral selektif dan non-selektif COX-2 yang digunakan dengan dosis
terendah yang efektif untuk penanganan OA, dan hindari penggunaannya
dalam jangka panjang.
Preparat topikal NSAID dan capsaicin.
Injeksi intraartikular kortikosteroid dan hialuronat.
Suplementasi menggunakan glucosamine dan chondroitin sulfat untuk
meringankan gejala-gejala simtomatik.
Structure-modifying effects dengan
penggunaan glucosamine sulfat, chondroitin sulfat dan diacerein.
Indikasi penggunaan golongan opioid dan analgesik narkotik lemah untuk
penanganan nyeri yang refrakter.
Garam emas dan penisilamin
Injeksi hidrokortison intraartikular
7. Stroke
Rehabilitasi. :
a. Fisioterapi sejak Hari-I * posisi
* gerakan Pasif Aktif
b. Bina Wicara
19
c. Psikoterapi & Sosialisasi
d. Terapi Kerja
Preventif : * ASA : 80 - 300 mg/hari
* Terapi F.Risiko
6. Langkah-langkah diagnosis!
1. Anamnesa riwayat penyakit (jatuhnya)
Anamnesa dibuat baik terhadap penderita ataupun saksi mata jatuh atau
keluarganya. Anamnesis ini meliputi
Seputar jatuhnya : mencari penyebab jatuhnya misalnya apa karena terpeleset,
tersandung, berjalan, perubahan posisi badan, waktu mau berdiri dari jongkok
atau sebaliknya, sedang buang air kecil atau besar, sedang batuk atau bersin,
sedang menolwh tiba-tiba ataupun aktivitas lainnya.
Gejala yang menyertai : seperti nyeri dada, berdebar-debar, nyeri kepala tiba-
tiba, vertigo, pingsan, lemas, konfusio, inkontinens, sesak nafas.
Kondisi komorbid yang relevan : pernah menderita hipertensi, diabetes
mellitus, stroke, parkinsonisme, osteoporosis, sering kejang, penyakit jantung,
rematik, depresi, deficit rematik dll
Review obat-obatan yang diminum : anti hipertensi ( alfa inhibitor non
spesifik), diuretic, autonomic bloker, anti depresan, hipnotik, anxiolitik,
analgetik, psikotropik, ACE inhibitor dll
Review keadaan lingkungan : tempat jatuh apakah licin/bertingkat-tingkat dan
tidak datar, pencahayaannya dll
2. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran pasien (bisa dengan GCS)
tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, pernapasan)
tanda nyeri dan fraktur serta pemeriksaan ekstremitas(edema dan sebagainya)
keadaan jantung: apakah ada pembesaran dan bunyi jantung abnormal
pemeriksaan neurologis untuk menetukan lesi pada otak atau juga sensorik dan
motorik
pemeriksaan status fungsional dan kognitif, memperhatikan apakah pasien
menderita demensia terutama demensia vascular
pemeriksaan mobilitas pasien: status fungsional cara berlajan
20
3. Pemeriksaan Penunjang
pemeriksaan laboratorium tergantung dari sifat permasalahan dan keadaannya.
Pemeriksaan darah lengkap, laju endap darah, kadar kalsium, elektroforesis
protein serum
Mengukur kadar alkali fosfatase serum, bone-Gla-protein plasma
(osteocalcin),untuk mengetahui adanya pembentukan tulang pada
osteoporosis.
Pemeriksaan foto roentgen bagian panggul dalam bidang anteroposterior,
lateral, dan oblique, harus dilakukan pada setiap pasien yang menderita nyeri
pada pangkal paha dan juga pada sendi lutut.
4. Assasement Fungsional
Seyogyanya dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebiasaan pasien
dan aspek fungsionalnya dalam lingkungannya, ini sangat bermanfaat untuk
mencegah terjadinya jatuh ulangan. Pada assesmen fungsional dilakukan
observasi atau pencarian terhadap :
Fungsi gait dan keseimbangan : observasi pasien ketika bangkit dari duduk
dikursi, ketika berjalan, ketika membelok atau berputar badan, ketika mau
duduk dibawah dll.
Mobilitas : dapat berjalan sendiri tanpa bantuan, menggunakan alat Bantu
( kursi roda, tripod, tongkat dll) atau dibantu berjalan oleh keluarganya.
Aktifitas kehidupan sehari-hari : mandi, berpakaian, berpergian, kontinens. Terutama
kehidupannya dalam keluarga dan lingkungan sekitar ( untuk mendeteksi juga apakah
terdapat depresi dll.
7.Komplikasi apa yang dapat terjadi jika jatuh dalam keadaan terduduk?
Jatuh dapat didefinisikan sebagai kejadian yang menyebabkan orang tergeletak tanpa
disengaja pada tanah atau tempat yang lebih rendah. Salah satu komplikasi jatuh yang
berhubungan dengan skenario adalah perlukaan/kerusakan pada jaringan lunak (otot),
tulang & syaraf. Pada skenario, keluhan penderita adalah nyeri pada pangkal paha
kanan dan tidak dapat berjalan. Maka beberapa kemungkinan yang dapat
ditegakkan :
- Daerah kaki kanan pasien masih bisa digerakkan, namun karena adanya
sensasi nyeri yang hebat (seperti fraktur/dislokasi pada tulang) sehingga
21
pasien sulit untuk berjalan.
- Sistem saraf sensorik dan motorik pada pasien belum mengalami kerusakan
yang parah, namun adanya sensasi nyeri bisa diakibatkan karena syaraf yang
terjepit, memar pada otot dan fraktur pada tulang
maka salah satu pernyataan yang bisa kita dapatkan adalah adanya keluhan nyeri
dan tidak dapat berjalan dapat disebabkan karena faktor trauma yang terjadi pada
pasien. Trauma (jatuh terduduk) yang terjadi menyebabkan kerusakan pada
jaringan tulang pada pangkal paha, yang selanjutnya dapat mengarah pada
komplikasi fraktur pada femur. Fraktur femur dapat menyebabkan sensasi nyeri
yang sangat hebat yang mengakibatkan pasien sulit untuk menggerakkan kakinya.
Kemungkinan yang lain adalah trauma yang menyebabkan robekan pada otot-otot
di daerah pangkal paha sehingga kaki pasien sulit digerakkan. Namun melihat dari
kondisi lingkungan dan tempat jatuh pasien, maka kemungkinan robekan pada
paha bisa dibilang kecil sekali. Karena trauma yang terjadi bersifat trauma tumpul
yang komplikasinya hanya dapat menyebabkan memar dan perdarahan pada otot-
otot paha. Sedangkan jika yang mengalami kerusakan adalah sistem persyarafan,
khususnya daerah sensorik, hingga seharusnya sensasi nyeri sudah tidak dapat
dirasakan. Maka kepastian yang paling mungkin terjadi adalah fraktur femur
yang disebabkan oleh jatuh terduduk.
FRAKTUR FEMUR
22
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari tulang, sering diikuti oleh kerusakan
jaringan lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh darah, otot dan
persarafan.
Fraktur femur mempunyai pengaruh sosial ekonomi yang penting. Dengan
bertambahnya usia, angka kejadian fraktur femur meningkat secara eksponensial.
Meskipun dapat dipulihkan dengan operasi, fraktur femur menyebabkan peningkatan
biaya kesehatan.
Sampai saat ini, fraktur femur makin sering dilaporkan dan masih tetap menjadi
tantangan bagi ahli orthopaedi. Pada orang-orang tua, patah tulang pinggul intrakapsular
sering disebabkan oleh trauma yang tidak berat (energi ringan), seperti akibat terpeleset.
Akan tetapi, pada orang-orang muda, patah tulang pinggul intrakapsular biasanya
disebabkan oleh trauma yang hebat (energi besar), dan seringkali disertai oleh cedera pada
daerah yang lainnya serta meningkatkan kemungkinan terjadinya avaskular nekrosis dan
nonunion. Walaupun penatalaksanaan di bidang orthopaedi dan geriatri telah berkembang,
akan tetapi mortalitas dalam satu tahun pasca trauma masih tetap tinggi, berkisar antara 10
sampai 20 persen. Sehingga keinginan untuk mengembangkan penanganan fraktur ini
masih tetap tinggi. Reduksi anatomis dini, kompresi fraktur dan fiksasi internal yang kaku
digunakan untuk membantu meningkatkan proses penyembuhan fraktur, akan tetapi jika
suplai darah ke kaput femur tidak dikontrol dengan baik, dapat menyebabkan peningkatan
kemungkinan terjadinya avaskular nekrosis.
ETIOLOGI
Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan, kita harus
mengetahui kondisi fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang
patah. Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan tekanan
memuntir (shearing).
Kebanyakan fraktur terjadi akibat truma yang disebabkan oleh kegagalan tulang menahan
tekanan membengkok, memutar dan tarikan. Trauma yang dapat menyebabkan fraktur
dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung.
Trauma Langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada
daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat komunitif dan jaringan lunak
ikut mengalami kerusakan.
23
Trauma Tidak Langsung
Apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya
jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada clavicula. Pada
keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.
Sedangkan dari segi fraktur, klasifikasi etiologis :
1. Fraktur traumatik : terjadi karena trauma yang tiba-tiba
2. Fraktur patologis : terjadi karena kelemahan tulang yang sebelumnya akibat
kelainan patologis di dalam tulang
3. Fraktur stress : terjadi karena adanaya trauma yang terus menerus pada suatu
tempat tertentu
Segi Klasifikasi klinis
Fraktur tertutup (simple fracture)
Adalah suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.
Fraktur terbuka (compound fracture)
Adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui lika pada
kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau from
without (dari luar)
Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture) adalah fraktur yang disertai
dengan komplikasi, misalnya malunion, delayed union, nonunion, infeksi tulang.
PATOFISIOLOGI
Fraktur biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari
tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan
apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atu tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila
seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh
ketebalan tulang.
Fraktur terjadi apabila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma
tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang,ada 2 faktor yang mempengaruhi
terjadinya frakturya itu ekstrinsik (meliputi kecepatan, sedangkan durasi trauma yang
mengenai tulang, arah dan kekuatan), intrinsik meliputi kapasitas tulang mengabsorbsi
energi trauma, kelenturan, kekuatan adanya densitas tulang – tulang yang dapat
24
menyebabkan terjadinya patah pada tulang bermacam-macam, antara lain trauma langsung
dan tidak langsung, akibat keadaan patologi serta secara spontan.
HUBUNGAN ANTARA NYERI PANGKAL PAHA DAN KLASIFIKASI
FRAKTUR FEMUR
Pada dassarnya, fraktur pada femur dapat diklasifikasikan menjadi 6 jenis berdasarkan
lokasi dan radiologisnya :
1. Fraktur leher
2. Fraktur trokanterik
3. Fraktur Subtrokantorik
4. Fraktur diafisis
5. Fraktur Suprakondiler
6. Fraktur Kondiler
Adanya riwayat Jatuh terduduk dan keluhan nyeri pada pangkal paha, maka kemungkinan
fraktur adalah pada daerah leher dan trokanterik.
FRAKTUR LEHER FEMUR
Fraktur leher femur merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan pada orang tus
terutama wanita umur 60 tahun ke atas disertai tulang osteoporosis. Tingkat kejadian
tersering pada wanita dan berusia lanjut dikarenakan berkurangnya kepadatan tulang.
Semua fraktur di daerah ini umumnya tidak stabil sehingga tidak ada cara reposisi tertutup
terhadap fraktur ini kecuali jenis fraktur yang impaksi, baik yang subservikal maupun
yang basal. Sering dapat dilihat pemendekan bila dibandingkan tungkai kiri dengan kanan.
Jarak antara trokanter mayor dan spina iliaka anterior superior lebih pendek karena
trokanter terletak lebih tinggi akibat pergeseran tungkai ke kranial. Penderita umumnya
datang dengan keluhan tidak bisa jalan setelah jatuh dan terasa nyeri. Umumnya penderita
tidur dengan tungkai bawah dalam keadaan sedikit fleksi dan eksorotasi serta memendek.
Gambaran radiologis menunjukkan fraktur leher femur dengan dislokasi pergeseran ke
kranial atau impaksi ke dalam kaput.
Penanganan fraktur leher femur yang bergeser dan tidak stabil adalah reposisi tertutup dan
fiksasi interna secepatnya dengan pin yang dimasukkan dari lateral melalui kolum femur.
25
Bila tak dapat dilakukan operasi ini, cara konservatif terbaik adalah langsung mobilisasi
dengan pemberian anestesi dalam sendi dan bantuan tongkat. Mobilisasi dilakukan agar
terbentuk pseudoartrosis yang tidak nyeri sehingga penderita diharapkan bisa berjalan
dengan sedikit rasa sakit yang dapat ditahan, serta sedikit pemendekan.
Mekanisme Trauma
Jatuh pada daerah trokanter baik karena kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari tempat yang
tidak terlalu tinggi seperti terpeleset dikamar mandi dimana panggul dalam keadaan fleksi
dan rotasi
Gambaran Klinis
Riwayat jatuh dari ketinggian disertai nyeri pada daerah panggul terutama daerah inguinal
depan. Nyeri dan pemendekan anggota gerak bawah dalam posisi rotasi lateral
FRAKTUR DAERAH TROKANTER
Fraktur daerah trokanter biasa juga disebut fraktur trokanterik adalah semua fraktur yamg
terjadi antara trokanter mayor dan minor. Fraktur ini bersifat ekstra-artikuler dan sering
terjadi pada usia 60 tahun.
Mekanisme trauma
fraktur trokanterik terjadi bila penderita jatuh dengan trauma langsung pada trokanter
mayor atau pada trauma yang bersifat memuntir. Keretakan tulang terjadi antara trokanter
mayor dan minor dimana fragmen proksimal cenderung bergeser secara varus. Fraktur
dapat bersifat komunitif terutama pada korteks bagian posteromedial.
Gambaran Klinis
penderita lanjut usia dengan riwayat trauma pada daerah femur proksimal. Pada
pemeriksaan didapatkan pemendekan anggota gerak bawah rotasi eksterna. Penderita
26
biasanya datang dengan keluhan tidak dapat berjalan setelah jatuh disertai nyeri yang
hebat. Penderita terlentang di tempat tidur dengan tungkai bawah eksorotasi dan terdapat
pemendekan sampai 3 cm disertai nyeri pada setiap pergerakan. Pada bagian luar pangkal
paha terlihat kebiruan akibat hematom subkutan. Pada foto Rontgen terlihat fraktur daerah
trokanter dengan leher femur dalam posisi varus yang bisa mencapai 90 derajat.
8. Penanganan pada fraktur femur dari segi geriatri!
Pada dasarnya, kriteria penanganan pada pasien geriatri mempunyai 3 kriteria. Yaitu penanganan dari sudut pandang interna, rehabilitasi medik dan psikiatri. Penanganan tersebut adalah :
Terapi Operatif
Terapi operatif dianjurkan pada orang tua berupa penggantian kaput femur dengan prosthesis atau eksisi kaput femur dengan prosthesis atau eksisi kaput femur diikuti dengan mobilisasi dini pasca bedah.
a. Terapi Konservatif
Dilakukan apabila fraktur memiliki kemungkinan sebagai berikut :
· Gangguan peredaran darah pada fragmen proksimal
· Kesulitan mengamati fragmen proksimal
· Kurangnya penanganan hematom fraktur karena adanya cairan synovial.
Penanganan konservatif dapat dilakukan dengan skin traction, dengan buck extension.
b. Terapi Operatif
Pada umumnya terapi yang dilakukan adalah terapi operasi, fraktur yang bergeser tidak akan menyatu tanpa fiksasi internal, dan bagaimanapun juga manula harus bangun dan aktif tanpa ditunda lagi kalau ingin mencegah komplikasi paru dan ulkus dekubitus. Fraktur terimpaksi dapat dibiarkan menyatu, tetapi selalu ada resiko terjadinya pergeseran pada fraktur-fraktur itu, sekalipun ditempat tidur, jadi fiksasi internal lebih aman. Dua prinsip yang harus diikuti dalam melakukan terapi operasi reduksi anatomi yang sempurna dan fiksasi internal yang kaku.
Merode awal yang menstabilkan fraktur adalah fiksasi internal dengan Smith Petersen Tripin Nail. Fraktur dimanipulasi dengan meja khusus orthopedi. Kemudian fraktur difiksasi internal dengan S.P. Nail dibawah pengawasan Radiologi. Metode terbaru fiksasi internal adalah dengan menggunakan multiple compression screws.
Pada penderita dengan usia lanjut (60 tahun ke atas) fraktur ditangani dengan acara memindahkan caput femur dan menempatkannya dengan metal prosthesis, seperti prosthesis Austin Moore.
Terapi Rehabilitasi medik
27
Rehabilitasi medik dilakukan kepada penderita dengan atau tanpa kecacatan. Rehabilitasi harus dimulai sejak awal yaiu sebelum ataupun sesudah tindakan operatif. Kriteria rehabilitasi medik adalah :
-Tentukan masalah utama
-Pencegahan komplikasi
-Kembalikan fungsi yang hilang
-Ciptakan kemampuan adaptasi
-Ciptakan adaptasi lingkungan
-Ciptakan adaptasi keluarga
Beberapa terapi yang dapat dilakukan :
FISIOTERAPI
fisioterapi adalah suatu cara pengobatan dengan mempergunakan tenaga alam (fisik) sebagai modalitas terapi. Terdiri atas :
1. Terapi mekanik :
Pijat (massage) : untuk memberikan relaksasi pada sirkulasi sehingga dapat menghilangkan rasa nyeri atau lelah
Latihan-latihan, seperti latihan bebas, latihan aktif, latihan pasif dan latihan dengan tahanan
Manipulasi, adalah tindakan mengembalikan fungsi pergerakan ruang sendi dengan cara manipulasi baik secara perlahan-lahan atau sekaligus dengan pemberian obat analgetika.
Traksi, dilakukan untuk melakukan peregangan tulang, melebarkan ruang diskus dan memisahkan sendi-sendi apofisial
2. Pengobatan panas, seperti inframerah dan lilin
3. pengobatan dingin
4. helioterapi
5. Aktinoterapi
6. Laser medis kekuatan rendah
TERAPI PSIKIATRI
Terapi psikiatri/Psikoterapi dilakukan agar penderita lebih memahami pertentangan batin yang mungkin melatar-belakangi terjadinya penyakit ini. Pendekatan psikoterapi ini mencakup psikoterapi kognitif dan psikoterapi tingkah laku :
a. Psikoterapi kognitif – Penderita akan dibantu mengatasi masalah ini melalui saran dan perbincangan berdasarkan pemikiran yang rasional.
b. Psikoterapi tingkah laku – Terapi ini lebih bercorak kepada pemaparan dan tindakan pencegahan yang bertahap.
28
Biasanya kombinasi dari psikoterapi dan obat-obatan merupakan pengobatan yang terbaik bagi penyakit obsesif-kompulsif.
Bagaimanapun, sembuh atau tidaknya seorang penderita bergantung kepada :
Keseriusan masalah yang dihadapi Kerjasama dan kepatuhan terhadap terapi yang diberikan Dukungan individu yang hampir seperti anggota keluarga atau teman. Lamanya mengidap penyakit tersebut.
Penderita juga perlu dibantu mengatasi masalah yang mereka hadapi, baik masalah keuangan, perkawinan, hubungan sosial dan sebagainya.
29
INFORMASI TAMBAHAN
Perspektif Islam
Mengenai masa tua :
“Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia
menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia
menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan
apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.”
(QS. Ar Ruum: 54)
Hadits Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam :
“Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara: [1] Waktu mudamu sebelum datang
waktu tuamu, [2] Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, [3] Masa kayamu
sebelum datang masa kefakiranmu, [4] Masa luangmu sebelum datang masa
sibukmu, [5] Hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR. Al Hakim dalam Al
Mustadroknya, dikatakan oleh Adz Dzahabiy dalam At Talkhish berdasarkan syarat
Bukhari-Muslim. Hadits ini dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Al Jami’
Ash Shogir)
Dari Hadits Ziyad bin 'Ilaqah bin Usamah bin Syuraik berkata," Aku bersama nabi
SAW, ketika itu seorang arab datang bertanya,"Ya Rasulullah, apakah kami
diperintahkan untuk berobat?" Beliau SAW menjawab, "Ya, berobatlah wahai hamba-
hamba Allah, sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit kecuali menurunkan
juga obatnya, kecuali satu penyakit." "Penyakit apa itu?" Nabi SAW menjawab,
30
"Penyakit tua."(HR Bukhari, Abu Daud,An-Nasa'i, Tirmizy, Ibnu Hazm dengan sanad
yang shahih)
PENUTUP
KESIMPULAN
Jatuh bisa disebabkan oleh gangguan gait, sensorik, kognitif, dan SSP yang didukung
oleh lingkungan rumahnya yang berbahaya.
Komplikasi dari JATUH: memar, keseleo, patah tulang bahkan kematian
Prinsipnya mencegah terjadinya jatuh lebih utama daripada mengobati akibatnya
Pencegahan: Identifikasi faktor resiko, penilaian keseimbangan, dan gaya berjalan,
serta mengatur / mengatasi faktor situasional
SARAN
Pemahaman akan malnutrisi energi protein pada anak serta gangguan-gangguan
yang terjadi sangatlah penting dan seharusnya lebih dipahami lagi. Semoga laporan ini
bermanfaat bagi kita semua. Amin.
31
DAFTAR PUSTAKA
H. Hadi Martono (2010), Buku ajar Boedhi-Darmojo GERIATRI. Jakarta : Penerbit : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Prof. Chairuddin Rasjad, MD., Ph.D (2009), Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta. Penerbit : PT. Yarsif Watampone
Suharko Hasan, Jurnal Kedokteran Geriatri, Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
www. Medicastore.com
32